Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia belum


mampu memberdayakan potensi ekonomi maritim. Negeri ini
juga belum mampu mentransformasikan sumber kekayaan laut
menjadi sumber kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Indonesia bagaikan negara raksasa yang masih tidur.

Indonesia juga memiliki posisi strategis, antar benua yang


meng-hubungkan negara-negara ekonomi maju. Posisi geopolitis
stra-tegis tersebut memberikan peluang Indonesia sebagai jalur
eko-nomi. Pasalnya beberapa selat strategis yang merupakan
jalur perekonomian dunia berada di wilayah NKRI, yakni, Selat
Malaka, Selat Sunda,. Selat Lombok, Selat Makassar dan Selat
Ombai-Wetar. Potensi geopolitis ini dapat digunakan Indonesia
sebagai kekuatan Indonesia dalam percaturan politik dan
ekonomi antar bangsa.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia


memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta km persegi yang terdiri dari
wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km persegi dan wilayah Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km persegi. Selain
itu, terdapat 17.504 pulau di Indonesia dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km persegi. Dengan cakupan yang demikian
besar dan luas, tentu saja maritim Indonesia mengandung
keanekaragaman alam laut yang potensial, baik hayati dan non
hayati. Sehingga,sudah seharusnya sektor kelautan dijadikan
sebagai penunjang perekonomian negara ini. Berdasarkan
catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sumbangan
sektor perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) memiliki

1
peranan strategis. Terutama diban-dingkan sektor lain dalam
sektor perikanan maupun PDB nasional.

Pada tahun 2008 saja tercatat PDB pada subsektor perikanan


men-capai angka Rp 136,43 triliun. Nilai ini memberikan
kontribusi ter-hadap PDB kelompok pertanian menjadi sekitar
19,13 persen atau kontribusi terhadap PDB nasi onal sebesar
2,75 persen. Hingga tri-wulan ke III 2009 PDB perikanan
mencapai Rp128,8 triliun atau memberikan kontribusi 3,36
persen terhadap PDB tanpa migas dan 3,12 persen terhadap PDB
nasional.

Di antaranya, tanaman bahan makanan sebesar Rp347,841


triliun, per-ikanan Rp136,435 triliun, tanaman perkebunan
Rp106,186 triliun, pe-temakan Rp82,835 triliun, dan kehutanan
Rp32,942 triliun. Kemudian hingga triwulan III 2009, PDB
kelompok pertanian, petemakan, ke-hutanan, dan perikanan
sebesar Rp 654,664 triliun. Dengan rincian, ta-naman bahan
makanan Rp331,955 triliun, perikanan Rp128,808 triliun,
tanaman perkebunan Rp 84,936 triliun, petemakan Rp 76,022
triliun, dan kehutanan Rp 128,808 triliun. Dari jenis sektor dalarn
kelompok pertanian, perikanan yang memiliki kenaikan rata-rata
tertinggi sejak tahun 2004-2008 sebesar 27,06 persen. Kemudian
sektor tanaman bahan makanan 20,66 persen, tanaman
perkebunan 21,22 persen, petemakan 19,87 persen,dan
kehutanan 18,81 persen.

Catatan ini, semakin menguatkan anggapan bahwa sektor


maritim sangat potensial dikembangkan sebagai penunjang
ekonomi nasio-nal. Tentu saja, sektor kelautan tidak hanya
menghasilkan produk perikanan. Ironis, sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia dengan sumber daya alam

2
berlimpah, perekonomian Indonesia ma-lah semakin terpuruk.
Hutang negarapun terus menggunung. Jum-lahnya tidak
tanggung-tanggung, mencapai Rp164,4 triliun atau mengambil
13,68 persen dari anggaran belanja negara 2011.

Melambungnya hutang tahun ini disebabkan adanya


peningkatan hutang jatuh tempo. Total hutang pemerintah yang
membengkak pada Januari 2011 mencapai Rp1.695 triliun atau
naik Rp17,13 triliun dibanding akhir 2010. Bila dikonversi ke kurs
dolar Amerika Serikat, hutang Indonesia sekitar 187,19 miliar
dolar AS. Sementara jika mengacu pada pendapatan kotor
negara sebesar Rp6,422 triliun, rasio hutang Indonesia sebesar
26 persen. Jelas ini angka yang tidak kecil. Pertanyaan besar
muncul, seberapa besar pemanfaatan sumber kekayaan
Indonesia sebagai negara kepulauan bisa menutupi hutang yang
menumpuk tersebut?

Guna menuju langkah ini diperlukan komitmen yang


mengarahkan pemerintah harus fokus pada perekonomian
nasional di bidang maritim. Ini karena Indonesia memiliki potensi
pembangunan eko-nomi maritim yang besar dan beragam serta
belum sepenuhnya dikelola. Berbagai sektor dapat
dikembangkan dalam upaya me-majukan dan memakmurkan
perekonomian negara, mulai dari pe-rikanan tangkap, perikanan
budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri
bioteknologi maritim, pertambangan dan ener-gi, pariwisata
bahari, angkutan laut, jasa perdagangan, industri maritim,
pembangunan maritim (konstruksi dan rekayasa), benda
berharga dan warisan budaya (cultural heritage), jasa
lingkungan, konservasi sampai dengan biodiversitasnya.
Konsenterasi pembangunan perekonomian di bidang maritim
diharapkan dapat mengatasi keterbatasan pengembangan

3
ekonomi berbasis daratan dan stagnasi pertumbuhan ekonomi.
Terlebih, laut Indonesia memiliki potensi besar yang mampu
menghasilkan produk-produk unggulan. Banyak pihak
memprediksi, permintaan produk maritim akan terus meningkat
seiring dengan bertambahnya penduduk dunia. Sehingga,
ekonomimaritim diyakini dapat menjadi unggulan kompetitif
dalam memecahkan persoalan bangsa.

