Anda di halaman 1dari 94

Untuk COVER DALAM

i
ii
KATA PENGANTAR

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 70% luas


wilayahnya terdiri atas lautan serta letak geografis yang strategis, Indonesia
harus dapat mengelola dan memanfaatkan potensi kemaritimannya secara
maksimal.
Para pendiri bangsa sepenuhnya menyadari bahwa samudera di
sekeliling Indonesia, lautan dan perairan di antara pulau-pulau nusantara
sebagai suatu kesatuan utuh sehingga sudah sewajarnya Indonesia memiliki
kebijakan dan strategi kemaritiman yang terarah dan terukur untuk
memanfaatkan laut dan seluruh kekayaan yang terkandung didalamnya
bagi kemaslahatan bangsa Indonesia.
Posisi strategis Indonesia, dengan faktor geografis dan kondisi sosial
ekonominya, menempatkan Indonesia dalam posisi penting pada
lingkungan regional yang mampu mempengaruhi kestabilan politik,
ekonomi serta keamanan lingkungan regional dan bahkan pada tingkat
global. Pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai negara
kepulauan telah menambah nilai strategis aspek geografis Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan Visi Nawacita telah
menempatkan 3 (tiga) pilar fokus percepatan pembangunan, yaitu:
infrastruktur, pembangunan manusia, dan kebijakan deregulasi ekonomi.
Di samping itu terdapat 8 (delapan) topik tentang percepatan
pembangunan dalam berbagai dimensi, termasuk salah satunya adalah
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, yang merefleksikan keinginan kuat
bangsa Indonesia menjadi negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri,
kuat serta mampu memberi kontribusi positif bagi keamanan dan
perdamaian dunia.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang
Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI), Pemerintah telah menyusun suatu
pedoman umum kebijakan kelautan dan langkah pelaksanaannya melalui
program dan kegiatan kementerian/lembaga di bidang kelautan yang
disusun dalam rangka perwujudan Poros Maritim Dunia. Dalam konteks
ini, salah satu tantangan dari pembangunan kelautan Indonesia adalah
kebutuhan akan penghitungan nilai dan kontribusi ekonomi serta serapan
tenaga kerja di sektor maritim pada tingkat nasional. Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman bertekad untuk mengetahui secara
seksama nilai ekonomi sektor kemaritiman sebagai dasar dalam
perencanaan pembangunan kelautan dan penyusunan intervensi
kebijakan, sehingga sektor maritim Indonesia dapat dikelola dan
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran bangsa.

iii
Sehubungan dengan itu, Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman telah melakukan kerjasama dengan Badan Pusat Statistik
(BPS) dalam bentuk terwujudnya Nota Kesepahaman tentang Penyediaan,
Pemanfaatan, serta Pengembangan Data dan Informasi Statistik di Bidang
Kemaritiman, yang ditandatangani pada tanggal 1 Agustus 2016 dan telah
dilakukan dalam 2 (dua) periode pada tahun 2016 dan 2017. Dengan
mengacu kepada Undang-undang No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan
dan memanfaatkan data dasar yang bersumber pada Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), kontribusi sektor maritim
diklasifikasikan dalam 9 kluster yang dijabarkan lebih lanjut dalam data
statistik ProdukDomestik Bruto (PDB) Maritim, Tenaga Kerja Maritim dan
Ekspor Barang Maritim.
Hasil kerjasama antara Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman dengan Badan Pusat Statistik kiranya dapat dijadikan suatu
basis data yang akurat, terukur, dan juga digunakan sebagai rujukan
bersama seluruh pemangku kepentingan di bidang kemaritiman Indonesia.
Akhir kata, kami berharap hasil kerja nyata ini dapat bermanfaat
bagi bangsa Indonesia untuk membangun kekuatan maritimnya dalam
rangka mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

Jakarta, Juli 2017


Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman,

Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan

iv
KATA PENGANTAR

Letak geografis Indonesia berada diantara samudera Hindia dan


samudera Pasifik memberikan keuntungan dan keunggulan dalam
pembangunan kelautan dan poros maritim dunia. Dengan sumber daya
kelautan yang demikian besar diyakini perekonomian Indonesia dapat
tumbuh lebih baik lagi apabila sektor maritim dikembangkan dan
diberdayakan. Potensi sumber daya ekonomi laut yang besar bila dikelola
dan dimanfaatkan secara tepat dapat menjadi tulang punggung
pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk itu
ketersediaan data dan informasi statistik sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan, bagi pemerintah maupun pelaku sektor maritim menjadi sangat
penting dan vital.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan data dan informasi tersebut,
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bekerjasama dengan Badan
Pusat Statistik (BPS) untuk pertama kalinya melakukan penyusunan
Indikator Maritim Indonesia. Studi penyusunan Indikator Maritim
Indonesia ini antara lain memuat data tentang Produk Domestik Bruto
(PDB) Maritim Indonesia tahun 2010-2016. Melalui kerja sama antara
Pejabat Pembuat Komitmen pada Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan
Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dengan Sekretaris
Utama Badan Pusat Statistik disajikan Laporan Akhir Produk Domestik
Bruto Maritim Indonesia 2010-2016 yang tertuang dalam surat perjanjian
kerja samatertanggal 19 Januari 2017 tentang Penyediaan Indikator
Ekonomi Maritim.
Diharapkan laporan akhir ini dapat dimanfaatkan sebagai alat
analisis terhadap ekonomi maritim yang meliputi, kontribusi dan
pertumbuhan PDB Maritim Indonesia tahun 2010-2016. Sajian data ini
dapat juga dimanfaatkan sebagai alat evaluasi dan perencanaan,
khususnya bagi para pemegang kebijakan yang terkait dengan
pengembangan sektor maritim saat ini maupun di masa mendatang.
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam
penyusunan laporan akhir ini, diucapkan terima kasih. Segala saran sangat
diharapkan demi penyempurnaan laporan akhir ini pada masa yang akan
datang. Semoga laporan akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.

Jakarta, Juli 2017


Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia

Dr. Suhariyanto

v
vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... iii


DAFTAR ISI ........................................................................................ vii
DAFTAR TABEL .................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... x
GLOSARIUM ....................................................................................... xi
RINGKASAN EKSEKUTIF ..................................................................... xv
HIGHLIGHT PDB MARITIM INDONESIA 2016 ................................. xvii

I. PENDAHULUAN ............................................................................. 3
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 3
1.2. Tujuan .................................................................................... 7
1.3. Ruang Lingkup ........................................................................ 7

II. PEMAHAMAN TENTANG PDB MARITIM ....................................... 11


2.1. Konsep dan Definisi .................................................................. 11
2.2. Tahapan Kegiatan .................................................................... 18
2.3. Metodologi dan Sumber Data ................................................. 23

III. PERKEMBANGAN PDB MARITIM ................................................. 33


3.1. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia ............................ 33
3.2. Peranan Industri Maritim dalam Perekonomian Indonesia ........ 35
3.3. Perkembangan PDB Maritim Indonesia .................................... 37
3.4. Perkembangan PDB Maritim Indonesia Menurut Cluster .......... 39

V. PENUTUP ...................................................................................... 55

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Jumlah KBLI 5 Digit Berdasarkan Cluster PDB Maritim ..................... 19

Tabel 3.1. Indikator PDB Indonesia ................................................................... 33

Tabel 3.2. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Perikanan .................................. 41

Tabel 3.3. Indikator Ekonomi MaritimCluster ESDM ......................................... 43

Tabel 3.4. Indikator Ekonomi MaritimCluster Bioteknologi ............................... 44

Tabel 3.5. Indikator Ekonomi MaritimCluster Industri Maritim ......................... 46

Tabel 3.6. Indikator Ekonomi MaritimCluster Jasa Maritim ............................... 47

Tabel 3.7. Indikator Ekonomi MaritimCluster Wisata Bahari ............................. 48

Tabel 3.8. Indikator Ekonomi MaritimCluster Perhubungan Laut ...................... 50

Tabel 3.9. Indikator Ekonomi MaritimCluster Bangunan Laut ........................... 51

Tabel 3.10. Indikator Ekonomi MaritimCluster Pertahanan, Keamanan,


Penegakan Hukum dan Keselamatan di Laut .................................... 52

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Sembilan Cluster PDB Maritim ...................................................... 18

Gambar 2.2. Kerangka Kerja SUT ..................................................................... 20

Gambar 2.3. Tahapan Penyusunan PDB Maritim ............................................... 21

Gambar 2.4. Format Tabel Supply Ekonomi Maritim ........................................ 22

Gambar 2.5. Tahapan Penyusunan PDB Maritim 2011-2016 .............................. 22

Gambar 3.1. Laju PertumbuhanPDB Indonesia ................................................. 34

Gambar 3.2. Struktur PDB Indonesia Tahun 2016 ............................................. 34

Gambar 3.3. Laju Pertumbuhan PDB Maritim dan PDB Nasional ..................... 35

Gambar 3.4. Share PDB Maritim Terhadap PDB Nasional 2016 ........................ 36

Gambar 3.5. Perkembangan PDB Maritim ........................................................ 37

Gambar 3.6. ShareCluster Maritim Terhadap PDB Maritim 2016 .......................37

Gambar 3.7. Kontribusi Cluster Perikanan Terhadap PDB Maritim .................. 40

Gambar 3.8. Laju Pertumbuhan Cluster Perikanan ........................................... 40

Gambar 3.9. Kontribusi Cluster ESDM Terhadap PDB Maritim ......................... 42

Gambar 3.10. Laju Pertumbuhan Cluster ESDM .................................................. 42

Gambar 3.11. Kontribusi Cluster Industri Bioteknologi Terhadap PDB Maritim ...44

Gambar 3.12. Laju Pertumbuhan Cluster Industri Bioteknologi ........................... 44

Gambar 3.13. Kontribusi Cluster Industri Maritim Terhadap PDB Maritim ......... 45

Gambar 3.14. Laju Pertumbuhan Cluster Industri Maritim .................................. 45

Gambar 3.15. Kontribusi Cluster Jasa Maritim Terhadap PDB Maritim ............... 47

Gambar 3.16. Laju Pertumbuhan Cluster Jasa Maritim ........................................ 47

Gambar 3.17. Kontribusi Cluster Wisata Bahari Terhadap PDB Maritim ............. 48

Gambar 3.18. Laju Pertumbuhan Cluster Wisata Bahari ...................................... 48

Gambar 3.19. Kontribusi Cluster Perhubungan Laut Terhadap PDB Maritim ...... 49

Gambar 3.20. Laju Pertumbuhan Cluster Perhubungan Laut ............................... 49

Gambar 3.21. Kontribusi Cluster Bangunan Laut Terhadap PDB Maritim ........... 51

Gambar 3.22. Laju Pertumbuhan Cluster Bangunan Laut .................................... 51

Gambar 3.23. Kontribusi Cluster Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum


dan Keselamatan di Laut Terhadap PDB Maritim ......................... 51

Gambar 3.24. Laju Pertumbuhan Cluster Pertahanan, Keamanan, Penegakan


Hukum dan Keselamatan di Laut .................................................. 52

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. PDB Maritim Atas Dasar Harga Berlaku (miliar rupiah) ................... 59

Lampiran 2. PDB Maritim Atas Dasar Harga Konstan (miliar rupiah) .................. 60

Lampiran 3. Distribusi PDB Maritim Atas Dasar Harga Berlaku (persen) ............. 61

Lampiran 4. Distribusi PDB Maritim Terhadap PDB Indonesia Atas Dasar Harga
Berlaku (persen) .............................................................................. 62

Lampiran 5. Laju Pertumbuhan PDB Maritim Atas Dasar Harga Konstan


(persen) .......................................................................................... 63

Lampiran 6. Laju Pertumbuhan Implisit PDB Maritim (persen) ........................... 64

Lampiran 7. Sumber Pertumbuhan PDB Maritim (persen) .................................. 65

Lampiran 8. Cakupan KBLI 2009 5 Digit Menurut Cluster Maritim Indonesia .... 66

Lampiran 9. Konkordansi Klasifikasi PDB Indonesia dengan PDB Maritim .......... 73

x
GLOSARIUM

Harga Berlaku

Penilaian yang dilakukan terhadap produk barang dan jasa yang


dihasilkan ataupun yang dikonsumsi pada harga tahun sedang
berjalan.

Harga Konstan

Penilaian yang dilakukan terhadap produk barang dan jasa yang


dihasilkan ataupun yang dikonsumsi pada harga tetap di satu tahun
dasar.

Harga Dasar

Merupakan harga keekonomian barang dan jasa di tingkat produsen


sebelum adanya intervensi pemerintah seperti pajak dan subsidi atas
produk.

Distribusi PDB harga berlaku

Menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan


setiap sektor ekonomi dalam suatu negara.

Laju Pertumbuhan

Nilai atas dasar harga konstan pada periode tertentu dibandingkan


dengan periode sebelumnya.

Implisit

Perbandingan antara nilai atas dasar harga berlaku dengan nilai atas
dasar harga konstan pada periode tertentu.

Sumber pertumbuhan (source of growth)

Menunjukkan sektor atau komponen pengeluaran dalam PDB yang


menjadi penggerak perrtumbuhan. Untuk memperoleh sumber-
sumber pertumbuhan, laju pertumbuhan ekonomi ditimbang
dengan masing-masing share sektor atau komponen pengeluaran
terhadap PDB.

xi
Pajak dan Subsidi Atas Produk

Adalah pajak dan subsidi yang dibayar per unit barang atau jasa .
Pajak/subsidi dapat berupa sejumlah uang per kuantitas barang atau
jasa atau dihitung berdasarkan nilai sebagai presentase spesifik dari
harga per unit atau nilai barang dan jasa yang ditransaksikan.

Konsumsi Antara

Input yang dipergunakan habis dalam proses produksi dan terdiri


dari barang tidak tahan lama dan jasa baik yang dibeli dari pihak
lain ataupun yang diproduksi sendiri.

Permintaan Antara

Merupakan permintaan barang dan jasa untuk memenuhi proses


produksi.

Permintaan Akhir

Merupakan permintaan barang dan jasa untuk memenuhi konsumsi


akhir, pembentukan modal dan ekspor.

Input Primer

Disebut juga nilai tambah bruto, terdiri dari balas jasa tenaga kerja,
surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto.

Pajak atas Produksi dan Impor Neto

Pajak atas produksi dan impor dikurangi subsidi atas produksi dan
impor.

Pembentukan Modal Tetap

Meliputi pembuatan dan pembelian barang modal baru baik dari


dalam negeri maupun impor, termasuk barang modal bekas dari
luar negeri. Pembentukan modal tetap yang dicakup hanyalah yang
dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi di dalam negeri (domestik).

Konsumsi Barang Modal Tetap

Yang dimaksudkan adalah nilai susutnya barang-barang modal tetap


yang digunakan dalam proses produksi.

xii
Faktor Produksi

Mencakup faktor-faktor yang terlibat dalam suatu proses produksi


baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti: tanah, tenaga
kerja, modal dan keahlian.

Margin Perdagangan dan Biaya Transpor

Merupakan selisih antara nilai penjualan dengan nilai pembelian,


dan biaya transpor yang timbul dalam menyalurkan barang dari
produsen kepada pembeli.

Output Domestik

Nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor


ekonomi tanpa membedakan pelaku produksinya di wilayah
domestik tertentu.

Tahun Dasar

Adalah tahun terpilih sebagai referensi statistik, yang digunakan


sebagai dasar penghitungan tahun-tahun yang lain. Dengan tahun
dasar tersebut dapat digambarkan seri data dengan indikator rinci
mengenai perubahan/pergerakan yang terjadi.

xiii
xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 17.504 pulau,


dan panjang garis pantai 104.000 km, Indonesia memiliki potensi maritim
yang sangat besar untuk dijadikan pendorong pertumbuhan ekonomi yang
lebih tinggi dan inklusif. Pengembangan ekonomi Indonesia berbasis
maritim merupakan bagian dalam memperkuat struktur ekonomi dan
sekaligus menjadi pendorong pertumbuhan. Sinergi kebijakan untuk
mempercepat pengembangan ekonomi berbasis maritim sangat
dibutuhkan, sehingga dapat terus tumbuh secara berkelanjutan.
Ketersediaan data dan informasi statistik merupakan salah satu aspek pada
dasar dalam pengambilan kebijakan dan keputusan, baik bagi pemerintah
maupun pelaku sektor kemaritiman.

Dalam rangka pemenuhan data dan informasi tersebut,


Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bekerja sama dengan
Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan penyusunan Produk Domestik Bruto
(PDB) Maritim Indonesia 2010-2016. Selanjutnya PDB Maritim ini dapat
dijadikan sebagai salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur perkembangan dan keberhasilan pembangunan sektor maritim.

Selama kurun waktu 2010-2016, aktivitas maritim yang tercakup


dalam sembilan cluster maritim, menunjukkan perkembangan yang cukup
signifikan. Pada tahun 2010 nilai nominal PDB Maritim atas dasar harga
berlaku mencapai 505,0 triliun rupiah meningkat menjadi 749,9 triliun
rupiah pada tahun 2016 atau naik rata-rata 40,8 triliun rupiah pertahun.
PDB maritim Indonesia memberikan kontribusi sebesar 7,36 persen
terhadap perekonomian nasional pada tahun 2010. Kontribusinya
menurun menjadi 6,04 persen di tahun 2016. Penurunan kontribusi PDB
Maritim terhadap PDB Nasional disebabkan oleh melemahnya harga yang
terjadi pada komoditas pertambangan migas yang termasuk dalam Cluster
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Terdapat tiga cluster yang sangat dominan dalam pembentukan


PDB Maritim. Ketiga cluster tersebut adalah Cluster Perikanan, Cluster
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Cluster Perhubungan Laut.
Kontribusi ketiga cluster tersebut mencapai91,89 persen.

