Anda di halaman 1dari 22

PENDIDIKAN SEBAGAI GARDA TERDEPAN

PENGUATAN KARAKTER BANGSA


Oleh : Drs. H. Syafruddin Amir, MM1

Disampaikan pada Acara Deklarasi Piagam Djembrana


Bali, 03-05 Maret 2012

MUQADIMAH
Pendidikan dapat dikatakan sebagai proses pemberdayaan, yaitu proses
untuk mengungkapkan potensi yang ada pada manusia sebagai individu,
yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada keberdayaan
masyarakat lokal, kepada bangsanya, dan pada akhirnya pada
masyarakat global. Dengan demikian pendidikan perlu diarahkan untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak didik agar mampu
mandiri.
Setiap anak didik perlu diberi berbagai kemampuan dalam
pengembangan berbagai hal, seperti konsep, prinsip, kreativitas,
tanggung jawab, dan keterampilan. Inilah makna pendidikan yang harus
senantiasa dipegangi oleh para pendidik, yaitu mengembangkan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dalam kamus Webster’s New World Dictionary, sebagaimana
dikutip oleh Nanang Fattah, pendidikan dirumuskan sebagai proses
pengembangan dan latihan yang mencakup aspek pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill) dan kepribadian (character), terutama
yang dilakukan dalam suatu bentuk formula (per sekolahan) kegiatan
pendidikan mencakup proses dalam menghasilkan (production) dan
transfer (distribution) ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh individu atau
organisasi belajar (learning organization).
Memang sudah tidak terbantahkan lagi bahwa pendidikan adalah
kebutuhan pokok bagi semua makhluk yang mempunyai akal sebagai alat
1
Praktisi dan Pemerhati Pendidikan (Dosen pada Sekolah Tinggi Agama Islam Syamsul
‘Ulum Gunungpuyuh Sukabumi).
File dapat diunduh di: 2
www.rumahpendidikan.wordpress.com

berpikir, karena pendidikan yang akan mengantarkan manusia kepada


ilmu, dan ilmu yang akan memberikan apa pun yang menjadi obsesi dan
cita-cita seluruh manusia.
Bagi sebagian orang, definisi dari pendidikan adalah
menyekolahkan anak mereka pada sebuah sekolah yang dapat
memberikan ilmu pengetahuan bagi anak tersebut. Ringkasnya, bagi
mereka pendidikan hanya dapat diperoleh di sekolahan. Padahal,
pendidikan sesunggunya bukan hanya dapat diperoleh di sekolah,
melainkan juga di luar sekolah. Pendidikan bisa diperoleh lewat orang tua,
teman-teman, lingkungan, hingga media massa seperti televisi, koran,
majalah, atau buku. Semua itu dapat menjadi guru bagi anak-anak. Tentu
saja, hal tersebut merupakan tantangan bagi kita untuk mampu membuat
dan merekayasanya agar menjadi tuntunan yang baik.
Agama, Pancasila, dan UUD 1945 adalah rujukan di mana seluruh
gerak langkah aktivitas di negara Indonesia dalam bentuk apa pun mesti
disandarkan kepadanya,2 ketiga dasar rujukan itu dapat menjadi pedoman
yang sinergis untuk menciptakan keteraturan dalam berbagai dinamika
kehidupan di negeri ini, termasuk di dalamnya adalah masalah
penyelenggaraan pendidikan.
Agama manampakkan tata nilai tertinggi dengan meletakkan
pendidikan sebagai basis perjuangan; Pancasila merupakan ideologi
untuk mewujudkan karakternya sebagai ruh ajaran pada setiap sisi
perjalanan bangsa, serta memberikan doktrin kepada seluruh anak
bangsa untuk senantiasa cinta tanah air; dan UUD 1945 adalah konstitusi
negara yang mengamanatkan banyak hal berkaitan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang kemudian harus menjadi guiden bagi
seluruh pihak yang terkait, terlebih pemerintah sebagai komponen utama.
Hasil amandemen ke-4 UUD 1945 yang disahkan pada 10 Agustus
2002, pada alinea keempat Pembukaan dapat ditarik empat makna yang
berarti tujuan dari pembentukan pemerintah Indonesia yaitu:
2
Syafruddin Amir, 10 Pokok-pokok Pemikiran tentang Pendidikan, Swara Media,
Bandung, 2008. hlm. 27

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 3
www.rumahpendidikan.wordpress.com

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah


darah Indonesia;
2. Memajukan kesejahteraan umum;
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 3

Kemudian pada batang tubuh UUD 1945 terdapat poin-poin penting


di antaranya:
1. Pasal 28C ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia” 4