Berdasarkan kajian yang dilakukan Pusat Kajian Sumber Daya


Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB dan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Puslitbang Oseanologi LIPI pada
tahun 1997- 1998, Incremental Capital Output Ratio (ICOR) untuk
sektor per-ikanan berkisar antara 2,75-3,95. Ini mengindikasikan
subsektor tersebut mempunyai prospek cukup baik bagi
investasi. Sementara sektor pariwisata bahari, merupakan sektor
yang paling efisien dan mempunyai resiko paling kecil dalam
penanaman modal dibandingkan dengan sub sektor lain. Kajian
tersebut merekomendasikan tiga hal yang harus dilakukan
pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasio-
nal berbasis maritim, yaitu memperbesar dan memperluas di-
versifikasi sektor-sektor maritim, memperbanyak investasi
dengan memberikan stimulus pada sektor-sektor yang
mempunyai Incre-mental Capital Output Ratio (ICOR) yang relatif
rendah (perikanan dan pariwisata) serta meningkatkan efisiensi
yang mencakup alokasi usaha optimum berdasarkan jenis usaha,
lokasi dan compatibility antar sektor maritim. Adapun selama ini
kontribusi bidang maritim masih didominasi sektor
pertambangan, perikanan dan sektor-sektor lain. Hal itu
mengindikasikan jika sektor tersebut dipisah, maka sub bi-dang
yang ada akan memiliki kontribusi signifikan terhadap per-
tumbuhan PDB nasional.

4
B. Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah :

1. Bagaimana ekonomi maritime Indonesia?


2. Bagaimana industri, jasa maritim,perikanan sumber daya
migas dan pariwisata bahari?
3. apa itu zona ekonomi ekslusif (ZEE)?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :

1. Agar mengatahui bagaimana ekonomi maritime Indonesia


2. Agar mengetahui bagaimana industri, jasa
maritim,perikanan, sumber daya migas dan pariwisata
bahari
3. Agar memahami zona ekonomi ekslusif (ZEE)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Ekonomi Maritim Indonesia

Salah satu potensi perekonomian maritim terbesar yang


dimiliki Indonesia adalah sumber minyak bumi dan gas.
Sayangnya Indonesia belum bisa memanfaatkannya secara
maksimal. Ironisnya, sebagian besar sumber-sumber energi
tidak terbaharukan ini dikuasai pihak asing. Padahal sangat
jelas, Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyebut "Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar

5
kemakmuran rakyat" . Alih-alih memakmurkan rakyat,
membayar hutang negara pun tidak mampu.

Salah satu contoh sikap pemerintah yang pro terhadap


kepentingan asing adalah polemik blok Migas West Madura.
Sekadar informasi, mulanya saham West Madura dimiliki
Pertamina (50 persen), Kodeco (25 persen), dan CNOOC (25
persen). Sebulan menjelang habisnya masa kontrak, Kodeco
mengalihkan sebagian sahamnya ke PT Sinergindo Cahaya
Harapan dan CNOOC ke Pure Link Ltd, masing-masing sebesar
L2,5 persen. Meski bukan Pemegang saham mayoritas, selama
ini blok West Madura dikelola Kodeco, perusahaan minyak
asal Korea Selatan

Sikap pemerintah yang berpihak pada kepentingan


perusahaan asing terlihat dari beberapa kebijakannya.
Pertama, Pertamina sejak Mei 2008 telah lima kali meminta
kepada pemerintah agar blok West Madura sepenuhnya
dikelola BUMN. Sayang, hingga kini pemerintah belum
mengabulkan permintaan tersebut. Di sisi lain proses
pengalihan saharn dari Kodeco dan CNOOC ke PT Sinergindo
Citra Harapan (SCH) dan Pure Link Investment Ltd (PLI) hanya
berlangsung dalam beberapa hari saja. Itupun tanpa tender
yang transparan.

Kedua, porsi saham Pertamina di WestMadura adalah yang


paling besar. Namun pada kenyataannya yang menjadi
pengelola adalah Kodeco dengan kemampuan produksi hanya
berada pada level 13-14 ribu bph. Di sisi lain, Pertamina
menyatakan sangguP menyedot minyak di ladang itu hingga
30 ribu barel per hari.

6
Ketiga, potensi cadangan blok tersebut menurut Federasi
Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) cukup besar, yakni
22,22 juta barel minyak dan gas sebesar 219,8 BCFG. Jika
diasumsikan harga minyak mentah 100 dolar AS per barrel
dan gas 4 dolar AS per MMbhr, maka nilai potensi migas blok
tersebut dapat mencapai Rp28 triliun.

Jika blok tersebut dapat diproduksi 30 ribu barel migas


perhari, cadangan tersebut baru habis selama enam tahun.
Setelah dipotong cost recoaery 10 dolar AS perbarel, kekayaan
yang dapat diraup sekitar Rp 4 triliun pertahun. Menyerahkan
pengelolaan kepada Kodeco, Pertamina sebagai BUMN tidak
mendapat keuntungan sebagai operator.

