Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

WAWASAN KEMARITIMAN
“EKONOMI MARITIM”

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Fitriyani B2C1 23 001
La Ode Ansharudin B2C1 23 008
Narto Asep Deni B2C1 23 013
Nurul Afifah B2C1 23 015
Nofia Safitri B2C1 23 018

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, serta
kekuatan, sehingga Kami selaku penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah
“Ekonomi Maritim” ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasan Kemaritiman tepat
waktu dan tanpa halangan apapun.
Makalah ini menjelaskan tentang pentingnya sektor maritim dalam perekonomian
global dan potensi yang dimilikinya untuk memberikan manfaat ekonomi yang besar. Kami
berharap makalah ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi pembaca dan
memberikan kontribusi positif dalam mengembangkan pemahaman tentang ekonomi
maritim.
Kami mengakui dalam pembuatan makalah ini belum sempurna, masih terdapat
kekurangan baik dari segi penulisan maupun referensi yang diberikan. Untuk itu, kami
berharap, pembaca dapat memakluminya.

Penulis

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………….…. ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………….. iii
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….. 3
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………. 3
Bab II Pembahasan……………………………………………………………………... 4
2.1 Ekonomi Maritim di Indonesia Dikuasai Oleh Asing………………………….. 4
2.2 Industri dan Jasa Maritim………………………………………………………… 5
2.2.1 Penghambat Industri Maritim……………………………………………... 6
2.2.2 Industri Perkapalan………………………………………………………… 7
2.2.3 Industri Perkapalan dan Bioteknologi……………………………………. 8
2.2.4 Industri Pertahanan………………………………………………………… 9
2.2.5 Barang Muatan Kapal Tenggelam………………………………………... 9
2.3 Perikanan………………………………………………………………………….. 10
2.3.1 Ironi Impor Ikan…………………………………………………………….. 12
2.3.2 Krisis Ikan Mengancam……………………………………………………. 14
2.4 Zona Ekonomi Eksklusif………………………………………………………….. 14
2.4.1 ZEE Dalam Keterbatasan SDM dan Infrastruktur………………………. 15
2.4.2 ZEE Tanggung Jawab Bersama………………………………………….. 16
2.5 Sumber Daya Migas dan Mineral……………………………………………….. 16
2.6 Pariwisata Bahari…………………………………………………………………. 17
Bab III Penutup…………………………………………………………………………… 20
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………… 20
Referensi………………………………………………………………………………….. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah
laut seluas 5,8 juta km persegi yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km
persegi dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE) 7 juta km persegi. Selain
itu, terdapat 17.504 pulau di lndonesia dengan garis pantai sepanjang 81.000 km
persegi. Dengan cakupan yang demikian besar dan luas, tentu saja maritim Indonesia
mengandung keanekaragaman alam laut yang potensial, baik hayati dan non hayati.
Sehingga sudah seharusnya sektor kelautan dijadikan sebagai penunjang
perekonomian negara ini. Berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) sumbangan sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) memiliki
peranan strategis. Terutama dibandingkan sektor lain dalam sektor perikanan maupun
PDB nasional.
Pada tahun 2008 saja tercatat PDB pada subsektor perikanan mencapai angka Rp.
136,43 triliun. Nilai ini memberikan kontribusi terhadap PDB kelompok pertanian
menjadi sekitar 19,13 persen atau kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 2,75
persen. Hingga triwulan ke III 2009 PDB perikanan mencapai Rp. 128,8 triliun atau
Memberikan kontribusi 3,36 persen terhadap PDB tanpa migas dan 3,12 persen
terhadap PDB nasional.
Di antaranya, tanaman bahan makanan sebesar Rp. 347,841 triliun, perikanan Rp.
136,435 triliun, tanaman perkebunan Rp. 106,186 triliun, peternakan Rp. 82,835 triliun,
dan kehutanan Rp. 32,942 triliun. Kemudian hingga triwulan III 2009, PDB kelompok
pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan sebesar Rp. 654,664 triliun. Dengan
rincian, tanaman bahan makanan Rp. 331,955 triliun, perikanan Rp. 128,808 triliun,
tanaman perkebunan Rp. 84,936, peternakan Rp. 76,022 triliun, dan kehutanan Rp.
128,808 triliun. Dari jenis sektor dalam kelompok pertanian, perikanan yang memiliki
kenaikan rata-rata tertinggi sejak tahun 2004-2008 sebesar 27,06 persen. Kemudian
sektor tanaman bahan Makanan 20,66 persen, tanaman perkebun 21,22 persen,
peternakan 19,87 persen dan kehutanan 18,81 persen.
Catatan ini, semakin menguatkan anggapan bahwa sektor maritim sangat potensial
dikembangkan sebagai penunjang ekonomi nasional. Tentu saja, sektor kelautan tidak
hanya menghasilkan produk perikanan. Ironis, sebagai negara kepulauan terbesar di
dunia dengan sumber daya alam berlimpah, perekonomian Indonesia malah semakin
terpuruk.

1
Guna menuju langkah ini diperlukan komitrnen yang mengarahkan pemerintah
harus fokus pada perekonomian nasional di bidang maritim. Ini karena Indonesia
memiliki potensi pembangunan ekonomi maritim yang besar dan beragam serta belum
sepenuhnya dikelola. Berbagai sektor dapat dikembangkan dalam upaya memajukan
dan memakmurkan perekonomian negara, mulai dari perikanan tangkap perikanan
budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi maritim,
pertambangan dan energi, pariwisata bahari, angkutan laut, jasa perdagangan, industri
maritim, pembangunan maritim (konstruksi dan rekayasa), benda berharga dan warisan
budaya (cultural heritage), jasa lingkungan konservasi sampai dengan biodiversitasnya.
Konsenterasi pembangunan perekonomian di bidang maritim diharapkan dapat
mengatasi keterbatasan pengembangan ekonomi berbasis daratan dan stagnasi
perhrmbuhan ekonomi. Terlebih, laut Indonesia memiliki potensi besar yang mampu
menghasilkan produk-produk unggulan. Banyak pihak memprediksi, perrmintaan produk
maritim akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk dunia. sehingga,
ekonomi maritime diyakini dapat menjadi unggulan kompetitif dalam memecahkan
persoalan bangsa.
Berdasarkan kajian yang dilakukan Pusat Kajian Sumber Daya pesisir dan Lautan
(PKSPL) IPB dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Puslitbang
Oseanologi LIPI pada tahun 1997- 1998, Incremental Capital Output Ratio (ICOR) untuk
sektor perikanan berkisar antara 2,75-3,95. Ini mengindikasikan subsector tersebut
mempunyai prospek cukup baik bagi investasi. Sementara sektor pariwisata bahari,
merupakan sektor yang paling efisien dan mempunyai resiko paling kecil dalam
penanaman modal dibandingkan dengan sub sektor lain.
Kajian tersebut merekomendasikan tiga hal yang harus dilakukan pemerintah
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional berbasis maritim, yaitu
memperbesar dan memperluas diversifikasi sektor-sektor maritim, memperbanyak
investasi dengan memberikan stimulus pada sektor-sektor yang mempunyai
Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang relatif rendah (perikanan dan pariwisata)
serta meningkatkan efisiensi yang mencakup alokasi usaha optimum berdasarkan jenis
usaha, lokasi dan compatibility antar sektor maritim.
Adapun selama ini kontribusi bidang maritim masih didominasi sektor
pertambangan, diikuti perikanan dan sektor-sektor lain. Hal itu mengindikasikan jika
sektor tersebut dipisah, maka sub bidang yang ada akan memiliki kontribusi signifikan
terhadap pertumbuhan PDB nasional.

