Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH WAWASAN KEMARITIMAN

(EKONOMI MARITIM)

OLEH :

LISDA MAULA
S1A123019

PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
2024
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
karunia, serta kekuatan, sehingga Kami selaku penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah “Ekonomi Maritim” ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Wawasan Kemaritiman tepat waktu dan tanpa halangan apapun.
Makalah ini disusun bertujuan agar sekiranya dapat memahami dan
mempelajari lebih jauh tentang ekonomi maritim. Sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan tentang ekonomi maritime tersebut tersebut. Ucapan
terima kasih yang amat besar saya samapaikan kepada semua pihak yang telah
membantu menyusun makalah ini sehingga apa yang kami tulis pada kesempatan
ini dapat menghampiri kesempurnaan.
Akhirnya kami sadar bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna, jadi
apabila ada penulisan kata yang tidak sesuai mohon dimaafkan.

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3. Tujuan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 5

2.1. Ekonomi Maritim Indonesia ................................................... 5


2.2. Mengenal Industri Dan Jasa Sumber Daya Maritim ................ 8
2.3. Potensi Sumber Daya Perikanan .............................................. 13
2.4. Sejarah Perkembangan EYD .................................................... 8
2.5. Perkembangan Bahasa Indonesia Masa Reformasi .................. 11
2.6. Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia ............................... 12

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 13

3.1. Kesimpulan .............................................................................. 13


3.2. Saran ........................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................` 14


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia belum mampu


memberdayakan potensi ekonomi maritim. Negeri ini juga belum mampu
mentransformasikan sumber kekayaan laut menjadi sumber kemajuan dan
kemakmuran rakyat Indonesia. Indonesia bagaikan negara raksasa yang masih
tidur. Indonesia juga memiliki posisi strategis, antar benua yang meng
hubungkan negara-negara ekonomi maju. Posisi geopolitics strategis tersebut
memberikan peluang Indonesia sebagai jalur ekonomi. Pasalnya beberapa
selat strategis yang merupakan jalur perekonomian dunia berada di wilayah
NKRI, yakni, Selat Malaka, Selat Sunda,. Selat Lombok, Selat Makassar dan
Selat Ombai-Wetar. Potensi geopolitis ini dapat digunakan Indonesia sebagai
kekuatan Indonesia dalam percaturan politik dan ekonomi antar bangsa.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah


laut seluas 5,8 juta km persegi yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,2
juta km persegi dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7
juta km persegi. Selain itu, terdapat 17.504 pulau di Indonesia dengan garis
pantai sepanjang 81.000 km persegi. Dengan cakupan yang demikian besar
dan luas, tentu saja maritim Indonesia mengandung keanekaragaman alam laut
yang potensial, baik hayati dan non hayati. Sehingga,sudah seharusnya sektor
kelautan dijadikan sebagai penunjang perekonomian negara ini. Berdasarkan
catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sumbangan sektor
perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) memiliki peranan strategis.
Terutama diban-dingkan sektor lain dalam sektor perikanan maupun PDB
nasional.

Pada tahun 2008 saja tercatat PDB pada subsektor perikanan mencapai
angka Rp 136,43 triliun. Nilai ini memberikan kontribusi terhadap PDB
kelompok pertanian menjadi sekitar 19,13 persen atau kontribusi terhadap
PDB nasi onal sebesar 2,75 persen. Hingga triwulan ke III 2009 PDB
perikanan mencapai Rp128,8 triliun atau memberikan kontribusi 3,36 persen
terhadap PDB tanpa migas dan 3,12 persen terhadap PDB nasional.

Di antaranya, tanaman bahan makanan sebesar Rp347,841 triliun,


perikanan Rp136,435 triliun, tanaman perkebunan Rp106,186 triliun, pe-
temakan Rp82,835 triliun, dan kehutanan Rp32,942 triliun. Kemudian hingga
triwulan III 2009, PDB kelompok pertanian, petemakan, ke-hutanan, dan
perikanan sebesar Rp 654,664 triliun. Dengan rincian, ta-naman bahan
makanan Rp331,955 triliun, perikanan Rp128,808 triliun, tanaman perkebunan
Rp 84,936 triliun, petemakan Rp 76,022 triliun, dan kehutanan Rp 128,808
triliun. Dari jenis sektor dalarn kelompok pertanian, perikanan yang memiliki
kenaikan rata-rata tertinggi sejak tahun 2004-2008 sebesar 27,06 persen.
Kemudian sektor tanaman bahan makanan 20,66 persen, tanaman perkebunan
21,22 persen, petemakan 19,87 persen,dan kehutanan 18,81 persen.

Catatan ini, semakin menguatkan anggapan bahwa sektor maritim sangat


potensial dikembangkan sebagai penunjang ekonomi nasional. Tentu saja,
sektor kelautan tidak hanya menghasilkan produk perikanan. Ironis, sebagai
Negara kepulauan terbesar di dunia dengan sumber daya alam berlimpah,
perekonomian Indonesia ma-lah semakin terpuruk. Hutang negarapun terus
menggunung. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp164,4 triliun
atau mengambil 13,68 persen dari anggaran belanja negara 2011.