Inilah ironi negara yang kaya migas namun pengelolaannya


justru didominasi pihak asing. Padahal Pertamina sebagai satu-
satunya BUMN di bidang migas memiliki kemampuan yang tak
kalah hebatnya dibanding perusahaan asing. Kondisi ini
terjadi karena terpasung regulasi yang kapitalistis, khususnya
UU Migas No 22/2001, Pertamina disejajarkan dengan
perusahaan-perusahan swasta termasuk asing. Dalam
praktiknya bahkan cenderung dianaktirikan. Walhasil kekayaan
negara ini tidak dapat dikuasai dan dimanfaatkan secara
optimal untuk kepentingan rakyat.

Dari aspek sumber daya alam, hrdonesia merupakan negara


kaya. limah srrbur kaya mineral, lautan kaya ikan, berbagai
barang tambang strategis, minyak dan gas tertimbun di perut
bumi Indonesia. Namun jika dicermati satu-persatu intervensi
dan penguasaan oleh asing masih begitu besar dalam
pemanfaatan sumberdaya alat tersebut.

7
Berdasarkan data Indonesia Energy Statistic 2009, yang
dikeluarkan Kementerian ESDM, total cadangan minyak
Indonesia mencapai 2998 MMSTB (million standard tanker
barrel). Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara
penghasil minyak terbesar ke-29 di dunia. Sementara
cadangan gas mencaPai 159,63 TSCF (triliun standard cubic
feet) atau terbesar ke-11 dunia.

Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ke-15


dunia. Per 2009 cadangan batubara mencapai 126 miliar ton.
Indonesia juga kaya dengan energi.panas bumi (geotermal)
yang tersebar di berbagai penjuru nusantara, potensinya
mencapai 28,1 GW. Barang Tambang seperti nikel, emas,
perak, timah, tembaga dan biji besi juga jumlahnya sangat
melimpah. Bahkan Indonesia diketahui memiliki kualitas nikel
terbaik di dunia.

Namun, kekayaanalam tersebut justru lebihbanyak dinikmati


Negara lain ketimbang penduduk Indonesia. Berdasarkan
Neraca Energi 2009 dari 346 juta barel minyak mentah yang
diproduksi di dalam negeri, 38 persen diekspor ke luar
negeri. Ironisnya pada saat yang sama indonesia harus
mengimpor minyak mentah 129 juta BOE, atau 35 persen
dari total produksi dalarn negeri. tri terjadi karena 85 persen
produksi minyak Indonesia dikuasai swasta termasuk asing. Di
sisi lain, rakyat terus dibuat sengsara akibat harga minyak
dinaikkan agar sesuai derrgan standar intemasional.

Demikian pula dengan gas alam [rdonesia. Produksinya


dimonopoli swasta asing. Sebagian besar hasilnya dijual ke
luar negeri dengan kontrak-kontrak jangka paniang. Dari total
produksi 459 juta BOE (banel of oil equfualent)pada2009,

8
hampir 60 persen diekspor ke luar negeri yang terdiri dari
gas alam (12 persen) dan dalam bentuk LNG 48 persen.
Sisanya dibagi-bagi untuk industri (19 persen), PLN (10
persen) dan lain-lain.

Padahal dengan jumlah tersebut, kebutuhan domestik sangat


tidak memadai. Seiumlah industri menjerit-jerit kekurangan
pasokan gas. Hal yang sama juga dialami PLN. Akibat
kekurangan gas, PLN terpaksa menggunakan minyak yang
biaya produksinya jauh lebih mahal. Negeri ini amat kaya,
namun perut penduduknya kelaparan. Ibarat anak ayam mati
di lumbung padi.

B. Industri dan Jasa Maritim

Sebagai negara maritim terbesar di dunia sudah


seharusnya Irrdonesia menjadi bangsa yang makmur dan
disegani. Namun, kenyataannya dengan potensi sumber daya
alam yang berlimpah, negara ini seakan tak berdaya.
Apalagi di bidang industri maritim, roda perekonomian
Lrdonesia lumpuh terpenjara oleh kepentingan asing. Luas
laut Indonesia yang mencapai 5,8 juta km persegi, terdiri
dari 0,3 juta km persegi perairan teritorial, 2,8 juta km
persegi perairan pedalaman dan kepulauan 2,7 juta km
persegi Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), serta dikelilingi lebih
dari 77.504 pulau, menyimpan kekayaan yang luar biasa. Jika
dikelola dengan baik, potensi kelautan Indonesia diperkirakan
dapat memberikan penghasilan lebih dari 100 miliar dolar AS
per tahun. Namun yang dikembangkan kurang dari 10
persen.

Melihat besarnya potensi laut nusantara, sudah seharusnya


Indonesia mempunyai infrastruktur maritim kuat, seperti,

9
pelabuhan yang lengkap dan modern; sumber daya manusia
(SDM) di bidang maritim yang berkualitas; serta kapal
berkelas, mulai untuk jasa pengarigkutan manusia, barang,
migas, kapal penangkap ikan sampai dengan armada TNI
Angkatan Laut (AL).