Selama kurun waktu 2010-2016 pertumbuhan ekonomi maritim


mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Ekonomi maritim sempat
mengalami kontraksi pertumbuhan di tahun 2011 dan 2012 masing-masing

xv
sebesar minus 0,45 persen dan minus 0,99 persen. Cluster ESDM
berkontribusi besar terjadinya kontraksi pertumbuhan maritim tersebut.
Kondisi PDB Maritim berangsur-angsur membaik, pada periode 2013-
2016, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2015 sebesar 4,51 persen.

xvi
xvii
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1
ii
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan posisinya Indonesia merupakan


yang strategis terletak di antara dua benua, yaitu benua Asia dan negara kepulauan dengan
posisi yang strategis
Australia, serta di antara 2 samudera yaitu Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik dengan jumlah pulau lebih dari 17.504 pulau
dan wilayahnya secara umum kurang lebih 70 persen terdiri dari
lautan. Indonesia berada di jalur persilangan perdagangan dunia
dimana paling tidak 70 persen angkutan barang melalui laut dari
Eropa, Timur Tengah dan Asia Selatan ke wilayah Pasifik, dan
sebaliknya, harus melalui perairan Indonesia.

Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan satu


kesatuan yang berdaulat serta mempunyai hak dan wewenang
penuh yang diakui dunia internasional, yang mengatur,
mengelola, dan memanfaatkan kekayaan laut yang dimiliki bagi
kepentingan seluruh rakyatnya. Selain itu, Indonesia juga
memiliki hak berdaulat atas sumber kekayaan alam dan berbagai
kepentingan yang berada di atas, di bawah permukaan, dan
lapisan bawah dasar laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas
255 juta km2 yang mengelilingi laut kedaulatan selebar 200 mil
laut.

Selain letak geografis Indonesia yang begitu strategis Indonesia memiliki banyak
dengan berada diantara jalur persilangan perdagangan dunia, potensi perairan dan
kelautan
Indonesia juga negara yang kaya akan sumber daya laut. Dengan
kemaritimannya yang sangat luas tersebut, Indonesia memiliki
banyak potensi seperti potensi perairannya yang strategis yaitu
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), potensi sumber daya
kelautan seperti, perikanan tangkap, perikanan budidaya juga
perikanan tambak, potensi sumber daya pertambangan dan
energi lepas lantai serta potensi wisata bahari. Hal tersebut
merupakan modal besar bagi Indonesia untuk mengembangkan
perekonomian Indonesia yang bersumber dari kelautan dan juga
mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim yang merupakan
salah satu target pemerintah. Poros maritim merupakan sebuah
gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektifitas
antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan,
perbaikan transportasi laut, serta fokus pada keamanan maritim.

3
Indonesia harus bekerja
Dalam pidato pelantikannya tanggal 20 Oktober 2014,
keras mengembalikan Presiden Joko Widodo menyerukan agar Indonesia harus
Indonesia sebagai negara
berorientasi pada laut dengan membangun Indonesia sebagai
maritim
poros maritim dunia. Indonesia harus bekerja keras
mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudera,
laut, selat dan teluk merupakan masa depan peradaban
Indonesia. Salah satu misi dalam pemerintahan presiden tersebut
adalah “Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga
kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan
mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan”.

Pembangunan poros Konsep Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia tersebut


maritim difokuskan pada 5 tertuang dalam agenda pembangunan yang akan difokuskan
pilar utama
pada 5 (lima) pilar utama, antara lain (1) Membangun kembali
budaya maritim Indonesia; (2) Menjaga sumber daya laut dan
menciptakan kedaulatan pangan laut dengan menempatkan
nelayan pada pilar utama; (3) Memberi prioritas pada
pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan
membangun tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan,
dan pariwisata maritim; (4) Menerapkan diplomasi maritim,
melalui usulan peningkatan kerja sama di bidang maritim dan
upaya menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan,
pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan
pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus
menyatukan berbagai bangsa dan negara dan bukan
memisahkan. Dan (5) Membangun kekuatan maritim sebagai
bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran dan
keamanan maritim.

Dengan kondisi geografis yang strategis dan implementasi


pilar pembangunan poros maritim tersebut di atas, maka diyakini
perekonomian Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi apabila
industri maritim dioptimalkan, memanfaatkan teknologi
informasi untuk mendukung industri kelautan dan pertahanan
laut, serta pengelolaan arus keluar masuk barang dan manusia
secara efisien antar wilayah maupun kawasan.

Pembangunan nasional yang dilaksananakan dengan


mengedepankan peran ekonomi kelautan dan sinergitas
pembangunan kelautan nasional tersebut dituangkan dalam

4 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN), dengan
sasaran pembangunan sebagai berikut:
a. Termanfaatkannya sumber daya kelautan untuk
pembangunan ekonomi, kesejahteraan nelayan dan
masyarakat pesisir.
b. Terwujudnya Tol Laut dalam upaya meningkatkan
pelayaran angkutan laut serta meningkatkan konektivitas
laut,
c. Terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
sumber daya hayati laut,
d. Terwujudnya sumber daya manusia, ilmu pengetahuan,
dan teknologi kelautan yang berkualitas yaitu dengan
meningkatnya wawasan dan budidaya bahari, serta
terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai
perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia.

Peningkatan potensi output dari industri kemaritiman Industri Maritim akan


merupakan suatu peluang dan tantangan bagi Indonesia. Sektor menjadi pendorong
pertumbuhan ekonomi
maritim akan menjadi salah satu sumber pendorong
Indonesia ke depan
pertumbuhan ekonomi baru bagi Indonesia dalam beberapa
tahun ke depan, di saat sektor komoditas yang menjadi andalan
perekonomian nasional semakin terbatas produksinya lantaran
dampak ekonomi global dan ketidakstabilan ekonomi dunia.
Untuk membangun kompetensi dengan memanfaatkan potensi
sumber daya maritim yang tersedia sebagai sumber ekonomi baru
bagi Indonesia, diperlukan strategi kebijakan yang tepat dan
menyeluruh oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
daerah untuk berkoordinasi dan berjalan bersama-sama. Selain itu
juga diperlukan kerja sama dan integrasi antara berbagai sektor,
penanggulangan masalah-masalah pada sektor pendukung seperti
perijinan, tanah, dan lain-lain secara terbuka, serta reformasi
kelembagaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia


Kementerian Koordinasi
tersebut, dari sisi kelembagaan pemerintah membentuk Bidang Kemaritiman sebagai
Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman untuk koordinator program
kemaritiman
mengkoordinasikan pelaksanaan beragam program kemaritiman.
Perencanaan program-program dan evaluasi pemerintah dalam
mencapai target yang telah ditetapkan tidak terlepas dari
dukungan ketersediaan data dan informasi berkualitas yang dapat

5
menyajikan kondisi potensi sumber daya maritim yang ada, agar
berdampak pada pengambilan keputusan yang informatif serta
perumusan kebijakan yang tepat dalam mengembangkan industri
kemaritiman di Indonesia.

Selain itu pemerintah pada tahun 2015 juga telah


menyusun roadmap menuju Poros Maritim Dunia di antaranya:
(1) Ukuran target tahun 2020 dari sektor kelautan dan perikanan
dapat mencapai sebesar 20 persen dari total Produk Domestik
Bruto (PDB). (2) Ukuran target pada tahun 2030 yaitu
meningkatnya pelayaran laut yang mendorong pertumbuhan
ekonomi di seluruh wilayah pulau Jawa, pengembangan
ekonomi baru baik dari wisata bahari, maupun ekonomi
biodiversity yang semakin bertumbuh, industri bioteknologi laut,
serta industri maritim (industri kapal, jasa pelayaran, dan jasa
maritim lainnya) yang mulai berkembang, serta pertumbuhan
ekonomi daerah yang meningkat. (3) Ukuran target untuk tahun
2045 yaitu PDB sektor kelautan dan perikanan akan mencapai
35-40 persen. Pelayaran nasional sudah semakin efisien yang
ditunjukkan oleh biaya logistik dari Jakarta ke seluruh wilayah
Indonesia secara rata-rata sudah menyamai dengan Jakarta-
Singapura. Beberapa langkah untuk memulainya diantaranya
adalah penguatan dan pengembangan ekonomi kelautan dan
kemaritiman sebagai core pertumbuhan, peningkatan penguasaan
teknologi kelautan dan kemaritiman termasuk kemampuan
sumber daya manusia, meningkatkan peran serta masyarakat dan
kearifan lokal.

Namun, untuk mendukung kebijakan maritim tersebut,


saat ini belum tersedia indikator makro ekonomi yang terukur
yang dapat menunjukkan seberapa besar kontribusi industri
maritim dalam perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Oleh
karena itu, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian
Koordinasi Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) bekerja
sama untuk menyusun suatu series data yang dapat menyajikan
output dan nilai tambah dari sumber daya maritim yang
tercermin dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Maritim.

6 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


1.2. Tujuan

Penyusunan PDB Maritim ini bertujuan untuk


menghasilkan data dan informasi terkait perkembangan ekonomi
maritim Indonesia, yang meliputi:

 PDB Maritim atas dasar harga berlaku 2010-2016


 PDB Maritim atas dasar harga konstan 2010-2016
 Struktur atau distribusi PDB Maritim tahun 2010-2016
 Laju pertumbuhan PDB Maritim tahun 2011-2016
 Sumber Pertumbuhan PDB Maritim tahun 2011-2016

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan ini mencakup aktivitas maritim


PDB Maritim Indonesia
sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 terdiri dari 9 cluster dan
Tahun 2014 tentang Kelautan. Dalam undang-undang tersebut 159 KBLI

yang dimaksud kelautan adalah hal yang berhubungan dengan


Laut dan/atau kegiatan di wilayah Laut yang meliputi dasar Laut
dan tanah di bawahnya, kolom air dan permukaan Laut,
termasuk wilayah pesisir dan pulau-pulau. Selain itu, aktivitas
maritim Indonesia juga merujuk pada studi literatur Dutch
Maritime Cluster yang mengklasifikasikan aktivitas maritim ke
dalam 11 cluster. Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2014, aktivitas Maritim di Indonesia,
terdiri dari 9 cluster, yaitu:

1. Perikanan
2. Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
3. Industri Bioteknologi
4. Industri Maritim
5. Jasa Maritim
6. Wisata Bahari
7. Perhubungan Laut
8. Bangunan Laut
9. Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan Keselamatan
di Laut

Selanjutnya, dari cluster aktivitas tersebut, diidentifikasikan


KBLI aktivitas maritim yang terdiri dari 159 aktivitas.
Selengkapnya aktivitas tersebut dapat dilihat pada lampiran 8.

7
8 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


BAB II
PEMAHAMAN TENTANG
PDB MARITIM

9
ii
PEMAHAMAN TENTANG PDB MARITIM

2.1. Konsep dan Definisi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Maritim


adalah berkenaan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran
dan perdagangan di laut. Sementara Kemaritiman adalah hal-hal
yang menyangkut masalah maritim. Dalam laporan ini, konsep
maritim mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, dimana wilayah
maritim adalah semua dasar laut, dibawahnya, kolom air dan
permukaan laut dan tanah dibawahnya, termasuk wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil. Berpedoman pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan
Studi Dutch Maritime Cluster, maka diturunkan menjadi 9 cluster
maritim berdasarkan KBLI 2009.

2.1.1. Produk Domestik Bruto Maritim

PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh


berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka
waktu tertentu. Dengan demikian, dari definisi PDB dan definisi
maritim tersebut, maka PDB Maritim adalah Nilai Tambah yang
dihasilkan oleh unit produksi yang tercakup dalam 9 cluster
maritim, yaitu : Perikanan; Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM); Industri Bioteknologi; Industri Maritim; Jasa Maritim;
Wisata Bahari; Perhubungan Laut; Bangunan Laut; Pertahanan
Keamanan, Penegakan Hukum dan Keselamatan di Laut.

2.1.2. Perikanan

Cluster Perikanan mencakup perikanan laut dan payau baik


Cluster Perikanan
perikanan tangkap maupun budidaya, dan tidak mencakup mencakup perikanan laut
perikanan air tawar. Cluster ini juga mencakup perdagangan hasil dan payau, baik tangkap
penangkapan dan budidaya ikan laut. Perikanan laut terdiri dari maupun budidaya

perikanan pantai dan perikanan laut dalam.

Perikanan pantai merupakan bentuk usaha penangkapan


ikan yang hanya dilakukan di wilayah pantai dan sekitarnya,
dilakukan di kawasan laut dangkal dengan jarak tempuh kurang
dari 60 mil dari pantai. Jenis ikan yang diperoleh di wilayah laut
dangkal yaitu ikan kembung, teri, petek, lemuru, dan cumi serta
ubur-ubur.

11
Perikanan laut dalam merupakan jenis penangkapan ikan
di laut lepas atau samudra yang biasanya dilakukan oleh nelayan
modern atau perusahaan perikanan dengan peralatan canggih.
Ikan tuna dan cakalang merupakan jenis ikan yang biasanya
diperoleh di laut dalam.

Selain ikan, sumber daya hayati laut lain termasuk dalam


cluster perikanan, seperti siput, kerang, tiram, sotong, gurita,
udang, lobster, bintang laut, teripang, dan rumput laut. Sumber
daya hayati tersebut sangat bermanfaat baik untuk bahan
pangan, farmasi maupun kosmetik. Selanjutnya, Indonesia juga
merupakan wilayah yang kaya akan keanekaragaman rumput
laut dengan jumlah spesies yang beragam. Rumput laut dapat
digunakan untuk bahan pangan karena mengandung serat,
mineral, protein, lipid, vitamin, dan antioksidan. Selain itu
rumput laut juga dimanfaatkan dalam bidang industri kerajinan,
tekstil, kosmetik, farmasi, dan kertas.

Perdagangan yang tercakup dalam Cluster Perikanan yaitu


perdagangan hasil penangkapan maupun budidaya, baik untuk
perdagangan besar maupun eceran.

Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, cluster Perikanan


bersumber dari Lapangan Usaha Perikanan dan Lapangan Usaha
Perdagangan dan Eceran Bukan Mobil dan Sepeda Motor dalam
klasifikasi PDB Indonesia.

2.1.3. Energi dan Sumber Daya Mineral

Cakupan cluster Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)


Cluster ESDM dalam
PDB Maritim hanya terdiri dari pertambangan di laut dan pesisir, yaitu energi
mencakup kegiatan terbarukan yang berasal dari laut dan sumber daya mineral yang
industri hulu berasal dari laut, dasar laut, dan tanah di bawahnya.

Kegiatan usaha minyak dan gas bumi terdiri dari kegiatan


usaha hulu yang mencakup eksplorasi dan eksploitasi, dan
kegiatan usaha hilir yang mencakup pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan dan niaga. Tetapi cakupan dalam cluster ESDM
hanya kegiatan usaha hulu (eksplorasi dan eksploitasi).

Sumber daya mineral adalah endapan mineral yang


diharapkan dapat dimanfaatkan secara nyata. Sumber daya
mineral dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan

12 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak
tambang. Sumber daya mineral dapat berupa emas, intan, timah,
mangan, nikel, bijih besi, bauksit, tembaga, minyak bumi, gas
bumi, batu bara, belerang, fosfat, gipsum, yodium, dan kaolin.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4


Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,
pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan
dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral
atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca
tambang. Namun demiikian, seperti pada pertambangan minyak
dan gas bumi dimana yang menjadi cakupan dalam
pertambangan mineral pun hanya pada tahap eksplorasi dan
eksploitasi mineral, atau pada kegiatan usaha hulu saja.

Di dalam klasifikasi PDB Maritim, cluster ESDM berasal dari


beberapa lapangan usaha yaitu lapangan usaha Pertambangan
Migas; Pertambangan Bijih Logam; Pertambangan dan Penggalian
Lainnya; dan Industri Pengilangan Migas.

2.1.4. Industri Bioteknologi

Cluster Industri Bioteknologi mencakup industri yang Garis besar industri


bertujuan untuk mencegah punahnya biota laut, menghasilkan bioteknologi: Ekstraksi
produk baru yang mempunyai nilai tambah, mengembangkan senyawa aktif; rekayasa
genetik pada hewan dan
teknologi ramah lingkungan, dan mengembangkan sistem
tumbuhan; serta rekayasa
pengelolaan sumber daya laut yang berkesinambungan (UU No. genetik mikroorganisme
32 Tahun 2014 pasal 26 ayat 3).

Bioteknologi adalah penggunaan komponen makhluk


hidup atau sistem biologi untuk membuat suatu produk atau
proses. Ada dua jenis bioteknologi, yaitu bioteknologi
konvensional dan bioteknologi modern. Bioteknologi
konvensional dilakukan untuk produk-produk fermentasi
misalnya tempe, tape, dan yogurt. Bioteknologi modern misalnya
pada teknologi DNA rekombinan, untuk pembuatan obat-
obatan, cloning domba, dll.

Secara garis besar industri bioteknologi kelautan meliputi


tiga kelompok industri. Pertama adalah ekstraksi (pengambilan)

13
senyawa aktif (bioactive substances) atau bahan alami (natural
products) dari biota laut sebagai bahan dasar (raw materials)
untuk industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, cat,
perekat, film, kertas, dan berbagai industri lainnya. Kedua,
berupa rekayasa genetik (genetic engineering) terhadap spesies
tumbuhan atau hewan untuk menghasilkan jenis tumbuhan atau
hewan baru yang memiliki karakteristik genotip maupun fenotip
yang jauh lebih baik (unggul) ketimbang spesies yang aslinya.
Ketiga adalah dengan merekayasa genetik dari mikroorganisme
(bakteri), sehingga mampu melumat (menetralkan) bahan
pencemar (pollutants) yang mencemari suatu lingkungan perairan
atau daratan (seperti tumpahan minyak/oil spills), sehingga
lingkungan tersebut menjadi bersih, tidak lagi tercemar. Teknik
pembersihan pencermaran lingkungan semacam ini lazim
dinamakan sebagai bioremediasi (Lundin and Zilinskas, dalam
Dahuri, 2012).

Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, Cluster Industri


Bioteknologi berasal dari beberapa Lapangan Usaha, yaitu
Lapangan Usaha Industri Makanan dan Minuman; Lapangan
Usaha Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional; dan
Lapangan Usaha Jasa Perusahaan.