Melambungnya hutang disebabkan adanya peningkatan hutang jatuh


tempo. Total hutang pemerintah yang membengkak pada Januari 2011
mencapai Rp1.695 triliun atau naik Rp17,13 triliun dibanding akhir 2010. Bila
dikonversi ke kurs dolar Amerika Serikat, hutang Indonesia sekitar 187,19
miliar dolar AS. Sementara jika mengacu pada pendapatan kotor negara
sebesar Rp6,422 triliun, rasio hutang Indonesia sebesar 26 persen. Jelas ini
angka yang tidak kecil. Pertanyaan besar muncul, seberapa besar pemanfaatan
sumber kekayaan Indonesia sebagai negara kepulauan bisa menutupi hutang
yang menumpuk tersebut?

Guna menuju langkah ini diperlukan komitmen yang mengarahkan


pemerintah harus fokus pada perekonomian nasional di bidang maritim. Ini
karena Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi maritim yang
besar dan beragam serta belum sepenuhnya dikelola. Berbagai sektor dapat
dikembangkan dalam upaya me-majukan dan memakmurkan perekonomian
negara, mulai dari perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri
pengolahan hasil perikanan, industry bioteknologi maritim, pertambangan dan
energi, pariwisata bahari, angkutan laut, jasa perdagangan, industri maritim,
pembangunan maritim (konstruksi dan rekayasa), benda berharga dan warisan
budaya (cultural heritage), jasa lingkungan, konservasi sampai dengan
biodiversitasnya. Konsenterasi pembangunan perekonomian di bidang
maritime diharapkan dapat mengatasi keterbatasan pengembangan ekonomi
berbasis daratan dan stagnasi pertumbuhan ekonomi. Terlebih, laut Indonesia
memiliki potensi besar yang mampu menghasilkan produk-produk unggulan.
Banyak pihak memprediksi, permintaan produk maritim akan terus meningkat
seiring dengan bertambahnya penduduk dunia. Sehingga, ekonomimaritim
diyakini dapat menjadi unggulan kompetitif dalam memecahkan persoalan
bangsa. Berdasarkan kajian yang dilakukan Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir
dan Lautan (PKSPL) IPB dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Puslitbang Oseanologi LIPI pada tahun 1997- 1998, Incremental Capital
Output Ratio (ICOR) untuk sektor per-ikanan berkisar antara 2,75-3,95. Ini
mengindikasikan subsektor tersebut mempunyai prospek cukup baik bagi
investasi. Sementara sektor pariwisata bahari, merupakan sector yang paling
efisien dan mempunyai resiko paling kecil dalam penanaman modal
dibandingkan dengan sub sektor lain. Kajian tersebut merekomendasikan tiga
hal yang harus dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional berbasis maritim, yaitu memperbesar dan memperluas
diversifikasi sektor-sektor maritim, memperbanyak investasi dengan
memberikan stimulus pada sektor-sektor yang mempunyai Incre-mental
Capital Output Ratio (ICOR) yang relative rendah (perikanan dan pariwisata)
serta meningkatkan efisiensi yang mencakup alokasi usaha optimum
berdasarkan jenis usaha, lokasi dan compatibility antar sektor maritim.
Adapun selama ini kontribusi bidang maritim masih didominasi sector
pertambangan, perikanan dan sektor-sektor lain. Hal itu mengindikasikan jika
sektor tersebut dipisah, maka sub bi-dang yang ada akan memiliki kontribusi
signifikan terhadap pertumbuhan PDB nasional.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana industri dan jasa sumber daya maritim?
2. Bagaimana potensi sumber daya perikanan?
3. Bagaimana sumber daya migas dan mineral?
4. Bagaimana pariwisata bahari?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui industri dan jasa sumber daya maritim.
2. Dapat mengetahui potensi sumber daya perikanan.
3. Dapat mengetahui sumber daya migas dan mineral/
4. Dapat mengetahui pariwisata bahari.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ekonomi Maritim Indonesia

Salah satu potensi perekonomian maritim terbesar yang dimiliki Indonesia


adalah sumber minyak bumi dan gas. Sayangnya Indonesia belum bisa
memanfaatkannya secara maksimal. Ironisnya, sebagian besar sumber-sumber
energy tidak terbaharukan ini dikuasai pihak asing. Padahal sangat jelas, Pasal
33 Ayat (3) UUD 1945 menyebut "Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesarbesar kemakmuran rakyat". Alih-alih memakmurkan rakyat, membayar
hutang negara pun tidak mampu.