2
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini memuat rumusan masalah yaitu bagaimana kondisi ekonomi
maritim di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui kondisi ekonomi
maritim di Indonesia

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ekonomi Maritim di Indonesia Dikuasai Oleh Asing


Salah satu potensi perekonomian maritim terbesar yang dimiliki Indonesia adalah
sumber minyak bumi dan gas. Sayangnya Indonesia belum bisa memanfaatkannya
secara maksimal. Ironisnya, sebagian besar sumber-sumber, energi tidak terbaharukan
ini kuasai pihak asing.
Padahal sangat jelas, Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyebut "Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" . Alih-alih memakmurkan rakyat, membayar
hutang negara pun tidak mampu.
Sikap pemerintah yang berpihak pada kepentingan perusahaan asing terlihat dari
beberapa kebijakannya. Pertama, Pertamina sejak Mei 2008 telah lima kali meminta
kepada pemerintah agar blok West Madura sepenuhnya dikelola BUMN. Sayang,
hingga kini pemerintah belum mengabulkan permintaan tersebut. Di sisi lain proses
pengalihan saharn dari Kodeco dan CNOOC ke PT Sinergindo Citra Harapan (SCH)
dan Pure Link Investment Ltd (PLI) hanya berlangsung dalam beberapa hari saja. Itupun
tanpa tender yang transparan.
Kedua porsi saham Pertamina di West Madura adalah yang paling besar. Namun
pada kenyataannya yang menjadi pengelola adalah Kodeco dengan kemampuan
produksi hanya berada pada level 13-14 ribu bph. Di sisi lain, Pertamina menyatakan
sanggup menyedot minyak di ladang itu hingga 30 ribu barel per hari.
Ketiga, potensi cadangan blok tersebut menurut Federasi Serikat Pekerja
Pertamina Bersatu (FSPPB) cukup besar, yakni 22,22 juta barel minyak dan gas
sebesar 219,8 BCFG. Jika diasumsikan harga minyak mentah 100 dolar AS per barrel
dan gas 4 dolar AS per MMbtu, maka nilai potensi migas blok tersebut dapat mencapai
Rp. 28 triliun.
Jika blok tersebut dapat diproduksi 30 ribu barel migas perhari, cadangan tersebut
baru habis selama enam tahun. Setelah dipotong cost recoaery 10 dolar AS perbarel,
kekayaan yang dapat diraup sekitar Rp. 4 triliun pertahun. Menyerahkan pengelolaan
kepada Kodeco, Pertamina sebagai BUMN tidak mendapat keuntungan sebagai
operator.
Inilah ironi negara yang kaya migas namun pengelolaannya justru didominasi pihak
asing. Padahal Pertamina sebagai satu-satunya BUMN di bidang migas memiliki
kemampuan yang tak kalah hebatnya dibanding perusahaan asing. Kondisi ini terjadi
karena terpasung regulasi yang kapitalistis, khususnya UU Migas No 22/2001,

4
Pertamina disejajarkan dengan perusahaan-perusahan swasta termasuk asing. Dalam
praktiknya bahkan cenderung dianaktirikan. Walhasil kekayaan negara ini tidak dapat
dikuasai dan dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan rakyat.
Dari aspek sumber daya alam, Indonesia merupakan negara kaya. Tanah subur
kaya mineral, lautan kaya ikan, berbagai barang tambang strategis, minyak dan gas
tertimbun di perut bumi Indonesia. Namun jika dicermati satu-persatu intervensi dan
penguasaan oleh asing masih begitu besar dalam pemanfaatan sumberdaya alat
tersebut.
Berdasarkan data Indonesia Energy Statistic 2009, yang dikeluarkan Kementerian
ESDM, total cadangan minyak Indonesia mencapai 7,998 MMSTB (million standard
tanker barrel). Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil minyak
terbesar ke-29 di dunia. Sementara cadangan gas mencapai 159,63 TSCF (triliun
standard cubic feet) atau terbesar ke-11 dunia.
Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ke-15 dunia. Per 2009
cadangan batubara mencapai 126 miliar ton. Indonesia juga kaya dengan energy panas
bumi (geotermal) yang tersebar di berbagai penjuru nusantara, potensinya mencapai
28,1 GW. Barang tambang seperti nikel, emas, perak, timah, tembaga danbiji besi juga
jumlahnya sangat melimpah. Bahkan Indonesia diketahui memiliki kualitas nikel terbaik
di dunia. Namun, kekayaan alam tersebut justru lebih banyak dinikmati negara lain
ketimbang penduduk Indonesia.

2.2 Industri dan Jasa Maritim


Sebagai negara maritim terbesar di dunia sudah seharusnya Indonesia menjadi
bangsa yang makmur dan disegani. Namun, kenyataannya dengan potensi sumber
daya alam yang berlimpah, negara ini seakan tak berdaya. Apalagi di bidang industri
maritim, roda perekonomian Indonesia lumpuh terpenjara oleh kepentingan asing. Luas
laut Indonesia y.ang mencapai 5,8 juta km persegi, terdiri dari 0,3 juta km persegi
perairan teritorial, 2,8 juta km persegi perairan pedalaman dan kepulauan 2,7 juta km
persegi Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), serta dikelilingi lebih dari 77.504 pulau,
menyimpan kekayaan yang luar biasa. Jika dikelola dengan baik, potensi kelautan
Indonesia diperkirakan dapat memberikan penghasilan lebih dari 100 miliar dolar AS per
tahun. Namun yang dikembangkan kurang dari 10 persen.
Melihat besarnya potensi laut nusantara, sudah seharusnya Indonesia
mempunyai infrastruktur maritim kuat, seperti, pelabuhan yang lengkap dan modern;
sumber daya manusia (SDM) di bidang maritime yang berkualitas; serta kapal berkelas,
mulai untuk jasa pengangkutan manusia, barang, migas, kapal penangkap ikan sampai
dengan armada TNI Angkatan Laut (AL).