2. Pasal 28E ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta
berhak kembali.”5

3. Pasal 31:
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan

3
Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Perubahannya (Edisi baru),
Penabur Ilmu, Jakarta, 2003, hlm. 4
4
Ibid. hlm. 24
5
Ibid. hlm. 25

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 4
www.rumahpendidikan.wordpress.com

ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan


kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.6

Sejalan dengan UUD 1945, untuk menjalankan pola dan


manajemen pendidikan, Indonesia juga memiliki Undang-undang khusus
yang mengatur tata sistem penyelenggaraan pendidikan, yakni Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Apabila merujuk kepada undang-undang tersebut, pada Bab I
(Ketentuan Umum) Pasal 1 Ayat 2 menyatakan bahwa yang disebut
dengan Pendidikan Nasional adalah “pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.” 7
Kemudian pada Bab II (Dasar, Fungsi dan Tujuan) Pasal 3
disebutkan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

Ibid. hlm. 28-29


6
7
Tim Redaksi, Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia, Nuansa Aulia,
Bandung, 2009. hlm. 75

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 5
www.rumahpendidikan.wordpress.com

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”8
Apabila kita mencermati pasal-pasal tersebut, tampak jelas adanya
sebuah konsep, bahkan grand design yang ditujukan untuk menciptakan
sistem penyelenggaraan pendidikan yang profesional, progressif, dan
bertanggung jawab, yang bersinergi antara satu komponen dengan
komponen yang lainnya, serta masing-masing memainkan fungsinya
dengan baik, hal itu senapas dengan tujuan yang termaktub dalam
Pembukaan UUD 1945 “Mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Konsep yang ideal tersebut tampaknya memang tidak mudah untuk
diejawantahkan. Kenyataan di lapangan tidak seindah yang tertulis.
Semua komponen seperti menjalankan tugasnya sendiri-sendiri tanpa
menyesuaikan dengan arah pokok sinergitas yang diamanatkan oleh
undang-undang.
Di pihak lain, derasnya arus globalisasi dan modernisasi pun sulit
dibendung. Kita lihat betapa berbagai informasi dari segenap penjuru bumi
kini dapat dengan mudah diakses. Fenomena ini tentu turut
mempengaruhi upaya penyelenggaraan pendidikan nasional kita.
Di satu sisi, derasnya informasi global sesungguhnya banyak
memberi nilai positif pada perkembangan anak didik. Akan tetapi, di sisi
lain, serbuan informasi dengan segala kemudahan untuk mengaksesnya
itu pula yang dapat menjerumuskan anak didik.
Tidak dapat dipungkiri jika beragam informasi, ilmu dan
pengetahuan baru kini dapat dengan mudah diperoleh. Semua itu tentu
memberi efek percepatan pada kualitas intelektual anak didik. Namun, kita
juga tidak dapat menutup mata bahwa informasi-informasi yang
bermuatan negatif pun kini sulit dibendung. Nyaris tidak ada teknologi
yang dapat memfilter informasi-informasi negatif tersebut agar tidak
sampai kepada anak didik.

8
Ibid. hlm. 78

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 6
www.rumahpendidikan.wordpress.com

Memang pada kenyataannya kita tidak boleh mengisolasi diri dari


perkembangan global, kecuali jika kita memang ingin tergilas oleh
perkembangan tersebut. Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana agar
menu dan metodologi pengajaran yang ada dapat menanamkan filter
dalam nurani setiap anak didik sehingga mereka bisa memilih dan
memilah dengan arif dan bijak.
Dengan demikian, sebagai salah satu komponen bangsa yang
concern terhadap pendidikan anak negeri, sudah sepatutnya kita
senantiasa melakukan penelaahan dan menganalisis berbagai realitas
tersebut agar kelak tercipta formulasi ideal sekaligus manifestatif bagi
sistem penyelenggaraan pendidikan yang lebih baik.
Menilik pada apa yang telah diuraikan sebelumnya maka satu
pokok pikiran penting yang harus dikaji lebih cermat adalah masalah
budaya dan karakter, yakni bagaimana menciptakan keseragaman
langkah yang terpadu dan simultan untuk menjadikan “Pendidikan
Sebagai Garda Terdepan Penguatan Karakter Bangsa”.

KULTURISASI DAN TATAKELOLA PENDIDIKAN


Pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia,
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 diarahkan untuk meningkatkan
kecerdasan kehidupan bangsa dan kualitas sumber daya manusia,
mengembangkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, serta kepribadian yang mantap dan
mandiri. Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan dan mempertebal
rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan, wawasan
keunggulan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa dan
sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa depan.