Salah satu contoh sikap pemerintah yang pro terhadap kepentingan asing
adalah polemik blok Migas West Madura. Sekadar informasi, mulanya saham
West Madura dimiliki Pertamina (50 persen), Kodeco (25 persen), dan
CNOOC (25 persen). Sebulan menjelang habisnya masa kontrak, Kodeco
mengalihkan sebagian sahamnya ke PT Sinergindo Cahaya Harapan dan
CNOOC ke Pure Link Ltd, masing-masing sebesar L2,5 persen. Meski bukan
Pemegang saham mayoritas, selama ini blok West Madura dikelola Kodeco,
perusahaan minyak asal Korea Selatan Sikap pemerintah yang berpihak pada
kepentingan perusahaan asing terlihat dari beberapa kebijakannya. Pertama,
Pertamina sejak Mei 2008 telah lima kali meminta kepada pemerintah agar
blok West Madura sepenuhnya dikelola BUMN. Sayang, hingga kini
pemerintah belum mengabulkan permintaan tersebut. Di sisi lain proses
pengalihan saharn dari Kodeco dan CNOOC ke PT Sinergindo Citra Harapan
(SCH) dan Pure Link Investment Ltd (PLI) hanya berlangsung dalam
beberapa hari saja. Itupun tanpa tender yang transparan.

Kedua, porsi saham Pertamina di WestMadura adalah yang paling besar.


Namun pada kenyataannya yang menjadi pengelola adalah Kodeco dengan
kemampuan produksi hanya berada pada level 13-14 ribu bph. Di sisi lain,
Pertamina menyatakan sangguP menyedot minyak di ladang itu hingga 30 ribu
barel per hari.

Ketiga, potensi cadangan blok tersebut menurut Federasi Serikat Pekerja


Pertamina Bersatu (FSPPB) cukup besar, yakni 22,22 juta barel minyak dan
gas sebesar 219,8 BCFG. Jika diasumsikan harga minyak mentah 100 dolar
AS per barrel dan gas 4 dolar AS per MMbhr, maka nilai potensi migas blok
tersebut dapat mencapai Rp28 triliun. Jika blok tersebut dapat diproduksi 30
ribu barel migas perhari, cadangan tersebut baru habis selama enam tahun.
Setelah dipotong cost recoaery 10 dolar AS perbarel, kekayaan yang dapat
diraup sekitar Rp 4 triliun pertahun. Menyerahkan pengelolaan kepada
Kodeco, Pertamina sebagai BUMN tidak mendapat keuntungan sebagai
operator. Inilah ironi negara yang kaya migas namun pengelolaannya justru
didominasi pihak asing. Padahal Pertamina sebagai satusatunya BUMN di
bidang migas memiliki kemampuan yang tak kalah hebatnya dibanding
perusahaan asing. Kondisi ini terjadi karena terpasung regulasi yang
kapitalistis, khususnya UU Migas No 22/2001, Pertamina disejajarkan dengan
perusahaan-perusahan swasta termasuk asing. Dalam praktiknya bahkan
cenderung dianaktirikan. Walhasil kekayaan negara ini tidak dapat dikuasai
dan dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan rakyat.

Dari aspek sumber daya alam, hrdonesia merupakan Negara kaya. limah
srrbur kaya mineral, lautan kaya ikan, berbagai barang tambang strategis,
minyak dan gas tertimbun di perut bumi Indonesia. Namun jika dicermati
satu-persatu intervensi dan penguasaan oleh asing masih begitu besar dalam
pemanfaatan sumberdaya alat tersebut.

Berdasarkan data Indonesia Energy Statistic 2009, yang dikeluarkan


Kementerian ESDM, total cadangan minyak Indonesia mencapai 2998
MMSTB (million standard tanker barrel). Jumlah ini menempatkan Indonesia
sebagai Negara penghasil minyak terbesar ke-29 di dunia. Sementara
cadangan gas mencaPai 159,63 TSCF (triliun standard cubic feet) atau
terbesar ke-11 dunia. Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ke-15
dunia. Per 2009 cadangan batubara mencapai 126 miliar ton.

Indonesia juga kaya dengan energi.panas bumi (geotermal) yang tersebar


di berbagai penjuru nusantara, potensinya mencapai 28,1 GW. Barang
Tambang seperti nikel, emas, perak, timah, tembaga dan biji besi juga
jumlahnya sangat melimpah. Bahkan Indonesia diketahui memiliki kualitas
nikel terbaik di dunia. Namun, kekayaanalam tersebut justru lebihbanyak
dinikmati Negara lain ketimbang penduduk Indonesia. Berdasarkan Neraca
Energi 2009 dari 346 juta barel minyak mentah yang diproduksi di dalam
negeri, 38 persen diekspor ke luar negeri. Ironisnya pada saat yang sama
indonesia harus mengimpor minyak mentah 129 juta BOE, atau 35 persen dari
total produksi dalarn negeri. tri terjadi karena 85 persen produksi minyak
Indonesia dikuasai swasta termasuk asing. Di sisi lain, rakyat terus dibuat
sengsara akibat harga minyak dinaikkan agar sesuai derrgan standar
intemasional.