Namun kondisi ideal tersebut sulit tercapai. Hai ini terjadi


karena industri maritirn Indonesia tidak dikelola dengan
benar. Sehingga tak satu pun negara yang segan dan
menghormati Indonesia sebagai bangsa maritim. Negara asing
menempatkan bangsa Indonesia sebagai pasar produk
mereka. Ironisnya, pemerintah hanya berdiam diri tanpa
melakukan langkah perbaikan.

Padahal, kedepan industri kelautan hrdonesia akan


semakin strategis, seiring dengan pergeseran pusat ekonomi
dunia dari bagian Atlantik ke Asia-Pasifik. Hd ini terlihat 70
persen perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia-
Pasifik. Secara detail 75 Persen produk dan komoditas yang
diperdagangkan dikirim melalui laut Indonesia dengan nilai
sekitar 1.300 triliun dolar AS per tahun.

Potensi ini dimanfaatkan Singapur4 dengan membangun


pelabuhan pusat pemindahan (transhipment) kapal-kapal
perdagangan dunia. Negara yang luasnya hanya 692.7 km
persegi, dengan penduduk 4,16juta jiwa itu telah menjacli
pusat jasa transportasi laut terbesar di dunia. Bahkan ekspor
barang dan komoditas Indonesia 70 persen melalui Singapura.

Selama ini sudah menjadi rahasiaumumbila indush'i dan


jasa maritime Indonesia berada di bawah kendali Singapura.
Lihat saia sebagian kapal yang berlayar menghubungkan
antar pulau sebagian besar menggunakan bendera negeri The

10
Red Dot, khususnya kapal yang memuat barang-barang terkait
dengan berbagai macam industri.

Sebagai contoh industri perkapalan yang bertebaran di


beberapa tempat di Kepulauan Riau, khususnya di pulau Batam
dan beberapa pulau sekitarnya, termasukpulau Karimun. Di
sana terdapat investasi bidang perkapalan dan mayoritas
pelakunya berasal dari negeri yang sangat takut terhadap
KKO Marinir Indonesia.

1. Penghambat Industri Maritim

Di sisi lain, banyak faktor yang menghambat


pembangunan industri maritim nasional. Pertama, sistem
finansial. Kebijakan sektor perbankan atau lembaga
keuangan di Indonesia yang sebagian besar
keuntungannya diperoleh dari penempatan dana di
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), untuk pembiayaan industri
maritim sangat tidak mendukung. Ini karena bunga
pinjaman sangat tinggi. Berkisar antara 11-12 persen per
tahun dengan 100 persen kolateral (senilai pinjaman).

Bandingkan dengan sistem perbankan Singapura yang


hanya mengenakan bunga dua persen+LIBOR dua persen
(total sekitar 4 persen) per tahun. Equity-nya hanya 25
persen sudah bisa mendapatkan pinjaman tanpa kolateral
terpisah. Sebagai contoh bagi pengusaha kapal, kapal
yang dibelinya bisa menjadi jaminan. Tidak heran, jika
pengusaha nasional kesulitan mencari pembiayaan untuk
membeli kapal, baik baru maupun bekas melalui sistem
perbankan Indonesia.

11
Kedua, sesuai dengan Kepmenkeu No 370/KMK.03/2003
tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang
Dibebasknn Atas impor dan/atau Penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak
Tertentu, bahwa sektor perknpalan mendapat pembebasan
pajak. Namun, semua pembebasan pajak itu kembali harus
dibayar jika melanggar pasal 16, tentang Pajak
Pertambahan Nilai yang terhutang pada impor atau pada
saat perolehan Barang Kena Pajak Tertentu disetor kas
Negara apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak
impor digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau
dipindahtangankan.

Artinya, kebijakan tersebut banci. Jika pengusaha


menjual kapalnya sebelum 5 tahun harus membayar pajak
kepada negara sebesar 22,5 persen dari harga penjualan
PPn 10 persen, PPh impor 7,5 persen dan bea masuk 5
persen). Padahal di [:rdonesia jarang ada kontrak
penggunaan kapal lebih dari 5 tahurU paling banyak 2
tahun. Supaya pengusaha kapal tidak menanggung rugi
berkepanjangan mereka harus menjual kapal:rya. Namun,
pengusaha harus membayar pajak terhutang kepada
negara sesuai Pasa1 16 tersebut. Jika demikian, industry
maritim negara ini terhambat oleh kebijakan fiskal yang
dianut.

Ketiga, buruknya kualitas sumber daya maritim Indonesia


menyebabkan biaya langsung industri maritim menjadi
tinggi. Meskipun gaji tenaga Indonesia sepertiga gaji dari
tenaga kerja asing, tetapi karena rendahnya disiplin dan
tanggun gSawab, menyebabkan biaya yang harus
ditanggung pemilik kapal berbendera dan berawak 100

12
persen orang Indonesia (sesuai dengan UU No 7712008
tentang Pelayaran) sangat tinggi. Sebaiiknya, jika kapal
berawak 100 persen asing yang mahal, ternyata
pendapatan perusahaan pelayaran bisa meningkat dua kali
lipat.

Keempat, persoalan klasifikasi industri maritim di


tangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan kendali
Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungary PT Biro
Klasifikasi Indonesia (BKI), membuat industri maritim
Indonesia semakin terpuruk. Semua kapal yang diklasifikasi
atau disertifikasi PT BKI, diduga tidak diakui asuransi
perkapalan kelas dunia. Kalaupun diakui, pemilik kapal
harus membayar premi asuransi sangat mahal.