2.1.5. Industri Maritim

Cakupan Cluster Industri


Industri maritim adalah perindustrian yang bergerak dalam
Maritim: galangan kapal, bidang pembuatan dan perbaikan kapal dan semua alat-alat
pengadaan dan terapung, pembuatan dan perbaikan alat-alat penggerak dan
pembuatan suku cadang,
semua perlengkapan kapal serta pembuatan bahan-
peralatan kapal, dan/atau
perawatan kapal
bahan/barang-barang pembantu-pelengkap untuk melaksanakan
pembuatan dan perbaikan kapal dan semua alat-alat terapung
serta salvage.

Cakupan cluster Industri Maritim dapat berupa: galangan


kapal, pengadaan dan pembuatan suku cadang, peralatan kapal,
dan/atau perawatan kapal (UU No.32 Tahun 2014 pasal 27 ayat
4). Galangan kapal merupakan kegiatan pembuatan kapal/alat
terapung, perbaikan atau pemeliharaan kapal/alat terapung
termasuk ke dalam Industri maritim.

Kegiatan yang termasuk dalam salvage yaitu pengangkatan


kerangka-kerangka kapal dan benda-benda lain yang berharga

14 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


dari dalam lautan; memberi pertolongan untuk menyelamatkan
kapal dan muatannya yang mengalami kecelakaan di tengah laut;
pekerjaan penyelaman (diving works dalam rangka industri
maritim); membantu pekerjaan teknis terhadap kapal-kapal yang
masih mengapung dan mengalami kecelakaan.

Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, cluster Industri Maritim


berasal dari Lapangan Usaha Industri Barang Logam, Komputer,
Barang Elektronik, Optik, dan Peralatan Listrik; Industri Mesin
dan Perlengkapan; Industri Alat Angkutan; Industri Pengolahan
Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan;
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang;
dan Konstruksi.

2.1.6. Jasa Maritim

Cakupan cluster Jasa maritim antara lain: pendidikan dan


Cluster Jasa Maritim
pelatihan; pengangkatan benda berharga asal muatan kapal mencakup pendidikan dan
tenggelam; pengerukan dan pembersihan alur pelayaran; pelatihan tentang
kemaritiman.
reklamasi; pencarian dan pertolongan; remediasi lingkungan; jasa
konstruksi; Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP)
(UU No. 32 Tahun 2014 pasal 27 ayat 4).

Pengerukan adalah pekerjaan mengubah bentuk dasar


perairan untuk mencapai kedalaman dan lebar yang dikehendaki
atau untuk mengambil material dasar perairan yang digunakan
untuk keperluan tertentu.

Jasa konstruksi yang dicakup dalam cluster Jasa Maritim


yaitu konstruksi selain bangunan pelabuhan untuk perhubungan
(dicakup dalam cluster Perhubungan Laut) dan konstruksi
bangunan laut (dicakup dalam cluster Bangunan Laut).

Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, cluster Jasa Maritim


berasal dari Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Konstruksi; Angkutan Sungai
Danau dan Penyeberangan; Pergudangan dan Jasa Penunjang
Angkutan; Pos dan Kurir; Jasa Perusahaan; Jasa Pendidikan.

15
2.1.7. Wisata Bahari

Sumber daya tarik wisata


Wisata Bahari atau Tirta adalah usaha yang
bahari adalah potensi menyelenggarakan wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan
bentang laut dan bentang
sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara
darat pantai.
komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau, dan waduk
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009).

Wisata bahari mencakup wisata yang memiliki objek dan


daya tariknya bersumber dari potensi bentang laut ( seascaped)
maupun bentang darat pantai (coastal landscape), mengandung
unsur alam dan bukan buatan. Cakupan wisata bahari tidak
memasukan penyediaan akomodasi yang mendukungnya.

Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, Cluster Wisata Bahari


berasal dari Lapangan Usaha Real Estat; Lapangan Usaha Jasa
Perusahaan; dan Lapangan Usaha Jasa Lainnya.

2.1.8. Perhubungan Laut

Termasuk didalam Cluster


Perhubungan Laut mencakup angkutan laut, jasa
Perhubungan Laut adalah penunjang, pelabuhan dan aktivitasnya (UU No.32 Tahun 2014
angkutan laut, jasa pasal 29 dan 30). Menurut UU No.17 Tahun 2008 Pelayaran
penunjang serta
adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di
aktivitasnya.
perairan, kepelabuhan, keselamatan dan keamanan, serta
perlindungan maritim.

Angkutan di perairan adalah kegiatan mengangkut


dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan
menggunakan kapal. Angkutan laut khusus adalah kegiatan
angkutan untuk melayani kepentingan usaha sendiri dalam
menunjang usaha pokoknya. Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat
adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai
karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan
dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor,
dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan
ukuran tertentu.

Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan


dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang
kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal,
penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan
berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta

16 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap
memperhatikan tata ruang wilayah.

Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, Cluster Perhubungan


Laut berasal dari Lapangan Usaha Konstruksi; Angkutan Laut; dan
Pergudangan dan Jasa Penunjang Penunjang Angkutan; Pos dan
Kurir.

2.1.9. Bangunan Laut

Cakupan cluster Bangunan Laut terdiri bangunan pantai


Cluster Bangunan Laut
dan bangunan lepas pantai. Bangunan pantai adalah bangunan terdiri dari bangunan
yang bertujuan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan pantai dan lepas pantai.
karena serangan gelombang dan arus. Sedangkan bangunan lepas
pantai adalah struktur atau bangunan yang dibangun di lepas
pantai untuk mendukung proses eksplorasi atau eksploitasi bahan
tambang maupun mineral alam. Fungsi utama dari bangunan
lepas pantai adalah untuk eksplorasi dan produksi minyak dan
gas bumi. Semua konstruksi di pantai dan laut yang fungsinya
bukan seperti disebutkan di atas tidak termasuk Bangunan Laut.

Bangunan Laut berdasarkan sistem dan strukturnya terbagi


menjadi 3, yaitu bangunan terpancang, bangunan terikat, dan
bangunan terapung. Bangunan laut berdasarkan fungsinya
diklasifikan menjadi 3, yaitu konstruksi di atas pantai sejajar
dengan garis pantai (revetment), konstruksi yang dibangun kira-
kira tegak lurus pantai dan sambung pantai (groin, jetty), dan
konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan kira-kira sejajar
garis pantai (breakwater).

Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, cluster Bangunan Laut


berasal dari Lapangan Usaha Konstruksi.

2.1.10. Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan


Keselamatan di Laut

Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan


Cluster Pertahanan
Keselamatan di Laut mencakup Kementerian Pertahanan, TNI, Keamanan, Penegakkan
Bakamla (UU No.32 Tahun 2014 Tahun 2014). Ditambahkan hukum, dan Keselamatan
dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepolisian (terkait di Laut mencakup.

polisi air), dan Kementerian Perhubungan (terkait Komite


Nasional Keselamatan Transportasi). Cakupan wilayah dari
Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di
Laut adalah perairan, dasar laut, dan sub bawah laut.

17
Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, cluster Pertahanan,
Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut berasal
dari Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib.

2.2. Tahapan Kegiatan

Dalam penyusunan PDB Maritim Indonesia tahun 2010-


2016, terdapat tiga langkah utama yang dilalui, pertama adalah
penyusunan klasifikasi yang mencakup klasifkasi Supply Use
Table (SUT) Maritim dan klasifikasi PDB Maritim. Tahapan
selanjutnya adalah penyusunan SUT Maritim yang digunakan
sebagai benchmark penyusunan PDB Maritim Indonesia.
Penyusunan SUT Maritim ini bertujuan untuk menghasilkan PDB
Maritim tahun 2010. PDB Maritim tahun 2010 yang diperoleh
dari kerangka SUT Maritim menjadi tahun dasar PDB Maritim
Indonesia selanjutnya. Kemudian tahapan berikutnya adalah
penyusunan PDB tahun 2011-2016. Tahapan ini akan
menghasilkan berbagai indikator PDB Maritim seperti PDB harga
berlaku, PDB harga konstan, distribusi, laju pertumbuhan, laju
implisit dan sumber pertumbuhan. Secara rinci, penjelasan untuk
masing-masing tahap diuraikan pada bagian berikut.

2.2.1. Penyusunan Klasifikasi

Penyusunan klasifikasi Penyusunan klasifikasi Gambar 2.1. Sembilan Cluster PDB Maritim

merupakan tahapan akivitas ekonomi maritim


penting dalam merupakan tahapan awal
penyusunan PDB
Maritim
yang penting dalam
penyusunan PDB Maritim
Indonesia. Cakupan kegiatan
ekonomi maritim yang
tercakup dalam klasifikasi ini
berperan menentukan nilai
PDB Maritim yang dihasilkan.

Dalam penyusunan
klasifikasi PDB Maritim Indonesia, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan merupakan
salah satu yang dijadikan rujukan disamping studi yang dilakukan

18 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


terhadap Dutch Maritime Cluster. Berdasarkan kajian UU No 32
UU No. 32 Tahun 2014
tahun 2014 diperoleh 9 cluster Maritim Indonesia, yaitu: tentang Kelautan adalah
rujukan dalam
 Perikanan penyusunan cluster
 Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maritim Indonesia.

 Industri Bioteknologi
 Industri Maritim
 Jasa Maritim
 Wisata Bahari
 Perhubungan Laut
 Bangunan Laut
 Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan
Keselamatan di Laut

Pemetaan aktivitas ekonomi maritim tersebut kedalam Pemetaan aktivitas


Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) sudah ekonomi dilakukan
bersama-sama antara
dilakukan pada tahun 2016. Kegiatan ini merupakan kerja sama
Kemenko Bidang
antara Kemenko Bidang Kemaritiman dengan Badan Pusat Kemaritiman dengan BPS
Statistik. Hasil dari pemetaan yang dilakukan terdapat 159 KBLI
lima digit yang tercakup dalam sembilan cluster tersebut. Namun
tidak semua lima digit KBLI seluruhnya adalah kegiatan martim,
sehingga ada KBLI-KBLI yang harus dibagi dua yaitu Maritim dan
Non Maritim. Adapun rinciannya dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah KBLI 5 Digit Berdasarkan Cluster PDB Maritim


Jumlah KBLI
No Cluster
5 digit

(1) (2) (3)

1 Perikanan 29

2 Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 24

3 Industri Bioteknologi 10

4 Industri Maritim 12

5 Jasa Maritim 43

6 Wisata Bahari 10

7 Perhubungan Laut 23

8 Bangunan Laut 2

Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan Keselamatan


9 6
di Laut

Selanjutnya rincian cakupan 159 kelompok lima digit KBLI

19
dapat dilihat pada lampiran. Sementara untuk mengetahui
penjelasan lebih rinci terkait penyusunan klasifikasi cluster
maritim dapat dilihat pada buku Laporan Klasifikasi Aktivitas
Maritim Indonesia Dalam KBLI 2009 yang telah disusun pada
tahun 2016.

2.2.2. Penyusunan PDB Maritim 2010 Melalui Kerangka Supply


Use Table

PDB Maritim tahun 2010 yang akan digunakan sebagai


PDB Maritim 2010
disusun menggunakan tahun dasar PDB Maritim disusun melalui kerangka Supply Use
kerangka SUT
Tabel (SUT) Maritim 2010. Dari tabel SUT Maritim 2010 ini akan
diperoleh PDB Maritim dalam tiga pendekatan yang telah teruji,
yaitu PDB Maritim melalui pendekatan produksi, pengeluaran
dan pendapatan.

Gambar 2.2. Kerangka Kerja SUT

20 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


Supply and Use Table (SUT) merupakan kerangka kerja
SUT menggambarkan
yang menggambarkan keseimbangan aliran produksi dan keseimbangan aliran
konsumsi (barang dan jasa) dan penciptaan pendapatan dari produksi, konsumsi, dan
aktivitas produksi tersebut yang terdiri dari 2 (dua) komponen penciptaan pendapatan dari
aktivitas produksi
utama yaitu tabel supply dan tabel use. Tabel supply memberikan
gambaran rinci atas penyediaan barang dan jasa yang diproduksi
di domestik dan yang didatangkan dari luar wilayah (impor).
Sedangkan, tabel use menggambarkan penggunaan barang dan
jasa untuk konsumsi antara dan konsumsi akhir. Selain itu, tabel
use juga menggambarkan bagaimana komponen nilai tambah
yang diciptakan oleh industri dalam ekonomi domestik.

Gambar 2.3. Tahapan Penyusunan PDB Maritim 2010

Estimasi tabel Estimasi use SUT maritim PDB Maritim


supply maritim maritim balance 2010

Dalam penyususnan PDB Maritim 2010, terdapat beebrapa


tahapan seperti yang tergambar pada Gambar 2.3. Manfaat
penyusunan SUT adalah memberikan kerangka kerja yang
terintegrasi untuk menganalisis kesenjangan data,
membandingkan dan mengkonfrontasikan data dari berbagai
sumber, serta meningkatkan konsistensi dan koherensi data.

Oleh karena itu, sangat penting dilakukan penyusunan SUT PDB Indonesia tahun
Maritim untuk meyakinkan kita bahwa level Produk Domestik dasar 2010 diturunkan
Bruto (PDB) ekonomi maritim pada tahun dasar yang dihasilkan melalui Tabel SUT
Indonesia tahun 2010
sudah cukup baik dan dapat digunakan sebagai dasar
penyusunan PDB Maritim tahun berikutnya. Proses penyusunan
PDB Maritim ini mengikuti proses yang terjadi pada penyusunan
PDB Indonesia, dimana PDB Indonesia tahun dasar 2010
diturunkan melalui Tabel SUT Indonesia tahun 2010 dan tahun
2010 ini menjadi tahun dasar PDB Indonesia saat ini.

Sebagai informasi tambahan, bahwa Dimensi SUT


Indonesia terdiri atas 81 industri (kolom) dan 244 produk (baris).
Untuk membentuk SUT industri maritim maka aktivitas maritim
yang terdapat dalam 81 industri tersebut dipisahkan dan
dipindahkan kedalam 9 cluster maritim. Sehingga, dimensi SUT

21
industri maritim menjadi 90 industri (9 industri maritim dan 81
non-maritim) dikali 244 produk. Berikut disampaikan format
tabel supply maritim 2010.

Gambar 2.4. Format Tabel Supply Ekonomi Maritim

Perhubunga
Bioteknolo

Bangunan
Perikanan

Domestik
Maritim

Maritim

Hankan
No maritim

Industri

Output
Wisata
Bahari

Impor
n Laut
ESDM

Total
Kode Klasifikasi

Laut
Jasa
Ind

gi
M01 ... M81 M82 M83 M84 M85 M86 M87 M88 M89 M90 6000 4019
001
002
003
...
242
243
244
Adjusted Impor
Total Output

2.2.3. Penyusunan PDB Maritim 2011-2016

Melalui kerangka tabel SUT Maritim 2010 diperoleh PDB


Manual yang digunakan
dalam penyusunan PDB Maritim 2010. PDB Maritim 2010 ini merupakan dasar untuk
Nasional adalah SNA penyusunan PDB Maritim tahun 2011-2016 atau dapat juga
2008 disebut PDB Maritim tahun dasar. Dalam penyusunan PDB
Nasional, System Nasional Account 2008 merupakan manual
yang digunakan sebagai rujukan. Oleh karena penyusunan PDB
Maritim diturunkan dari PDB Nasional maka Penyusunan PDB
maritim juga sesuai dengan System of National Account (SNA)
2008, yang merupakan standar internasional dan berbasis KBLI
2009. Tahapan penyusunan PDB maritim secara lengkap terdapat
pada gambar 2.5. PDB maritim tahun 2010 diturunkan dari hasil
SUT maritim tahun 2010. level PDB maritim tahun 2010 ini
menjadi basis penyusunan PDB maritim untuk tahun-tahun
berikutnya. Setelah PDB 2010 diperoleh, langkah selanjutnya
adalah melakukan estimasi untuk memperoleh PDB maritim 2011-
2016.

Gambar 2.5. Tahapan Penyusunan PDB Maritim 2011-2016

Penyusunan PDB Maritim


Penyusunan PDB Maritim Linking PDB Maritim
2010 menggunakan
2011-2016 2011-2016
benchmark SUT

22 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


2.3. Metodologi dan Sumber Data

Produk Domestik Bruto (PDB) Maritim terdiri dari dua PDB terdiri dari dua
jenis, yaitu PDB Maritim Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan jenis, yaitu PDB Atas
PDB Maritim Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Dasar Harga Berlaku
(ADHB) dan Atas Dasar
Dalam penyusunan PDB Maritim Atas Dasar Harga Berlaku Harga Konstan (ADHK)
metode yang digunakan adalah produksi, dengan persamaan
sebagai berikut: Penyusunan NTB Atas
Dasar Harga Berlaku
Outputb,t = Produksit x Hargat
menggunakan pendekatn
NTB b,t = Outputb,t — Konsumsi Antarab,t produksi

dimana :
Outputb,t = Ouput/nilai produksi bruto atas dasar harga
berlaku tahunt
NTBb,t = Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku tahun
ke t
Produksit = Kuantum produksi tahun ke t
Hargat = Harga produksi tahun ke t

Sementara dalam penyusunan PDB Maritim Atas Dasar Harga


Konstan, terdapat tiga metode yang dapat digunakan, yaitu:

1. Revaluasi yaitu perkalian kuantum produksi tahun yang


Metode penyusunan
berjalan dengan harga tahun dasar. Dalam rumus dapat NTB Atas Dasar Harga
dinyatakan sebagai berikut : Konstan, yaitu Revaluasi,
Outputk,t = Produksit x Harga0 Ekstrapolasi, dan Deflasi
NTBk,t = Outputk,t - Konsumsi Antarak,t

2. Ekstrapolasi yaitu dengan cara mengalikan nilai tahun


dasar dengan suatu indeks kuantum dibagi 100. Dalam
rumus dapat dinyatakan sebagai berikut :
Outputk,t = Outputk,0 x (IKPt / 100)
NTBk,t = Outputk,t - Konsumsi Antarak,t

3. Deflasi yaitu dengan cara membagi nilai pada tahun berjalan


dengan suatu indeks harga dibagi 100. Dalam rumus
dapat dinyatakan sebagai berikut :
Outputk,t = Outputk,0 / (IHt / 100)
NTBk,t = Outputk,t - Konsumsi Antarak,t

Penggunaan metode di atas untuk masing-masing cluster


tergantung kepada ketersediaan data. Lebih rinci, metode yang
digunakan untuk masing-masing cluster dapat dilihat pada bagian
berikut:

23
2.3.1. Perikanan

NTB Atas Dasar Harga Berlaku cluster Perikanan yang


berasal dari Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan dihitung menggunakan pendekatan produksi, dimana
output didapat dari produksi dikalikan harga. Selanjutnya nilai
tambah didapat dengan cara mengurangkan output dengan
konsumsi antara. NTB atas dasar harga konstan dihitung
menggunakan metode revaluasi, dimana output harga konstan
dinilai berdasarkan harga pada tahun dasar 2010.

