Oleh
MUHAMAD RESTU PRAYOGA
NIM: 511420046
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI S1-TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas
makalah ini Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala kendala yang penulis
hadapi teratasi.
Makalah Maritim ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang maritim
Indonesia, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi,
referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah Maritim indonesia ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca Saya sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan jauh dari sempurna.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Poros ekonomi Maritim Dunia adalah menjadikan Indonesia sebagai negara maritime yang
besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas Indonesia sebagai bangsa maritime,
pengamanan kepentingan dan keamanan maritime, pemberdayaan seluruh potensi maritim
demi kemakmuran bangsa, pemerataan ekonomi Indonesia melalui tol laut, dan
melaksanakan diplomasi maritim dalam politik luar negeri Indonesia lima tahun kedepan.
Sehingga dapat kita mengerti, bahwa untuk menuju negara Poros Maritim Dunia akan
mencakup praktek dan proses pembangunan maritime diberbagai aspek, seperti politik,
sosial-budaya, pertahanan, infrastruktur, dan terutama sekali ekonomi.
B. Rumusan maslah
1. Mengapa negara Indonesia bisa berpengaruh bagi poros maritim dunia?
2. Hal Apa saja yang mempengaruhi negara Indonesia menjadi negara maritim?
3. Babgaimana Indonesia bisa mengembangkan perekonomian di Indonesia dan dunia?
4. Hal apa yang ditempuh Indonesia untuk mensejahterakan masyarakatnya
C. Tujuan Makalah
Agar pembaca mampu memahami sistem geopolitik indonesia yang telah menjadi negara
maritim dunia. Dan pembaca dapat menganalisis sistem perekonomian, pembangunan dan
krisis moneter yang dihadapi bangsa indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu gagasan cemerlang Presiden Jokowi yang mendapat dukungan publik dengan
penuh antusiasme adalah tekadnya untuk mewujudkan Indonesia sebagai PMD (Poros
Maritim Dunia). Yakni Indonesia yang maju, sejahtera, dan berdaulat berbasis pada ekonomi
kelautan, hankam dan budaya maritim. Lebih dari itu, Indonesia kelak diharapkan menjadi
rujukan bagi bangsa-bangsa lain di dunia dalam berbagai bidang kelautan, mulai dari
ekonomi, IPTEK, hankam sampai cara menata pembangunan kelautan (ocean governance).
Visi Presiden RI ke-7 itu sangat tepat dan beralasan. Pasalnya, Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia yang tersusun atas lebih dari 17.000 pulau, dirangkai oleh 95.181
km garis pantai (terpanjang kedua setelah Kanada), dan sekitar 70% wilayahnya berupa laut.
Di wilayah pesisir dan laut itu terkandung beragam SDA (Sumber Daya Alam) dan jasa-jasa
lingkungan (environmental services) yang sangat besar dan belum dimanfaatkan secara
optimal.
Kekayaan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan tersebut dapat kita dayagunakan untuk
kemajuan dan kemakmuran bangsa melalui 11 sektor ekonomi kelautan:
1. perikanan tangkap
2. perikanan budidaya
3. industri pengolahan hasil perikanan
4. industri bioteknologi kelautan
5. pertambangan dan energi (ESDM)
6. pariwisata bahari
7. hutan mangrove
8. perhubungan laut
9. sumberdaya wilayah pulau-pulau kecil
10. industri dan jasa maritim
11. SDA non-konvensional
Total nilai ekonomi kesebelas sektor ekonomi kelautan itu sekitar 1,2 trilyun dolar AS/tahun,
dan dapat menyediakan lapangan kerja sedikitnya untuk 40 juta orang. Sampai sekarang,
potensi ekonomi kelautan yang luar biasa besar itu baru dimanfaatkan sekitar 22% dari total
potensinya (Dahuri, 2014). Ibarat “Raksasa Ekonomi Yang Tertidur”. Selain itu, posisi
geoekonomi dan geopolitik Indonesia juga sangat strategis, dimana 45% dari seluruh
komoditas dan produk yang diperdagangkan di dunia dengan nilai 1.500 trilyun dolar
AS/tahun dikapalkan melalui ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) (UNCTAD, 2012).
