Disusun oleh:
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
I PENDAHULUAN
dunia akan sangat ditentukan bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan laut untuk
Indonesia yang 70 % wilayahnya berupa laut dan lautan perlu meletakkan arah
mencapai abad keemasan sebagai negara maritim pada saat Kerajaan Mataram dan
Sriwijaya serta kerajaan lainnya di Nusantara yang “menguasai laut” dari berbagai
belahan bumi sehingga mendapatkan kemakmuran bagi rakyatnya dari laut melalui
kejayaan maritim tersebut pudar pada masa penjajahan dan berimbas sampai sekarang
Menurut Kadar (2015), secara geografis, Indonesia terletak di antara dua benua dan
dua samudera, dan memiliki kekayaan sumberdaya alam yang besar. Sebagai negara
sayangnya, julukan Indonesia sebagai negara maritim dipandang belum tepat. Alasan
penunjangnya baik dalam skala regional, nasional, bahkan di tingkat global. Fokus
analisa dinamika lingkungan strategis yang memadai. Hal ini penting karena jika
lingkungan yang dihadapi maka pembangunan tersebut akan semu dan salah arah.
Oleh karena itu, perlu diwujudkan melalui pembangunan kemaritiman yang berbasis
kemaritiman di Indonesia bukan hal yang mudah, permasalahan ini dikarenakan latar
belakang karakter maritim yang kian memudar. Dijelaskan bahwa persepsi tentang
kemaritiman masih berupa puzzle yang belum optimal tersusun secara benar
II. TINJAUAN PUSTAKA
masa kini tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dari
mengandung arti sudah tercapainya keadilan sosial dari generasi kegenerasi. Menurut
Runa (2012), pembangunan berkelanjutan mengandung arti bahwa dalam setiap gerak
dari satu generasi kegenerasi, dalam kurun waktu yang tidak terbatas.
Wilayah maritim yaitu daerah pesisir dan pulau kecil harus memperoleh perhatian
yang besar dalam pelaksanaan SDGs (Sustainable Development Goals). Wilayah pesisir dan
pulau kecil selama ini dikenal dengan tingkat kesejahteraan yang sangat minim, rendahnya
pembangunan ekonomi. Menurut Purnomo (2017), Minimnya kajian yang intensif terhadap
mengungkap data dan informasi objektif, menjadi kebutuhan penting sebagai landasan
juga pengembangan wilayah sebagai dasar potensi agar pembangunan berkelanjutan maritim
terus berlanjut. Pengembangan wilayah merupakan upaya pembangunan suatu daerah dengan
memanfaatkan semua potensi sumberdaya yang ada secara optimal dengan menggerakkan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya sinergis antara wilayah
pembangunan berkelanjutan dengan sektor yang dimana akan menimbulkan dampak positif
secara bersama yang menuju pada capaian kesejahteraan bagi semua wilayah dari berbagai
dan permasalahan wilayah pesisir dan pulau kecil dapat dikelompokkan kedalam tiga jenjang.
Penjenjangan ini memiliki arti penting sebagai upaya untuk memeratakan hasil pembangunan
pengembangan wilayah secara mikro (desa / kecamatan), messo (antardesa / kecamatan), dan
a. Sektor Perikanan
menyumbang sekitar 2,75% dari total PDB (BPS, 2014). Namun demikian,
jumlah ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara produsen
perikanan lainnya seperti China (17 juta ton/tahun) dan Peru (10,7 juta
luas lautnya jauh lebih kecil dari Indonesia seperti Jepang (5 juta ton/tahun)
dan Chile (4,3 juta ton/tahun). Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya
yang didukung oleh kekayaan alam yang indah dan keanekaragaman flora dan
wisata bahari dapat dilaksanakan melalui pemanfaatan obyek dan daya tarik
wisata secara optimal. Berbagai obyek dan daya tarik wisata yang dapat
45%. Tidak hanya itu, penambahan jumlah gross ton kapal juga mengalami
peningkatan lebih dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran kapal yang
Industri maritim adalah salah satu sektor dalam bidang kelautan yang
adalah yang mencakup industri pengilangan minyak bumi serta industri yang
menunjang kegiatan ekonomi di pesisir dan laut, yaitu industri galangan
sekitar 70% atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekunguan itu
potensi mineral seperti timah, mangan, bauksit, bijih besi, fosfor dan energi
terbarukan yang tersedia di wilayah pesisir dan laut Indonesia namun belum
bangunan tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal di wilayah pesisir dan
laut. Salah satu bangunan kelautan yang menjadi fokus utama adalah
dan jasa (antar pulau, ekspor maupun ekspor), sehingga keberadaannya sangat
Quebec, Kanada dan berkantor pusat di Roma. Tujuan utama didirikannya organisasi
dunia ini adalah untuk menjamin setiap orang dapat memperoleh kebutuhan pangan
sehingga menjamin bahwa FAO mampu mengurangi angka kekurangan gizi,
Indonesia secara resmi bergabung menjadi anggota FAO, yakni pada tanggal 28
November 1949 dan Kantor Perwakilan FAO di Jakarta dibuka sejak tahun 1979.