Selanjutnya, perhitungan NTB atas dasar harga berlaku


maupun harga konstan pada cluster Perikanan Laut yang berasal
dari Lapangan Usaha Perdagangan menggunakan pendekatan
commodity flow untuk barang-barang domestik. Output didapat
dengan cara mengalikan output hasil perikanan maritim dengan
rasio marjin perdagangan dari perikanan tangkap laut dan
perikanan budidaya laut dan air payau. Kemudian, nilai tambah
didapat dengan cara mengalikan output dengan rasio nilai
tambah bruto.

Dalam penyusunan Cluster Perikanan ini, data yang


digunakan berasal dari berbagai sumber baik BPS maupun luar
BPS, dia antaranya :
 Direktori Perusahaan Kehutanan dan Statistik Perusahaan
Penangkaran Tanaman/ Satwa Liar, Badan Pusat Statistik;
 Statistik Perikanan Tangkap Tahunan, Kementerian Kelautan
dan Perikanan;
 Statistik Perikanan Budidaya Tahunan, Kementerian Kelautan
dan Perikanan;
 Statistik Budidaya Ikan Hias Indonesia, Kementerian
Kelautan dan Perikanan;
 Statistik Ekspor Indonesia, BPS;
 Statistik Harga Perdesaan, BPS;
 Statisitk Harga Produsen, BPS;
 Data Sensus Pertanian 2003 dan 2013 Subsektor, BPS;
 Struktur Ongkos Perusahaan Perikanan, BPS.
 SUT Indonesia tahun 2010

24 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


2.3.2. Energi dan Sumber Daya Mineral

NTB atas dasar harga berlaku cluster Energi dan Sumber Daya Nilai tambah atas harga
Mineral yang berasal dari Lapangan Usaha Pertambangan dan konstan ESDM
menggunakan metode
Penggalian dihitung menggunakan pendekatan produksi. PDB
deflasi dan revaluasi
atas dasar harga konstan didapat dengan metode deflasi dan
revaluasi.

NTB atas dasar harga berlaku cluster Energi dan Sumber Daya
Mineral yang berasal dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan
dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi. NTB atas
dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan metode
deflasi dan ekstrapolasi. Sedangkan nilai tambah didapat dengan
mengalikan output dengan rasio NTB.

Penghitungan NTB Cluster Energi dan Sumber Daya Mineral


yang berasal dari Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas
memanfaatkan data Marine Vessel Power Plant (MVPP) yang
dimulai pada tahun 2015. Output didapat dengan cara
mengalikan proporsi kapasitas total pembangkit MVPP terhadap
kapasitas total pembangkit PLN se-Indonesia dengan output total
ketenagalistrikan atas dasar harga berlaku.

Output harga konstan didapat dengan mengalikan antara


proporsi kapasitas total pembangkit MVPP terhadap kapsitas
total pembangkit PLN se-Indonesia dengan output total
ketenagalistrikan atas dasar harga konstan.

Sumber data yang digunakan untuk menghitung nilai


tambah cluster ESDM, di antanya::
 Laporan Tahunan Produksi Minyak Bumi dan Kondensat
Indonesia Tahun 2010 berdasarkan Produksi Lepas Pantai,
Kementerian ESDM;
 Produksi dan Pemanfaatan Gas Bumi Indonesia Tahun 2010
berdasarkan Produksi Lepas Pantai, Kementerian ESDM;
 Statistik Pertambangan selain Minyak dan Gas Bumi 2010-
2013;
 Hasil Pendataan Garam, Kementerian Kelautan dan
Perikanan;
 Informasi dari Kementerian dan Instansi terkait;
 SUT Indonesia tahun 2010, Badan Pusat Statistik;
 Data Marine Vessel Power Plant (MVPP).

25
2.3.3. Industri Bioteknologi

Penghitungan Industri NTB atas dasar harga berlaku Cluster Industri Bioteknologi
Bioteknologi ADHK yang berasal dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan dihitung
menggunakan metode
deflasi dan ekstrapolasi
dengan menggunakan pendekatan produksi. PDB atas dasar
harga konstan dihitung dengan menggunakan metode deflasi dan
ekstrapolasi. Sedangkan nilai tambah bruto didapat dengan
mengalikan output dengan rasio NTB.

Dalam penyusunan nilai tambah cluster Industri


Bioteknologi, sumber data yang digunakan adalah:
 Statistik Industri Besar dan Sedang tahunan, Badan Pusat
Statistik;
 Statistik Industri Mikro dan Kecil, Badan Pusat Statistik;
 Informasi dari Kementerian dan Instansi terkait;
 SUT Indonesia tahun 2010, Badan Pusat Statistik.

2.3.4. Industri Maritim

Output Industri Maritim


NTB atas dasar harga berlaku cluster Industri Maritim yang
dihitung menggunakan berasal dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan dihitung
pendekatan produksi
dengan menggunakan pendekatan produksi. NTB atas dasar
harga konstan dihitung dengan menggunakan metode deflasi dan
ekstrapolasi. Sedangkan nilai tambah didapat dengan mengalikan
output dengan rasio NTB.

NTB atas dasar harga berlaku Cluster Industri Maritim yang


berasal dari Lapangan Usaha Pengadaan Air dihitung
menggunakan pendekatan produksi, yaitu dengan cara
mengalikan antara jumlah tenaga kerja dengan produktivitas.
Produktivitas didapat dengan cara membagi omset dengan
jumlah tenaga kerja hasil Sensus Ekonomi 2006 pada Lapangan
Usaha Pengadaan Air. PDB atas dasar harga konstan didapat
dengan metode deflasi, yaitu membagi PDB atas dasar harga
berlaku dengan Indeks Harga Produsen (IHP).

NTB atas dasar harga berlaku Cluster Industri Maritim yang


berasal dari Lapangan Usaha Konstruksi dihitung menggunakan
pendekatan produksi, yaitu dengan cara mengalikan antara
jumlah tenaga kerja dengan produktivitas. Produktivitas didapat
dengan cara membagi omset dengan jumlah tenaga kerja hasil
Sensus Ekonomi 2006 pada Lapangan Usaha Konstruksi. NTB

26 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


atas dasar harga konstan didapat dengan metode deflasi, yaitu
membagi NTB atas dasar harga berlaku dengan Indeks Harga
Perdagangan Besar (IHPB) konstruksi.

Sumber data dalam penyusunan nilai tambah Cluster Jasa


Maritim:
 Statistik Industri Besar dan Sedang tahunan, Badan Pusat
Statistik;
 Statistik Industri Mikro dan Kecil, Badan Pusat Statistik;
 Informasi dari Kementerian dan Instansi terkait;
 SUT Indonesia tahun 2010, Badan Pusat Statistik;
 Hasil Sensus Ekonomi 2006, BPS;
 Statistik Ketenagakerjaan, BPS.

2.3.5. Jasa Maritim

NTB atas dasar harga berlaku Cluster Jasa Maritim yang


Output Jasa Maritim
berasal dari Lapangan Usaha Pengadaan Air dihitung diperoleh dengan
mengalikan jumlah tenaga
menggunakan pendekatan produksi, yaitu dengan cara
kerja dengan produktivitas
mengalikan antara jumlah tenaga kerja dengan produktivitas.
Produktivitas didapat dengan cara membagi omset dengan
jumlah tenaga kerja hasil SE 2006 pada Lapangan Usaha
Pengadaan Air. PDB atas dasar harga konstan didapat dengan
metode deflasi, yaitu membagi PDB atas dasar harga berlaku
dengan Indeks Harga Produsen (IHP).

NTB atas dasar harga berlaku cluster Jasa Maritim yang


berasal dari Lapangan Usaha Konstruksi dihitung menggunakan
pendekatan produksi, yaitu dengan cara mengalikan antara
jumlah tenaga kerja dengan produktivitas. Produktivitas didapat
dengan cara membagi omset dengan jumlah tenaga kerja hasil SE
2006 pada Lapangan Usaha Konstruksi. PDB atas dasar harga
konstan didapat dengan metode deflasi, yaitu membagi PDB atas
dasar harga berlaku dengan IHPB konstruksi.

NTB atas dasar harga berlaku Cluster Jasa Maritim yang


berasal dari Lapangan Usaha Transportasi dihitung menggunakan
pendekatan produksi. Sedangkan PDB harga konstan dihitung
dengan metode deflasi.

NTB atas dasar harga berlaku Cluster Jasa Maritim yang


berasal dari Lapangan Usaha Jasa Pendidikan dihitung

27
menggunakan pendekatan produksi, dengan menggunakan
indikator produksi berupa jumlah siswa dan indikator harga
berupa output per siswa. NTB harga konstan didapat dengan
metode deflasi, menggunakan deflator IHK. Selanjutnya, untuk
mendapatkan nilai tambah, output yang sudah didapat dikalikan
dengan rasio NTB.

Sumber data:
 Hasil Sensus Ekonomi 2006, BPS;
 Statistik Ketenagakerjaan, BPS;
 Statistik Transportasi, BPS;
 Jumlah penumpang, kendaraan, dan barang (PT. ASDP
Indonesia Ferry;
 Laporan Keuangan PT ASDP Indonesia Ferry;
 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
 Survei Khusus BPS;
 SUT Indonesia tahun 2010, BPS.

2.3.6. Wisata Bahari

Nilai tambah atas dasar


NTB atas dasar harga berlaku Cluster Wisata Bahari yang
harga konstan Cluster berasal dari Lapangan Usaha Jasa Lainnya dihitung menggunakan
Wisata Bahari menggunakan pendekatan produksi, dengan menggunakan indikator produksi
metode deflasi
berupa jumlah pengunjung dan indikator harga berupa output
per pengunjung. NTB harga konstan didapat dengan metode
deflasi, menggunakan deflator IHK. Selanjutnya, untuk
mendapatkan nilai tambah, output yang sudah didapat dikalikan
dengan rasio NTB.

Sumber data yang digunakan dalam penyusunan Cluster Wisata


Bahari adalah:
 Statistik Kehutanan, BPS;
 Statistik Daya Tarik Obyek Wisata, PT Pembangunan Jaya
Ancol;
 SUT Indonesia tahun 2010, BPS.

2.3.7. Perhubungan Laut

Nilai tambah atas dasar NTB atas dasar harga berlaku cluster Perhubungan Laut yang
harga konstan Cluster berasal dari Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan
Perhubungan Laut dihitung menggunakan pendekatan produksi. Sedangkan NTB
menggunakan metode
harga konstan dihitung menggunakan metode deflasi.
deflasi

28 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


Sumber data yang digunakan:
 Statistik Transportasi, BPS;
 Laporan tahunan perusahaan Angkutan Laut BUMN;
 Laporan tahunan Jasa Penunjang Angkutan BUMN;
 Laporan perusahaan Angkutan Laut go public.

2.3.8. Bangunan Laut

NTB atas dasar harga berlaku Cluster Bangunan Laut berasal


Output Bangunan Laut
dari Lapangan Usaha Konstruksi dihitung menggunakan berasal dari Laporan Usaha
pendekatan produksi, yaitu dengan cara mengalikan antara Konstruksi diperoleh dengan
mengalikan jumlah tenaga
jumlah tenaga kerja dengan produktivitas. Produktivitas didapat
kerja dengan produktivitas
dengan cara membagi omset dengan jumlah tenaga kerja hasil SE
2006 pada Lapangan Usaha Konstruksi. NTB atas dasar harga
konstan didapat dengan metode deflasi, yaitu membagi NTB atas
dasar harga berlaku dengan IHPB konstruksi.

Sumber data:
 Hasil Sensus Ekonomi 2006, BPS;
 Statistik Ketenagakerjaan, BPS.

2.3.9. Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan


Keselamatan di Laut

NTB atas dasar harga berlaku Cluster Pertahanan, Keamanan, Nilai tambah harga konstan
Penegakan Hukum dan Keselamatan di Laut yang berasal dari Cluster Pertahanan,
Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Keamanan, Penegakan
Jaminan Sosial Wajib dihitung menggunakan pendekatan cost Hukum, dan Keselamatan di
Laut menggunakan metode
basis, dimana pendekatan dilakukan atas biaya-biaya yang
deflasi
dikeluarkan oleh lembaga pertahanan dan angkatan bersenjata,
perhubungan laut, dan angkatan laut. Output diperoleh dari
konsumsi antara (terdiri dari belanja barang dan belanja bantuan
sosial) ditambah dengan Nilai Tambah Bruto (NTB). NTB terdiri
dari belanja pegawai dan estimasi penyusutan.

NTB atas dasar harga konstan dihitung menggunakan metode


deflasi, dimana PDB atas dasar harga berlaku di-deflate dengan
jenis belanja yang bersesuaian.

Sumber data yang digunakan adalah:


 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2010-2015
 Realisasi angggaran 2016, Ditjen Perbendaharaan Negara
Kementerian Keuangan

29
 Anggaran detail 2015, Ditjen Anggaran Kemeterian Keuangan
 Jumlah PNS, Kementerian dan Lembaga terkait dan Badan
Kepegawaian Negara
 Indeks upah, IHPB, Indeks implisit Pembentukan Modal Tetap
Bruto

30 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


BAB III
PERKEMBANGAN PDB
MARITIM

31
ii
PERKEMBANGAN PDB MARITIM

3.1. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia

Setelah krisis ekonomi global tahun 2008 hingga 2009,


Sepanjang 2010-2016
perekonomian Indonesia tahun 2010 mulai menunjukkan nominal PDB Indonesia
perbaikan. Perbaikan didukung oleh permintaan domestik yang mengalami peningkatan
solid dan kondisi eksternal yang mulai kondusif seiring
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global. Perbaikan
perekonomian ini tercermin dari peningkatan yang terjadi pada
nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada tahun 2010
nominal PDB Indonesia atas dasar harga berlaku mencapai
6.864,1 triliun rupiah meningkat menjadi 12.406,8 triliun rupiah
pada tahun 2016. Sementara, PDB atas dasar harga konstan
dalam kurun waktu tersebut juga mengalami peningkatan sejalan
dengan PDB atas dasar harga berlaku.

Tabel 3.1. Indikator PDB Indonesia


Tahun
Indikator
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
PDB Harga Berlaku
6.864.133,1 7.831.726,0 8.615.704,5 9.546.134,0 10.569.705,3 11.531.716,9 12.406.809,8
(miliar Rp)
PDB Harga Konstan
6.864.133,1 7.287.635,3 7.727.083,4 8.156.497,8 8.564.866,6 8.982.511,3 9.433.034,4
(miliar Rp)
Laju Pertumbuhan
- 6,17 6,03 5,56 5,01 4,88 5,02
(persen)
Laju Indeks Implisit
- 7,47 2,75 4,97 5,44 4,03 2,45
(persen)

Bila ditinjau lebih jauh terkait pertumbuhan ekonomi, yang


Pertumbuhan PDB
dihitung berdasarkan PDB harga konstan, maka pada tahun Indonesia mengalami
2011, PDB Indonesia tumbuh 6,17 persen. Perekonomian perlambatan sejak tahun
Indonesia ini masih tergolong baik dalam situasi perekonomian 2013-2015

global yang masih belum stabil. Fundamental ekonomi indonesia


yang cukup kuat mampu meminimalkan dampak dari gejolak
ekonomi global yang masih terjadi. Selanjutnya pada tahun 2012,
kinerja perekonomian Indonesia masih cukup menggembirakan
di tengah perekonomian dunia yang masih melemah dan diliputi
ketidakpastian. Pertumbuhan tahun 2012 dapat dipertahankan
pada tingkat yang cukup tinggi sebesar 6,03 persen. Namun,
dalam kurun waktu 2013-2015, ekonomi Indonesia terus
mengalami perlambatan, dimana pertumbuhan hanya berada
dibawah 6 persen. Belum pulihnya kondisi perekonomian global
dan harga komoditas yang juga mengalami penurunan

33
berkontribusi dalam perlambatan perekonomian nasional pada
kurun waktu tersebut.

Gambar 3.1. Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Gambar 3.2. Struktur PDB Indonesia Tahun 2016
(persen) (persen)

7,00
PDB Indonesia
6,50 20,51 Ind
6,17
6,03 Pengolahan
6,00 Pertanian
5,56 42,47
5,50 Perdagangan
5,01 5,02 13,45
4,88
5,00
Konstruksi
4,50 13,19
Lainnya
10,38
4,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Akselerasi percepatan Pada tahun 2016, perekonomian global menunjukkan


pertumbuhan PDB mulai peningkatan dan pertumbuhan meskipun belum merata.
terjadi pada tahun 2016 Pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju pada umumnya
membaik. Sementara perekonomian di negara-negara
berkembang menunjukan perkembangan yang beragam. Kondisi
ini tentu berpengaruh terhadap perbaikan permintaan eksternal
yang tercermin dari peningkatan nilai ekspor Indonesia.
Dukungan pemulihan ekonomi global dan permintaan domestik
yang masih kuat menyebabkan kinerja perekonomian Indonesia
kembali menggeliat dengan pertumbuhan mencapai 5,02
meningkat dibanding capaian tahun 2015 sebesar 4,88 persen.
Dari sisi produksi pertumbuhan ini didukung oleh seluruh
aktivitas ekonomi dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi.

