Anda di halaman 1dari 108

LAPORAN TAHUN TERAKHIR

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PROGRAM
KEMITRAAN WILAYAH
(PKW)

IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat


Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan
Tahun ke 3 dari rencana 3 tahun

Oleh:

Dr. Dra. Elly Purwanti, M.P., NIDN 0730036101, Ketua Tim pengusul
Drs. Wahyu Prihanta, M.Kes., NIDN 0019126702, Anggota I Tim pengusul
Ach. Muhib Zainuri, ST., M.T., NIDN 0015047002, Anggota II Tim pengusul
Hari Kurnia Safitri, ST., M.T., NIDN 0013077302, Anggota III Tim Pengusul

Dibiayai oleh :
Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Sesuai dengan Surat perjanjian Pelaksanaan Penugasan Program Pengabdian Kepada
Masyarakat No.: 101/SP2H/PPM/DRPM/IV/2018 Tanggal 6 April 2018

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


POLITEKNIK NEGERI MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN

Nopember 2018
i
ii
iv
RINGKASAN

Kabupaten Pacitan terletak di Provinsi Jawa Timur di bagian selatan ujung barat daya.
Kab. Pacitan memiliki luas wilayah 1.389,87 km2, terbagi atas 12 kecamatan dengan salah
satu kecamatan adalah Kec. Ngadirojo. Kab. Pacitan terdiri atas daerah pantai, dataran rendah
dan perbukitan. Visi Kab. Pacitan yaitu: “Terwujudnya Masyarakat Pacitan yang Sejahtera”
dilaksanakan melalui 6 misi, di mana visi ke-4 “Meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi yang bertumpu pada potensi unggulan” dan ke-5 “Pembangunan infrastruktur yang
berkelanjutan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar” menjadi dasar dibuatnya laporan
Pengabdian Kepada Masyarakat (PPM) skim Program Kemitraan Wilayah (PKW) dengan
judul “IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo
Kabupaten Pacitan”.
Judul dipilih karena sesuai dengan program pengelolaan sumberdaya alam yang
berwawasan lingkungan dan pengembangan sektor pariwisata di Kab. Pacitan (RPJMD Kab.
Pacitan 2017–2022) yang membaginya ke dalam 4 kawasan pengembangan pariwisata (KPP),
yang salah satunya adalah KPP C, di mana Kec. Ngadirojo termasuk di dalamnya. Permasa-
lahan pengelolaan SDA yang berwawasan lingkungan dan pengembangan sektor pariwisata di
Kab. Pacitan adalah (1) Pengelolaan mangrove di Kec. Ngadirojo dalam peningkatan fungsi
ekologis dan perekonomian lokal belum ada, (2) Belum adanya konservasi perairan berbasis
masyarakat, (3) Potensi objek wisata kurang dikelola dengan baik, (4) Kapa-sitas dan kualitas
infrastruktur serta aksesibilitas masih dirasa kurang, dan (5) Sinergisme pelaku UMKM dalam
menunjang kegiatan wisata belum optimal.
Berdasarkan permasalahan tersebut, disusunlah kegiatan “IbW Konservasi Mangrove
dan Wisata berbasis masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan” yang bertujuan
untuk (1) Menerapkan konservasi mangrove yang bermanfaat secara ekologi, sosial, dan
ekonomi bagi masyarakat lokal serta kelestarian SDA, (2) Melakukan penilaian objek dan
daya tarik wisata pada aliran sungai Lorok, dan (3) Membuat model penguatan ekonomi
masyarakat berbasis wisata.
Metode yang dilaksanakan dalam pencapaian tujuan tersebut adalah (1) Konservasi
hutan mangrove, (2) Pembangunan Objek Wisata berbasis masyarakat, dan (3) Penguatan
ekonomi masyarakat berbasis wisata. Kegiatan PPM skim IbW sudah dilaksanakan selama 3
tahun, di mana pada tahun III ini telah dilakukan (1) Pemulihan kawasan hutan mangrove dan
hutan pantai berbasis komunitas sebagai pendukung keanekaragaman sumberdaya hayati, (2)
Penguatan potensi fisik dan aspek ekonomi, sosial dan budaya masyarakat pesisir sebagai
daya tarik wisata, (3) Penguatan kelembagaan “Konservasi Mangrove Pacitan Indonesia
(KMPI), dan (4) Pembangunan Eco Park. Beberapa kegiatan yang telah dikerjakan adalah (1)
Revitalisasi ekosistem hutan mangrove, (2) Rehabilitasi ekologi hutan pantai, (3) Revitalisasi
objek wisata pendidikan untuk penguatan ekonomi masyarakat, (4) Revitalisasi dermaga
perahu untuk kegiatan wisata, (5) Pemanfaatan perahu untuk wisata, (6) Finalisasi posko
konservasi mangrove dan hutan pantai, (7) Pembangunan hortipark, dan (8) Pembangunan
ecopark. Hal yang akan dikerjakan adalah (1) Revitalisasi akses lokasi wisata pendidikan, (2)
Pemulihan ekosistem mangrove dan hutan pantai, dan (3) Penguatan hutan pantai dan
mangrove sebagai tujuan wisata.

Kata-kata kunci: mangrove, hutan pantai, wisata pendidikan, sungai Lorok, ekosistem
pesisir.

v
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

vi
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua dan sholawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, sehingga laporan akhir Pengabdian Kepada Masyarakat (PPM) skim
Program Kemitraan Wilayah (PKW) yang dibiayai Kemenristekdikti, Ditjen Risbang,
berdasarkan Keputusan Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Nomor:
025/E3/2017 tertanggal 15 Januari 2018 ini dapat diselesaikan sesuai jadwal.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ocky Karna Radjasa, M.Sc, selaku Direktur DRPM, Ditjen Penguatan
Riset dan Pengembangan, Kemristekdikti, Jakarta beserta semua jajarannya;
2. Bapak Prof. Dr. Sujono, M.Kes, selaku Direktur DPPM UMM beserta segenap jajarannya
yang telah membantu kelancaran PPM skim IbW ini;
3. Bapak Drs. Indarto, MM, selaku Bupati Kabupaten Pacitan yang berkenan menerima dan
menyambut dengan antusias kegiatan PPM skim IbW ini;
4. Bapak Drs. Heru Wiwoho Supadi Putra, M.Si, selaku Kepala Bappeda Kabupaten Pacitan
yang berkenan sharing dana dalam kegiatan PPM skim IbW ini;
5. Bapak Dr. Poncojari Wahyono, M.Kes selaku Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah
Malang yang telah memberikan ijin pelaksanaan kegiatan PPM skim IbW ini; dan
6. Segenap sahabat dan saudara yang tak dapat kami sebutkan satu-persatu serta pengertian
keluarga yang telah sangat banyak membantu dan memberikan dorongan semangat demi
terselesainya laporan kemajuan PPM skim IbW ini.
Pada laporan akhir PPM skim PKW ini, kami mohon maaf bila terdapat kesalahan
dalam penyampaian dan penulisan istilah. Kami berharap kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan laporan kemajuan PPM skim IbW ini. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua terutama yang memiliki ketertarikan dengan dunia pariwisata
khususnya konservasi mangrove dan wisata berbasis masyarakat.
Malang, 13 Nopember 2018

Tim Pelaksana PPM skim PKW


Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan

vii
DAFTAR ISI

hal.

HALAMAN SAMPUL ................................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii
RINGKASAN ……………………………………………………………………….. v
PRAKATA …………………………………………………………………………... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………….. xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Kawasan Sungai Lorok sebagai Lokasi Konservasi ............................... 4
1.2.1 Kondisi hutan mangrove ...................................................................... 5
1.2.2 Kondisi perairan Pantai Taman ........................................................... 6
1.3 Relevansi Program PKW dan RPJMD Pemkab Pacitan ......................... 7
1.4 Perkembangan Konservasi Mangrove di Pantai Taman ......................... 9
1.5 Dinamika Hutan Pantai di Pantai Taman ................................................ 10
1.6 Tujuan dan Manfaat Kegiatan ................................................................ 12
1.7 Perencanaan Kegiatan PPM skim IbW ................................................... 14
BAB 2 TARGET DAN LUARAN
2.1 Potensi Wilayah Pesisir Kabupaten Pacitan .......................................... 15
2.2 Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu ........................................ 18
2.3 Karakteristik Ekosistem Wilayah Pesisir ............................................... 20
2.4 Konservasi Ekosistem Wilayah Pesisir .................................................. 29
2.4.1 Permasalahan pengelolaan potensi wilayah pesisir ………………… 31
2.4.2 Langkah pengelolaan potensi wilayah pesisir ………………………. 32
2.5 Jenis Vegetasi Hutan Pantai sebagai Daya Tarik Wisata ……………… 34
2.6 Konservasi Hutan Mangrove ..................................………………......... 38
2.7 Rehabilitasi Hutan Pantai ……………………………………………… 40
2.8 Luaran yang akan Dihasilkan ………………………………………….. 43
BAB 3 METODE PELAKSANAAN
3.1 Uraian Program yang Disepakati ........................................................... 45
3.2 Kegiatan yang Dilakukan ....................................................................... 46
3.3 Ekowisata Hutan Pantai dan Mangrove .................................................. 50
3.3.1 Sifat pengunjung ekowisata …………………………………………. 52
3.3.2 Partisipasi masyarakat lokal ………………………………………… 52
3.4 Kontribusi Pemkab Pacitan pada Program IbW Kec. Ngadirojo ........... 53
3.5 Tahapan Kegiatan PKW ………………………………………………. 54

viii
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

BAB 4 KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI


4.1 Kinerja DPPM UMM dalam Kegiatan Kemasyarakatan ........................ 55
4.2 Pemilihan Perguruan Tinggi Mitra ......................................................... 56
4.3 Jenis Kepakaran yang Diperlukan .......................................................... 56
4.4 Struktur Organisasi Tim IbW Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan ................. 57
BAB 5 HASIL YANG DICAPAI
5.1 Revitalisasi Ekosistem Hutan Mangrove ................................................ 59
5.2 Rehabilitasi Ekologi Hutan Pantai .......................................................... 61
5.2.1 Jenis vegetasi hutan pantai …………………………………………... 63
5.2.2 Penyulaman vegetasi hutan pantai …………………………………... 67
5.2.3 Pemeliharaan tanaman hutan pantai …………………………………. 68
5.3 Revitalisasi Objek Wisata Pendidikan ………………………………… 70
5.4 Revitalisasi Dermaga Perahu Wisata ………………………………….. 71
5.5 Pemanfaatan Perahu untuk Wisata ……………………………………. 72
5.6 Finalisasi Posko Konservasi Mangrove dan Hutan Pantai ……………. 74
5.7 Pembangunan Hortipark ......................................................................... 75
BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
6.1 Revitalisasi Akses Lokasi Wisata Pendidikan ………………………… 79
6.2 Pemulihan Ekosistem Mangrove dan Hutan Pantai……………………. 80
6.3 Hutan Pantai dan Mangrove sebagai Tujuan Wisata ………………….. 81
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ……………………………………………………………. 83
7.2 Saran …………………………………………………………………... 83
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 84
LAMPIRAN 1. Biodata Ketua dan Anggota Tim Pengusul ................................... 87
LAMPIRAN 2. Peta Lokasi Wilayah ....................................................................... 98

ix
DAFTAR TABEL

hal
Tabel 1.1 Program kerja KMPI ……………………..................................................... 9
Tabel 2.1 Jenis Luaran Tahun II IbW Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan ………………... 44
Tabel 3.1 Kegiatan program IbW di Kec. Ngadirojo Kab. Pacitan pada 2017 ……… 49
Tabel 3.2 Kontribusi Pemkab Pacitan dalam Pelaksanaan IbW …………………….. 53
Tabel 4.1 Kinerja kegiatan kemasyarakatan DPPM UMM dana Dit. Litabmas …….. 55
Tabel 4.2 Jenis kepakaran yang diperlukan dalam program IbW 2017 .....……............ 56
Tabel 5.1 Bentuk toleransi tanaman terhadap salinitas ................................................. 69

x
DAFTAR GAMBAR

hal
Gambar 1.1 Kawasan konservasi hutan mangrove di Kec. Ngadirojo, Pacitan …... 3
Gambar 1.2 Tim IbW di hutan mangrove muara sungai Lorok …………………... 5
Gambar 1.3 Restorasi kawasan Pantai Taman ……………………………………... 7
Gambar 1.4 Peta kawasan pengembangan pariwisata Kabupaten Pacitan ………... 8
Gambar 1.5 Rehabilitasi hutan pantai di Pantai Taman …………………………... 10
Gambar 2.1 Peta Kabupaten Pacitan ……………………………………………… 15
Gambar 2.2 Peta Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan …………………….. 16
Gambar 2.3 Ekosistem eustaria …………………………….................................... 20
Gambar 2.4 Ilustrasi rantai makanan ekosistem mangrove ………………………. 22
Gambar 2.5 Tim PKW di formasi pes-capare Pantai Taman …………………….. 27
Gambar 2.6 Menyusuri hutan pantai oleh Tim PKW Kec. Ngadirojo …………….. 28
Gambar 2.7 Interaksi ekosistem pesisir …………………………………………… 29
Gambar 2.8 Restorasi ekologi hutan pantai ……………………………………….. 33
Gambar 2.9 Acanthus ilicifolius ………………………………………………….. 35
Gambar 2.10 Acrostichum aureum ………………………………………………… 36
Gambar 2.11 Bruguiera cylindrica …………………………………………………. 37
Gambar 2.12 Terminalia catappa …………………………………………………… 38
Gambar 2.13 Zonasi pada ekosistem mangrove ……………………………………. 40
Gambar 3.1 Metode pelaksanaan program PKW ………………............................. 46
Gambar 3.2 Daya tarik dan sarana wisata di sungai Lorok ……………….............. 48
Gambar 4.1 Organisasi tim IbW Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan ………………….. 58
Gambar 5.1 Konservasi areal hutan mangrove ………………………..................... 59
Gambar 5.2 Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata ………………….. 60
Gambar 5.3 Avicennia marina ……………………………………………............. 61
Gambar 5.4 Pola partisipatif rehabilitasi hutan pantai …………………………… 62
Gambar 5.5 Pohon hutan pantai yang penyebaran dibantu arus air laut …………. 63
Gambar 5.6 Barringtonia asiatica Kurz ………………………............................... 64
Gambar 5.7 Calophylum inophyllum ………………………................................... 65
Gambar 5.8 Terminalia catappa ……………………….......................................... 65
Gambar 5.9 Pandanus tectorius ………………………........................................... 66
Gambar 5.10 Hibiscus tiliaceus ………………………............................................. 66
Gambar 5.11 Penyulaman vegetasi hutan pantai ……………………….................... 67
Gambar 5.12 Pemelihaaran tanaman hutan pantai ………………………................. 68
Gambar 5.13 Infrastruktur wisata pendidikan ………………………........................ 71
Gambar 5.14 Dermaga perahu wisata ………………………..................................... 72
Gambar 5.15 Sarana perahu wisata ………………………........................................ 73
bersambung ………

xi
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Lanjutan daftar gambar ….


Gambar 5.16 Tahapan pembangunan posko mangrove ……………………….......... 74
Gambar 5.17 Pembangunan hortipark Kec. Ngadirojo .............................................. 76
Gambar 6.1 Jalan di sepanjang aliran sungai Lorok ................................................ 80

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan Nasional yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Republik
Indonesia dewasa ini pada hakikatnya menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat baik
fisik maupun non fisik. Salah satu aspek pembangunan yang penting adalah pengembangan
dalam bidang ekonomi, di mana kepariwisataan termasuk salah satu sektor pembangunan
yang diharapkan dapat menunjang laju pemerataan di bidang pengembangan ekonomi
Indonesia, melalui berbagai aspek yang terkandung di dalamnya seperti penerimaan devisa,
pemerataan pendapatan ekonomi rakyat, memperluas kesempatan kerja dan bahkan pariwisata
saat ini dibebani pula satu pendekatan ekonomi dengan turut serta mengentaskan kemiskinan
(pro poor tourism).
Dengan demikian sebagai pendorong laju pembangunan secara berkesinambungan,
kepariwisataan dibebani dua sasaran yaitu sasaran dalam sosio-ekonomi dan sosio-budaya.
Sebagai sasaran sosio-ekonomi, pariwisata berfungsi sebagai penerimaan devisa, pemerataan
pendapatan masyarakat, dan pemerataan lapangan kerja. Sedangkan sasaran sosio-budaya
mendorong terpeliharanya kebudayaan nasional di daerah tujuan wisata baik yang bersifat
material maupun inmaterial, dengan demikian usaha pembangunan kepariwisataan dan
kebudayaan terdapat kaitan yang kuat satu sama lain.
Pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur sebagai
bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan secara berkelanjutan bertujuan untuk
turut mewujudkan peningkatan kepribadian dan kemampuan manusia dan masyarakat dengan
memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya (Ipteksb) serta memperhatikan
perkembangan wilayah dan tantangan global. Melalui pembangunan kepariwisataan yang
dilakukan secara komprehensif dan integral dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya
alam, budaya dan kondisi geografis setempat secara arif dan bijaksana, maka diharapkan akan
tercipta kehidupan masyarakat yang sejahtera.
Salah satu kekayaan sumber daya alam, budaya dan kondisi geografis di Kec.
Ngadirojo Kab. Pacitan adalah hutan mangrove dan hutan pantai yang berada di daerah
estuari di pantai Taman yang berada di Desa Hadiwarno. Hutan mangrove dan hutan pantai
ini sudah mulai disiapkan sebagai kegiatan ekowisata bersama masyarakat. Ekowisata
mangrove dan hutan pantai merupakan objek wisata yang berwawasan lingkungan di mana

1
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

wisata tersebut mengutamakan aspek keindahan yang alami dari hutan mangrove serta fauna
yang hidup disekitarnya tanpa harus merusak ekosistem tersebut untuk membuatnya lebih
menarik wisatawan, hal ini disebabkan bahwa hutan mangrove mempunyai ciri khas yang
khusus dan banyak fauna dan flora yang hidup di sekitarnya. Ekowisata ini nantinya
merupakan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir yang dapat menambah
pendapatan mereka. Selain itu dalam pengelolaan ekowisata dan strategi konservasi hutan
mangrove, keterlibatan para stakeholders sangat berperan penting. Disadari bahwa kegiatan
ekowisata dapat berhasil jika stakeholders melaksanakan peran mereka dalam pengelolaan
ekowisata maupun konservasi hutan mangrove dan hutan pantai.
Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengutamakan
jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga
dengan pariwisata (Yulianda, 2007). Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan yang
bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri
pariwisata (Eplerwood, 1999 dalam Fandeli, 2000). Agar kegiatan pemanfaatan yang
dilakukan di ekosistem mangrove dan hutan pantai berlangsung secara optimal dan
berkelanjutan maka diperlukan suatu perencanaan dan pengelolaan. Ekosistem mangrove dan
hutan pantai dengan keunikan yang dimilikinya, merupakan sumberdaya alam yang sangat
berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata. Penerapan sistem ekowisata di
ekosistem ini merupakan salah satu pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem tersebut secara
lestari. Kegiatan ekowisata adalah alternatif yang efektif untuk menanggulangi permasalahan
lingkungan di ekosistem ini seperti tingkat eksploitasi yang berlebihan oleh masyarakat
dengan menciptakan alternatif ekonomi bagi masyarakat.
Tim ”PKW Kec. Ngadirojo-Kab. Pacitan” telah mengadakan beberapa kali survey
lokasi (2016-2018, gbr. 1.1). Hasilnya, kondisi kawasan Pantai Taman dan muara Sungai
Lorok rentan dalam keadaan terganggu dan diduga tidak dapat mendukung keseimbangan
lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Hutan mangrove yang berfungsi
sebagai penyangga sempadan pantai cenderung semakin terganggu peranan, manfaat, dan
fungsinya. Tim PPM skim PKW pada 2018 kembali melakukan survey dan mencatat hasil
evaluasi kawasan mangrove di pantai Taman, memberikan gambaran hasil pencacahan
kondisi sosial ekonomi masyarakat menyarikan rendahnya tatanan sosial ekonomi masyarakat
ditinjau dari segi pendapatan per kapita dan tingkat pendidikan masyarakatnya.

2
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Gambar 1.1 Kawasan konservasi hutan mangrove di Kec. Ngadirojo, Pacitan

Atas dasar itulah, tim PKW Kec. Ngadirojo-Kab. Pacitan perlu melakukan kegiatan
dalam bentuk “Revitalisasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai bersama Stakeholders melalui
Kegiatan Ekowisata di Kec. Ngadirojo-Kab. Pacitan”, diikuti dengan peningkatan tatanan
sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Hal ini dimaksudkan agar pengendalian atas
kecenderungan semakin terdegradasinya kawasan mangrove sebagai jalur penyangga wilayah
pantai, termasuk upaya-upaya peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar melalui kegiatan
wisata dapat dilakukan secara terprogram, terpadu, dan berkelanjutan.
Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengelolaan kawasan wisata
dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan dengan menggunakan

3
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

potensi sumberdaya dan mengikut sertakan masyarakat lokal. Untuk mendukung konsep
ekowisata maka perlu diiventarisir potensi dan kondisi kawasan serta kesesuaian dan daya
dukung ekosistem mangrove terhadap kegiatan ekowisata ini. Berdasarkan hasil kajian yang
diperoleh, maka dapat disusun suatu strategi untuk pengelolaan ekowisata mangrove secara
lestari.

1.2 Kawasan Sungai Lorok sebagai Lokasi Konservasi


Sungai Lorok di Kec. Ngadirojo merupakan sungai alami dengan kedalaman ± 3
meter dengan dasar disusun pasir coklat yang muaranya menuju pantai Taman (gbr. 1.1). Pada
saat kemarau kondisi air jernih sedangkan musim hujan kondisi air sedikit keruh dengan
kondisi debit air cukup banyak di kedua musim. Sungai berada di tempat yang terbuka dengan
vegetasi di sekelilingnya yang didominasi oleh jenis pohon di antaranya bambu, kelapa, dan
kelompok ficus. Selain dikelilingi pepohonan sumber air sungai memiliki tumbuhan bawah
yang didominasi tumbuhan rumput gajah yang harus dikendalikan jika dimanfaatkan sebagai
wahana wisata berbasis masyarakat.
Sungai Lorok telah digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan memancing. Kegiatan
ini bukan kegiatan eksploitasi tetapi merupakan pemancingan terbatas pada area tertentu di
mana populasi dan keanekaragaman ikannya masih cukup tinggi. Ekosistem lain yang
berasosiasi dengan muara sungai Lorok adalah hutan mangrove yang menyokong kekayaan
sumberdaya hayati dan memberikan jasa lingkungan yang besar bagi penduduk dan
keberadaan daratan pantai di sekitarnya. Keberadaan hutan mangrove bagi sistem perikanan
di sekitarnya sangat mendukung regenerasi stok ikan dengan menyediakan habitat untuk
bertelur serta membesarkan larva dan juvenil.
Ketiga ekosistem (sungai, pantai dan hutan mangrove) memiliki peran yang saling
mendukung satu sama lain dalam pemenuhan nutrisi masyarakat pesisir. Kesejahteraan ma-
syarakat pesisir sebenarnya juga dapat ditingkatkan dengan pemanfaatan ketiga ekosistem
tersebut sebagai wahana wisata berbasis masyarakat yang bisa menarik kunjungan wisatawan.
Selain mendukung sektor perikanan, keanekaragaman hayati ketiga ekosistem memiliki nilai
perlindungan, ilmu pengetahuan, farmasi dan pendidikan. Lebih jauh, seluruh sumberdaya
tersebut memiliki potensi wisata pendidikan yang menarik serta memiliki fungsi tak ternilai
dalam melindungi pesisir dari degradasi ekosistem perairan.

4
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

1.2.1 Kondisi hutan mangrove


Perairan Pacitan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia memiliki dasar
perairan yang berkarang dengan ombak yang besar. Dengan panjang pantai 70,709 km dan
luas wilayah kewenangan perairan laut sebesar 523,82 km2, merupakan habitat terbangunnya
komunitas mangrove. Variasi substratnya di sepanjang pantai memungkinkan adanya keraga-
man jenis yang tinggi baik dilihat sebagai sebuah tipe ekosistem ataupun tipe vegetasi. Dari
berbagai variasi topografi serta posisinya dari muka laut yang ada sehingga menyebabkan
variasi intensitas genangan, variasi pengaruh salinitas di berbagai lokasi secara kompleks juga
membentuk sejumlah kondisi spesifik yang berbeda. Sehingga pada akhirnya dapat dilihat
sebagai sebuah kekhasan mangrove di Kec. Ngadirojo yang merupakan tipe ekosistem lahan
basah di daerah estuari.
Dinamika mangrove di muara sungai Lorok (gbr. 1.2) berdasarkan pengamatan tim
IbW, setidaknya dipicu oleh dua hal: (1) Adanya variasi dan perubahan kondisi abiotis dan (2)
Adanya variasi mekanisme adaptasi dan tingkat toleransi terhadap kondisi habitat pada
masing-masing komponen biota penyusun komunitas. Kondisi abiotik di daerah mangrove
menentukan jenis biota yang dapat hidup, tumbuh dengan baik, mendominasi atau inferior.
Komunitas biota yang ada di suatu kawasan mangrove juga menentukan terbentuknya kondisi
abiotik (terutama substrat, iklim mikro, dan lain-lain). Sehingga dengan demikian komponen
abiotik dan biotik pada daerah mangrove di Kec. Ngadirojo dapat dilihat sebagai dua subjek
yang bekerja saling mempengaruhi secara simultan.

Gambar 1.2. Tim PKW di hutan mangrove muara sungai Lorok

Oleh karena berbagai kondisi dan proses tersebut, mangrove umum dikenal sebagai
ekosistem rapuh (fragyle ecosystem) sebab kondisi klimaks vegetasi atau ekosistem yang

5
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

terbentuk bersifat semu. Pada saat komunitas vegetasi mencapai kondisi klimaksnya (ditandai
dengan adanya tegakan tua, komposisi vegetasi yang konstan) komponen abiotik terus
mengalami perubahan seiring waktu (sedimentasi, perubahan substrat, akumulasi salinitas).
Puncak dari perubahan kondisi abiotik tersebut di mana terdapat perbedaan signifikan dari
kondisi awal dan mekanisme adaptasi masing-masing jenis dominan telah sampai pada batas
toleransinya, maka pada tahap ini dimulai proses suksesi yang diawali dengan tersingkirnya
jenis-jenis dominan awal, terbentuknya bukaan-bukaan baru pada lahan sampai dengan
masuknya benih jenis-jenis baru yang toleran terhadap kondisi habitat yang baru. Kemudian
terbentuk kembali dominasi tegakan baru, dan seterusnya. Kehadiran peran manusia dalam
berbagai aktivitasnya, baik langsung ataupun tidak sampai di daerah mangrove, menjadi
faktor tersendiri yang turut mempercepat proses perubahan tersebut.
Keberadaan hutan mangrove di Kec. Ngadirojo seluas ± 10 ha pada bentang pantai
sepanjang 10,54 km[5] merupakan kondisi potensial yang secara kompleks membentuk satu-
kesatuan utuh yag berkaitan. Sehingga sebenarnya secara umum kondisi demikian merupakan
faktor terpenting yang dapat dilihat sebagai pendukung mekanisme recovery alami. Fungsi
hutan mangrove sebagai: (1) pengatur fungsi hidrologis, (2) penjaga kualitas air, (3) pencegah
bencana alam, (4) penjaga sistem dan proses alami, (5) mengawali rantai makanan, dan (6)
melindungi dan memberi nutrisi, maka menjadi penting dijaga kelestariannya.

