Anda di halaman 1dari 9

POSISI INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITM

A. Indonesia Poros Maritim Dunia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi untuk
menjadi Poros Maritim Dunia. Poros Maritim Dunia bertujuan menjadikan Indonesia
sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas
Indonesia sebagai bangsa maritim, pengamanan kepentingan dan keamanan maritim,
memberdayakan potensi maritim untuk mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia.
Untuk menuju negara Poros Maritim Dunia akan meliputi pembangunan proses maritim
dari aspek infrastruktur, politik, sosial-budaya, hukum, keamanan,dan ekonomi.
Penegakkan kedaulatan wilayah laut NKRI, revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan,
penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, rehabilitasi kerusakan lingkungan
dan konservasi biodiversity, serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan,
merupakan program-program utama dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros
maritim dunia .
Dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Presiden Joko Widodo
mencanangkan lima pilar utama dalam
mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia:
LIMA PILAR POROS MARITIM DUNIA
1. Pilar pertama : pembangunan kembali budaya maritim Indonesia.
2. Pilar kedua : Berkomitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut
dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri
perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
3. Pilar ketiga : Komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas
maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri
perkapalan, serta pariwisata maritim.
4. Pilar keempat : Diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk
bekerja sama pada bidang kelautan
5. Pilar kelima : Membangun kekuatan pertahanan maritim.
Cita-cita dan agenda pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di atas akan menjadi fokus
Indonesia di abad ke-21. Indonesia akan menjadi Poros Maritim Dunia, kekuatan yang
mengarungi dua samudera sebagai bangsa bahari yang sejahtera dan berwibawa. Dalam
mengawal visi Laut Masa Depan Bangsa
dan mendukung misi nawacita yang diamanatkan Presiden Joko WidodoKementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong pertumbuhan sektor kelautan dan
perikanan dengan berbagai kebijakan. Kebijakan KKP tersebut diterjemahkan ke dalam
misi tiga pilar yakni kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan, yaitu:

1
1. KEDAULATAN. Mandiri dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya
kelautan dan perikanan dengan memperkuat kemampuan nasional untuk
melakukan penegakan hukum di laut demi mewujudkan kedaulatan secara
ekonomi, yang dilakukan melalui pengawasan pengelolaan Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan (SDKP) dan sistem perkarantinaan ikan, pengendalian
mutu, keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati ikan.
2. KEBERLANJUTAN. Mengadopsi konsep blue economy dalam mengelola dan
melindungi sumber daya kelautan dan perikanan secara bertanggung jawab
dengan prinsip ramah lingkungan sebagai upaya peningkatan produktivitas, yang
dilakukan melalui pengelolaan ruang laut; pengelolaan keanekaragaman hayati
laut; keberlanjutan sumber daya dan usaha perikanan tangkap dan budidaya; dan
penguatan daya saing produk hasil kelautan dan perikanan.
3. KESEJAHTERAAN Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan adalah
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang dilakukan melalui
pengembangan kapasitas SDM dan pemberdayaan masyarakat; dan
pengembangan inovasi iptek kelautan dan perikanan.
Dalam rangka memperkuat jatidiri sebagai negara maritim telah dilakukan
pemberantasan illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing serta
pengembangan ekonomi maritim dan kelautan. Pemberantasan IUU fishing telah
menjadi prioritas utama pemerintah dalam melindungi sumber daya kelautan dan
perikanan.Keberhasilan penanganan pencegahan dan pemberantasan illegal
fishing dikarenakan telah berjalannya pelaksanaan pengawasan terhadap
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.
Indonesia memiliki bentang alam yang luas dan sumber daya alam yang luar
biasa, dari berbagai sektor seperti pertanian, pangan, energi, dan kemaritiman
yang bisa dimanfaatkan. Sektor Kemaritiman pengelolaan dan pemanfaatannya
harus dilaksanakan secara bertanggung jawab, guna menjaga kedaulatan,
keberlanjutan dan kesejahteraan NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia).*