5
Namun kondisi ideal tersebut sulit tercapai. Hai ini terjadi karena industri maritim
Indonesia tidak dikelola dengan benar. Sehingga tak satu pun negara yang segan dan
menghormati Indonesia sebagai bangsa maritim. Negara asing menempatkan bangsa
Indonesia sebagai pasar produk mereka. Ironisnya, pemerintah hanya berdiam diri
tanpa melakukan langkah perbaikan.
Padahal, kedepan industri kelautan Indonesia akan semakin strategis, seiring
dengan pergeseran pusat ekonomi dunia dari bagian Atlantik ke Asia-Pasifik. Hal ini
terlihat 70 persen perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia-Pasifik. Secara
detail 75 Persen produk dan komoditas yang diperdagangkan dikirim melalui laut
Indonesia dengan nilai sekitar 300 triliun dolar AS per tahun.
Selama ini sudah menjadi rahasia umum bila industri dan jasa maritim Indonesia
berada di bawah kendali Singapura. Lihat saia sebagian kapal yang berlayar
menghubungkan antar pulau sebagian besar menggunakan bendera negeri The Red
Dof, khususnya kapal yang memuat barang-barang terkait dengan berbagai macam
industri.
Sebagai contoh industri perkapalan yang bertebaran di beberapa tempat di
Kepulauan Riau, khususnya di pulau Batam dan beberapa pulau sekitarnya, termasuk
pulau Karimun. Di sana terdapat investasi bidang perkapalan dan mayoritas pelakunya
berasal dari negeri yang sangat takut terhadap KKO/Marinir Indonesia.

2.2.1 Penghambat Industri Maritim


Di sisi lain, banyak faktor yang menghambat pembangunan industri maritim
nasional. Pertama, sistem finansial. Kebijakan sektor perbankan atau lembaga
keuangan di Indonesia yang sebagian besar keuntungannya diperoleh dari penempatan
dana di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), untuk pembiayaan industri maritim sangat tidak
mendukung. Ini karena bunga pinjaman sangat tinggi. Berkisar antara 11-12 persen per
tahun dengan 100 persen kolateral (senilai pinjaman).
Bandingkan dengan sistem perbankan Singapura yang hanya mengenakan bunga
dua persen + LIBOR dua persen (total sekitar 4 persen) per tahun. Equity-nya hanya 25
persen sudah bias mendapatkan pinjaman tanpa kolateral terpisah. Sebagai contoh
bagi pengusaha kapal, kapal yang dibelinya bisa menjadi jaminan. Tidak heran, jika
pengusaha nasional kesulitan mencari pembiayaan untuk membeli kapal, baik baru
maupun bekas melalui sistem perbankan Indonesia.
Kedua, sesuai dengan Kepmenkeu No 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan
Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu, bahwa sektor
perkapalan mendapat pembebasan pajak. Namun, semua pembebasan pajak itu

6
kembali harus dibayar jika melanggar Pasal 16, tentang Pajak Pertambahan Nilai yang
terhutang pada impor atau pada saat perolehan Barang Kena Pajak Tertentu disetor kas
Negara apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor digunakan tidak sesuai
dengan tujuan semula atau dipindahtangankan.

2.2.2 Industri Perkapalan


Indonesia dengan perairan yang luas, membutuhkan sarana transportasi kapal
yang mampu menjangkau pulau pulau yang jumlahnya mencapai lebih dari 17.504
pulau. Tidak heran jika kebutuhan industri perkapalan setiap tahun terus meningkat.
Sebagai negara kepulauan, sudah seharusnya Indonesia mengembangkan industri
perkapalan nasional. Kebijakan ini didukung dengan adanya Inpres No 5/2005 yang
intinya bahwa seluruh angkutan laut dalam negeri harus diangkut kapal berbendera
Indonesia. Industri perkapalan merupakan industri padat karya dan padat modal yang
memiliki daya saing tinggi.
Pengembangan industri perkapalan di indonesia terdapat kendala yang terjadi
seperti:
1. Faktor kebijakan moneter dan fiskal, masih sulitnya akses dana perbankan dan
tingginya bunga menjadi beban para pelaku usaha.
2. Industri kapal juga diharuskan membayar pajak dua kali lipat.
Dalam pengembangan jasa maritim hendaknya diarahkan untuk meraih empat
tujuan secara seimbang, yakni:
1. Pertumbuhan ekonomi tinggi secara berkelanjutan dengan industri dan jasa maritim
sebagai salah satu penggerak utama (prime mover)
2. Peningkatan kesejahteraan seluruh pelaku usaha, khususnya para pemangku
kepentingan yang terkait industri dan jasa maritim
3. Terpeliharanya kelestarian lingkungan dan sumberdaya maritim
4. Menjadikan industri dan jasa maritim sebagai salah satu modal bagi pembangunan
maritim nasional.
Pemerintah berupaya mendorong agar industri galangan kapal nasional dapat
menikmati pasar di dalam negeri yang terus berkembang. Terlebih lagi, adanya
kebijakan asas cabotage sebenarnya memberi peluang bagi pelaku industri untuk
meningkatkan produksi. Seperti yang diketahui, pada Agustus 2010 empat galangan
kapal nasional mendapat kepercayaan untuk membangun lima unit kapal baru milik
Pertamina senilai 87,38 juta dolar AS. Kelima kapal baru yang dikerjakan di galangan
PT PAL Indonesia, PT DPS, PT DRU dan PT Dumas Tanjung Perak tersebut,
masing-masing, berukuran 3.500 Long Ton Dead Weight (LTDW), 6.500 LTDW, dan
17.500 LTDW.