1.2.2 Kondisi perairan Pantai Taman


Perairan Pantai Taman berbatasan langsung dengan Samudera Hindia memiliki dasar
perairan berpasir dan berkarang tetapi memiliki ombak yang besar. Gugusan karang yang ada
di sekitar perairan berguna sebagai tempat tinggal ikan, tempat berlindung, berkem-bang biak,
dan tempat mencari makan. Ini menjadikan perairan Pantai Taman menjadi fishing ground
yang baik karena merupakan area yang mempunyai stok ikan yang melimpah.
Melimpahnya potensi perikanan membutuhkan adanya pengelolaan sumberdaya
perikanan yang bertanggungjawab. Sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open access dan
common property yang artinya pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemili-
kannya bersifat umum. Dengan pemahaman yang sama, bahwa ikan adalah salah satu bentuk
sumberdaya alam yang bersifat renewable, maka sektor perikanan menjadi satu potensi yang
dapat dikembangkan menjadi satu keunggulan di wilayah IbW. Agar sumber daya alam
berupa ikan bersifat lestari, maka perlu dibentuk kawasan rehabilitasi pantai (gbr. 1.3)
sehingga hasilnya dapat terus dijaga baik dalam jumlah maupun jenisnya.

6
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Gambar 1.3 Restorasi kawasan Pantai Taman

1.3 Relevansi Program PKW dan RPJMD Pemkab Pacitan


Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Pacitan 2017-2022, ditetapkan visi Kab. Pacitan yaitu: “Terwujudnya Masyarakat Pacitan
yang Sejahtera”.[1] Ada 6 misi yang dijalankan Pemkab Pacitan untuk mencapai visi tersebut,
di mana misi ke-4 dan ke-5 selaras dengan kegitan IbW yaitu:
4. Meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang bertumpu pada potensi
unggulan; dan
5. Pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar.
Misi ke-4 dan ke-5 merupakan strategi pembangunan Kab. Pacitan yang relevan
dengan pelaksanaan Ipteks bagi Wilayah (IbW), melalui arah kebijakan:
1. Terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh industri berbasis pertanian
(agroindustri), kelautan dan pariwisata meliputi: revitalisasi pertanian, peningkatan daya
saing pariwisata, dan pengembangan potensi sumber daya kelautan;
2. Mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan, meliputi:
peningkatan konservasi di kawasan budidaya, pemantapan kawasan lindung, dan pening-
katan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan;
3. Mewujudkan infrastruktur daerah yang berkualitas dalam mewujudkan aktivitas ekonomi
yang stabil, meliputi: pengembangan wilayah, penyelenggaraan penataan ruang, dan
pembangunan sistem informasi dan komunikasi.
Mengacu RPJMD Kab. Pacitan tersebut khususnya bidang “Kelautan, Perikanan, dan
Pariwisata” terdapat sasaran dalam pengembangan kawasan minapolitan Kabupaten Pacitan,
yaitu: Meningkatnya potensi ekonomi sumber daya perikanan dan laut dengan program
pengembangan kawasan budidaya laut, air payau dan air tawar. Sasaran dari program ini

7
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

adalah meningkatnya pengusahaan objek wisata yang berbasis pada potensi sumber daya alam
daerah melalui pengembangan kemitraan. Kedua bidang pembangunan perlu dikembangkan
secara sinergis dengan menggunakan basis sumber daya kelautan dan perikanan melalui
strategi pengembangan yang tepat, terarah, jelas, dan terpadu. Pendekatan pengembangan
wilayah yang dapat diterapkan pada Kabupaten ini adalah melalui pendekatan pengembangan
ekonomi lokal (PEL).
Pengembangan sektor pariwisata di Kab. Pacitan (gbr. 1.4) dibagi ke dalam 4
kawasan pengembangan pariwisata (KPP), yaitu:

Gambar 1.4 Peta kawasan pengembangan pariwisata Kabupaten Pacitan[3]

1. KPP A, meliputi Kec. Donorojo dan Kec. Pringkuku. Wisata andalan adalah wisata pantai
(pantai Klayar, pantai Watu Karung dan pantai Srau), wisata goa ( goa Gong, goa Tabuhan,

8
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

goa Putri, dan goa Luweng Jaran), wisata sejarah (monumen Palagan Tumpak Rinjing),
wisata kesenian (wayang beber, upacara adat ceprotan), dan kerajinan batu akik;
2. KPP B, meliputi Kec. Pacitan dan Kec. Arjosari. Wisata andalan adalah wisata pantai
(pantai Teleng Ria dan pantai Tamperan), wisata rekreasi (pemandian air hangat Tirto-
husodo), dan wisata spiritual (makam Kanjeng Jimat);
3. KPP C, meliputi Kec. Kebonagung, Kec. Tulakan, Kec. Ngadirojo, dan Kec. Sudimoro.
Wisata andalan adalah wisata pantai (pantai Taman dan pantai Desa Sidomulyo).
4. KPP D, meliputi Kec. Bandar, Kec. Nawangan, dan Kec. Tegalombo. Wisata andalan
wisata sejarah (monumen Panglima Besar Jendral Soedirman).

1.4 Perkembangan Konservasi Mangrove di Pantai Taman


Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks, dinamis, namun labil. Dikatakan
kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan
habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk
tanah perkembangan muda (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi
dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan
organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut
dan tinggi pada bagian arah daratan. Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan
berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya.
Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala.
Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat
lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor
lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas.
Oleh karena itu, Tim PKW telah membentuk lembaga ”Konservasi Mangrove
Pacitan Indonesia (KMPI)” pada Maret 2015. Beberapa hal yang sudah dilaksanakan
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Program kerja KMPI


Nama
No Bentuk Kegiatan Tujuan Kegiatan
Kegiatan
– Membersihkan sampah di area
Sebagai ajang silahturormi
konservasi mangrove khususnya
antar angota KMPI dan
1 Kerja bakti sampah non organik; dan
terciptanya area yang bersih
– Membersihkan sampah yang berada di
di sekitar koservasi.
pantai dekat area koservasi.
Sebagai bahan sarana belajar
– Membibitkan mangrove dari indukan
2 Pembibitan membibitkan sendiri dan
yang sudah ada (tanjang, api-api)
sebagai penanaman skala

9
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

kecil maupun untuk


penyulaman.
Mengisi lahan yang kosong
Penanaman – Penyulaman akibat benih yang lama mati
3
bibit – Penanaman bibit baru di lahan baru dan memperluas area
mangrove.
– Penyulaman Agar tanaman mangrove
4 Pemeliharaan – Pengendalian gulma dapat hidup dan tumbuh
– Pemupukan secara maksimal
Agar masyarakat ikut serta
menjaga dan mengerti
– Mensosialisasikan kepada masyarakat
5 Sosialisasi pentingnya tanaman
sekitar lokasi
mangrove di daerah aliran
sungai.

1.5 Dinamika Hutan Pantai di Pantai Taman


Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem
darat. Karena hempasan gelombang dan hembusan angin maka pasir dari pantai membentuk
gundukan ke arah darat. Setelah terbentuknya gundukan pasir itu biasanya biasanya diikuti
pembentukan hutan yang dinamakan hutan pantai. Secara umum, hutan ini terletak di tepi
pantai, tumbuh pada tanah kering berpasir dan berbatu dan tidak terpengaruh oleh iklim serta
berada di atas garis pasang tertinggi. Hutan pantai merupakan bagian dari ekosistem pesisir
dan laut yang menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan,
tambang mineral maupun energi, media komunikasi dan edukasi, maupun kawasan rekreasi
atau pariwisata serta penemuan produk biochemical. Proses pembentukan hutan pantai ini
mencakup pula endapan sedimen yang berasal dari wilayah pegunungan serta merubahnya
menjadi sistem bukit pasir pengaman, di mana aliran sungai yang dangkal dan mengalir ke
laut. Sepanjang garis pantai di pantai Taman, terbentuk endapan pasir yang bersifat sangat
dinamis. Endapan pasir ini menjadi hábitat pula dari beberapa jenis tumbuhan pantai di mana
beberapa bagiannya oleh Tim IbW telah ditanami oleh tumbuhan pantai (gbr. 1.5).

Gambar 1.5 Rehabilitasi hutan pantai di Pantai Taman

Hutan pantai memberikan perlindungan terhadap badai, angin dan terpaan garam,
meningkatkan keragaman hayati dari lingkungan pantai dan juga memberikan perlindungan

10
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

terhadap bahaya sapuan gelombang. Selain itu, hutan pantai memberikan kesempatan dalam
meningkatkan taraf hidup dengan meningkatkan produktivitas dari sistem pertanian dan
perikanan serta memasok kayu dan produk hutan non-kayu. Namun, seiring dengan laju
pertambahan penduduk dan dinamika pembangunan regional yang tidak taat asas kelestarian
lingkungan hidup, hutan pantai tersebut akhir-akhir ini mulai mengalami kerusakan dan
pengurangan luas lahan. Pada lokasi tersebut, luas vegetasi pantai dan berbagai tumbuhan
yang terkait dari tahun ke tahun cenderung menurun sebagai dampak alih fungsi lahan
menjadi tambak dan sawah.
Rusaknya ekosistem hutan pantai dan menyusutnya luas lahan dapat menimbulkan
berbagai permasalahan terutama berkaitan dengan abrasi pantai, intrusi air laut, perubahan
iklim mikro, dan turunnya nilai produktivitas hayati di ekosistem pantai. Keasadaran
masyarakat akan pentingnya hutan pantai di Kec. Ngadirojo Kab. Pacitan mulai muncul pasca
terjadinya banjir Robb pada Juni/Juli 2016 dan banjir 2017/2018. Di beberapa lokasi di Pantai
Taman, gerakan penyelamatan hutan pantai dalam bentuk penanaman telah, sedang, dan akan
dilakukan. Gerakan-gerakan tersebut muncul atas inisiatif individu, kelompok (cq. KMPI),
lembaga-lembaga non pemerintah, maupun yang dikelola pemerintah, dan dikoordinir dan
difasilitasi oleh Tim PKW Kec. Ngadirojo.
Penyelamatan hutan pantai diharapkan bisa membantu masyarakat di kawasan pesisir
Pantai Taman Desa Hadiwarno dan sekitarnya untuk ke luar dari lilitan kemiskinan dan
saatnya melakukan rehabilitasi terhadap hutan pantai dan mangrove yang rusak serta perlu
perlindungan terhadap garis pantai Pacitan khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Menyadari bahwa terjadinya kerusakan lingkungan hidup dan hutan pantai yang memiliki arti
penting bagi keberlangsungan hidup seluruh mahluk hidup, baik untuk generasi sekarang
maupun yang akan datang maka perlu ada gerakan dari semua komponen bangsa untuk terus
membangun kesadaran kolektif anak bangsa demi menjaga dan melestarikan lingkungan
hidup. Salah satu gerakan yang telah, sedang, dan dan dilakukan oleh Tim PKW Kec.
Ngadirojo Kab. Pacitan adalah gerakan pendidikan konservasi.
Pendidikan konservasi bertujuan untuk menanamkan pengetahuan dan kesadaran
akan pentingnya lingkungan hidup dan hutan, mengembangkan keterampilan dan menum-
buhkan kepedulian dan sikap hidup ramah lingkungan. Pendidikan konservasi ini diarahkan
kepada seluruh lapisan masyarakat, terutama bagi para siswa atau generasi muda umumnya
yang sedang menuntut ilmu pengetahuan, serta mereka yang berperan, baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam penentuan kebijakan dan atau usaha pembangunan kawasan

11
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

hutan dan konservasi serta para pelaku ekonomi dan sebagainya. Output akhir dari pendidikan
konservasi ini adalah para komponen bangsa merasa terpanggil untuk turut mengabdikan diri
dalam upaya mengurangi menurunnya sumber daya hutan dan kerusakan lingkungan hidup.

1.6 Tujuan dan Manfaat Kegiatan


Hutan berperan penting dalam menjaga kestabilan iklim global. Proses pencegahan
perubahan iklim hutan dikenal melalui peran hutan sebagai penyerap dan penyimpan
kelebihan karbon atmosfer dalam bentuk biomassa dan jika hutan mengalami kerusakan maka
hutan juga akan menjadi sumber peningkatan gas rumah kaca (GRK) dengan menyuplai emisi
karbon. Secara kimiawi, vegetasi hutan akan menyerap gas karbon (CO2) melalui proses
fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2 dan O2 (udara bersih) di atmosfer akan
terganggu. Tidak terkendalinya gas CO2 di atmosfer, bersama-sama dengan uap air, gas
CFCs, metana dan gas-gas rumah kaca lainnya, berpotensi meningkatkan suhu atmosfir bumi
(pemanasan global) yang dapat menimbulkan perubahan iklim.
Keanekaragaman hayati hutan memiliki arti penting bagi kehidupan. Hutan tidak
hanya bermakna sebagai modal untuk menghasilkan produk dan jasa saja (aspek ekonomi)
tetapi keanekaragaman hayati juga mencakup aspek sosial, lingkungan, sistem pengetahuan
dan informasi. Salah satu jenis hutan adalah hutan mangrove dan hutan pantai yang memiliki
fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi ekosistem hutan, air, dan alam sekitarnya.
Secara fisik hutan mangrove dan hutan pantai berfungsi dan bermanfaat sebagai: (a) Menjaga
agar garis pantai tetap stabil, (b) Melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi,
(c) Menahan badai/angin kencang dari laut, (d) Menahan hasil proses penimbunan lumpur,
sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru, (e) Menjadi wilayah penyangga, serta
berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan yang tawar, dan (6) Mengolah limbah
beracun, penghasil O2 dan penyerap CO2.
Sedangkan manfaat atau fungsi biologis hutan mangrove adalah: (a) Menghasilkan
bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton, sehingga penting pula
bagi keberlanjutan rantai makanan, (b) Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan,
kerang, kepiting, dan udang, (c) Tempat berlindung, bersarang dan berkembang biak spesies
burung dan satwa lain serta merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota, dan (d)
Sumber plasma nutfah & sumber genetik. Sedangkan manfaat ekonomis hutan mangrove
adalah (a) Penghasil kayu bakar, arang, dan bahan bangunan, (b) Penghasil bahan baku

12
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

industri, misal pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, kosmetik, danj (c) Tempat
wisata, penelitian, dan pendidikan.
Tujuan kegiatan PPM skim PKW ini secara umum adalah melakukan “Konservasi
hutan mangrove dan hutan pantai untuk dijadikan wisata pendidikan berbasis masyarakat”.
Sedangkan tujuan khusus adalah untuk:
1. Membangun kawasan konservasi mangrove meliputi penetapan kawasan konservasi,
membangun kawasan rehabilitasi pantai, dan meningkatkan kualitas pengelolaan hutan
yang multifungsi; dan
2. Membangun kawasan wisata penunjang berbasis masyarakat untuk pembiayaan konservasi
hutan mangrove dan pemberdayaan masyarakat.
Manfaat kegiatan PPM skim PKW ini adalah:
1. Berupaya menyeimbangkan pemanfaatan sumber daya hutan untuk pembangunan ekonomi
dengan konservasi keanekaragaman hayati. Hal ini diharapkan akan menjadi model
pemanfaatan sumber daya alam hayati dengan daya dukung dan daya pulih sumber daya
tersebut, sehingga kaidah pemanfaatan secara lestari terpenuhi;
2. Menjamin tata guna lahan yang lebih baik melalui pengelolaan hutan lestari. Tantangan
utamanya adalah menjamin pemanfaatan hutan yang lestari dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di kawasan PKW dengan mempertahankan nila-inilai
keanekaragaman hayati sumber daya hutan tersebut.
3. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam konservasi hutan mangrove sehingga keane-
karagaman flora dan fauna di kawasan pantai selatan Jawa terjaga; dan
4. Meningkatkan pendapatan masyarakat dari tiket langsung maupun multiplayer effect dari
kegiatan wisata (jasa pemanduan, souvenir maupun perdagangan lainnya) sehingga dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat.
Harapan yang ingin dicapai dari kegiatan PPM skim PKW ini adalah: (1) Informasi
mengenai sumberdaya alam terutama keragaman flora, fauna dan geologi yang terdapat di
wilayah PKW dapat diketahui masyarakat luas; (2) Strategi pengelolaan potensi wisata
mangrove bisa berinti pada kolaborasi pengelolaan; (3) Meningkatnya sarana dan prasarana
yang memadai dalam mengembangkan sektor pariwisata berbasis konservasi mangrove, (4)
Berkembangnya pemahaman masyarakat mengenai konservasi flora dan fauna yang
berwawasan lingkungan hidup berkelanjutan; dan (5) Kegiatan wisata dapat diberi sebagai
bentuk dan yang bertumpu pada lingkungan, serta bermanfaat secara ekologi, sosial, dan
ekonomi bagi masyarakat lokal serta bagi kelestarian sumberdaya alam.

13
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Ke depan, keberadaan pantai Taman di Kec. Ngadirojo bisa memberi kontribusi nyata
bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan ekonomi masyarakat lokal. Hal ini dapat dilakukan
melalui: (1) Potensi sektor pertanian/ perkebunan, perikanan, kehutanan, dan sektor UMKM
sebagai pelaku usaha bisa secara optimal disinergikan dengan pengembangan wisata; (2)
Sektor pariwisata sebagai mediator antara masyarakat lokal sebagai produsen dengan
wisatawan sebagai konsumen, misalnya melalui pendirian resto wisata, bisa diwujudkan; (3)
Tiga pelaku dalam industri pariwisata, yaitu: destinasi wisata, wisatawan, dan masyarakat
lokal dapat segera diintegrasikan secara maksimal dalam industri pariwisata; (4) Pemanfaatan
TIK (website) bisa segera dibuat untuk menawarkan kesatuan nilai berwisata bagi wisatawan
yang terintegrasi antara keseimbangan menikmati keindahan alam dan upaya
melestarikannya; dan (5) Adanya sistem penilaian objek dan daya tarik wisata pada kawasan
konservasi yang akan diusulkan pada kawasan Pantai Taman di Kec. Ngadirojo.

1.7 Perencanaan Kegiatan PPM skim PKW


Perencanaan kegiatan PPM skim PKW yang dilakukan adalah melakukan kegiatan-
kegiatan yang menjadi pendukung terbentuknya kawasan konservasi mangrove untuk
kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat. Adapun tahapan
perencanaan dibagi menjadi beberapa tahapan sebagai berikut.
1. Memberi ruang terhadap keberadaan Konservasi Mangrove Pacitan Indonesia (KMPI)
“KMPI Pantai Taman” untuk secara bersama-sama dalam mewujudkan suatu destinasi
pariwisata yang bertanggung jawab, serta berkomitmen untuk menyediakan pelayanan
yang mendukung konservasi alam;
2. Membentuk kelembagaan ekowisata untuk dijadikan pilar utama pengelolaan lingkungan
dan pengembangan wisata minat khusus (cq. wisata pendidikan) yang menawarkan
keanekaragaman hayati, keindahan alam dan keragaman budaya yang sehat dan berdaya
dalam meningkatkan jiwa kemandirian dan kewirausahaan masyarakat;
3. Membuat konsep pengembangan kawasan konservasi yang terintegratif dan holistik untuk
mewujudkan ekowisata dengan melibatkan kesatuan visi dari seluruh stakeholder-nya; dan
4. Aspek sumber daya manusia lebih diarahkan pada peningkatan akses dan perluasan
kesempatan memperoleh pelatihan, pemerataan pemanfaatan berbagai fasilitas pelatihan
yang sudah ada dan peningkatan standar pelayanan masih minimum.

14
BAB II
TARGET DAN LUARAN

2.1 Potensi Wilayah Pesisir Kabupaten Pacitan


Kab. Pacitan terletak di Prop. Jawa Timur di bagian selatan ujung barat daya (insert,
gbr. 1). Kab. Pacitan terletak di antara 07o55’ – 08o17’ LS dan 110o55’– 111o25’ BT, dengan
luas wilayah 1.389,87 km2 atau 138.987,16 ha yang sebagian besar berupa bukit, gunung, dan
jurang terjal. Wilayahnya berbatasan dengan Kab. Ponorogo di utara, Kab. Trenggalek di
timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kab. Wonogiri (Jawa Tengah) di barat (gbr. 2.1).

Gambar 2.1 Peta Kabupaten Pacitan[1]


(insert: Lokasi Pacitan di Propinsi Jawa Timur)

Topografi Kab. Pacitan terdiri atas dataran rendah berupa daerah pantai, sungai dan
lembah dan dataran tinggi berupa gunung dan perbukitan. Secara administratif, Kab. Pacitan
terbagi atas 12 Kecamatan (gbr. 2.1). Kec. Ngadirojo adalah salah satunya dengan luas 94,22

15
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

km2 (9.430,97 ha), berada pada ketinggian 0 – 700 mdpl. Wilayah Kec. Ngadirojo berbatasan
dengan Kec. Slahung Kab. Ponorogo di utara, Kec. Sudimoro di timur, Samudra Hindia di
selatan, serta Kec. Tulakan di barat. Kec. Ngadirojo secara administrasi terbagi atas 18 desa
(gbr. 2), di mana tiga desa sebagai lokasi PKW yaitu Desa Hadiluwih, Hadiwarno dan Tan-
jungpuro adalah desa yang dilalui sungai Lorok yang bermuara ke Pantai Taman (gbr. 2.2).

Gambar 2.2 Peta Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan[2]

Sekitar 63% dari Kab. Pacitan adalah daerah yang berfungsi penting untuk hidrologis
karena mempunyai tingkat kemiringan lebih dari 40%. Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya,
Kab. Pacitan adalah bagian dari pegunungan kapur selatan yang bermula dari Gunung Kidul,
Yogyakarta, dan membujur sampai daerah Trenggalek yang relatif tanahnya tandus. Dalam
struktur pemerintahan wilayah administratif, Kab. Pacitan terbagi menjadi 12 kecamatan, 166
desa dan 5 kelurahan. Kab. Pacitan termasuk wilayah pesisir pantai selatan Pulau Jawa,
dengan panjang pantai 70,709 km dan luas wilayah kewenangan perairan laut sebesar 523,82
km. Perairan Pacitan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia memiliki dasar perairan

16
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

yang berkarang dengan ombak yang besar. Namun perairan ini memiliki potensi perikanan
yang sangat besar dan melimpah.
Daerah penangkapan merupakan area yang mempunyai stok ikan yang melimpah.
Keadaan daerah penangkapan ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain suhu
dan salinitas. Kondisi dasar pantai adalah berpasir dan berkarang, dengan perairan pantai
berwarna jernih. Arus di Pantai Selatan Jawa dikenal dengan sebutan Arus Katulistiwa
Selatan (South Equatorial Current) yang sepanjang tahun bergerak menuju arah barat. Akan
tetapi pada musim barat terdapat arus yang menuju ke timur dengan pola rambatan berupa
jalur sempit yang menyusuri pantai Jawa. Pada musim barat arah arus berlawanan dengan
Arus Katulistiwa sehingga disebut Arus Pantai Jawa (Java Coastal Current). Musim paceklik
atau musim angin barat biasanya terjadi pada bulan Desember hingga bulan Maret.
Potensi lestari sumberdaya perikanan laut Kabupaten Pacitan sebesar 34.483 ton per
tahun dengan jenis sumberdaya perikanan terdiri dari: (1) Sumberdaya perikanan demersal,
yaitu: ikan layur, kerapu, kakap, bawal, sebelah, bambangan, udang lobster; (2) Sumberdaya
perikanan pelagis besar, yaitu: ikan tuna, cakalang, tongkol, tengiri, marlin; dan (3) Sumber-
daya perikanan pelagis kecil, yaitu: selar, layang, dan lain-lain. Pemanfaatan potensi
perikanan Kab. Pacitan pada tahun 2005 baru mencapai 1.559,6 ton atau sebesar 4,52 % dari
potensi lestari.[4]
Daerah pesisir di Kab. Pacitan yang kebanyakan ditinggali oleh para nelayan,
merupakan daerah yang belum sepenuhnya digali potensinya. Hal ini berkaitan dengan para
nelayan itu sendiri sekedar memanfaatkan hasil dari laut berupa ikan, rumput laut, terumbu
karang, lamun, dan sebagainya hanya untuk memenuhi kebutuhan harian mereka. Sehingga
secara garis besar, potensi pesisir yang diberdayakan oleh para masyarakat sekitar hanya
terbatas untuk memenuhi kebutuhan harian untuk hidup mereka.
Sedangkan pemanfaatan potensi daerah pesisir secara berkelanjutan untuk menda-
patkan keuntungan secara ekonomis dalam rangka peningkatan pertumbuhan perekonomian
rakyat belum banyak dilakukan. Pemanfaatan pesisir untuk usaha ekonomi dalam skala besar
baru dilakukan pada sebagian wilayah yang berada di daerah pesisir. Pada umumnya usaha
ekonomi pemanfaatan daerah pesisir ini bergerak di sektor pariwisata dan sudah mempunyai
kesadaran yang lebih dibandingkan dengan daerah lain yang belum mempunyai pengolahan
seperti ini.