2. Industri Perkapalan

Indonesia dengan perairan yang luas, membufuhkan


sarana transportasi kapal yang mampu men;'angkau pulau-
pulau yang jumlahnya mencapai lebih dari 17.504 pulau.
Tidak heran jika kebutuhan industri perkapalan setiap
tahun terus meningkat. Sebagai Negara kepulauan, sudah
seharusnya Indonesia mengembangkan industry perkapalan
nasional. Kebijakan ini didukung dengan adanya Inpres No
5/2005 yang intinya bahwa seluruh angkutan laut dalam
negeri harus diangkut kapal berbendera Indonesia. Tetapi,
permintaan tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan
memproduksi kapal.

Industri perkapalan merupakan industri padat karya dan


padat modal yang memiliki daya saing tingg. Karena ih1
dukr:ngan pemerintah sebagai pemegang kewenangan
sangat penting. Faktor kebijakan moneter dan fiskal, masih

13
sulitrya akses dana perbankan dan tingginya bunga
menjadi beban para pelaku usaha. Industri kapal juga
diharuskan membayar pajak dua kali lipat. Masalah lain
adalah minimnya keterlibatan perbankan. Perbankan
enggan menyalurkan kredit kepada industri perkapalan.
Mereka beranggapan, industry perkapalan penuh risiko
karena kontrol terhadap industri ini sulit.

Selain itu, masalah lahan yang digunakan industri


perkapalan terutama galangan kapal besar berada di
daerah kerja pelabuhan dan hak pengelolaan lahan (HI,L)
dikuasai PT Pelindo. Sehingga Industri perkapalan masih
sangat tergantung pada HPL. Padahal, jika ada keleluasaan
lahan di pelabuhan bukan tidak mungkin industri kapal
lebih berkembang. Dalam pengernbangan jasa maritim
hendaknya diarahkan untuk meraih empat tujuan secara
seimbang yakni: (1) pertumbuhan ekonomi tinggi, secara
berkelanjutan dengan industry dan jasa maritim sebagai
salah satu penggerak utama (Prime mover); (2)
peningkatan kesejahteraan seluruh pelaku usaha,
khususnya para pemangku kepentingan yang terkait
industri dan jasa maritim; (3) terpeliharanya kelestarian
lingkungan dan sumberdaya maritim; dan (a) menjadikan
industri dan jasa maritim sebagai salah satu modal bagi
pembangunan maritim nasional. Sehingga adabenang
merah yang dapat terlihat antara oceanpolicy dan
pengelolaan sumber daya maritim dengan industri dan
jasa maritim sebagai penggerak bagi pertumbuhan sektor
maritim.

3. Industri Perikanan dan Bioteknologi

14
Industri perikanan dan bioteknologi diperkirakan
memiliki nilai ekonomi sebesar 82 miliar dolar AS per
tatlun. Namun karena pemerintah belum serius menggaraP
sub sektor ini (berdasarkan kajian PKSPL IPB;
2006),Lrdonesia diperkirakan kehilangan potensi
pendapatan dari produk-produk bioteknologi maritim
sekitar 1 miliar dolar AS per tahun. Hal ini disebabkan
karena lemahnya aplikasi bioteknologi maritim serta
jarangnya pengusaha yang terjun ke sektor tersebut.
Paclahal berdasarkan inventarisasi Divisi Bioteknologi
Kelautan PKSPL IPB, terdapat 35.000 biota laut, sehingga
Indonesia memPunyai potensi pendapatan miliaran dolar
per tahun dari produk-produk bioteknologi.

Negara-negara maju yang memiliki sumberdaya maritim


terbatas, seperti produk bioteknologi rnaritim Amerika
Serikat mereka mendapat pendapatan hingga 4,6 miliar
dolar AS, sedangkan Inggns meraup keuntungan dari
sektor ini sekitar 2,3 mihar dolar AS. Pemanfaatan industri
perikanan dan bioteknologi ini meliputi induski makanan
dan minuman, farmasi, kosmetika dan bioerrergi. Semua
bisa disediakan hrdonesia dengan sumber daya alam yang
ada. Adapun produk-produkyang bisa dihasilkan dari hasil
rekayasabiota laut antara lain makanan, tablet, salep
suspensi, Pasta gigi, cat, tekstil perekat, karet, film,
pelembab, shampo, lotion dan produk wetlook.

C. Perikanan

Berdasakan data Kementerian Kelautan dan Perikanan,


potensi sumberdaya perikanan tangkap 6,4 juta ton per
tahun, produksi perikanan tangkap di laut sekitar 4,7 ton per

15
tahun dari jumlah tangkapan yang diperbolehk4p maksimum
5,2 juta ton per tahun sehingga hanya tersisa 0,5 juta ton per
tahun. Produksi Tuna naik 20,17 persen pada 2007, akan
tetapi produksi Tuna hanya 4,04 per menterian Kelautan dan
Perikanan telah merintis kelompok pengawas masyarakat
(POKWASMAS) di daerah pesisir di bawah pembinaan
Direktorat Jenderal PSDKP.