Industri Pengolahan
Menelaah tentang struktur ekonomi Indonesia dalam
merupakan kontributor kurun waktu 2010-2016, Industri Pengolahan merupakan
terbesar dalam lapangan usaha yang memiliki kontribusi terbesar dalam
pembentukan PDB
pembentukan PDB Indonesia. Pada tahun 2010 kontribusi
Indonesia
lapangan usaha ini mencapai 22,04 persen. Selanjutnya
kontributor kedua dicapai oleh Lapangan Usaha Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan dengan kontribusi sebesar 13,93
persen, diikuti oleh Lapangan Usaha Perdagangan sebesar 13,46
persen, dan Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
sebesar 10,46 persen.

34 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


Pada tahun 2016, Lapangan Usaha Industri Pengolahan
masih memberikan kontribusi tertinggi terhadap pembentukan
PDB Indonesia, yaitu sebesar 20,51 persen. Urutan kedua masih
ditempati oleh Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan dengan kontribusi sebesar 13,45 persen. Selanjutnya
Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor dengan kontribusi 13,19 persen. Sementara di
urutan keempat dicapai oleh Lapangan Usaha Konstruksi sebesar
10,38 persen.

Sementara bila dilihat dari penciptaan pertumbuhan PDB


Nasional atau sumber pertumbuhan, maka pada tahun 2016
Industri Pengolahan memberikan sumber pertumbuhan terbesar
0,92 persen, diikuti oleh Perdagangan Besar, Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 0,53 persen dan Konstruksi sebesar
0,51 persen. Sementara sumber pertumbuhan lapangan usaha
lainnya tidak lebih dari 0,5 persen.

3.2. Peranan Industri Maritim dalam Perekonomian Indonesia

Dalam kerangka Gambar 3.3. Laju Pertumbuhan PDB Maritim dan


PDB Nasional
Nominal PDB maritim
ekonomi maritim, nilai (persen) mengalami kenaikan
nominal PDB maritim 10,00 PDB Maritim PDB Nasional rata-rata 40,8 triliun
atas dasar harga 8,00
rupiah per tahun
6,17 6,03
berlaku selama kurun 5,56
5,01 4,88 5,02
6,00
waktu tujuh tahun 3,03
4,00 3,44
terakhir (2010-2016) 1,58 4,51
2,00
mengalami peningkatan (0,45) (0,99)
-
yang cukup signifikan. 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pada tahun 2010 nilai (2,00)

PDB Maritim atas dasar harga berlaku yang dihasilkan oleh


pelaku-pelaku bidang maritim tersebut mencapai 505,0 triliun
rupiah meningkat menjadi 749,9 triliun rupiah pada tahun 2016
atau terjadi kenaikan rata-rata sebesar 40,8 triliun rupiah
pertahun. Sejalan dengan PDB maritim atas dasar harga berlaku,
PDB maritim atas dasar harga konstan juga menunjukan
peningkatan dimana tahun 2010 sebesar 505,0 triliun rupiah
meningkat menjadi 563,0 triliun rupiah tahun 2016.

35
Kontribusi PDB maritim Besaran PDB atas Gambar 3.4. Share PDB Maritim Terhadap PDB
dasar harga berlaku ini Nasional 2016
terhadap PDB nasional
(persen)
sebesar 6,04 persen dapat memberikan
6,04
tahun 2016
gambaran tentang
kontribusi ekonomi
maritim terhadap Maritim

perekonomian nasional. Non-maritim

Selama kurun waktu


2010-2016, PDB
maritim memberikan
kontribusi 6,04 persen
sampai 7,95 persen atau secara rata-rata sebesar 7,06 persen.
Kontribusi PDB maritim terhadap PDB Nasional, tertinggi dicapai
pada tahun 2012 sebesar 7,95 persen, dimana kontribusi terbesar
disumbang oleh cluster ESDM sebesar 4,85 persen. Selanjutnya
pada tahun 2013 kontribusi PDB Maritim terhadap PDB nasional
mengalami penurunan menjadi 7,14 persen. Penurunan
kontribusi ini terus berlanjut, dimana pada tahun 2016, kontribusi
PDB maritim terhadap PDB nasional hanya mencapai 6,04
persen. Penurunan kontribusi ini sejalan dengan penurunan
kontribusi Cluster ESDM terhadap PDB Nasional. Pada tahun
2016, ESDM mengalami penurunan kontribusi yang cukup
signifikan dimana hanya mencapai 2,51 persen terhadap PDB
nasional. Sebelumnya pada tahun 2012 mencapai 4,85 persen
yang merupakan capaian tertinggi sepanjang kurun waktu 2010-
2016. Penurunan ini disebabkan oleh terjadinya penurunan harga
pada komoditas minyak, meskipun dari sisi produksi terjadi
peningkatan. Penurunan kontribusi PDB Maritim terhadap PDB
Nasional ini tidak sejalan dengan peningkatan yang terjadi pada
nominal PDB Maritim sepanjang 2010-2016. Situasi ini
mengindikasikan bahwa peningkatan aktivitas-aktivitas produksi
di luar lapangan usaha maritim, lebih cepat dibandingkan
peningkatan aktivitas produksi cluster maritim.

Bila dilihat secara rinci menurut cluster maritim, maka


dalam kurun waktu 2010-2016, terdapat tiga cluster maritim yang
sangat dominan berkontribusi dalam pembentukan PDB maritim,
yaitu cluster Perikanan. Cluster Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) dan cluster Perhubungan Laut. Ketiga cluster ini tentu
sangat berperan dalam menentukan kontribusi industri maritim

36 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2016, kontribusi
Perikanan terhadap PDB nasional mencapai 2,52 persen. Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencapai 2,51 persen dan
Cluster Perhubungan Laut mencapai 0,52 persen. Untuk
meningkatkan peranan industri maritim terhadap perekonomian
nasional, maka tiga aktivitas ekonomi ini harus diupayakan
mengalami peningkatan dan memiliki kinerja yang baik sehingga
berdampak positif terhadap perekonomian maritim dan
perekonomian nasional.

Gambar 3.5. Perkembangan PDB Maritim


(persen)

1.000,0 Nominal (triliun Rp) Kontribusi (persen) 25,00


900,0
800,0 719,0 738,5 749,9 20,00
700,0 685,0 681,9
606,4
600,0 15,00
505,0
500,0
400,0 10,00
300,0
200,0 5,00
7,36 7,74 7,95 7,14 6,80 6,40
100,0 6,04
- -
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

3.3. Perkembangan PDB Maritim Indonesia

Selama kurun Gambar 3.6. Share Cluster Maritim Terhadap Cluster Perikanan,
PDB Maritim 2016 Cluster ESDM, dan
waktu 2010-2016, (persen)
Cluster Perhubungan
terdapat tiga cluster
Laut merupakan
yang sangat dominan 8,11 Perikanan dominan dalam PDB
berkontribusi dalam 8,59 maritim
ESDM
pembentukan PDB 41,72

Maritim. Ketiga cluster Perhubungan


Laut
tersebut adalah Cluster 41,58
Lainnya
Perikanan, Cluster ESDM
dan Cluster
Perhubungan Laut. Pada tahun 2010, Cluster ESDM memberikan
kontribusi sebesar 57,32 persen Cluster Perikanan sebesar 28,51
persen dan Cluster Perhubungan Laut sebesar 6,68 persen. Seiring
dengan situasi dan kondisi yang terjadi, maka pada tahun 2016
kontribusi ESDM mengalami penurunan, sementara Cluster
Perikanan mengalami peningkatan, dimana Cluster Perikanan
memberikan kontribusi sebesar 41,72 persen atau senilai 312,9
triliun rupiah, dan Cluster Energi dan Sumber Daya Mineral

37
memberikan kontribusi sebesar 41,58 persen atau senilai 311,8
triliun rupiah, dan Cluster Perhubungan Laut memberikan
kontribusi sebesar 8,59 persen atau senilai 64,4 triliun rupiah.
Sementara cluster lainnya memberikan kontribusi yang relatif
kecil.

Laju Pertumbuhan PDB Selanjutnya untuk mengukur keberhasilan pembangunan


Maritim selama 2010- di bidang maritim, salah satu indikator yang dapat kita gunakan
2016 mengalami adalah laju pertumbuhan PDB maritim. Pertumbuhan PDB
fluktuasi yang cukup
maritim dalam kurun waktu 2010-2016 mengalami fluktuasi
signifikan
yang cukup signifikan. Tahun 2011 dan 2012 terjadi kontraksi
pertumbuhan sebesar minus 0,45 persen dan minus 0,99 persen.
Kontraksi pertumbuhan disebabkan oleh kontraksi pertumbuhan
yang terjadi pada Cluster ESDM, Cluster Industri Maritim dan
Cluster Bangunan Laut. Seiring dengan perbaikan kinerja Cluster
ESDM, kondisi perekonomian maritim berangsur-angsur
membaik. Hal ini ditunjukan oleh capaian PDB Maritim yang
mengalami pertumbuhan positif dalam periode 2013-2016.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2015 sebesar 4,51
persen mendekati pertumbuhan PDB nasional sebesar 4,88
persen. Pertumbuhan tahun 2015 ini didukung hampir semua
cluster termasuk tiga cluster yang peranannya sangat dominan
terhadap pembentukan PDB Maritim. Pertumbuhan tertinggi
dicapai oleh Cluster Wisata Bahari sebesar 8,45 persen.

Selanjutnya, pergerakan laju pertumbuhan ekonomi cluster


Cluster Perikanan
memberikan kontribusi maritim akan berpengaruh terhadap pembentukan pertumbuhan
terbesar terhadap ekonomi maritim (sumber pertumbuhan). Peranan masing-masing
pertumbuhan PDB cluster ekonomi maritim terhadap laju pertumbuhan ekonomi
maritim
maritim tergambar pada sumbangan yang diberikan oleh cluster
ekonomi maritim tersebut terhadap pembentukan pertumbuhan
ekonomi maritim. Pada tahun 2011, Cluster Perikanan
memberikan sumbangan terbesar terhadap pembentukan
pertumbuhan PDB Maritm yaitu sebesar 2,20 persen, diikuti oleh
Cluster Perhubungan Laut sebesar 0,57 persen dan Jasa Maritim
sebesar 0,27 persen. Namun, Cluster ESDM dengan share
terbesar, belum memberikan kontribusi yang positif terhadap
pembentukan laju pertumbuhan dengan sumber pertumbuhan
-3,55 persen. Selanjutnya, dalam pembentukan PDB Maritim
tahun 2016, Cluster Perikanan masih memberikan kontribusi

38 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


terbesar sebesar 1,84 persen, diikuti oleh Cluster ESDM dengan
sumber pertumbuhan sebesar 0,93 persen, dan Cluster Bangunan
Laut sebesar 0,15 persen. Sementara Cluster Industri Maritim
adalah cluster yang memberikan peranan terkecil dalam
pembentukan laju pertumbuhan PDB Maritim. Di sisi lain, Cluster
Wisata Bahari mempunyai laju pertumbuhan tertinggi, namun
sumbangannya terhadap pertumbuhan PDB maritim hanya
sebesar 0,01 persen.

3.4. Perkembangan PDB Maritim Indonesia Menurut Cluster

Perkembangan PDB Maritim Indonesia menurut cluster


memberikan gambaran tentang nilai tambah, pertumbuhan,
distribusi, dan sumber pertumbuhan yang tercipta untuk masing-
masing cluster.

3.4.1. Perikanan

Dalam kurun waktu 2010-2016, nilai tambah yang Nilai tambah yang
diciptakan oleh Cluster Perikanan yang mencakup produksi diciptakan cluster
komoditas perikanan termasuk aktivitas perdagangannya terus Perikanan tahun 2016
sebesar 312,9 triliun
mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, nilai tambah yang
rupiah
tercipta pada aktivitas ini adalah sebesar 143,9 triliun rupiah.
Nilai tambah ini terus meningkat dari tahun ke tahun dimana
pada tahun 2016 nilai tambah Cluster Perikanan atas dasar harga
berlaku mencapai 312,9 triliun rupiah. Sementara bila dilihat dari
harga konstan, maka nilai tambah yang tercipta juga mengalami
peningkatan, dimana pada tahun 2016 nilai tambah Cluster
Perikanan atas dasar harga konstan mencapai 212,4 triliun rupiah
atau tumbuh 4,96 persen dibanding tahun 2015.

Cluster Perikanan merupakan salah satu cluster yang Perikanan menjadi salah
memberikan kontribusi sangat besar dalam pembentukan PDB satu cluster yang
maritim. Peranan cluster ini terhadap pembentukan PDB Maritim berkontribusi besar
terhadap pembentukan
dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2010,
PDB maritim
kontribusi Cluster Perikanan terhadap PDB maritim sebesar 28,51
persen, meningkat cukup signifikan menjadi 41,72 persen pada
tahun 2016. Peningkatan peranan cluster ini didukung oleh
peningkatan produksi dan perkembangan harga yang positif dari
tahun ke tahun untuk komoditas-komoditas cluster ini.

39
Perkembangan harga dapat tercermin dari laju pertumbuhan
implisit. Pertumbuhan implisit Cluster Perikanan tertinggi terjadi
pada tahun 2015 sebesar 8,94 persen. Hal ini mengindikasikan
terjadi kenaikan harga komoditas perikanan laut yang cukup
tinggi pada tahun tersebut.

Gambar 3.7. Kontribusi Cluster Perikanan Terhadap PDB Gambar 3.8. Laju Pertumbuhan Cluster Perikanan
Maritim
(persen) 10,00
45,00 41,72 Cluster Perikanan
Cluster Perikanan 38,30
40,00 9,00
33,62 7,70
35,00 30,39 8,00 7,29 7,40
28,51 7,06
30,00 26,85 26,49
7,00
25,00 5,78
20,00 6,00 4,96
15,00 5,00
10,00
4,00
5,00
- 3,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Pertumbuhan tertinggi
Untuk mengukur kinerja dari Cluster Perikanan digunakan
Cluster Perikanan terjadi indikator laju pertumbuhan. Dalam kurun waktu 2010-2016, laju
di tahun 2011 sebesar pertumbuhan Cluster Perikanan menunjukkan kinerja yang baik.
7,70 persen
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 7,70
persen dan terendah pada tahun 2016 sebesar 4,96 persen.
Pertumbuhan Cluster Perikanan ini sejalan dengan Subkategori
Perikanan dalam PDB nasional. Pertumbuhan Cluster Perikanan
didukung oleh produksi perikanan hasil budidaya laut dan air
payau mengalami peningkatan yang signifikan khususnya akibat
melimpahnya produksi rumput laut sebagai dampak El Nino
dimana curah hujan sangat jarang terjadi, sehingga proses
pengeringan rumput laut berjalan dengan baik. Namun di tahun
2016, aktivitas ini terkendala oleh efek La Nina dimana iklim
didominasi oleh kemarau basah yang menyebabkan perlambatan
produksi rumput laut.

Selama kurun waktu


Sementara, peningkatan produksi perikanan budidaya laut
2010-2016 Cluster dan air payau yang didukung oleh beberapa kebijakan dan
Perikanan merupakan program, di antaranya revitalisasi tambak di beberapa sentra
kontributor terbesar
perikanan budidaya, percepatan pengembangan model
dalam penciptaan PDB
Maritim
percontohan (demfarm) bagi pembudidaya ikan, diversifikasi
komoditas (misalnya udang vaname) yang dibudidayakan di
keramba jaring apung laut dan pemberian benih yang
menstimulasi pembudidaya untuk meningkatkan produksi.

40 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


Tabel 3.2. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Perikanan
Tahun
Indikator
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 43.942,0 162.810,2 181.468,5 207.217,0 241.720,7 282.819,8 312.876,1
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 143.942,0 155.026,9 163.992,6 175.569,9 188.375,1 202.313,9 212.354,6
(miliar Rp)
Distribusi 28,51 26,85 26,49 30,39 33,62 38,30 41,72
(persen)
Laju Pertumbuhan - 7,70 5,78 7,06 7,29 7,40 4,96
(persen)
Laju Indeks Implisit - 5,02 5,37 6,66 8,72 8,94 5,40
(persen)
Sumber Pertumbuhan - 2,20 1,78 2,33 2,53 2,67 1,84
(persen)

Bila ditinjau dari sumber pertumbuhan, maka dalam kurun


waktu 2010-2016, cluster ini merupakan kontributor terbesar
dalam menyumbang pertumbuhan, dengan rata-rata sumber
pertumbuhan sebesar 2,20 persen dalam pembentukan
pertumbuhan PDB maritim. Pada tahun 2011-2014, di tengah
kondisi Cluster ESDM yang kurang baik, Cluster Perikanan Laut
berperan besar menahan laju penurunan PDB maritim Indonesia
lebih dalam, dengan sumber pertumbuhan masing-masing sebesar
2,20 persen (2011); 1,78 persen (2012); 2,33 persen (2013) dan
2,53 persen (2014). Pada tahun 2016 sumber pertumbuhan yang
tercipta dari Cluster Perikanan sebesar 1,84 persen.

3.4.2. Energi dan Sumber Daya Mineral

Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang utamanya


Tahun 2014-2016 nilai
mencakup aktivitas pertambangan minyak mentah lepas pantai, tambah Cluster ESDM
pada kurun waktu 2010-2016 menghasilkan nilai tambah yang mengalami penurunan
cukup besar. Pada tahun 2010, nilai tambah yang tercipta oleh
cluster ini mencapai 289,4 triliun rupiah. Nilai ini merupakan
pencapaian tertinggi dibanding cluster lainnya dalam klasifikasi
PDB maritim. Sampai dengan tahun 2013, nilai tambah yang
tercipta terus meningkat. Peningkatan didukung oleh harga
komoditas migas yang cukup baik. Selanjutnya tahun 2014-2016,
nilai tambah yang tercipta dari cluster ini mengalami penurunan.
Pelemahan harga yang terjadi pada komoditas migas berdampak
dalam penciptaan nilai tambah atas dasar harga berlaku untuk
cluster ESDM.