Demikian pula dengan gas alam [rdonesia. Produksinya dimonopoli


swasta asing. Sebagian besar hasilnya dijual ke luar negeri dengan kontrak-
kontrak jangka paniang. Dari total produksi 459 juta BOE (banel of oil
equfualent)pada2009, hampir 60 persen diekspor ke luar negeri yang terdiri
dari gas alam (12 persen) dan dalam bentuk LNG 48 persen. Sisanya dibagi-
bagi untuk industri (19 persen), PLN (10 persen) dan lain-lain. Padahal dengan
jumlah tersebut, kebutuhan domestik sangat tidak memadai. Seiumlah industri
menjerit-jerit kekurangan pasokan gas. Hal yang sama juga dialami PLN.
Akibat kekurangan gas, PLN terpaksa menggunakan minyak yang biaya
produksinya jauh lebih mahal. Negeri ini amat kaya, namun perut
penduduknya kelaparan. Ibarat anak ayam mati di lumbung padi.
2.2 Mengenal Industri dan Jasa Sumber Daya Maritim

Sebagai negara maritim terbesar di dunia sudah seharusnya Irrdonesia


menjadi bangsa yang makmur dan disegani. Namun, kenyataannya dengan
potensi sumber daya alam yang berlimpah, negara ini seakan tak berdaya.
Apalagi di bidang industri maritim, roda perekonomian Indonesia lumpuh
terpenjara oleh kepentingan asing. Luas laut Indonesia yang mencapai 5,8 juta
km persegi, terdiri dari 0,3 juta km persegi perairan teritorial, 2,8 juta km
persegi perairan pedalaman dan kepulauan 2,7 juta km persegi Zona Ekonomi
Ekslusif (ZEE), serta dikelilingi lebih dari 77.504 pulau, menyimpan kekayaan
yang luar biasa. Jika dikelola dengan baik, potensi kelautan Indonesia
diperkirakan dapat memberikan penghasilan lebih dari 100 miliar dolar AS per
tahun. Namun yang dikembangkan kurang dari 10 persen.

Melihat besarnya potensi laut nusantara, sudah seharusnya Indonesia


mempunyai infrastruktur maritim kuat, seperti, pelabuhan yang lengkap dan
modern; sumber daya manusia (SDM) di bidang maritim yang berkualitas;
serta kapal berkelas, mulai untuk jasa pengarigkutan manusia, barang, migas,
kapal penangkap ikan sampai dengan armada TNI Angkatan Laut (AL).
Namun kondisi ideal tersebut sulit tercapai. Hai ini terjadi karena industri
maritirn Indonesia tidak dikelola dengan benar. Sehingga tak satu pun negara
yang segan dan menghormati Indonesia sebagai bangsa maritim. Negara asing
menempatkan bangsa Indonesia sebagai pasar produk mereka. Ironisnya,
pemerintah hanya berdiam diri tanpa melakukan langkah perbaikan. Padahal,
kedepan industri kelautan hrdonesia akan semakin strategis, seiring dengan
pergeseran pusat ekonomi dunia dari bagian Atlantik ke Asia-Pasifik. Hd ini
terlihat 70 persen perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia- Pasifik.
Secara detail 75 Persen produk dan komoditas yang diperdagangkan dikirim
melalui laut Indonesia dengan nilai sekitar 1.300 triliun dolar AS per tahun.

Potensi ini dimanfaatkan Singapura dengan membangun pelabuhan pusat


pemindahan (transhipment) kapal-kapal perdagangan dunia. Negara yang
luasnya hanya 692.7 km persegi, dengan penduduk 4,16 juta jiwa itu telah
menjadi pusat jasa transportasi laut terbesar di dunia. Bahkan ekspor barang
dan komoditas Indonesia 70 persen melalui Singapura. Selama ini sudah
menjadi rahasia umum bila industri dan jasa maritim Indonesia berada di
bawah kendali Singapura. Lihat saia sebagian kapal yang berlayar
menghubungkan antar pulau sebagian besar menggunakan bendera negeri The
Red Dot, khususnya kapal yang memuat barang-barang terkait dengan
berbagai macam industri. Sebagai contoh industri perkapalan yang bertebaran
di beberapa tempat di Kepulauan Riau, khususnya di pulau Batam dan
beberapa pulau sekitarnya, termasuk pulau Karimun. Di sana terdapat
investasi bidang perkapalan dan mayoritas pelakunya berasal dari negeri yang
sangat takut terhadap KKO Marinir Indonesia.

a Penghambat Industri Maritim

Di sisi lain, banyak faktor yang menghambat pembangunan


industri maritim nasional. Pertama, sistem finansial. Kebijakan sektor
perbankan atau lembaga keuangan di Indonesia yang sebagian besar
keuntungannya diperoleh dari penempatan dana di Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), untuk pembiayaan industri maritim sangat tidak
mendukung. Ini karena bunga pinjaman sangat tinggi. Berkisar antara 11-
12 persen per tahun dengan 100 persen kolateral (senilai pinjaman).
Bandingkan dengan sistem perbankan Singapura yang hanya mengenakan
bunga dua persen+LIBOR dua persen (total sekitar 4 persen) per tahun.
Equity-nya hanya 25 persen sudah bisa mendapatkan pinjaman tanpa
kolateral terpisah. Sebagai contoh bagi pengusaha kapal, kapal yang
dibelinya bisa menjadi jaminan. Tidak heran, jika pengusaha nasional
kesulitan mencari pembiayaan untuk membeli kapal, baik baru maupun
bekas melalui sistem perbankan Indonesia.