17
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

2.2 Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu


Pengelolaan wilayah pesisir adalah proses yang dinamis dan berjalan secara terus
menerus, dalam membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan, pembangunan dan
perlindungan wilayah dan sumberdaya pesisir dan lautan. Bagian penting dalam pengelolaan
terpadu adalah perancangan proses kelembagaan untuk mencapai harmonisasi dalam cara
yang dapat diterima secara politis.[6] Pengelolaan wilayah pesisir hendaklah dilakukan secara
berkelanjutan dengan memperhatikan karakteristik dari ekosistem pesisir yang mempu-nyai
beberapa jumlah ekosistem di dalamnya.
Suatu kegiatan dikatakan keberlanjutan, apabila kegiatan secara ekonomis, ekologis
dan sosial politik bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu
kegiatan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan modal (capital
maintenance), dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan
secara ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan dimaksud harus dapat mempertahankan
integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber daya alam
termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga diharapkan pemanfaatan sumber-
daya dapat berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan
bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil
pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan
masyarakat (dekratisasi), identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan[7].
Wilayah laut dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi
pengembangan ekonomi kawasan, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi
pembangunan daerah. Di samping itu, fakta-fakta yang telah dijumpai pada beberapa kali
kesempatan kunjungan mengindikasikan hal yang serupa. Fakta-fakta tersebut antara lain
adalah:
1. Secara sosial, dengan panjang garis pantai 70.709 km melalui 7 wilayah kecamatan dihuni
358.474 jiwa atau 61% dari total jumlah penduduk Kab. Pacitan[5] yang bertempat tinggal
dalam radius 10 km dari garis pantai. Dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal
bakal perkembangan urbanisasi pada masa yang akan datang jika tidak ada pengembangan;
2. Secara ekonomi, dengan luas wilayah laut Kab. Pacitan mencapai 7.636 mil2 dengan 12
pantai merupakan daerah strategis untuk pendaratan ikan oleh nelayan. Hasil perikanan
Pacitan meliputi air laut dan payau telah menjadi tulang punggung perikanan nasional.
Selain itu, pada wilayah ini juga terdapat berbagai sumber daya masa depan (future

18
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

resources) dengan memperhatikan berbagai potensinya yang pada saat ini belum
dikembangkan secara optimal (4,52 % dari potensi lestarinya yang termanfaatkan);
3. Secara fisik, terdapat pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi yang tersebar mulai dari Kec.
Sudimoro di timur hingga Kec. Donorojo di barat, di mana di dalamnya terkandung
berbagai asset sosial (social overhead capital) dan ekonomi yang memiliki nilai ekonomi
dan finansial yang sangat besar;
4. Wilyah pesisir Kab. Pacitan memiliki peluang untuk menjadi produsen (exporter) sekaligus
sebagai simpul transportasi laut di Indonesia. Komoditi perikanan yang sudah diekspor
adalah udang lobster, rumput laut, ikan dan sirip ikan ikan hiu;
5 Wilayah pesisir kaya akan beberapa sumber daya pesisir dan lauatan yang potensial
dikembangkan lebih lanjut, meliputi: (a) pertambangan, (b) perikanan dengan potensi
84.4330 ton pertahun yang tersebar pada 12 pantai, (c) pariwisata bahari, dan (d) keaneka-
ragaman hayati yang sangat tinggi (natural biodiversity) sebagai daya tarik bagi
pengembangan kegiatan “ecotourism”; dan
6. Secara politik dan hankam, wilayah pesisir merupakan kawasan perbatasan antar Negara
maupun antar daerah yang sensitif dan memiliki implikasi terhadap pertahanan dan
keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Wilayah pesisir Kabupaten/Kota di Indonesia sebenarnya telah mendapat persetujuan
dalam mengatur, mengelola, atau memberdayakan daerahnya masing-masing, seperti dibahas
pada Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah memberikan kewena-
ngan yang luas kepada Daerah Kabupaten dan Kota untuk mengatur dan mengurus kepenti-
ngan masyarakatnya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat sesuai dengan peratu-
ran perundang-undangan. Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyata-
kan kewenangan daerah di wilayah laut adalah:
– Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut
tersebut;
– Pengaturan kepentingan administratif;
– Pengaturan ruang;
– Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; dan
– Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan Negara.
Mengingat kewenangan daerah untuk melakukan pengelolaan bidang kelautan yang termasuk
juga wilayah pesisir masih merupakan kewenangan baru bagi daerah maka pemanfaatan

19
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

potensi wilayah pesisir ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah kabupaten atau kota
yang berada di pesisir. Jadi belum semua kabupaten dan kota yang memanfaatkan potensi
daerah pesisir.

2.3 Karakteristik Ekosistem Wilayah Pesisir


Ekosistem pesisir dapat dikatakan sebagai suatu daerah tempat berlangsungnya
interaksi komponen biotik dan abiotik yang terpengaruh daratan dan lautan. Ekosistem pesisir
pantai selatan Jawa, termasuk di dalamnya Pacitan, adalah ekosistem estuaria, ekosistem
mangrove, ekosistem padang lamun, dan ekosistem terumbu karang. Dari ekosistem pesisir
ini, masing-masing ekosistem mempunyai sifat-sifat dan karakteristik yang berbeda-beda.
Berikut ekosistem pesisir yang ada di Pantai Taman Desa Hadiwarno, Kec. Ngadirojo.

A. Ekosistem estuaria
Estuaria sebagai suatu daerah perairan tempat bertemunya air tawar dari sungai dan
air asin dari laut (gbr. 2.3). Dalam hal ini pembentukan daerah estuaria diawali dari suatu
aliran sungai yang menuju laut. Daerah ini dapat berupa muara sungai yang sangat lebar,
rawa-rawa pantai, atau daerah lain yang tidak terlepas dari pengaruh air laut. Pengaruh
campuran massa air tawar dan air laut tersebut menghasilkan suatu kondisi lingkungan dan
komunitas biota yang khas, kompleks, dan dinamis yang tidak sama dengan air tawar atau air
laut. Dinamika tersebut sangat terkait dengan pola distribusi salinitas, kekuatan arus,
amplitudo pasang-surut, kekuatan ombak, pengendapan sedimen, suhu, oksigen, serta
penyediaan unsur hara. Di mana air tawar yang mempunyai densitas lebih kecil dari air laut
cenderung mengembang di atasnya.

Gambar 2.3 Ekosistem eustaria

20
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Pada daerah estuaria ini juga terdapat fluktuasi perubahan salinitas yang berlangsung
sacara tetap yang berhubungan dengan gerakan pasang-surut air laut. Massa air yang masuk
ke dalam daerah estuaria pada waktu terjadi air surut hanya bersumber dari air tawar,
akibatnya salinitas air di daerah estuaria pada saat itu umumnya rendah. Pada waktu air
pasang, air masuk ke dalam estuaria dari air laut bercampur dengan estuaria, sehingga
mengakibatkan salinitas naik. Mengakibatkan organisme-organisme laut tidak dapat hidup di
daerah estuaria karena kebanyakan organisme-organisme laut tersebut hanya dapat
bertoleransi terhadap perubahan salinitas yang kecil. Hanya spesies yang memiliki kekhusu-
san fisiologi baik ikan air tawar, ikan asli estuaria, dan ikan dari laut yang mampu bertahan
hidup di perairan estuaria. Oleh karena itu jumlah spesies yang mendiami perairan estuaria
lebih sedikit dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan air tawar atau laut.
Pada ekosistem estuaria terbentuk habitat-habitat yang memiliki ciri khas tersendiri
dengan organisme-organisme penyusunnya yang spesifik. Respon dari tingkah laku
organisme tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga beragam dan
memiliki ciri khas tersendiri. Organisme yang mampu bertahap pada kondisi fisik dan kimia
perairan dapat tetap hidup dan tinggal nyaman di habitatnya, tetapi bagi organisme yang tidak
mampu bertahan pada ambang toleransinya akan menjadi organisme pengunjung transisi, di
mana pada saat sesuai dengan batas ambangnya organisme ini akan masuk ke habitat di
estuaria, tetapi jika tidak maka organisme ini akan meninggalkan daerah estuari ini.
Seperti halnya pada setiap ekosistem, pada ekosistem estuari ini juga dibentuk oleh
komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi satu sama lain. Keanekaragaman
komponen biotik dan abiotik yang terdapat di dalamnya menyebabkan terjadinya interaksi
yang cukup kompleks dan menarik untuk dikaji. Namun ekosistem estuary ini ternyata tidak
cukup dikenal oleh masyarakat pada umumnya dan jarang sekali dibahas atau
disosialisasikan, padahal ekosistem estuary ini memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi.
Secara umum, perairan estuaria memiliki fungsi ekologis dan ekonomi. Peran
penting ekologis antara lain, sebagai sumber unsur hara dari bahan organik yang berasal dari
sirkulasi pasang surut, sebagai habitat bagi sejumlah spesies hewan baik meliputi daerah
pemijahan, pengasuhan dan tempat mencari makan atau pembesaran. Sedangkan peran
penting ekonomi antara lain, sebagai lahan perikanan tangkap, sumber pendapatan, dan
sumber protein hewani. Peran penting ekonomi ini telah banyak dirasakan dan memberikan
sumbangan yang berarti untuk kehidupan masyarakat terutama masyarakat nelayan.

21
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

B. Ekosistem mangrove
Ekosistem mangrove adalah ekosistem pantai yang disusun oleh berbagai jenis
vegetasi yang mempunyai bentuk adaptasi biologis dan fisiologis secara spesifik terhadap
kondisi lingkungan yang cukup bervariasi. Mangrove disebut juga sebagai hutan pantai, hutan
payau, atau hutan bakau. Pengertian mangrove sebagai hutan pantai adalah pohon-pohon yang
tumbuh di daerah pantai (pesisir), baik daerah yang dipengaruhi pasang surut air laut maupun
wilayah daratan pantai yang dipengaruhi oleh ekosistem pesisir. Sedangkan pengertian
mangrove sebagai hutan payau atau hutan bakau adalah pohon-pohon yang tumbuh di daerah
payau pada tanah alluvial atau pertemuan air laut dan air tawar di sekitar muara sungai.
Sedangkan mangrove yang dimaksudkan di sini adalah komunitas vegetasi pantai tropis yang
hidup di dalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta dipengaruhi oleh pasang surut air
laut.
Ekosistem mangrove umumnya didominasi oleh beberapa spesies mangrove sejati, di
antaranya: Rhizophora sp., Avicennia sp., Bruguiera sp., dan Sonneratia sp. Spesies mangrove
tersebut dapat tumbuh dengan baik pada ekosistem perairan dangkal, karena adanya bentuk
perakaran yang dapat membantu untuk beradaptasi terhadap lingkungan perairan, baik dari
pengaruh pasang-surut (flood-ebb) air laut maupun faktor-faktor lingkungan lainnya yang
berpengaruh terhadap ekosistem mangrove, seperti: suhu, salinitas, oksigen terlarut, sedimen,
pH, dan arus serta gelombang (gbr. 2.4).

Gambar 2.4 Ilustrasi rantai makanan ekosistem mangrove


Ekosistem mangrove di Indonesia memilliki keanekaragaman yang terbesar di dunia.
Komunitas mangrove membentuk pencampuran antara dua kelompok, yaitu kelompok fauna

22
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

daratan atau terestial (arboreal) yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove dan
kelompok fauna perairan (akuatik). Beberapa hewan tinggal di atas pohon sebagian lain di
antara akar dan lumpur sekitarnya.
Burung-burung dari daerah daratan menemukan sumber makanan dan habitat yang
baik untuk bertengger dan bersarang. Mereka makan kepiting, ikan, dan mollusca, atau hewan
lain yang hidup di habitat mangrove. Setiap spesies biasanya mempunyai gaya yang khas dan
memilih makanannya sesuai dengan kebiasaan dan kesukaannya masing-masing dari
keanekaragaman sumber yang tersedia di lingkungan tersebut. Sebagai timbal baliknya,
burung-burung meninggalkan guano sebagai pupuk bagi pertumbuhan pohon mangrove.
Kelompok lain yang bukan hewan arboreal adalah hewan-hewan yang hidupnya menempati
daerah dengan substrat yang keras (tanah) atau akar mangrove maupun pada substrat yang
lunak (lumpur). Kelompok ini antara lain adalah jenis kepiting mangrove, kerang-kerangan,
dan golongan invertebrata lainnya. Kelompok lainnya lagi adalah yang selalu hidup dalam
kolom air laut seperti macam-macam ikan dan udang
Peranan hewan makrobenthos di perairan sangat penting dalam rantai makanan (food
chain), karena merupakan sumber makanan bagi beberapa ikan dan sebagai salah satu
pengurai bahan organik. Hewan makrobenthos memanfaatkan sumber makanan primer yang
terdiri dari makanan yang bersifat pelagik sebagai makanan tersuspensi dan makanan yang
bersifat bentik sebagai makanan terdeposit. Bentuk lain dari deposit yang berbeda dengan
makanan deposit di atas adalah mikroalga bentik yang ada di sedimen, akan tetapi sumber
makanan benthos yang sebenarnya diperoleh melalui sedimentasi pada kolom air, termasuk
mineral makanan potensial yang tidak tertangkap oleh organisme pelagik. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa input makanan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu mikroalga
bentik dan guguran dasar (detritus) yang suatu saat tersuspensi oleh adanya pergerakan air.
Fungsi dan manfaat ekosistem mangrove adalah sebagai berikut:
(1) Habitat satwa langka. Hutan mangrove sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih
dari 100 jenis burung dapat hidup di sini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan
hutan mangrove merupakan tempat mendaratnya ribuan burung pantai ringan migran,
termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).
(2) Pelindung terhadap bencana alam. Vegetasi hutan mangrove dapat melindungi
bangunan, tanaman pertanian, atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang
bermuatan garam melalui proses filtrasi.

23
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

(3) Pengendapan lumpur. Sifat fisik tanaman pada hutan mangrove membantu proses
pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan
unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan
hutan mangrove, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
(4) Penambah unsur hara. Sifat fisik hutan mangrove cenderung memperlambat aliran air
dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang
berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
(5) Penyerap logam berat. Bahan pencemar yang berasal dari limbah rumah tangga (hasil
pencucian) dan industri sekitar ekosistem mangrove. Bahan pencemar ini dapat memasuki
ekosistem perairan yang akan terikat pada permukaan lumpur. Beberapa spesies tertentu
mangrove dapat menyerap logam berat seperti Avicennia marina, Rhizophora mucronata, dan
Bruguiera gymnorrhiza mampu menyerap logam berat timbal (Pb) dan merkuri (Hg).
(6) Tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan. Berbagai fauna darat maupun
fauna akuatik menjadikan ekosistem mangrove sebagai tempat untuk reproduksi, seperti
memijah, serta bertelur dan beranak. Berikut interaksi dan tingkah laku jenis fauna di
mangrove:
(a) Aves. Pada saat terjadinya perubahan pasang surut merupakan suatu masa yang ideal
bagi berlindungnya burung dan merupakan waktu yang ideal bagi burung untuk
melaku-kan migrasi. Bentuk adaptasi burung bangau seperti memanfaatkan akar
Rhizophora sp. sebagai tempat bertengger dan batangnya bisa dimanfaatkan burung
lainnya sebagai tempat yang nyaman untuk berlindung, bersarang, dan bertelur.
Keberadaan tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan ikan ataupun serangga sebagai
makanannya.
(b) Reptil dan Ampibia. Beberapa jenis reptilia yang biasanya ditemukan di kawasan
mangrove antara lain biawak (Varanus salvatoe) yang selalu mencari makanannya di
sekitar akar mangrove hingga naik ke batang untuk menggapai makanannya.
Sedangkan ular belang (Boiga dendrophila) dan ular sanca (Phyton reticulates)
dengan sifatnya melata berjalan menaiki akar, batang sampai ke rantingnya mencari
mangsaannya. Beberapa jenis ular air, seperti: Cerbera rhynchops, Archrochordus
granulatus, Homalopsis buccata, dan Fordonia leucobalia diketahui melakukan hal
yang sama untuk menangkap mangsanya. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di
hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan Rana Limnocharis merupakan hewan
istimewa di kalangan ampibi karena dapat hidup dan berkembangbiak dalam air yang
24
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

sedikit asin, dalam proses mencari makan katak naik ke akar atau batang mangrove
untuk mencari serangga atau nyamuk sebagai makanannya.
(c) Crustacea, Gastropoda, dan Bivalvia. Biota yang paling banyak dijumpai di
ekosistem mangrove adalah Crustacea dan Mollusca. Kepiting dan berbagai jenis
kerang-kerangan umumnya dijumpai di hutan mangrove. Kepiting, siput, dan tiram
juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kebanyakan invertebrata ini hidup
berinteraksi pada akar-akar mangrove. Biota yang hidup di bagian akar mereka
makan ketika air pasang naik dan kembali menutup ketika air laut surut. Sejumlah
invertebrata tinggal di dalam lumpur melalui cara ini mereka terlindung dari
perubahan temperatur dan faktor lingkungan akibat adanya pasang surut di daerah
hutan mangrove dan terhindar dari predator.
(7) Rekreasi dan Pariwisata. Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda
dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara
darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Kegiatan wisata ini di samping
memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir,
juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan
lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti: membuka warung makan, menyewakan
perahu, dan menjadi pemandu wisata.
(8) Penyerapan karbon. Proses fotosintesis mengubah karbon anorganik menjadi karbon
organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk
dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai karbondioksida. Akan tetapi hutan
mangrove justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena
itu, hutan mangrove lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber
karbon.
(9) Memelihara iklim mikro. Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga kelembaban
dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
(10) Sumber alam dalam kawasan (in-situ) dan luar kawasan (ex-situ). Hasil alam in-situ
mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara
langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah
di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh
masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau
menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.

25
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

(11) Sumber plasma nutfah. Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya
baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi kehidu-
pan liar itu sendiri.
(12) Sarana pendidikan dan penelitian. Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan
pendidikan.
(13) Memelihara proses-proses dan sistem alami. Hutan bakau sangat tinggi peranannya
dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di
dalamnya.
(14) Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam. Keberadaan hutan bakau dapat
mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.

C. Ekosistem hutan pantai


Vegetasi pantai (beach vegetation), seringkali disebut hutan pantai berpasir adalah
tutupan vegetasi yang tumbuh dan berkembang di pantai berpasir di atas garis pasang tertinggi
di wilayah tropika. Tipe ekosistem hutan pantai terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai
dengan kondisi tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Di
daerah seperti itu pada umumnya jarang tergenang oleh air laut, namun sering terjadi atau
terkena sapuan angin kencang dengan embusan garam.
Pada ekosistem hutan pantai berpasir di Pantai Taman Desa Hadiwarno, terdapat dua
formasi vegetasi yang dapat dibedakan berdasarkan struktur dan fisiognomi vegetasi, serta
komposisi floristiknya, yaitu: (1) formasi pes-caprae dan (2) formasi Barringtonia.
(a) Formasi Pes-caprae, formasi ini (gbr. 2.5) terutama terbentuk oleh tumbuhan menjalar
yang tumbuh rapat atau renggang menutupi pasir pantai di atas garis pasang tertinggi.
Namanya diambil dari nama ilmiah katang-katang (Ipomoea pes-caprae) yang memiliki
daun berbentuk serupa teracak kambing (pes = kaki; caprae = kambing), yang merupakan
tumbuhan tipikal di area Pantai Taman, Pacitan. Jenis tumbuhan menjalar lain yang juga
sering dijumpai di antaranya kekara laut (Canavalia maritima), kacang laut (Vigna
marina), rumput lari-lari (Spinifex littoreus), grinting segara (Thuarea involuta), rumput
kerupet (Ischaemum muticum), serta sejenis patikan (Euphorbia atoto). Juga jenis-jenis
teki seperti Cyperus pedunculatus, Cyperus stoloniferus dan Fimbristylis sericea.

26
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Gambar 2.5 Tim PKW di formasi pes-capare Pantai Taman

Banyak tumbuhan ini yang menjalar dengan geragih (stolon) atau batang yang
panjang dan perakaran yang dalam. Tumbuhan ini bergantung pada ketersediaan air tanah
berkadar garam rendah namun umumnya tahan terhadap kekeringan yang berulang, suhu
lingkungan yang tinggi, unsur hara tanah yang rendah, semburan garam dan tiupan angin
yang terus menerus. Biji-bijinya berukuran kecil dan disertai kelengkapan khas untuk
mendukung pemencaran oleh air (hidrocory).
Formasi pes-caprae terbentuk pada pantai yang tumbuh di mana pasir diendapkan.
Perakaran tumbuhan pada formasi ini melebar dan mencengkeram ke dalam pasir,
membantu memantapkan ekosistem yang cenderung tidak stabil ini. Jalinan ranting dan
dedaunan di atas pasir menangkap sampah-sampah yang dilemparkan ombak, termasuk
pelbagai buah dan bijian yang diangkut air, sehingga meningkatkan kandungan hara dan
memungkinkan terjadinya suksesi vegetasi. Di bagian belakang formasi ini biasa didapati
semai dari aneka tumbuhan yang buahnya dipencarkan air laut, termasuk
pula kelapa (Cocos nucifera) dan cemara laut (Casuarina equisetifolia) sebagai jenis
pelopor (pioneer) tumbuhan yang akhirnya sering membentuk tegakan murni, namun
anakannya tak mau tumbuh di bawah naungan pohon-pohon induknya.
(b) Formasi Barringtonia, biasanya di sebelah belakang formasi pes-caprae biasa ditemu-
kan formasi semak belukar dan pepohonan yang dinamai formasi Barringtonia. Formasi
ini mendapatkan namanya dari pohon butun (Barringtonia asiatica) yang khas. Pohon ini
biasa membentuk asosiasi bersama nyamplung (Calophyllum inophyllum), ketapang
(Terminalia catappa), waru (Hibiscus tiliaceus), waru laut (Thespesia populnea), kepuh
(Sterculia foetida), dungun (Heritiera littoralis), malapari (Pongamia pinnata) dan lain-
lain. Di bagian yang lebih terbuka didapati semak-semak bakung laut (Crinum asiati-
cum), gagabusan (Scaevola taccada), lempeni (Ardisia elliptica), pandan duri (Pandanus

27
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

tectorius), kanyere laut (Desmodium umbellatum), tarum laut (Sophora tomentosa), jati
pasir (Guettarda speciosa) dan sejenisnya.
Komposisi floristik formasi ini cenderung seragam di seluruh Pantai Taman yang
mencirikan vegetasi pantai berpasir. Liana dan parasit jarang ada, sementara jenis-
jenis pakis, bambu dan palma (kecuali kelapa) pada dasarnya tidak ada. Pelapisan tajuk
(layering) kurang terlihat dengan tinggi tajuk antara 2 hingga 15 m. Sedangkan lebar
formasi hutan ini ke arah daratan kurang dari 50 m. Pada lahan yang berbatu-batu atau
berkarang bahkan umumnya sangat sempit, kadang-kadang dengan pohon-pohon yang
mengerdil. Tim PKW kec. Ngadirojo telah menyusuri kondisi biotik dan abiotik kondisi
hutan pantai di sepanjang Sungai Lorok dan Pantai Taman (gbr. 2.6).
Pada pantai-pantai yang tererosi oleh abrasi, formasi Barringtonia sering berhada-
pan langsung dengan garis pasang. Dalam keadaan demikian, pada baris terluar seringkali
didapati pohon-pohon yang miring atau yang dahan-dahannya menjuntai di atas laut,
dengan dahan terbawah rusak oleh gempuran ombak. Di sisi belakang, formasi ini
umumnya menyatu, dan sukar dibedakan dari hutan dataran rendah, atau perlahan-lahan
beralih menjadi hutan payau atau hutan bakau tanpa garis demarkasi yang jelas.

Gambar 2.6 Menyusuri hutan pantai oleh Tim PKW Kec. Ngadirojo

Banyak jenis-jenis satwa yang hidup di hutan pantai, namun boleh dikatakan
bahwa hampir tak ada fauna yang khas ekosistem ini. Beberapa jenis penyu mendarat ke
Pantai Taman ini untuk bertelur. Telah dilakukan kegiatan penangkaran penyu untuk
konservasi, pendidikan, penelitian, dan wisata. Pasir merupakan tempat yang mutlak
diperlukan untuk penyu bertelur. Habitat peneluran bagi setiap penyu memiliki kekhasan.
Umumnya tempat pilihan bertelur merupakan pantai yang luas dan landai serta terletak di
bagian atas pantai dengan rata-rata kemiringan 30o di pantai bagian atas. Keberadaan

28
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

pohon-pohon, baik dari formasi Pes-caprae maupun Barringtonia, di sepanjang pantai


menjadi penting agar terjadi interaksi berbagai ekosistem pesisir (gbr. 2.7).

Gambar 2.7 Interaksi ekosistem pesisir

2.4 Konservasi Ekosistem Wilayah Pesisir


Dalam upaya menjaga dan merawat kelestarian ekosistem wilayah pesisir, bukan
hanya warga masyarakat pesisir saja yang harus merawat dan melestarikan ekosistem pesisir.
Melainkan hal ini membutuhkan banyak sokongan dan upaya dari pemerintah serta semua
elemen masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa tahapan baik
secara struktural maupun non-struktural. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan cara
non-struktural atau lebih dikatakan dengan pendekatan subyektif. Pendekatan ini adalah
pendekatan yang menempatkan manusia sebagai subyek yang mempunyai keleluasaan untuk
berinisiatif dan berbuat menurut kehendaknya. Pendekatan tersebut berasumsi bahwa
masyarakat lokal dengan pengetahuan, keterampilan dan kesadarannya dapat meningkatkan
peranannya dalam perlindungan sumber daya alam sekitarnya. Karena itu, salah satu upaya
untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan
wilayah pesisir dan laut adalah dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
kesadaran masyarakat untuk berbuat sesuatu demi melindungi sumber daya alam.
Pengetahuan dan keterampilan tersebut tidak harus berkaitan langsung dengan
upaya-upaya penanggulangan masalah kerusakan sumber daya alam tetapi juga hal-hal yang
berkaitan dengan usaha ekonomi, terutama dalam rangka membekali masyarakat dengan
usaha ekonomi alternatif sehingga tidak merusak lingkungan. Hal ini dapat dilakukan melalui
kegiatan, antara lain: (1) Peningkatan pengetahuan dan wawasan lingkungan; (2) Pengem-

29
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

bangan keterampilan masyarakat; (3) Pengembangan kapasitas masyarakat; (4) Pengem-


bangan kualitas diri; (5) Peningkatan motivasi masyarakat untuk berperan serta; (6) Peng-
galian dan pengembangan nilai tradisional masyarakat.
Oleh karena itu, konservasi ekosistem pesisir bukan hanya tugas dan keawajiban dari
masyarakat wilayah pesisir, melainkan semua aspek masyarakat yang ada. Masyarakat umum
harus mulai disadarkan bagaimana pentingnya ekosistem pesisir bagi keberlanjutan kehidupan
bagi umat manusia. Meskipun, untuk kejadian proses alam lingkungan sekitar dan interaksi
antara faktor abiotik dan biotik serta perubahan ekologis hanya bisa dipahami oleh ilmuwan
dan pakar lingkungan, basis data yang didapat dari mereka bisa digunakan untuk sumber
informasi untuk disebarkan lebih luas agar semua masyarakat dapat ikut melestarikan dan
menjaga ekosistem pesisir sehingga proses pengelolaan ekosistem pesisir bisa berjalan tidak
hanya untuk jangka pendek, melainkan bisa hingga jangka panjang.
Banyak elemen masyarakat yang sampai saat ini masih kurang peka akan kelestarian
dan keberlanjutan sumberdaya ekosistem pesisir. Hal ini apabila tidak ditanggapi secara serius
dan bijak akan menimbulkan dampak yang cukup berbahaya ke depannya. Masyarakat tidak
mungkin juga hanya bisa menikmati keindahan suatu tempat tanpa memikirkan dampak
jangka panjangnya bagi generasi penerus. Berikut merupakan tahapan yang dapat digunakan
untuk konservasi ekosistem wilayah pesisir, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Restorasi, dimaksudkan sebagai upaya untuk menata kembali kawasan pesisir sekaligus
melakukan aktivitas penghijauan. Untuk melakukan restorasi perlu memperhatikan
pemahaman pola hidrologi, perubahan arus laut, tipe tanah, dan sebagainya;
2. Reorientasi, dimaksudkan sebagai sebuah perencanaan pembangunan yang berparadigma
berkelanjutan sekaligus berwawasan lingkungan. Sehingga motif ekonomi yang cende-
rung merusak akan mampu diminimalisasikan;
3. Responsivitas, dimaksudkan sebagai sebuah upaya dari pemerintah yang peka dan
tanggap terhadap problematika kerusakan ekosistem pesisir. Hal ini dapat ditempuh
melalui gerakan kesadaran pendidikan dini, maupun advokasi dan riset dengan berbagai
lintas disiplin keilmuan;
4. Rehabilitasi, gerakan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembalikan peran
ekosistem pesisir sebagai penyangga kehidupan biota laut. Salah satu wujud kongkrit
pelaksanaan rehabilitasi yaitu dengan menjadikan kawasan pesisir sebagai area konservasi
yang berbasis pada pendidikan (riset) dan ekowisata;

30
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

5. Responsibility, dimaksudkan sebagai upaya untuk menggalang kesadaran bersama


sekaligus meningkatkan partisipasi masyarakat;
6. Regulasi, dalam hal ini setiap daerah pasti mempunyai Perda/Perdes yang telah diatur
secara jelas dan gamblang. Oleh karena itu, perlu kesadaran dan kewajiban untuk
memenuhi Perda/Perdes yang telah ada dan telah dibuat. Ini bisa dijadikan sebuah
punishment apabila tidak dijalankan secara serius. Punishment harus dijalankan guna
membentuk sikap yang sadar akan Perda/Perdes yang telah diatur demi keberlangsungan
ekosistem pesisir di masa depan.
Upaya menjaga dan merawat kelestarian ekosistem wilayah pesisir yang dilakukan
oleh masyarakat maupun daerah sebagian belum memenuhi ketentuan konservasi sumber
daya alam secara lestari dan berkelanjutan. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi dan
kelestarian pesisir dan lingku-ngannya. Penyebab degradasi kondisi daerah pesisir secara
tidak langsung juga disebabkan oleh pengelolaan sumber daya alam di hulu yang berpengaruh
terhadap muara di pesisir.