Wilayah NKRI yang diapit oleh Benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Hindia
merupakan ’choke point’ yang sangat menentukan pergerakan kapal-kapal perang maupun
niaga dan dinamika politik global, khususnya potensi konflik antara negara-negara besar
seperti AS, China, Jepang, India, dan ASEAN. Wilayah pesisir dan laut Indonesia juga
merupakan pusat keanekaragaman hayati laut dunia dan penentu dinamika iklim global. Bila
kita mampu membangun wilayah pesisir dan lautan serta kekayaan alam yang terdapat di
dalamnya secara produktif, efisien, inklusif, dan ramah lingkungan. Maka, kita akan mampu
mengatasi sejumlah permasalahan utama bangsa, seperti pengangguran dan kemiskinan,
kesenjangan antara kelompok kaya vs miskin yang kian melebar, disparitas pembangunan
antar wilayah, buruknya konektivitas dan sangat mahalnya biaya logistik (26% PDB), gizi
buruk, dan rendahnya daya saing serta IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia.
Mengacu pada visi Presiden Jokowi tentang PMD di atas, pada dasarnya ada lima kelompok
kebijakan dan program utama yang mesti dikerjakan:
Untuk mengakselerasi pembangunan kelautan secara lebih produktif, efisien, inklusif, dan
ramah lingkungan, selain KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) yang sudah ada sejak
awal Pemerintahan Presiden KH. Abdurrahman Wahid (September 1999) dan dibesarkan
oleh Presiden Megawati Soekarnoputri melalui program GERBANG MINA BAHARI
(Gerakan Nasional Pembangunan Kelautan), Presiden Jokowi juga membentuk Kementerian
Koordinator Maritim. Dalam hal penegakkan kedaulatan dan pelestarian, pemerintah telah
melaksanakan sejumlah kebijakan yang cukup bagus, antara lain pemberantasan illegal
fishing, moratorium kapal ikan eks asing, larangan alih muatan ikan di laut (transhipment),
larangan penggunaan alat penangkapan ikan yang digunakan oleh mayoritas nelayan kita, dan
larangan menangkap lobster, rajungan dan kepiting ukuran tertentu. Sayang, tidak didahului
dengan sosialisasi dan penyiapan alternatif solusi nya.
Sementara potensi ekonomi kelautan yang luar biasa besar, antara lain perikanan budidaya,
industri bioteknologi kelautan, garam, pariwisata bahari, energi terbarukan dari laut (seperti
arus, gelombang dan OTEC / Ocean Thermal Energy Conversion), industri dan jasa maritim,
dan sumber daya wilayah pulau-pulau kecil belum mendapat perhatian memadai. Program
ekonomi kelautan yang sekarang dikerjakan pemerintah baru pembangunan pelabuhan dan
infrastruktur maritim lainnya, yang sifatnya mengeluarkan uang (APBN), bukan
menghasilkan pendapatan negara.
Kesembilan kebijakan dan program diatas bersifat jangka panjang, yang harus dikerjakan
sejak sekarang dan berkesinambungan. Namun, hasilnya baru bisa dinikmati setelah beberapa
tahun ke depan. Oleh sebab itu, kita mesti mengembangkan program-program pembangunan
ekonomi kelautan yang hasilnya dapat kita rasakan dalam satu atau paling lambat lima tahun
mendatang (quick wins).
Pertama, pengembangan 5.000 unit armada kapal ikan nasional berukuran diatas 50 GT
dengan alat tangkap yang efisien dan ramah lingkungan untuk memanfaatkan sumber ikan di
wilayah-wilayah laut yang selama ini menjadi ajang pencurian ikan (illegal fishing) oleh
nelayan asing atau yang masih underfishing (tingkat penangkapan ikan lebih rendah dari pada
potensi lestari SD. Ikan), seperti Laut Arafura, L. Banda, L. Sulawesi, Teluk Tomini, Laut
Natuna, dan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) di Samudera Hindia dan Pasifik.
1. genetic engineering ramah lingkungan untuk menghasilkan bibit dan benih unggul,
2. industri pakan ikan dan ternak berbasis mikroalga
3. ekstraksi senayawa bioaktif dari biota laut untuk bahan baku industri makanan dan
minuman, farmasi, kosmetika, dan lainnya
4. industri biofuel dari mikroalga.
Potensi ekonomi industri ini diperikirakan empat kali nilai ekonomi industri teknologi
informasi (Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, Korsel 2002).