Kedua, sesuai dengan Kepmenkeu No 370/KMK.03/2003 tentang


Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebasknn Atas impor
dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan
Jasa Kena Pajak Tertentu, bahwa sektor perkapalan mendapat pembebasan
pajak. Namun, semua pembebasan pajak itu kembali harus dibayar jika
melanggar pasal 16, tentang Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang pada
impor atau pada saat perolehan Barang Kena Pajak Tertentu disetor kas
Negara apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor digunakan
tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindah tangankan.

Jika pengusaha menjual kapalnya sebelum 5 tahun harus


membayar pajak kepada negara sebesar 22,5 persen dari harga penjualan
PPn 10 persen, PPh impor 7,5 persen dan bea masuk 5 persen). Padahal di
Indonesia jarang ada kontrak penggunaan kapal lebih dari 5 tahun paling
banyak 2 tahun. Supaya pengusaha kapal tidak menanggung rugi
berkepanjangan mereka harus menjual kapalnya. Namun, pengusaha harus
membayar pajak terhutang kepada negara sesuai Pasa1 16 tersebut. Jika
demikian, industry maritim negara ini terhambat oleh kebijakan fiskal
yang dianut.

Ketiga, buruknya kualitas sumber daya maritim Indonesia


menyebabkan biaya langsung industri maritim menjadi tinggi. Meskipun
gaji tenaga Indonesia sepertiga gaji dari tenaga kerja asing, tetapi karena
rendahnya disiplin dan tanggung jawab, menyebabkan biaya yang harus
ditanggung pemilik kapal berbendera dan berawak 100 persen orang
Indonesia (sesuai dengan UU No 7712008 tentang Pelayaran) sangat
tinggi. Sebaiiknya, jika kapal berawak 100 persen asing yang mahal,
ternyata pendapatan perusahaan pelayaran bisa meningkat dua kali lipat.

Keempat, persoalan klasifikasi industri maritim di tangan Badan


Usaha Milik Negara (BUMN) dengan kendali Kementerian BUMN dan
Kementerian Perhubungary PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), membuat
industri maritim Indonesia semakin terpuruk. Semua kapal yang
diklasifikasi atau disertifikasi PT BKI, diduga tidak diakui asuransi
perkapalan kelas dunia. Kalaupun diakui, pemilik kapal harus membayar
premi asuransi sangat mahal.

b Industri Perkapalan

Indonesia dengan perairan yang luas, membutuhkan sarana


transportasi kapal yang mampu menjangkau pulau pulau yang jumlahnya
mencapai lebih dari 17.504 pulau. Tidak heran jika kebutuhan industri
perkapalan setiap tahun terus meningkat. Sebagai Negara kepulauan,
sudah seharusnya Indonesia mengembangkan industry perkapalan
nasional. Kebijakan ini didukung dengan adanya Inpres No 5/2005 yang
intinya bahwa seluruh angkutan laut dalam negeri harus diangkut kapal
berbendera Indonesia. Tetapi, permintaan tersebut tidak diimbangi dengan
kemampuan memproduksi kapal. Industri perkapalan merupakan industri
padat karya dan padat modal yang memiliki daya saing tinggi. Karena itu
dukungan pemerintah sebagai pemegang kewenangan sangat penting.
Faktor kebijakan moneter dan fiskal, masih sulitrya akses dana perbankan
dan tingginya bunga menjadi beban para pelaku usaha. Industri kapal juga
diharuskan membayar pajak dua kali lipat. Masalah lain adalah minimnya
keterlibatan perbankan. Perbankan enggan menyalurkan kredit kepada
industri perkapalan. Mereka beranggapan, industry perkapalan penuh
risiko karena kontrol terhadap industri ini sulit.

Selain itu, masalah lahan yang digunakan industri perkapalan


terutama galangan kapal besar berada di daerah kerja pelabuhan dan hak
pengelolaan lahan (HI,L) dikuasai PT Pelindo. Sehingga Industri
perkapalan masih sangat tergantung pada HPL. Padahal, jika ada
keleluasaan lahan di pelabuhan bukan tidak mungkin industri kapal lebih
berkembang. Dalam pengernbangan jasa maritim hendaknya diarahkan
untuk meraih empat tujuan secara seimbang yakni: (1) pertumbuhan
ekonomi tinggi, secara berkelanjutan dengan industry dan jasa maritim
sebagai salah satu penggerak utama (Prime mover); (2) peningkatan
kesejahteraan seluruh pelaku usaha, khususnya para pemangku
kepentingan yang terkait industri dan jasa maritim; (3) terpeliharanya
kelestarian lingkungan dan sumberdaya maritim; dan (a) menjadikan
industri dan jasa maritim sebagai salah satu modal bagi pembangunan
maritim nasional. Sehingga ada benang merah yang dapat terlihat antara
oceanpolicy dan pengelolaan sumber daya maritim dengan industri dan
jasa maritim sebagai penggerak bagi pertumbuhan sector maritim.

c Industri Perikanan dan Bioteknologi

Industri perikanan dan bioteknologi diperkirakan memiliki nilai


ekonomi sebesar 82 miliar dolar AS per tahun. Namun karena pemerintah
belum serius menggarap sub sektor ini (berdasarkan kajian PKSPL IPB;
2006), Indonesia diperkirakan kehilangan potensi pendapatan dari produk-
produk bioteknologi maritim sekitar 1 miliar dolar AS per tahun. Hal ini
disebabkan karena lemahnya aplikasi bioteknologi maritim serta jarangnya
pengusaha yang terjun ke sektor tersebut.