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 7
www.rumahpendidikan.wordpress.com

Pendidikan nasional perlu ditata, dikembangkan, dan dimantapkan


secara terpadu dan serasi, baik antar-berbagai jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan maupun antara sektor pendidikan dengan sektor
pembangunan lainnya serta antar-daerah, dengan menggunakan
manajemen pendidikan yang mutakhir, efektif, dan efesien serta
mengutamakan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan dasar,
perluasan dan peningkatan kualitas pendidikan kejujuran, pendidikan
profesional serta meningkatkan pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun.
Masyarakat sebagai mitra pemerintah harus diberi kesempatan seluas-
luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan
nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
tuntutan kebutuhan serta perkembangan pembangunan. 9
Bila kita coba mengulas kembali romantisme sejarah, pasti akan
segera muncul pertanyaan “Sungguhkah sistem pendidikan kita dapat
berubah secepat ini?” Rasanya tidak! Sebab menurut Buchari sejak tahun
1960, sedikit demi sedikit pendidikan kita telah kehilangan wataknya
sebagai suatu kekuatan kultural.
Pada zaman kolonial, kita pernah melahirkan suatu sistem
pendidikan yang memiliki nasionalisme dan patriotisme sangat tinggi.
Pada zaman pendudukan Jepang, sistem pendidikan kita juga
memperlihatkan ketahanan yang teruji. Juga pada zaman revolusi fisik
sampai tahun lima puluhan, sistem pendidikan kita memiliki ketahanan
dan keluwesan yang sangat tinggi.
Boleh dibilang dalam periode 1908-1945, bahkan sampai 1959 kita
pernah memiliki sistem pendidikan yang mempunyai watak kultural. Tak
mengherankan, bila pada periode ini lahir tokoh-tokoh nasional seperti Dr.
Sutomo, Bung Karno, dan Bung Hatta. Kendati tentu tak lepas dari
kekuarangan, tetapai bagaimanapun mereka telah menunjukkan
kesungguhan, keberanian, dan kegigihan yang patut diteladani.
9
Haikar Pematadaya, Manajemen Modern Pendidikan Indonesia, Yayasan Kebangsaan
Indonesia, Palangkaraya, 2001, hlm. 24

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 8
www.rumahpendidikan.wordpress.com

Sejak tahun 1960, semuanya itu memudar perlahan-lahan. Disadari


atau tidak, pada periode ini terjadi dekadensi pada sistem pendidikan kita.
Dekadensi ini dapat dilihat dalam gejala bahwa dalam periode 1960
sampai sekarang—sebagian besar darinya kita kenal dengan sebagai
periode orde baru—semangat kritis dan perlawanan masyarakat sedikit
demi sedikit menghilang. Semua orang menyerah dan merasa tak
berdaya, padahal rasa keadilan sedang diinjak-injak dan diperkosa.
Semangat pada periode ini hanyalah mengabdi dan menyenangkan
penguasa. Tak heran, pada periode ini tidak lahir tokoh-tokoh nasional
yang dapat diteladani dan dibanggakan.10
Dekadensi pendidikan kita juga tampak pada fakta bahwa selama
masa 1960 hingga 1998 institusi pendidikan, seperti sekolah telah menjadi
bagian dari birokrasi pemerintahan untuk mempertahankan kekuasaan
dan kepentingannya. Akibatnya, sekolah dan gurunya sudah tidak
memiliki otonomi pendidikan lagi.
Berkaitan dengan hal itu, Mochtar Buchari menyatakan dengan
keras, “Para guru di lembaga-lembaga pendidikan ini tidak lagi mampu
bertindak sebagai pendidik yang berwibawa dan mandiri, tetapi telah
diturunkan derajatnya menjadi pelaksana-pelaksana belaka dari berbagai
intruksi yang dikeluarkan birokrasi. Guru tidak lagi memiliki kebebasan
pedagogis dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Guru
semata-mata menjadi instrumen birokrasi. Kegiatan yang terjadi secara
rutin di sekolah-sekolah kita bukan lagi kegiatan pendidikan, melainkan
kegiatan birokrasi untuk melaksanakan instruksi. Setelah seluruh instruksi
dilaksanakan, terasa bahwa tidak terjadi satu pun kegiatan pendidikan
yang berarti”.11
Karena itu, mutlak diperlukan adanya reformasi pendidikan.
Menurut Buchori, “Reformasi pendidikan yang mendasar ialah reformasi
yang mampu mengembalikan otonomi pedagogis kepada sekolah dan