7
2.2.3 Industri Perikanan dan Bioteknologi
Industri perikanan dan bioteknologi diperkirakan memiliki nilai ekonomi sebesar 82
miliar dolar AS per tahun. Namun karena pemerintah belum serius menggarap sub
sektor ini (berdasarkan kajian PKSPL IPB; 2006), Indonesia diperkirakan kehilangan
potensi pendapatan dari produk produk bioteknologi maritim sekitar 1 miliar dolar AS per
tahun. Hal ini disebabkan karena lemahnya aplikasi bioteknologi maritim serta jarangnya
pengusaha yang terjun ke sektor tersebut. Padahal berdasarkan inventarisasi Divisi
Bioteknologi Kelautan PKSPL IPB, terdapat 35.000 biota laut, sehingga Indonesia
mempunyai potensi pendapatan miliaran dolar per tahun dari produk produk
bioteknologi.
Negara negara maju yang memiliki sumberdaya maritim terbatas, seperti produk
bioteknologi maritim Amerika Serikat, mereka mendapat pendapatan hingga 4,6 miliar
dolar AS, sedangkan Inggris meraup keuntungan dari sektor ini sekitar 2,3 miliar dolar
AS. Pemanfaatan industri perikanan dan bioteknologi ini meliputi industri makanan dan
minuman, farmasi, kosmetika dan bio-energi. Semua bisa disediakan Indonesia dengan
sumber daya alam yang ada. Adapun produk produk yang bisa dihasilkan dari hasil
rekayasa biota laut antara lain makanan, tablet, salep, suspensi, pasta gigi, cat, tekstil,
perekat, karet, film, pelembab, shampo, lotion dan produk wet look.
Namun, di sisi lain masih ada saja pemanfaatan yang kurang maksimal contohnya:
pemanfaatan kurang maksimal yang dilakukan Indonesia adalah rumput laut. Padahal
rumput laut selain sebagai bahan makanan, juga dapat diolah menjadi lebih dari 500
produk komersil. Sayangnya, Nilai ekspor rumput laut Filipina bisa men capai 700 juta
dolar AS, sementara Indonesia hanya 45 juta dolar AS saja. Padahal 65 persen bahan
mentah mereka diimpor dari Indonesia termasuk dari Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah
dan Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dicerna bahwa Indonesia kurang kuat dalam industri
end product maritim karena dukungan teknologi serta formulasi yang tertinggal.
Indonesia hanya mampu memanfaatkan potensi maritim sebatas bahan baku. Hal ini
juga disebabkan tidak padunya strategi pengelolaan produk. Misalnya, sebagian besar
kawasan potensi rumput laut ada di Indonesia Timur, namun pabrik pabriknya justru
masih berpusat di Bekasi, Jakarta, Tangerang dan Surabaya.
Di bidang perikanan juga banyak aspek yang bisa digali lebih lanjut. Konsumsi ikan
rata-rata orang Indonesia juga masih berkisar di 2 kilogram per orang per tahun (2002).
Bandingkan dengan Jepang dengan rata-rata konsumsi di atas 100 kilogram per orang
per tahun. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, dalam “Jamil”
(2004) pernah memprediksi potensi perikanan Indonesia adalah 32 miliar dolar AS per
tahun. Sementara hingga 2000, realisasi ekspor hanya 1,76 miliar dolar AS. Daniel
Mohammad Rosyid, dari Institut Teknologi Surabaya (ITS), menggambarkan potensi

8
tuna Indonesia mencapai 25 persen dari total produksi dunia yang mencapai 500.000
ton setahun atau setara 160.000 ton per tahun. Namun realisasi yang ada justru baru
ribuan ton saja. Belum lagi praktik illegal fishing ribuan kapal telah merugikan Indonesia
triliunan rupiah setiap tahun dan pemanfaatan tambak yang jauh dari efektif.
Hal ini menggambarkan masih besarnya peluang pengembangan usaha sekaligus
memaparkan betapa Indonesia telah kehilangan miliaran dolar AS setiap tahun akibat
pengelolaan yang belum optimal, yang harusnya bisa berkontribusi aktif membayar
hutang negara dari industri pengolahan ikan, kurangnya bahan baku menjadi penyebab
tidak berkembangnya industri ini. Utilitas pabrik yang rata-rata hanya 45 persen.
Menjadi masalah karena banyak hasil tangkapan ikan yang langsung diekspor ke luar
negeri, terutama ke Thailand dan Jepang.

2.2.4 Industri Pertahanan


Sebagai negara yang disatukan lautan, Indonesia tidak hanya harus bisa menjaga
kedaulatan, tetapi juga melindungi seluruh kekayaan alam yang dimilikinya. Connie
Rahakundini Bakrie, Analis Pertahanan Maritim melihat banyak sumber daya alam yang
dimiliki Indonesia bisa dimanfaatkan. Seperti yang dilakukan negara Taiwan. Mereka
membangun industri baja, di sebelahnya dibangun pabrik kapal. Ini strategis karena
kapal kapal besar yang mereka bangun sewaktu waktu bisa menjadi kapal perang.
Dalam tiga menit, mereka mampu membuat satu lempengan baja. Taiwan tercatat
sebagai pembuat baja tercepat di dunia. Mereka bisa dengan mudah mendistribusikan
baja ke pabrik pembuatan kapal yang ada di sebelahnya. Mereka mengekspor kapal
kapal besar ke luar negeri dengan proses pembuatan hanya butuh waktu 10 minggu.
Sehingga Connie menilai industri baja sebagai national security, dasar dari
pembangunan industri militer

2.2.5 Barang Muatan Kapal Tenggelam


Geografis Indonesia yang strategis yakni di antara dua benua, Asia dan Australia,
dan di antara dua samudra Hindia dan Pasifik menjadikan wilayah perairan Indonesia
sejak dahulu kala sebagai jalur lalu lintas pelayaran internasional yang ramai yang
menghubungkan negara-negara di wilayah Eropa, Afrika, Timur tengah, Asia Selatan
dan Asia Timur.
Tidak mengherankan wilayah perairan Indonesia dikenal sebagai salah satu
wilayah perairan yang dipenuhi ratusan hingga ribuan kapal karam, terutama di jalur
pelintasan dan sekitar pusat-pusat perdagangan. Di antara kapal-kapal karam tersebut
diperkirakan membawa benda-benda artefak berupa keramik, logam mulia (emas,
perak, dan perunggu), batuan berharga dan benda lainnya yang diperkirakan memiliki

9
nilai tinggi, sehingga banyak terjadi pencurian dan penjualan benda-benda asal kapal
tenggelam secara ilegal.
Selain itu, perlu adanya sanksi bagi perusahaan perusahaan yang tidak
berkomitmen terhadap pemeliharaan warisan budaya dengan mengedepankan
kepentingan ekonomi. Sekjen PANNAS BMKT, Sudirman Saad mengatakan sesuai
Keputusan Presiden Nomor 19/2007 tentang Panitia Nasional, Pengangkatan dan
Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (PANNAS BMKT),
disebutkan bahwa salah satu tugas PANNAS BMKT adalah menyelenggarakan
koordinasi kegiatan pemantauan, pengawasan, dan pengendalian atas proses survei,
pengangkatan dan pemanfaatan BMKT.
Khusus untuk menjaga keamanan laut Republik Indonesia, pemerintah telah
membentuk Badan Koordinasi Keamanan Laut yang anggotanya lintas sektor di bidang
keamanan laut seperti, TNI AL, Polisi Perairan, Kementerian Perhubungan,
dan.Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pengamanan di laut sendiri, Sudirman Saad
mengakui masih sangat terkendala dengan sarana dan prasarana pendukung yang
tidak seimbang antara luas laut dan jumlah armada untuk pengawasan di laut,
khususnya BMKT. Sehingga perlu dioptimalkan pengawasan yang melibatkan
masyarakat, khususnya nelayan.