Padahal berdasarkan inventarisasi Divisi Bioteknologi Kelautan


PKSPL IPB, terdapat 35.000 biota laut, sehingga Indonesia mempunyai
potensi pendapatan miliaran dolar per tahun dari produk-produk
bioteknologi. Negara-negara maju yang memiliki sumberdaya maritim
terbatas, seperti produk bioteknologi rnaritim Amerika Serikat mereka
mendapat pendapatan hingga 4,6 miliar dolar AS, sedangkan Inggns
meraup keuntungan dari sektor ini sekitar 2,3 mihar dolar AS.
Pemanfaatan industri perikanan dan bioteknologi ini meliputi induski
makanan dan minuman, farmasi, kosmetika dan bioerrergi. Semua bisa
disediakan hrdonesia dengan sumber daya alam yang ada. Adapun produk-
produkyang bisa dihasilkan dari hasil rekayasabiota laut antara lain
makanan, tablet, salep suspensi, Pasta gigi, cat, tekstil perekat, karet, film,
pelembab, shampo, lotion dan produk wetlook.
2.3 Potensi Sumber Daya Perikanan

Potensi perikanan meliputi perikanan laut (tuna/cakalang, udang,


demersal, pelagis kecil, dan lainnya), potensi mariculture (rumput laut, ikan,
dan kerang-kerangan serta mutiara), perairan umum, tambak, budidaya air
tawar, dan potensi bioteknologi kelautan. Saat ini potensi sumberdaya
kelautan dan perikanan Indonesia baru sempat digali hanya sekitar 24,5% dari
potensi yang ada.

Produksi subsektor perikanan Indonesia menunjukkan kecenderungan


positif namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara
produsen perikanan lainnya seperti Cina dan Peru. Produksi perikanan yang
diperoleh Indonesia hampir sama dengan negara-negara yang luas lautnya jauh
lebih kecil dari Indonesia, seperti Jepang dan Cili. Salah satu faktor yang
menyebabkan rendahnya produksi adalah terjadinya kerusakan ekosistem
pesisir dan laut.

Berdasakan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, potensi


sumberdaya perikanan tangkap 6,4 juta ton per tahun, produksi perikanan
tangkap di laut sekitar 4,7 ton per tahun dari jumlah tangkapan yang
diperboleh maksimum 5,2 juta ton per tahun sehingga hanya tersisa 0,5 juta
ton per tahun. Produksi Tuna naik 20,17 persen pada 2007, akan tetapi
produksi Tuna hanya 4,04 per menterian Kelautan dan Perikanan telah
merintis kelompok pengawas masyarakat (POKWASMAS) di daerah pesisir
di bawah pembinaan

Direktorat Jenderal PSDKP. Disinggung mengenai kurang optimalnya


PANNAS BMKT dalam melakukan perdagangaan, Sudirman biasa disapa
dengan tegas membantahnya. Menurutnya, penanganan BMKT sudah
dilakukan serius dengan cara proses perizinan survei dan perizinan
pengangkatan harus melalui penilaian tim teknis dan harus disetujui instansi
yang terkait. Kemudian telah dimiliki warehause BMKT untuk penanganan
BMKT hasil pengangkatan. Sudirman menambahkan, mengenai penggunaan
kata harta karun, menurutnya perlu diklarifikasi, dimana penggunaan istilah
harta karun kurang tepat. Mengingat, penggunaan istilah harta karun
cenderung dikaitkan dengan aspek ekonomi yang pantinya akan menjadi
incaran banyak para pemblrru harta karun. Harta karun yang dikelola
FANNAS BMKT sen$iri merupakanbenda berharga asal muatan kapal yang
tenggelam yang mengandung.aspek seiarah, kebudayaan, ilmu pengetahuan
dan ekonomi. Sampai sejauh ini, Sudirman mengakui jika kegiatanpencurian
BMKT di pantai Utara sen dari seluruh produksi pedkanan tangkap. Jumlah
nelayan (laut dan perairan umum) sebesar 2.755.794 orang, akan tetapi lebih
dari 50 persen atau 1.466.666 nelayan berstatus sambilan utama dan sambilan
tambahan. jumlah nelayan naik terus, yaitu 2,06 persen pada tahun 2006-2007,
sedangkan ikan makin langka.

2.4 Sumber Daya Migas Dan Mineral

Laut selain menjadi sumber Pangan juga mengandung beraneka sumber


daya energi. Kini,para ahli menaruh perhatian terhadap laut sebagai upaya
mencari jawaban terhadap tantangan kekurangan energi di masa mendatang.
Hasil penelitian Richardson pada 2008 menunjukkan bahwa sekitar 70 persen
produksi minyak dan gas bumi berasal dari kawasan pesisir dan lautan. Dari
60 cekungan yang potensial mengandung migas, 40 cekungan terdapat di
lepas pantai, di pesisir, dan hanya enam di daratan. Potensi cadangan minyak
buminya 11,3 miliar barel dan gas 101,7 triliun kaki kubik. Belum lama ini,
ditemukan jenis energy baru pengganti BBM berupa gas hidrat dan biogenik
di lepas pantai barat Sumatera selatan, Jawa Barat dan bagian utara Selat
Makassar, dengan potensi melebihi seluruh potensi migas.