10
Mochtar Buchori, Pendidikan Antisipatoris, Kanisius, Yogyakarta, 2001, 8
11
Ibid. hlm. 63

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 9
www.rumahpendidikan.wordpress.com

guru”.12 Itu berarti pula, fungsi-fungsi pendidikan yang dirampas oleh


birokrasi harus dikembalikan kapada guru dan sekolah.
Dalam konteks tersebut, Pendidikan Pancasila termasuk
pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila,
Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan perlu dilanjutkan dan ditingkatkan di semua jalur, jenis,
dan jenjang pendidikan termasuk prasekolah sehingga terbentuk watak
bangsa yang kokoh.
Kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan di
semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah dan peran serta masyarakat, termasuk pendidikan di
lingkungan keluarga dan masyarakat terus dikembangkan secara merata
di seluruh tanah air dengan memberikan perhatian khusus kepada peserta
didik, terutama menyangkut pembiayaan pendidikan, khususnya berasal
dari keluarga yang kurang mampu, penyandang cacat, dan yang
bertempat tinggal di daerah terpencil sehingga makin meningkat kualitas
serta jangkauannya.13
Peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan luar biasa
selayaknya mendapat perhatian dan pelayanan lebih khusus agar dapat
dipacu perkembangan prestasi dan bakatnya tanpa mengabaikan potensi
peserta didik lainnya. Khusus untuk perguruan tinggi terus diusahakan
agar lebih mampu menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan
pengkajian di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memberikan
pengabdian kepada masyarakat yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan
sesuai dengan kebutuhan pembangunan, sejalan dengan iklim yang
makin demokratis yang mendukung kebebasan akademik, kebebasan
mimbar akademik, dan otonomi perguruan tinggi. 14

12
Ibid. hlm. 64
13
Ahmad Sabri, Strategi Pendidikan, Quantum Teaching, 2007, hlm.57
14
Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, PT. Asdi Maha
Satya, Jakarta, 2002, hlm. 77

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 10
www.rumahpendidikan.wordpress.com

Kurikulum dan isi pendidikan yang bernapaskan nilai-nilai agama


harus terus disempurnakan dan dibina sesuai dengan tuntutan
pembangunan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
kepentingan serta kekhasan daerah sehingga dapat mengembangkan dan
meningkatkan proses belajar mengajar yang berlangsung secara timbal
balik, objektif dan terbuka untuk menumbuhkan dan mengembangkan
kreativitas dan inovasi serta membiasakan diri mengatasi permasalahan
secara arif dan bertanggung jawab.15
Kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan, media
pengajaran, teknologi pendidikan serta penulisan, penerjemahan dan
penggandaan buku pelajaran, buku bacaan, buku ilmu pengetahuan dan
teknologi pun perlu terus ditingkatkan, dikembangkan, dan disebarluaskan
secara merata dan bertanggung jawab dengan harga yang terjangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat. Bersamaan dengan itu, dikembangkan
iklim yang dapat mendorong penulis dan penerjemahan buku dengan
memberikan penghargaan dan perlindungan hak cipta.
Berbagai upaya tersebut, kiranya dapat menjadi awal untuk
mengembalikan nilai-nilai pendidikan guna mewujudkan generasi
cemerlang. Inilah tantangan kita bersama.

NORMA-NORMA DASAR PENDIDIKAN DI INDONESIA


Norma-norma dasar yang besifat fundamental mengenai berbagai aspek
kehidupan dalam suatu negara diatur di dalam Undang-Undang Dasar,
Dengan kata lain, Undang-Undang Dasar merupakan hukum dasar tertulis
yang memuat aturan-aturan pokok dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara secara menyeluruh.
Di samping itu, perlu disadari pula bahwa pada suatu negara juga
berlaku hukum dasar yang tidak tertulis, yakni berupa aturan-aturan dasar
15
Shalahuddin Sanusi, Integrasi Ummat Islam, Iqamatuddin Bandung, Bandung, 1987,
hlm. 148

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 11
www.rumahpendidikan.wordpress.com