B. TANTANGAN POSISI STRATEGIS INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM

Indonesia sebagai Negara Kepulauan, memiliki posisi strategis. Terletak diantara


dua Samudra dan 2 Benua menjadikan negara Indonesia sangat diperhitungkan di mata
internasional. Hal ini mempengaruhi geo politik dan geo-strategi, baik dari Indonesia
maupun disisi negara-negara lainnya.
Kalimat sakti ini ter-indoktrinasi di benak kita sejak masa pendidikan dasar. Hal
ini mencerminkan betapa kuat dan berpengaruh negara maritim ini di kancah hubungan
internasional. Bahkan pada era kepemimpinan Kabinet Kerja, Presiden RI ke-7 telah

2
mendengungkan jargon Indonesia sebagai poros maritim dunia sejak kampanye
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2014 lalu. Doktrin ini dimunculkan
untuk mengggantikan doktrin pemerintahan sebelumnya, Zero Enemy Thousand
Friends, yang menjadikan posisi Indonesia terkesan bias di tataran pergaulan
internasional.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah seberapa besar masyarakat Indonesia
memaknai letak strategis Indonesia tersebut, sehingga kita dapat melakukan identifikasi
segi benefit maupun sisi negatifnya. Petanyaan kemudian yang muncul adalah seberapa
efektif doktrin Poros Maritim ini dapat mengangkat kembali citra Indonesia dan posisi
tawar yang tinggi dalam ranah hubungan internasional, serta bagaimana strategi yang
diperlukan guna menghadapi tantangan implementasi dari gagasan tersebut.
Secara ilmiah pembahasan mengenai konsep poros martim secara holistik belum
banyak dlakukan. Meskipun banyak tulisan dan jurnal yang membahas tentang gagasan
tersebut, namun belum dapat ditarik akar pokok dari konsep poros maritim dan
identifikasi faktor penentu keberhasilannya. Oelh karenanya, para pengamat dan
pengambil kebijakan mendefinisikan konsep tersebut secara parsial sesuai dengan
konsentrasi dan lingkup kewenangan masing-masing. Hal ini berdampak pada
penyusunan strategi dan arah kebijakan di dalam menjabarkan gagasan poros maritim
tersebut, rentan menimbulkan kritik dan komentar terhadap pencapaian visi dan misi
poros maritim dunia.
Realita yang terjadi adalah gagasan ini ditawarkan oleh pemerintahan Kabinet
Kerja sebagai alternatif solusi dalam upayanya, baik meningkatkan kekuatan ekonomi
Indonesia melalui sektor bahari maupun memperkuat posisi Indonesia didalam percaturan
internasional. Secara sosio kultural dapat dipahami bahwa maritim merupakan akar
kebudayaan bangsa Indonesia di dalam membangun negara ini. Hal ini dapat ditunjukkan
dengan banyaknya nyanyian daerah dan nasional yang menggunakan kata laut di dalam
liriknya, serta cerita mengenai kemampuan nenek moyang kita di dalam menjelajah
lautan nusantara dan dunia. Faktanya kontras dengan proses pembangunan Indonesia
yang terkesan menyisihkan pentingnya pembangunan sektor bahari. Namun implementasi
gagasan poros maritim dunia juga memiliki implikasi bahwa penjabaran konsep tersebut
tidak hanya mengenai sektor perekonomian, namun juga keseluruhan sudut pandang
poleksosbudhankam.
Mengutip pernyataan dari Prof Hamdani Harahap, bahwa ide poros maritim
memiliki potensi hambatan dalam implementasinya jika tidak disandarkan kepada basis
nilai budaya kemaritiman yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Sementara itu, dalam
sebuah diskusi yang dilaksanakan oleh Lemhannas terungkap bahwa, kebijakan
menjadikan Indonesia sebagai poros martim akan berkonsekuensi logis pada keharusan
untuk meningkatkan sistem pertahanan negara, alokasi dana dan upaya mengubah