Dari hasil penelitian BPPT (1998) dari 60 cekungan minyak yang


terkandung dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan
terdapat di laut. Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif,
11 baru diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40
cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 miliar barel setara minyak,
namun baru 16,7 miliar barel yang diketahui dengan pasti, 7,5 miliar barel
diantaranya sudah dieksploitasi. Sisanya sebesar 89,5 miliar barel berupa
kekayaan yang belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu
diperkirakan 523 miliar barel terkandung di lepas pantai, dan lebih dari
separuhnya atau sekitar 32,8 miliar barel terdapat di laut dalam. Sementara ifu
untuk sumberdaya gas bumi, cadangan yang dimiliki Indonesia sampai dengan
1998 mencapai 136,5 Triliun Kaki Kubik (TKK). Cadangan ini rnengalami
kenaikan bila dibandingkan tahun 1955 yang hanya sebesar 123,6 Triliun Kaki
Kubik. Sedangkan potensi kekayaan tambang dasar laut seperti aluminium,
mangan, tembaga zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium, vanadium,
dan lain sebagainya yang sampai sekarang belum teridentifikasi dengan baik
masih diperlukan teknologi yang maju untuk mengembangkan potensi
tersebut.

Selain itu, Indonesia dapat memanfaatkan potensi laut sebagai sumber


energi listrik. Yaitu, melalui teknologi panas laut pasang surut, arus laut,
angin, gelombang laut serta bioenergi dari ganggang laut. California Energy
Commision, misalnya memperkirakan jumlah Tenaga ombak pecah di dunia
dapat menghasilkan 2-3 juta megawatt energi, dimana pada lokasi yang tepat
ombak bisa membangkitkan energy sekitar 65 megawatt per mil Panjang
pesisir. Laut juga menyimpan kandu ngan bahan tambang dan mineral yang
bernilai ekonomi tinggi. Sanra halnya di daratan, potensi mineral dan tambang
terbagi atas tiga kelas sesuai standar indonesia, yaitu A, B, dan C. Yang
membedakan adalah masalah teknis eksploitasi dan penambangannya.

2.5 Pariwisata Bahari

Negara bagian Queensland, Australia, dengan paniang garis pantai 2.100


kilometer, mampu menghasilkan devisa 2 miliar doiarAS dari sektor
pariwisata pada tahun 2002. Sementara negara kepulauan Seychelles yang
amat kecil di Madagaskar berhasil mendapatkan 70 persen pendapatan
nasionalnya dari wisata bahari, dan menyokong GDP per kapita (pada 2000)
sebesar 7.700 dolar AS yang jumlahnya berlipat dari Indonesia.

Pembangunan pariwisata bahari pada hakikatrya adalah upaya


mengembangkan dan memanfaatkan obyek serta daya tarik wisata bahari di
kawasan pesisir dan lautan Indonesia. Apalagi Indonesia memiliki kekayaan
alam dan panorama pantainya yang indah dengan gelombang pantai yang
menantang dibeberapa tempat serta keragaman flora dan fauna seperti terumbu
karang dengan berbagai jenis ikan hias. Adapun kawasan wisata bahari
Indonesia antara lain :