Indonesia secara resmi bergabung menjadi anggota FAO, yakni pada tanggal 28
tahun 1979. KKP Indonesia dan FAO telah melakukan MoU tentang Kolaborasi
Kelautan dan Perikanan yang meliputi beberapa poin utama diantaranya yaitu :
By-catch12 Reduction Devices (BRDs) pada trawl, termasuk Turtle Excluder Device
(TED) dan Juvenile and Trash fish Excluder Device (JTED) di Sorong, Merauke,
Ambon, Tual, Sibolga dan Tarakan. Kegiatan REBYC-I berkontribusi nyata terhadap
terlepasnya Indonesia dari embargo ekspor udang ke Amerika Serikat pada tahun
2005.
Strategies for trawl fisheries by-catch management (REBYC-II CTI) yang bertujuan
target utama program ini karena laut Arafura merupakan perairan yang dikenal
memiliki potensi udang dan ikan demersal yang tinggi. Didukung oleh karakteristik
ekosistem seperti substrat dasar lumpur berpasir, mangrove yang luas dan kontur
ikan (overfishing).
perikanan tangkap antara lain SK. Dirjen Perikanan Nomer 340 tahun 1997 berisi
tentang larangan penggunaan alat tangkap ikan jenis trawl, pengaturan tentang jalur
daya ikan yang mengalami kondisi terancam punah seperti Trochus, beberapa jenis
penyu, kima, beberapa jenis arwana, ikan duyung dan spesies ikan dan biota air yang
menggunakan ukuran mata jaring lebih kecil dari 2 inci pada bagian sayap dan kurang
dari 1 inci pada bagian kantong, Penetapa potensi sumber daya ikan dan jumlah
masyarakat nelayan
Untuk untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di daerah pesisir
pengembangan alternatif mata pencaharian nelayan pada saat musim paceklik ikan,
3. Riset dan Pertukaran Para Ahli, Ilmuwan di Bidang Kelautan dan Perikanan
2) yang diselenggarakan oleh FAO menggunakan kapal Dr. Fridjof Nansen milik
Norwegia. FAO mengirimkan 2 kapal riset dan mengutus tiga orang peneliti asal
Indonesia dari 16 peneliti yang berasal dari 12 negara yaitu Norwegia, Indonesia,
Tanzania dan Seychelles untuk memulai ekspedisi Samudera Hindia yang dimulai
dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Tujuan utama dari ekspedisi ini adalah untuk
Dengan manajemen perikananan yang baik, maka dapat membuka potensi sektor
ketahanan pangan yang baru. Kegiatan ini juga digunakan untuk mencari informasi
mengenai Samudera Hindia. Kegiatan ini sangat membantu para nelayan, karena akan
mampu memprediksi El-Nino dan Al-Nina, karena El-Nino dan Al-Nina ini sangat
mengancam sumber daya perikanan, tapi juga kelestarian lingkungan laut. kondisi ini
mendorong negara negara yang tergabung didalam FAO untuk merumuskan acuan
Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang telah disepakati pada tahun 1995.
Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing (IPOA-IUU Fishing). IPOA-IUU Fishing
merupakan rencana aksi global dalam rangka mencegah kerusakan sumber daya
perikanan dan membangun kembali sumber daya perikanan yang telah atau hampir
punah, sehingga kebutuhan pangan yang bersumber dari perikanan bagi generasi saat
IUU Fishing tahun 2012-2016. Beberapa hal yang tertuang dalam Kepmen tersebut
Kegiatan tersebut dilakukan melalui kerja sama dan koordinasi antar instansi
pemerintah yang mempunyai kewenangan di laut, yaitu Kementerian Kelautan dan