3
mindset penduduk Indonesia dari darat dan udara menjadi laut. Dampaknya,
pengalokasian anggaran seharusnya dititikberatkan pada pembangunan infrastruktur dan
sistem pertahanan negara pada sektor bahari.
Secara singkat, kebijakan umum pembangunan nasional di sektor maritim pada
pemerintahan Kabinet Kerja dapat diuraikan sebagai berikut. Dalam mewujudkan visi
pembangunan nasional, terdapat misi yang berhubungan dengan sektor bahari yaitu
(1)Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang
kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; dan (2) Mewujudkan Indonesia menjadi
negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Guna
mewujudkan misi tersebut, dicanangkan agenda prioritas bidang maritim berupa
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan. Sasaran yang ingin diwujudkan adalah menguatnya
keamanan laut dan daerah perbatasan dalam rangka menjamin kedaulatan dan integritas
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mengamankan sumber daya alam
dan Zona Ekonomi Ekslusif. Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai
sasaran adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan pengawasan dan penjagaan, serta penegakan hukum di laut dan
daerah perbatasan;
b) Meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan daerah perbatasan;
c) Meningkatkan sinergitas antar institusi pengamanan laut;
d) Menyelesaikan penetapan garis batas wilayah perairan Indonesia dan ZEE;
e) Melakukan pengaturan, penetapan dan pengendalian ALKI dan menghubungkan
dengan alur pelayaran dan titik-titik perdagangan strategis nasional;
f) Mengembangkan dan menetapkan Tata Kelola dan Kelembagaan Kelautan untuk
mendukung perwujudan negara maritim;
g) Meningkatkan keamanan laut dan pengawasan pemanfaatan sumber daya
kelautan terpadu.

Pembangunan dengan arah kebijakan tersebut dilaksanakan dengan strategi pembangunan


sebagai berikut:
a) Meningkatkan operasi pengamanan dan keselamatan di laut dan wilayah
perbatasan;
b) Menambah dan meningkatkan pos pengamanan perbatasan darat dan pulau
terluar;
c) Memperkuat kelembagaan keamanan laut;
d) Intensifikasi dan ekstensifikasi operasi bersama;

4
e) Menyelesaikan penataan batas maritim (laut teritorial, zona tambahan dan zona
ekonomi eksklusif) dengan 9 negara tetangga;
f) Menyelesaikan batas landas kontinen di luar 200 mil laut;
g) Melaporkan data geografis sumber daya kelautan ke PBB dan penamaan pulau;
h) Menyempurnakan sistem penataan ruang nasional dengan memasukan wilayah
laut sebagai satu kesatuan dalam rencana penataan ruang nasional/regional.
i) Menyusun Rencana Aksi Pembangunan Kelautan dan Maritim untuk penguasaan
dan pengelolaan sumber daya kelautan dan maritim bagi kesejahteraan rakyat;
j) Mengembangkan sistem koordinasi pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
pembangunan kelautan dan maritim;
k) Pembentukan Badan Keamanan Laut untuk meningkatkan koordinasi dan
penegakan pengawasan wilayah laut;
l) Peningkatan sarana prasarana, cakupan pengawasan, dan peningkatan
kelembagaan pengawasan sumber daya kelautan;
m) Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengawasan pemanfaatan sumber daya
kelautan; dan;
n) Mengintensifkan penegakan hukum dan pengendalian Illegal, Unreported and
Unregulated (IUU) Fishing serta kegiatan yang merusak di laut.

Dari pemaparan tersebut, terlihat titik berat pelaksanaan agenda pembangunan


ditekankan pada aspek diplomasi dan penguatan sistem pertahanan dan keamanan
terutama di daerah perbatasan guna menjamin kedaulatan negara. Konsekuensinya adalah
perubahan gaya diplomasi yang seharusnya dapat lebih agresif dalam menghadapi
masalah perbatasan NKRI dengan negara tetangga dan kemampuan untuk dapat cepat
tanggap terhadap dinamika internasional yang terjadi serta perlunya rekonstruksi sistem
keamanan nasional yang selaras dengan kebijakan poros maritim. Oleh karenanya, postur
pertahanan memegang peran yang sangat penting dalam mengawal tujuan nasional.
Strategi keamanan nasional adalah subyek yang luas mencakup sinergi kekuatan
tempur, terkadang dipenuhi intrik, samar dan berubah pola. Dalam pengertian umum,
strategi adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau pencapaian tujuan.
Sedangkan Grand Strategy ( Strategi Raya) adalah strategi yang mencakup strategi
militer dan strategi non-militer sebagai usaha dalam pencapaian tujuan perang. Strategi
raya adalah proses dimana tujuan dasar bangsa diwujudkan dalam dunia yang saling
bertentangan nilai-nilai dan tujuan (Making Strategy : An Introduction to National
Security Processes and Problems / by Dennis M.Drew, DonaldM. Snow. 1998. Air
University Press: Alabama). Agar perencanaan pelaksanaan politik dan strategi dapat
dilakukan dengan baik, maka harus dirumuskan dan dilakukan pemikiran strategi yang
akan digunakan. Strategi Raya dilaksanakan melalui bidang ilmu politik, sosial budaya,