yang timbul dan terpelihara dalam kehidupan masyarakat bangsa. Dalam


membahas aturan-aturan dasar mengenai aspek kehidupan yang disebut
pendidikan, perhatian akan dipusatkan pada hukum dasar tertulis dengan
tidak mengurangi arti dan makna keberadaan hukum yang tidak tertulis.
Oleh karena itu, untuk memahami norma-norma di dalam Undang-
Undang Dasar sebagai hukum dasar, kita tidak cukup hanya dengan
membaca pasal demi pasal, tetapi harus dilihat juga dalam praktiknya dan
suasana kearifan local masyarakat. Untuk itu, perlu dipelajari tentang
bagaimana terjadinya teks yang tercantum di dalam Undang-Undang
Dasar tersebut. Dengan kata lain, Undang-Undang Dasar perlu dipelajari
dari sudut hukum, sosiologis, bahasa dan sejarah terbentuknya, lengkap
dengan keterangan-keterangannya yang akan memberikan gambaran
tentang “dalam suasana seperti apa hukum dasar itu dibuat”.
Undang-Undang Dasar sebagai ketentuan hukum hanya memuat
aturan-aturan dasar (pokok) atau garis-garis besar dari norma-norma bagi
setiap aspek kehidupan yang diaturnya. Aturan-aturan itu merupakan
instruksi kepada pemerintah pusat dan penyelenggara negara lainnya
dalam menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.
Aturan-aturan yang lebih terurai yang menyelenggarakan aturan-
aturan pokok itu, diserahkan pada UU yang lebih membuat, mengubah,
dan mencabutnya. Dengan kata lain hanya aturan-aturan pokok saja yang
ditetapkan di dalam Undang-undang dasar, termasuk juga mengenai
bidang pendidikan dan pengajaran. Adapun aturan-aturan untuk
menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu diserahkan kepada undang-
undang organik tentang pokok-pokok pendidikan dan kebudayaan.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat ditarik benang merah
bahwa penyelenggaraan norma-norma dasar di bidang pendidikan
sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 yang berlaku
sekarang ini, pada dasarnya diinstruksikan kepada pemerintah sebagai
penyelenggara negara untuk :

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 12
www.rumahpendidikan.wordpress.com

a. Mendasarkan setiap usaha pendidikan dan pengembangan


kebudayaan pada pandangan hidup Pancasila yang terdiri atas
kesatuan sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Setiap usaha pendidikan harus diwujudkan untuk mencapai
tujuan negara dengan melakukan kegiatan pembentukan warga
negara yang mampu ikut serta bersama pemerintah untuk:
Pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia; Kedua, mencerdaskan kehidupan
bangsa; Ketiga, memajukan kesejahteraan umum; dan
Keempat, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.16
Berdasarkan norma-norma dasar itu jelas bahwa sejak
kemerdekaan pada tahun 1945 pemerintah sebagai penyelenggara
negara harus mewujudkan:
1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia bagi tiap-tiap
warga negara Indonesia untuk mendapat pendidikan yang
dinyatakan dalam perkataan pengajaran. Perlindungan dan
pengakuan itu ternyata lebih dahulu daripada pengakuan dunia
internasional yang dirumuskan oleh PBB di dalam Declaration of
Human Wright pada tahun 1949.
2. Perlindungan hukum terhadap hak asasi yang berarti juga
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia tidak membedakan
warga negaranya berdasarkan warna kulit, ras/keturunan,
agama, kebudayaan, kebangsaan dan lain-lain.
3. Pendidikan harus diselenggarakan untuk seluruh lapisan
masyarakat guna mewujudkan tujuan kemerdekaan atau tujuan
negara seperti disebutkan di atas.

16
Anonymous, Perundang-undangan Pendidikan, Bandung, 2006, hal. 66-67

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 13
www.rumahpendidikan.wordpress.com

4. Penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu aspek


kehidupan yang harus dikendalikan dan diawasi pemerintah
sebagai pihak yang berwenang menetapkan suatu sistem
pengajaran nasional.
5. Pemerintah sebagai penyelenggara negara berkewajiban
menetapkan undang-undang organik tentang pokok-pokok
pendidikan dan kebudayaan yang menjadi pedoman dalam
mewujudkan sistem pengajaran nasional.
6. Penyelenggaraan pendidikan harus bertolak dari dan untuk
memajukan kebudayaan nasional atau kebudayaan bangsa
sendiri. Dengan demikian berarti juga bahwa pendidikan
merupakan bagian daripada kebudayaan, dan sebaliknya
kebudayaan harus dipertahankan dan dikembangkan melalui
proses pendidikan.

KARAKTER BANGSA INDONESIA


Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa, ras dan agama,
juga beraneka ragam budaya daerah. Maka, berangkat dari falsafah
Negara Pancasila yang merupakan pencerminan nilai-nilai yang digali dari
seluruh bumi nusantara, Moehamad Soeparno menawarkan rumusan
karakter Bangsa indonesia, yang terdiri atas lima butir sebagai berikut: 17
1. Bangsa Indonesia adalah manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, patuh kepada hukum,
perundang-undangan serta peraturan yang berlaku.
2. Bangsa Indonesia adalah manusia yang bangga
sebagai warga negara Indonesia serta mencintai Tanah Air dan
bangsanya, berbudi pekerti baik, siap membela Negara dan bangsa
demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Harmanto Edy Djatmiko, Revolusi Karakter Bangsa Menurut Pemikiran M. Soeparno,


17

Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 90

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 14
www.rumahpendidikan.wordpress.com