a. Kepulauan Padaido, Biak, Papua


Kawasan wisata bahari ini sangat ideal untuk kegiatan diaing,
wisata cruise. Program pengembangan wisata bahari di kepulauan
Padaido, antara lain diversifikasi kegiataan nelayan dengan
pengembangan wisata memancing menggunakan perahu tradisional
nelayan, paket wisata selain di daerah kapal tenggelam, serta
pengembangan cruiser regional dengan menggunakan kapal pinisi dan
Sea plane untuk menjangkau pulau-pulau kecil.
b. Kepulauan Selayal, Takabone Rate, Sulawesi Selatan
Kawasan wisata bahari ini sangat cocok untuk diving, snorkeling,
berlayar, dan memancing. Program pengembangan wisata bahari di
Kepulauan Selayar adalah sebagai hubungan wisata cruise internasional
regional, dart cruise kapal tradisional seperti pinisi Nusantara.
c. Pulau Nias dan Kepulauan Mentawai, Sumatera Utara
Kawasan wisata bahari di Pulau Nias sangat ideal unfuk selancar
dengan pengembangannya ekowisata berbasis komunitas serta olahraga
selancar. Program pengembangan di kawasan ini lebih fokus pada
penganekaragaman daya tarik wisata dengan menampilkan budaya
daerah.
d. Kepulauan Raja Ampat, Papua barat
Kawasan wisata bahari di kepulauan ini sangat ideal untuk
kegiatan menyelam. Pengembangan kawasan wisata bahari di Kepulauan
Raja Ampat dengan pola partner shrp MNC (Multi National Companies)
yang melibatkan pelaku industri wisata bahari, pemerintahan daerah dan
masyarakat setempat.
e. Kepulauan Ujung Kulon dan Anak krakatau, Banten
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan diving dan cuise
regional dengan tema pengebangannya ekowisata berbasis konservasi.
Program pengembangan di Kepulauan Ujung Kulon, antara lain
perencanaan tata ruang yang jelas antara konservasi dengan areal
pengembangan sesuai dengan daya dukung lingkungan. Menyediakan
fasilitas transportasi menuju obyek wisata dengan kegiatan kapal pinisi
dan sea plane untuk menampung wisatawan domestik dari jakarta.
f. Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan diving dan wisata
cruise. Program pengembangan di Pulau Komodo adalah wisata cruise
regional dengan fasilitas marina dan yacht. Untuk menjangkau pulau-
pulau kecil di sekitarnya perlu disediakan kapal pinisi dan sea plane.
g. Teluk Tomini, Kepulauan Tongean, Sulawesi Tengah
Kepulauan ini ideal untuk kegiatan menyelam dan snorkeling.
Program pengembangan di Teluk Tomini, antara lain penyediaan fasilitas
marina, yacht, kapal pinisi dan sea plane dengan kemitraan masyarakat
dengan pelaku usaha pariwisata.
h. Kepulauan Bali dan Lombok
Wisata bahari di dua kepulauan ini ideal untuk kegiatan menyelam,
selancar, cruise regional, dan intemasional. Program pengembangan
pariwisata bahari di kawasan ini, antara lain dibangun kemitraan
pemerintah daerah masyarakat lokal, dan kalangan industry wisata bahari.
Menyediakan fasilitas pelabuhan, akomodasi, dan pertunjukan budaya.
i. Balerang, Kepulauan Riau
Kawasan ini sangat ideal untuk kegiatan cruise, yacht dan marina
serta selancar. Program pengembangan wisata bahari di Balerang, yaitu
pelabuhan wisata bahari yang menunjang limpahan wisatawan dari
Singapura menuju daerah tujuan wisata kepulauan Riau. Pengembangan
wisata uuise re$onal sangat ideal karena letaknya pulau ini strategis di
selat malaka dan dekat dengan Singapura.
j. Kepulauan Seribu, Jakarta
Wisata bahari yang sangat ideal untuk di kepulauan Seribu adalah
selancar, cruise rcgional, mernancing, dan olahraga bahari. Untuk itu
program pengembangan di kawasan ini antara lain Perencanaan tata ruang
yang sangat jelas antara area konservasi dan pengembangan yang disertai
taman nasional. Serta pengembangan untuk fasilitas air adalah marina,
yacht, kapal pinisi dan sea plane untuk kegiatan nolah raga air. Seluruh
kekayaan alam ini, merupakan sebagian kecil dari berjuta potensi wisata
laut di Indonesia. Jika tidak mendapat perhatian dan dikelola dengan bail
kekayaan alam yang berlimpah ini hanya akan sia-sia.
k. Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan menyelam dan
cruise regional. Program pengembangan wisata bahari di Kepulauan
Wakatobi , antara lain cruise international dan regional dengan
pengembangan pelabuhan Makassar sebagai hub, serta konservasi
kekayaan laut dengan pemberlakuan sertifikat penyelam dan penegakan
hukum.
l. Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur
Kawasan wisata bahari Derawan ideal untuk kegiatan menyelam
dan konservasi penyu. Program pengembangan wisata bahari di
kepulauan ini selain konservasi habitat penyu sebagai daya tarik wisata,
juga untuk konservasi pengembangan budaya di Pulau Kakaban dan
Sangalaki dengan pola partnership MNC (Multi National Companies)
memanfaatkan tenaga lokal.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu Indonesia sebagai negara


kepulauan terbesar di dunia belum mampu memberdayakan potensi ekonomi
maritim. Negeri ini juga belum mampu mentransformasikan sumber kekayaan
laut menjadi sumber kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Indonesia
bagaikan negara raksasa yang masih tidur. Indonesia juga memiliki posisi
strategis, antar benua yang meng-hubungkan negara-negara ekonomi maju.
Posisi geopolitis stra-tegis tersebut memberikan peluang Indonesia sebagai
jalur ekonomi.

3.2 Saran

Untuk pembuatan makalah ini sendiri sebaiknya harus lebih


memperhatikan pokok-pokok pembahasan yang lebih menekankan ke judul
dari makalah ini sehingga para pembaca dapat memahami secara jelas maksud
tujuan dari pembuatan ini. Selain itu, sebaiknya ulasan yang diberikan lebih
spesifik dan runtut.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2012.Pengertian, Sejarah Perkembangan dan Penentuan


Batas ZEE
Indonesia(Online).https://hukummaritim.wordpress.com/
20/12/08/31/pengertian-sejarah-perkembangan-zeeindonesia/.( 6
mei 2015).
EdiSumarno.2014.Perspektif2EkonomiMaritimIndonesia.https://www.aca
demia.edu/7187489/PERSPEKTIF_2_EONOMI_MARITI M_
INDONESA.(06 Mei 2015).

Anda mungkin juga menyukai