2.3 Perikanan

10
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaporkan, jumlah produksi ikan
telah mencapai 18.45 juta ton sejak kuartal I-III/2022. Angkanya sudah mencapai
68,11% dari target produksi ikan sepanjang tahun ini yang sebesar 27,09 ton.
Berdasarkan jenis usahanya, produksi rumput laut menjadi penyumbang produksi
perikanan terbesar di Indonesia, yakni 6,9 juta ton hingga kuartal III/2022. Jumlah
tersebut didorong oleh adanya peningkatan produksi di Sulawesi Selatan, Maluku, dan
Jawa Timur. Meningkatnya produksi rumput laut salah satunya disebabkan oleh kondisi
iklim yang baik serta pembaruan bibit rumput laut hasil kultur jaringan. Ini didukung pula
oleh peningkatan harga rumput laut pada akhir semester I/2022. Lebih lanjut, produksi
ikan dari hasil perairan budi daya sebesar 5,57 juta ton. Kemudian, produksi ikan dari
hasil tangkap laut sebanyak 5,54 juta ton. Sedangkan, jumlah produksi ikan dari
penangkapan di perairan umum daratan sebanyak 0,43 juta ton. Adapun, peningkatan
produksi perikanan tangkap dialami oleh komoditas cumi-cumi dan ikan tongkol.
Sementara, kenaikan produksi ikan tawar didominasi oleh lele dan nila. (Widi, 2022).
Sementara itu, terkait eksportir hasil perikanan ditunjukan data oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) membuktikan tahun 2022 sebagai momentum akselerasi
dimana KKP mencatat peningkatan nilai ekspor perikanan 10,66% pada periode Januari
- November 2022 dibanding periode yang sama tahun lalu. Adapun nilai ekspor
perikanan periode Januari-November 2022 mencapai USD5,71 miliar. Sementara nilai
impor di periode yang sama hanya USD0,64 miliar. Komoditas-komoditas ini dikirim ke
negara tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat senilai USD2,15 miliar (37,63%),
Tiongkok USD1,02 miliar (17,90%), Jepang USD678,13 juta (11,89%), Asean
USD651,66 juta (11,42%) serta 27 negara Uni Eropa senilai USD357,12 juta (6,26%).
(KKP, 2022).
Meskipun nilai produksi perikanan mengalami peningkatan termasuk jumlah
ekspornya, nyatanya sektor perikanan menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
bahwa nilai kontribusinya almost nothing alias kecil dalam menyumbang PNBP
(Penerimaan Negara Bukan Pajak) kepada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara). Menurutnya, 62 persen wilayah Indonesia berupa laut, tetapi kontribusi
ekonomi produk domestik bruto sektor kelautan dan perikanan berdasarkan data tahun
2021 hanya 2,8 persen. Untuk itu, diperlukan pembenahan sistem perikanan Indonesia
salah satunya melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh KKP. (Sugandhi, 2022).
Kebijakan KKP akan sangat memengaruhi kinerja PDB perikanan, termasuk
komponen produksi dan investasi. Salah satu kebijakan yang baru saja diluncurkan
yaitu mengenai penangkapan ikan terukur. Dalam PP No. 11 Tahun 2023, dijelaskan
bahwa Zona Penangkapan Ikan Terukur meliputi 2 (dua) hal, yakni Wilayah Pengelolan
Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) di perairan laut dan laut lepas.

11
WPPNRI merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan dan
pembudidayaan ikan yang meliputi: (1) Perairan Indonesia; (2) Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) Indonesia; (3) Sungai; (4) Danau; (5) Waduk; (6) Rawa; dan (6) Genangan air
lainnya yang potensial untuk diusahakan di wilayah Negara Republik Indonesia.
Selain telah ditetapkannya Zona Penangkapan Ikan Terukur, PP No 11 Tahun 2023
turut mengatur mengenai Kuota Penangkapan Ikan pada Zona Penangkapan Ikan
Terukur di mana kuota tersebut dihitung berdasarkan potensi sumber daya ikan yang
tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dengan mempertimbangkan tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan. Dengan telah diundangkannya PP 11/2023, diharapkan
kelestarian sumber daya ikan tetap terjaga dan dapat memberikan kesejahteraan
nelayan, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah
dan daya saing hasil perikanan, kepastian berusaha, kontribusi bagi dunia usaha, serta
bagi negara. (JDIH, 2023).
Pada saat konferensi internasional United Nation Oceans Conference (UNOC)
2022 di Lisbon, Portugal, langkah Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk
mempromosikan program penangkapan ikan terukur berbasis kuota rupanya menarik
perhatian para investor. Diduga, kebijakan terkait penangkapan ikan terukur akan
memberikan dampak multiplier effect positif. Mulai dari tumbuhnya beragam usaha baru
yang berimbas pada penyerapan tenaga kerja, hingga meratanya pertumbuhan
ekonomi di berbagai daerah Indonesia dan tidak berpusat di Pulau Jawa. Selain itu,
para investor di subsektor perikanan tangkap diharuskan mempekerjakan nelayan lokal
atau memanfaatkan sumber daya manusia dari dalam negeri. Sehingga para nelayan
juga diharapkan mendapatkan ilmu baru dengan menjadi awak kapal perikanan di
sektor industri. Direncanankan para Investor nantinya akan memanfaatkan kuota
penangkapan ikan di empat zona penangkapan ikan untuk industri. Titik lokasinya di
Laut Natuna Utara pada zona 2, Laut Aru, Arafura dan Laut Timor pada zona 3, serta
Samudera Hindia pada zona 5. (KKP, 2022).

2.3.1 Ironi Impor Ikan


Di tengah upaya membangun industrialisasi perikanan dalam negeri. Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) iustru tidak bisa membendung masuknya ikan impor.
Indonesia sebagai negara maritim tercatat masih banyak mengimpor ikan dari
beberapa negara. Pada Januari 2023 terjadi lonjakan impor ikan yang kenaikannya
cukup pesat. Mengutip data impor komoditas pangan tertentu dari Badan Pusat Statistik
(BPS), impor ikan pada awal tahun ini sebanyak 18,53 juta kilogram (kg) dengan nilai
US$ 30,40 juta atau setara Rp 461,32 miliar (kurs Rp 15.175). Kapasitas impor itu naik
219,95% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Jika