3. Bangsa Indonesia didalam kehidupan bermasyarakat,


bernegara, dan berbangsaadalah manusia yang memiliki jiwa
kebersamaan, gotong-royong, toleransi, serta anti segala bentuk
kekerasan.
4. Bangsa Indonesia adalah manusia yang berbadan
sehat, bersih, hemat, jujur, tertib, cermat, rajin, tepat waktu, serta
berdisiplin tinggi.
5. Bangsa Indonesia adalah manusia yang memiliki
kemauan belajar dengan jangkauan masa depan, penuh inisiatif,
kreativitas, inovasi, yang dilandasi dedikasi yang tinggi demi kemajuan,
pengabdian dan manfaat bagi kehidupan dirinya, bangsa dan
negaranya serta manusia.18

PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA


Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam
masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang
dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar
wicara di media elektronik. Selain di media massa, para pemuka
masyarakat, para ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat
sosial berbicara mengenai persoalan budaya dan karakter bangsa di
berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun
internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi,
kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan
ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan
sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar,
dan di berbagai kesempatan.
Berbagai alternatif penyelesaian pun diajukan seperti peraturan,
undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum
yang lebih kuat.

18
Ibid. hlm. 92

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 15
www.rumahpendidikan.wordpress.com

Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling


tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan
itu adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang
bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa
yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan
diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam
berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab
berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa
hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak
segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat.
Jantung dari proses pendidikan formal adalah kurikulum (curriculum
is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum,
saat ini, memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya
dan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya.
Pendapat yang dikemukakan para pemuka masyarakat, ahli pendidikan,
para pemerhati pendidikan dan anggota masyarakat lainnya di berbagai
media massa, seminar, dan sarasehan yang diadakan oleh Kementerian
Pendidikan Nasional pada awal tahun 2010 menggambarkan adanya
kebutuhan masyarakat yang kuat akan pendidikan budaya dan karakter
bangsa. Apalagi jika dikaji, bahwa kebutuhan itu, secara imperatif, adalah
sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan
Pendidikan Nasional.

Pendidikan Sebagai Garda Terdepan


Bangsa ini sesungguhnya memiliki modal yang sangat besar untuk
menjadi negara modern namun berkepribadian. Modern saja tentunya
tidak cukup, sebab tanpa memiliki kepribadian maka sebuah bangsa akan
larut ke dalam tindakan yang salah arah. Banyaknya penyimpangan
perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme yang berpadu dengan moral
masyarakat yang memiliki mental senang kekerasan, senang hura-hura,
bahkan bangga bila melanggar hukum, serta ketiadaan tanggung jawab.

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 16
www.rumahpendidikan.wordpress.com

Maka jika demikian adanya, modern hanyalah akan meninggalkan


kesemberawutan dan akan menyebabkan bangsa ini menjadi kolaps.
Salah satu di antara penyebab terjadinya semua itu adalah
lemahnya kualitas mental bangsa ini dalam menghadapi perubahan yang
sangat cepat dan mengarah kepada modernisasi yang salah arah. Hal itu
kemudian berbuah menjadi: Pertama, Banyak orang yang ingin menjadi
kaya akan tetapi melalui jalan yang pintas. Kedua, Banyak orang ingin
menjadi modern tetapi melalui jalan yang salah; Ketiga, Banyak orang
yang ingin menjadi sejahtera tetapi melalui jalan yang tidak benar.
Tidak mudah mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang
dihadapi bangsa ini. Akan tetapi, ada satu instrumen penting untuk
membenahinya, yakni melalui pendidikan karakter. Setiap agama di
Indonesia telah memberikan kewajiban bagi setiap umatnya untuk
berperilaku terpuji. Salah satunya Islam yang sudah mengajarkan tentang
keagungan akhlak mulia, di mana dalam Islam disebutkan bahwa Nabi
Muhammad saw diutus oleh Allah Swt. untuk menyempurnakan akhlak
agar menjadi mulia. Beliau menyatakan: “innama buitstu liutammima
makarimal akhlak”.19
Senafas dengan hal ini, Begawan pendidikan Indonesia, Ki Hajar
Dewantoro juga menyatakan moralitas pendidikan adalah: “ing ngarso
sung tulodho, ing madyo mangun karso lan tut wuri handayani”. Ungkapan
ini memiliki keselarasan dengan sabda Nabi Muhammad saw tersebut.
Pernyataan ini mengandung makna:
1. Manusia harus menjadi teladan ketika berada di depan atau
menjadi pemimpin di dalam level serendah apa pun;
2. Jika di tengah maka manusia harus dapat membangkitkan
semangat untuk berkarya; dan
3. Jika berada di belakang maka harus bisa menjadi pamong.
Pendidikan karakter sesungguhnya adalah pendidikan yang
berbasis pada kejujuran, keikhlasan, tanggung jawab dan keterpercayaan.
19
Asari, Hasan., Menyingkap Zaman Keemasan Islam: Kajian atas Lembaga-lembaga
Pedidikan, Mizan, Bandung, 1994. hlm. 14