Penciptaan nilai tambah yang besar menjadikan Cluster


ESDM sebagai cluster yang memberikan kontribusi terbesar dalam

41
pembentukan PDB Maritim Indonesia. Rata-rata kontribusi cluster
ini selama kurun waktu 2010-2016 adalah sebesar 53,06 persen.
Cluster ESDM
memberikan kontribusi Namun kontribusi cluster ESDM cenderung menurun dalam
besar dalam kurun 6 tahun terakhir. Pada tahun 2010 kontribusi cluster ESDM
pembentukan
sebesar 57,32 persen jauh berada diatas cluster Perikanan, namun
PDBMaritim
pada tahun 2016 kontribusinya turun menjadi 41,58 persen lebih
rendah dibanding cluster Perikanan sebesar 41,72 persen.
Terjadinya penurunan kontribusi ini terutama disebabkan oleh
terjadinya pelemahan harga komoditas tambang, khususnya
migas.

Gambar 3.9. Kontribusi Cluster ESDM Terhadap PDB Maritim Gambar 3.10. Laju Pertumbuhan Cluster ESDM
(persen) (persen)

4,00 3,12
80,00 Cluster ESDM Cluster ESDM
2,03
70,00
60,18 60,97 2,00
57,32 55,44
60,00
50,78
50,00 45,18 -
41,58 2011 2012 2013 2014 2015 2016
40,00
(2,00) (0,22)
30,00
(4,00) (3,41)
20,00

10,00 (6,19)
(6,00)
-
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 (6,68)
(8,00)

Selanjutnya jika ditinjau dari sisi pertumbuhan, dalam


Cluster ESDM mengalami
perbaikan pertumbuhan kurun waktu 2010-2016, terjadi perbaikan pertumbuhan dari
dari tahun ke tahun tahun ke tahun, dimana pada tahun 2011 terjadi kontraksi
pertumbuhan cluster ESDM tercatat minus 6,19 persen. Sementara
tahun 2016 terjadi peningkatan, yaitu tumbuh 2,03 persen.
Peningkatan ini didorong oleh kinerja Lapangan Usaha
Pertambangan Migas yang mulai membaik, dimana tercatat
terjadinya pertumbuhan produksi pada komoditas migas. Sebagai
catatan pada tahun 2016, produksi migas secara umum
melampaui produksi yang ditetapkan dalam APBNP.

Kurun waktu 2010-2014


Meskipun cluster ini memberikan kontribusi terbesar dalam
Cluster ESDM pembentukan PDB nominal Maritim, namun dalam kontribusinya
berkontribusi negatif terhadap penciptaan pertumbuhan (sumber pertumbuhan)
terhadap penciptaan
selama tahun 2010-2014 Cluster ESDM belum memberikan
pertumbuhan PDB
maritim
kontribusi yang positif. Hal ini disebabkan oleh penurunan
produksi minyak mentah dan kondensat. Pada tahun 2015

42 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


kinerja Lapangan Usaha Pertambangan Migas membaik. Cluster
ini mulai memberikan kontribusi positif dalam pertumbuhan
dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,46. Sumbangan sumber
pertumbuhan yang cukup besar dari cluster ESDM ini menjadikan
pertumbuhan PDB Maritim tahun 2015 tertinggi disbanding
tahun lainnya, yaitu 4,51 persen. Pertumbuhan tersebut
mendekati pertumbuhan PDB nasional sebesar 4,88 persen pada
tahun 2016. Sumbangan ESDM terhadap pembentukan
pertumbuhan PDB maritim masih cukup baik yaitu sebesar 0,93
persen.

Tabel 3.3. Indikator Ekonomi Maritim Cluster ESDM


Tahun
Indikator
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 289.425,2 364.931,3 417.643,2 378.023,8 365.129,8 333.684,5 311.769,3
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 289.425,2 271.500,7 253.372,4 244.720,7 244.183,0 251.804,4 256.910,2
(miliar Rp)
Distribusi 57,32 60,18 60,97 55,44 50,78 45,18 41,58
(persen)
Laju Pertumbuhan - (6,19) (6,68) (3,41) (0,22) 3,12 2,03
(persen)
Laju Indeks Implisit - 34,41 22,63 (6,29) (3,20) (11,38) (8,42)
(persen)
Sumber Pertumbuhan - (3,55) (3,61) (1,74) (0,11) 1,46 0,93
(persen)

3.4.3. Industri Bioteknologi

Dari sembilan cluster yang terdapat dalam aktivitas


Meskipun perlahan,
maritim. Industri bioteknologi merupakan salah satu cluster yang share Industri
dianggap memiliki potensi besar dalam penciptaan Bioteknologi mengalami
perekonomian Indonesia. Namun sampai saat ini aktivitas- peningkatan

aktivitas yang terkait dengan industri tersebut belum berkembang


dengan bak. Hal ini dapat dilihat dari nilai tambah yang tercipta
dari industri tersebut. Pada tahun 2010, nilai tambah yang
tercipta dari Industri Bioteknologi adalah 1,4 triliun rupiah.
Meskipun perlahan, namun nilai tambah yang tercipta dari waktu
ke waktu mengalami peningkatan. Dimana pada tahun 2016,
nilai tambah atas dasar harga berlaku yang tercipta dari Industri
Bioteknologi meningkat menjadi 2,8 triliun rupiah. Sejalan
dengan nilai tambah atas dasar harga berlaku, nilai tambah atas
dasar harga konstan yang tercipta dari Industri Bioteknologi juga
mengalami peningkatan. Pada tahun 2016, nilainya mencapai 2
triliun rupiah.

43
Nilai tambah yang relatif sangat kecil mengakibatkan
Kontribusi Cluster
Industri Bioteknologi Industri Bioteknologi menjadi cluster yang kontribusinya relatif
mengalami peningkatan kecil terhadap pembentukan PDB Maritim dengan rata-rata
setiap tahunnya kontribusi sebesar 0,30 persen. Namun bila dilihat selama kurun
waktu 2010-2016, kontribusi cluster ini tiap tahun mengalami
peningkatan, dimana pada tahun 2010 kontribusinya terhadap
PDB Maritim adalah sebesar 0,28 persen, kemudian meningkat
menjadi 0,37 persen pada tahun 2016. Hal ini sejalan dengan
peningkatan yang terjadi pada pembentukan nilai tambah atas
dasar harga berlaku cluster Industri Bioteknologi.

Gambar 3.11. Kontribusi Cluster Industri Bioteknologi Gambar 3.12. Laju Pertumbuhan Cluster Industri
Terhadap PDB Maritim Bioteknologi
(persen) (persen)

14,00 Cluster Ind Bioteknologi


0,60
Cluster Industri Bioteknologi
12,00
0,50
9,33
0,37 10,00 8,31
0,40 0,34
0,31 8,00 6,97
0,28 0,28
0,30 0,26 0,26
5,10
6,00
0,20
4,00 2,94

0,10
2,00
2,51
- -
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Pertumbuhan tertinggi Meskipun kontribusi dari cluster ini relatif kecil, namun
Industri Bioteknologi perkembangannya cukup baik dari waktu ke waktu, tercermin
terjadi di tahun 2014, dari laju pertumbuhan. Dalam kurun waktu 2010-2016, cluster
sebesar 9,33 persen
Industri Bioteknologi mencapai pertumbuhan positif setiap tahun.
Pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2014 sebesar 9,33
persen dan terendah pada tahun 2013 sebesar 2,51 persen.

Tabel 3.4. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Industri Bioteknologi


Tahun
Indikator
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 1.430,3 1.584,1 1.758,3 1.893,5 2.237,4 2.530,1 2.791,4
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 1.430,3 1.472,3 1.594,7 1.634,8 1.787,3 1.911,9 2.009,4
(miliar Rp)
Distribusi 0,28 0,26 0,26 0,28 0,31 0,34 0,37
(persen)
Laju Pertumbuhan - 2,94 8,31 2,51 9,33 6,97 5,10
(persen)
Laju Indeks Implisit - 7,59 2,48 5,05 8,08 5,71 4,97
(persen)
Sumber Pertumbuhan - 0,01 0,02 0,01 0,03 0,02 0,02
(persen)

44 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


Sementara bila dilihat kontribusinya terhadap
pembentukan pertumbuhan PDB maritim, maka dalam periode
2010-2016 memberikan kontribusi yang positif. Sumber
pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2014, yaitu sebesar
0,03 persen sejalan dengan laju pertumbuhan yang tinggi.

Pelaku aktivitas di industri ini masih didominasi oleh


Industri Mikro dan Kecil. Hal ini diperkirakan menjadi salah satu
penyebab mengapa kontribusi cluster ini sangat kecil. Disamping
itu maraknya produk impor yang terkait Industri Bioteknologi,
menyebabkan produk-produk domestik bersaing dengan produk
impor tersebut. Hal ini tentu mempengaruhi perkembangan
cluster tersebut.

3.4.4. Industri Maritim

Dalam periode 2010-2016 Cluster Industri Maritim yang


Dalam periode 2010-
mencakup di antaranya aktivitas yang terkait industri galangan 2016 perkembangan
kapal; peralatan dan perlengkapan kapal menunjukan Industri Maritim
perkembangan yang cukup baik. Hal ini tercermin dari terjadinya berlangsung cukup baik

peningkatan nilai tambah atas dasar harga berlaku dalam kurun


waktu tersebut. Sejalan dengan harga berlaku, nilai tambah yang
tercipta jika dinilai dengan harga konstan 2010, juga mengalami
kenaikan. Pada tahun 2010 nilai tambah yang tercipta adalah
sebesar 8.916,4 miliar rupiah menjadi 10.630,3 triliun rupiah di
tahun 2016.

Gambar 3.13. Kontribusi Cluster Industri Maritim Gambar 3.14. Laju Pertumbuhan Cluster Industri Maritim
Terhadap PDB Maritim (persen)
(persen)
12,00
2,50 Cluster Industri Maritim Cluster Industri Maritim
10,00
2,00 1,77 8,00
1,47 6,00 4,79
1,45 1,41 1,43 1,42
1,50 1,35
4,00
1,51
1,00 2,00 (0,02) (0,18)
-
0,50 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(2,00)
- (4,00)
(1,84) (3,40)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(6,00)

Laju pertumbuhan,
Bila ditinjau dari sisi laju pertumbuhan, Cluster Industri
Cluster industri maritim
Martim ini menunjukkan kinerja yang kurang memuaskan. menunjukkan kinerja
Selama kurun waktu 2010-2016, pertumbuhan positif hanya yang kurang memuaskan

45
terjadi di tahun 2012-2013, sementara tahun lainnya mengalami
kontraksi pertumbuhan. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa
kendala yang dihadapi oleh Cluster Industri Maritim, di
antaranya adalah harga produksi domestik lebih tinggi dbanding
produk impor, waktu produksi yang relatif lama menyebabkan
konsumen lebih memilih produk impor dan minimnya dukungan
industri komponen dan penunjang lainnya.

Disamping distribusi dan laju pertumbuhan, maka sumber


pertumbuhan cluster ini dalam penciptaan pertumbuhan PDB
Maritim Indonesia juga relatif kecil. Sumbangan positif terjadi
pada tahun 2012 dan 2013 masing-masing sebesar 0,03 persen
dan 0,09 persen.

Tabel 3.5. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Industri Maritim


Tahun
Indikator
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 8.916,4 8.799,2 9.234,8 10.054,4 10.147,1 10.543,3 10.630,3
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 8.916,4 8.915,0 9.050,0 9.483,5 9.309,3 9.292,6 8.976,4
(miliar Rp)
Distribusi 1,77 1,45 1,35 1,47 1,41 1,43 1,42
(persen)
Laju Pertumbuhan - (0,02) 1,51 4,79 (1,84) (0,18) (3,40)
(persen)
Laju Indeks Implisit - (1,30) 3,38 3,90 2,81 4,09 4,38
(persen)
Sumber Pertumbuhan - (0,00) 0,03 0,09 (0,03) (0,00) (0,06)
(persen)

3.4.5. Jasa Maritim

Pada tahun 2016 nilai


Cluster Jasa Maritim seperti telah disampaikan pada bab
tambah atas dasar harga sebelumnya, mencakup beberapa aktivitas diantaranya adalah
berlaku Cluster Jasa Jasa Pendidikan, Konsultasi, Reklamasi Pantai dan lainnya. Nilai
Maritim mencapai 29,9
tambah yang tercipta dari aktivitas ini tahun 2010 adalah sebesar
triliun rupiah
17,2 triliun. Cluster ini mengalami perkembangan yang cukup
baik, dimana selama periode 2010-2016 terjadi peningkatan nilai
tambah yang tercipta. Pada tahun 2016 nilai tambah atas dasar
harga berlaku Cluster Jasa Maritim mencapai 29,9 triliun rupiah.
Kontribusi cluster terhadap pembentukan nilai tambah maritim,
cukup tinggi yaitu rata-rata 3,53 persen pertahun.

46 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


Gambar 3.15. Kontribusi Cluster Jasa Maritim Terhadap Gambar 3.16. Laju Pertumbuhan Cluster Jasa Maritim
PDB Maritim (persen)
(persen)
12,00
6,00 Cluster Jasa Maritim Cluster Jasa Maritim
5,00 10,00
7,82 7,83
3,79 3,98 3,99
4,00 3,40 3,39 8,00
3,16 6,07
2,97
3,00 6,00

2,00 4,00 2,44


2,05
1,32
1,00 2,00

- -
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Selanjutnya jika ditinjau dari laju pertumbuhan, maka


Sepanjang 2010-2016
selama kurun waktu 2010-2016, cluster ini selalu tumbuh positif, Cluster Jasa Maritim
dengan pertumbuhan yang fluktuatif. Pertumbuhan tertinggi selalu tumbuh positif
terjadi pada tahun 2014 sebesar 7,83 persen dan terendah pada
tahun 2015 sebesar 1,32 persen.

Pertumbuhan yang cukup baik mengakibatkan cluster ini


berkontribusi positif terhadap laju pertumbuhan PDB Maritim.
Sumbangan tertinggi terjadi pada tahun 2014 dimana sumber
pertumbuhan mencapai 0,31 persen.

Tabel 3.6. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Jasa Maritim


Tahun
Indikator
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 17.158,2 19.186,4 20.355,4 23.115,0 27.226,8 29.415,9 29.926,2
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 17.158,2 18.499,8 18.950,4 20.101,6 21.674,6 21.959,7 22.408,8
(miliar Rp)
Distribusi 3,40 3,16 2,97 3,39 3,79 3,98 3,99
(persen)
Laju Pertumbuhan - 7,82 2,44 6,07 7,83 1,32 2,05
(persen)
Laju Indeks Implisit - 3,71 3,57 7,05 9,24 6,64 (0,30)
(persen)
Sumber Pertumbuhan - 0,27 0,09 0,23 0,31 0,05 0,08
(persen)

3.4.6. Wisata Bahari

Cluster Wisata Bahari yang mencakup wisata dengan objek


Wisata Bahari memiliki
dan daya tariknya bersumber dari potensi laut dan darat pantai nilai tambah yang masih
menghasilkan nilai tambah yang masih cukup kecil dimana pada cukup kecil
tahun 2010 hanya mencapai 0,5 triliun rupiah. Meskipun
demikian, nilai tambah yang tercipta terus mengalami
peningkatan dalam kurun waktu 2010-2016. Pada tahun 2016,
nilai tambah atas dasar harga berlaku yang tercipta meningkat
menjadi 1 triliun rupiah.

47
Gambar 3.17. Kontribusi Cluster Wisata Bahari Terhadap Gambar 3.18. Laju Pertumbuhan Cluster Wisata
PDB Maritim Bahari
(persen)
0,20 12,00 Cluster Wisata Bahari
Cluster Wisata Bahari
0,18
10,00 8,40 8,45
0,16 8,23
0,14 0,13
0,12 8,00 6,57
0,11 6,46
0,12 0,10
0,09 0,09
0,10 0,09 6,00 4,91
0,08
0,06 4,00
0,04
2,00
0,02
- -
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Wisata Bahari Dari nilai tambah yang tercipta tersebut, menjadikan


memberikan kontribusi Wisata Bahari sebagai cluster yang memberikan kontribusi
terkecil dalam
terkecil dalam pembentukan PDB maritim Indonesia dalam kurun
pembentukan PDB
maritim
waktu 2010-2016 dengan rata-rata kontribusi sebesar 0,1 persen.
Namun demikian, jika dilihat dari laju pertumbuhan, cluster ini
adalah salah satu cluster yang mengalami peningkatan
pertumbuhan yang cukup signifikan dalam tiga tahun terakhir,
dimana pertumbuhan mencapai diatas 8 persen. Pertumbuhan ini
didorong oleh adanya penyelenggaraan event internasional
seperti pada tahun 2014 adalah Sail Raja Ampat. Kegiaan ini
menjadi model percepatan pembangunan daerah kepulauan.
Selanjutnya adanya kegiatan Indonesia International Maritime
Festival (IIMF)yang diselenggarakan di tiga pulau, yaitu Pulau
Batam, Natuna, dan Anambas dan beberapa kegiatan lainnya
yang terkait dengan wisata bahari Indonesia.

Tabel 3.7. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Wisata Bahari


Tahun
Indikator
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 468,9 523,2 587,6 660,7 764,1 880,4 976,0
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 468,9 499,7 532,0 558,1 605,0 656,1 710,1
(miliar Rp)
Distribusi 0,09 0,09 0,09 0,10 0,11 0,12 0,13
(persen)
Laju Pertumbuhan - 6,57 6,46 4,91 8,40 8,45 8,23
(persen)
Laju Indeks Implisit - 4,70 5,49 7,18 6,68 6,25 2,43
(persen)
Sumber Pertumbuhan - 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
(persen)

Selanjutnya, meskipun kontribusi nya kecil terhadap


pembentukan nilai tambah Maritim, namun didukung oleh
pertumbuhan yang cukup baik, cluster ini memiliki peranan yang

48 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


positif dalam mendukung pertumbuhan PDB Maritim, dimana
rata-rata sumber pertumbuhan cluster ini adalah sebesar 0,01
persen per tahun.