12
dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month to month/mtm), impor ikan naik 2,71%.
Saat itu impor ikan pada Desember 2022 sebanyak 18,04 juta kg. Ikan impor paling
banyak didatangkan Indonesia dari China yakni 13,06 juta kg atau naik 380,57% (yoy)
dan 44,32% mtm. Lalu ada dari Norwegia sebanyak 1,74 juta kg atau naik 80,63% mtm
karena pada Januari 2022 tidak ada catatan impor ikan dari negara itu. Urutan
berikutnya adalah Amerika Serikat (AS) yang impor ikan sebanyak 543.804 kg pada
Januari 2023. Kapasitas itu naik 1.099,13% yoy dan naik 285,44% mtm. Impor ikan
sisanya dari Rusia sebanyak 482.270 kg atau naik 94,62% dibandingkan bulan
sebelumnya, serta Australia sebesar 154.546 kg atau turun 25,92% dan 66,83% baik
secara tahunan maupun bulanan. (Rachman, 2023).
Indonesia terkenal dengan wilayah perairannya yang begitu luas namun nyatanya
masih mengandalkan supply dari negara lain. Menurut Wakil Ketua Umum Kelautan dan
Perikanan Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Yugi Prayanto yang dikutip melalui
situs web cnbcindonesia.com, mengatakan keputusan impor ikan disebabkan
kebutuhan yang mendesak. Kerugian yang dirasa bisa menjadi lebih besar bagi industri
olahan ikan jika tak memilih impor. Selain itu, terdapat beberapa alasan yang membuat
pemerintah memberikan persyaratan impor perikanan. Ketentuan itu diatur dalam
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan 58/2018 tentang Rekomendasi Pemasukan
Hasil Perikanan Selain Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri. Pada pasal
4 permen 58/2018, disebutkan bahwa pemasukan hasil perikanan selain sebagai bahan
baku dan bahan penolong industri digunakan untuk pemindangan; umpan; konsumsi
hotel, restoran, dan katering; pasar modern; bahan pengayaan makanan; atau bahan
produk olahan berbasis daging lumatan. (Siregar, 2020).
Namun di luar urusan regulasi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pasokan
ikan dalam negeri. Misalnya, faktor jumlah, ukuran, dan alat tangkap dari kapal operasi
yang menjadi sumber produksi. Selain itu ada perhitungan dari kondisi musim, apakah
sudah musim ikan atau belum. Disamping itu, ketersediaan cold storage sebagai tempat
penyimpanan, ketersediaan sarpras logistik dan distribusi masih kurang memadai.
Faktor yang berkaitan dengan sarana dan prasarana seperti yang telah disebutkan
merupakan komponen yang saling berkaitan. (Siregar, 2020).
Selanjutnya, berkaitan dengan industrialisasi, membangun gudang ikan,
sebagaimana diusulkan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), di sentra-sentra
perikanan tangkap, khususnya di Indonesia Timur, ada dua perspektif industrialisasi
perikanan. Pertama, industrialisasi perikanan dalam arti sempit yakni membangun
pabrik-pabrik pengolahan ikan, yang tuiuannya meningkatkan produksi ikan olahan, baik
untuk pasar domestik maupun ekspor. Hal terpenting adalah pertumbuhan produksi
teriadi, siapapun pelakunya dan dari manapun sumber bahan bakunya. Perspektif ini

13
mirip gaya foot-loose industry yang menjadi ciri industrialisasi di Indonesia selama iri.
Kedua, industrialisasi perikanan dalam arti luas, yakni transformasi ke arah perikanan
yang benilai tambah. Tujuannya meningkatkan nilai tambah produksi perikanan lokal
yang dinikmati para pelaku usaha kecil dan menengah. Terpenting adalah transformasi
pelaku di hulu ataupun hilir sehingga nelayan dan pembudidaya ikan juga menjadi
bagian penting dalam proses ini. Karena itu, industrialisasi tak sekadar membangun
pabrik, tetapi lebih pada terciptanya sistem yang menjamin meningkatnya mutu produk
perikanan nelayan dan pembudidaya ikan yang bernilai rambah, berkelanjutan, dan
menyejahterakan. Sehingga industri tak semata teknologl tetapi orientasi nilai budaya
baru. Perspektif ini mirip resources-based industry. Di mana industri terkait dengan
sumber daya lokal secara mendalam yang menjamin keberlanjutan produksi. Namun,
langkah ini terhambat oleh masalah teknis seperti stok ikan dan pasokan listrik, beban
transportasi, serta melambungnya harga pakan. (Paonganang, 2012).

2.3.2 Krisis Ikan Mengancam


Krisis ikan bisa saja terjadi di Indonesia meskipun tergolong sebagai negara
maritim yang memiliki potensi perikanan yang cukup banyak. Kondisi tersebut dapat
disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya menjaga
ekosistem laut dalam menangkap ikan. Nelayan sering menangkap ikan berukuran kecil
sehingga ikan tidak bisa berkembang biak dan lama kelamaan jumlahnya terus
berkurang. Harapan kedepannya para nelayan maupun pengusaha disektor perikanan
dapat lebih memahami pentingnya menjaga keletarian komoditas perikanan.
Peran pemerintah juga diperlukan untuk menjaga terpenuhinya kebutuhan ikan di
dalam negeri. Diperlukan pemetaan produksi dan pemasaran produk nasional, selain
menata distribusi produk perikanan antar pulau dan menyediakan infrastruktur
perdagangan produk ikan antar pulau. Pemerintah juga perlu memperkuat nelayan dan
pengusaha perikanan agar mereka melebarkan wilayah tangkapannya ke wilayah zona
ekonorni eksklusif indonesia dan laut lepas. Selain itu, ada jaminan pemasaran produk
perikanan ke luar negeri hanya apabila produksi dan pasokan di dalam negeri
mencukupi kebutuhan nasional.

2.4 Zona Ekonomi Eksklusif


Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia adalah daerah di luar laut teritorial Indonesia
sebagaimana ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No. 4/1960 tentang perairan
Indonesia, cakupan yang meluas sampai 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar
Laut Teritorial Indoensia di ukur.

14
Di Zona Ekonomi Ekslusif, Indonesia memberlakukan hak berdaulat untuk tujuan
eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan pelestarian hidup dan sumber daya alam
yang tidak hidup dari tanah dan sub dasar laut dan perairan dan hak-hak kedaulatan
berkenaan dengan kegiatan lain untuk eksplorasi ekonomi dan eksploitasi zona, seperti
produksi energi dari arus air, dan angina, dan dari segi yuridis yaitu pembentukan dan
penggunaan buatan, instalasi pulau dan struktur, penelitian ilmiah kelautan, pelestarian
lingkungan laut, dan hak-hak lain berdasarkan hukum Internasional.
Konsep ZEE mampu memberikan berbagai keuntungan. Misalnya, jika ZEE mampu
diterapkan dengan baik maka keuntungan ekonomi akan mengikutinya karena sumber
daya perikanan lainnya di daerah tersebut sangat melimpah. Selain itu, keuntungan
politis juga dapat diperoleh pemerintah Indonesia, misalnya hasil exercise penetapan
garis batas ZEE di selat Malaka dapat digunakan sebagai dokumen teknis dalam
perundingan batas ZEE di selat Malaka dan apabila hasil penetapan dipakai sebagai
klaim unilateral garis batas ZEE Indonesia di selat Malaka maka dapat dipakai sebagai
batas operasional kapal-kapal TNI AL dalam penegakan hak berdaulat NKRI di selat
Malaka.
Penetapan universal wilayah ZEE seluas 200 mil akan memberikan 36 persen dari
seluruh total area laut. Didalam area 200 mil yang diberikan menampilkan sekitar 90
persen dari seluruh simpanan ikan komersial, 87 persen dari simpanan minyak dunia,
dan 10 persen simpanan mangan.

2.4.1 ZEE Dalam Keterbatasan SDM dan Infrastruktur


Konsep ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya
berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk
memperluas batas yurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada
persiapan UNCLOS III. Namun dalam pengembangannya tidak begitu maksimal, karena
keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), Infrastruktur dan Iptek yang dianggap
sebagai factor utama, sehingga dengan mudahnya negara-negara yang berbatasan
langsung dengan Indonesia masuk ke wilayah kedaulatan Indonesia secara bebas.
Pemerintah Indonesia harus melihat bahwa pembangunan kelautan adalah satu
kesatuan dengan pembangunan negara. SDM, Infrastruktur, dan iptek yang ada harus
dikembangkan dan dibuat lebih efektif dengan master plan jangka panjang yang jelas.
Penggunaan teknologi yang maju dan canggih dan data satelit yang bisa diakses akan
dapat memudahkan penentuan batas-batas yang akurat.
Indonesia harus berkomitmen dalam pengembangan kelautan yang merupakan
bagian penting dalam pembangunan negara secara keseluruhan. Komitmen
berinvestasi tidak hanya diartikan dalam pengalokasian dana, tetapi juga dalam

15
peningkatan SDM dan Infrastruktur yang didukung Iptek yang maju serta dari segi
peraturan perundang-undangan dan penetapan garis batas yang jelas.

2.4.2 ZEE Tanggung Jawab Bersama


Sumber daya alam hayati dan non hayati yang terdapat di ZEE Indonesia adalah
modal dan milik bersama Bangsa Indonesia sesuai dengan wawasan Nusantara.
Pengelolaan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) harus mendapat penanganan serius dari
semua pihak yang terkait, Kementerian dan Lembaga yang memang dipercaya harus
berperan aktif untuk mengembangkan ZEE dan menjadikan kekayaan laut Indonesia
bisa bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Konsep ZEE tak hanya menjadi tugas Kementerian Kelautan dan Perikanan, tetapi
mejadi tugas bersama. Bicara ZEE, bukan berarti bicara Kementerian Kelautan dan
Perikanan, melainkan semua lembaga baik kementerian maupun lembaga lain terkait
dan semua memiliki peranan penting.

2.5 Sumber Daya Migas dan Mineral


Hasil penelitian Richardson pada 2008 menunjukkan bahwa sekitar 70 persen
produksi minyak dan gas bumi berasal dari kawasan pesisir dan lautan. Dari 60
cekungan yang potensial mengandung migas, 40 cekungan terdapat di lepas pantai, 14
di pesisir, dan hanya enam di daratan. Potensi cadangan minyak buminya 11,3 miliar
barel dan gas 101,7 triliun kaki kubik. Belum lama ini, ditemukan jenis energi baru
pengganti BBM berupa gas hidrat dan biogenik di lepas pantai barat Sumatera Selatan,
Jawa Barat, dan bagian utara Selat Makassar, dengan potensi melebihi seluruh potensi
migas.
Dari hasil penelitian BPPT (1998) dari 60 cekungan minyak yang terkandung dalam
alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40
cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti sebagian,
sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi
menghasilkan 106,2 miliar barel setara minyak, namun baru 16,7 miliar barel yang
diketahui dengan pasti, 7,5 miliar barel di antaranya sudah dieksploitasi.
Sisanya sebesar 89,5 miliar barel berupa kekayaan yang belum terjamah.
Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3 miliar barel terkandung di
lepas pantai, dan lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 miliar barel terdapat di laut
dalam. Sementara itu untuk sumberdaya gas bumi, cadangan yang dimiliki Indonesia
sampai dengan 1998 mencapai 136,5 Triliun Kaki Kubik (TKK). Cadangan ini
mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 1955 yang hanya sebesar 123,6 Triliun
Kaki Kubik. Sedangkan potensi kekayaan tambang dasar laut seperti aluminium,

16
mangan, tembaga, zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium, vanadium, dan lain
sebagainya yang sampai sekarang belum teridentifikasi dengan baik masih diperlukan
teknologi yang maju untuk mengembangkan potensi tersebut.
Indonesia dapat memanfaatkan potensi laut sebagai sumber energi listrik yaitu,
melalui teknologi panas laut, pasang surut, arus laut, angin, gelombang laut serta
bioenergi dari ganggang laut. California Energy Commision, misalnya, memperkirakan
jumlah tenaga ombak pecah di dunia dapat menghasilkan 2-3 juta megawatt energi,
dimana pada lokasi yang tepat, ombak bisa membangkitkan energi sekitar 65 megawatt
per mil panjang pesisir.
Laut juga menyimpan kandungan bahan tambang dan mineral yang bernilai
ekonomi tinggi. Sama halnya di daratan, potensi mineral dan tambang terbagi atas tiga
kelas sesuai standar indonesia, yaitu A, B, dan C. Yang membedakan adalah masalah
teknis eksploitasi dan penambangannya.

2.6 Pariwisata Bahari


Pembangunan pariwisata bahari pada hakikatnya adalah upaya mengembangkan
dan memanfaatkan obyek serta daya tarik wisata bahari di kawasan pesisir dan lautan
Indonesia.

Kawasan Wisata Bahari Indonesia


Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) baru mempetakan 12
kawasan kepulauan di seluruh wilayah Indonesia sebagai destinasi bahari unggulan,
termasuk kepulauan Wakatobi dan Derawan. Keduabelas pulau ini masuk dalam
rencana pengembangan induk (blueprint) wisata bahari pemerintah.
1. Kepulauan Padaido, Biak, Papua
Kawasan wisata bahari ini sangat ideal untuk kegiatan diving, wisata cruise. Program
pengembangan wisata bahari di kepulauan Padaido, antara lain diversifikasi kegiatan
nelayan dengan pengembangan wisata memancing menggunakan perahu tradisional
nelayan, paket wisata selam di daerah kapal tenggelam, serta pengembangan cruise
regional dengan menggunakan kapal pinisi dan sea plane untuk menjangkau
pulau-pulau kecil.
2. Kepulauan Selayar, Takabone Rate, Sulawesi Selatan
Kawasan wisata bahari ini sangat cocok untuk diving, snorkeling, berlayar, dan
memancing. Program pengembangan wisata bahari di Kepulauan Selayar adalah
sebagai hub wisata cruise internasional, regional, dan cruise kapal tradisional seperti
pinisi Nusantara.