2.4.1 Permasalahan pengelolaan potensi wilayah pesisir


Jika diperhatikan, berbagai permasalahan yang timbul dalam upaya konservasi
ekosistem wilayah pesisir dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Upaya konservasi ekosistem wilayah pesisir dan pengelolaannya di daerah belum diatur
dengan peraturan perundang-undagan yang jelas, sehingga pelaku konservasi seringkali
mengalami kesulitan dalam menetapkan sesuatu kegiatan;
2. Pemanfaatan dan pengelolaan potensi daerah pesisir cenderung bersifat sektoral, sehingga
kadangkala melahirkan kebijakan yang tumpang tindih satu sama lain;
3. Pemanfatan dan pengelolaan daerah pesisir belum memperhatikan konsep daerah pesisir
sebagai suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif
pemerintahan, sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar daerah; dan
4. Kewenangan daerah dalam rangka otonomi daerah belum dipahami secara komprehensif
oleh para stakeholders, sehingga pada setiap daerah dan setiap sektor timbul berbagai
pemahaman dan penafsiran yang berbeda dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah
pesisir.
Kesejahteraan masyarakat pesisir secara langsung akan sangat terkait dengan kondisi
habitat alami seperti pantai, terumbu karang, muara, hutan mangrove dan padang lamun.
Kerusakan habitat penting dan sistem pendukung biologi serta fisik yang disebabkan oleh
suatu kegiatan bisa bermacam-macam. Misalnya, penebangan mangrove untuk membuat

31
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

pantai dapat mengurangi filtrasi alami yang meningkatkan polusi, mengurangi perlindungan
badai, dan sebagainya. Rusaknya padang lamun, menyebabkan berkurangnya tangkapan ikan
nelayan karena hampir sebagian besar organisma pantai (ikan, udang, kepiting, penyu)
mempunyai hubungan ekologis dengan habitat lamun. Sebagai tambahan dampak pada
sistem ekologi pesisir, pembangunan pesisir yang tidak sesuai akan memiliki dampak sosial
jika tidak dievaluasi secara memadai.
Wilayah laut dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi
pengembangan ekonomi kabupaten/kota, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar
pengembangan ekonomi daerah. Keindahan laut, pantai dan wilayah pesisir dengan
kelimpahan kehidupan laut, memikat ribuan orang untuk datang dan bermain di sepanjang
garis pantai. Hal tersebut memberikan peluang untuk menghasilkan pendapatan bagi
masyarakat pesisir dan sangat berkaitan dengan pelayanan barang dan/ atau jasa di
habitat/lingkungan pesisir itu sendiri seperti: pemancingan komersial dan rekreasi, pariwisata
pantai, jasa rekreasi, pelabuhan dan petualangan alam. Tapi, untuk berapa lama kawasan
pesisir menjadi tujuan bagi wisatatawan, sumber makanan dan investasi, untuk pekerjaan dan
tempat bermain untuk keluarga? Jawabnya, ekosistem pesisir yang lestari memberikan
manfaat yang tak terhitung jumlahnya untuk masyarakat dalam jangka panjang.

2.4.2 Langkah pengelolaan potensi wilayah pesisir


Pemerintah dan pejabat perencana di daerah beserta segenap stakeholder harus
mengantisipasi dan merencanakan perubahan habitat di pesisir dalam skala 5−20 tahun.
Tantangan bagi upaya pengembangan wilayah pesisir adalah mengantisipasi dampak
kumulatif yang disebabkan oleh kebijakan pembangunan. Diperkirakan bahwa pada 2050,
91% dari garis pantai dunia akan terpengaruh oleh efek dari pembangunan [10]. Sekarang ini,
sekitar 80% pencemaran laut berasal dari kegiatan di darat. Sehingga, pembangunan pesisir
merupakan proses yang berkesinambungan yang perlu dikelola untuk menjamin kelangsungan
proses ekosistem. Perlindungan habitat pesisir adalah investasi budaya yang bijaksana
serta tuas produksi ekonomi untuk jangka panjang.
Langkah untuk melestarikan ekosistem laut dan pesisir harus dilakukan karena banyak
kegiatan ekonomi berasal dari laut dan pesisir. Dengan menyeimbangkan keuntungan serta
konservasi jangka panjang, produksi ekonomi yang dihasilkan oleh penangkapan ikan
komersial, wisata pantai, pengiriman dan rekreasi bisa terjaga dari waktu ke waktu. Langkah
penting untuk mencapai pengelolaan pesisir yang berkelanjutan dilakukan sebagai berikut.

32
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

1. Mengantisipasi dan merencanakan perubahan habitat pesisir dalam skala waktu 5−20
tahun, bukan pada skala 2-3 tahun;
2. Mengantisipasi dampak kumulatif. Pembangunan pesisir merupakan proses yang berke-
sinambungan dan dampak negatif dapat berakumulasi dari waktu ke waktu, menyebabkan
perubahan besar dalam kondisi lingkungan pesisir;
3. Memberikan dana insentif, sehingga wisata pantai, perikanan dan perusahaan pesisir
lainnya dapat mengadopsi praktek bisnis bijak yang berkelanjutan;
4. Memastikan semua stakeholder pesisir, khususnya penduduk/masyarakat, terlibat secara
langsung ketika membuat keputusan tentang pembangunan pesisir;
5. Menghindari kepadatan penduduk dengan menerapkan aturan zonasi yang ketat untuk
rencana penggunaan lahan, memperkuat dan menegakkan peraturan dengan ketat yang
mengatur tentang pembangunan pesisir;
6. Mengadopsi praktik bijak dalam pengelolaan ekologi hutan pantai dengan kegiatan
restorasi untuk mengurangi pencemaran pesisir, serta memelihara dan meningkatkan
kualitas air (gbr. 2.8);

Gambar 2.8 Restorasi ekologi hutan pantai

7. Melakukan pengkajian lingkungan yang obyektif dan komprehensif untuk perencanaan


pembangunan pesisir dengan melibatkan ahli lingkungan yang independen untuk
mengevaluasi perencanaan pengembangan pesisir;
8. Mengelola perikanan tepat dengan ketat seperti membatasi tangkapan, mencegah penang-
kapan ikan di tempat dilindungi atau pada saat ikan bertelur, dan mencegah penggunaan
metode yang tidak tepat seperti pengeboman ikan, trawl, dan penggunaan jaring dengan
tingkat selektifitas buruk;

33
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

9. Meminimalkan pencemaran perairan pesisir secara ketat dengan mengendalikan pelepasan


limbah ke lingkungan, termasuk pestisida, obat-obatan dan bahan kimia baru lainnya.
Kemudian dengan teknologi injeksi limbah ke dalam sumur dalam bisa menjadi solusi
untuk pembuangan limbah di daerah pesisir; dan
10. Membangun kesadaran publik di masyarakat pesisir tentang nilai ekonomi dan non-
ekonomi jangka panjang dari lingkungan pesisir yang dikelola secara lestari (gbr. 2.10).

2.5 Jenis Vegetasi Hutan Pantai sebagai Daya Tarik Wisata


Ekosistem mangrove dan hutan pantai merupakan objek potensial dalam
pengembangan pariwisata, khususnya berupa potensi pengembangan dalam hal mancing,
penyediaan resort, areal jalan kaki, pleisure, dan aktifitas berbasis air. Dengan berbagai
karakteristik dan kekhasan yang dimiliki hutan mangrove dan hutan pantai sangatlah menarik
untuk dimanfaatkan sebagai ekowisata alam dengan membuat homestay sehinga dapat
menikmati ragam jenis flora dan fauna hutan mangrove, berperahu, memancing, nursery,
spawning, resto, dan ditambah dengan menikmati nuansa pesisir yang alami serta melihat
aktivitas nelayan menangkap ikan. Hal ini merupakan suatu peluang yang sangat menarik
karena konsep ekowisata hutan mangrove dan hutan pantai sangatlah unik bukan hanya
sebagai tempat hiburan saja tetapi juga sebagai tempat pengembangan lingkungan yang
berbasis pada pendekatan pemeliharaan dan konservasi alam.
Berikut beberapa jenis pohon vegetasi mangrove yang menarik untuk ditanam di
lokasi wisata.
(a) Acanthus ilicifolius. Herba rendah, terjurai di permukaan tanah, kuat, agak berkayu,
ketinggian hingga 2 m. Cabang umumnya tegak tapi cenderung kurus sesuai dengan umurnya.
Percabangan tidak banyak dan umumnya muncul dari bagian-bagian yang lebih tua. Akar
udara muncul dari permukaan bawah batang horizontal (gbr. 2.9).
– Daun. Dua sayap gagang daun yang berduri terletak pada tangkai. Permukaan daun halus,
tepi daun bervariasi: zigzag/bergerigi besar-besar seperti gergaji atau agak rata dan secara
gradual menyempit menuju pangkal. Unit dan letak: sederhana dan berlawanan. Bentuk:
lanset lebar. Ujung: meruncing dan berduri tajam. Ukuran: 9-30 x 4-12 cm.
– Bunga. Mahkota bunga berwarna biru muda hingga ungu lembayung, kadang agak putih.
Panjang tandan bunga 10-20 cm, sedangkan bunganya sendiri 5-4 cm. Bunga memiliki satu
pinak daun penutup utama dan dua sekunder. Pinak daun tersebut tetap menempel seumur
hidup pohon. Letak: di ujung. Formasi: bulir.

34
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

– Buah. Warna buah saat masih muda hijau cerah dan permukaannya licin mengkilat.
Bentuk buah bulat lonjong. Ukuran: buah panjang 2,5-3 cm, biji 10 mm.
– Ekologi. Biasanya di dekat mangrove, sangat jarang di daratan. Memiliki kekhasan sebagai
herba yang tumbuh rendah dan kuat, yang memiliki kemampuan untuk menyebar secara
vegetatif karena perakarannya yang berasal dari batang horizontal, sehingga membentuk
bagian yang besar dan kukuh. Bunga kemungkinan diserbuki oleh burung dan serangga.
Biji tertiup angin, sampai sejauh 2 m, berbuah sekitar Agustus.

Gambar 2.9 Acanthus ilicifolius

(b) Acrostichum aureum. Ferna berbentuk tandan di tanah, besar, tinggi hingga 4 m. Batang
timbul dan lurus, ditutupi oleh urat besar. Menebal di bagian pangkal, coklat tua dengan
peruratan yang luas, pucat, tipis ujungnya,bercampur dengan urat yang sempit dan tipis.
– Daun. Panjang 1-3 m, memiliki tidak lebih dari 30 pinak daun. Pinak daun letaknya
berjauhan dan tidak teratur. Pinak daun terbawah selalu terletak jauh dari yang lain dan
memiliki gagang yang panjangnya 3 cm. Ujung daun fertil berwarna coklat seperti karat.
Bagian bawah dari pinak daun tertutup secara seragam oleh sporangia yang besar. Ujung
pinak daun yang steril dan lebih panjang membulat atau tumpul dengan ujung yang
pendek. Duri banyak, berwarna hitam. Peruratan daun menyerupai jaring. Sisik yang luas,
panjang hingga 1 cm, hanya terdapat di bagian pangkal dari gagang, menebal di bagian
tengah. Spora besar dan berbentuk tetrahedral.
– Ekologi. Ferna tahunan yang tumbuh di mangrove dan pematang tambak, sepanjang kali,
dan sungai payau, serta saluran. Tingkat toleransi terhadap genangan air laut tidak bagus.
Ditemukan di bagian daratan dari mangrove. Biasa terdapat pada habitat yang sudah rusak,
seperti areal mangrove yang telah ditebangi yang kemudian akan menghambat tumbuhan

35
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

mangrove untuk beregenerasi (gbr. 2.10). Jenis mangrove ini menyukai areal yang terbuka
terang dan disinari matahari.

Gambar 2.10 Acrostichum aureum


(c) Bruguiera cylindrica. Pohon selalu hijau, berakar lutut, dan akar papan yang melebar
ke samping di bagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 meter.
Kulit kayu abu-abu, relatif halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil (gbr. 2.11).
– Daun. Permukaan atas daun hijau cerah bagian bawahnya hijau agak kekuningan. Unit dan
Letak: sederhana dan berlawanan. Bentuk: elips. Ujung: agak meruncing. Ukuran: 7−17 x
2−8 cm.
– Bunga. Bunga mengelompok, muncul di ujung tandan (panjang tandan: 1−2 cm). Sisi luar
bunga bagian bawah biasanya memiliki rambut putih. Letak: di ujung atau ketiak tangkai
atau tandan bunga. Formasi: di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga. Daun Mahkota:
putih, lalu menjadi coklat ketika umur bertambah, 3−4 mm. Kelopak Bunga: hijau
kekuningan, bawahnya seperti tabung.
– Buah: hipokotil (seringkali disalah artikan sebagai “buah”) berbentuk silindris memanjang,
sering juga berbentuk kurva. Warna hijau didekat pangkal buah dan hijau keunguan di
bagian ujung. Pangkal buah menempel pada kelopak bunga. Ukuran: Hipokotil: panjang
8−15 cm dan diameter 5−10 mm.
– Ekologi: Tumbuh mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada tanah liat di belakang
zona Avicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove ke arah laut. Jenis ini juga
memiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanah atau substrat yang baru terbentuk dan tidak
cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuhnya pada tanah liat membuat pohon jenis
ini sangat bergantung kepada akar nafas untuk memperoleh pasokan oksigen yang cukup,
dan oleh karena itu sangat responsif terhadap penggenangan yang berkepanjangan.

36
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Memiliki buah yang ringan dan mengapung sehinggga penyebarannya dapat dibantu oleh
arus air, tapi pertumbuhannya lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.

Gambar 2.11 Bruguiera cylindrica


(d) Terminalia catappa (gbr. 2.12). Pohon meluruh dengan ketinggian 10-35 m. Cabang
muda tebal dan ditutupi dengan rapat oleh rambut yang kemudian akan rontok.
Mahkota pohon berlapis secara horizontal, suatu kondisi yang terutama terlihat jelas
pada pohon yang masih muda.
– Daun: Sangat lebar, umumnya memiliki 6−9 pasang urat yang jaraknya berjauhan, dengan
sebuah kelenjar terletak pada salah satu bagian dasar dari urat tengah. Daun berubah
menjadi merah muda/ merah beberapa saat sebelum rontok, sehingga kanopi pohon tampak
berwarna merah. Letak: sederhana dan bersilangan. Bentuk: bulat telur terbalik. Ujung:
membundar. Ukuran: 8−25 x 5−14 cm (kadang panjangnya sampai 30 cm).
– Bunga: Tandan bunga (panjangnya 8−16 cm) ditutupi oleh rambut yang halus. Bunga
berwarna putih atau hijau pucat dan tidak bergagang. Sebagian besar dari bunga
merupakan bunga jantan, dengan atau tanpa tangkai putik yang pendek. Letak: di ketiak
daun. Formasi: bulir. Kelopak bunga: halus di bagian dalam (gbr. 2.14).
– Buah: Penampilan seperti buah almond. Berserabut dan cangkangnya sangat keras. Ukuran
5−7 cm x 4−5,5 cm. Kulit buah berwarna hijau hingga hijau kekuningan (mengkilat) di
bagian tengahnya, kemudian berubah menjadi merah tua.
– Ekologi: Sebarannya sangat luas. Tumbuh di pantai berpasir atau berkarang dan bagian
tepi daratan dari mangrove hingga jauh ke darat. Penyebaran buah dilakukan melalui air

37
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

atau kelelawar pemakan buah. Pohon menggugurkan daunnya (ketika warnanya berubah
merah) sekali waktu, biasanya dua kali setahun (pada Januari/Februari dan Juli/Agustus).

Gambar 2.12 Terminalia catappa

2.6 Konservasi Hutan Mangrove


Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas,
terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan/atau pulau-pulau kecil, dan
merupakan potensi sumber daya alam yang sangat potensial. Karakteristik mngrove yang
menarik, merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan dan/atau habitatnya. Tapak mangrove
bersifat anaerobik bila dalam keadaan terendam, oleh karena itu beberapa jenis mangrove
mempunyai sistem perakaran udara yang spesifik. Akar tunjang (stilt roots) dijumpai pada
genus Rhizopora, akar napas (pneumatophores) pada genus Avicennia dan sonneratia, akar
lutut (knee roots) pada genus Bruguiera; dan akar papan (plank roots) yang dijumpai pada
genus Xylocarpus.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan, mempunyai
peranan fungsi multiguna baik jasa fisik, biologis, ekologis, maupun ekonomis. Peranan
fungsi multiguna tersebut adalah sebagai berikut.
(a) Fungsi fisik mangrove, mampu mengendalikan abrasi dan penyusupan air laut (intrusi)
ke wilayah daratan, mampu menahan sampah yang bersumber dari daratan, yang dikendalikan
melalui sistem perakarannya.
(b) Jasa biologis mangrove, sebagai sempadan pantai mangrove berperan sebagai penahan
gelombang, memperlambat arus pasang surut, menekan serta menjebak besaran laju
sedimentasi dari wilayah atasnya. Selain itu komunitas mangrove juga merupakan sumber
unsur hara bagi kehidupan hayati (biota perairan) laut, serta sumber pakan bagi kehidupan
biota darat seperti burung, mamalia dan jenis reptil. Sedangkan jasa mangrove lainnya juga
mampu menghasilkan jumlah oksigen lebih besar dibanding dengan tetumbuhan darat.

38
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

(c) Peranan ekologis kawasan mangrove, merupakan tempat pemijahan, asuhan dan
mencari maka bagi kehidupan berbagai jenis biota perairan laut, di sisi lain kawasan
mangrove juga merupakan wahana sangtuari berbagai jenis satwa liar, seperti unggas
(burung), reptil dan mamalia terbang, serta merupakan sumber pelestarian plasama nutfah.
(d) Manfaat ekonomis mangrove, juga cukup memegang peranan penting bagi masyarakat,
karena merupakan wahana dan sumber penghasilan seperti ikan, ketam, kerang dan udang,
serta buah beberapa jenis mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Manfaat
lainnya merupakan sumber pendapatan masyarakat melalui budidaya tambak, kulit mangrove
bermanfaat dalam industri penyamak kulit, industri batik, patal, dan pewarna jaring, serta
sebagai wahana wisata alam, penelitian, dan laboratorium pendidikan.
Luas kawasan mangrove di Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan memiliki sekitar 10 ha.
Namun, saat ini mangrove di Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan menghadapi beberapa ancaman
seperti penebangan mangrove untuk dimanfaatkan kayunya guna berbagai keperluan,
konversi lahan mangrove untuk membangun berbagai sarana, dan polusi sampah yang
tersangkut dan mengotori akar-akar mangrove. Untuk melindungi ekosistem mangrove dan
ekosistem penting lainnya di Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan yang bermanfaat bagi masyarakat,
maka saat ini pembentukan “Konservasi Mangrove Pacitan Indonesia (KMPI)” sedang
berlangsung. Diharapkan dengan adanya KMPI ini maka sumberdaya pesisir dan laut di Kec.
Ngadirojo, Kab. Pacitan dapat dikelola secara lestari dan berkelanjutan termasuk di dalamnya
ekosistem mangrove.
Dalam rangka pengumpulan data dan informasi bagi KMPI dan pengelolaan
mangrove secara lestari, informasi tentang vegetasi ekosistem mangrove menjadi penting
untuk diketahui agar pengelolaannya dapat dilakukan secara baik. Secara umum habitat
vegetasi mangrove biasanya membentuk zonasi. Mulai dari zona yang dekat dengan laut
sampai zona yang paling dekat dengan daratan. Zonasi yang paling umum ada empat macam
(gbr. 2.13), yaitu:
(a) The exposed mangrove, merupakan zona terluar yang paling dekat dengan laut. Secara
umum zona ini didominasi oleh Sonneratia alba, Avicennia alba, dan Avicennia marina;
(b) Central mangrove, merupakan zona pertengahan antara laut dan darat. Secara umum zona
ini didominasi oleh jenis-jenis Rhizopora, kadang juga ditemui jenis Bruguiera;
(c) The rear mangrove, disebut juga back mangrove atau landward mangrove, merupakan
areal yang paling dekat dengan daratan. Zona ini biasanya tergenangi oleh pasang tinggi

39
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

saja. Seringkali didominasi oleh jenis-jenis Bruguiera, Lumnitzera, Xylocarpus, dan


Pandanus sp; dan
(d) Brackish stream mangrove, merupakan vegetasi mangrove pada aliran sungai dekat
mangrove yang berair payau. Pada zona ini sering dijumpai komunitas Nypa frutican dan
kadang dijumpai Sonneratia caseolaris serta Xylocarpus granatum.

Gambar 2.13 Zonasi pada ekosistem mangrove

2.7 Rehabilitasi Hutan Pantai


Hutan pantai merupakan salah satu sumber daya alam potensial dengan berbagai
fungsi atau manfaat dalam menyangga kehidupan eksosistem. Fungsi atau manfaat hutan
pantai dapat berhubungan langsung dalam menunjang kehidupan sosial ekonomi masyarakat
ataupun secara tidak langsung. Manfaat hutan pantai yang langsung bagi kehidupan manusia
adalah sebagai sumber kayu bakar, bahan bangunan, bahan kerajinan, tumbuhan hias, obat-
obatan tradisional, tambahan bahan bangunan atau sebagai sumber devisa negara. Sedangkan
fungsi hutan pantai secara tidak langsung antara lain memulihkan kualitas lingkungan hidup,
seperti mengatur tata air, perlindungan bahaya erosi, memelihara iklim setempat, sebagai
habitat satwa liar, untuk rekreasi, dan lain-lain.
Berikut ini dapat dijelaskan secara singkat fungsi dan manfaat hutan pantai, di
antaranya adalah sebagai berikut.
a. Hutan dan kestabilan iklim. Hutan berperan penting dalam menjaga kestabilan iklim
global, melalui peran hutan sebagai penyerap dan penyimpan kelebihan karbon atmosfer
dalam bentuk biomassa. Jika hutan mengalami kerusakan maka akan terjadi peningkatan
gas rumah kaca dengan menyuplai emisi karbon. Secara kimiawi, vegetasi hutan akan

40
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

menyerap gas karbon (CO2) via proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus
CO2 dan O2 (udara bersih) di atmosfer akan terganggu. Tidak terkendalinya gas CO2 di
atmosfer, bersama-sama dengan uap air, gas CFCs, metana, dan gas-gas rumah kaca
lainnya berpotensi meningkatkan suhu atmosfir bumi yang dapat menimbulkan
perubahan iklim.
b. Hutan dan transfer nilai air. Secara hidrologi, hutan pantai memiliki kapasitas menahan
dan atau menyerap air hujan dan menyimpannya di dalam tanah sehingga menjaga
ketersediaan cadangan air tanah. Manfaat penyimpanan air oleh hutan pantai adalah
untuk (1) upaya pengembangan elemen pengendalian banjir, (2) pemanfaatan air untuk
irigasi, drainase, dan lalu lintas air, (3) untuk air minum, (4) rekreasi dan pengembangan
rawa, (5) pengendalian pencemaran air, (6) perikanan, (7) pengendalian tanaman air dan
serangga, (8) pengendalian sediment, (9) pengendalian intrusi air laut, dan (10) pengen-
dalian kekeringan dan pengembangan air tanah. Tidak hanya itu nilai kerusakan oleh
banjir yang dapat dihindari sebagai hasil konservasi hutan pantai juga tinggi.
c. Hutan membantu pengendalian penyakit dan hama. Perubahan ekosistem hutan
pantai dapat secara langsung meningkatkan patogen penyebab penyakit pada manusia,
seperti kolera dan meningkatkan populasi organisme pembawa penyakit, seperti nyamuk
malaria dan tikus. Masyarakat di sekitar hutan pantai yang rusak rentan terkena penyakit
malaria karena kawasan air tergenang bisa lebih banyak dan lubang-lubang di bebatuan
akan lebih terbuka. Selain itu, populasi ikan pemakan organisme penyebab penyakit bagi
manusia akan berkurang karena kualitas sungai sudah menurun. Selain pengendali
penyakit, hutan juga dapat mengendalikan hama. Kerusakan ekosistem hutan dapat
menyebabkan ledakan populasi serangga atau mamalia yang mungkin menyerang
tanaman budidaya yang ada di sekitar hutan. Kerusakan hutan juga akan mengusir banyak
satwa khususnya yang menjadi pengendali hama secara alami di antaranya kelelawar
pemakan serangga. Sebagai gambaran bahwa dalam satu hari satu individu kelelawar
dapat memakan ratusan serangga.
d. Hutan sebagai media pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Bagi
sebagian ilmuwan, hutan pantai merupakan objek kajian dan penelitian yang sangat
menarik karena memiliki ekosistem yang beragam. Ekosistem hutan pantai tersebut
memiliki berbagai jenis vegetasi hutan tropis, anggrek, jamur, tumbuhan obat-obatan,
mamalia, reptilia, amphibia, burung, serangga, biota laut, bentang alam, gejala alam,
pariwisata alam, budaya/sejarah, dan lain-lain. Kekhasan obyek yang menarik tersebut

41
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

dapat menjadi daya tarik untuk diteliti guna pengembangan ilmu pengetahuan/teknologi,
dan merupakan tantangan bagi para peneliti local dan/atau internasional.
e. Hutan sebagai objek ekoturisme dan rekreasi alam. Fungsi ini sebagai salah satu
bentuk dari fungsi sosial-budaya yang dapat diberikan oleh hutan pantai. Ekoturisme
adalah aktivitas pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan menikmati keaslian
pesona alam, keindahan flora-fauna, kemurnian budaya, kelestarian lingkungan, serta
ketenangan dan kesunyian. Pengembangan Ekoturisme di Indonesia mengandung lima
prinsip yakni prinsip konservasi, pendidikan, ekonomi, partisipasi masyarakat, dan
prinsip rekreasi. Ekoturisme memiliki 3 dampak positif penting, yakni: Pertama,
kebanyakan keaslian dan keasrian pesona alam dekat dengan kawasan masyarakat lokal
yang mempunyai pendapatan ekonomi kecil, dengan kegiatan ini akan sedikit menambah
pendapatan ekonomi masyarakat. Kedua, jika dikelola dengan efektif dapat dijadikan
sebagai sarana penyadaran masyarakat. Ketiga, dengan adanya kegiatan alternatif
tambahan dari ekoturisme dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian
akan mengurangi tekanan pengrusakan sumber daya alam hutan.