Disinggung mengenai kurang optimalnya PANNAS BMKT


dalam melakukan perumganan, Sudirman biasa disapa
dengan tegas membantahnya. Menurutnya, penanganan
BMKT sudah dilakukan serius dengan cara proses perizinan
survei dan perizinan pengangkatan harus melalui
penilaian tim teknis dan harus disetujui instansi yang
terkait. Kemudian telah dimiliki warehause BMKT untuk
penanganan BMKT hasil pengangkatan.

Sudirman menambahkan, mengenai penggunaan kata


harta karun, menurutnya perlu diklarifikasi, dimana
penggunaan istilah harta karun kurang tepat. Mengingat,
penggunaan istilah harta karun cenderung dikaitkan
dengan aspek ekonomi yang pantinya akan menjadi
incaran banyak para pemblrru harta karun. Harta karun
yang dikelola FANNAS BMKT sen$iri merupakanbenda
berharga asal muatan kapal yang tenggelam yang
mengandung.aspek seiarah, kebudayaan, ilmu pengetahuan
dan ekonomi. Sampai sejauh ini, Sudirman mengakui jika
kegiatanpencurian BMKT di pantai Utara sen dari seluruh
produksi pedkanan tangkap. Jumlah nelayan (laut dan
perairan umum) sebesar 2.755.794 orang, akan tetapi lebih
dari 50 persen atau 1.466.666 nelayan berstatus sambilan
utama dan sambilan tambahan. jumlah nelayan naik

16
terus, yaitu 2,06 persen pada tahun 2006-2007, sedangkan
ikan makin langka.

D. Zona Ekonomi Eksklusif

Berdasarkan konvensi hukum laut 1982, wilayah perairan


lndonesia meliputi kawasan seluas 3,1 juta meterPersegi
terdiri atas perairan kepulauan seluas 2,8 juta km persegi
dan laut sekitar 0,3 juta meter persegi Indonesia juga
memiliki hak berdaulat atas berbagai sumber kekayaan alam
serta berbagai kepentingan yang melekat pada ZEE seluas
2,7 juta km persegi dan hak partisipasi dalam pengelolaan
kekayaan alam di laut lepas diluar 200 mil ZEE, serta
pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dasar laut
perairan intemasional di luar landas kontinen. Tertuang dalam
pasal 792-232 UNCLOS membebankan kewajiban bagi setiap
negara pantai untuk mengelola dan melestarikan sumber
daya laut mereka.

Di zona Ekonomi Eksklusif, lndonesia memberlakukan hak


berdaulat untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasl pengelolaan
dan pelestarian hidup dan sumber daya alam yang tidak
hidup dari tanah dan subdasar laut dan perairan dan hak-
hak kedaulatan berkenaan dengan kegiatan lain untuk
eksploras;i ekonomi dan eksploitasi zona, seperti produksi
energi dari arus arr, dan angin, dan dari segi yuridis yaitu
pembentukan dan penggunaan buatan, instalasi pulau dan
struktur, penelitian ilmiah kelautan, pelestarian lingkungan
laut, dan hak-hak lain berdasarkan hukum internasional.

Hak berdaulat Indonesia sebagaimana dimaksud dalam


ayat 2 deklarasi ini, Pemerintah, sehubungan dengan dasar
laut dan lapisan tanah, terus melaksanakan sesuai dengan

17
ketentuan hukum dan peraturan di Indonesia tentang Perairan
Indonesia dan Landas Kontinen Indonesi4 perjanjian
intemasional dan hukum internasional.

Dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia, kebebasan


navigasi dan penerbangan dan peletakan sub-kabel laut dan
pipa akan terus diakui sesuai dengan prinsip-prinsip baru
hukum internasional laut. Lalu berikutrya yaitu dimana garis
batas ZEE Indonesia menimbulkan masalah batas dengan
negara berdekatan atau sebaliknya Pemerintah Indonesia
siap, pada waktu yang tepat untuk masuk ke dalam
perundingan dengan negara yang bersangkutan dengan
maksud untuk mencapai kesepakatan.

Konsep ZEE mampu memberikan berbagai keuntungan.


Misalnya, jika ZEE mampu diterapkan dengan baik, maka
keuntungan ekonomi akan mengikutinya karena sumber daya
perikanan dan lainnya di daerah tersebut sangat melimpah.
Selain itu, keuntungan politis juga bakal diperoleh
pemerintah Indonesia, misalnya hasil exercise penetapan garis
batas ZEE di Selat Malaka dapat digunakan sebagai dokumen
teknis dalam perundingan batas ZEE di Selat Malaka dan
apabila hasil penetapan dipakai sebagai klaim unilateral garis
batas ZEE Indonesia di Selat Malaka maka dapat dipakai
sebagai batas operasional kapal-kapal TNI AL dalam
penegakkan hak berdaulat NKRI di Selat Malaka.

Diketahui, Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut


territorial. Zona batas luas tidak boleh melebihi 200 mil dari
bibir pantai. Penetapan universal wilayah ZEE seluas 200 mil
akan memberikan 36 persen dari seluruh total area laut.
Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil

18
yang diberikan menampilkan sekitar 90 persen dari seluruh
simpanan ikan komersial, 87 Persen dari simpanan minyak
dunia, dan 10 persen simpanan mangan.