17
3. Pulau Nias dan Kepulauan Mentawai, Sumatera Utara
Kawasan wisata bahari di Pulau Nias sangat ideal untuk selancar dengan
pengembangannya ekowisata berbasis komunitas serta olahraga selancar. Program
pengembangan di kawasan ini lebih fokus pada penganekaragaman daya tarik
wisata dengan menampilkan budaya daerah.
4. Kepulauan Raja Ampat, Papua barat
Kawasan wisata bahari di kepulauan ini sangat ideal untuk kegiatan menyelam.
Pengembangan kawasan wisata bahari di Kepulauan Raja Ampat dengan pola
partnership MNC (Multi National Companies) yang melibatkan pelaku industri wisata
bahari, pemerintahan daerah dan masyarakat setempat.
5. Kepulauan Ujung Kulon dan Anak krakatau, Banten
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan diving dan cuise regional dengan
tema pengebangannya ekowisata berbasis konservasi. Program pengembangan di
Kepulauan Ujung Kulon, antara lain perencanaan tata ruang yang jelas antara
konservasi dengan areal pengembangan sesuai dengan daya dukung lingkungan.
Menyediakan fasilitas transportasi menuju obyek wisata dengan kegiatan kapal pinisi
dan sea plane untuk menampung wisatawan domestik dari jakarta.
6. Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan diving dan wisata cruise. Program
pengembangan di Pulau Komodo adalah wisata cruise regional dengan fasilitas
marina dan yacht. Untuk menjangkau pulau-pulau kecil disekitarnya perlu disediakan
kapal pinisi dan sea plane.
7. Teluk Tomini, Kepulauan Tongean, Sulawesi Tengah
Kepulauan ini ideal untuk kegiatan menyelam dan snorkeling. Program
pengembangan di Teluk Tomini, antara lain penyediaan fasilitas marina, yacht, kapal
pinisi dan sea plane dengan kemitraan masyarakat dengan pelaku usaha pariwisata.
8. Kepulauan Bali dan Lombok
Wisata bahari di dua kepulauan ini ideal untuk kegiatan menyelam, selancar, cruise
regional, dan internasional. Program pengembangan pariwisata bahari di kawasan
ini, antara lain dibangun kemitraan pemerintah daerah, masyarakat lokal, dan
kalangan industri wisata bahari. Menyediakan fasilitas pelabuhan, akomodasi, dan
pertunjukan budaya.
9. Balerang, Kepulauan Riau
Kawasan ini sangat ideal untuk kegiatan cruise, yacht dan marina serta selancar.
Program pengembangan wisata bahari di Balerang, yaitu pelabuhan wisata bahari
yang menunjang limpahan wisatawan dari Singapura menuju daerah tujuan wisata

18
kepulauan Riau. Pengembangan wisata cruise regional sangat ideal karena letaknya
pulau ini strategis di selat malaka dan dekat dengan Singapura.
10. Kepulauan Seribu, Jakarta
Wisata bahari yang sangat ideal untuk di kepulauan Seribu adalah selancar, cruise
regional, memancing, dan olahraga bahari. Untuk itu program pengembangan di
kawasan ini antara lain perencanaan tata ruang yang sangat jelas antara area
konservasi dan pengembangan yang disertai taman nasional. Serta pengembangan
untuk fasilitas air adalah marina, yacht, kapal pinisi dan sea plane untuk kegiatan
olah raga air.
11. Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan menyelam dan cruise regional.
Program pengembangan wisata bahari di Kepulauan Wakatobi , antara lain cruise
international dan regional dengan pengembangan pelabuhan Makassar sebagai hub,
serta konservasi kekayaan laut dengan pemberlakuan sertifikat penyelam dan
penegakan hukum.
12. Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur
Kawasan wisata bahari Derawan ideal untuk kegiatan menyelam dan konservasi
penyu. Program pengembangan wisata bahari di kepulauan ini selain konservasi
habitat penyu sebagai daya tarik wisata, juga untuk konservasi pengembangan
budaya di Pulau

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ekonomi maritim memiliki potensi besar dalam perekonomian Indonesia salah
satunya dapat berkontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto). Indonesia sebagai
negara maritim dengan ribuan pulau, memiliki kekayaan sumber daya laut yang
melimpah, seperti ikan, minyak, gas, dan tambang. Sektor maritim juga memberikan
lapangan kerja yang signifikan bagi masyarakat Indonesia.
Namun, masih terdapat beberapa tantangan yang harus diatasi, seperti kurangnya
infrastruktur dan teknologi maritim yang memadai, rendahnya produktivitas dan kualitas
sumber daya manusia, serta masalah keamanan dan keberlanjutan lingkungan.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan upaya dari berbagai pihak, baik
pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Pemerintah perlu meningkatkan investasi
dalam pembangunan infrastruktur dan teknologi maritim, meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, serta memperkuat kebijakan yang mendukung pembangunan sektor
maritim. Selain itu, swasta dan masyarakat juga perlu terlibat aktif dalam
pengembangan sektor maritim, melalui investasi, inovasi, dan pengembangan
kapasitas. Dengan demikian, sektor maritim dapat menjadi salah satu sektor yang
menggerakkan perekonomian Indonesia dan memberikan manfaat ekonomi yang besar
bagi masyarakat.

20
REFERENSI

JDIH. 2023. PP 11/2023: Penangkapan Ikan Terukur. Jakarta.


https://jdih.maritim.go.id/pp-112023-penangkapan-ikan-terukur. [Diakses tanggal 7
April 2023].

KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). 2022. Ekspor Perikanan Tumbuh 10,66% di
2022. Jakarta.
https://kkp.go.id/djpdspkp/artikel/47840-ekspor-perikanan-tumbuh-10-66-di-2022.
[Diakses tanggal 7 April 2023].

KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). 2022. Program Penangkapan Ikan Terukur
Diminati Investor. Jakarta.
https://kkp.go.id/djpt/artikel/41871-program-penangkapan-ikan-terukur-diminati-investo
r. [Diakses tanggal 7 April 2023].

Paonganan, dkk. 2012. 9 Perspektif Menuju Masa Depan Maritim Indonesia. Jakarta:
Yayasan Institut Maritim Indonesia.

Rachman, Arrijal. 2023. RI Kaya Hasil Laut, Tapi Impor Ikan Bejibun dari China & AS.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20230216082540-4-414202/ri-kaya-hasil-laut-ta
pi-impor-ikan-bejibun-dari-china-as. [Diakses tanggal 7 April 2023].

Siregar, Efrem. 2020. Oh Ini Ternyata Penyebab RI Impor Ikan Termasuk dari China.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200110201207-4-129275/oh-ini-ternyata-peny
ebab-ri-impor-ikan-termasuk-dari-china. [Diakses tanggal 7 April 2023].

Sugandhi, Hendra. 2022. Mendongkrak Kontribusi PDB Perikanan.


https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/25/mendongkrak-kontribusi-pdb-perikanan.
[Diakses tanggal 7 April 2023].

Widi, Shilvina. 2022. Sampai Kuartal III, Produksi Ikan RI Capai 68% dari Target 2022.
https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/sampai-kuartal-iii-produksi-ikan-ri-capai-68-dari
-target-2022. [Diakses tanggal 7 April 2023].

21

Anda mungkin juga menyukai