Sumberdaya hutan akhir-akhir ini mulai terancam keberadaannya. Ancaman ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:
1. Keadaan alam geomorfologi yang rentan terhadap erosi, banjir, tanah longsor dan kekeri-
ngan, abrasi, gempa bumi, gunung meletus serta gelombang laut;
2. Iklim/curah hujan yang tinggi yang potensial menimbulkan daya merusak lahan/tanah
(erosivitas tinggi); dan
3. Aktivitas manusia di antaranya konversi kawasan hutan pantai untuk tujuan pembangunan
sektor lain misalnya untuk perkebunan dan tambak, pencurian kayu atau penebangan liar
(illegal logging) dan perdagangan illegal (illegal trade), perambahan (encrouchment) dan
okupasi lahan serta kebakaran hutan, telah nenyebabkan penutupan lahan pada kawasan
hutan berubah dengan cepat di mana kondisi hutan semakin menurun dan berkurang
luasnya.

Seperti tersurat dalam Perda No. 3 Kab. Pacitan tahun 2010, tentang “Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kab. Pacitan 2009-2028”, Bab IV tentang Rencana Pola Ruang
Wilayah Kab. Pacitan, pasal 33 ayat (4) huruf b, c, e, f, dan g, bahwa:
(4) Rencana pengelolaan kawasan sempadan pantai sebagai bagian dari kawasan
perlindungan setempat, meliputi:

42
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

b. Pembatasan pengembangan infrastruktur.


c. Kegiatan yang mengakibatkan pengurangan areal mangrove harus dihentikan atau
dialihkan dengan kegiatan lain yang tidak mengakibatkan pengrusakan;
e. Kawasan hutan mangrove yang terdegradasi perlu dilakukan rehabilitasi dengan
memperhatikan zonasi vegetasi mangrove.
f. Penggunaan lahan terbatas dapat dilakukan di kawasan sempadan pantai dalam
bentuk pembangunan pelantar atau dermaga, TPI, fasilitas pelayanan umum lainnya
yang mendukung kegiatan pariwisata dan kegiatan penangkapan ikan.
g. Penanaman vegetasi pantai sebagai upaya perlindungan dari bencana tsunami.

Bahwa pola ruang wilayah yang dimaksud dalam perda No. 3 Kab. Pacitan tahun 2010
tersebut, nampaknya mendudukkan kawasan mangrove menjadi strategis untuk dipertahankan
kelestariannya. Melalui daya dan upaya untuk melestarikan, meningkatkan, dan mengem-
bangkan kawasan mangrove sebagai bagian dari RTH, pada hakikatnya merupakan langkah
awal upaya peningkatan kualitas RTH dalam RTRW 2010, yang berperan fungsi sebagai
penyangga dan penopang mintakat kenyamanan kawasan sempadan pantai di Kab. Pacitan.

2.8 Luaran yang Akan Dihasilkan


Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas,
terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil, dan
merupakan potensi sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai
ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang
bijaksana dalam mempertahankan, melestarikan, dan mengelolanya. Atas dasar itulah, perlu
dilakukan kegiatan ”Konservasi Mangrove” dalam bentuk restorasi ekologi hutan mangrove
di Kec. Ngadirojo − Kab. Pacitan, diikuti dengan peningkatan tatanan sosial ekonomi
masyarakat di sekitarnya. Hal ini dimaksudkan agar pengendalian atas kecenderungan
semakin terdegradasinya kawasan mangrove sebagai jalur penyangga wilayah pantai,
termasuk upaya-upaya peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar dapat dilakukan secara
terprogram, terpadu, dan berkelanjutan.
Mencermati atas karakteristik ekosistem dan peranan fungsinya, nampaknya
degradasi (kerusakan) kawasan mangrove akan menyebabkan berbagai fenomena baik
terhadap kehidupan biota perairan, dan kehidupan liar lainnya, maupun sebagai sumber
kehidupan masyarakat di sekitarnya. Demikian halnya dengan pembangunan dan
pengembangan kawasan pertambakan yang kurang terkontrol, akan menyebabkan

43
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

terdegradasinya habitat maupun vegetasinya, yang secara langsung mupun tidak langsung
peranan fungsi menjadi terganggu. Berdasarkan uraian tersebut serta program prioritas yang
disepakati untuk diimplementasikan pada wilayah PKW Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan pada
2017 (Tabel 2.1), jenis luaran tahun kedua yang akan dihasilkan dari kegiatan yang akan
dilaksanakan selama 3 tahun ini adalah sebagai berikut (Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Jenis Luaran Tahun III PKW Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan

No. PROGRAM TAHUN 2018

III Penguatan Ekonomi Masyarakat berbasis Wisata


Sosialisasi program ‘Pembangunan Objek Wisata Pendidikan Konservasi Mangrove’
1.
dan aliran sungai Lorok.
Pemetaan masalah & potensi muara sungai Lorok sebagai wahana wisata pendidikan
2.
(analisis ekologis dan ekonomis berkelanjutan).
Pembangunan sarana dan prasarana pendukung daya tarik muara sungai Lorok
3.
sebagai wisata pendidikan.
3.1. Pembangunan fasilitas ‘Dermaga Perahu’
3.2. Pembuatan media interpretasi dan rambu-rambu kawasan wisata pendidikan
3.3. Pembuatan lokasi spot memancing berbahan baku lokal.
3.4 Penanaman beberapa jenis pisang dan bambu eksotis
Revitalisasi aksesibilitas kawasan wisata dipadu dengan objek wisata lain yang sudah
4.
ada dengan jaringan Jalan Lingkar Selatan (JLS)
4.1. Perbaikan akses jalan ke lokasi
4.2. Perbaikan gapura masuk wahana wisata pendidikan
Pengembangan keunikan dan citra kawasan sebagai kawasan wisata pendidikan
5.
berbasis masyarakat
Revitalisasi potensi keragaman flora & fauna sepanjang sungai Lorok mendukung
5.1.
wisata pendidikan
Pendidikan konservasi mangrove dan hutan pantai bagi siswa di lokasi PKW (fungsi
5.2.
perlindungan, ilmu pengetahuan dan ekonomis).
Penyuluhan kepada masyarakat yang bersinggungan dengan keberadaan kawasan
5.3
hutan mangrove
Penguatan kelembagaan KMPI sebagai pengelola wisata pendidikan di kawasan
6
konservasi mangove dan aliran sungai Lorok
6.1 Pelatihan ‘Manajemen Wisata Pendidikan’
6.2 Pembuatan buku, brosur dan leaflet “Konservasi Mangrove dan Wisata Pendidikan”
7. Pembuatan laporan kegiatan tahunan dan Jurnal Aplikasi Ipteks pada tahun III.

44
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Uraian Program yang Disepakati


Konservasi mangrove pada program PKW tahun pertama melalui restorasi ekologi
pada dasarnya merupakan tindakan silvikultur melalui rekayasa lingkungan, mulai dari
penelusuran tapak hingga diketahui tabiat upaya-upaya pemulihannya. Pulih kembalinya
kawasan mangrove seperti sediakala sebelum terdegradasi, menjamin kembali pulihnya
habitat bagi kehidupan satwa liar. Seperti tersirat dalam Perda No. 3 Kab. Pacitan tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), bahwa RTH lindung yang dimaksud dalam
perda tersebut, lebih cenderung didominasi oleh pelestarian vegetasi mangrove, keberadaan
ini nampaknya mendudukkan kawasan mangrove menjadi strategis untuk dipertahankan
kelestariannya.
Melalui daya dan upaya untuk melestarikan, meningkatkan, dan mengembangkan
kawasan mangrove sebagai bagian dari RTH lindung, pada hakikatnya merupakan langkah
awal upaya peningkatan kualitas RTH lindung dalam RTRW 2010, yang berperan fungsi
untuk mendukung kegiatan pariwisata, kegiatan penangkapan ikan, dan penanaman vegetasi
pantai sebagai upaya perlindungan dari bencana tsunami. Dalam rangka melestarikan fungsi
fisik, biologis, dan ekologis ekosistem hutan mangrove, maka diperlukan suatu pendekatan
yang rasional di dalam pemanfaatannya dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan.
Pelibatan masyarakat dalam pengeloaan hutan mangrove merupakan salah satu langkah awal
dalam mewujudkan pelestarian hutan mangrove yang berkelanjutan.
Program Konservasi Mangrove tahun pertama dilanjutkan dengan Pembangunan
Objek Wisata Pendidikan tahun kedua disinergikan dengan pembangunan sektor pariwisata
Tahun III Kec. Ngadirojo Kab. Pacitan bertujuan untuk mengembangkan produk wisata yang
unik dan memunculkan kekhasan Pacitan. Penetapan 4 KPP diharapkan dapat mengarahkan
kepariwisataan Kab. Pacitan menjadi lebih fokus namun tetap memberikan fleksibilitas atau
kelenturan untuk berkembangnya potensi-potensi lain sehingga tetap mewadahi kekayaan
alam dan sosial budaya serta saling melengkapi dan meningkatkan daya tarik wisata Kab.
Pacitan secara keseluruhan. Fokus kegiatan PKW Tahun I pada konservasi mangrove di desa
Hadiluwih, Tanjungpuro dan Hadiwarno, Tahun II pembangunan objek wisata pendidikan
yang menguatkan ekonomi masyarakat sekitar lokasi PKW berbasis wisata (gbr. 3.1).

45
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Gambar 3.1 Metode pelaksanaan program PKW

3.2 Kegiatan yang dilakukan


Pengelolaan hutan mangrove di Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan belum dilakukan
secara optimal. Pelibatan masyarakat sekitar dalam kegiatan konservasi hutan mangrove di
kawasan ini masih perlu peningkatan. Akibatnya, masih terjadi perusakan mangrove secara
tidak langsung, di mana masih terjadi penebangan pohon mangrove secara langsung,
pembuangan sampah, limbah aktivitas masyarakat, dan konversi mangrove untuk peruntukan
lain di sekitar lokasi. Sebagai langkah awal pengelolaan, maka perlu diketahui presepsi
masyarakat terhadap keberadaan hutan mangrove di sekeliling mereka. Selanjutnya
diperlukan suatu strategi pengelolaan yang tepat untuk pengembangan hutan mangrove secara
berkelanjutan. Untuk menjaga pelestarian mangrove yang masih lestari tersebut perlu adanya
optimalisasi pelestarian mangrove dengan merubah cara pandang (mindset) masyarakat bahwa
”pelestarian tidak dimulai ketika kerusakan lingkungan sudah terjadi, namun pelestarian
harus dilakukan sebelum kerusakan terjadi agar tetap dalam keasliannya”.

46
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Pembangunan objek wisata pendidikan yang dilakukan pada Tahun II merupakan


revitalisasi sumberdaya alam dengan mengandalkan wilayah pesisir untuk kepuasan manusia.
Kegiatan untuk kepentingan wisata ini dikenal juga dengan ekowisata yang merupakan
perpindahan/perjalanan orang secara temporer dari tempat biasanya ekowisatawan bekerja
dan menetap ke tempat luar, guna mendapatkan kenikmatan dalam perjalanan atau di tempat
tujuan. Kenikmatan yang diperoleh dari perjalanan ini merupakan suatu jasa yang diberikan
alam kepada manusia, sehingga perlu dipertahankan eksistensi keindahan alam tersebut.
Suatu obyek wisata, sedikitnya harus mempunyai 5 unsur penting, yaitu: daya tarik,
prasarana wisata, sarana wisata, infrastruktur, dan masyarakat, lingkungan, dan budaya.
1. Daya tarik. Daya tarik merupakan faktor utama yang menarik ekowisatawan mengadakan
perjalanan mengunjungi suatu tempat, baik suatu tempat primer yang menjadi tujuan
utamanya, atau tujuan sekunder yang dikunjungi dalam suatu perjalanaan primer karena
keinginannya untuk menyaksikan, merasakan, dan menikmati daya tarik tujuan tersebut.
Sedangkan daya tarik dapat diklasifikan ke dalam daya tarik lokasi yang merupakan daya
tarik permanen. Daya tarik suatu obyek wisata agar dikunjungi ekowisatawan antara lain:
a. Keindahan alam, seperti: laut, pantai, danau, dan sebagainya;
b. Iklim atau cuaca misalnya daerah beriklim tropis;
c. Kebudayaan, sejarah, etnik/kesukuan; dan
d. Kemudahan pencapaian obyek wisata.
2. Prasarana wisata. Prasarana wisata ini dibutuhkan untuk melayani ekwisatawan selama
perjalanan ekowisata. Fasilitas ini cenderung berorientasi pada daya tarik wisata di suatu
lokasi, sehingga fasilitas ini harus terletak dekat dengan obyek wisatanya. Prasarana wisata
cenderung mendukung kecenderungan perkembangan pada saat yang bersamaan. Prasara-
na wisata ini terdiri dari:
a. Prasarana akomodasi, merupakan fasilitas utama yang sangat penting dalam kegiatan
ekowisata. Proporsi terbesar dari pengeluaran ekowisatawan biasanya dipakai untuk
kebutuhan menginap, makan dan minum. Daerah ekowisata yang menyediakan tempat
istirahat yang nyaman dan mempunyai nilai estetika tinggi, menu yang cocok, menarik,
dan asli daerah tersebut merupakan salah satu yang menentukan sukses tidaknya
pengelolaan suatu daerah ekowisata.
b. Prasarana pendukung, harus terletak di tempat yang mudah dicapai oleh ekowisatawan.
Pola gerakan ekowisatawan harus diamati atau diramalkan untuk menentukan lokasi
yang optimal mengingat prasarana pendukung akan digunakan untuk melayani mereka.

47
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Jumlah dan jenis prasarana pendukung sangat ditentukan berdasarkan kebutuhan


ekowisatawan.

Gambar 3.2 Daya tarik dan sarana wisata di sungai Lorok


3. Sarana Wisata. Sarana ini merupakan kelengkapan daerah tujuan ekowisata yang
diperlukan untuk melayani kebutuhan ekowisatawan dalam menikmati perjalanan
ekowisatanya. Pembangunan sarana ekowisata di daerah tujuan ekowisata harus dise-
suaikan dengan karakteristik wilayah dan kebutuhan wisatawan, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Berbagai sarana wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata
antara lain biro perjalanan, alat transportasi, dan alat komunikasi, serta sarana pendukung
lainnya (gbr. 3.2). Tak semua obyek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap.
Pengadaan sarana wisata tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan ekowisatawan.
4. Infrastruktur. Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana
ekowisata, baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik pada lahan ekowi-
sata, seperti: sistem pengairan, sumber listrik dan energi, sistem jalur angkutan dan ter-
minal, sistem komunikasi, serta sistem keamanan atau pengawasan. Infrastruktur yang
memadai dan terlaksana dengan baik di daerah tujuan wisata akan membantu meningkat-
kan fungsi sarana wisata, sekaligus membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas
hidupnya melalui kegiatan ekowisata.
5. Masyarakat, lingkungan, dan budaya. Daerah dan tujuan wisata yang memiliki berbagai
obyek dan daya tarik wisata akan mengundang kehadiran wistawan. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan masyarakat, lingkungan dan budaya adalah
sebagai berikut.
a. Masyarakat, yaitu masyarakat di sekitar obyek wisata yang akan menyambut kehadiran
wisatawan tersebut, sekaligus akan memberikan pelayanan yang diperlukan oleh para

48
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

wisatawan. Pelayanan yang mempunyai kekhasan tersendiri akan memberikan kesan


yang mendalam. Untuk itu masyarakat di sekitar obyek wisata perlu mengetahui
berbagai jenis dan kualitas layanan yang dibutuhkan oleh para ekowisatawan.
b. Lingkungan, disamping masyarakat di sekitar obyek wisata, lingkungan alam di sekitar
obyek wisata pun perlu diperhatikan dengan seksama agar tidak rusak dan tercemar.
Lalu-lalang manusia yang terus meningkat dari tahun ke tahun dapat mengakibatkan
rusaknya ekosistem dari fauna dan flora di sekitar obyek wisata. Oleh sebab itu perlu
adanya upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan melalui penegakan berbagai aturan
dan persyaratan dalam pengelolaan suatu obyek wisata.
c. Budaya, yaitu budaya dalam lingkungan masyarakat dan lingkungan alam di suatu
obyek wisata akan menjadi pilar penyangga kelangsungan hidup suatu masyarakat. Oleh
karena itu lingkungan budaya ini kelestariannya tak boleh tercemar oleh budaya asing,
tetapi harus ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan kenangan yang
mengesankan bagi setiap wisatawan yang berkunjung.

Obyek wisata pantai yang akan dibangun adalah elemen fisik dari pantai yang akan
dijadikan lokasi untuk melakukan kegiatan ekowisata. Obyek ekowisata tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Pantai, merupakan daerah transisi antara daratan dan lautan. Pantai yang dimaksud adalah
Pantai Taman yang merupakan primadona obyek wisata dengan potensi pemanfaatan,
mulai dari kegiatan yang pasif sampai aktif;
2. Sungai, terutama di daerah muara di mana terdapat pola aliran sungai, ombak, dan angin
sehingga memiliki potensi yang berguna dan bersifat rekreatif;
3. Daratan sekitar pantai, merupakan daerah pendukung terhadap keadaan pantai, yang
berfungsi sebagai tempat rekreasi dan olahraga darat yang membuat para pengunjung akan
lebih lama menikmatinya.
Mengacu kondisi dan potensi wilayah, RPJMD Kab. Pacitan 2017-2022, dan solusi
permasalahan yang disepakati bersama, maka disusun rencana kegiatan pada tahun kedua
yang ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kegiatan program PKW di Kec. Ngadirojo Kab. Pacitan pada 2018

Nama Kegitan Aspek yang Disepakati


Penguatan Ekonomi Ma- • Revitalisasi sarana dan prasarana pendukung daya tarik
syarakat Berbasis Wisata wisata pendidikan berbasis masyarakat;
• Revitalisasi aksesibilitas kawasan wisata pendidikan

49
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

berbasis masyarakat dipadu dengan objek wisata lain yang


sudah ada;
• Kemampuan manajerial pengelolaan dan pemanfaatan
atraksi wisata pendidikan berbasis masyarakat;
• Pengembangan keunikan dan citra kawasan sebagai
kawasan wisata pendidikan berbasis masyarakat; dan
• Pembentukan lembaga pengelola “kawasan wisata
pendidikan berbasis masyarakat“.

3.3 Ekowisata Hutan Pantai dan Mangrove


Hutan pantai dan hutan mangrove merupakan ekosistem pantai yang memiliki fungsi
dan manfaat dengan pengaruh yang luas ditinjau dari aspek ekonomi, sosial. dan ekologi.
Besarnya peranan dari hutan pantai dan hutan mangrove tersebut dapat dilihat dari banyaknya
flora dan fauna yang hidup di dalamnya. Secara fisik, hutan pantai dan hutan mangrove
memiliki fungsi sebagai penjaga garis pantai agar tetap stabil sehingga dapat pula mencegah
terjadinya abrasi. Selain itu, hutan pantai dan hutan mangrove juga memiliki fungsi ekonomi
bagi masyarakat yang berdiam di sekitarnya. Salah satu fungsi ekonomi tersebut adalah
melalui kegiatan wisata pantai.
Wisata pantai merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata bahari atau wisata
kelautan. Wisata pantai sendiri didefinisikan sebagai wisata yang objek dan daya tariknya
bersumber dari potensi bentang laut (seascape) maupun bentang darat pantai (coastal
landscape). Pada bentang laut dapat dilakukan kegiatan wisata di antaranya berenang
(swimming), memancing (fishing), bersampan yang meliputi mendayung (boating) dan
snorkeling, berselancar yang meliputi selancar air (wave surfing) dan selancar angin (wind
surfing), dan lain-lain. Sedangkan pada bentang darat kegiatan yang dapat dilakukan berupa
olahraga susur pantai, bola volly pantai, bersepeda pantai, panjat tebing pada dinding terjal
pantai (cliff), dan menelusuri gua pantai. Di samping itu, bermain layang-layang, berjemur,
berjalan-jalan melihat pemandangan, berkuda atau naik dokar pantai merupakan kegiatan lain
dari rekreasi bentang darat hingga pantai.
Ekowisata berbasis hutan pantai dan hutan mangrove merupakan salah satu usaha
yang memprioritaskan berbagai produk-produk pariwisata berdasarkan sumberdaya alam.
Pengelolaan ekowisata merupakan upaya untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan
hidup, pendidikan yang berasaskan lingkungan hidup, sumbangan kepada upaya konservasi,
dan meningkatkan kesejahteraan untuk masyarakat lokal. Ekowisata merupakan suatu bentuk
pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia.

50
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Ekowisata pesisir dan laut tidak hanya menjual tujuan atau objek, tetapi juga menjual filosofi
dan rasa sehingga tidak akan mengenal kejenuhan pasar pariwisata. Pembangunan ekowisata
berkelanjutan bertujuan untuk menyediakan kualitas pengalaman ekowisatawan dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal.
Ekowisata (ecotourism) pada hakekatnya adalah suatu bentuk wisata yang bertang-
gungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberikan manfaat
secara ekonomi, dan mempertahankan keutuhan budaya pada masyarakat setempat. Atas
dasar pengertian ini, bentuk ekowisata yang akan dikembangkan merupakan bentuk gerakan
konservasi yang dilakukan oleh tim PKW Kec. Ngadirojo Kab. Pacitan adalah dengan
melibatkan peran serta aktif masyarakat setempat. Alternatif pemanfaatan ekosistem
mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem ini meliputi: penelitian
ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas (limited recreation).
Potensi rekreasi dalam ekosistem hutan pantai dan mangrove adalah sebagai berikut.
a. Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis vegetasi
mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora spp.), akar lutu (Bruguiera spp.), akar pasak
(Sonneratia spp., Avicenia spp.), akar papan (Heritiera spp.);
b. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih menempel pada pohon)
yang terlihat oleh beberapa jenis vegetasi mangrove seperti Rhizophora spp. dan Ceriops
spp.;
c. Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman (transisi
zonasi);
d. Atraksi adat istiadat masyarakat setempat yang berkaitan dengan sumberdaya mangrove;
e. Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti beraneka ragam
jenis burung, serangga dan primata yang hidup di tajuk pohon serta berbagai jenis fauna
yang hidup di dasar mangrove seperti babi hutan, biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-
kerangan, keong, kepiting, dan sebagainya; dan
f. Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan tumpang sari dan
pembuatan garam juga bisa menarik wisatawan.

Beberapa potensi ini dapat dikembangkan untuk kegiatan lintas alam, memancing, berlayar,
berenang, pengamatan jenis burung dan atraksi satwa liar, fotografi, pendidikan, piknik dan
berkemah, serta adat istiadat penduduk lokal yang hidupnya bersinggungan dengan kebera-
daan hutan mangrove.

51
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

3.3.1 Sifat pengunjung ekowisata


Sifat dan karakteristik dari ekowisatawan adalah mempunyai rasa tanggung jawab
sosial terhadap daerah wisata yang dikunjunginya. Kunjungan yang terjadi dalam satu satuan
kesempatan tertentu yang ekowisatawan lakukan tidak hanya terbatas pada sebuah kunjungan
dan wisata saja. Wisatawan ekowisata biasanya lebih menyukai perjalanan dalam kelompok-
kelompok kecil sehingga tidak mengganggu lingkungan di sekitarnya. Daerah yang padat
penduduknya atau alternatif lingkungan yang serba buatan dan prasarana lengkap kurang
disukai karena dianggap merusak daya tarik alami.
Secara khusus, ekowisatawan mempunyai karakteristik sebagai berikut.
a. Menyukai lingkungan dengan daya tarik utama adalah alam dan budaya masyarakat lokal,
dan ekowisatawan juga biasanya mencari pemandu yang berkualitas;
b. Kurang memerlukan tata krama formal (amenities) dan juga lebih siap menghadapi
ketidaknyamanan, meski ekowisatawan masih membutuhkan pelayanan yang sopan dan
wajar, sarana akomodasi dan makanan yang bersih;
c. Sangat menghargai nilai-nilai (high value) dan berani membayar untuk suatu daya tarik
yang mempesona dan berkualitas; dan
d. Menyukai daya tarik wisata yang mudah dicapai dengan batasan waktu tertentu dan
ekowisatawan tahu bahwa daya tarik alami terletak di daerah terpencil.

3.3.2 Partisipasi masyarakat lokal


Untuk meningkatkan pengelolaan ekosistem hutan mangrove, perlu dilibatkan
masyarakat lokal dalam penyusunan proses perencanaan dan pengelolaan ekosistem ini secara
lestari. Dalam pengelolaan secara lestari perlu dikembangkan metode-metode sosial budaya
masyarakat setempat yang bersahabat dengan ekosistem mangrove. Hal ini dilakukan dalam
bentuk penyuluhan, penerangan, dan usaha membangkitkan kepedulian masyarakat dalam
berperan serta mengelola ekosistem hutan mangrove.
Manfaat dari partisipasi masyarakat dalam sebuah rencana pembangunan ekowisata
adalah sebagai berikut.
a. Masyarakat mendapat informasi mengenai rencana pembangunan di daerahnya;
b. Masyarakat akan ditingkatkan pengetahuan mengenai masalah lingkungan, pembangunan
yang berdampak sosial-ekonomi, dan hubungannya;
c. Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapat atau persepsinya terhadap upaya
yang dilakukan terutama di tempat pembangunan yang terkena dampak langsung;

52
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

d. Dapat menghindari konflik di antara pihak-pihak yang terkait;


e. Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat yang akan dapat dinik-
mati dan bersama-sama di dalam upaya menghindari dampak negatifnya; dan
f. Akan meningkatkan perhatian dari instansi pemerintah yang terkait pada masyarakat
setempat.