E. Sumber Daya Migas Dan Mineral

Laut selain menjadi sumber Pangan juga mengandung


beraneka sumber daya energi. Kini,para ahli menaruh
perhatian terhadap laut sebagai upaya mencari jawaban
terhadap tantangan kekurangan energi di masa mendatang.
Hasil penelitian Richardson pada 2008 menunjukkan bahwa
sekitar 70 persen produksi minyak dan gas bumi berasal dari
kawasan pesisir dan lautan- Dari 60 cekungan yang potensial
mengandung migas,40 cekungan terdapat di lepas pantai, 14
di pesisir, dan hanya enam di daratan. Potensi cadangan
minyak buminya 11,3 miliar barel dan gas 101,7 triliun kaki
kubik. Belum iama ini, ditemukan jenis energibaru pengganti
BBM berupa gas hidrat dan biogenik di lepas pantai barat
Sumatera selatan, Jawa Barat dan bagian utara Selat
Makassar, dengan potensi melebihi seluruh potensi migas.

Dari hasil penelitian BPPT (1998) dari 60 cekungan minyak


yang terkandung dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen
atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekungan
itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti
sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40
cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 miliar barel
setara minyak, namun baru 16,7 miliar barel yang diketahui
dengan pasti, 7,5 miliar barel diantaranya sudah dieksploitasi.

Sisanya sebesar 89,5 miliar barel bempa kekayaan yang


belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu
diperkirakan 523 miliar barel terkandung di lepas pantai, dan

19
lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 miliar barel terdapat
di laut dalam. Sementara ifu untuk sumberdaya gas bumi,
cadangan yang dimiliki Indonesia sampai dengan 1998
mencapai 136,5 Triliun Kaki Kubik (TKK). Cadangan ini
rnengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 1955 yang
hanya sebesar 123,6 Triliun Kaki Kubik. Sedangkan potensi
kekayaan tambang dasar laut seperti aluminium, mangan,
tembaga zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium,
vanadium, dan lain sebagainya yang sampai sekarang belum
teridentifikasi dengan baik masih diperlukan teknologi yang
maju untuk mengembangkan potensi tersebut.

Selain itu, Indonesia dapat memanfaatkan potensi laut


sebagai sumber energi listrik. Yaitu, melalui teknologi panas
laut pasang surut, arus laut, angin, gelombang laut serta
bioenergi dari ganggang laut. California Energy Commision,
misalnya memperkirakan jumlah Tenaga ombak pecah di
dunia dapat menghasilkan 2-3 juta megawatt energi, dimana
pada lokasi yrrng tepat ombak bisa membangkitkan energi
sekitar 65 megawatt per mil Panjang pesisir.

Laut juga menyimpan kandu ngan bahan tambang d an


mineral yang bernilai ekonomi tinggi. Sanra halnya di daratan,
potensi mineral dan tambang terbagi atas tiga kelas sesuai
standar indonesia, yaitu A, B, dan C. Yang membedakan
adalah masalah teknis eksploitasi dan penambangannya.

F. Pariwisata Bahari

Negara bagian Queensland, Australia, dengan paniang


garis pantai 2.100 kilometer, mampu menghasilkan devisa 2

20
miliar doiarAS dari sektor pariwisata pada tahun 2002.
Sementara negara kepulauan Seychelles yang amat kecil di
Madagaskar berhasil mendapatkan 70 persen pendapatan
nasionalnya dari wisata bahari, dan menyokong GDP per kapita
(pada 2000) sebesar 7.700 dolar AS yang jumlahnya berlipat
dari Indonesia.

Pembangunan pariwisata bahari pada hakikatrya adalah


upaya mengembangkan dan memanfaatkan obyek serta daya
tarik wisata bahari di kawasan pesisir dan lautan Indonesia.
Apalagi Indonesia memiliki kekayaan alam dan panorama
pantainya yang indah dengan gelombang pantai yang
menantang dibeberapa terrrpat serta keragaman flora dan
fauna seperti terumbu karang dengan berbagai jenis ikan
hias. Adapun kawasan wisata bahari Indonesia antara lain :

a. Kepulauan Padaido, Biak, Papua

Kawasan wisata bahari ini sangat ideal untuk kegiatan


diaing, wisata cruise. Program pengembangan wisata
bahari di kepulauan Padaido, antara lain diversifikasi
kegiataan nelayan dengan pengembangan wisata
memancing menggunakan perahu tradisional nelayan, paket
wisata selain di daerah kapal tenggelam, serta
pengembangan cruiser regional dengan menggunakan
kapal pinisi dan Sea plane untuk menjangkau pulau-pulau
kecil.

b. Kepulauan Selayal, Takabone Rate, Sulawesi Selatan

Kawasan wisata bahari ini sangat cocok untuk diving,


snorkeling, berlayar, dan memancing. Program
pengembangan wisata bahari di Kepulauan Selayar adalah

21
sebagai hub wisata cruise internasional regional, dart cruise
kapal tradisional seperti pinisi Nusantara.

c. Pulau Nias dan Kepulauan Mentawai, Sumatera Utara

Kawasan wisata bahari di Pulau Nias sangat ideal unfuk


selancar dengan pengembangannya ekowisata berbasis
komunitas serta olahraga selancar. Program pengembangan
di kawasan ini lebih fokus pada penganekaragaman daya
tarik wisata dengan menampilkan budaya daerah.