3.4.7. Perhubungan Laut

Perhubungan Laut yang mencakup aktivitas angkutan


Nilai tambah
barang dan penumpang serta konstruksi bangunan pelabuhan Perhubungan Laut terus
bukan perikanan menghasilkan nilai tambah yang cukup besar. meningkat
Pada tahun 2010 nilai tambah yang tercipta adalah sebesar 33,7
triliun rupiah. Nilai tambah ini terus meningkat setiap tahun,
dimana pada tahun 2016 nilai tambah yang tercipta mencapai
64,4 triliun rupiah.

Bila dilihat dari kontribusinya terhadap pembentukan PDB


Maritim Indonesia. Dalam kurun waktu 2010-2016 rata-rata
kontribusi cluster ini adalah sebesar 7,29 persen. Dalam tiga
tahun terakhir peranan cluster ini mengalami peningkatan yaitu
diatas 8 persen.

Gambar 3.19. Kontribusi Cluster Perhubungan Laut Gambar 3.20. Laju Pertumbuhan Cluster Perhubungan
Terhadap PDB Maritim Laut
(persen) 12,00
Cluster Perhubungan Laut Cluster Perhubungan…
10,00
8,53 8,59 10,00
9,00 7,96 8,59 8,58
8,00 7,73
6,68 6,98 7,09
7,00 6,21 6,10 8,00
6,00
6,00
5,00
4,00 4,00 2,85
3,00 1,74
2,00 2,00
1,00
- -
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sementara, dalam kurun waktu 2010-2016, laju


Pertumbuhan Cluster
pertumbuhan Cluster Perhubungan Laut cukup baik. Hal ini Perhubungan Laut
ditunjang oleh aktivitas pengangkutan penumpang dan barang. tertinggi di tahun 2011
Pada tahun 2011 pertumbuhan Cluster Perhubungan Laut mencapai 8,59 persen

mencapai 8,59 persen. Pertumbuhan yang tinggi terus berlanjut


sampai dengan tahun 2014. Pada tahun 2015 dan 2016 terjadi
perlambatan pertumbuhan dimana pertumbuhannya hanya
mencapai 2,85 persen dan 1,74 persen. Perlambatan ini di
antaranya disebabkan oleh terjadinya cuaca ekstrim di
penghujung 2015 disamping adanya peralihan moda angkutan
dari laut ke udara.

49
Tabel 3.8. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Perhubungan Laut
Tahun
Indikator
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 33.747,3 37.668,6 41.803,3 47.585,0 57.247,0 62.960,4 64.387,3
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 33.747,3 36.647,4 39.791,8 42.614,4 45.907,9 47.215,1 48.035,7
(miliar Rp)
Distribusi 6,68 6,21 6,10 6,98 7,96 8,53 8,59
(persen)
Laju Pertumbuhan - 8,59 8,58 7,09 7,73 2,85 1,74
(persen)
Laju Indeks Implisit - 2,79 2,21 6,29 11,67 6,94 0,52
(persen)
Sumber Pertumbuhan - 0,57 0,63 0,57 0,65 0,25 0,15
(persen)

Dengan pertumbuhan yang positif setiap tahun, maka


sumbangan cluster ini terhadap laju pertumbuhan PDB maritim
juga menjadi signifikan. Pada tahun 2011 Cluster Perhubungan
Laut menyumbang 0,57 persen terhadap pertumbuhan PDB
Maritim. Sampai dengan tahun 2014, sumbangan cluster ini masih
berada di atas 0,5 persen. Namun dua tahun terakhir terjadi
penurunan dimana sumbangannya hanya mencapai 0,25 persen
(2015) dan 0,15 persen (2016). Hal ini sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan Cluster Perhubungan Laut.

3.4.8. Bangunan Laut

Dalam kurun waktu 7


Cluster Bangunan Laut yang mencakup bangunan pantai
tahun rata-rata dan lepas pantai merupakan cluster yang perannya terhadap
kontribusi Bangunan perekonomian maritim tidak terlalu besar. Nilai tambah yang
Laut terhadap PDB
tercipta dari cluster ini dalam kurun waktu 2010-2016 tidak
Maritim hanya 0,67
persen
banyak mengalami perkembangan. Pada tahun 2010 nilai tambah
yang tercipta sebesar 4 triliun rupiah, kemudian meningkat dan
pada tahun 2016 mencapai 4,9 triliun rupiah. Dalam kurun
waktu 7 tahun rata-rata kontribusinya selama 2010-2016
terhadap PDB Maritim hanya 0,67 persen pertahun.

Cluster Bangunan Laut Di samping itu, cluster ini merupakan cluster yang juga
selalu mengalami mengalami kontraksi pertumbuhan setiap tahun kecuali tahun
kontraksi pertumbuhan, 2013 yang mengalami pertumbuhan 3,01 persen. Dalam waktu 7
kecuali pada tahun 2013
tahun hanya terjadi kenaikan sebesar lebih kurang 900 miliar
rupiah. Kontribusi cluster ini terhadap pembentukan PDB Maritim
sebesar 0,67 persen. Sementara laju pertumbuhan cluster ini juga
menunjukan kinerja yang kurang menggembirakan. Hampir di
setiap tahun terjadi kontraksi pertumbuhan kecuali pada tahun
2013 terjadi peningkatan pertumbuhan sebesar 3,01 persen.

50 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


Gambar 3.21. Kontribusi Cluster Bangunan Laut Terhadap Gambar 3.22. Laju Pertumbuhan Cluster Bangunan
PDB Maritim Laut
(persen)
6,00
2,00 Cluster Bangunan Laut
Cluster Bangunan Laut
1,80 5,00
1,60 4,00 3,01
1,40 3,00
1,20 2,00
1,00 0,80 1,00 (0,06)
0,80 0,66 0,64 0,66 0,67 0,66
0,60
-
0,60
(1,00) 2011 2012 2013 2014 2015 2016
0,40
0,20 (2,00) (3,12) (1,31)
- (3,00) (2,00)
(2,73)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 (4,00)

Dampak dari kecilnya kontribusi dan laju pertumbuhan


yang mengalami kontraksi, maka Cluster Bangunan Laut ini
belum memberikan kontribusi yang positif terhadap
pembentukan laju pertumbuhan PDB Maritim kecuali pada tahun
2013 cluster ini menyumbang 0,02 persen terhadap pertumbuhan
PDB Maritim.

Tabel 3.9. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Bangunan Laut


Tahun
Indikator
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 4.032,1 3.999,4 4.079,1 4.382,1 4.710,4 4.921,5 4.931,2
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 4.032,1 3.906,1 3.827,9 3.943,3 3.891,5 3.889,2 3.783,1
(miliar Rp)
Distribusi 0,80 0,66 0,60 0,64 0,66 0,67 0,66
(persen)
Laju Pertumbuhan - (3,12) (2,00) 3,01 (1,31) (0,06) (2,73)
(persen)
Laju Indeks Implisit - 2,39 4,08 4,28 8,92 4,54 3,01
(persen)
Sumber Pertumbuhan - (0,02) (0,02) 0,02 (0,01) (0,00) (0,02)
(persen)

3.4.9. Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan


Keselamatan di Laut

Cluster Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan Pertumbuhan Cluster


Keselamatan Laut merupakan cluster yang terkait dengan aktivitas Pertahanan, Keamanan,
pemerintah dalam bidang maritim. Kontribusi cluster ini terhadap Penegakan Hukum dan
Keselamatan di Laut rata-
PDB maritim adalah 1,12 persen per tahun selama kurun waktu
rata 6,92 persen
2010-2016. Sementara dalam kurun waktu yang sama laju
pertumbuhan yang tercipta cukup baik dimana pertumbuhan
tertinggi dicapai pada tahun 2011 sebesar 8,34 persen dan
terendah pada tahun 2014 sebesar 5,87 persen.

51
Gambar 3.23. Kontribusi Cluster Pertahanan, Gambar 3.24. Laju Pertumbuhan Cluster Pertahanan,
Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut
Laut Terhadap PDB Maritim (persen)
(persen)
10,00
2,00 Cluster Pertahanan dan
Cluster Pertahanan dan Keamanan Laut
1,80 9,00 8,34
Keamanan Laut
1,60 1,41
1,31
1,40 1,19 8,00 7,31
1,11
1,20 0,97 6,69 6,70
0,94 0,93 6,60
1,00 7,00
0,80 5,87
0,60 6,00
0,40
5,00
0,20
- 4,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Dari sisi penciptaan pertumbuhan PDB Maritim, cluster ini


memberikan sumber pertumbuhan rata-rata sebesar 0,08 persen.

Tabel 3.10. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan Keselamatan di Laut
Tahun
Indikator
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 4.761,7 5.663,8 6.624,9 7.594,8 8.538,1 9.679,6 10.604,8
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 4.761,7 5.159,0 5.536,2 5.906,4 6.252,9 6.665,9 7.112,8
(miliar Rp)
Distribusi 0,94 0,93 0,97 1,11 1,19 1,31 1,41
(persen)
Laju Pertumbuhan - 8,34 7,31 6,69 5,87 6,60 6,70
(persen)
Laju Indeks Implisit - 9,78 9,00 7,45 6,19 6,35 2,67
(persen)
Sumber Pertumbuhan - 0,08 0,08 0,07 0,07 0,08 0,08
(persen)

52 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


BAB IV
PENUTUP

53
ii
PENUTUP

Produk Domestik Bruto (PDB) Maritim merupakan suatu


indikator makro ekonomi yang dapat digunakan oleh pemerintah
sebagai landasan pengambilan kebijakan sektor maritim. Melalui
data PDB, pemerintah dapat mengukur tingkat keberhasilannya
dalam pengembangan sektor maritim. Tersedianya data PDB
maritim sebagai salah satu indikator pembangunan bidang
maritim dapat menjadi landasan bagi pemerintah untuk
pengambian kebijakan di bidang maritim Indonesia sehingga cita-
cita Indonesia sebagai poros maritim dunia dapat terwujud.

Sembilan cluster maritim, menunjukkan perkembangan


yang cukup signifikan dalam rentang waktu 2010-2016. Nilai
nominal PDB Maritim atas dasar harga berlaku tahun 2010
mencapai 505,0 triliun rupiah meningkat menjadi 749,9 triliun
rupiah pada tahun 2016 atau naik rata-rata 40,8 triliun rupiah
pertahun. Walaupun nominal PDB Maritim mengalami
peningkatan, namun kontribusi PDB maritim terhadap PDB
Nasional mengalami penurunan yaitu dari 7,36 persen di tahun
2010 menjadi 6,04 persen di tahun 2016. Salah satu penyebab
menurunnya kontribusi tersebut adalah melemahnya harga
komoditas pertambangan migas (Cluster ESDM).

Terdapat tiga cluster yang dominan dalam pembentukan


PDB Maritim yaitu Cluster Perikanan, Cluster Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) dan Cluster Perhubungan Laut. Cluster
Perikanan memberikan kontribusi sebesar 41,72 persen terhadap
total PDB Maritim, selanjutnya cluster ESDM dan cluster
Perhubungan laut masing-masing memberikan kontribusi sebesar
41,58 persen dan 8,59 persen. Ketiga cluster tersebut
memberikan kontribusi sebesar 91,89 persen terhadap
pembentukan PDB Maritim Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi maritim mengalami fluktuasi yang


cukup signifikan selama tahun 2010-2016. Ekonomi maritim
sempat mengalami kontraksi pertumbuhan di tahun 2011 dan
2012 masing-masing sebesar minus 0,45 persen dan minus 0,99
persen. Cluster ESDM berkontribusi besar terjadinya kontraksi
pertumbuhan maritim tersebut, hal ini disebabkan oleh
penurunan produksi migas, kondisi PDB Maritim berangsur-

55
angsur membaik, hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan positif
selama periode 2013-2016. Pertumbuhan tertinggi PDB Maritim
terjadi pada tahun 2015 sebesar 4,51 persen.

Studi penyusunan PDB Maritim dihadapkan pada beberapa


kendala, antara lain ketersediaan data yang minim untuk
beberapa aktivitas maritim, cakupan dan batasan konsep
kemaritiman. Terkait dengan ketersediaan data, sampai saat ini
data dasar yang mencakup kegiatan sektor maritim secara spesifik
belum tersedia secara periodik dan lengkap. Sebagian besar data
tersedia secara agregat, sehingga membutuhkan usaha yang cukup
besar untuk memisahkan aktivitas maritim dalam agregat data
tersebut.

Kendala berikutnya adalah cakupan dan batasan konsep


maritim, dimana dalam studi awal ini cakupan aktivitas maritim
terbagi dalam dalam sembilan cluster maritim yang merujuk pada
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2014
tentang Kelautan. Suatu aktivitas dianggap sebagai aktivitas
maritim apabila bersentuhan dengan air laut atau terencam air
laut. Selain itu, aktivitas dalam sembilan cluster maritim masih
terbatas pada produksi turunan pertama. Sebagai contoh adalah
cakupan aktivitas cluster perikanan hanya sebatas pada
penangkapan ikan di laut, budidaya laut, dan kegiatan
perdagangan hasil perikanan laut, belum termasuk aktivitas
turunan selanjutnya seperti industri pengolahan hasil-hasil
penangkapan ikan.

Selanjutnya yang menjadi kendala berikutnya adalah


konsep coastal area, batasan sampai sejauh mana aktivitas
dianggap aktivitas maritim dihitung dari pinggir laut (daerah
pantai). Dalam studi ini, aktivitas Matirim yang dilakukan di
pantai dan pesisir pantai baru terbatas pada kegiatan ESDM.
Sementara aktivitas lainnya belum dimasukan seperti aktivitas
hotel yang berada di tepi pantai.

Masih banyaknya kendala yang dihadapi dalam studi


penyusunan PDB maritim ini yang perlu ditindak lanjuti pada
studi berikutnya agar menghasilkan indikator PDB maritim yang
lebih baik dan berdaya guna untuk kemajuan pembangunan
khususnya bidang kemaritiman Indonesia.

56 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016


LAMPIRAN

57
ii
Lampiran 1. PDB Maritim Atas Dasar Harga Berlaku (miliar rupiah)

Tahun
No Uraian
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Perikanan 143.942,0 162.810,2 181.468,5 207.217,0 241.720,7 282.819,8 312.876,1

2 Energi dan Sumber Daya Mineral 289.425,2 364.931,3 417.643,2 378.023,8 365.129,8 333.684,5 311.769,3

3 Industri Bioteknologi 1.430,3 1.584,1 1.758,3 1.893,5 2.237,4 2.530,1 2.791,4

4 Industri Maritim 8.916,4 8.799,2 9.234,8 10.054,4 10.147,1 10.543,3 10.630,3

5 Jasa Maritim 17.158,2 19.186,4 20.355,4 23.115,0 27.226,8 29.415,9 29.926,2

6 Wisata Bahari 468,9 523,2 587,6 660,7 764,1 880,4 976,0

7 Perhubungan Laut 33.747,3 37.668,6 41.803,3 47.585,0 57.247,0 62.960,4 64.387,3

8 Bangunan Laut 4.032,1 3.999,4 4.079,1 4.382,1 4.710,4 4.921,5 4.931,2

Pertahanan, Keamanan, Penegakan


9 4.761,7 5.663,8 6.624,9 7.594,8 8.538,1 9.679,6 10.604,8
Hukum dan Keselamatan di Laut

NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar 503.882,1 605.166,2 683.555,1 680.526,3 717.721,4 737.435,5 748.892,6

Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim 1.074,0 1.262,9 1.438,0 1.357,1 1.274,0 1.085,3 996,1

PDB Maritim 504.956,1 606.429,1 684.993,1 681.883,4 718.995,4 738.520,8 749.888,7

PDB Nasional 6.864.133,1 7.831.726,0 8.615.704,5 9.546.134,0 10.569.705,3 11.531.716,9 12.406.809,8

59
Lampiran 2. PDB Maritim Atas Dasar Harga Konstan (miliar rupiah)

Tahun
No Uraian
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Perikanan 143.942,0 155.026,9 163.992,6 175.569,9 188.375,1 202.313,9 212.354,6

2 Energi dan Sumber Daya Mineral 289.425,2 271.500,7 253.372,4 244.720,7 244.183,0 251.804,4 256.910,2

3 Industri Bioteknologi 1.430,3 1.472,3 1.594,7 1.634,8 1.787,3 1.911,9 2.009,4

4 Industri Maritim 8.916,4 8.915,0 9.050,0 9.483,5 9.309,3 9.292,6 8.976,4

5 Jasa Maritim 17.158,2 18.499,8 18.950,4 20.101,6 21.674,6 21.959,7 22.408,8

6 Wisata Bahari 468,9 499,7 532,0 558,1 605,0 656,1 710,1

7 Perhubungan Laut 33.747,3 36.647,4 39.791,8 42.614,4 45.907,9 47.215,1 48.035,7

8 Bangunan Laut 4.032,1 3.906,1 3.827,9 3.943,3 3.891,5 3.889,2 3.783,1

Pertahanan, Keamanan, Penegakan


9 4.761,7 5.159,0 5.536,2 5.906,4 6.252,9 6.665,9 7.112,8
Hukum dan Keselamatan di Laut

NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar 503.882,1 501.626,9 496.648,0 504.532,7 521.986,6 545.708,8 562.301,1

Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim 1.074,0 1.046,8 1.044,8 1.006,1 926,6 803,1 747,9

PDB Maritim 504.956,1 502.673,7 497.692,8 505.538,8 522.913,2 546.511,9 563.049,0

PDB Nasional 6.864.133,1 7.287.635,3 7.727.083,4 8.156.497,8 8.564.866,6 8.982.511,3 9.433.034,4

60
Lampiran 3. Distribusi PDB Maritim Atas Dasar Harga Konstan (persen)

Tahun
No Uraian
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (8)