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 17
www.rumahpendidikan.wordpress.com

Jujur dalam segala hal yang dilakukan, ikhlas dalam melakukan segala
sesuatu, tanggung jawab ketika diberi amanah dan terpercaya ketika
diserahi tanggung jawab. Dan itulah sebenarnya jiwa dan karakter bangsa
Indonesia, terlebih Indonesia adalah negara yang beragama dan
senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Tuhanan. Pendidikan semacam
ini akan terlaksana jika semua komponen bangsa ini mendukung
terhadapnya. Artinya dibutuhkan lingkungan, pelaku dan juga kebijakan
yang memihak kepadanya.
Setelah seluruh komponen berjalan seiring, kemudian dibutuhkan 3
(tiga) langkah utama untuk merealisasikan dan mengembangkan
pendidikan karakter nasional bangsa ada beberapa hal yang memerlukan
perhatian pemerintah dan masyarakat, yaitu:20
Pertama penyiapan lembaga pendidikan yang berkualitas; yakni
Lembaga pendidikan yang mempunyai orientasi character building,
mementingkan pendidikan yang integral, mengembangkan dan
meningkatkan potensi anak didik dalam segala aspek kemanusiannya.
Pendidikan yang berbasis nilai, melakukan transformasi kepribadian,
akhlak, tingkah laku, pola fikir dan sikap. Bukan hanya mentransfer
informasi dan pengetahuan semata (aspek kognitif) dengan melalaikan
aspek afektif dan psikomotorik.
Kedua menyiapkan tenaga pendidik yang berkualitas; terutama
kepala-kepala sekolah yang handal untuk merealisasikan tujuan yang
ditargetkan. Tenaga pendidik merupakan ujung tombak bagi keberhasilan
tujuan pendidikan. Tenaga pendidik dan kepala sekolah yang mencintai
tugasnya, mempunyai ruh dan semangat idealisme tinggi, berdedikasi dan
mempunyai integritas moral tangguh, mempunyai kecakapan menejerial
dan mampu menjadi teladan dalam segala hal bagi anak didiknya. Mereka
harus dipersiapkan sedemikian rupa agar mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dengan senantiasa
meningkatkan diri dan memperbaharui pengetahuan (refresh and up to
WWW. Wikipedia.org.com. Pembentukan Karaker Bangsa MelaluiPenindkatan
20

Kualitas Bahasa dan Sastra, 2009.

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 18
www.rumahpendidikan.wordpress.com

date), bersikap terbuka terhadap hal-hal baru (open mind) dan bersikap
bersedia membantu (helpfull).
Ketiga penciptaan lingkungan sekitar dan suasana yang kondusif
bagi penyelenggaraan pendidikan. Diperlukan stabilitas nasional,
dukungan keluarga, peranserta masyarakat, lembaga-lembaga
masyarakat (LSM) sebagai pilar-pilar pendukung bagi keberlangsungan
iklim pendidikan yang produktif dan berdampak positif bagi terciptanya
karakter bangsa peserta didik. Jika salah satu pilar terganggu maka
seluruh proses pembelajaranpun akan ikut terganggu.
Sifat Pendidikan Karakter adalah multidimensi dan multidisiplin,
sehingga diperlukan pendekatan yang komprehensif, utuh, interkonektif
antar berbagai disiplin ilmu, dan tidak sektoral-parsial. Pendidikan
Karakter mengasumsikan keterkaitan erat antara dimensi moral, sosial,
ekonomi, politik, hukum, agama, budaya, dan estetika.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa dapat dimaknai sebagai
pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter
sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius,
nasionalis, produktif dan kreatif .
Atas dasar itulah, pengembangan pendidikan budaya dan karakter
sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa
mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan
yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta
pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan
budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh
karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan
pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Lebih jauh, pembentukan karakter juga harus didukung oleh
Susana lingkungan yang kondusif di luar sekolah, baik di lingkungan

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 19
www.rumahpendidikan.wordpress.com

keluarga, teman sepermainan, juga masyarakat. Sinergitas peran inilah


yang akan memperkokoh pilar pendidikan sebagai garda terdepan dalam
pembentukan karakter bangsa.
Pembangunan karakter dan jati diri bangsa merupakan cita-cita
luhur yang harus diwujudkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang
terarah dan berkelanjutan. Penanaman nilai-nilai akhlak, moral, dan budi
pekerti seperti tertuang dalam Undang- undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional harus menjadi
dasar pijakan utama dalam mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi
sistem pendidikan nasional.