d. Kepulauan Raja Ampat, Papua barat

Kawasan wisata bahari di kepulauan ini sangat ideal


untuk kegiatan menyelam. Pengembangan kawasan wisata
bahari di Kepulauan Raja Ampat dengan pola partnershrp
MNC (Multi National Companies) yang melibatkan pelaku
industri wisata bahari, pemerintahan daerah dan
masyarakat setempat.

e. Kepulauan Ujung Kulon dan Anak krakatau, Banten

Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan dfuing


dan cuise regional dengan tema pengebangannya
ekowisata berbasis konservasi. Program pengembangan di
Kepulauan Ujung Kulon, antara lain perencanaan tata
ruang yang jelas antara konservasi dengan areal
pengembangan sesuai dengan daya dukung lingkungan.
Menyediakan fasilitas transportasi menuju obyek wisata
dengan kegiatan kapal pinisi dan sea plane untuk
menampung wisatawan domestik dari jakarta.

f. Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur

22
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan diving
dan wisata cruise. Program pengembangan di Pulau Komodo
adalah wisata cruise regional dengan fasilitas marina dan
yacht. Untuk menjangkau pulau-pulau kecil di sekitarnya
perlu disediakan kapal pinisi dan sea plane.

g. Teluk Tomini, Kepulauan Tongean, Sulawesi Tengah

Kepulauan ini ideal untuk kegiatan menyelam dan


snorkeling. Program pengembangan di Teluk Tomini, antara
lain penyediaan fasilitas marina, yacht, kapal pinisi dan
sea plane dengan kemitraan masyarakat dengan pelaku
usaha pariwisata.

h. Kepulauan Bali dan Lombok

Wisata bahari di dua kepulauan ini ideal untuk kegiatan


menyelam, selancar, cruise regional, dan intemasional.
Program pengembangan pariwisata bahari di kawasan ini,
antara lain dibangun kemitraan pemerintah daerah
masyarakat lokal, dan kalangan industry wisata bahari.
Menyediakan fasilitas pelabuhan, akomodasi, dan
pertunjukan budaya.

i. Balerang, Kepulauan Riau

Kawasan ini sangat ideal untuk kegiatan cruise, yacht


dan rnarina serta selancar. Program pengembangan wisata
bahari di Balerang, yaitu pelabuhan wisata bahari yang
menunjang limpahan wisatawan dari Singapura menuju
daerah tujuan wisata kepulauan Riau. Pengembangan
wisata uuise re$onal sangat ideal karena letaknya pulau ini
strategis di selat malaka dan dekat dengan Singapura.

23
j. Kepulauan Seribu, Jakarta

Wisata bahari yang sangat ideal untuk di kepulauan


Seribu adalah selancar, cruise rcgional, mernancing, dan
olahraga bahari. Untuk itu program pengembangan di
kawasan ini antara lain Perencanaan tata ruang yang
sangat jelas antara area konservasi dan pengembangan
yang disertai taman nasional. Serta pengembangan untuk
fasilitas air adalah marina, yacht, kapal pinisi dan sea plane
untuk kegiatan nolah raga air. Seluruh kekayaan alam ini,
merupakan sebagian kecil dari berjuta potensi wisata laut
di Indonesia. Jika tidak mendapat perhatian dan dikelola
dengan bail kekayaan alam yang berlimpah ini hanya
akan sia-sia.

k. Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara

Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan


menyelam dan cruise regional. Program pengembangan
wisata bahari di Kepulauan Wakatobi , antara lain cruise
international dan regional dengan pengembangan
pelabuhan Makassar sebagai hub, serta konservasi
kekayaan laut dengan pemberlakuan sertifikat penyelam
dan penegakan hukum.

l. Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur

Kawasan wisata bahari Derawan ideal untuk kegiatan


menyelam dan konservasi penyu. Program pengembangan
wisata bahari di kepulauan ini selain konservasi habitat
penyu sebagai daya tarik wisata, juga untuk konservasi
pengembangan budaya di Pulau Kakaban dan Sangalaki

24
dengan pola partnership MNC (Multi National Companies)
memanfaatkan tenaga lokal.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu Indonesia sebagai


negara kepulauan terbesar di dunia belum mampu
memberdayakan potensi ekonomi maritim. Negeri ini juga belum
mampu mentransformasikan sumber kekayaan laut menjadi
sumber kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Indonesia
bagaikan negara raksasa yang masih tidur. Indonesia juga
memiliki posisi strategis, antar benua yang meng-hubungkan
negara-negara ekonomi maju. Posisi geopolitis stra-tegis tersebut
memberikan peluang Indonesia sebagai jalur ekonomi.

B. Saran

25
Untuk pembuatan makalah ini sendiri sebaiknya harus lebih
memperhatikan pokok-pokok pembahasan yang lebih
menekankan ke judul dari makalah ini sehingga para pembaca
dapat memahami secara jelas maksud tujuan dari pembuatan ini.
Selain itu, sebaiknya ulasan yang diberikan lebih spesifik dan
runtut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2012.Pengertian, Sejarah Perkembangan dan Penentuan


Batas ZEE
Indonesia(Online).https://hukummaritim.wordpress.com/20
12/08/31/pengertian-sejarah-perkembangan-zee-
indonesia/.(o6 mei 2015).

EdiSumarno.2014.Perspektif2EkonomiMaritimIndonesia.https://w
ww.academia.edu/7187489/PERSPEKTIF_2_EONOMI_MARITI
M_INDONESA.(06 Mei 2015).

26

Anda mungkin juga menyukai