1 Perikanan 28,51 26,85 26,49 30,39 33,62 38,30 41,72

2 Energi dan Sumber Daya Mineral 57,32 60,18 60,97 55,44 50,78 45,18 41,58

3 Industri Bioteknologi 0,28 0,26 0,26 0,28 0,31 0,34 0,37

4 Industri Maritim 1,77 1,45 1,35 1,47 1,41 1,43 1,42

5 Jasa Maritim 3,40 3,16 2,97 3,39 3,79 3,98 3,99

6 Wisata Bahari 0,09 0,09 0,09 0,10 0,11 0,12 0,13

7 Perhubungan Laut 6,68 6,21 6,10 6,98 7,96 8,53 8,59

8 Bangunan Laut 0,80 0,66 0,60 0,64 0,66 0,67 0,66

Pertahanan, Keamanan, Penegakan


9 0,94 0,93 0,97 1,11 1,19 1,31 1,41
Hukum dan Keselamatan di Laut

NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar 99,79 99,79 99,79 99,80 99,82 99,85 99,87

Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim 0,21 0,21 0,21 0,20 0,18 0,15 0,13

PDB Maritim 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

61
Lampiran 4. Distribusi PDB Maritim Terhadap PDB Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku (persen)

Tahun
No Uraian
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Perikanan 2,10 2,08 2,11 2,17 2,29 2,45 2,52

2 Energi dan Sumber Daya Mineral 4,22 4,66 4,85 3,96 3,45 2,89 2,51

3 Industri Bioteknologi 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02

4 Industri Maritim 0,13 0,11 0,11 0,11 0,10 0,09 0,09

5 Jasa Maritim 0,25 0,24 0,24 0,24 0,26 0,26 0,24

6 Wisata Bahari 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

7 Perhubungan Laut 0,49 0,48 0,49 0,50 0,54 0,55 0,52

8 Bangunan Laut 0,06 0,05 0,05 0,05 0,04 0,04 0,04

Pertahanan, Keamanan, Penegakan


9 0,07 0,07 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09
Hukum dan Keselamatan di Laut

NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar 7,34 7,73 7,93 7,13 6,79 6,39 6,04

Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01

PDB Maritim 7,36 7,74 7,95 7,14 6,80 6,40 6,04

PDB Non Maritim 92,64 92,26 92,05 92,86 93,20 93,60 93,96

PDB Nasional 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

62
Lampiran 5. Laju Pertumbuhan PDB Maritim Atas Dasar Harga Konstan (persen)

Tahun
No Uraian
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (8)

1 Perikanan - 7,70 5,78 7,06 7,29 7,40 4,96

2 Energi dan Sumber Daya Mineral - (6,19) (6,68) (3,41) (0,22) 3,12 2,03

3 Industri Bioteknologi - 2,94 8,31 2,51 9,33 6,97 5,10

4 Industri Maritim - (0,02) 1,51 4,79 (1,84) (0,18) (3,40)

5 Jasa Maritim - 7,82 2,44 6,07 7,83 1,32 2,05

6 Wisata Bahari - 6,57 6,46 4,91 8,40 8,45 8,23

7 Perhubungan Laut - 8,59 8,58 7,09 7,73 2,85 1,74

8 Bangunan Laut - (3,12) (2,00) 3,01 (1,31) (0,06) (2,73)

Pertahanan, Keamanan, Penegakan


9 - 8,34 7,31 6,69 5,87 6,60 6,70
Hukum dan Keselamatan di Laut

NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar (0,45) (0,99) 1,59 3,46 4,54 3,04

Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim (2,53) (0,19) (3,70) (7,90) (13,33) (6,87)

PDB Maritim (0,45) (0,99) 1,58 3,44 4,51 3,03

63
Lampiran 6. Laju Pertumbuhan Implisit PDB Maritim (persen)

Tahun
No Uraian
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (8)

1 Perikanan - 5,02 5,37 6,66 8,72 8,94 5,40

2 Energi dan Sumber Daya Mineral - 34,41 22,63 (6,29) (3,20) (11,38) (8,42)

3 Industri Bioteknologi - 7,59 2,48 5,05 8,08 5,71 4,97

4 Industri Maritim - (1,30) 3,38 3,90 2,81 4,09 4,38

5 Jasa Maritim - 3,71 3,57 7,05 9,24 6,64 (0,30)

6 Wisata Bahari - 4,70 5,49 7,18 6,68 6,25 2,43

7 Perhubungan Laut - 2,79 2,21 6,29 11,67 6,94 0,52

8 Bangunan Laut - 2,39 4,08 4,28 8,92 4,54 3,01

Pertahanan, Keamanan, Penegakan


9 - 9,78 9,00 7,45 6,19 6,35 2,67
Hukum dan Keselamatan di Laut

NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar 20,64 14,09 (2,00) 1,94 (1,72) (1,44)

Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim 20,64 14,09 (2,00) 1,94 (1,72) (1,44)

PDB Maritim 20,64 14,09 (2,00) 1,94 (1,72) (1,44)

64
Lampiran 7. Sumber Pertumbuhan PDB Maritim Indonesia (persen)

Tahun
No Uraian
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (8)

1 Perikanan - 2,20 1,78 2,33 2,53 2,67 1,84

2 Energi dan Sumber Daya Mineral - (3,55) (3,61) (1,74) (0,11) 1,46 0,93

3 Industri Bioteknologi - 0,01 0,02 0,01 0,03 0,02 0,02

4 Industri Maritim - (0,00) 0,03 0,09 (0,03) (0,00) (0,06)

5 Jasa Maritim - 0,27 0,09 0,23 0,31 0,05 0,08

6 Wisata Bahari - 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

7 Perhubungan Laut - 0,57 0,63 0,57 0,65 0,25 0,15

8 Bangunan Laut - (0,02) (0,02) 0,02 (0,01) (0,00) (0,02)

Pertahanan, Keamanan, Penegakan


9 - 0,08 0,08 0,07 0,07 0,08 0,08
Hukum dan Keselamatan di Laut

NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar (0,45) (0,99) 1,58 3,45 4,54 3,04

Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim (0,01) (0,00) (0,01) (0,02) (0,02) (0,01)

PDB Maritim (0,45) (0,99) 1,58 3,44 4,51 3,03

65
Lampiran 8. Cakupan KBLI 2009 5 Digit Menurut Cluster Maritim Indonesia

Cluster No KBLI Deskripsi

(1) (2) (3) (4)

1 01702 Penangkaran satwa liar

2 03111 Penangkapan Pisces/Ikan Bersirip di Laut

3 03112 Penangkapan Crustacea di Laut

4 03113 Penangkapan Mollusca di Laut

5 03114 Penangkapan/Pengambilan Algae (Tumbuhan) di Laut

6 03115 Penangkapan/Pengambilan Benih Ikan di Laut

7 03116 Penangkapan Echinodermata di Laut

8 03117 Penangkapan Coelenterata di Laut

9 03118 Penangkapan ikan Hias Laut

10 03119 Penangkapan Biota Air Lainnya di Laut

11 03131 Jasa Sarana Produksi Penangkapan ikan di Laut


Perikanan
12 03132 Jasa Produksi Penangkapan Ikan di Laut

13 03133 Jasa Pasca Panen Penangkapan Ikan di Laut

14 03211 Pembesaran Ikan Laut

15 03212 Pembenihan Ikan Laut

16 03213 Budidaya Ikan Hias Air Laut

17 03214 Budidaya Karang (Coral)

18 03231 Jasa Sarana Produksi Budidaya Ikan Laut

19 03232 Jasa Produksi Budidaya Ikan Laut

20 03233 Jasa Pasca Panen Budidaya Ikan Laut

21 03251 Pembesaran Ikan Air Payau

22 03252 Pembenihan Ikan Air Payau

66
Cluster No KBLI Deskripsi

(1) (2) (3) (4)

24 03262 Jasa Produksi Budidaya Ikan Air Payau

25 03263 Jasa Pasca Panen Budidaya Ikan Air Payau

26 46206 Perdagangan Besar Hasil Perikanan


Perikanan
27 47215 Perdagangan Eceran Hasil Perikanan

28 47753 Perdagangan Eceran Ikan Hias

29 47815 Perdagangan Eceran Kaki Lima Dan Los Pasar Komoditi Hasil Perikanan

30 06100 Pertambangan Minyak Bumi

31 06201 Pertambangan Gas Alam

32 06202 Pengusahaan Tenaga Panas Bumi

33 07101 Pertambangan Pasir Besi

34 07102 Pertambangan Bijih Besi

35 07210 Pertambangan Bijih Uranium Dan Thorium

36 07291 Pertambangan Bijih Timah

37 07292 Pertambangan Bijih Timah Hitam

38 07293 Pertambangan Bijih Bauksit


ESDM
39 07294 Pertambangan Bijih Tembaga

40 07295 Pertambangan Bijih Nikel

41 07296 Pertambangan Bijih Mangan

42 07299 Pertambangan Bahan Galian Lainnya Yang Tidak Mengandung Bijih Besi

43 07301 Pertambangan Emas Dan Perak

44 07309 Pertambangan Bijih Logam Mulia Lainnya

45 08104 Penggalian Pasir

46 08930 Ekstraksi Garam

47 08992 Penggalian Batu Bahan Industri

67
Cluster No KBLI Deskripsi

(1) (2) (3) (4)

48 09100 Jasa Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Alam

49 09900 Jasa Pertambangan dan Penggalian Lainnya

50 19211 Industri Pemurnian Dan Pengilangan Minyak Bumi


ESDM
51 19212 Industri Pemurnian Dan Pengolahan Gas Alam

52 35101 Pembangkitan Tenaga Listrik

53 35103 Distribusi Tenaga Listrik

54 10215 Industri Peragian/Fermentasi Ikan

55 10295 Industri Peragian/Fermentasi Biota Air Lainnya

56 20115 Industri Kimia Dasar Organik Yang Bersumber Dari Hasil Pertanian

57 20119 Industri Kimia Dasar Organik Lainnya

58 20232 Industri Bahan Kosmetik dan Kosmetik, termasuk Pasta Gigi


Indsutri Bioteknologi
59 21011 Industri Bahan Farmasi

60 21012 Industri Produk Farmasi

61 21021 Industri Simplisia (Bahan Obat Tradisional)

62 21022 Industri Produk Obat Tradisional

63 72102 Penelitian dan Pengembangan Ilmu Teknologi dan Rekayasa

64 27403 Industri Peralatan Penerangan Untuk Alat Transportasi

65 28111 Industri Mesin Uap, Turbin dan Kincir

66 28113 Industri Komponen dan Suku Cadang Mesin dan Turbin

67 28130 Industri Pompa Lainnya, Kompresor, Kran dan Klep/Katup

Industri Maritim 68 28140 Industri Bearing, Roda Gigi dan Elemen Penggerak Mesin

69 30111 Industri Kapal dan Perahu

70 30112 Industri Bangunan Lepas Pantai dan Bangunan Terapung

71 30113 Industri Peralatan, Perlengkapan dan Bagian Kapal

68
Cluster No KBLI Deskripsi

(1) (2) (3) (4)

72 30120 Industri Pembuatan Kapal Pesiar dan Perahu untuk Olahraga

73 33151 Jasa Reparasi Kapal, Perahu dan Bangunan Terapung


Industri Maritim
74 38303 Pemotongan Kapal (Ship Breaking)

75 43309 Penyelesaian Konstruksi Bangunan Lainnya

76 39000 Jasa Pembersihan dan Pengelolaan Sampah Lainnya

77 42214 Konstruksi Telekomunikasi Sarana Bantu Navigasi Laut dan Rambu Sungai

78 42913 Konstruksi Bangunan Pelabuhan Perikanan

79 42915 Pengerukan

80 43110 Pembongkaran

81 43120 Penyiapan Lahan

82 43213 Instalasi Navigasi Laut dan Sungai

83 43223 Instalasi Minyak Dan Gas

84 43901 Pemasangan Pondasi Dan Pilar

85 43902 Pemasangan Perancah (Steiger)


Jasa Maritim
86 43903 Pemasangan Atap/Roof Covering

87 43904 Pemasangan Kerangka Baja

88 43905 Penyewaan Alat Konstruksi Dengan Operator

89 43909 Konstruksi Khusus Lainnya Ytdl

90 50211 Angkutan Sungai dan Danau untuk Penumpang dengan Trayek Tetap dan Teratur

91 50212 Angkutan Sungai dan Danau untuk Penumpang dengan Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur

92 50213 Angkutan Sungai dan Danau dengan Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur untuk Wisata

93 50214 Angkutan Penyeberangan Umum Antar Provinsi untuk Penumpang

94 50215 Angkutan Penyeberangan Perintis Antar Provinsi untuk Penumpang

95 50216 Angkutan Penyeberangan Umum Antar Kabupaten/Kota untuk Penumpang

69
Cluster No KBLI Deskripsi

(1) (2) (3) (4)

96 50217 Angkutan Penyeberangan Perintis Antar Kabupaten/Kota untuk Penumpang

97 50218 Angkutan Penyeberangan Umum Dalam Kabupaten/Kota untuk Penumpang

98 50219 Angkutan Penyeberangan Lainnya untuk Penumpang Termasuk Penyeberangan Antar Negara

99 50221 Angkutan Sungai dan Danau untuk Barang Umum dan atau Hewan

100 50222 Angkutan Sungai dan Danau untuk Barang Khusus

101 50223 Angkutan Sungai dan Danau untuk Barang Berbahaya

102 50224 Angkutan Penyeberangan Umum Antar Provinsi untuk Barang

103 50225 Angkutan Penyeberangan Perintis Antar Provinsi untuk Barang

104 50226 Angkutan Penyeberangan Umum Antar Kabupaten/Kota untuk Barang

105 50227 Angkutan Penyeberangan Perintis Antarkabupaten/Kota untuk Barang

106 50228 Angkutan Penyeberangan Umum Dalam Kabupaten/Kota Untuk Barang

Jasa Maritim 107 50229 Angkutan Penyeberangan Lainnya Untuk Barang Termasuk Penyeberangan Antarnegara

108 52222 Jasa Pelayanan Kepelabuhanan Sungai dan Danau

109 52223 Jasa Pelayanan Kepelabuhanan Penyeberangan

110 70202 Jasa Konsultasi Transportasi

111 71202 Jasa Pengujian Laboratorium

112 74909 Jasa Profesional, Ilmiah, dan Teknis Lainnya Ytdl

113 77303 Jasa Persewaan dan Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi Alat Transportasi Air

114 81290 Jasa Kebersihan Bangunan Dan Industri Lainnya

115 85230 Jasa Pendidikan Menengah Kejuruan dan Teknik/Madrasah Aliyah Kejuruan Pemerintah

116 85240 Jasa Pendidikan Menengah Kejuruan dan Teknik/Madrasah Aliyah Kejuruan Swasta

117 85497 Jasa Pendidikan Teknik Swasta

118 85499 Jasa Pendidikan Lainnya Swasta

Wisata Bahari 119 68120 Kawasan Pariwisata

70
Cluster No KBLI Deskripsi

(1) (2) (3) (4)

120 77210 Jasa Persewaan dan Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi Alat Rekreasi dan Olahraga

121 79111 Jasa Agen Perjalanan Wisata

122 79910 Jasa Informasi Pariwisata

123 91034 Taman Wisata Alam (TWA)

Wisata Bahari 124 91036 Taman Laut

125 93232 Taman Rekreasi/Taman Wisata

126 93242 Wisata Selam

127 93243 Dermaga Marina

128 93249 Wisata Tirta Lainnya

129 42912 Konstruksi Bangunan Pelabuhan Bukan Perikanan

130 50111 Angkutan Laut Domestik Umum Liner untuk Penumpang

131 50112 Angkutan Laut Domestik Umum Tramper untuk Penumpang

132 50113 Angkutan Laut Domestik Khusus untuk Wisata

133 50114 Angkutan Laut Domestik Perintis untuk Penumpang

134 50121 Angkutan Laut Internasional Umum Liner untuk Penumpang

135 50122 Angkutan Laut Internasional Umum Tramper untuk Penumpang

Perhubungan Laut 136 50123 Angkutan Laut Internasional Khusus untuk Wisata

137 50131 Angkutan Laut Domestik Umum Liner untuk Barang

138 50132 Angkutan Laut dalam Neger Tramper Untuk Barang

139 50133 Angkutan Laut dalam Neger Untuk Barang Khusus

140 50134 Angkutan Laut dalam Neger Perintis Untuk Barang Khusus

141 50135 Angkutan Laut Domestik Pelayaran Rakyat

142 50141 Angkutan Laut Internasional Umum Liner untuk Barang

143 50142 Angkutan Laut Internasional Umum Tramper untuk Barang

71
Cluster No KBLI Deskripsi

(1) (2) (3) (4)

144 50143 Angkatan Laut Internasional Khusus untuk Barang

145 50144 Angkutan Laut Internasional Pelayaran Rakyat

146 52221 Jasa Pelayanan Kepelabuhanan Laut

147 52229 Jasa Penunjang Angkutan Air Lainnya


Perhubungan Laut
148 52240 Penanganan Kargo (Bongkar Muat Barang)

149 52291 Jasa Pengurusan Transportasi (JPT)

150 52293 Jasa Ekspedisi Muatan Kapal (EMKL)

151 52299 Jasa Penunjang Angkutan Lainnya Ytdl

152 42911 Konstruksi Bangunan Prasarana Sumber Daya Air


Bangunan Laut
153 42914 Konstruksi Bangunan Pengolahan dan Penampungan Barang Minyak dan Gas

154 84116 Lembaga Pemerintah Non Departemen Dengan Tugas Khusus

155 84131 Kegiatan Lembaga Pemerintahan Bidang Pertanian

Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum 156 84137 Kegiatan Lembaga Pemerintahan Bidang Perhubungan
dan Keselamatan Laut 157 84221 Lembaga Pertahanan dan Angkatan Bersenjata

158 84224 Angkatan Laut

159 84231 Kepolisian

72
Lampiran 9. Konkordansi Klasifikasi PDB Indonesia dengan PDB Maritim

73
58 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016

Anda mungkin juga menyukai