5
pertahanan dan keamanan, baik lintas sector maupun lintas disiplin. Memperhatikan
dimensi ruang dan waktu, pendekatan ruang dilakukan dengan pertimbangan strategi
akan berhasil bila didukung oleh lingkungan sosial budaya dimana strategi dan
manajemen tersebut dioperasionalkan, sedangkan pendekatan waktu sangat fluktuatif
terhadap perubahan dan ketidakpastian kondisi yang berkembang sehingga strategi dapat
bersifat temporer dan kontemporer.
Definisi standar dari Strategi Raya melibatkan kesesuaian antara kepentingan
nasional dengan kebutuhan sumber kekuatan untuk mencapai tujuan. Hal ini tekait
artikulasi kepentingan nasional sebuah negara, prioritas serta formulasi strategi yang
melindungi dan memperluas kepentingan nasional, biasanya melibatkan kekuatan
militer. Namun pengertian Strategi Raya berbeda dengan Strategi Militer, karena Grand
Strategy tidak membahas perlawanan dalam sebuah perang maupun invasi militer, karena
pembahasan Grand Strategy jauh lebih besar dibanding hanya memenangkan
peperangan. Grand Strategy adalah teori negara tentang bagaimana negara dalam
lingkungan keamanan internasional yang anarkhi dapat menciptakan keamanan bagi
dirinya sendiri. Untuk menentukan Grand Strategy, negara akan mendefinisikan
kepentingan dan tujuan mereka, mengidentifikasi ancaman yang dapat mengganggu
kepentingan dan tujuannya serta memutuskan respon baik militer, ekonomi maupun
diplomasinya untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Pemerintahan Kabinet Kerja
pimpinan Presiden Jokowi seharusnya tentu telah melakukan kajian mendalam untuk
tidak hanya mewujudkan tujuan nasional, namun juga sekaligus tetap kelindungi
keamanan dan kedaulatan bangsa di dalam lingkungan keamanan internasional yang
anarkhi. Poros Maritim tidak hanya menjadi jargon, namun telah menjadi pilihan dari
grand strategi yang akan dijalankan guna kedua tujuan tersebut. Tidak hanya
mengidentifikasi tujuan, Presiden Jokowi telah mendefinisikan ancaman bagi pencapaian
kepentingan dan tujuan nasional bagi negara Indonesia, salah satunya dengan
menitikberatan pada permasalahan perbatasan.
Pokok permasalahan yang dihadapi oleh strategi keamanan nasional adalah
serangkaian ancaman militer yang harus dihadapi oleh negara. Oleh karenanya proses
perumusan dan implementasi dari sebuah strategi secara luas berhadapan dengan
manajemen resiko dan bagaimana meminimalkan resiko tersebut. Oleh karenanya
masing-masing instrumen negara harus mendefinisikan kelemahan dan kekuatan
masing2-masing serta peluang dan tantangan yang ada di depan mata. Dalam pengertian
yang umum, instrumen negara dapat dibedakan dalam tiga klasifikasi,yaitu militer,
ekonomi dan diplomatik. Instrumen milliter berkenaan dengan kekuatan angkatan perang
negara yang dikerahkan untuk mencapai tujuan nasional. Instrumen ekonomi terkait
dengan penggunaan sumber daya material negara untuk mencapai tujuan akhir.
Sedangkan diplomatik berkenaan dengan cara posisi politik internasional dan