1. pembenahan obyek (destinasi) wisata yang ada dan mengembangkan destinasi yang
baru
2. pengembangan jenis-jenis wisata bahari baru secara inovatif (product development)
3. peningkatan aksesibilitas dari dan ke obyek wisata melalui transportasi laut, darat
maupun udara
4. pembenahan dan pembangunan baru infrastruktur dan sarana di dan sekitar lokasi
wisata
5. peningkatan promosi dan pemasaran melalui berbagai media dan eksibisi baik di
dalam maupun luar negeri
6. peningkatan kualitas SDM pariwisata bahari dan kesadaran serta perilaku masyarakat
lokal supaya lebih kondusif dan menyenangkan para wisatawan domestik maupun
manca negara.
Ketujuh, pembangunan 21 kawasan industri terapdu berkelas dunia (world class) dengan pola
KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) yang inovatif, inklusif dan ramah lingkungan di wilayah
pesisir bagian barat (Sabang, Kuala Tanjung, Teluk Bayur, Bengkulu, Batam atau Karimun,
dan Lampung); bagian tengah (Kalbar, Kalsel, Kaltim, Kaltara, dan NTB); dan bagian timur
NKRI (NTT, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Sulut, Maluku, Malut, Papua, dan Papua Barat).
Supaya segenap program pembangunan kelautan jangka panjang maupun quick wins di atas
dapat terealisir, pemerintah harus menyediakan skim kredit perbankan khusus dengan bunga
yang relatif murah dan persyaratan relatif lunak (Bank Maritim) seperti yang berlaku di
sektor industri kelapa sawit sejak Pemerintahan Orba sampai sekarang dan juga di negara-
negara lain. Selain itu, iklim investasi (seperti perizinan, pajak, ketenaga-kerjaan, keamanan
berusaha, kepastian hukum, dan konsistensi kebijakan pemerintah) dan kebijakan politik-
ekonomi harus kondusif bagi tumbuh-kembangnya ekonomi kelautan.
Dengan peta jalan pembangunan kelautan seperti di atas, dari saat ini sebagai negara
berpendapatan-menengah bawah (GNP/kapita sebesar 5.000 dolar AS), insha Allah pada
2020 Indonesia akan menjadi negara berpendapatan-menengah atas (GNP/kapita sekitar
10.000 dolar AS), dan pada 2025 menjadi negara maritim yang besar, maju, adil-makmur,
dan berdaulat serta sebagai Poros Maritim Dunia dengan GNP/kapita di atas 14.000 dolar AS.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Geografi bukan sekedar peta, dan konfirmasifisik bukan sekedar data. Memiliki letak
geografi yang strategistidak cukup menjadikan suatu negara berpengaruh, tapi bagaimana
negara tersebut menerjemahkan elemen power ini secara efektif agar berguna dalam
mencapai kepentingan nasional, adalah yang terpenting.
Untuk mencapai cita-cita Poros Maritim Dunia tentu tidak akan mudah. Terutama bagi
Indonesia yang sudah berpuluh tahun berorientasi ke darat, komitmen untuk mengelola
kekayaan maritime dan meningkatkan kekuatan Angkatan Laut pasti akan menemui
tantangan dan hambatan yang kebanyakan diantaranya mungkin sekali muncul dari internal
Indonesia.
Selama ini Indonesia belum pernah mencoba membangun secara komprehensif dan
berkelanjutan ekonomi maritime. Sehingga Indonesia belum pernah menikmati keuntungan
dari maritime, baik dari segi kemakmuran maupun pengaruh di tingkat internasional. Namun
bagi pihak yang meragu, hendaknya dapat secara bijaksana menengok kesuksesan ekonomi
negara-negara maritime besar.
Bagi Indonesia, pengalaman pasang surut sistem ekonomi asing sejak merkantilisme (VOC),
etatisme ala tanam paksa, dan kapitalisme liberalisme, sangat membekas dan meninggalkan
luka-luka dan kerawanan yang sulit dilupakan. Pengalaman pahit getir sistem ekonomi
”asing” yang semuanya menjajah dan menghisap rakyat Indonesia kita tolak melalui
proklamasi Indonesia merdeka. Aturan-aturan main asing yang hanya menguntungkan pihak
asing kita ganti dengan sistem ekonomi kekeluargaan, ”susunan” bangsa Indonesia sendiri.
Daftar Pustaka