3.4 Kontribusi Pemkab Pacitan dalam Pelaksanaan Program PKW


Keberhasilan program PKW di Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan akan sangat bergantung
kerjasama dengan semua institusi/lembaga terkait di Pemkab Pacitan. Beberapa bentuk
kontribusi dalam kegiatan PKW di Kec. Ngadirojo ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kontribusi Pemkab Pacitan dalam Pelaksanaan PKW

No. Institusi Pemkab Kontribusi


1. Bupati Pacitan • Memberikan persetujuan sharing pendanaan dalam
kegiatan PKW,
• Memberikan persetujuan terhadap kegiatan PKW,
dan
• Menyampaikan nota dinas kepada pihak-pihak
terkait berupa dukungan terhadap kegiatan PKW.
2. Badan Perencanaan • Memberikan informasi kebijakan dinas/ badan/
Pembangunan Daerah lembaga dan satuan organisasi lain dalam
(BAPPEDA) Kabupaten lingkungan pemerintah kabupaten serta instansi
Pacitan propinsi atau pusat di Kab. Pacitan,
• Memberikan data rencana tata ruang dalam lingkup
makro di suatu wilayah, dan
• Memberikan pelayanan informasi, data kebijakan
perencanaan dan pembangunan daerah.
3. Badan Penelitian, Pengem- • Memberikan informasi Epoleksosbud di suatu
bangan dan Statistik wilayah,
(BALITBANGTIK) • Memberikan data karya UMKM,
Kabupaten Pacitan • Memberikan data kelayakan dan studi teknis lokasi
pengembangan wilayah yang sudah dilaksanakan,
dan
• Memberikan data pengelolaan benda cagar budaya
berskala kabupaten yang sudah dilaksanakan.
4. Dinas Kehutanan dan • Dukungan SDM dalam pelaksanaan pengelolaan
Perkebunan (HUTBUN) ekosistem hutan mangrove & sumber daya air, dan
Kabupaten Pacitan • Dukungan SDM dalam penyusunan konsep
program penguatan ekonomi masyarakat berbasis
wisata.
5. Camat Ngadirojo • Memberikan pelayanan informasi terkait pengem-
bangan kawasan Kec. Ngadirojo, dan
• Memberikan kemudahan aksesibilitas para pengab-
di di wilayah Kec. Ngadirojo.

53
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

6. Kepala Desa (Desa Hadilu- • Menyediakan lahan desa terkait dengan kegiatan
wih, Hadiwarno, dan “Konservasi Mangrove terintegrasi dengan
Tanjungpuro) Pembangunan Wisata Pendidikan dan Penguatan
Ekonomi Masyarakat Berbasis Wisata”, dan
• Memberikan kemudahan dan bentuk bantuan tena-
ga dan keamanan bagi semua tim PKW di dalam
melaksanakan semua aktifitasnya selama masa
program.

3.5 Tahapan Kegiatan PKW


Tahapan kegiatan program PKW “Penguatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Wisata”
dilakukan meliputi kegiatan: sosialisasi, revitalisasi sarana konservasi, dan strategi
pengembangan ekowisata. Uraian kegiatan adalah sebagai berikut.
a. Sosialisasi program konservasi
Sosialisasi dilakukan untuk memberikan penyadaran pada masyarakat di sekitar
kawasan konservasi. Metode sosialisasi dilakukan dengan penyuluhan, pamflet, brosur,
maupun media masa.
b. Revitalisasi sarana konservasi
Kegiatan konservasi meliputi pengurugan pasir dengan memanfaatkan lahan kritis,
pembuatan kolam, dan pembibitan mangrove untuk dipindahkan ke tempat konservasi. Untuk
kegiatan konservasi mangrove ini, sarana yang diperlukan adalah: (1) Perahu untuk wisata
mangrove; (2) revitalisasi posko mangrove, dan (3) revitalisasi dermaga perahu wisata.
c. Strategi pengembangan ekowisata
Strategi yang telah disiapkan Tim PKW diantaranya tidak hanya berencana
menghadirkan pesona khas alam tropis Pacitan yang dibalut dengan storyline. Storyline me-
munculkan rasa penasaran terhadap suatu tempat. Semakin menarik storyline yang dihadir-
kan, maka semakin besar pula keinginan untuk mengunjungi lokasi ekowisata berbasis
konservasi di Kec. Ngadirojo. Jika wisatawan yang telah berkunjung merasa puas dan takjub,
maka storyline akan menyebar dari mulut ke mulut (word of mouth). Alam yang indah akan
semakin lengkap dengan penyediaan fasilitas penunjang lain, seperti: homestay, wisata
kuliner, dan suvenir khas lokal. UKM yang beroperasi di sekitar wisata ditata agar ter-
cipta manage competition (kompetisi yang terkendali). Tujuannya agar wisatawan yang
berkunjung memiliki banyak pilihan barang untuk dibeli. Pengembangan sektor pariwisata
tidak akan terlepas dari upaya menghidupkan ekonomi rakyat. Tumbuhnya bisnis lokal
diharapkan mampu memperbaiki kinerja ekonomi masyarakat lokal.

54
BAB IV
KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI

4.1 Kinerja DPPM UMM dalam Kegiatan Kemasyarakatan


Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Malang (DPPM UMM) didirikan berdasarkan Peraturan Universitas
Muhammadiyah Malang No. 1a Tanggal 23 Februari 2009. DPPM UMM merupakan
penggabungan dari Lembaga Penelitian (SK Rektor UMM No. E.1/97/UM/1977) dan
Lembaga Pengabdian Masyarakat (SK Rektor No. E.1/087/UM/1977). DPPM UMM adalah
unsur pelaksana tugas dan fungsi di bidang penelitian dan pengabdian masyarakat yang
berada di bawah rektor dengan fungsi koordinasi melalui Pembantu Rektor I, Pembantu
Rektor II, dan Pembantu Rektor III. DPPM UMM dibentuk dengan tujuan “Mewujudkan
perencanaan, pelaksanaan dan koordinasi kegiatan penelitian, penerapan dan pengembangan
Ipteks di lingkungan UMM, baik dalam bentuk penelitian maupun pengabdian kepada
masyarakat untuk kemakmuran bangsa”. Visi DPPM UMM adalah “Menjadi pusat penelitian,
penerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi serta seni yang terkemuka dalam
rangka menegakkan nilai-nilai keislaman dan keilmuan bagi kepentingan masyarakat”.
Kegiatan kemasyarakatan di DPPM UMM dilaksanakan melalui sumber pendanaan
internal dan eksternal. Dana eksternal kegiatan kemasyarakatan, misalnya berasal dari CSR
perusahaan swasta (PT. IPMOMI – Probolinggo, Yayasan Damandiri Jakarta), instansi
pemerintah (Bappeda Kab. Nganjuk, Bappeda Kab. Malang, Diknas Propinsi Jatim, Dinas
Pertanian Bondowoso), KKMB dengan BI (BI Jember, BI Kediri), dan kegiatan
kemasyarakatan yang berasal dari dana Dit. Litabmas, Ditjen Dikti. Khusus kinerja kegiatan
kemasyarakatan di DPPM UMM menunjukkan kecenderungan ke arah peningkatan sebagai-
mana ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Kinerja kegiatan kemasyarakatan DPPM UMM dana Dit. Litabmas
Skim Kegiatan Tahun
Kemasyarakatan 2014 2015 2016 2017
IbM 18 20 30 30
IbIKK 5 6 4 4
IbK 1 1 1 –
IbW 1 – 2 3
Hi-LINK – 1 1 1

55
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

4.2 Pemilihan Perguruan Tinggi Mitra


Tema permasalahan yang ingin ditangani bersama adalah konservasi dan pariwisata
melalui kegiatan “Konservasi Mangrove, Pembangunan Objek Wisata Pendidikan dan
Penguatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Wisata”. Model PPM yang akan dilaksanakan
adalah (1) Inventarisasi potensi sumberdaya alam untuk pengembangan dan konservasi
kawasan secara lestari, (2) Pengembangan citra kawasan sebagai wahana wisata pendidikan
yang mendukung konservasi bersama masyarakat lokal, dan (3) Penguatan ekonomi
masyarakat berbasis wisata melalui sinergisme tiga pelaku dalam industri pariwisata, yaitu
destinasi wisata, wisatawan, dan masyarakat lokal, dalam pengembangan usaha dan ekonomi
pariwisata yang mengusung konservasi dan wisata pendidikan.
Berdasarkan model PPM yang akan dilaksanakan, maka dipilihlah Politeknik Negeri
Malang sebagai Perguruan Tinggi Mitra. Universitas Muhammadiyah Malang bertugas dalam
merumuskan kebijakan “Konservasi Mangrove, Pembangunan Objek Wisata Pendidikan dan
Penguatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Wisata” sedangkan Politeknik Negeri Malang
berperan sebagai penyedia TTG yang mendukung program PPM di wilayah PKW.

4.3 Jenis Kepakaran yang Diperlukan


Kegiatan PKW ini mendukung misi ke-4 Pemkab Pacitan, “Meningkatkan
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang bertumpu pada potensi unggulan”, melalui
lingkup kegiatan (1) Konservasi Mangrove, (2) Pembangunan Objek Wisata Pendidikan, dan
(3) Penguatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Wisata”. Dalam upaya menjalankan program
PKW di Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan, perlu dilakukan inventarisir potensi wilayah,
perumusan kebijakan publik dan upaya edukasi dalam pengembangan kawasan konservasi
menjadi wilayah wisata pendidikan yang mendukung penguatan ekonomi masyarakat. Jenis
kepakaran yang diperlukan dalam program PKW ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jenis kepakaran yang diperlukan dalam program PKW 2018
Jenis Jabatan
No Nama Deskripsi Tugas
Kepakaran dalam Tim
1 Dra. Elly - Biologi Ketua Tim − Penyusunan konsep “kon-
Purwanti, M.P. - Ekologi servasi mangrove, pemba-
ngunan objek wisata
pendidikan, dan penguatan
ekonomi masyarakat
berbasis wisata”;
− Penyusunan organisasi pe-
laksana dan steering com-

56
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

mitee;
− Penyusun kerangka kerja
tim.
2 Drs. Wahyu - Biologi Anggota Tim − Aktualisasi konsep pengua-
Prihanta, M.Kes. - Patibologi tan ekonomi masyarakat
berbasis wisata;
− Implementasi konsep
wisata pendidikan.
− Penerapan konsep pengelo-
laan hutan mangrove seba-
gai objek wisata berbasis
masyarakat
3 Ach. Muhib - Teknik Anggota Tim − Desain konsep pemberda-
Zainuri, ST., Mesin, yaan masyarakat pesisir
M.T. - Konversi melalui pemanfaatan TTG;
Energi. − Desain konsep revitalisasi
objek ekowisata.
4 Hari Kurnia - Teknik Tele- Anggota Tim − Pemetaan potensi kepari-
Safitri, S.T., komunikasi wisataan di wilayah PKW;
M.T. - Sistem Ko- − Bimbingan teknologi pe-
munikasi ningkatan mutu produksi,
dan pengawasan mutu, verifi-
Informatika kasi produk dan inovasi
teknologi produk.

4.4 Struktur Organisasi Tim PKW Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan


Makna konservasi mangrove bukan saja perlindungan semata, namun secara
seimbang melaksanakan upaya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan terhadap ekosistem
pesisir. Tim PKW Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan pada 2016 hingga 2017 telah dan akan 2018
melakukan pengembangan kawasan konservasi mangrove berikut ekosistemnya di kawasan
perairan pantai Taman. Di tengah perubahan selama ini, terutama menyangkut otonomi
daerah dan tuntutan partisipasi masyarakat yang lebih terbuka, upaya-upaya konservasi
mangrove tersebut telah mendapat perhatian penuh dari pemerintah daerah. Sebagai suatu
upaya dalam konservasi ekosistem pesisir dengan pantai sebagai titik utamanya, pengelolaan
kawasan konservasi pantai (KKP) membutuhkan berbagai dukungan dan kerjasama seluruh
stakeholder agar dapat berjalan secara optimal sesuai dengan tujuan pembentukannya.
Perangkat tersebut, antara lain rencana pengelolaan yang di dalamnya memuat rencana zonasi
KKP, unit organisasi pengelola atau kelembagaan KKP, jejaring KKP, pengembangan
pendanaan, dan lain sebagainya. Terkait dengan kelembagaan KKP, keberadaan sebuah
lembaga yang handal sangat penting dalam menunjang keberhasilan pengelolaan KKP.
Belajar dari pengalaman dalam sejarah pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia,

57
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

kelembagaan yang dijalankan secara profesional serta dapat mengakomodasi kepentingan


para pemangku kepentingan diharapkan dapat lebih menunjang keberhasilan pengelolaan
kawasan konservasi sebagaimana diharapkan dalam tujuan pembentukannya.
Struktur organisasi tim “PKW Konservasi Mangrove dan Wisata Pendidikan
Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan” dibuat sebagai implementasi program PPM dari
DRPM-Ditjen Penguatan Risbang, Kemristekdikti dan kebijakan pengembangan kawasan,
pengembangan pariwisata, SDM, dan kelembagaan oleh Pemkab Pacitan. Kebijakan tersebut,
bersama Focus Group Discussion kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Tindak bersama
seluruh organisasi pelaksana PPM di Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan. Dalam melaksanakan
kegiatannya, tim akan selalu berkoordinasi dengan steering commitee (gbr. 4.1).

Gambar 4.1 Organisasi Tim PKW Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan

58
BAB V
HASIL YANG DICAPAI

5.1 Revitalisasi Ekosistem Hutan Mangrove


Pengelolaan sumberdaya perairan melalui pengelolaan kawasan konservasi hutan
mangrove merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk mengembangkan suatu kawasan
perairan. Pengelolaan kawasan konservasi perairan merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk menyelamatkan ekosistem hutan mangrove dari kerusakan dan degradasi
akibat pemanfaatan yang berlebihan dan tidak terkontrol. Kawasan konservasi perairan
mempunyai peranan yang sangat penting baik secara ekologis maupun ekonomis, sehingga
pengelolaannya harus menjadi prioritas utama.
Muara Sungai Lorok yang banyak membawa material organik dari daratan, sangat
bermanfaat bagi kehidupan ekosistem hutan mangrove. Selain itu, posisi Desa Hadiwarno,
Kec. Ngadirojo berhadapan dengan Samudera Hindia berperan dalam aktivitas perikanan dan
kelautan bagi Kab. Pacitan. Namun sebagian dari wilayah mangrove dan hutan pantai sudah
banyak yang dialihfungsikan oleh masyarakat menjadi areal tambak dan persawahan. Untuk
itu, Tim PKW Kec. Ngadirojo-Kab. Pacitan telah membentuk pengelola kawasan konservasi
mangrove dengan nama ”Konservasi Mangrove Pacitan Indonesia (KMPI)”. Hal ini karena di
Pacitan belum ada pengelola kawasan konservasi mangrove berbasis masyarakat dan berharap
akan menjadi model percontohan konservasi skala Pacitan dan Indonesia. Tujuan dibentuknya
kawasan konservasi perairan adalah untuk melindungi seluruh sistem sosial-ekologi,
meningkatkan status sosial-ekonomi masyarakat lokal, dan mengembangkan ekowisata
berbasis konservasi mangrove. Pengelolaan kawasan konservasi mangrove adalah langkah
efektif untuk melindungi keanekaragaman hayati dan mendukung pengelolaan perikanan
berkelanjutan dan peningkatan ekonomi melalui aktivitas ekowisata bahari.

Gambar 5.1 Konservasi areal hutan mangrove

59
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Berikut penjelasan atas beberapa vegetasi mangrove, meliputi: teknik pembibitan dan
penanaman yang diterapkan pada spesies tumbuhan hutan mangrove di Pantai Taman, desa
Hadiwarno – Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan.

1. Rhizophora mucronata.
Rhizophora mucronata atau Mangrove genjah mudah dikenali melalui akarnya
yang tegak, berbagai bentuk daun yang menonjol, dan ketinggian pohon pada saat dewasa
mencapai 25 m. Mangrove genjah ini memiliki bunga yang membentuk kelompok antara
4-8. Spesies ini siap untuk ditanam bila tanaman bibit lebih tinggi dari 55 cm, dan terdapat
lebih dari dua pasang daun, biasanya ketika berusia 4-5 bulan. Letak penanaman pada garis
pantai sebaiknya diltanam pada lokasi yang memiliki kadar garam rendah pada permukaan
yang berlumpur lembek, dan di antara posisi air laut rata-rata serta rata-rata gelombang
pasang yang tertinggi. Jarak penanaman, karena sistem akar tegak membutuhkan ruang
yang cukup sehingga jarak sekitar 1 m x 2 m dan 2 m x 3 m adalah yang terbaik.
2. Rhizophora apiculata
Rhizophora apiculata atau Mangrove kacang adalah tumbuhan mangrove yang
memiliki akar tegak seperti R. mucronata. Ujung daunnya tajam, pohonnya bisa mencapai
tinggi 15 m, bunganya membentuk kelompok dua buah. Benih yang telah matang dan siap
ditanam jika tinggi tanaman bibit telah mencapai lebih dari 30 cm, memiliki lebih dari dua
pasang daun, umumnya berusia 4−5 bulan. Sebaiknya bibit ditanam pada lokasi yang
memiliki kadar garam rendah pada permukaan yang berlumpur lembek, dan di antara
posisi air laut rata-rata hingga rata-rata gelombang pasang yang tertinggi. Jarak penana-
man, karena sistem akar tegak sehingga jarak sekitar 1 m x 2 m dan 2 m x 3 m.

(a) (b)
Gambar 5.2 Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata

60
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

3. Avicennia marina
Avicennia marina atau api-api (gbr. 5.3) memiliki bentuk pneumatophores seperti
pinsil, bentuk ujung daun yang bervariasi, dengan ketinggian pohon mencapai 20 m,
bentuk bunga yang kecil, dan membentuk kelompok 8−14. Bentuk buah seperti almond,
terkadang memiliki ujung berbentuk seperti piala pendek dengan panjang 1,5−2,5 cm.
Bibit siap untuk ditanam jika tinggi tanaman bibit telah mencapai lebih dari 30 cm, dan
memiliki lebih dari dua pasang daun, pada umumnya berusia 3−4 bulan. Letak penanaman
bibit pada garis pantai, sebenarnya dapat tumbuh pada semua tingkatan lokasi di sepanjang
pesisir, tetapi lebih menyukai di ruang terbuka dengan sinar matahari penuh, dan sangat
toleran terhadap kandungan garam yang tinggi dalam tanah, merupakan tanaman pelopor.
Jarak penanaman sebaiknya adalah 2 m x 3 m.

Gambar 5.3 Avicennia marina

5.2 Rehabilitasi Ekologi Hutan Pantai


Hutan pantai memberikan perlindungan terhadap badai, angin, dan terpaan garam,
meningkatkan keragaman hayati dari lingkungan pantai, memberikan perlindungan terhadap
bahaya tsunami. Selain itu, hutan pantai memberikan kesempatan dalam meningkatkan taraf
hidup melalui peningkatan produktifitas dari sistem pertanian dan perikanan, serta memasok
kayu dan produk hutan non-kayu. Saat ini, penggunaan lahan di pesisir pantai lebih
diutamakan pada bidang yang lain daripada digunakan sebagai hutan pantai, terutama karena
sektor lain ini lebih memberikan keuntungan jangka pendek dan kehidupan pertanian di
wilayah pedesaan di Pacitan pada umumnya lintas-sektoral sehingga diperlukan pendekatan
yang dapat mengakomodir berbagai kegiatan yang berbeda tersebut.
Proses perencanaan yang partisipatif dan integratf dalam hal manajemen wilayah
pesisir pantai akan menjamin rehabilitasi hutan pantai akan dilaksanakan pada lokasi yang
telah ditentukan serta guna mendapatkan manfaat yang maksimum. Pendekatan yang
partisipatif juga memberikan kesempatan bagi kelompok dan institusi yang terkait termasuk

61
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

masyarakat setempat, dan pemerintah guna mengambil bagian dalam memberikan sumbangan
pada pembangunan hutan pantai. Dengan mengikuti proses ini, akan dapat menyelaraskan
dengan kebijakan dan rencana pemerintah, menjamin adanya dukungan dari para pemangku
kepentingan utama dan pada akhirnya meningkatkan kesempatan adanya berbagai kegiatan
intervensi sesudah kegiatan ini selesai dilaksanakan.
Dengan melibatkan masyarakat setempat dalam kegiatan penanaman vegetasi hutan
pantai akan meningkatkan rasa memiliki dan tanggungjawab memelihara sehingga manfaat
dari kegiatan lebih bias dirasakan. Gambar 5.4 menunjukkan pendekatan atas perencanaan
dan implementasi dari pendekatan partisipatif upaya rehabilitasi hutan pantai. Selama proses
ini, berbagai kegiatan pelatihan dan peningkatan kesadaran akan dilaksanakan guna
meningkatkan kapasitas penduduk desa dan kelompok masyarakat. Pihak pemerintah desa
diharapkan akan mengadakan perjanjian hak penggunaan tanah dan sumber daya yang
dibutuhkan terhadap dukungan proyek ini. Akhirnya, penilaian taraf hidup di desa sasaran
akan membantu pengembangan berbagai kegiatan pekerjaan, yang mungkin dapat didukung
oleh kelompok dengan menggunakan sumber daya yang didapat dari kegiatan penanaman
pohon. Sesudah berkembang dengan lebatnya, hutan yang telah ditanami dan sumber daya
pohon ini juga dapat memberikan sumbangan pada kegiatan mencari nafkah dalam desa
tersebut.

Gambar 5.4 Pola partisipatif rehabilitasi hutan pantai

62
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

5.2.1 Jenis vegetasi hutan pantai


Karakteristik suksesi hutan pantai biasanya didahului oleh dominasi tumbuhan
merambat yakni Ipomoea pes-caprae yang selanjutnya disebut dengan formasi pescaprae. Di
belakang formasi tersebut ditemukan formasi vegetasi inti hutan pantai yakni formasi
Barringtonia. Kedua formasi tersebut tentunya memiliki komunitas tumbuhan yang khas
sebagai ciri dari masing-masing formasi dan ditemukan pada 2 (dua) bahan induk yakni pada
pantai berpasir dan pantai berbatu. Pola penyebaran benih beberapa jenis vegetasi hutan
pantai biasanya dibantu oleh air laut, misalnya Barringtonia sp., Terminalia catappa, dan
Callophyllum inophyllum (gbr. 5.5), burung dan kelelawar, misalnya Terminalia catappa dan
Callophyllum inophyllum serta dibantu oleh angin seperti pada jenis Heritiera sp.

buah Calophyllum inophyllum

buah Terminalia cattapa Buah Barringtonia asiatica


Gambar 5.5 pohon hutan pantai yang penyebaran dibantu arus air laut

Setelah formasi pescaprae, terbentuk formasi Baringtonia yang merupakan zona


terakhir yang berbatasan dengan tipe ekosistem hutan lainnya. Formasi Baringtonia terdapat
pada daerah lepas pantai dengan kadar salinitas agak sedikit rendah. Makin jauh dari tepi
pantai ke arah daratan semakin banyak ditemukan belukar dan pepohonan. Tumbuhan pada
zona ini berdaun tebal dan mengkilap serta didominasi oleh Baringtonia sehingga kemudian
disebut dengan formasi Baringtonia. Buah dari pepohonan pada formasi ini mempunyai
kemampuan untuk tetap mengembang di atas air sehingga mudah terbawa oleh arus laut.

63
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Buah Barringtonia dapat mengapung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan


tanpa mengalami kerusakan. Jenis tumbuhan yang menyusun struktur dan komposisi zona ini
adalah Butun (Barringtonia asiatica), nyamplung (Calophyllum inophyllum), ketapang
(Terminalia catappa), Hernandia peltata, Cerbera manghas, Erytrina orientalis, Pongamia
pinnata, Hibiscus tiliaceus, Guettarda speciosa, Morinda citrifolia, Sophora tomentosa, dan
lain-lain. Vegetasi yang lain adalah Euphorbia atoto, Vitex ovata, Scaevola taccada,
Tournefortia argentea, Crinum asiaticum L, Pandanus tectorius, dan Opuntia elatior Mill.
Secara umum jenis vegetasi pohon (berkayu) yang tumbuh di hutan pantai Taman toleran
terhadap hembusan garam (air asin), terhadap tanah yang miskin hara, dan masa kering secara
musiman. Fauna yang lazim ditemukan di zona ini adalah kadal dan penyu.
Berikut deskripsi singkat jenis tumbuh-tumbuhan yang ditanam oleh Tim PKW Kec.
Ngadirojo di sepanjang Pantai Taman.
1. Barringtonia asiatica Kurz (Lecythidaceae) atau yang dikenal dengan sebutan keben
memiliki tinggi pohon antara 15-17 m (gbr. 5.6), bunga putih dengan ukuran besar yang
mekar pada malam hari dan pembungaan dibantu oleh kelelawar dan lebah madu. Buah
besar berbentuk persegi empat di mana penyebarannya dengan bantuan air laut. Jenis ini
tumbuh pada ketinggian 0−350 m dpl.

Gambar 5.6 Barringtonia asiatica Kurz

2. Calophylum inophyllum L. (Guttiferae), jenis ini umumnya disebut dengan nama


nyamplung. Pohon dengan tinggi sampai 30 m, diamater 80 cm ke atas dan memiliki
getah lekat berwarna putih atau kuning (gbr. 5.7). Jenis ini memiliki daun besar, keras dan
licin serta memiliki banyak urat, bentuk daun elips hingga bulat memanjang, buah

64
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

berbentuk bulat seperti bola pingpong kecil, memiliki tempurung keras dan di dalamnya
terdapat satu biji dengan ukuran 2,5−4 cm. Tumbuh pada tanah dekat pantai sampai pada
tanah kering di bukit-bukit sampai ketinggian 800 m dpl. Pohon berbuah sepanjang tahun.
Penyebaran buah melalui arus laut atau oleh kelelawar.

Gambar 5.7 Calophylum inophyllum

3. Terminalia catappa L. (Combretaceae) atau Ketepeng, merupakan salah satu jenis yang
mudah dikenali karena memiliki arsitektur pohon seperti pagoda (gbr. 5.8). Daunnya
berbentuk bulat telur dan besar serta buahnya berbentuk panjang bulat agak gepeng.
Ketapang tumbuh alami pada pantai berpasir atau berbatu. Toleran terhadap tanah masin
dan tahan terhadap percikan air laut; sangat tahan terhadap angin dan menyukai sinar
matahari penuh. Mampu bertahan hanya pada daerah-daerah tropis atau daerah dekat tropis
dengan iklim lembab. Tumbuh baik pada semua jenis tanah dengan drainase baik.

Gambar 5.8 Terminalia catappa

4. Pandanus tectorius ex Z (Pandanaceae) atau Pandan, pohon dapat mencapai ketinggian


hingga 6 m (gbr. 5.9). Daun Berduri pada sisi daun dan ujungnya tajam, dengan panjang
daun antara 0,5 – 2,0 m, dan warna bunga merah ungu. Buahnya seperti buah nenas dan

65
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

ketika matang berwarna kuning jeruk. Tumbuh pada habitat dengan substrat berpasir di
depan garis pantai, terkena pasang surut hingga agak ke belakang garis pantai.

Gambar 5.9 Pandanus tectorius

5. Hibiscus tiliaceus L. (Malvaceae) atau Waru, pohon yang tumbuh tersebar dengan
ketinggian hingga mencapai 15 m (gbr. 5.10). Daun agak tipis berbentuk hati, berkulit dan
permukaan bawah berambut halus dan berwarna agak putih serta bersilangan. Bunga
berbentuk lonceng. Saat mekar (sore hari) berwarna kuning muda dengan warna
jingga/gelap di bagian tengah dasar, lalu keesokan harinya keseluruhan bunga jadi jingga
dan rontok. Buah membuka menjadi 5 bagian dan memiliki biji khas yang berambut.
Merupakan tumbuhan khas di sepanjang pantai Taman dan seringkali berasosiasi dengan
mangrove. Juga bisa ditemukan di sepanjang pinggiran sungai Lorok. Biji mengapung dan
dapat tumbuh meskipun dimasuki air laut.

Gambar 5.10 Hibiscus tiliaceus

66
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

5.2.2 Penanaman vegetasi hutan pantai


Penanaman hutan pantai bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan, dan me-
ningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas, dan peranannya
dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Kegiatan memulihkan kembali
oleh Tim PKW Kec. Ngadirojo mengandung pengertian memperbaiki dan meningkatkan
kondisi lahan yang rusak supaya dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai lahan produksi,
media pengatur tata air, ataupun sebagai unsur perlindungan alam dan lingkungannya
sepanjang daerah aliran sungai Lorok di Kec. Ngadirojo.
Kegiatan penanaman vegetasi hutan ini untuk mengisi lahan yang kosong karena
sistem perlindungan tidak dapat mengimbangi alih fungsi lahan menjadi areal pertambakan
dan persawahan sehingga terjadi deforestasi serta degradasi fungsi hutan dan lahan. Kegiatan
rehabilitasi hutan pantai dilaksanakan melalui kegiatan penghijauan, reboisasi, pemeliharaan,
pengayaan tanaman, dan penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis
pada lahan kritis dan tidak produktif. Kegiatan ini melibatkan banyak pihak yang
berkepentingan dengan penggunaan hutan pantai dan lahan sempadan sungai (gbr. 5.11).

Gambar 5.11 Penanaman vegetasi hutan pantai

Pada lokasi hutan pantai di Pantai Taman ditanam jenis Nyamplung (Calophylum
inophyllum), Ketepeng Laut (Terminalia catappa), dan Waru (Hibiscus tiliaceus). Pemilihan
ketiga jenis tanaman tersebut sudah mempertimbangan kesesuaian persyaratan habitat tumbuh
tanaman, nilai estetika, dan nilai ekonomis. Ketiga jenis tanaman tersebut memiliki batang
yang kokoh untuk menahan terpaan angin laut, selain itu ketiga tanaman memiliki daun yang
relatif tebal dan lebar yang dapat berfungsi menahan angin laut. Keunggulan lain ketiga jenis
tanaman memiliki tajuk yang melebar yang dapat menjadi naungan di wilayah sekitarnya
sehingga menciptakan iklim mikro yang berbeda dengan sekitarnya. Secara ekonomi,

67
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

pembangunan hutan pantai akan bersinergi dengan pengembangan pariwisata pantai sehingga
dapat meningkatkan potensi dan peluang berusaha bagi warga masyarakat sekitar.

5.2.3 Pemeliharaan tanaman hutan pantai


Penanaman hutan pantai akan diikuti dengan kegiatan pemeliharaannya (gbr. 5.12).
Hal ini dika-renakan habitat di pesisir pantai sangat menentukan aktivitas hidup makluk hidup
baik tumbuhan maupun hewan. Kondisi habitat sangat dipengaruhi oleh angin kencang
dengan hembusan garam, kadar garam yang tinggi dalam tanah, penggenangan oleh air laut,
aerasi tanah dan stabilitas tempat tumbuh, temperatur tinggi, kandungan hara rendah dan
pergerakan (mobilitas) substrat pasir yang tinggi. Kondisi ekstrim seperti ini dapat membatasi
tanaman yang akan ditanami maupun yang sudah tumbuh.

Gambar 5.12 Pemelihaaran tanaman hutan pantai

1. Hembusan angin dan garam. Angin yang bertiup dari laut merupakan ciri khas pantai.
Angin merupakan parameter lingkungan penting sebagai gaya penggerak dari aliran skala
besar yang terdapat baik di atmosfir maupun lautan. Angin ini membawa butiran-butiran
garam dari laut yang selanjutnya akan meningkatkan kandungan garam pasir pantai dan
akan mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di wilayah pesisir. Jumlah terbanyak dari
garam tersebut meresap ke dalam tunas karena abrasi mekanis dan ion kloridanya
terkumpul dalam ujung ranting dan daun sampai kadar yang merugikan. Akibatnya terjadi
nekrosis daun dan menghambat pertumbuhan tanaman yang mempunyai toleransi yang
rendah terhadap garam.
Salinitas menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan tanaman di hutan
pantai melalui: (a) penurunan potensial osmotik larutan tanah sehingga mengurangi
ketersediaan air bagi tanaman, (b) peningkatan konsentrasi ion yang bersifat racun bagi
tanaman atau memacu ketidakseimbangan dalam metabolisme hara, dan (c) perubahan

68
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

struktur fisik dan kimia tanah. Untuk menjaga keseimbangan kadar garam di dalam
tanaman, maka tanaman mempunyai mekanisme toleransi terhadap salinitas. Mekanisme
tersebut di antaranya mekanisme ekslusi dan inklusi. Tanaman yang memiliki mekanisme
ekslusi menyimpan garam dalam konsentrasi yang rendah dalam tajuk karena tanaman
mampu menahan garam di daerah perakaran. Tanaman dengan mekanisme inklusi akan
menyimpan garam dalam konsentrasi tinggi dalam tajuk. Toleransi tanaman terhadap
salinitas baik secara ekslusi maupun inklusi menjadi toleransi pada tingkat selular, jaringan
dan tanaman ditunjukkan pada Tabel 5.1. Selain menghembuskan garam ke daratan, angin
juga memiliki gaya yang dapat melepaskan butiran tanah dari satu tempat ke tempat lain
yang baru untuk diendapkan (deposistion). Kemampuan melepaskan butiran tanah oleh
angin sangat dipengaruhi oleh kondisi kekasaran permukaan tanah dan besar butiran
partikel tanah atau pasirnya.

Tabel 5.1 Bentuk toleransi tanaman terhadap salinitas


Morfologi Pengurangan jumlah dan ukuran daun, pengurangan jumlah stomata per
satuan luas, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin,
peningkatan tyloses serta peningkatan lignifikasi akar.
Fisiologis Peningkatan sintesis osmolit kompatibel, penurunan rasio K+/Na+, pe-
ning-katan kompartementasi Na+ ke dalam vakuola, sekresi garam.
Biokimia Peningkatan produksi ABA dan peningkatan aktivitas enzim.
Molekuler Aktivitas gen yang berhubungan dengan selektivitas transport ion dan
integritas membrane.

2. Kadar garam dan unsur hara dalam tanah/pasir. Kadar garam dalam tanah/pasir
berkurang dengan bertambahnya jarak dari laut sehingga berpengaruh terhadap zona
tumbuhan (daya adaptasi terhadap salinitas) di mana jenis tumbuhan yang tahan (toleran)
terhadap kadar garam cenderung terdapat di dekat laut.
3. Penggenangan sesekali oleh air laut. Tumbuhan pada zona perintis seringkali tergenang
oleh air laut akibat aktivitas ombak. Penggenangan ini akan meninggalkan garam di sekitar
daun tumbuhan yang menambah tegangan air dalam tumbuhan tersebut. Kasus kematian
vegetasi pasca banjir Robb di pantai selatan Jawa salah satu penyebabnya adalah genangan
air laut dalam waktu beberapa hari dan umumnya penggenangan air laut ini melanda lokasi
yang jauh dari pantai. Penggenangan dengan tingkat salinitas yang sangat tinggi
menyebabkan dedaunan menguning, kering dan gugur dan pada akhirnya akan mengalami
kematian.

69
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

4. Aerasi dan Porositas tinggi. Konsekuensi dari butiran pasir yang besar dan rongga antar
butiran yang besar pula menyebabkan air yang berasal dari hembusan garam maupun dari
sumber lain menjadi cepat terserap ke bawah dengan sedikit yang tertahan untuk
dikonsumsi tumbuhan yang hidup di sekitar pesisir untuk pertumbuhannya. Dengan
kondisi ini maka dapat dikatakan tumbuhan pantai mirip dengan tumbuhan gurun yang
tumbuh dalam lingkungan yang kering. Tumbuhan yang bertahan pada kondisi ini
beradaptasi dengan memanfaatkan air embun pagi atau dengan kemampuan akar untuk
menyerap air.
5. Stabilitas tempat tumbuh. Hal ini terjadi karena aktivitas ombak yang dengan mudah
sekali menggerakan pasir sehingga stabilitas tempat tumbuh tumbuhan tidak mantap.
Gerakan ombak dapat menyapu pasir sehingga dapat mengubur tumbuhan. Untuk
mengatasi keadaan tersebut, beberapa jenis tumbuhan cenderung untuk melata (merambat)
di atas pasir dan berakar pada buku-bukunya. Strategi ini juga dapat membantu menahan
gumuk pasir yang dibentuk oleh angin. Contoh tumbuhan dengan strategi ini pada formasi
pes-caprae, misalnya: Ipomoea spp., Canavalia obtusifolia dan C. rosea.

5.3 Revitalisasi Objek Wisata Pendidikan


Disadari oleh Tim PKW Kec. Ngadirojo – Kab. Pacitan, bahwa pembangunan
infrastruktur menjadi kunci utama untuk mengembangkan pariwisata. Infrastruktur yang akan
dibangun adalah yang mendukung tema wisata pendidikan berbasis konservasi mangrove dan
hutan pantai. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing pariwisata Kab. Pacitan di
dalam konstelasi wisata Indonesia, yang pada akhirnya bakal menekan biaya ekonomi yang
tinggi saat ini. Detail pembangunan wisata Pantai Taman yang telah dibuat pada kegiatan
PKW Tahun I, di antaranya telah dibangun kantor konservasi mangrove, area pakir, tempat
pejalan kaki di tepi sungai Lorok, taman konservasi mangrove terbuka, dan perbaikan aspal
jalan masuk ke lokasi wisata Pantai Taman.
Sedangkan yang sudah direvitalisasi pada Tahun III oleh PKW Kec. Ngadirojo –
Kab. Pacitan di antaranya adalah pembangunan tempat pakir, media interpretasi objek wisata,
permainan entrance, pos sewa alat, gazebo, dan pembuatan bangunan kamar mandi dan WC.
Selain itu juga akan dibangun area permainan anak, pusat jajanan dan souvenir, kantor
pengelola, tempat perjalanan kaki di pesisir pantai, pembuatan tempat pemancingan, dan
dermaga tempat pemancingan (gbr. 5.13).

70
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Gambar 5.13 Infrastruktur wisata pendidikan

5.4 Revitalisasi Dermaga Perahu Wisata


Wisata pantai merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata bahari atau wisata
kelautan. Wisata pantai sendiri didefinisikan sebagai wisata yang objek dan daya tariknya
bersumber dari potensi bentang laut (seascape) maupun bentang darat pantai (coastal
landscape). Pada bentang laut di mana terdapat hulu sungai Lorok dapat dilakukan kegiatan
wisata di antaranya berenang (swimming), memancing (fishing), dan bersampan atau
mendayung (boating). Sedangkan pada bentang darat kegiatan yang dapat dilakukan berupa
olahraga susur pantai, bola volly pantai, bersepeda pantai, panjat tebing pada dinding terjal
pantai (cliff), dan menelusuri gua pantai. Disamping itu, bermain layang-layang, berjemur,
dan berjalan-jalan melihat pemandangan merupakan kegiatan lain dari rekreasi bentang darat
pantai.
Kondisi dan keberadaan kawasan mangrove dan hutan pantai di Kec. Ngadirojo
dihadapkan pada tiga tantangan strategis, yaitu: (1) pengelolaan secara profesional untuk
tujuan pelestarian, penyelamatan dan pengamanan, serta pemanfaatan secara terbatas
berdasarkan peranan fungsinya, (2) meningkatkan kualitas baik terhadap habitat dan jenis,
untuk mempertahankan keberadaan sebagai akibat terdegradasinya kawasan, baik karena ulah
aktivitas manusia maupun secara alami (abrasi), sedimentasi, dan pencemaran limbah padat,
dan (3) pengembangan kawasan-kawasan berhabitat mangrove untuk dijadikan wisata
berbasis masyarakat. Pengembangan ekowisata yang dikembangkan oleh Tim PKW Kec.
Ngadirojo bersinergi dengan konservasi hutan mangrove dan hutan pantai.
Lokasi Sungai Lorok yang bermuara di pantai Taman Desa Hadiwarno, Kec.
Ngadirojo – Kab. Pacitan, sangat menarik karena keindahan alamnya. Tim PKW Kec.
Nagdirojo telah mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa yang dio-

71
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

perasikan oleh penduduk desa sebagai bentuk ekowisata berbasis masyarakat. Salah satu
fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan adalah pembangunan dua buah dermaga
perahu wisata (gbr. 5.14).

(a) Pembangunan dermaga perahu dari dana PKW

(b) Pembangunan dermaga perahu dari dana sharing Pemda


Gambar 5.14 Dermaga perahu wisata

5.5 Pemanfaatan Perahu untuk Wisata


Setelah kegiatan PKW memasuki tahun III, kawasan hutan mangrove dan hutan
pantai sudah bagus. Reboisasi hutan mangrove dan rehabilitasi hutan pantai sudah mulai
menampakkan hasilnya. Tim PKW Kec. Ngadirojo selama tiga tahun telah berhasil meng-
edukasi masyarakat tentang pentingnya mangrove dan hutan pantai. Dengan cara persuasif,
tim PKW telah berhasil meyakinkan masyarakat akan pentingnya hutan mangrove dan hutan
pantai untuk kepentingan semua pihak. Saat ini, kegiatan konservasi ini telah menampakkan
hasilnya dan bisa dijadikan objek wisata berbasis konservasi hutan mangrove dan hutan
pantai.

72
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Pengadaan perahu wisata (gbr. 5.15) diperlukan untuk memberikan informasi dasar
kepada ekowisatawan terkait topografi hutan mangrove dan hutan pantai, jenis-jenis flora
yang tumbuh di kawasan sekitar Sungai Lorok yang bermuara ke Pantai Taman, dan fauna
yang hidup pada kawasan hutan mangrove dan hutan Pantai tersebut. Informasi mengenai
jenis mangrove dan vegetasi hutan pantai diberikan kepada para ekowisatawan yang terdapat
di Kec. Ngadirojo - Kab. Pacitan sambil mereka berperahu sekeliling kawasan.

Gambar 5.15 Sarana perahu wisata

Tujuan pemanfaatan perahu wisata sebagai bentuk sarana akomodasi bagi ekowis-
atawan di lokasi konservasi hutan mangrove dan hutan pantai adalah sebagai berikut.
• Membangun kesadaran, pengetahuan lingkungan, konservasi sumber daya laut dan pesisir
dan menginternalisasikan nilai-nilai etika hubungan manusia dengan alam secara arif dan
bijaksana bagi segenap ekowisatawan;
• Membuat model konservasi ekosistem mangrove, hutan pantai, dan lingkungan pendu-
kungnya kepada masyarakat di wilayah pesisir, agar mereka memiliki kemampuan dalam
memanfaatkan sumber daya alam pesisir, melakukan usaha memelihara keseimbangan
ekosistem serta melindungi ekosistem pesisir dari kerusakan;
• Memberikan fasilitas rekreasi dan hiburan wisata alam wilayah pantai termasuk interaksi
ekowisatawan dengan habitat wilayah pantai serta sarana penyaluran hobi;
• Menambah pengetahuan mengenai interaksi komponen biotik dan abiotik hutan mangrove
dan hutan pantai secara langsung bagi ekowisatawan yang datang berkunjung ke lokasi;
• Melestarikan flora fauna laut iklim tropis dalam bentuk kolam pembibitan mangrove dan
vegetasi hutan pantai yang nanti pengelolaannya bekerja sama dengan masyarakat;
• Melestarikan ekosistem mangrove dan hutan pantai yang ada di sepanjang pesisir pantai
Taman dan yang ada di Kab. Pacitan di mana tidak banyak orang mengetahuinya; dan

73
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

• Menyediakan wahana yang memenuhi keperluan pendidikan dan penelitian mengenai


kehidupan ekosistem pantai.

5.6 Finalisasi Posko Konservasi Mangrove dan Hutan Pantai


Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang perlu diperhatikan oleh seluruh
lapisan masyarakat. Lingkungan hidup dapat memberikan manfaat kepada manusia, tetapi
apabila tidak dirawat dan dilestarikan dapat membawa bencana. Hal inilah yang terjadi pada
hutan mangrove dan hutan pantai di Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan. Banyak masyarakat yang
belum mengetahui fungsi dan manfaat mangrove dan hutan pantai padahal tumbuhan ini
sangat bermanfaat. Salah satu manfaat mangrove adalah untuk menahan abrasi pantai dan
peresapan air laut ke daratan, untuk tempat hidup biota laut, tempat perisistirahatan aneka
burung. Bahkan hutan mangrove dan hutan pantai dapat dimanfaatkan untuk suatu hal yang
bernilai ekonomis, misalnya melalui kegiatan wisata.
Pengembangan kawasan konservasi perairan bertujuan untuk mengharmonisasikan
antara kebutuhan ekonomi masyarakat dengan keinginan untuk melestarikan sumberdaya
alam. Seiring dengan perkembangannya, kawasan konservasi mangrove akan dimanfaatkan
untuk berbagai tujuan, seperti: sebagai tempat penelitian, perlindungan alam, pelestarian
spesies dan keragaman genetik, kegiatan wisata, kegiatan pendidikan lingkungan serta
perlindungan unsur alam atau budaya yang spesifik. Oleh karena itu, Tim PKW Kec.
Ngadirojo telah membangun posko konservasi hutan mangrove dan hutan pantai yang dimulai
dari Tahun II hingga Tahun III untuk mewujudkan tujuan tersebut (gbr. 5.16).

Gambar 5.16 Tahapan pembangunan posko mangrove

74
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

5.7 Pembangunan Hortipark


Dalam rangka mewujudkan kawasan hortikultura di Kab. Pacitan, Tim PPM skim
PKW Kec. Ngadirojo mengembangkan program pembangunan hortipark (taman hortikul-
tura). Hortipark merupakan suatu area pengembangan hortikultura yang didesain secara
multifungsi untuk melestarikan lingkungan, menciptakan, melanjutkan dan mempercepat
terbentuknya kawasan yang berfungsi sebagai taman wilayah, interaksi sosial, edukasi dan
fungsi ekonomi yang dikelola secara terintegrasi oleh perangkat desa, masyarakat dan pihak
swasta dengan luasan tertentu yang terintegrasi disesuaikan dengan potensi kawasan.
Hortipark merupakan salah satu alternatif pengungkit untuk mewujudkan pembangunan
kawasan hortikultura yang utuh dan terintegrasi.
Pembangunan kawasan hortipark difokuskan di tanah desa Hadiwarno karena
dipandang memenuhi beberapa persyaratan. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan
karakteristik luasan lahan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah serta potensi pengembangan
fungsi hortipark di masa yang akan datang. Hortipark mengkombinasikan tampilan aneka
tanaman hortikultura yang dipadukan dengan alam, estetika, kearifan lokal, dengan tata
lansekap yang baik sehingga menciptakan kenyamanan bagi pengunjungnya melalui interaksi
dengan alam.
Kegiatan hortipark dipandang perlu diimplementasikan dalam rangka upaya penca-
paian pengembangan kawasan hortikultura secara sinergi antara Pemerintah Daerah (cq.
Desa) dan masyarakat. Melalui hortipark potensi hortikultura dapat diwujudkan lebih
komprehensif, terpadu dan berkelanjutan. Komoditi hortikultura untuk hortipark mengacu
pada pertimbangan ekonomis, kesesuaian agroekosistem dan agroklimat serta preferensi pasar
dan peluang pasar produk segar dan olahannya.
Tim PKW Kec. Ngadirojo membangun hortipark di lahan desa Desa Hadiwarno (gbr.
5.17), nantinya akan memiliki banyak fungsi (multifungsi), diantaranya adalah meliputi:
1. Taman rakyat (community gardens);
2. Fasilitas pembentukan kompos secara alamiah (composting facility);
3. Display tanaman hortikultura (fields for horticulture crops and nursery of useful plants);
4. Kebun masyarakat (community orchards);
5. Percontohan tanaman asli (arboretum);
6. Taman botani (botanical garden) mencantumkan setiap jenis tanaman;
7. Wahana belajar dan diskusi di lapangan;
8. Taman pembibitan di lokasi PPM skim PKW Kec. Ngadirojo;
9. Untuk menangkap air (water catchment); dan

75
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

10. Hutan kota, wisata agro, laboratorium tanah (soil lab), upaya pengikat lahan dengan akar
kuat (root cellars) dan Terapi tertentu bagi generasi muda, atau bahkan wahana bermain
dan belajar.

Gambar 5.17 Pembangunan hortipark Kec. Ngadirojo

Tujuan dibentuknya hortipark adalah sebagai berikut:


1. Terwujudnya kebun hortikultura untuk buah, sayuran, tanaman obat dan florikultura
dalam satu kawasan dengan managemen yang profesional;
2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas managemen hortikultura;
3. Mendekatkan produk hortikultura ke perkotaan sehingga aman, terjangkau dan
berkelanjutan bagi masyarakat;
4. Sebagai salah satu upaya pelestarian plasma nutfah hortikultura Pacitan khususnya dan
Indonesia pada umumnya yang bermanfaat untuk kegiatan penelitian;
5. Memudahkan konsumen hortikultura dalam mendapatkan produk berkualitas di
pedesaan/perkotaan;
6. Sebagai tempat wisata, pemasaran, promosi dan edukasi yang berbasis hortikultura bagi
masyarakat;
7. Menciptakan lapangan kerja baru khususnya bagi penduduk yang berdomisili pada lokasi
hortipark; dan

76
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

8. Memanfaatkan segenap potensi alam yang ada atas pertimbangan fungsi lingkungan.
Dengan demikian diharapkan hortipark dapat menjadi salah satu ”ecotourism” yang
ber-nuansa alam dan menumbuhkan rasa kepedulian akan lingkungan. Semua taman dalam
konsep hortipark ditata menjadi konsep kebun, konsep back to nature dengan nuansa alam
tropis Indonesia. Ke depan, Tim PKW Kec. Ngadirojo-Kab. Pacitan tidak hanya menangani
aspek produksi (on farm), maupun hulu-hilir dalam pengembangan komoditas hortikultura,
tetapi juga aspek komersial melalui wisata minat khusus yang dikemas dalam bentuk wisata
agro dan wisata edukasi. Salah satu wisata agro dan edukasi berbasis hortikultura yang akan
dan terus dikembangkan di Kec. Ngadirojo Kab. Pacitan dengan menyajikan wisata
agro kebun buah, wisata tanaman hias dan tanam bunga.
Wisata agro ini nantinya akan menarik pengunjung dalam negeri, juga diminati
wisatawan dari berbagai negara. Ini sinergi dengan wisata pendidikan berbasis konservasi
penyu, konservasi mangrove dan hutan pantai, dengan pengenalan produk produk pertanian
unggulan lokal di desa Hadiwarno. Pengunjung dari berbagai wilayah datang ke Hadiwarno
untuk berwisata minat khusus sebagai diversifikasi baru paket wisata di Pacitan. Pengunjung
datang diantaranya untuk belajar usaha kebun buah organik. Wisata agro
berbasis hortikultura ini nantinya akan menjadi salah satu upaya edukasi minat generasi muda
pada pertanian dan terpenting ajang kontak bisnis serta wadah promosi efektif produk
unggulan lokal. Ini dilakukan untuk diversifikasi usaha, meningkatkan nilai tambah,
pendapatan serta kesejahteraan petani.
AgroEduWisata TEB Farm dibuat tahun 2018 mengedepankan pemanfaatan lahan
marginal yang menyerasikan dengan alam dan tanpa merusak lingkungan. Manfaat lain
kegiatan ini adalah melestarikan plasma nutfah dan mikroba tanah untuk bisa memberikan
kehidupan yang harmoni dengan kegiatan manusia. Untuk memajukan wisata agro dan wisata
edukasi, Tim PKW berpesan kepada teman-teman petani agar menjadi petani pengusaha dan
bisa menjual 1 buah produk hortikultura setidaknya 3 kali momen mendapat income. Ini
didapat dari motivasi usaha bertani, berwisata memetik, edukasi budidaya, penjualan produksi
buah dan dari interaktif pengolahan hasil dan pemasaran. Hal ini akan dilakukan dengan
konsep ”krenova” yaitu kreasi dan inovasi dalam bertani.
Sektor Pariwisata sangat potensial untuk pemberdayaan ekonomi rakyat dan
mempunyai multiplier effect yang sangat luas. Karena usaha-usaha di sektor pariwisata terkait
langsung dengan banyak sektor lain yang mempengaruhi kehidupan ekonomi rakyat. Konsep
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat merupakan langkah efektif untuk menjadikan

77
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

sektor pariwisata memberikan manfaat optimal kepada masyarakat. Tim PKW Kec. Ngadirojo
Kab. Pacitan telah merumuskan strategi khusus pemberdayaan ekonomi rakyat melalui
pariwisata dilakukan dengan konsep community based tourism (CBT) atau pariwisata berbasis
masyarakat. CBT yang dilakukan adalah dengan melibatkan masyarakat lokal dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program pariwisata. Masyarakat lokal
menjadi pemanfaat utama dari kegiatan pariwisata lokal. Saat ini, konsep CBT banyak
diterapkan dalam penyelenggaraan wisata petualangan, wisata budaya, dan ecotourism
sehingga model CBT sangat cocok untuk pelestarian sumber-sumber daya lokal baik sumber
daya alam maupun budaya. Tren pariwisata modern yang juga makin diminati masyarakat
dalam negeri adalah mencari kekhasan lingkungan alam dan budaya. Pelestarian
keanekaragaman sumber-sumber daya hayati dan kekhasan budaya lokal merupakan langkah
terbaik untuk menarik lebih banyak wisatawan, yang pada gilirannya akan memberikan
manfaat kepada ekonomi global.

5.8 Pembangunan Ecopark


Tekanan terhadap ekosistem hutan pantai serta bencana alam yang melanda, maka
upaya konservasi dan rehabilitasi serta pembangunan jalur hijau hutan pantai merupakan
kebutuhan yang mendesak. Penurunan kualitas dan alih fungsi lahan wilayah pantai terus
berlangsung maka perlu adanya program untuk menghidupkan kembali hutan pantai yang
dapat memberikan keuntungan terutama dari sisi lingkungan. Upaya rehabilitasi lahan dan
konservasi hutan pantai dilakukan untuk menurunkan kecepatan angin di atas permukaan
tanah, menurunkan tingkat erodibilitas tanah, melindungi tanah permukaan dengan tanaman,
serta meningkatkan kekasaran tanah permukaan. Jadi, rehabilitasi diarahkan untuk meningkat-
kan daya dukung ekologi dan geomorfologi pantai. Salah satu cara yang dapat digunakan
dalam kegiatan rehabilitasi adalah penanaman jenis-jenis yang sesuai dengan lahan pantai
yang berfungsi sebagai konservasi lingkungan dan genetik, produksi, dan perlindungan.
Namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa permasalahan penanaman jenis
vegetasi hutan pantai dalam skala luas dalam rangka rehabilitasi lahan pantai, di antaranya:
(1) Jenis tanaman yang sesuai untuk kondisi lahan pantai sangat terbatas baik jumlah maupun
jenisnya. Hal ini disebabkan karena lahan pantai dengan ekosistem pasir merupakan lahan
yang sangat marjinal, (2) Umumnya spesies tanaman pantai belum merupakan spesies yang
komersial sehingga pembibitannya belum diusahakan dalam skala besar. Untuk kegiatan
pembangunan jalur hijau dalam skala luas pengadaan bibit yang siap tanam merupakan salah

78
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

satu kendala yang dihadapi, serta (3) Bibit yang tersedia saat ini belum didasarkan pada benih
yang terseleksi.
Keberhasilan dalam kegiatan pembibitan yang mendukung rehabilitasi hutan pantai
adalah: (1) Ketersediaan dan kualitas benih, (2) Lokasi persemaian, dan (3) Pengetahuan
aklimatisasi bibit. Untuk mendukung keberhasilan rehabilitasi hutan pantai perlu memper-
hatikan kondisi ekologi, status tapak, kondisi ekonomi dan sosial budaya. Untuk mendukung
hal tersebut perlu dilakukan penentuan jenis dan desain rehabilitasi. Salah satu model
rehabilitasi hutan pantai adalah ecopark. Ecopark yang dibangun di Pantai Taman, Desa
Hadiwarno, Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan merupakan replikasi hutan khas dataran rendah
basah pantai selatan Jawa. Replikasi hutan pantai khas pantai selatan Jawa ini dilakukan
sebagai upaya pelestarian dan pendidikan bagi ekowisatawan yang berkunjung ke lokasi
konservasi (baik konservasi penyu, konservasi mangrove, dan konservasi hutan pantai).
Kegiatan pertama yang dilakukan dalam pembangunan ecopark adalah berupa pembuatan
jalan penghubung ke lokasi eco park (gbr. 5.18).

Gambar 5.18 Jembatan penghubung ke lokasi eco park

79
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Kegiatan kedua adalah dilakukan pembibitan vegetasi hutan pantai. Pembibitan


tanaman hutan pantai dipersiapkan agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk pemulihan
hutan. Beberapa vegetasi hutan mangrove, hutan pantai, dan vegetasi hutan hujan dataran
rendah dicoba untuk ditanam. Beberapa vegetasi hutan mangrove, antara lain pohon api-api
(Avicenia), bakau (Rhizophora sp), pidada (Bruguiera), dan Sonneratia. Vegetasi hutan pantai
ditanam adalah pada formasi pescaprae dan formasi barringtonia. Vegetasi hutan hujan yang
ditanam adalah pohon kelapa.

Gambar 5.19 Pembibitan vegetasi hutan pantai

80
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Keanekaragaman hayati merupakan sumber daya vital, sebagai penyangga dan pe-
nyeimbang lingkungan hidup kawasan yang diperankan oleh tabiat ekosistemnya. Berkurang
dan berubahnya kawasan mangrove di jalur penyangga sempadan pantai bukan saja akibat
pengaruh alam, akan tetapi lebih nyata akibat desakan alih fungsi kawasan. Semakin
berkurang dan berubahnya kawasan-kawasan hijau penyangga sempadan sungai, menyebab-
kan kurang nyamannya mintakat kehidupan masyarakat di sekitarnya. Secara umum ada tiga
alasan mendasar mengapa konservasi ragam hayati perlu dilakukan:
(1) Ragam hayati, pada dasarnya sebagai bagian dari prinsip hidup hakiki. Pengertian tersebut
memberikan gambaran bahwa setiap jenis kehidupan liar (flora dan fauna) mempunyai
hak untuk hidup;
(2) Ragam hayati, pada dasarnya membantu planet bumi untuk tetap hidup. Hal ini karena
memainkan peranan penting dalam sistem penunjang kehidupan, mulai dari memperta-
hankan keseimbangan materi kimiawi (melalui siklus biogeokimia), mempertahankan
kondisi iklim, serta berfungsi untuk memperbarui tanah dan komponennya; dan
(3) Ragam hayati menghasilkan manfaat ekonomi. Ragam hayati merupakan sumber dari
seluruh kekayaan sumber daya biologis yang memilki nilai ekonomis. Dari ragam hayati,
manusia memperoleh makanan, kesehatan karena mampu menyediakan oksigen (O2)
bebas, serta memiliki nilai budaya yang spesifik bagi kepentingan hidup manusia.

7.2 Saran
Konservasi mangrove adalah pekerjaan berat yang memerlukan dukungan semua
stakeholder. Dengan demikian Tim PKW harusnya bisa untuk melakukan hal sebagai berkut.
(1) Meningkatkan pengawasan terhadap kelestarian hutan mangrove dan hutan pantai;
(2) Bekerjasama dengan semua pihak dalam menjaga kelestarian ekosistem wilayah pesisir;
(4) Melakukan penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara
langsung dan aktif dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove dan hutan pantai; dan
(5) Pengembangan ekowisata hutan mangrove dan hutan pantai untuk membiayai program
konservasi mangrove itu sendiri.

81
DAFTAR PUSTAKA

1. Pemerintah Kabupaten Pacitan, 2011, Rencana Pembangunan Jangka Menengah


Daerah Tahun 2011 – 2016, Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan No. 11 Tahun 2011;
2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan, 2014, Kecamatan Ngadirojo dalam Angka
2012, Nomor Katalog: 1102001.3501110
3. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pacitan, 2009, Rencana Perwilayahan
Kawasan Pengembangan Pariwisata Kabupaten Pacitan.
4. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan, 2013, Pacitan dalam Angka 2012, ISSN:
0215.5710, Katalog BPS : 1102001.3501.
5. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2011, Profil Potensi Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Pacitan.
6. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.32/MEN/2010 tentang
Penetapan Kawasan Minapolitan.
7. Biliana Cincin-Sain dan Robert W. Knecht, 1998, Integrated Coastal and Ocean
Management Concepts dan Practices, Island Press, Washington, DC.
8. Wiyana, Adi, 2004, Faktor Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Pengelolaan
Pesisir Terpadu (P2T). http://rudyct.com/PPS702-ipb/07134/afi_wiyana.htm.
9. Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji dan M.K. Moosa, 1997, The Ecology of the
Indonesian Seas I di dalam The Ecology of Indonesian Series Vol. VII, Periplus
Edition (HK) Ltd.: xiv + 1-642.
10. Muller-Parker, G dan C.F. D’Elia, 1997, Interaction Between Corals and Their
Symbiotic Algae, dalam: Birkeland, C. (ed.).1997. Life and Death of Coral Reefs.
Chapman & Hall, New York: 96-113.
11. Asosiasi Pemeritah Kabupaten Seluruh Indonesia (APAKASI), 2010, Permasalahan dan
Isu Pengelolaan dan Pemanfaatan Pesisir di Daerah, diunduh di http://aplikasi.or.id/
modules.php? name=news&files=article&sid=106.
12. Bengen, D.G, 2000, Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir, Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

82
LAMPIRAN

Lampiran I Biodata Ketua dan Anggota Tim Pengusul


Lampiran II Peta Lokasi Wilayah

83
84
LAMPIRAN 1. Biodata Ketua dan Anggota Tim Pengusul
Ketua Tim Pengusul
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr. Dra. Elly Purwanti, M.P.
2 Jenis Kelamin L/P
3 Jabatan Fungsional Lektor kepala
4 NIP/NIK/ Identitas lainnya 104.8809.009
5 NIDN 0730036101
6 Tempat dan Tanggal Lahir Yogyakarta, 30 Maret 1961
7 e-mail purwantielly@ymail.com
8 Nomor Telepon/HP (0341) 463908 / 081252 10891
9 Alamat Kantor Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang
10 Nomor Telepon/Fax (kantor) 0341 – 464318/ 0341 – 460435
11 Lulusan yg telah dihasilkan D-3 = 25 orang, S-1= 55 orang ; S-2 = − orang; S3=
− orang;
12 Mata Kuliah yg diampu 1. Anatomi Tumbuhan
2. Biologi Umum
3. Anatomi Fisisologi Tumbuhan
4. Pengantar Pendidikan
5. Ilmu Alamiah Dasar
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Universitas Gadjah Universitas Brawijaya Universitas Negeri
Tinggi Mada Malang
Bidang Ilmu Biologi Ekologi Pendidikan Biologi
Tahun Masuk-Lulus 1983 - 1988 1999 2011 - belum selesai
Judul Skripsi/Tesis/ Serangga Penyerbuk Ekologi Gulma pada Keragaman Genetik
Disertasi Pada Tanaman Timun Tanaman Tebu Phaseolus lunatus
berdasar Penanda
RAPD
Nama Pembimbing/ Prof. Dr. Jesmant Prof. Dr. Bambang
Prof. Dr. Moh Amin
Promotor Situmorang Guritno
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir
(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan


Sumber* Jml (Juta Rp)
2012 Pemetaan Sumberdaya genetik Phaseolus lunatus
1 PF, DIKTI 40 juta
di Jawa Timur
2009 Profil Komponen Metabolit sekunder Kava-kava UMM 10 juta
2
hasil Kultur jaringan
3 2008 Profil Komponen Bioaktif kava-kava UMM 10 juta
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian Dikti maupun dari sumber lainnya.

85
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan


Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2012 Pengelolaan PAUD di Kel. Mulyoagung, Malang UMM 15 juta
2 2010 Pelatihan Jurnal Belajar di Sekolah Dasar Muh se UMM 15 Juta
kota Malang
4 2009 Pengelolaan Kurr. Muatan Lokal Sekolah dasar di 12 juta
UMM
kab malang
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian Dikti maupun dari sumber lainnya.

E. Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal 5 Tahun Terakhir


Nama Jurnal Volume/
No. Judul Artikel Ilmiah
Nomor/Tahun
1 Efek Pemberian Ekstrak Kava pada Durasi Tidur Tikus “Hayati’ ISSN:0852-
Putih 6834,No:3D,
2009
2 Strategi Kooperatif Upaya Edukasi Keamanan Makanan Jurnal ISSN: 2085-
Jajanan Sekolah Penddiikan 6873,vol.3 N0
Biologi 1,2011
3 Meningkatkan hasil Belajar Siswa melalui Brain Gym JEMS ISSN :2337-
9049, Vol 1 No
1,2013
4 Penerapan Group Inverstigasi dipadu Mind Map melalui Jurnal ISSN:2085-
Lesson Study Pendidikan 6834,No:2D,
Biologi 20013
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir
No. Nama Pertemuan Ilmian/ Judul Artikel Ilmiah
Waktu dan
Seminar Tempat
1 Sem Nas Biologi Pemetaan Plasma nutfah Phaseolus lunatus UNS, Solo
di Jawa Timur
2 Sem Internasional LS Penerapan Strategi TGT dipadu Mind Map UPI, Bandung
berbasis Lesson Study
3 Sem Nas Biologi Kompetensi Profesional Guru IPA pada UMM, Malang
Pengellolaan Laboraorium IPA
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
Jumlah
No. Judul Buku Tahun Penerbit
Halaman
1 – – – –
2 – – – –
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID
1 – – – –
2 – – – –

86
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5


Tahun terakhir

Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Tempat Respon


No. Tahun
Lainnya yang Telah diterapkan Penerapan Masyarakat
1 – – – –
2 – – – –
J. Penghargaan dalam 10 Tahun Terakhir (dari Pemerintah, Asosiasi atau Institusi
Lainnya)
Institusi Pemberi Jenis
No. Jenis Penghargaan
Penghargaan
1 Pengabdian Profesi Pendidik UMM
2 – – –

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah Pengabdian kepada Masyarakat skim Program Kemitraan Wilayah
(PKW).

Malang, 30 Agusrus 2018


Ketua Tim IbW Kec. Ngadirojo,

Dr. Dra. Elly Purwanti, M.P.


NIP. 104.8809.009

Anggota I Tim Pengusul


A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Drs. Wahyu Prihanta, M.Kes
2 Jenis Kelamin L/P
3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala
4 NIP/NIK/ Identitas lainnya 19671219 199103 1 003
5 NIDN 19126702
6 Tempat dan Tanggal Lahir Pacitan, 19 Desember 1967
7 e-mail wisatakampuspslkumm@yahoo.com
8 Nomor Telepon/HP 0811360190
9 Alamat Kantor Jl. Raya Tlogomas No.246 Malang
10 Nomor Telepon/Fax (kantor) (0341) 464318-319, psw. 164-165 / (0341) 460782
11 Lulusan yg telah dihasilkan D-3 = – orang, S-1= 1071 orang ; S-2 = – orang;
S3= – orang;
12 Mata Kuliah yg diampu 1. Botani Tumbuhan Tinggi
2. Kewirausahaan Dasar
3. Ekologi Hewan

87
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Uninversitas Negeri Universitas Airlangga
Tinggi Jember
Bidang Ilmu Pend. Biologi Patibologi
Tahun Masuk-Lulus 1985-1990 1994-1997
Judul Skripsi/Tesis/ Perbedan Prestasi Pengaruh Jatropha
Disertasi Belajar Biologi antar Multifida terhadap
Anak Jarak Kelahiran Reaksi Inflamasi
di bawah 2 Tahun
dengan 2 Tahun
Nama Pembimbing/ Drs. Kamdi Dr. Suhartono Taat
Promotor Putra, MS.
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir
(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan


Sumber* Jml (Juta Rp)
2012 Identifikasi Pteridophyta sebagai Database Mandiri 10
1
Tumbuhan Jawa
2011 Inovasi Pengajaran Matakuliah Tumbuhan Program 7
2
merubah Paradigma Konsep menjadi Aplikasi Diabermutu
3 2010 Identifikasi Sumber Air Database di Kota Batu UMM 5
4 2009 Distribusi Produk dari Penyu di Pasar-Pasar di UMM 7
Banyuwangi sebagai Basis Penetapan Strategi
Konservasi
5 2008 Identifikasi Penyu sebagai Penetapan Program UMM 7
Konservasi Habitatnya di Pantai Selatan Jawa
Timur
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian Dikti maupun dari sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan


Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2014 IbW Konservasi dan Ekowisata Kecamatan Dikti 100
Ngadirojo Kabupaten Pacitan
2 2012 Pengembangan Ekowisata Pantai Ngadirojo PSLK & 50
Kabupaten Pacitan Masyarakat
3 2011 Konservasi Penyu Pada Masyarakat Desa PSLK & 50
Hadiwarno Kec. Ngadirojo Kabupaten Pacitan Masyarakat
4 2010 Pendidikan Lingkungan di Sekolah Melalui PSLK & 35
Wisata Kampus UMM Sekolah
5 2009 Pendampingan Pendidikan Lingkungan Hidup Di 5
UMM
SDN Dinoyo 2 Malang
6 2008 Pendampingan SMA Negeri 9 Malang dalam 5
UMM
program Adiwiyata
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian Dikti maupun dari sumber lainnya.

88
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

E. Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal 5 Tahun Terakhir


Nama Jurnal Volume/
No. Judul Artikel Ilmiah
Nomor/Tahun
1 – – –
2 – – –
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir
No. Nama Pertemuan Ilmian/ Judul Artikel Ilmiah
Waktu dan
Seminar Tempat
1 Mitigasi Global Warming Adapatasi dan Mitigasi Climate Change, 2010, UMM
KLH - UMM 2010, kerjasama KLH dengan PSLK UMM
2 Go Green FISIP UMM Pola Hidup Ramah Lingkungan, sebagai 2010, UMM
Antisipasi Climate Change, 2010, FISIP
UMM
3 Seminar Nasional di UM Pengembangan Kampus Universitas 2009, UMM
Malang, 2009 Muhammadiyah Malang sebagai Kawasan
Wisata Pendidikan Lingkungan, Seminar
Nasional di UM Malang, 2009
4 Seminar Nasional BKPSL Mitigasi Global Warming melalui 2007, Bali
dalam rangka Paralel Event Rehabilitasi Lingkungan Integratif dan
UNFCCC di Bali Berkelanjutan, Seminar Nasional BKPSL
dalam rangka Paralel Event UNFCCC di
Bali, 2007
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
Jumlah
No. Judul Buku Tahun Penerbit
Halaman
1 – – – –
2 – – – –
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID
1 – – – –
2 – – – –
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5
Tahun terakhir

No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Tahun Tempat Respon


Lainnya yang Telah diterapkan Penerapan Masyarakat
1 Perumusan Perda Lingkungan Kota Batu 2011 Kota Batu
2 Pembuatan Wisata Kampus UMM 2012 UMM Bagus
J. Penghargaan dalam 10 Tahun Terakhir (dari Pemerintah, Asosiasi atau Institusi
Lainnya)
Institusi Pemberi Jenis
No. Jenis Penghargaan
Penghargaan
1 – – –
2 – – –

89
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah Pengabdian kepada Masyarakat skim Program Kemitraan Wilayah
(PKW).

Malang, 30 Agusrus 2018


Anggota I Tim IbW Kec. Ngadirojo,

Drs. Wahyu Prihanta, M.Kes


NIP. 19671219 199103 1 003
Anggota II Tim Pengusul
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Ach. Muhib Zainuri, ST., M.T.
2 Jenis Kelamin L/P
3 Jabatan Fungsional Lektor
4 NIP/NIK/ Identitas lainnya 19700415 200212 1 002
5 NIDN 0015047002
6 Tempat dan Tanggal Lahir Bangkalan, 15 April 1970
7 e-mail muhibzain@gmail.com
8 Nomor Telepon/HP 08123317612
9 Alamat Kantor Jl. Soekarno Hatta No. 9, PO. Box 04 Malang
10 Nomor Telepon/Fax (kantor) Telp. (0341) 404424 psw. 1019 / (0341) 404420
11 Lulusan yg telah dihasilkan D-3 = 45 orang, S-1= – orang ; S-2 = – orang; S3= –
orang.
12 Mata Kuliah yg diampu 1. Peralatan Pemindah Bahan
2. Kekuatan Bahan
3. Elemen Mesin
4. Teknologi Bahan
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Universitas Brawijaya Institut Teknologi
Tinggi Sepuluh Nopember
Bidang Ilmu Teknik Mesin Teknik Mesin
Tahun Masuk-Lulus 1989 – 1994 2005 – 2010
Judul Skripsi/Tesis/ Perencanaan Provision Simulasi Karakteristik
Disertasi Refrigeration Plant Perpindahan Panas dan
pada Kapal Caraka Massa pada Pengeri-
Jaya Niaga III 3650 ngan Paper Web di
DWT Dryer Section
Nama Pembimbing/ Ir. I Made Gunadiarta Dr. Eng. Ir. Prabowo,
Promotor Ir. Djoko Sutikno, M.Eng.

90
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

M.Eng

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir


(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan


Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2012 Analisis Kekuatan Bahan dan Termal pada PHB 45
s/d Kerusakan Furnace Water Walls Boiler dan
2011 Kegagalan Proses Pembakaran di Circofluidized
Bed Boiler melalui pemodelan Numerik Berbasis
Computational Fluid Dynamic
2 2010 Analisis Termal Konsumsi Bahan Bakar pada Polinema 3
Circulating Fluidized Bed Boiler Menggunakan
Batubara Tingkat Rendah sebagai Alternatif
Konservasi Energi
3 2009 Perencanaan Rekayasa Permesinan – Teori dan Kompetensi 100
Aplikasi Berbasis Komputer dengan Pendekatan Dikti
Struktur (Structured Approach)
4 2008 Pemodelan Dinamik Perpindahan Panas dan PDM 10
Perpindahan Massa pada Pengeringan Kertas di
Dryer Section dari Mesin Kertas
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian Dikti maupun dari sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan


Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2014 IbW Konservasi dan Ekowisata Kecamatan Dikti 100
Ngadirojo Kabupaten Pacitan
1 2013 IbW Kecamatan Banyuputih Kabupaten DIKTI 100
Situbondo
1 2012 Bimbingan dan Pembuatan Sarana Penerangan DIPA 3
Jalan di Kel. Mojolangu, Kec. Lowokwaru, Kota Polinema
Malang
2 2011 Pelatihan Metode Pembelajaran Berbantuan DIPA 3
Komputer bagi Para Guru Taman Pendidikan Al- Polinema
Qur’an dan Pondok Pesantren di Merjosari Kota
Malang
3 2010 Pembuatan Dapur Pemanas dan Penyuluhan DIPA 3
tentang Teknik Produksi Guna Meningkatkan Polinema
Kualitas Produk pada Pengrajin Pande Besi
4 2009 Pelatihan Siswa SMK dalam Bidang Refrigerasi DIPA 3
(AC) di Bengkel Otomotif Jurusan Teknik Mesin Polinema
Polinema
5 2008 Pelatihan Penggunaan Carman Scan dan Service DIPA 3
AC pada Mobil bagi Siswa CC Glagah Bwi Polinema
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian Dikti maupun dari sumber lainnya.

E. Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal 5 Tahun Terakhir


Nama Jurnal Volume/
No. Judul Artikel Ilmiah
Nomor/Tahun

91
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

1 Analisis Kesetimbangan kalor pada CFB Boiler PROPOLTEK Vol. 1, Des.


Menggunakan beberapa Jenis Batubara 2012
ISSN: 2003-
3126
2 Pengaruh Suhu Bahan Bakar terhadap Hasil Uji Emisi PROPOLTEK Vol. 1, Des.
Gas Buang pada Motor Bensin 2012
ISSN: 2089-
2144
3 Analisis Kerusakan Furnace Water Walls di CFB Boiler PROPOLTEK Vol. 1, Des.
dengan Pemodelan Numerik Berbasis CFD 2011
ISSN: 2089-
2122
4. Pemodelan Dinamik Perpindahan Panas dan Massa pada Jurnal Ilmu- Vol. 3, no. 7
Pengeringan Kertas di Dryer Section dari Mesin Kertas Ilmu Teknik Oktober 2008
(Engineering) ISSN 1410-
4121
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir
No. Nama Pertemuan Ilmian/ Judul Artikel Ilmiah
Waktu dan
Seminar Tempat
1 International Seminar of Constructing Shear Forces and Bending 8 Sept 2012,
‘Sang Guru’ Moments in Beams by Using Mathcad Unesa
2 8th Basic Science National Simulasi Karakteristik Perpindahan Panas 21 Peb 2011,
Seminar, dan Massa pada Pengeringan Paper Web di UB
Dryer Section
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
Jumlah
No. Judul Buku Tahun Penerbit
Halaman
1 Kekuatan Bahan, ISBN: 978-979-29-0438-3 2008 270 ANDI Offset
2 Mesin Pemindah Bahan, ISBN: 978-979-29-1423- 2010 268 ANDI Offset
8
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID
1 – – – –
2 – – – –
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5
Tahun terakhir

No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Tahun Tempat Respon


Lainnya yang Telah diterapkan Penerapan Masyarakat
1 – – – –
2 – – – –
J. Penghargaan dalam 10 Tahun Terakhir (dari Pemerintah, Asosiasi atau Institusi
Lainnya)
Institusi Pemberi Jenis
No. Jenis Penghargaan
Penghargaan

92
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

1 – – –
2 – – –

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah Pengabdian kepada Masyarakat skim Program Kemitraan Wilayah
(PKW).

Malang, 30 Agusrus 2018


Anggota II Tim IbW Kec. Ngadirojo,

Ach. Muhib Zainuri, ST., M.T.


NIP. 19700415 200212 1 002

Anggota III Tim Pengusul


A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap (dengan gelar) Hari Kurnia Safitri, S.T., M.T.
2. Jenis Kelamin L/P
3. Jabatan Fungsional Asisten Ahli
4. NIP/NIK/No. identitas lainnya 19730713 2002122002
5. NIDN 0013077302
6. Tempat dan Tanggal Lahir Malang, 13 Juli 1973
7. Nomor Telepon/HP - / 081334427769
8. Alamat Kantor Jl. Sukarno Hatta No. 9 Malang
9. Nomor Telepon/Faks 0341- 404424
10. Alamat e-mail safitri_hkurnia@yahoo.co.id
11. Lulusan yg telah dihasilkan D-3 = 72 orang; S-1 = – orang; S-2 = – orang;
S-3 = – orang.
12. Mata Kuliah yg diampu 1. Praktikum Rangkaian Listrik
2. Jaringan Komputer
3. Praktikum Jaringan Komputer
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Universitas Brawijaya Universitas Brawijaya
Bidang Ilmu Teknik Telekomunikasi Sistem Komunikasi
dan Informatika
Tahun Masuk 1993 - 2000 2008 - 2013
Judul Analisis Penerapan Flexi- Analisis QoS Routing
Skripsi/Tesis/Disertasi ble Access System pada Menggunakan Algo-
Jaringan Lokal Akses ritma Genetik dengan
Fiber Dynamic Penalty
Function Method pada
Jaringan IP

93
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Nama Pembimbing/ Ir. Sholeh Hadi P, MS, Dr. Ir. Harry Soeko-
Promotor Ir. Wahyu Adi P, MS tjo D, MSc.
Ir. Wijono, MT, Ph.D

C. Pengalaman PENELITIAN (Bukan skripsi, tesis, maupun disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan


Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2011 Konektivitas Matematika pada Mata DIPA Polinema (Pe- 6
Kuliah Rangkaian Listrik Berbasis nelitian Kelompok
Lesson Study Unggulan)
2 2010 Prototipe Pengontrol Suhu Kandang DIPA Polinema (Pe- 3
Ayam Menggunakan Logika Fuzzy nelitian Kelompok
Kompetisi)
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian Dikti maupun dari sumber lainnya.
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakatdalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Pendanaan


Judul Pengabdian Kepada
Masyarakat Sumber* Jml (Juta Rp)

1 2013 Pelatihan Penggunaan Alat Pem- DIPA Polinema (Pe- 1,5


belajaran Huruf Braille nelitian Reguler)
Elektronik di SDLB Negeri
Kedungkandang IV Malang

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian Dikti maupun dari sumber lainnya.

E. Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal 5 Tahun Terakhir


Nama Jurnal Volume/
No. Judul Artikel Ilmiah
Nomor/Tahun
1 Analisis QoS Routing Dengan Algoritma Genetik dan Jurnal 12/1/Maret
Dynamic Penalty Function Method pada POLITEK 2013
Jaringan IP
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir
No. Nama Pertemuan Ilmian/ Judul Artikel Ilmiah
Waktu dan
Seminar Tempat
1 Seminar Nasional Tek- Evaluasi Unjuk Kerja Open Source Routing 11 -12 April
nologi Informasi dan Software 2010, Poline-
Aplikasinya ma
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
Jumlah
No. Judul Buku Tahun Penerbit
Halaman
1. – – – –
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID
1 – – – –
94
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5


Tahun terakhir
No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Tahun Tempat Respon
Lainnya yang Telah diterapkan Penerapan Masyarakat
1 – – – –
J. Penghargaan dalam 10 Tahun Terakhir (dari Pemerintah, Asosiasi atau Institusi
Lainnya)
Institusi Pemberi Jenis
No. Jenis Penghargaan
Penghargaan
1 – – –

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah Pengabdian kepada Masyarakat skim Program Kemitraan Wilayah
(PKW).

Malang, 30 Agusrus 2018


Pengusul,

Hari Kurnia Savitri, ST., M.T.


NIP 19730713 200212 2 002

95
IbW Konservasi Mangrove dan Wisata Berbasis Masyarakat Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan

LAMPIRAN 2. Peta Lokasi Wilayah

Peta Kecamatan Ngadirojo

Lokasi Wilayah PKW : Desa Hadiluwih, Hadiwarno dan Tanjungpuro


Lokasi Konservasi Mangrove : Muara Sungai Lorok
Lokasi Wisata Pendidikan : Sungai Lorok

96

Anda mungkin juga menyukai