6
kemampuan diplomatik dalam menunjang pencapaian tujuan. Setiap instrumen dipakai
untuk tujuan yang sama, untuk menghasilkan keluaran yang mendukung kepentingan
nasional. Namun perlu disadari bahwa poros maritim tidak hanya pekerjaan sektoral dan
parsial, namun merupakan sebuah aktivitas yang interdependensi dan berkesinambungan.
Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi setiap penyusunan strategi
yaitu Clausewitzian Trio, politik domestik dan internasional, ekonomi dan teknologi.
Pembahasan pada kolom ini akan menitikberatkan pada faktor ekonomi dan politik, baik
domestik dan internasional. Faktor ekonomi memberikan dampak yang besar bagi proses
perumusan strategi. Hal ini dapat dilihat dari dua perspektif yaitu dengan menguji
problem keterbatasan sumebr ekonomi pada level strategi militer dan pada level
operasional strategi. Sejalan dengan pertumbuhan kekuatan militer, maka laju
pertumbuhan ekonomi dan industri yang mengikutinya sangat diperlukan bagi
modernisasi kekuatan militer. Dengan kata lain, guna melihat pengaruh ekonomi, maka
dapat dilihat pada perbandingan porsi belanja militer dan non-militer. Jika permintaan
belanja pembangunan meningkat maka hal ini mengancam sumber daya anggaran pada
sector militer.
Peperangan pada masa modern mengeluarkan biaya yang lebih mahal, bahkan pada
sector pengembangan senjata. Mengutip pada pernyataan Arif Havas Oegroseno (Deputi
Kedaulatan Maritim, Kemenko Maritim), Indonesia sudah seyogyanya melihat kembali
doktrin dan postur pertahanannya dalam menghadapi dinamika lingkungan strategi yang
baru. Lingkungan strategis saat ini, dalam pandangannya, terjadi perputaran roda yang
sangat signifikan, dimana negara-negara yang dipersepsikan kuat dari sektor militer dan
ekonomi sedang mengalami pelambatan dan penurunan. Sebagai contoh AS, resiko
sebagai negara superpower berakibat pada belanja militernya yang membengkak dalam
keikutsertaannya pada setiap konflik yang terjadi tidak hanya di dalam negeri namun juga
di luar negeri, terlebih di negara yang menjadi obyek interestnya. Hal ini menjadikan
ongkos peperangan yang harus ditanggung berpengaruh terhadap ekonomi AS. Di sisi
lain, negara-negara di kawasan Timur Tengah sedang menghadapi chaos akibat kudeta
yang dilancarkan kepada pimpinan negara masing-masing. Diantara penurunan dan
kerugian negara-negara kawasan tersebut, terdapat satu negara yang justru tumbuh naik
dan terus menanjak, baik dari segi ekonomi maupun belanja militernya. Pendapatan per
kapita negara China hampir mendekati Amerika Serikat pada angka 10,3 Triliun US$
(AS 18,4T US$), begitu pula dengan belanja militernya yang mencapai 1/5 dari belanja
militer AS yang diestimasikan sebanyak US$ 577 juta.
Hal ini menjadi menarik untuk disandingkan stratgi poros maritim yang akan
dijanalkan oleh pemerintahan Jokowi, mengingat di sisi kemampuan militer, angkatan
laut negara China mengalami kemajuan pesat dalam dekade terakhir. Kemajuan ini patut
direspon oleh pemerintahan Indonesia agar dapar mengambil langkah yang tepat dalam

7
penanganan sektor bahari, mengingat luas wilayah Indonesia adalah laut.
Konsekuensinya matra laut harus menjadi obyek unggulan bagi pemerintah di dalam
melakukan peremajaan alutsistanya. Sebagai gambaran, merujuk data dari Global Fire
Power yang mengambil data resmi dari TNI serta data dari CIA.gov dan CIA Fact Book,
kekuatan alutsista Indonesia adalah sebagai berikut:

Angkatan Darat:
Tank: 468
Kendaraan Lapis Baja: 1089
Meriam Artileri: 37
Artileri Tarik: 80
Sistem Roket: 86