Nilai-nilai Pendidikan yang Harus Ditanamkan


Nilai-nilai yang perlu dikembangkan dalam pendidikan guna membentuk
dan memperkokoh karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber
berikut ini.

1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh


karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu
didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis,
kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal
dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai
pendidikan juga harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang
berasal dari agama.

2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas


prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang
disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945
dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam
UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum,
ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Dalam hal ini,

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 20
www.rumahpendidikan.wordpress.com

pendidikan harus dapat mempersiapkan peserta didik menjadi


warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki
kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai- nilai Pancasila
dalam kehidupannya sebagai warga negara.

3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang


hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya
yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar
dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam
komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang
demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan
budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan bangsa.

4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas


pendidikan yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia,
dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang
dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai
kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh
karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling
operasional dalam pengembangan pendidikan di lapangan.

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 21
www.rumahpendidikan.wordpress.com

KHATIMAH
Langkah strategis membangun karakter kebangsaan adalah melalui
sektor pendidikan. Hanya negara-negara yang memiliki karakter
kebangsaan yang kuatlah yang siap bersaing ditengah globalisasi.
Pendidikan nasional yang mengkolaborasikan sistem pendidikan formal
modern dengan sistem pendidikan Agama dapat menjadi salah satu
khazanah kekayaan dan bisa menjadikan dunia pendidikan Indonesia
sebagai garda terdepan bagi penguatan karakter kebangsaan.
Harus disadari bahwa salah satu keunikan bangsa Indonesia yang
tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia adalah warisan multietnik
dan multikultur. Keberagaman etnik yang hingga kini mencapai lebih dari
500 etnik yang menggunakan 250 bahasa merupakan kekayaan bangsa
yang mesti dipelihara dan dikelola dengan mengedepankan nilai-nilai
kemajemukan sehingga masing-masing etnik bukan berdiri sebagai
entitas yang tertutup dan independen melainkan saling berinteraksi satu
sama lain dan saling bergantung, serta saling mempengaruhi satu sama
lain.
Prinsip “Bhineka Tunggal Ika” seharusnya dapat dijadikan kunci
pembuka interaksi sosial sehingga terbangun suatu pemahaman lintas
budaya dan rasa percaya pada setiap pihak yang terlibat dalam interaksi
itu, yang merupakan modal sosial bagi terbentuknya suatu hubungan
antar-etnik dan antar- budaya yang sehat, sejahtera dan maju. Dengan
demikian, hidup dalam keberagaman dapat dipandang sebagai suatu
kekuatan dahsyat dalam membangun nasionalisme struktural menuju
bangsa yang mandiri dan bermartabat.
Demikianlah sumbangan pemikiran yang dapat kami berikan, untuk
ikut membangun kejayaan bangsa dan negara yang kita cintai ini. Semoga
'inayah dan taufiq Allah senantiasa menyertai kita; Amin.

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM
File dapat diunduh di: 22
www.rumahpendidikan.wordpress.com

DAFTAR BACAAN

Ahmad Sabri. 2007. Strategi Belajar Mengajar Mikro Teaching. Ciputat :


Quantum
Haikar Pematadaya. 2001. Manajemen Modern Pendidikan Indonesia.
Palangkaraya: Yayasan Kebangsaan Indonesia.
Harmanto Edy Djatmiko. 2006. Revolusi Karakter Bangsa Menurut
Pemikiran M. Soeparno. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hasan Asari. 1994. Menyingkap Zaman Keemasan Islam: Kajian atas
Lembaga-lembaga Pedidikan. Bandung: Mizan.
Hasan Langgulung. 2000. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Alhusna
Zikra.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan
Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk
Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Pusat
Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kemneterian
Pendidikan Nasional.
Mochtar Buchori. 2001. Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Kanisius.
Muhaimin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut
Dunia Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Nanang Fattah. 2004. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung:
Rosda.
Republik Indonesia. 2003. Undang-undang Dasar Republik Indonesia
1945 dan Perubahannya. Jakarta: Penabur Ilmu.
________________. 2006. Perundang-undangan Pendidikan.
Shalahuddin Sanusi. 1987. Integrasi Ummat Islam. Bandung:
Iqamatuddin.
Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT. Asdi Maha Satya.
Syafruddin Amir. 2008. 10 Pokok-pokok Pemikiran tentang Pendidikan.
Bandung: Swara Media.
Tim Redaksi. 2009. Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia.
Bandung: Nuansa Aulia.

Makalah pada Deklarasi Piagam Jembrana (3-5 Maret 2012)


Drs. H. Syafruddin Amir, MM

Anda mungkin juga menyukai