Angkatan Udara
Jumlah Pesawat Keseluruhan: 405 unit
Pesawat tempur: 30 unit
Pesawat penyerang: 52 unit
Pesawat pengangkut logistik: 187 unit
Helikopter: 148 unit
Helikopter penyerang: 5 unit

Angkatan Laut:
Jumlah kapal keseluruhan: 171 unit
Kapal fregat: 6 unit
Kapal korvet: 26 unit
Kapal selam: 2 unit
Kapal patroli: 21 unit
Kapal penyapu ranjau: 12 unit

Global Fire Power menempatkan kekuatan militer Indonesia di peringkat ketujuh negara-
negara se-Asia Pasifik. Sebagai perbandingan, Singapura sebagai negara terdekat
Indonesia memiliki 5 kapal selam, 6 kapal kelas frigates dan corvettes, serta 11 kapal
reaksi cepat untuk melindungi wilayah lautnya yang hanya 10 km2. Disisi lain, China
memiliki armada kapal selam dengan teknologi terkini sebanyak 41 armada, lebih banyak
dua kali lipat dari Amerika Serikat dan sering melakukan provokasi kepada negara-
negara lain di Laut China Selatan. Selain itu, perlu dipertimbangkan beberapa masalah
seperti banyaknya alutsista yang sudah usang atau non-operasional serta banyaknya

8
kapal-kapal yang berumur lebih dari 50 tahun dengan berbagai masalah turunan seperti
masalah pemeliharaan, persenjataan kuno dan kekurangan suku cadang.
Timpangnya kekuatan dan berbagai kendala yang dihadapi, menjadi tantangan
bagi pemerintahan saat ini untuk melakukan pembaharuan alustita dan berbagai
komponen tempur lainnya sehinggatercapai minimum essential forces untuk menjaga
wilayah laut Indonesia. Faktor lain yangikut menjadi tolak ukur dalam postur pertahanan
negara kita adalah dukungan anggaran yang memadai. Berbicara mengenai Minimum
Essential Forces, hendaknya sasaran indikator ini direvisi kembali. Negara memerlukan
kekuatan militer yang optimal guna menjamin kedaualatan wilayahnya di tengah perang
hegemoni dan provokasi negara-negara dengan kekuatan militer yang memadai. Hal ini
juga turut mempengaruhi cara pandang pertahanan Indonesia terhadap gagasan poros
maritim yang menjadikan pertahanan sebagai daya tawar yang mampu mempengaruhi
negara lain. Guna melindungi kepentingan dan tujuan nasional, negara tidak hanya
dituntut untuk memiliki bargaining position di ranah hubungan national, namun
diperlukan pula upaya daya tangkal (deterrence power) atas ancaman maupun provokasi
militer yang datang dari negara lain.

Berdasarkan pandangan tersebut, disertai dengan bukti di lapangan, menunjukkan


bahwa Indonesia harus lebih aware atas dinamika lingkungan strategis yang terjadi di
dunia saat ini. Postur pertahanan Indonesia juga belum dirasakan dapat memberikan
kontribusi positif bagi pelaksanaan gagasan poros maritim dunia yang dicanangkan oleh
Presiden Jokowi. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Disisi militer,
perubahan cara pandang pertahanan dan peningkatan alutsista perlu segera dilakukan,
dengan mengedepankan pertumbuhan industri pertahanan dalam negeri agar kita tidak
bergantung dengan teknologi mililter negara lain yang memungkinkan adanya
penyalahgunaan guna kepentingan negara lain. Di sisi ekonomi, pembangunan harus
lebih ramah terhadap infratruktur bidang bahari dan peningkatan peluang komoditas
bidang kelautan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip yang mendukung
keberlangsungan SDA hayati yang ada di dalam laut (sustainable develepment). Terakhir
di sisi diplomasi, pemerintah harus lebih responsif terhadap dinamika internasional agar
dapat mengambil manfaat bagi kepentingan nasional dan memperkecil peluang kerugian
dalam upaya mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia. diatas semuanya, masyarakat
Indonesia perluperperan aktif dan berkontribusi bagi pembangunan bangsanya guna
mencapai peningkatan kesejahteraan individu-individu yang tinggal di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai