Anda di halaman 1dari 92

Sebaran Mangrove, Padang Lamun dan

Terumbu Karang di Pesisir Kalimantan Tengah

KONSORSIUM MITRA BAHARI


REGIONAL CENTER KALIMANTAN TENGAH
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya Telp. (0536) 3228524

DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN


PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Jl. Brigjend Katamso No. 2 Telp./Fax. (0536) 29663 Tromol Pos 41 Palangka Raya 73112

2010
Diproduksi Oleh:
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Tengah
Bidang Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
Tahun 2010

Berdasarkan:
Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan Provinsi Kalimantan Tengah Nomor:
102/KP3K-KT/2010.K, Tentang: Tim Penyusunan Buku dan Tenaga Ahli
Sosialisasi Pengenalan Sumberdaya Kelautan Melalui Penyusunan Buku
Mangrove, Padang Lamun dan Terumbu Karang pada Satuan Kerja (140097)
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Tengah (07) Tahun
Anggaran 2010.

Pengarah : Ir. Darmawan

Penanggung Jawab : Ir. Arinakiriano, M.Si

Ketua : Ir. Rosette Elbaar

Sekretaris : Ir. Arief Rakhman F.

Anggota : Ir. Sita Erayani, M.Si


: Ir. Ida Surianie, MT

Tenaga Ahli : Anang Najamuddin, S.Pi, M.Si


Noor Syarifuddin Yusuf, S.Pi, M.Si
Dr. Ir. Ardianor, M.Si

Penyunting dan Editor : Prof. Dr. Sulmin Gumiri, M.Sc

Desain Grafis : Hairullah, A.Md


SAMBUTAN
KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Potensi kelautan harus disadari sebagai tantangan nyata untuk dikelola, dijaga
dan diamankan bagi kepentingan masyarakat. Laut merupakan aset nasional
sebagai wilayah kedaulatan, ekosistem, dan sumberdaya yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi, sumber bahan makanan, sumber bahan
farmasi, serta berperan sebagai media lintas transportasi antar pulau, media
pertukaran sosial-budaya, kawasan perdagangan, pariwisata dan wilayah
pertahanan keamanan. Namun demikian, seiring dengan pemanfaatan wilayah
laut, bertambah pula potensi ancaman baik yang bersifat faktual seperti
gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut, Illegal, Unregulated dan
Unreported Fishing (IUU Fishing), penyelundupan dan Transnational Crime,
maupun ancaman potensial seperti potensi konflik pemanfaatan laut, konflik
perbatasan dan potensi konflik lainnya.

Pemahaman terhadap makna dan fungsi laut merupakan faktor pendukung


utama bagi sebuah perumusan kebijakan kelautan yang akan dilakukan.
Kebijakan kelautan ini mencakup tiga dimensi. Pertama, laut sebagai suatu
wilayah. Kedua, laut sebagai penyangga ekosistem. Ketiga, laut sebagai media
ekonomi, sosial dan budaya.

Secara umum, permasalahan yang dihadapi selama ini adalah pengelolaan


sumberdaya kelautan didominasi oleh kepentingan sektoral yang berakibat
kepada meningkatnya konflik pemanfaatan ruang di laut. Apabila hal tersebut
tidak ditangani segera secara tepat, dikhawatirkan pada waktu mendatang dapat
berdampak pada konflik kepentingan yang semakin rentan, penurunan kualitas
lingkungan dan gagalnya optimalisasi nilai ekonomi.

i
Menyikapi permasalahan yang timbul, baik sekarang maupun yang akan datang
perlu langkah antisipasi dalam mengelola komponen ekosistem yang ada.
Belum terlambat rasanya bagi kita untuk melakukan langkah-langkah yang
tepat demi keterjagaan ekosistem ini agar dapat dinikmati anak cucu kita.

Saya menyambut baik penerbitan buku yang berjudul Sebaran Mangrove,


Padang Lamun dan Terumbu Karang di Pesisir Kalimantan Tengah yang
disusun oleh Konsorsium Mitra Bahari Regional Center Kalimantan Tengah
sebagai bagian dari bahan Program Sosialisasi Pengenalan Sumberdaya
Kelautan di Kalimantan Tengah.

Semoga kehadiran buku ini memberikan manfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, Nopember 2010

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan


Provinsi Kalimantan Tengah

Ir. Darmawan
Pembina Utama Muda
NIP.19580418 198712 1 001

ii
SAMBUTAN
KETUA KONSORSIUM MITRA BAHARI
REGIONAL CENTER KALIMANTAN TENGAH

Mangrove, Padang Lamun dan Terumbu Karang merupakan tiga ekosistem


yang keberadaannya mulai terancam, tidak hanya di Indonesia tapi secara
umum di seluruh dunia. Ekosistem ini sebanding dengan hutan hujan tropis
dalam keanekaragaman hayatinya dan merupakan sumber keuntungan ekonomi
yang cukup besar di bidang perikanan dan pariwisata. Hingga kini, tekanan
yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pencemaran dari daratan dan
praktek perikanan yang merusak telah dianggap sebagai ancaman utama ketiga
komponen ekosistem pesisir ini.

Perlindungan bagi ketiga komponen ekosistem yang tersisa, termasuk yang


telah rusak parah, penting sekali jika kita menginginkan ekosistem tersebut
berada di tingkat pemulihan yang maksimal. Perlindungan ini termasuk
mengurangi seminimal mungkin dampak aktivitas manusia yang dapat
mengakibatkan kerusakan. Pengelolaan lingkungan secara hati-hati dan
pemeliharaan kondisi yang terbaik adalah penting untuk membantu pemulihan
di masa depan.

Untuk mengatasi permasalahan yang timbul tersebut diperlukan langkah


antisipasi dalam mengelola ketiga komponen ekosistem yang ada. Banyak
langkah-langkah yang bisa kita lakukan, tetapi hal yang sangat mendasar adalah
perlunya informasi awal yang berupa data base tentang luasan dan kondisi serta
potensi dari ketiga komponen ekosistem seperti yang terdapat di kawasan
pesisir Kalimantan Tengah.

Perjalanan waktu telah membawa Konsorsium Mitra Bahari Regional Center


Kalimantan Tengah berada di tahun keempat dalam keberadaannya sejak
dibentuk pada awal tahun 2007 yang lalu. Cukup banyak kegiatan yang telah
dilakukan dalam empat tahun ini walaupun intensitasnya masih lebih mengarah
pada kegiatan inventarisasi sumberdaya yang ada di Kalimantan Tengah seperti
yang tertuang dalam isi buku ini.
iii
Sejak pertama kali dibentuk, Konsorsium Mitra Bahari Regional Center
Kalimantan Tengah terus melakukan sosialisasi dan mengembangkan
kegiatannya. Sebagai sebuah konsorsium, faktor penting dalam keberhasilan
menjalankan program kerjanya adalah terbangunnya rasa saling percaya (trust
building) diantara birokrat dan teknokrat, melalui komunikasi dan keterbukaan
serta saling berbagi kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing.
Kesemuanya ini bisa terwujud karena adanya keikhlasan, keterbukaan dan rasa
kebersamaan dari para pihak yang bermitra dan tergabung dalam Konsorsium.

Kegiatan-kegiatan bidang kelautan dan perikanan pada umumnya merupakan


kegiatan-kegiatan yang bersifat high risk, dinamis dan membutuhkan inovasi
teknologi maju, atau bersifat knowledge based activities. Karena itu, tidak dapat
dipungkiri bahwa pembangunan potensi kelautan dan perikanan harus
dilakukan dengan penerapan IPTEK dan manajemen yang profesional,
sehingga dukungan IPTEK menjadi kebutuhan yang mutlak diperlukan. Data
dan informasi mengenai pola dan perilaku alam serta dinamika pesisir
merupakan aspek-aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam mengelola
sumberdaya kelautan dan perikanan.

Hal inilah yang mendasari perlunya dilaksanakan kegiatan Sosialisasi


Pengenalan Sumberdaya Kelautan di Kalimantan Tengah dengan penerbitan
buku yang berjudul Sebaran Mangrove, Padang Lamun dan Terumbu
Karang di Pesisir Kalimantan Tengah.

Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Palangka Raya, Nopember 2010

Ketua Konsorsium Mitra Bahari


Regional Center Kalimantan Tengah

Prof. Dr. Sulmin Gumiri, M.Sc.


NIP. 19650724 198502 1 001

iv
DAFTAR ISI
SAMBUTAN KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN i
PROPVINSI KALIMANTAN TENGAH ..............................................

SAMBUTAN KETUA KONSOSRSIUM MITRA BAHARI iii


REGION CENTER KALIMANTAN TENGAH ...................................

DAFTAR ISI .......................................................................................... v

DAFTAR TABEL .................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. viii

BAB 1 PROFIL WILAYAH PESISIR DAN LAUT


KALIMANTAN TENGAH ………………............................ 1
A. Pendahuluan ...………………………………………….. 1
B. Administrasi Wilayah ....................................................... 2
C. Iklim dan Daerah Aliran Sungai……………………….... 5
D. Ekosistem Wilayah Pesisir……………………………… 6
E. Isus-isue Strategis Wilayah Pesisir……………………... 11

BAB 2 MANGROVE KAWASAN PESISIR KALIMANTAN


TENGAH ………………………………………………........ 12
A. Mangrove …………………………………..................... 12
B. Sebaran Mangrove……………......................................... 13
C. Kondisi Mangrove ………................................................ 14
D. Jenis Mangrove …………................................................ 17

BAB 3 PADANG LAMUN DI KAWASAN PESISIR DAN LAUT


KALIMANTAN TENGAH ………........................................ 36
A. Padang Lamun ………...................................................... 36
B. Sebaran Padang Lamun . .................................................. 37
C. Kondisi Padang Lamun ................................................... 39
D. Jenis Padang Lamun ………............................................. 41

v
BAB 4 TERUMBU KARANG DI PESISIR DAN LAUT
KALIMANTAN TENGAH ………........................................ 45
A. Terumbu Karang……………………………………….. 45
B. Sebaran Terumbu Karang……………………………… 46
C. Kondisi Terumbu Karang………………………………. 48
D. Jenis Terumbu Karang………………………………..… 51

DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 71

KONSORSIUM MITRA BAHARI RC KALIMANTAN


TENGAH ................................................................................ 73

vi
DAFTAR TABEL
TABEL Hal

1.1. Kabupaten, Kecamatan di desa di Pesisir


Kalimantan Tengah...................................................................... 4

1.2. Sungai-sungai dan luas DAS di Kalimantan Tengah................... 5

1.3. Ekosistem wilayah pesisir Kalimantan Tengah........................... 9

3.1. Penyebaran Jenis lamun yang teridentifikasi


di perairan Kotawaringin Barat……............................................ 38

vii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Hal

1.1. Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah............................................. 2

1.2. Luas Wilayah Kalimantan Tengah Menurut


Kabupaten/Kota............................................................................. 3

1.3. Isue-isue Strategis Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah............... 11

viii
BAB I

PROFIL WILAYAH PESISIR DAN LAUT


KALIMANTAN TENGAH
A. PENDAHULUAN

Sumberdaya hayati laut merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki
bangsa Indonesia yang menjadi tumpuan hidup masyarakat dan pembangunan
Indonesia. Unsur-unsur yang termasuk sumberdaya hayati laut antara lain ikan,
rumput laut, fitoplankton, zooplankton, terumbu karang, padang lamun, dan
lain-lain. Semua unsur tersebut pada dasarnya saling tergantung dan
mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya sebagai suatu sistem
penyangga kehidupan. Kerusakan pada salah satu unsur pembentuknya, akan
berakibat terganggunya ekosistem secara keseluruhan.

Sumberdaya tersebut mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia dalam


jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya
ekploitasi yang relatif murah, sehingga mampu menciptakan kapasitas
penawaran yang kompetitif. Di sisi lain, kebutuhan pasar masih sangat besar,
terbukti dari adanya kecenderungan permintaan pasar global yang terus
meningkat.

Berbagai negara kini menyadari betapa pentingnya kawasan pesisir disamping


juga betapa rapuhnya kawasan ini terhadap dampak kegiatan manusia. Beatley
et al. (1994) menyebutkan bahwa kawasan pesisir di planet bumi ini merupakan
kawasan yang sangat mengagumkan (amazing). Penting dan bernilainya
kawasan ini tidak dapat dipungkiri, karena kawasan ini merupakan kawasan
yang paling produktif yang dapat dijangkau oleh manusia. Namun demikian
kawasan ini sangat rentan terhadap gangguan baik dari alam maupun akibat
kegiatan manusia. Oleh karena itu pemanfaatan kawasan ini memerlukan suatu
pendekatan pengelolaan yang bersifat terpadu (integrated) dan berkelanjutan
(sustainable).

Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil pada umumnya terdiri dari satu atau
lebih sistem lingkungan. Kawasan ini memiliki potensi pembangunan yang
cukup besar karena didukung oleh adanya ekosistem dengan produktivitas

1
hayati tinggi, seperti terumbu karang (coral reefs), padang lamun (sea grass
bed), rumput laut (sea weed), hutan mangrove, pantai berpasir (sandy beach),
pantai berbatu (rocky beach), formasi pescarpea, formasi bringtonia, estuari,
delta, dan laguna (Retraubun, 2001). Selain ekosistem alami, di kawasan ini
terdapat berbagai ekosistem buatan (man made), seperti kawasan pariwisata,
kawasan budidaya (mariculture) dan kawasan pemukiman masyarakat (Dahuri,
2000).

B. ADMINISTRASI WILAYAH

Provinsi Kalimantan Tengah yang mempunyai luas wilayah sebesar 153.564


km2 memiliki luas wilayah pesisir sebesar ± 100.403 km2 atau sebesar 65,27 %
dari total wilayah Kalimantan Tengah . Wilayah pesisir ini terdiri dari 4.863
km2 luas wilayah darat dan 95.540 km2 luas lautan. Panjang pantai wilayah
pesisir ini mencapai 750 km (Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah

Secara geografis sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Tengah terletak


di bagian selatan katulistiwa, yang membentang antara 0045’ LU - 3030’ LS,
serta antara 1110 - 1160 BT. Secara administrasi wilayah ini berbatasan dengan
Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat di sebelah utara, sebelah
selatan berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan

2
Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, serta di sebelah barat
berbatasan dengan Provinsi Kalimatan Barat.

Sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Tengah merupakan dataran


rendah, ketinggiannya berkisar antara 0 - 150 meter dari permukaan air laut.
Kecuali sebagian kecil di wilayah utara merupakan daerah perbukitan dimana
terbentang pegunungan Muller-Schwanner dengan puncak tertingginya (Bukit
Raya) mencapai 2.278 meter dari permukaan air laut.

Sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang


Pemekaran Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, secara administrasi Provinsi
Kalimantan Tengah terdiri atas lima Kabupaten dan satu Kotamadya. Wilayah
pesisir terdapat di tiga wilayah administrasi yaitu Kabupaten Kapuas,
Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kabupaten Kotawaringin Barat. Namun
sejak UU Nomor 5 Tahun 2002 diberlakukan, maka terjadi pemekaran pula
pada wilayah pesisir dan laut Provinsi Kalimantan Tengah. Jika sebelumnya
hanya mencakup tiga kabupaten, sekarang dimekarkan menjadi tujuh wilayah
administrasi kabupaten, yaitu: Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin
Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten
Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas (Gambar 1.2).

Murung Raya
23. 700

Katingan Gunung Mas Barito Utara


17. 800 10. 804 8. 300

Kapuas
14. 999
Lamandau Barito
6. 414 Kotawaringin Palangka selatan
Timur 16. 496 Raya 8. 830 Barito
2. 400 timur
3. 834
Kotawaringin
Barat 10. 759
Pulang Pisau
Sukamara 8. 997
3. 827
Seruyan
16. 404

Gambar 1.2. Luas Wilayah Kalimantan Tengah Menurut Kabupaten/Kota

3
Secara administrasi, ketujuh wilayah pesisir itu terbagi ke dalam 13 kecamatan
yang secara keseluruhan terdiri atas 102 pesisir desa sebagaimana diperlihatkan
dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Kabupaten, Kecamatan di desa di Pesisir Kalimantan Tengah

No Kabupaten Kecamatan Desa

1 Sukamara Jelai Kuala Jelai, Pulau Nibung, Sei Baru, Sei Bundung, Sei
Raja

Lunci Sei Cabang Barat, Sei Damar, Sei Tambuk, Sei Pasir

2 Kotawaringin Kumai Sei Cabang, Teluk Pulai, Sungai Sekoyer, Kubu,


Barat Sungai Bakau, Teluk Bogam, Keraya, Sebuai.

Arut Selatan Tanjung Putri, Kumpai Batu

3 Seruyan Seruyan Sungai Perlu, Kuala Pembuang Dua, Sungai Bakau,


Hilir Pematang Panjang, Kuala Pembuang Satu, Pematang
Limau, Tanjung Rangas, Belanti, Jahitan, Baung,
Telaga Pulang, Cempaka Baru

4 Kotawaringin M. Hilir Sebamban, Samuda Besar, Samuda Kecil, Samuda


Timur Selatan Kota, Basirih Hilir, Jaya Kelapa, Basirih Hulu, Jaya
Karet

Teluk Ujung Pandaran, Lampuyang, Basawang, Parebok


Sampit

Pulau Satiruk, Bapinang Hilir, Bapinang Hulu, Makatri Jaya,


Hanaut Jawa Sari

5 Katingan Katingan Pegatan Hilir, Pegatan Hulu, Jaya Makmur, Subur


Kuala Indah, Kampung Keramat, Singam Raya, Bangun
Jaya, Kampung Tengah, Kampung Baru, Setia Mulia,
Kampung Melayu, Teluk Sebaku, Mekar Tani

Mendawai Teluk Sebulu, Mendawai, Kampung Melayu, Mekar


Tani, Tewang Kampung, Perigi, Muara Bulan

6 Pulang Pisau Kahayan Cemantan, Papuyu III (Sei Pudak), Kiapak, Papuyu II
Kuala (Sei Barnai), Papuyu I (Sei Pasanan), Sei Rungun,
Bahaur Hilir, Bahaur Tengah, Bahaur Hulu

Sebangau Sebangau, Sebanagau Permai, Sebangau Mulia,


Kuala Paduran Mulia, Mekar Jaya, Sebangau Jaya

7 Kapuas Kapuas Batanjung, Cemara Labat, Palampai, Sei Teras, Lupak


Kuala Dalam

4
C. IKLIM DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Kalimantan Tengah termasuk daerah beriklim tropis dan lembab dengan


klasifikasi tipe B (kondisi iklim tergolong basah) dan C (kondisi iklim
tergolong agak basah). Sebagai daerah yang beriklim tropis, wilayah Provinsi
Kalimantan Tengah rata-rata mendapat penyinaran matahari sekitar 60%
pertahun. Udaranya relatif panas yaitu siang hari mencapai 330C dan malam
hari 230C, sedangkan rata-rata curah hujan pertahunnya relatif tinggi yaitu
mencapai 270 mm.

Sebagaimana umumnya di sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah,


sumberdaya air yang utama adalah berupa sungai-sungai yang besar dan
terdapat di hampir seluruh kabupaten termasuk kabupaten yang memiliki
wilayah pesisir pantai dan 7 laut. Sungai-sungai di Kalimantan Tengah secara
garis besar terbagi dalam beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti terlihat
pada tabel 1.2. berikut :

Tabel 1.2. Sungai-sungai dan luas DAS di Kalimantan Tengah

Panjang Luas DAS


No. Nama Sungai Lokasi Administratif
(km) (km2)
1. Sungai Jelai 200 321.300 Kab. Sukamara
2. Sungai Arut 250 - Kab. Lamandau, Kab. Kobar
Sungai Kab. Lamandau, Kab. Kobar
3. 300 1.139.800
Lamandau
4. Sungai Kumai 175 403.200 Kab. Kobar
Sungai Kab. Seruyan
5. 350 1.793.500
Seruyan
Sungai Kab. Kotim
6. 400 1.669.500
Mentaya
Sungai Kab. Katingan
7. 650 1.704.300
Katingan
Sungai Kodya Palangka Raya, Kab. Pulang Pisau
8. 200 596.700
Sebangau
Sungai Kab. Gunung Mas, Kodya Palangka
9. 600 1.787.400
Kahayan Raya, Kab. Pulang Pisau
Sungai Kab. Kapuas
10. 600 1.681.920
Kapuas
Kab. Murung Raya, Kab. Barito Utara,
11. Sungai Barito 900 4.282.280
Kab. Barito Selatan, Kab. Kapuas
Data diolah dari: Kalimantan Tengah dalam Angka 2009.

Secara geologis dataran pesisir Kalimantan Tengah terbentuk dari batuan


endapan dengan material penyusun endapan pasir dan lumpur sehingga kaya
akan bahan organik.

5
D. EKOSISTEM WILAYAH PESISIR

Ekosistem pesisir Kalimantan Tengah secara umum berupa daerah estuaria,


perairan pantai dan laut dangkal, serta hutan rawa. Sub ekosistem yang
dominan adalah ekosistem mangrove, pantai berpasir, estuaria dan rawa
banjiran (flood plain).

Terumbu Karang

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan


sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae. Hewan karang bentuknya
khas, menyerupai batu, mempunyai warna dan bentuk beraneka rupa. Hewan
ini disebut polip, merupakan hewan pembentuk utama terumbu karang yang
menghasilkan zat kapur. Polip-polip ini selama ribuan tahun membentuk
terumbu karang.

Padang Lamun

Ekosistem padang lamun (seagrass beds) merupakan salah satu ekosistem laut yang
paling produktif karena di sini terjadi proses rantai makanan yang cukup lengkap
dengan adanya proses fiksasi karbon. Bila dilihat dari fungsi ekologis, ekosistem
padang lamun dapat mencegah terjadinya erosi karena vegetasi lamun dapat
memperlambat gerakan air yang disebabkan ombak dan menyebabkan perairan
menjadi tenang. Sistem perakaran lamun yang padat dan saling menyilang dapat
menstabilkan dasar laut dan mengakibatkan tertanamnya lamun dengan kokoh tidak
mudah tercabut oleh gelombang.

Pantai Berpasir

Karakteristik pantai berpasir adalah berwarna hitam hingga abu-abu kehitaman dan
putih, relief rendah, bentuk garis pantai lurus dan memanjang, sebagian berbentuk
teluk dan tanjung. Dimana geologi pantai tersebut tersusun oleh alluvium yang
merupakan hasil rombakan batuan yang lebih tua berukuran pasir sangat halus hingga
sangat kasar.

Sungai-sungai yang bermuara di pesisir pantai Kalimantan Tengah, banyak


membawa material dan sedimen ke muara, dan proses selanjutnya terjadi
pengendapan di muara yang akan membentuk tanah-tanah timbul atau baru. Biasanya
tanah-tanah baru tersebut dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, tambak,
kawasan wisata dan pelabuhan.

6
Mangrove

Hutan mangrove merupakan nama kolektif untuk vegetasi pohon yang menempati
pantai berlumpur di dalam wilayah pasang surut, dari tingkat air pasang tertinggi
sampai tingkat air surut terendah. Kerapatan mangrove saat ini yang berada di pesisir
pantai Kalimantan Tengah bervariasi mulai dari kerapatan jarang, kerapatan sedang
sampai kerapatan sangat rapat.

Rawa

Perairan dikatakan bertipe rawa apabila perairan tersebut dangkal bertepian


landai dan penuh tumbuhan airnya. Rawa merupakan istilah yang bermakna
luas yaitu sebutan untuk semua daerah yang tergenang air baik secara musiman
atau permanen serta ditumbuhi vegetasi. Secara spesifik rawa di Kalimantan
Tengah dibedakan menjadi tiga bergantung kepada ekosistem teresterial yang
mengelilinginya yaitu (1) perairan rawa gambut adalah perairan dangkal yang
terletak di daerah hutan rawa gambut mempunyai pH dan kandungan oksigen
yang rendah; (2) perairan rawa alluvial adalah perairan dangkal pada tanah
alluvial dataran rendah yang terletak diantara dua sungai jauh masuk ke
pedalaman atau dataran dekat pantai yang luas yang digenangi air secara
permanen atau musiman, baik air hujan maupun limpasan air sungai.
Kandungan oksigen dan pH biasanya lebih tinggi dari perairan rawa gambut
dan (3) perairan rawa tanpa hutan atau myre adalah perairan rawa yang
didominasi oleh gabungan tanaman teresterial dan makrofita akuatik,
mempunyai badan air yang relatif terbuka.

Air Hitam

Ekosistem air hitam (black water ecosystem) atau yang dikenal sebagai
ekosistem gambut, merupakan salah satu tipe lahan basah yang unik dimana
memiliki karakteristik yang berbeda secara fisik maupun kimia dengan
ekosistem lainnya, hal ini memungkinkan ekosistem ini dihuni oleh spesies-
spesies tumbuhan ataupun hewan endemik.

Gambut menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanah yang lunak dan
basah terdiri atas lumut dan bahan tanaman lain yang membusuk (biasanya
terbentuk di daerah rawa atau danau yang dangkal). Tanah ini merupakan tanah
yang mudah terbakar, menghasilkan lebih banyak asap dan emisi karbon
dibandingkan dengan jenis tanah yang lain. Lahan gambut yang telah
mengering akan mengalami pelepasan senyawa oksidasi FeS (pirit) yang
bersifat racun.
7
Menurut Polak (1952), tanah gambut merupakan tanah yang memiliki
kandungan bahan organik lebih dari 65% hingga kedalaman satu meter atau
lebih. Sedangkan berdasarkan klasifikasi taksonomi komprehensif (USDA
1975), tanah gambut merupakan tanah yang memiliki kandungan bahan organik
lebih dari 30% dengan ketebalan kumulatif 40 cm atau lebih. Bahan organik ini
terdiri atas akumulasi sisa-sisa vegetasi yang telah mengalami humifikasi
namun belum mengalami mineralisasi. Gambut akan terbentuk jika humifikasi
lebih besar daripada mineralisasi (Darmawijaya 1997).

Secara keseluruhan, lahan gambut dikelompokkan menjadi dua kelompok


besar, lahan gambut tropika, dan lahan gambut temperate. Bahan pembentuk
gambut tropika umumnya berasal dari pohon-pohon berkayu yang memiliki
kadar lignin yang tinggi, sementara gambut di negara-negara temperate
terbentuk dari bahan yang lebih halus berupa rumput dan lumut yang memiliki
kadar kandungan selulosa dan hemiselulosa yang lebih tinggi. Adanya
perbedaan bahan pembentuk menyebabkan adanya perbedaan tingkat
kandungan unsur hara, yang kemudian berpengaruh terhadap tingkat
kesuburannya. Gambut tropika cenderung kurang subur dibandingkan gambut
temperate karena kandungan lignin yang lebih tinggi.

Hutan

Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan
dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-
wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida
(carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari
tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat
menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di
dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau
tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.

Pada kawasan pesisir Kalimantan Tengah dapat ditemui jenis 1. Hutan rawa air
tawar, memiliki permukaan tanah yang kaya akan mineral. Biasanya ditumbuhi
hutan lebat; 2. Hutan rawa gambut, terbentuk dari sisa-sisa hewan dan
tumbuhan yang proses penguraiannya sangat lambat sehingga tanah gambut
memiliki kandungan bahan organik yang sangat tinggi;

8
Tabel 1.3. Ekosistem wilayah pesisir Kalimantan Tengah

Ekosistem (Ha)
Kecamatan
Terumbu Padang Pantai Air
Mangrove Rawa Hutan
Karang Lamun Berpasir Hitam

Jelai + - 46 135 278 - 20.111

Lunci + - 40 321 - - 45.466

Arut
- - 734 725 1300 - 22.079
Selatan

Kumai 300 210 960 6.068 2647 - 180.792

Seruyan
200 - 1.290 8.020 2978 - 329.693
Hilir

Teluk
- - 354 10.167 134 - 45.059
Sampit

M. Hilir
- - - 0 - - 4.042
Selatan

Pulau
- - - 2.810 - - 29.203
Hanaut

Katingan
- - 94 11.250 760 - 54.319
Kuala

Mendawai - - - 0 1450 - 130.297

Kahayan
- - 128 5.933 660 - 69.567
Kuala

Sebangau
- - - 7.067 900 3.117 138.182
Kuala

Kapuas
- - - 6.121 1660 - 22.862
Kuala
Tanda (+) menyatakan belum disurvei

Hidro-Oseanografi

Parameter hidro-oseanografi penting untuk diketahui karena merupakan dinamika


penggerak transport massa di perairan, di mana massa tersebut bisa merupakan
organisme laut, bahan polutan, ataupun sedimentasi hasil masukan dari sungai.
Perairan Kalimantan Tengah terdiri dari perairan pantai dan laut, yang secara umum
perairan pantainya dipengaruhi oleh sungai-sungai besar yang bermuara di sepanjang

9
pantai. Sedangkan perairan lautnya merupakan bagian dari Laut Jawa, yang berada di
jalur sirkulasi arus yang diakibatkan monsun.

Batimetri (kedalaman laut) perairan pesisir Kalimantan Tengah merupakan


perairan laut dangkal (kurang dari 200 m) yaitu berkisar antara 0 - 20 meter.
Rata-rata kuat arus di perairan laut Provinsi Kalimantan Tengah 0,320 m/detik
dengan kuat arus maksimum sebesar 1,65 m/detik dan terendah 0,05 m/detik.

Perairan Kalimantan Tengah secara umum mempunyai tipe pasang surut


(pasut) campuran cenderung diurnal (mixed tide prevailing diurnal). Pola
kemunculan pasang surut ini adalah dalam 1 hari bisa terjadi 1 kali saat air
pasang dan 1 kali pada saat air surut, tetapi bisa juga terjadi 2 kali saat air surut
dengan ketinggian antar puncak yang jauh berbeda.

Kondisi kecerahan perairan Kalimantan Tengah rendah. Sekitar 88,11%


perairan dengan kecerahan kurang dari 2,50 m. Kandungan material tersuspensi
di perairan Kalimantan Tengah belum melebihi ambang batas. Tetapi
dikarenakan sungai-sungai besar yang bermuara ke laut membawa endapan
lumpur yang besar, menyebabkan kondisi kekeruhan air laut tetap tinggi
dengan nilai TDS berkisar 0,9-28 gram/l dan TSS berkisar 0,121-2,39 mg/l.
Fenomena di lapangan belum dijumpai hal-hal yang merugikan kesehatan
masyarakat sebagai efek dari kondisi tersebut.

Kecenderungan meningkatnya akumulasi sedimen di perairan sangat terkait


dengan perubahan tata guna lahan di daerah pedalaman sebagai akibat kegiatan
pembangunan perkebunan, penebangan hutan yang tidak terkendali,
pertambangan dan juga pembangunan pusat-pusat kegiatan ekonomi
masyarakat.

Kualitas perairan di sepanjang pantai menurun sebagai tingginya sedimentasi


yang mengakibatkan peningkatan kekeruhan perairan. pH sepanjang pesisir
Kalimantan Tengah berkisar 3,5-10,5. Jika dibandingkan dengan baku mutu
untuk perikanan budidaya yang mensyaratkan nilai pH berkisar 6-9, maka
perairan pesisir Kalimantan Tengah memiliki kisaran derajat keasaman yang
cukup bisa menjadi kendala untuk budidaya tambak.

Besaran nilai parameter BOD masih baik yaitu lebih rendah dari 45, yang
diperbolehkan untuk budidaya perikanan. Parameter DO berkisar 4,87-7,10,
nilai baku mutu budidaya perikanan maksimum 6 mg/l. Kondisi ini
memungkinkan kondisi perairan pesisir Kalimantan Tengah dapat digunakan
untuk kegiatan budidaya pertambakan dan konservasi.

10
Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan untuk budidaya sekitar 7,48% yang terdiri dari permukiman,
perkebunan, sawah, dan tegalan. Penggunaan non budidaya sekitar 92,52%
adalah hutan, semak, padang rumput dan rawa. Data ini memberikan gambaran
bahwa intensitas penggunaan lahan di pesisir Kalimantan Tengah termasuk
masih rendah.

E. ISUE-ISUE STRATEGIS WILAYAH PESISIR

Penggelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu menghendaki adanya


keberlanjutan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Sebagai kawasan yang
dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas pembangunan wilayah pesisir memiliki
kompleksitas isue dan permasalahan. Isue-isue strategis wilayah pesisir
Kalimantan Tengah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Kerusakan pantai
2. Pencemaran
Ekologi
3. Kebakaran hutan
4. Kesadaran terhadap lingkungan

1. Kontribusi sektor perikanan rendah


Ekonomi 2. Keluarga miskin masih banyak
3. Kelembagaan & ekonomi pasar belum berkembang

1. Tingkat pendidikan masyarakat rendah


Pendidikan & Kesehatan 2. Fasilitas kesehatan kurang memadai
3. Suplai air bersih masih sulit didapatkan

1. Jalan darat belum seluruhnya baik


2. Fasilitas listrik PLN masih terbatas
Prasarana, Sarana &
3. Transportasi laut reguler belum menjangkau desa pantai
Pariwisata 4. Konstruksi dermaga belum seluruhnya beton
5. Obyek wisata belum dikelola dengan baik

1. Rendahnya kontribusi perikanan dalam ekonomi regional


Pemanfaatan 2. Penggunaan teknologi oleh nelayan masih rendah
Sumberdaya Pesisir 3. Pengelolaan lahan tambak masih sederhana
4. Usaha pertanian & kerajinan berskala lokal karena akses pasar terbatas

1. Pemekaran wilayah berpengaruh pada program peng. pesisir & laut


Kelembagaan Pemerintah 2. Penerapan tata ruang pesisir & laut belum terlaksana dengan baik
3. Pengawasan & tindakan tegas terhadap pencurian ikan
& Tata Ruang 4. Belum berfungsinya TPI dengan baik
5. Pengendalian pembukaan lahan tambak baru

Gambar 1.3. Isue-isue Strategis Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah

11
BAB II

MANGROVE DI KAWASAN PESISIR


KALIMANTAN TENGAH
A. MANGROVE

Hutan mangrove adalah suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut
(terutama pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai) yang tergenang
pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas
tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Ekosistem mangrove merupakan
suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang
berinteraksi dengan faktor lingkungan dan sesamanya di dalam suatu habitat
mangrove (Kusmana dkk, 2003). Tempat tumbuh yang ideal bagi hutan
mangrove adalah di sekitar pantai yang lebar muara sungainya, delta dan
tempat yang arus sungainya banyak mengandung lumpur dan pasir. Hutan
mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, dan hutan
payau. Jenis-jenis vegetasi yang mewarnai hutan mangrove secara umum terdiri
atas tegakan murni Avicennia dan Sonneratia yang dipilah sebagai kelompok
pionir, kemudian Ceriops, Lumnitzera, Bruguiera dan anggota dari Rhizophora
sendiri yang dikenal sebagai mangrove.

Ditinjau dari sudut pandang ekologis, hutan mangrove membentuk sebuah


ekosistem yang unik disebabkan pada perairan yang kadar asamnya sangat kecil
(payau), di mana pada ekosistem tersebut tergabung empat unsur biologi yang
sangat mendasar, yaitu daratan, air, pepohonan dan fauna. Keistimewaan lain
dari ekosistem mangrove adalah resisten terhadap kadar garam yang biasa
terdapat di daerah pasang surut (tidal) baik tropis maupun subtropis. Hutannya
tidak tergantung pada iklim, melainkan tergantung terhadap tanah (edaphis),
berbeda dengan hutan tropika yang komposisi tanahnya berlapis-lapis, hutan
mangrove hanya mempunyai satu lapisan tanah saja (single strata). Fisiognomi
hutan mangrove juga memiliki kekhasan yaitu hanya mempunyai satu stratum
tajuk, sehingga tidak ada pelapisan tajuk (stratifikasi).

Fungsi hutan mangrove diantaranya secara fisik membantu menahan erosi dan
kerusakan pantai. Adapun kondisi ekologi yang mengatur dan melindunginya,
sangat tergantung kepada keseimbangan dan persediaan kadar garam dan air
tawar, nutrisi dan sub strata yang stabil. Perakaran mangrove yang kuat mampu
12
meredam gerak pasang surut, dan juga mampu terendam dalam air yang kadar
garamnya bervariasi. Lebih dari itu, perakaran mangrove dapat mengendalikan
lumpur, sehingga mampu memperluas penambahan formasi dan surfacing land.

Fungsi ekologis mangrove sangat erat kaitannya dengan fungsi ekonomi.


Berbagai jenis biota laut hidup di ekosistem ini atau sangat tergantung kepada
keberadaan hutan mangrove. Perairan yang ditumbuhi mangrove berfungsi
sebagai tempat berkembang biak berbagai jenis hewan air seperti ikan, udang,
kerang, bermacam-macam kepiting yang semuanya bernilai ekonomi tinggi.

B. SEBARAN MANGROVE

Di Kalimantan Tengah, mangrove dapat ditemukan di hampir semua kabupaten


yang memiliki wilayah pesisir, mulai dari Kabupaten Sukamara di wilayah
paling barat sampai ke Kabupaten Kapuas di wilayah paling timur. Di
Kabupaten Sukamara mangrove terdapat mulai pantai di sebelah barat Sungai
Jelai sampai Desa Sungai Pasir. Sebelah timur sungai Jelai juga didominasi
hutan mangrove sampai Desa Sungai Pundung. Secara umum jenis mangrove
yang dominan adalah jenis Api-api, Bakau, Nipah, Cemara laut dan Rambai.

Hutan mangrove di pesisir Kotawaringin Barat memiliki sebaran yang terbatas


hanya pada dua kecamatan yaitu Kumai dan Arut Selatan dengan luas masing-
masing 6068,4 ha dan 725,4 ha. Di Kecamatan Kumai, hutan mangrove
ditemukan di sepanjang Sungai Kumai, Sungai Sekonyer, Teluk Pulai, Muara
Sungai Arut, Sungai Baru, Sungai Cabang Timur, Tanjung Puting, Desa Kubu,
Tanjung Keluang, Tanjung Pandan, Sungai Bakau, Teluk Bogam, Tanjung
Penghujan, Desa Keraya dan Desa Sebuai. Sedangkan di Kecamatan Arut
Selatan meliputi Tanjung Krasak, Pulau Samudra dan Tanjung Putri.
Sementara itu, luas mangrove di Desa Teluk Bogam sepanjang ± 1,5 km dari
luas daerah 82 km2, sedangkan di Desa Sungai Bakau sepanjang 3,5 km dari
luas daerah yang mencapai 111 km2. Jenis mangrove yang dominan di
Kabupaten Kotawaringin Barat terdiri dari bakau Besar, Bakau Kecil,
Kendeka, Tingi, Api-api dan Nipah.

Hutan mangrove di pesisir Seruyan memiliki penyebaran yang terbatas hanya


pada satu kecamatan yaitu Kecamatan Seruyan Hilir. Kepadatan hutan
mangrove di Kecamatan Seruyan Hilir ini berdasarkan interpretasi citra satelit
diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu: Kepadatan sangat padat dengan luas
165,69 Ha, kerapatan sedang seluas 1.084,72 Ha dan kerapatan jarang dengan
luasan sebesar 5.716,57 Ha. Pantai di sebelah barat Sungai Seruyan sampai
Sungai Sagintung Luar didominasi hutan mangrove, demikian pula di sebelah
timur Sungai Seruyan hingga ke Sungai Bakau. Pada pesisir Seruyan ekosistem

13
mangrove terdapat di sebelah barat dan timur Sungai Seruyan didominasi oleh
Avicennia marina dan Rhizopora mucronata.

Keanekaragaman mangrove di Seruyan tergolong rendah. Sebagian besar


didominasi oleh Api-api (Avicenia alba dan Avicenia marina) pada lahan yang
baru terbentuk, ditunjang oleh Kendeka atau Batu-batu (Bruguiera gynorrhiza)
yang lazim dijumpai di daerah muara. Agak ke hulu dijumpai Nipah (Nypa
fruticans), Pedada (Sonneratia caseolaris) dan Nyirih (Xylocarpus granatum)
yang menunjukkan adanya pengaruh air tawar. Vegetasi mangrove di kawasan
pesisir sebelah timur Sungai Seruyan memiliki kerapatan jarang, jika
dibandingkan dengan pesisir sebelah barat Sungai Seruyan. Hamparan
mangrove di kawasan ini membujur dari Sungai Bakau hingga daerah Kuala
Pembuang II.

Di empat Kabupaten wilayah barat Kalimantan Tengah, komposisi mangrove


hampir sama. Jenis mangrove yang terdapat di Kabupaten Kotawaringin Timur
didominasi oleh jenis Api-api, Bakau, Nipah dan Jinggah. Jenis yang dominan
di Kabupaten Katingan adalah Rambai laut, Nipah, Api-api dan Nyirih,
sedangkan jenis yang dominan di Kabupaten Pulang Pisau terdiri dari Bakau,
Api-api, Rambai laut dan Nipah. Sedangkan di Kabupaten Kapuas, jenis
mangrove yang dominan adalah Api-api, Bakau, Plarak dan Nipah. Perbedaan
komposisi tegakan mangrove di wilayah pesisir Kalimantan Tengah ini
diperkirakan karena adanya pengaruh salinitas tanah (Supriharyono, 2000).

C. KONDISI MANGROVE

Secara umum dari hasil kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa hutan
mangrove di wilayah pesisir Kalimantan Tengah termasuk hutan mangrove
yang memiliki zonasi sederhana (zonasi campuran). Hal ini disebabkan
komunitas tumbuhan yang dijumpai tidak membentuk tegakan murni dan
zonasi yang jelas. Kondisi mangrove yang tersebar dapat digolongkan dalam
tiga golongan yaitu sangat padat, sedang (baik) dan jarang (rusak).

Sebagai gambaran di Kabupaten Kotawaringin Barat kondisi mangrove yang


memiliki kerapatan jarang terdapat pada daerah Teluk Pulai, Muara Sungai
Arut, Sungai Cabang Timur, Tanjung Puting, Desa Kubu, Sungai Bakau, Teluk
Bogam, Tanjung Penghujan, Desa Keraya dan Desa Sebuai. Kondisi kerapatan
sedang meliputi daerah Sungai Baru, sebagian daerah Sungai Bakau, Tanjung
Krasak, Pulau Samudra dan Tanjung Putri sedangkan kondisi sangat rapat
ditemui pada daerah sepanjang Sungai Kumai, Sungai Sekonyer, Tanjung
Keluang dan Tanjung Pandan. Kondisi hutan yang berada di sepanjang muara
Sungai Kumai dalam keadaan yang relatif baik, hal ini dilihat secara
fisiognomis seperti keragaman tumbuhan penyusun hutan dengan life
14
form/habitus yang beragam, selain itu struktur tegakan yang masih baik dengan
penyebaran individu yang cukup merata. Kondisi yang relatif baik juga
digambarkan dari parameter kuantitatif seperti kerapatan yang tinggi untuk
tumbuhan tingkat permudaan (tingkat semai dan pancang).

Hutan mangrove yang ada di daerah pesisir di wilayah Desa Kubu, Sungai
Bakau dan Teluk Bogam relatif kurang baik dibandingkan dengan hutan di
muara Sungai Kumai. Hal ini disebabkan secara fisiognomi struktur tegakan
yang kurang baik dan parameter kuantitatif (kerapatan) yang jarang.

Kondisi mangrove ini juga dipengaruhi oleh adanya pembukaan tambak dan
penebangan mangrove itu sendiri yang kayunya dimanfaatkan oleh masyarakat.
Pembukaan tambak terjadi di sekitar dekat Sungai Sekonyer, Sungai Cabang
Timur/Tanjung Puting, Sungai Bakau dan Tanjung Putri. Sementara untuk
penebangan pohon mangrove lebih banyak dilakukan pada daerah Sungai
Cabang Timur/Tanjung Puting dan Sungai Bakau.

Contoh lainnya pada Kabupaten Seruyan kondisi mangrove yang kerapatannya


kurang terdapat pada sebelah Barat Sungai Pasir Panjang dengan luasan ±
165,69 ha yang termasuk dalam kawasan sebelah barat pesisir Seruyan.
Mangrove yang berada dalam kondisi sedang ada pada kawasan sebelah Timur
Sungai Pasir Panjang, Tanjung Siamuk, Sungai Siamuk Kecil, Tanjung Buaya
dan kawasan sebelah Barat Sungai Bakau. Kondisi sedang ini memiliki luasan
± 1.084,72 ha.

Kondisi Mangrove dengan kerapatan kurang pada wilayah Kabupaten Seruyan


lebih tinggi jumlahnya dengan luasan ± 5.716,57 ha. Kondisi mangrove dalam
kondisi kerapatan jarang ini ada pada wilayah kawasan barat dan Kawasan
Timur Pesisir Kabupaten Seruyan dari sebelah timur Sagintung Luar, Sungai
Pasir Panjang hingga sebelah Timur Sungai Bakau. Selanjutnya kondisi
kerapatan kurang juga ditemukan pada kawasan Sungai Baburi, Sungai Pahang,
Sungai Bengo.

Hutan mangrove di Indonesia berada dalam ancaman yang meningkat dari


berbagai pembangunan, diantara yang utama adalah pembangunan yang cepat
yang terdapat di seluruh wilayah pesisir yang secara ekonomi vital. Konsevasi
kemanfaatan lain seperti untuk budidaya perairan, infrastruktur pantai termasuk
pelabuhan, industri, pembangunan tempat perdagangan dan perumahan, serta
pertanian, adalah penyebab berkurangnya sumber daya mangrove dan beban
berat bagi hutan mangrove yang ada. Selain ancaman yang langsung ditujukan
pada mangrove melalui pembangunan tersebut, ternyata sumber daya mangrove
rentan terhadap aktivitas pembangunan yang terdapat jauh dari habitatnya.

15
Ancaman dari luar tersebut yang sangat serius berasal dari pengelolaan DAS
yang serampangan, dan meningkatnya pencemar hasil industri dan domestik
(rumah tangga) yang masuk ke dalam daur hdrologi. Hasil yang terjadi dari
erosi tanah yang parah dan meningkatnya kuantitas serta kecepatan sedimen
yang diendapkan di lingkungan mangrove adalah kematian masal (dieback)
mangrove yang tidak terhindarkan lagi karena lentisel-nya tersumbat oleh
sedimen tersebut. Polusi dari limbah cair dan limbah padat berpengaruh serius
pada perkecambahan dan pertumbuhan mangrove.

Ancaman langsung yang paling serius terhadap mangrove pada umumnya


diyakini akibat pembukaan liar mangrove untuk pembangunan tambak ikan dan
udang. Meskipun kenyataannya bahwa produksi udang telah jatuh sejak
beberapa tahun yang lalu, yang sebagaian besar diakibatkan oleh hasil yang
menurun, para petambak bermodal kecil masih terus membuka areal mangrove
untuk pembangunan tambak baru. Usaha spekulasi semacam ini pada umumnya
kekurangan modal dasar untuk membuat tambak pada lokasi yang cocok, tidak
dirancang dan dibangun secara tepat, serta dikelola secara tidak profesional.
Maka akibat yang umum dirasakan dalam satu atau dua musim, panennya
rendah hingga sedang, yang kemudian diikuti oleh cepatnya penurunan hasil
panen , dan akhirnya tempat tersebut menjadi terbengkalai.

Di seluruh Indonesia ancaman terhadap mangrove yang diakibatkan oleh


eksploitasi produk kayu sangat beragam, tetapi secar keseluruhan biasanya
terjadi karena penebangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan HPH
atau industri pembuat arang seperti di Sumatera dan Kalimantan. Kayu-kayu
mangrove sangat jarang yang berkualitas tinggi untuk bahan bangunan. Kayu-
kayu mangrove tersebut biasanya dibuat untuk chip (bahan baku kertas) atau
bahan baku pembuat arang untuk diekspor keluar negeri.

Pada umumnya jenis-jenis magrove dimanfaatkan secara lokal untuk kayu


bakar dan bahan bangunan lokal. Komoditas utama kayu mangrove untuk
diperdagangkan secara internasional adalah arang yang berasal dari Rhizophora
spp., yang mempunyai nilai kalori sangat tinggi.

Barangkali ancaman yang paling serius bagi mangrove adalah persepsi di


kalangan masyarakat yang menganggap mangrove merupakan sumber daya
yang kurang berguna yang hanya cocok untuk pembuangan sampah atau
dikonversi untuk keperluan lain. Sebagian besar pendapat untuk mengkonversi
mangrove berasal dari pemikiran bahwa lahan mangrove jauh lebih berguna
bagi individu, perusahaan dan pemerintah daripada sebagai lahan yang
berfungsi secara ekologi. Apabila persepsi keliru tersebut tidak dikoreksi, maka
masa depan mangrove Indonesia dan juga mangrove dunia akan menjadi sangat
suram.
16
D. JENIS MANGROVE

Jenis Mangrove yang terdapat di Pesisir Kalimantan Tengah dapat di


deskripsikan sebagai berikut:

Rhizophora mucronata

Spesies :Rhizophora mucronata


Genus :Rhizophora
Famili :Rhizophoraceae
Nama Inggris :Black Mangroves
Nama Indonesia :Bakau besar, Bakau panjang, Bakau kurap, Bakau
betul, Bakau hitam, Bakau laki
Ciri-ciri : • Dapat tumbuh sampai setinggi 25 m. Kulit batang
berwarna coklat sampai abu-abu gelap atau hitam,
dengan permukaan yang kasar. Bunga
berkelompok, memiliki 4-8 kuntum, berwarna
putih dan berukuran kecil.
• Buahnya memanjang, hijau kecoklatan, berukuran
mencapai 60 cm serta diameternya 20-23 mm
dengan bagian ujungnya meruncing. Hipokotil
besar, kasar dan berbintil dengan panjang 36-70
cm.
• Akarnya berbentuk akar tongkat yang keluar dari
batang dan memiliki lentisel untuk pernapasan.
Habitat : Sering bercampur dengan bakau minyak, namun lebih
toleran terhadap substrat yang lebih keras dan
berpasir. Lebih menyukai substrat yang tergenang
dalam dan kaya humus; jarang sekali didapati di
tempat yang jauh dari pasang surut.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

17
Rhizophora apiculata
Spesies :Rhizophora apiculata
Genus :Rhizophora
Famili :Rhizophoraceae
Nama Inggris :Tall-Stilted Mangrove
Nama Indonesia :Bakau kecil, Bakau pendek, Bakau tandok, Bakau
akik, Bakau kacang, Lenro, Bakau putih, Bakau bini,
Jangkah, Tinjang
Ciri-ciri : • Daun sebelah atas berwarna hijau sampai kuning
kehijauan, bagian bawah kuning kehijauan.
Daunnya mirip dengan Bruguiera gymnorrhiza,
bedanya yaitu terdapat bintik-bintik hitam di
bagian bawah daun yang tua.
• Panjang buahnya antara 25-30 cm, diameter 15-17
mm, buah kecil berwarna coklat dengan kulit yang
kasar, kisaran musim berbunga pada bulan April
sampai Oktober.
• Hipokotil dengan warna kemerahan atau jingga,
dengan panjang sekitar 18-38 cm. Leher kotiledon
berwarna merah bila sudah matang.
• Permukaan batang abu-abu, ketika masih muda
halus, ketika dewasa ramping dan berlentisel.
• Berakar tongkat yang berlentisel untuk
pernapasan.
Habitat : Menyukai tanah berlumpur halus dan dalam, yang
tergenang jika pasang serta terkena pengaruh masukan
air tawar yang tetap dan kuat.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

18
Bruguiera gymnorrhiza
Spesies :
Bruguiera gymnorrhiza
Genus :
Bruguiera
Famili :
Rhizophoraceae
Nama Inggris :
Large-Leafed Orange Mangrove
Nama Indonesia :Kendeka, Tancang, Lindur, Tanjang merah,
Tumu, Tanjang, Bako, Sarau
Ciri-ciri : • Dalam kondisi yang baik dapat tumbuh sampai
setinggi 35 m, tapi biasanya mencapai tinggi 25 m.
• Panjang daun berkisar antara 10-20 cm dengan lebar
antara 5-8 cm, berbentuk ellips. Daunnya
mengumpul pada ujung tangkai batang dengan
warna daun bagian atas hijau sampai kuning
kehijauan, sedangkan bagian bawahnya berwarna
kuning.
• Bunganya berwarna merah dan masih menempel
pada buahnya ketika jatuh. Buahnya berwarna hijau
dan bentuknya memanjang ramping dengan
panjangnya berkisar antara 10-20 cm.
• Kulit batang berwarna gelap dengan permukaan
yang kasar. Memiliki akar berbentuk akar lutut yang
muncul di permukaan tanah.
Habitat : Tumbuh baik pada daerah yang kering dengan
banyaknya hembusan angin, juga di daerah berlumpur.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

19
Ceriops tagal
Spesies : Ceriops tagal
Genus : Ceriops
Famili : Rhizophoraceae
Nama Inggris : Yellow Mangrove
Nama Indonesia : Tingi, Tengar, Tengah, Mentigi, Tengal,
Tinci, Lonro, Lindur, Palun, Parun, Bido-bido, Tangar
Ciri-ciri : • Daun sebelah atas berwarna hijau sampai kuning
kehijauan, bagian bawahnya kuning kehijauan. Daun
berbentuk bulat-lonjong dengan panjang 4-10 cm.
• Bunga warna putih hingga coklat. Buah berwarna
hijau hingga hijau kecoklatan, berbentuk memanjang
dengan kisaran panjang antara 15-25 cm.
• Batang berwarna abu-abu kekuningan bahkan
kadang-kadang berwarna kecoklatan.
• Hipokotil silindris, berkulit halus, berbintil, agak
menggelembung di ujung dan mencapai ukuran 25
cm.
• Leher kotiledon berwarna kuning jika sudah tua.
• Mempunyai akar papan yang menopang dasar batang
pohon.
Habitat : Umumnya ditemukan pada bagian yang kering dari hutan
bakau, atau yang hanya tergenang pasang tinggi.
Menyukai substrat pasir (terutama C. decandra) atau
lumpur tanah liat.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

20
Avicennia marina dan Avicennia alba

Spesies : Avicennia marina dan Avicennia alba


Genus : Avicennia
Famili : Acanthaceae
Nama Inggris : White/Grey Mangrove
Nama Indonesia : Api-api, Api-api Jambu (A. marina), Api-api Putih
(A. alba)
Ciri-ciri : • Pohonnya dapat mencapai tinggi lebih dari 15 m
untuk A. alba dan lebih dari 12 m untuk A.
marina.
• Daun di sisi sebelah atas berwarna hijau muda,
sedangkan pada sisi sebelah bawah abu-abu
keperakan. Daunnya berbentuk ellips hingga
ellips meruncing, dengan panjang daun berkisar
antara 10-18 cm untuk A. alba, sedangkan untuk
A. marina berbentuk ellips dengan panjang daun
berkisar antara 5-11 cm.
• Bunganya kecil berwarna oranye dengan
diameter 4-5 mm. Buahnya berbentuk membulat
serta agak berbulu dengan panjang 2,5-4 cm dan
berwarna kuning kehijauan untuk A. alba,
sedangkan untuk A. marina panjang buahnya
1,5-2,5 cm dan berwarna hijau keabu-abuan.
• Memiliki kulit batang yang halus, berwarna
putih keabu-abuan hingga hijau.
• Akar berbentuk cakar ayam berpneumatofora
untuk pernapasan.
Habitat : Umumnya tumbuh pada substrat berpasir atau
berlumpur tipis dengan salinitas relatif tinggi
(salinitas laut) pada kisaran yang sempit.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin
(Kabupaten) Timur, Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

Avicennia marina Avicennia alba

21
Sonneratia caseolaris
Spesies :Sonneratia caseolaris
Genus :Sonneratia
Famili :Lythraceae/Sonneratiaceae
Nama Inggris :Mangrove Apple
Nama Indonesia :Pidada, Bogem, Prepat, Prapat, Bidara, Dadap, Rambai,
Berembang
Ciri-ciri : • Mirip dengan Sonneratia alba, salah satu cara yang
paling baik untuk membedakannya adalah dengan
melihat bunganya.
• Tumbuh mencapai tinggi 15 m.
• Daun berbentuk bulat dan berpasangan pada
cabangnya dengan panjang sekitar 7 cm. Pada
bagian ujung daun agak melengkung ke bawah.
• Bunga berwarna merah. Buah agak besar selebar 4
cm dan berwarna hijau serta bentuknya seperti
bintang dan keras.
• Kulit batang abu-abu sampai coklat dan agak retak-
retak.
• Memiliki bentuk akar cakar ayam berpneumatofora
untuk pernapasan.
Habitat : Tumbuh di tepi-tepi sungai yang masih mendapat
pengaruh pasang surut yang salinitasnya payau.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

22
Nypa fruticans

Spesies :
Nypa fruticans
Genus :
Nypa
Famili :
Arecaceae
Nama Inggris :
Mangrove Palm, Attap Palm, Nipa Palm
Nama Indonesia :
Nipah, Buyuh, Buyuk, Nypa, Niu-nipa
Ciri-ciri : • Satu-satunya jenis palem di mangrove. Daun besar
dan mencapai panjang 9 m. Helai-helai daun
berbentuk pita, tegak atau hampir tegak.
• Bunga berwarna kuning dan berumpun diantara
tangkai daun. Buah berbentuk kepala paku yang
besar seperti bola berdiameter 25 cm dan bila masak
akan terbelah. Bersabut, oval gepeng, coklat
kemerahan.
• Kulit batang berserat dan berwarna coklat keabu-
abuan.
• Tidak memiliki akar napas yang muncul di
permukaan tetapi berakar serabut.
Habitat : Tumbuh di bagian belakang hutan bakau, terutama di
dekat aliran sungai yang memasok lumpur ke pesisir.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

23
Xylocarpus granatum

Spesies :
Xylocarpus granatum
Genus :
Xylocarpus
Famili :
Meliaceae
Nama Inggris :
Cedar Mangrove
Nama Indonesia :
Siri, Nyirih Bunga, Buli, Bulu Putih, Buli Hitam, Nipa,
Mokmof, Kabau, Niri, Banang-banang, Nyuru
Ciri-ciri : • Dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari 8 m.
• Daunnya berwarna hijau gelap, berbentuk ellips
dengan pangkal daun menyatu dengan batang.
• Bunganya berukuran kecil dan berwarna putih susu
hingga putih kehijauan. Buahnya berbentuk bulat
sangat besar dengan kisaran diameter antara 15-20
cm, berwarna coklat kekuningan.
• Kulit batang licin dan berwarna merah-coklat.
• Memiliki akar papan berbentuk seperti pita yang
memanjang dan menopang batang pohon.
Habitat : Umumnya tumbuh di habitat yang sama dengan
mangrove, estuaria. Sering berasosiasi dengan Nypa and
Sonneratia.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

24
Hibiscus tiliaceus

Spesies : Hibiscus tiliaceus


Genus : Hibiscus
Famili : Malvaceae
Nama Inggris : Beach Hibiscus, Tewalpin, Sea Hibiscus, Coastal
Cottonwood
Nama Indonesia : Waru Laut, Waru Langkong, Waru Langit, Baru
Ciri-ciri : • Berbentuk pohon atau semak yang tingginya dapat
mencapai hingga 6 meter.
• Buahnya berbentuk ringkas dengan diameter 2-3
cm, ketika dewasa bijinya membelah yang terbagi
dalam 5 bagian/segmen.
• Daunnya sederhana dan besar dengan bentuk
menyerupai hati, panjangnya 10-15 cm, bagian
bawah daun agak berambut, berwarna keputih-
putihan.
• Sebagai pohon peneduh di tepi jalan, tepi sungai,
pematang dan pantai. Walaupun tajuknya tidak
terlalu rimbun, waru disukai karena akarnya tidak
dalam sehingga tidak merusak jalan dan bangunan
di sekitarnya. Waru dapat diperbanyak dengan
distek.
Habitat : Memiliki kemampuan toleransi yang luas dan dapat
bertahan hidup pada kondisi lingkungan saline dan
kering, juga terhadap kondisi tergenang. Tumbuh
dengan baik pada daerah panas dengan curah hujan
yang berkisar antara 800 hingga 2000 mm.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

25
Ricinus communis
Spesies :Ricinus communis
Genus :Ricinus
Famili :Euphorbiaceae
Nama Inggris :Castor Oil Plant, Palm of Christ, Palma Christi
Nama Indonesia :Jarak
Ciri-ciri :• Tingginya dapat mencapai 2-3 meter (dalam
setahun).
• Daunnya terlihat mengkilap dengan panjang 15-45
cm, warna bervariasi, hijau gelap, ungu hingga
kadang kemerah-merahan
• Tumbuhan ini merupakan sumber minyak, yang
dikenal dengan nama minyak jarak.
• Mengandung zat ricin, sejenis racun.
• Tergolong sebagai tumbuhan perdu, memiliki
daun tunggal menjari 7-9, berdiameter 10-40 cm.
• Bijinya mengandung suatu asam lemak hidroksi,
yaitu asam ricinoleat. Kehadiran asam lemak ini
membuat biji jarak memiliki kekentalan yang
stabil pada suhu tinggi sehingga dipakai campuran
pelumas.
Habitat : Tumbuh liar di hutan, tanah kosong, di daerah pantai,
tapi sering juga dikembangbiakkan dalam
perkebunan.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

26
Passiflora foetida

Spesies : Passiflora foetida


Genus : Passiflora
Famili : Passifloraceae
Nama Inggris : Foetid Passion Flower, Stinking Passion Flower, Wild
Maracuja, Running Pop
Nama Indonesia : Rambusa, Bungan Pulir, Ermot, Permot, Rajutan,
Kaceprek, Timun Padang
Ciri-ciri : • Tumbuhan merambat, buah dapat dimakan, daun
beraroma seperti menthol. Batang kecil tapi liat
dan berkayu, berambut yang berwarna kuning.
• Daunnya 3-5 cuping dan berambut. Bunga
berwarna putih susu kepucatan berdiameter 5-6
cm.
• Buah berdiameter 2-3 cm, ketika matang berwarna
oranye kekuning-kuningan hingga merah.
Habitat : Tumbuhan ini biasa didapati bercampur dengan herba
dan semak lainnya di kebun, tegalan, sawah yang
mengering, di pasir pantai, tepi jalan, tepi hutan dan
bagian-bagian hutan yang terbuka disinari terik
matahari.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

27
Pandanus tectorius

Spesies :Pandanus tectorius


Genus :Pandanus
Famili :Pandanaceae
Nama Inggris :Pandanus, Screw Pine
Nama Indonesia :Pandan
Ciri-ciri :• Pohonnya kecil, dapat tumbuh hingga mencapai 6
meter. Daun memanjang (seperti daun palem atau
rumput) berukuran panjang 90-150 cm, seringkali
tepinya bergerigi. Akarnya besar dan memiliki akar
tunjang yang menopang tumbuhan ini.
• Buah pandan tersusun dalam karangan berbentuk
membulat. Ukuran tumbuhan ini bervariasi, mulai
dari 50 cm hingga 5 meter. Buahnya dapat dimakan
dan bentuknya seperti undakan anak tangga.
Habitat : Tumbuh pada daerah yang beriklim hangat dan tanah
yang agak lembab, beberapa jenis suka pada daerah
yang terlindung dari cahaya matahari.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

28
Acrostichum aureum

Spesies : Acrostichum aureum


Genus : Acrostichum
Famili : Pteridaceae
Nama Inggris : Coarse Swamp Fern, Leather Fern, Sea Fern, Coastal
Leather Fern
Nama Indonesia : Kerakas, Paku Laut, Piai Raya
Ciri-ciri : • Bentuknya berupa semak-semak, dengan ketinggian
dapat mencapai lebih dari 1,5 meter.
• Daunnya seperti pakis atau paku, panjangnya lebih
dari 1 meter.
• Daunnya berwarna merah ketika masih muda.
Habitat : Banyak didapatkan pada daerah di belakang tumbuhnya
pohon mangrove dan juga daerah yang telah
direklamasi/terbuka/bukaan bekas tambak. Tidak toleran
terhadap daerah yang tergenang.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

29
Terminalia catappa
Spesies : Terminalia catappa
Genus : Terminalia
Famili : Combretaceae
Nama Inggris : Indian Almond, Singapore Almond, Bengal
Almond, Malabar Almond, Tropical Almond,
Sea Almond, Umbrella Tree, Java Almond
Nama Indonesia : Ketapang, Katapa
Ciri-ciri : • Bentuk pohon seperti pagoda. Batang sering
berbanir pada pangkal, pepagan coklat abu-
abu tua, melekah; cabang tersusun dalam
deretan bertingkat dan melintang. Daun
berseling, bertangkai pendek.
• Bunga berbulir tumbuh pada ketiak daun,
sebagian besar adalah bunga jantan, bunga
biseksual terdapat ke arah pangkal, sangat
sedikit, warna putih-kehijauan dengan
cakram berjanggut.
• Jenis ini dapat dikenali langsung dari
cabangnya yang kaku dan daun-daun
besarnya yang tersusun dalam roset.
Habitat : Ketapang tumbuh alami pada pantai berpasir
atau berbatu. Toleran terhadap tanah asin dan
tahan terhadap percikan air laut; sangat tahan
terhadap angin dan menyukai sinar matahari
penuh atau naungan sedang.
Wilayah Sebaran :

30
Scaevola taccada
Spesies :Scaevola taccada
Genus :Scaevola
Famili :Goodeniaceae
Nama Inggris :Sea Lettuce Tree
Nama Indonesia :Bakung-bakung, Babakoan, Gegabusan, Dudulan,
Subong-subong
Ciri-ciri : • Semak tegak atau pohon kecil dengan ranting
menggalah.
• Daun berselang-seling, sebagian besar
berkumpul di dahan bagian ujung, bentuknya
menyudip sampai membundar telur sungsang.
• Perbungaan aksiler dengan percabangan yang
jarang. Bunga tidak beraroma, warnanya putih
sampai kuning muda.
• Buah pelok berdaging, putih saat matang, berbiji
2.
Habitat : Umumnya terbatas di pantai, terbatas pada pantai
berpasir atau daerah batu berkarang, kadang-kadang
dijumpai di daratan yang banyak mendapat sinar
matahari dan di permukaan batuan.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

31
Ipomoea pescaprae
Spesies :Ipomoea pescaprae
Genus :Ipomoea
Famili :Convolvulaceae
Nama Inggris :Railroad Vine
Nama Indonesia :Kangkung laut, Daun kacang, Katang-katang, Ketepeng, Daun
barah, Katang
Ciri-ciri : • Bertipe tumbuhan merambat.
• Bunga berwarna ungu dengan bentuk seperti terompet,
bersifat soliter.
• Buahnya berbentuk kapsul dengan diameter ukuran 1-2 cm,
berwarna coklat.
• Daunnya sederhana yang tumbuhnya berselang-seling,
bentuknya menyerupai jejak kaki kambing.
• Mampu bertahan hidup pada kadar garam yang tinggi,
tiupan angin yang kencang dan sebagai penahan erosi
pantai.
Habitat : Menyebar luas di pesisir, sering ditemukan pada pantai berpasir.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur, Seruyan,
(Kabupaten) Kotawaringin Barat, Sukamara

32
Aegiceras corniculatum
Spesies :Aegiceras corniculatum
Genus :Aegiceras
Famili :Myrsinaceae
Nama Inggris :River Mangrove
Nama Indonesia :Gedangan, Teruntun, Kacangan, Klungkum, Dudun-agung,
Kacang-kacang
Ciri-ciri : • Sering tumbuh serempak membentuk semak belukar
sampai kesetinggi 4 m.
• Daun berbentuk lonjong dengan panjang sekitar 7 cm.
Terdapat kelenjar pada daun untuk mensekresi garam.
• Bunganya berukuran kecil dan berwarna putih, serta
terangkai dalam satu ikatan.
• Buahnya berukuran panjang sekitar 5 cm, berbentuk
pensil tebal, agak melengkung dan berujung lancip.
• Kulit batang halus dan licin serta berwarna abu-abu.
• Akar napas tidak terlihat jelas yang muncul di
permukaan tanah.
Habitat : Sering didapatkan pada daerah tepi-tepi sungai. Tumbuhan ini
mempunyai toleransi salinitas yang lebar.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur,
(Kabupaten) Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara

33
Casuarina equisetifolia
Spesies : Casuarina equisetifolia
Genus : Casuarina
Famili : Casuarinaceae
Nama Inggris : She-oak, Ironwood, Bull-oak, Beefwood, Coast She-oak,
Horsetail Casuarina, Australian Pine, Whistling Pine
Nama Indonesia : Cemara Laut
Ciri-ciri : • Pohon selalu hijau setinggi 6-35 m, sub spesies Incana lebih
kecil. Tajuk ringan. Kulit batang abu-abu coklat terang,
kasar dan pohon tua beralur. Lingkaran lentisel tampak jelas
pada kulit yang muda. Ranting-ranting terkulai, menyerupai
jarum; kecil sekali, daun mengecil tersusun dalam 7-8 helai.
Bunga berkelamin satu, bunga jantan dan betina bisa
terdapat dalam satu pohon atau pohon yang berbeda. Bunga
jantan terletak di ujung, bulir memanjang, bunga betina di
cabang samping. Bunga betina berbentuk kerucut majemuk,
bundar, panjang 10-24 mm, diameter 9-13 mm.
• Buah abu-abu atau kuning coklat (samara), panjang 6-8
mm, berbiji tunggal. Satu kg kerucut menghasilkan 20-60 g
benih. Terdapat 370.000- 700.000 benih bersih per kg.
• Penyerbukan dengan angin. Di daerah yang musim dingin
atau musim keringnya tidak nyata, berbunga dan berbuah
secara teratur, satu atau dua kali setahun. Di area dengan
musim hujan dan musim kering tidak nyata, pembungaan
dan pembuahan cenderung tidak teratur dan bisa saja
sepanjang tahun. Kerucut betina masak 18-20 minggu
sesudah anthesis kemudian membuka sebentar, melepaskan
buah-buah kecil. Buah tidak masak serempak dalam satu
pohon, menyebabkan masalah saat pengumpulan buah.
Habitat : Dikenal luas di derah tropis dan subtropis. Ketinggian 0-1500
mdpl, curah hujan rata-rata 350-5000 mm, musim kering 6-8
bulan, suhu rata-rata 15-30°C, suhu bulan terpanas 20-470C dan
terdingin 7-200 C. Sesuai pada tanah ringan, berpasir; cepat
tumbuh pada tanah kurus dan toleran terhadap tanah bergaram
dan angin bergaram. Tumbuh baik pada tanah dengan pH 5.0-9.5.
Tidak tahan terhadap pasang surut, tidak tahan naungan dan
sensitif terhadap kebakaran. Menghasilkan nitrogen (Frankia
symbiosis). Daur 40-50 tahun.
Wilayah Sebaran : Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur, Seruyan,
(Kabupaten) Kotawaringin Barat, Sukamara

34
35
BAB III

PADANG LAMUN DI KAWASAN PESISIR


DAN LAUT KALIMANTAN TENGAH

A. PADANG LAMUN

Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae)


yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup
tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar
sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (seagrass) sebagai tumbuhan
air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang,
berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.

Tumbuhan lamun bisa hidup normal dalam keadaan terbenam dan mempunyai
sistem perakaran jangkar (rhizoma) yang berkembang baik. Mengingat pada
dasarnya tak berbeda dengan tumbuhan darat, maka lamun punya keunikan
yaitu memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih.
Semuanya dilakukan dalam keadaan terbenam di perairan laut. Hal inilah yang
menjadi perbedaan nyata lamun dengan tumbuhan yang hidup terbenam di laut
lainnya seperti makro-alga atau rumput laut (seaweed).

Disebut padang lamun, karena ia tumbuh dalam satu kawasan luas, yang jika
dilihat mirip dengan bentangan padang rumput di darat. Lamun memiliki
beberapa fungsi ekologis yaitu sebagai produsen primer, pendaur ulang zat
hara, penstabil substrat dan penangkap sedimen dan sebagai tempat berlindung
organisme laut.

Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan
pantai yang dasarnya bisa berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang
mati, dengan kedalaman hingga 4 meter. Bahkan di perairan yang sangat
jernih, beberapa jenis lamun ditemukan tumbuh di kedalaman 8 - 15 meter.

Substrat berperan untuk menentukan stabilitas lamun sebagai media tumbuh


lamun sehingga tidak terbawa arus dan gelombang serta sebagai unsur hara.
Erftemeijer (1993) menemukan lamun tumbuh pada empat tipe habitat yaitu
rataan terumbu karang dengan kedalaman 2 meter, paparan terumbu karang
36
dengan kedalaman 10 – 18 meter dan substrat didominasi oleh sedimen
karbonat (dari pecahan karang sampai pasir halus), teluk dangkal yang
didominasi oleh pasir hitam terigenous dan pantai intertidal yang datar dan
didominasi oleh lumpur halus terigenous.

Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan
berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis
padang lamun antara lain adalah :

1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir


2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran
terumbu karang
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan
terlindung
4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan
5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan
tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif
6. Mampu hidup di media air asin
7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.

Tumbuhan lamun merupakan tumbuhan laut yang mempunyai sebaran cukup


luas mulai dari benua Artik sampai ke benua Afrika dan Selandia Baru. Di
seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 55 jenis lamun, dengan
konsentrasi utama didapatkan di wilayah Indo-Pasifik. Dari jumlah tersebut 16
jenis dari 7 marga diantaranya ditemukan di perairan Asia Tenggara, dimana
jumlah jenis terbesar ditemukan di perairan Filipina (16 jenis) atau dengan kata
lain semua jenis yang ada di perairan Asia Tenggara ditemukan juga di Filipina.

Di Indonesia ditemukan jumlah jenis lamun yang relatif lebih rendah


dibandingkan Filipina dimana di Indonesia ditemukan hanya sekitar 12 jenis
yang dominan. Hampir semua substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari
substrat berlumpur, berpasir sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas
lebih sering ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa
mangrove dan terumbu karang.

B. SEBARAN PADANG LAMUN

Padang lamun di pesisir Kalimantan Tengah sejauh ini hanya ditemukan di


perairan pesisir Kabupaten Kotawaringin Barat yang tersebar di sepanjang
pantai dan laut. Lamun yang tumbuh di sepanjang pantai pada kedalaman yang
berkisar antara 0,2 meter hingga 3 meter, sedangkan yang tumbuh di perairan
laut pada kedalaman yang berkisar antara 1 meter hingga 6 meter. Sebaran di
sepanjang pantai meliputi Desa Kubu, Tanjung Keluang, Tanjung Pandan,
37
Sungai Bakau, Teluk Bogam dan Tanjung Penghujan. Sedangkan di perairan
laut meliputi Gosong Pinggir, Gosong Sepagar, Gosong Berendam dan Gosong
Senggora.

Tabel 3.1. Penyebaran Jenis lamun yang teridentifikasi di perairan


Kotawaringin Barat

JENIS LAMUN
NO LOKASI SUBSTRAT
EA TH HM CS
1 Kubu + - - - Pasir berlumpur
2 Tj. Keluang + - - - Pasir berlumpur
3 Tj. Pandan + - - - Pasir berlumpur
4 Sungai Bakau + - - - Pasir berlumpur
5 Teluk Bogam + - - - Pasir berlumpur
6 Tj. Penghujan + - - - Pasir berlumpur
7 Gs. Senggora + + + + Pasir
8 Gs. Pinggir + + + + Pasir
9 Gs. Berendam + + + + Pasir
10 Gs. Sepagar + + + + Pasir
Sumber: Hasil Survei, 2007
Keterangan:
+ = Ada; - = Tidak ada
EA (Enhalus acoroides), TH (Thalassia hemprichii), HM (Halophila minor), CS (Cymodocea
serrulata)

Hasil analisis citra satelit Landsat ETM 7 pada komposit band 321 dan
klasifikasi substrat berdasarkan formula Lyzenga memperkirakan luas padang
lamun di perairan laut Gosong Senggora sekitar 0,55 km2, sedangkan di
Gosong Sepagar adalah 0,03 km2. Hasil citra memperlihatkan bahwa
keberadaan lamun lebih banyak tumbuh pada daerah di antara hamparan pasir
dengan pecahan karang mati.

Padang lamun yang terhampar di sepanjang pantai, meliputi Desa Kubu hingga
Tanjung Penghujan, memperlihatkan lamun yang tumbuh berpola dominasi
tunggal dengan jenis Enhalus acoroides. Sedangkan lamun yang tumbuh di
perairan laut yang meliputi daerah Gosong Senggora-Gosong Pinggir-Gosong
Berendam-Gosong Sepagar, cenderung berpola campuran, dalam hal ini jenis
Thalassia hemprichii-Halophila minor-Cymodocea serrulata-Enhalus
acoroides, berkembang bersama-sama dengan saling membagi ruang tumbuh.

Paparan lamun yang tersebar dari Desa Kubu hingga Tanjung Penghujan
tumbuh pada perairan dekat pantai atau perairan dangkal dengan dasar pasir
bercampur endapan lumpur dengan jenis yang mendominasi adalah Enhalus
38
acoroides. Sedangkan pada perairan yang agak dalam (± 5 m) yang merupakan
hamparan pasir putih di sekitar Gosong Pinggir, Gosong Berendam, Gosong
Senggora dan Gosong Sepagar jenis lamun yang ditemukan adalah Thalassia
hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila minor dan Cymodocea serrulata.
Jenis lamun yang teridentifikasi ini termasuk dalam famili Hydrocharitaceae,
kecuali jenis Cymodocea serrulata yang termasuk famili Potamogetonaceae.

C. KONDISI PADANG LAMUN

Hasil survei di kawasan pesisir dan laut Kotawaringin Barat secara umum
memperlihatkan kondisi kerusakan padang lamun pada perairan pantai di
kecamatan Kumai adalah termasuk kategori sedang. Meskipun demikian, hal
ini dapat mengarah kepada tingkat kerusakan yang lebih tinggi bila tidak
tersosialisasi dengan baik ke masyarakat dikarenakan lokasi tumbuhnya
kebanyakan pada perairan dangkal di sepanjang desa pesisir. Sementara itu
dilihat dari penutupan (% cover) maka kondisi yang ada memperlihatkan
padang lamun yang ada di sepanjang perairan pantai statusnya dalam kondisi
kurang kaya atau kurang sehat, dimana tutupannya hanya sekitar 40% saja dari
luasan sekitar 5 ha.

Kondisi kerusakan padang lamun yang terdapat di perairan laut (Gosong


Pinggir, Gosong Sepagar, Gosong Berendam dan Gosong Senggora) dapat
dikategorikan rendah, namun dilihat dari persen penutupannya (% cover) maka
padang lamun di perairan laut ini dalam status kurang kaya atau kurang sehat.

Informasi mengenai penutupan jenis lamun bermanfaat untuk mengetahui


kondisi ekosistem lamun di suatu wilayah serta kemampuan tumbuhan lamun
tersebut untuk memanfaatkan luasan area yang ada. Secara umum, penutupan
lamun di suatu area ditentukan oleh kepadatan dan juga morfologi tumbuhan
lamun. Sebagai contoh, Enhalus acoroides adalah spesies lamun yang memiliki
ukuran paling besar dibandingkan Thalassia hemprichii dan Cymodocea
serrulata. Karena ukurannya yang besar tersebut menyebabkan Enhalus
acoroides mampu memiliki penutupan yang besar walaupun kepadatannya di
suatu habitat bernilai kecil.

Di perairan pantai antara Desa Kubu dan Tanjung Penghujan, jenis lamun
Enhalus acoroides memiliki peranan yang paling besar, bahkan berperan
secara mandiri penuh karena merupakan spesies tunggal. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa Enhalus acoroides cocok atau sesuai untuk hidup dan
tumbuh di lokasi tersebut. Berbeda dengan keadaan lamun di perairan laut,
dimana kepadatannya hampir merata dengan tidak ada yang mendominasi
wilayah untuk tumbuh, sehingga dapat dikatakan bahwa lamun di daerah ini
bersifat campuran.
39
Ditemukannya Enhalus acoroides dengan melimpah pada lokasi perairan
pantai karena pada lokasi tersebut terdapat hutan mangrove dan juga karena
tipe substratnya cocok untuk pertumbuhan jenis lamun ini. Sebagaimana
pernyataan Brouns dan Heijs (1991), Enhalus acoroides seringkali ditemukan
tumbuh di dekat mangrove. Hutomo (1997) menambahkan, Enhalus acoroides
merupakan tumbuhan yang tersebar secara luas, terutama pada substrat halus
(lanau atau lumpur).

Ancaman terbesar padang lamun di pesisir Kotawaringin Barat adalah aktivitas


penduduk desa dalam menambatkan kapal sehingga lamun yang tumbuh
banyak tergerus lunas kapal dan terinjak-injak. Ancaman lainnya akibat
tumpahan minyak hasil buangan kapal yang tidak disadari sehingga minyak
tersebut menempel pada lamun. Banyaknya suplai sedimen/lumpur yang
berasal dari daratan atau sungai yang bermuara ke laut menyebabkan
penempelan pada daun lamun yang dikuatirkan mempengaruhi proses
fotosintesis dimana dampaknya pada tingkat produktivitas primer yang
dihasilkan terhadap kelangsungan hidup organisme.

40
D. JENIS PADANG LAMUN

Enhalus acoroides
Spesies : Enhalus acoroides
Genus : Enhalus
Famili : Hydrocharitaceae
Nama Inggris : Tape Seagrass, Tropical Eelgrass
Ukuran : • Panjang mencapai lebih dari 1 meter, dengan
rhizoma berdiameter lebih dari 1,5 cm.
• Pada rhizoma menempel akar-akar yang sangat
padat dengan diameter 2-5 mm dan panjang lebih
dari 15 cm.
• Helai-helai daun linier (sejajar) dengan panjang
mencapai 1 meter dan lebar 1,5 cm.
• Buah berbentuk bulat telur, panjang 4-7 cm dan
seluruh permukaannya ditutupi tonjolan-tonjolan
yang tidak beraturan.
• Rimpang berdiameter lebih 10 mm dengan rambut-
rambut kaku.
Morfologi : • Memiliki rhizoma (batang) yang tertanam di dalam
substrat.
• Daun sebanyak 3 atau 4 helai berasal langsung dari
rhizoma.
• Ujung daun membulat, kadang-kadang terdapat
serat-serat kecil yang menonjol pada waktu muda.
• Tepi daun seluruhnya jelas, bentuk garis tepinya
seperti melilit.
Habitat : Tumbuh di perairan dangkal dengan substrat berpasir
dan berlumpur atau kadang-kadang di terumbu karang
serta di daerah dengan bioturbasi tinggi. Dapat menjadi
dominan pada padang lamun campuran, lebar kisaran
vertikal intertidalnya mencapai 25 m.

41
Thalassia hemprichii
Spesies : Thalassia hemprichii
Genus : Thalassia
Famili : Hydrocharitaceae
Nama Inggris : Turtle Grass, Dugong Grass
Ukuran : • Memiliki beberapa variasi pada panjang dan lebar
daun.
• Rhizomanya tebal (sampai dengan 5 mm).
• Daun yang masih muda memiliki panjang berkisar
antara 3-7 cm dan berkembang dengan baik.
• Pada umumnya panjang daun mencapai 40 cm dan
lebarnya berkisar antara 0,4-1,0 cm.
Morfologi : • Helaian daun berbentuk pita.
• Terdapat 10-17 tulang-tulang daun yang
membujur.
• Pada helaian daun terdapat ruji-ruji hitam yang
pendek.
• Ujung daun membulat.
• Tidak terdapat ligule.
Habitat : Tumbuh di perairan dangkal dengan substrat berpasir
dan berlumpur atau kadang-kadang di terumbu
karang. Lebar kisaran vertikal intertidalnya mendekati
25 meter.

42
Halophila minor

Spesies : Halophila minor


Genus : Halophila
Famili : Hydrocharitaceae
Nama Inggris : Small Spoon-Grass
Ukuran : • Panjang daun 0,5-1,5 cm.
Morfologi : • Daun berbentuk bulat panjang, seperti telur.
• Daun memiliki 4-7 pasang tulang daun.
• Pasangan daun dengan tegakan pendek.
Habitat : Tumbuh di perairan dangkal dengan substrat berpasir dan
berlumpur atau kadang-kadang di terumbu karang.

43
Cymodocea serrulata
Spesies : Cymodocea serrulata
Genus : Cymodocea
Famili : Potamogetonaceae
Nama Inggris : Toothed Seagrass
Ukuran : • Panjang helai daun berkisar antara 6-15 cm dan lebar 4-9
mm.
Morfologi : • Memiliki rhizoma yang halus dan susunan rhizomanya
bersifat herbaceous (sedikit lebih kuat).
• Tunas pendek dan tegak serta berakar serabut pada setiap
node.
• Tiap-tiap tunas terdiri dari 2-5 helai daun.
• Helaian daunnya berbentuk segitiga yang lebar dan
menyempit pada bagian pangkalnya.
• Daunnya berwarna ungu pada tumbuhan yang masih hidup.
• Jika helaian daunnya lepas atau gugur, maka akan
meninggalkan bekas goresan yang terbuka dan berbentuk
silinder (bundar) pada tunasnya.
• Helaian daun linier (sejajar) sampai agak berbentuk kurva.
• Pada helaian daun tersebut terdapat 13-17 tulang-tulang
daun yang membujur.
• Pada bagian pangkal daun menyempit dan ujung daun
seperti gergaji.
Habitat : Tumbuh di perairan dangkal dengan substrat berpasir dan
berlumpur atau kadang-kadang di terumbu karang.

44
BAB IV

TERUMBU KARANG DI PESISIR DAN


LAUT KALIMANTAN TENGAH

A. TERUMBU KARANG

Terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang penting dari Kalsium


karbonat (CaCO 3 ) dan terutama dihasilkan oleh karang (Filum Cnidaria, Kelas
Anthozoa, Ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari
alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium
karbonat.

Terumbu karang adalah suatu ekosistem di laut tropis yang mempunyai


produktivitas tinggi (Sukarno et al., 1986). Terumbu karang merupakan
ekosistem yang khas di daerah tropis dan sering digunakan untuk menentukan
batas lingkungan perairan laut tropis dengan laut sub tropis maupun kutub
(Nontji, 1987 dan Nybakken, 1988). Ekosistem ini mempunyai sifat yang
menonjol karena produktivitas dan keanekaragaman jenis biotanya yang tinggi.
Longhurst dan Pauly (1987), menyatakan bahwa besarnya produktivitas yang
dimiliki terumbu karang disebabkan oleh adanya pendauran ulang zat-zat hara
melalui proses hayati.

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang dinamis, mengalami


perubahan terus menerus dan tidak tahan terhadap gangguan-gangguan alam
yang berasal dari luar terumbu. Beberapa faktor yang membatasi pertumbuhan
karang adalah: cahaya, diperlukan oleh Zooxanthellae untuk melakukan
fotosintesis dalam jaringan karang. Suhu dapat merupakan faktor pembatas
yang umum bagi karang. Pertumbuhan karang yang optimum terjadi pada
perairan yang rata-rata suhu tahunannya berkisar 23 – 250C, akan tetapi karang
juga dapat mentoleransi suhu pada kisaran 200C, sampai dengan 36 – 400C
(Nybakken, 1988).

Zooxanthellae adalah suatu jenis algae yang bersimbiosis dalam jaringan


karang. Zooxanthellae ini melakukan fotosintesis menghasilkan oksigen yang
berguna untuk kehidupan hewan karang Di lain pihak, hewan karang
memberikan tempat berlindung bagi zooxanthellae.
45
Dalam ekosistem terumbu karang ada karang yang keras dan lunak. Karang
batu adalah karang yang keras disebabkan oleh adanya zat kapur yang
dihasilkan oleh binatang karang. Melalui proses yang sangat lama, binatang
karang yang kecil (polip) membentuk koloni karang yang kental, yang
sebenarnya terdiri atas ribuan individu polip. Karang batu ini menjadi
pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat
dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan
terhadap perubahan lingkungan.

Karang lunak (soft coral) atau lebih dikenal sebagai Alcyonaria (Alcyionarian
corals). Istilah Alcyonaria dipakai sebagai nama umum karang lunak yang
merupakan nama penggolongan sub-kelas karang lunak (sub-kelas Alcyonaria
atau Octocorallia). Anggota Alcyonaria sama halnya dengan karang batu,
merupakan Coelenterata yang berbentuk polip yaitu bentuk seperti bunga yang
kecil. Tidak seperti karang batu, tubuh Alcyonaria lunak tetapi disokong oleh
sejumlah besar duri-duri yang kokoh, berukuran kecil dan tersusun sedemikian
rupa sehingga tubuh Alcyonaria lentur dan tidak mudah putus. Duri-duri ini
mengandung karbonat kalsium dan disebut spikula. Secara sepintas lalu
Alcyonaria nampak seperti tumbuhan, karena bentuk koloninya yang
bercabang-cabang seperti pohon dan melekat pada substrat yang keras.

Berdasarkan proses terbentuknya (geomorfologi) terumbu karang dapat


dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu Karang tepi (fringing reefs) adalah tipe yang
paling umum dijumpai, merupakan terumbu yang tumbuh mengelilingi pulau,
jarak dari pantai bervariasi dari 3-300 m, Karang penghalang (barrier reefs),
adalah terumbu yang terletak sejajar pantai pulau utama namun dipisahkan oleh
laut. Lebar laut pemisah tersebut dapat mencapai enam kilometer dan
kedalamannya puluhan meter, Karang cincin (atoll) adalah terumbu karang
yang melingkar atau oval mengelilingi goba. Pada terumbu tersebut terdapat
satu atau dua pulau kecil. Karang cincin terbentuk dari tenggelamnya pulau
vulkanik yang dikelilingi oleh karang tepi. Selain itu dikenal pula Patch reefs,
terumbu yang berbentuk lingkaran, tidak terlalu besar yang muncul di goba
atau di belakang karang penghalang.

B. SEBARAN TERUMBU KARANG

Sebaran terumbu karang di Kalimantan Tengah berdasarkan orientasi lapangan


ditemukan di Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Barat. Informasi terakhir
berdasarkan pendugaan citra satelit kemungkinan terdapat pula di Kabupaten
Sukamara.

46
Banyaknya sungai-sungai besar yang bermuara ke laut di Kalimantan Tengah
memunculkan suatu formasi karang yang unik, dimana perairannya
berkarakteristik sifat estuaria, tingkat kekeruhan serta sedimentasi tinggi,
kisaran salinitas yang rendah dan tergolong perairan yang kaya nutrien
(heterotrofik). Munculnya susunan terumbu karang yang bersifat patchy,
khususnya pada perairan Kumai dimungkinkan adanya teori steping stone biota
karang. Veron (1995) menjelaskan bahwa penyebaran larva karang dibawa
oleh arus melintasi perjalanan yang jauh dari satu pulau ke pulau lainnya.
Pulau-pulau tersebut berfungsi sebagai batu loncatan bagi biota karang untuk
menjangkau pulau-pulau selanjutnya.

Sebaran terumbu karang di perairan Kotawaringin Barat ditemukan di sekitar


Gosong Senggora dan Gosong Sepagar yang terletak pada bagian timur pantai
Tanjung Puting. Tipe terumbu karang di perairan ini tergolong gosong/taka
(pacth reef). Suharsono (2004) menjelaskan gosong karang merupakan
potongan terumbu yang terisolasi dan baru berkembang pada dasar paparan
pulau yang datar atau paparan benua. Besarnya ukuran bervariasi dan jarang
muncul ke permukaan laut serta biasanya terdapat di antara terumbu karang
tepi dan karang penghalang.

Hasil pengamatan lapangan dan penamaan lokal nelayan setempat, Gosong


Senggora terdiri atas Gosong Pinggir, Gosong Besar dan Gosong Berandam.
Pada area Gosong Pinggir dan Gosong Besar terdapat gugusan pasir yang
muncul kepermukaan sedangkan Gosong Berandam, sesuai namanya, paparan
pasirnya tidak muncul ke permukaan ketika air pasang. Sekitar Gosong Besar
dengan jarak yang relatif dekat terdapat 3 (tiga) gosong kecil pada sisi timur.
Sedangkan yang relatif jauh terletak dekat pantai sisi timur Tanjung Puting,
terdapat satu gosong yang ukurannya kurang lebih sepertiga dari Gosong
Pinggir.

Terumbu karang di Gosong Senggora tumbuh pada kedalaman 1 – 5 m, dimana


jarak pandang kecerahan memiliki kisaran 3,11 – 3,27 m (sampai dasar
perairan) pada saat surut, di saat pasang 3,65 – 3,94 m. Tumbuhnya karang di
dasar perairan Gosong Senggora yang dangkal semakin memperlihatkan
dominasi sedimen yang masuk ke perairan, dimana karang tersebut memiliki
pola adaptasi tumbuh yang menyesuaikan dengan kondisi lingkungan perairan
yang relatif keruh untuk melakukan proses fotosintesis beserta simbion
zooxanthella-nya.

Hasil pengamatan visual dengan peralatan Scuba memperlihatkan bahwa


karakteristik karang di perairan Gosong Senggora merupakan karang yang
umum dijumpai di perairan keruh. Beberapa genera karang yang dijumpai
pada rataan terumbu seperti Acropora bercabang, Goniopora, Favia, Favites,
47
Goniastrea, Galaxea, Fungia, Turbinaria, Montipora, Pectinia, Diplostrea dan
Porites. Sementara pada lereng terumbu umumnya dijumpai Galaxea,
Turbinaria, Porites, Favia, Pectinia dan Tubastrea. Semua jenis karang
termasuk kedalam filum Cnidaria (Coelenterata).

Hampir semua karang yang ditemukan mempunyai atribut sediment rejection


mulai dari bentuk pertumbuhannya yang umumnya massive, pergerakan
tentakel dan cilia, mampu menggelembungkan jaringan dengan tekanan
hidrostatik, menghasilkan lendir (mucus) dan memiliki jaringan yang tebal.

Posisi Gosong Senggora yang terletak di tengah Teluk Kumai dan jauh dari
daratan pesisir kabupaten Kotawaringin Barat. Keberadaannya bagi nelayan
sekitar memberikan manfaat perlindungan bagi kapal terhadap gelombang
musim barat dan tenggara. Sehingga mudah kita jumpai kelompok Kapal
penangkapan dalam jumlah besar yang labuh jangkar di sekitar perairan
terumbu karang. Akibatnya di temukan areal karang yang rusak akibat labuh
jangkar dan terkena lunas kapal.

Sebaran terumbu karang kawasan di perairan pesisir Seruyan ditemukan dalam


cekungan pantai antara sisi Timur Tanjung Puting dengan sisi Barat Tanjung
Siamuk. Interpretasi berdasarkan citra satelit pada kawasan ini ditemukan 3
(tiga) spot yang diinterpretasikan sebagai gosong/taka (patch reef). Suharsono
(2004) menjelaskan gosong karang merupakan potongan terumbu yang
terisolasi dan baru berkembang pada dasar paparan pulau yang datar atau
paparan benua. Besarnya ukuran bervariasi dan jarang muncul ke permukaan
laut serta biasanya terdapat di antara terumbu karang tepi dan karang
penghalang.

Pengamatan selanjutnya menunjukkan satu spot berada pada posisi kurang dari
4 (empat) mil atau kurang lebih 0,8 - 1 km kearah Tenggara dari muara Sungai
Sagintung Barat atau Sungai Ranggau dengan luasan 35,386 ha sedangkan 2
(dua) spot berikutnya dalam jarak 6 - 12 mil laut dengan luasan keduanya
sebesar 153,88 ha.

Hasil pengamatan visual dengan peralatan Scuba memperlihatkan bahwa


karakteristik karang di perairan Ranggau atau Sagintung Barat kebanyakan di
dominasi oleh soft coral dan hampir tidak ditemukan hard coral.

48
C. KONDISI TERUMBU KARANG

Kerusakan karang lebih banyak disebabkan oleh faktor alam dan manusia.
Terumbu karang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya.
Curah hujan yang tinggi dan aliran permukaan dari daratan (mainland runoff)
dapat membunuh terumbu melalui peningkatan jumlah sedimen dan terjadinya
penurunan salinitas air laut. Hal penting lainnya yang diperlukan terumbu
karang adalah ada tidaknya aksi gelombang di tempat tersebut. Dalam
lingkungan yang kurang aksi gelombang, lumpur akan terakumulasi dan
membunuh karang. Dengan demikian, lingkungan yang ideal untuk
pertumbuhan karang adalah berada di atau sedikit di bawah permukaan laut,
perairan dangkal, oligotrofik, salinitas 30 - 40 ppm, adanya aksi gelombang
yang kuat dan tidak ada sedimentasi.

Sedimentasi merupakan salah satu pembatas pertumbuhan karang. Daerah yang


memiliki sedimentasi yang tinggi akan sulit untuk menjadi tempat yang baik
bagi pertumbuhan karang. Tingginya sedimentasi menyebabkan penetrasi
cahaya di air laut akan berkurang dan hewan karang (polip) akan bekerja keras
untuk membersihkan partikel yang menutupi tubuhnya.

Sedimentasi yang diikuti dengan peningkatan nutrien akan merubah komposisi


biota yang berasosiasi di terumbu karang. Nutrien yang berlebih akan memacu
pertumbuhan macro algae secara cepat sehingga mengurangi area penutupan
karang. Adanya bahan organik sedimen pada permukaan karang memicu
pertumbuhan turf algae. Efek yang ditimbulkan oleh respirasi turf algae pada
malam hari akan menghasilkan asam organik. Pada kerangka kapur yang
ditempati oleh turf algae terjadi penurunan tingkat keasaman dan senyawa
asam tersebut dapat melarutkan kerangka kapur pada karang batu. Akumulasi
sedimen dan nutrien juga menyebabkan peningkatan jumlah biota macroborer
seperti polychaeta, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi pada
karang batu (Suharsono 1998; Macdonal & Perry 2003).

Disamping itu sedimentasi juga mempengaruhi langsung terhadap karang


termasuk smothering, pengeluaran energi yang berlebih untuk aksi cillia
melepaskan partikel sedimen di permukaan karang, abrasi mucus dan
menghalangi rekrutmen.

Ancaman terbesar terumbu karang di perairan Kabupaten Kotawaringin Barat


adalah banjir akibat kegiatan deforestrasi dan illegal logging sehingga
jangkauan air tawar semakin jauh memasuki kawasan terumbu sehingga
mempengaruhi fluktuasi salinitas, peningkatan kekeruhan dan suspended
sediment. Penggunaan alat tangkap seperti lampara yang mengaduk dasar
perairan dapat menyebabkan peningkatan kekeruhan. Selain itu perilaku
49
nelayan labuh jangkar sembarangan dan transportasi kapal yang menyebabkan
benturan lunas dengan karang sangat berisiko pada berkurangnya tutupan
karang. Berkurangnya tutupan karang akan diikuti menurunnya shelter, feeding
dan spawning area. Dalam jangka waktu yang lama akan mengurangi hasil
tangkapan ikan yang dipengaruhi terganggunya siklus rantai makanan dan
reproduksi ikan ekonomis penting di perairan terumbu karang.

Faktor alam yang diduga menyebabkan kerusakan karang Ranggau-Sagintung


adalah salinitas, asupan air tawar dan sedimentasi. Beberapa aktivitas kapal
penangkap ikan menggunakan alat tangkap lampara di sekitar lokasi Ranggau-
Sagintung menjadi penyebab kerusakan fisik terumbu jenis soft coral. Pada
beberapa spot ditemukan sponge yang patah, terbalik membentuk lintasan
akibat tarikan kantung jaring.

50
D. JENIS TERUMBU KARANG

Hasil survei karang yang dilakukan di beberapa lokasi/gosong perairan


Kabupaten Kotawaringin Barat (jenis soft coral dan hard coral ) dan Seruyan
(jenis soft coral ) menjumpai genus karang sebagai berikut :

Acropora

Famili : Acroporidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Genus Acropora memiliki jumlah jenis (spesies) terbanyak
dibandingkan genus lainnya pada karang.
• Karang jenis ini biasanya tumbuh pada perairan jernih dan lokasi
dimana terjadi pecahan ombak.
• Bentuk koloni umumnya bercabang, jarang sekali menempel ataupun
submasif dan tergolong jenis karang yang cepat tumbuh, namun
sangat rentan terhadap sedimentasi dan aktivitas penangkapan ikan.
• Koralit dua tipe, axial dan radial.
• Septa umumnya mempunyai dua lingkaran.
• Columella tidak ada.
• Dinding koralit dan coenosteum rapuh.
• Tentakel umumnya keluar pada malam hari.

51
Genus Montipora

Famili : Acroporidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Genus Montipora sering ditemukan mendominasi suatu daerah.
• Sangat tergantung pada kejernihan suatu perairan. Biasanya berada pada
perairan dangkal berkaitan dengan intensitas cahaya yang diperolehnya
dengan bentuk koloni berupa lembaran.
• Bentuk koloni bervariasi, ada yang submasif, laminar, menempel
ataupun bercabang.
• Ukuran koralit umumnya kecil.
• Septa umumnya memiliki dua lingkaran dengan bagian ujung (gigi)
muncul keluar. Apabila disentuh maka akan terasa tajam.
• Tidak memiliki columella.
• Dinding koralit dan coenosteum keropos. Coenosteum memiliki
beberapa tipe: Papillae bila coenosteum lebih kecil dibandingkan dengan
ukuran koralit, dan tuberculae jika sebaliknya. Apabila berkelompok
mengelilingi koralit disebut hecal papillae dan juga ada thecal
tuberculae.
• Tentakel umumnya keluar pada malam hari.
• Karang yang struktur rangka kapurnya mirip dengan genus Montipora
adalah genus Porites, dan kadangkala sulit untuk membedakannya.
Namun pada pengamatan bawah air, struktur internal pada koralit karang
genus Porites lebih jelas terlihat dibandingkan dengan karang genus
Montipora, dan sebagian besar Montipora memiliki coenosteum yang
lebar, sementara Porites tidak memiliki coenosteum.

52
Genus Favia
Famili : Faviidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Bentuk koloni umumnya masif, flat atau dome-shaped.
• Koralit sebagian besar monocentric (satu columella dalam satu corallite)
dan plocoid.
• Memperbanyak koralit melalui pembelahan intratentacular.
• Tentakel umumnya keluar hanya pada malam hari.
• Struktur rangka kapur genus Favia mirip dengan genus Favites tapi dapat
dibedakan dengan perbedaan tipe koralit karang. Tipe koralit Favites
tergolong ceroid, sedangkan tipe koralit Favia tergolong plocoid.

53
Genus Favites
Famili : Faviidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Bentuk koloni umumnya masif, flat atau dome-shaped.
• Koralit berbentuk monocentric dan ceroid, beberapa berbentuk
subplocoid.
• Pada koloni karang ini, antar dua koralit dibatasi oleh satu dinding
koralit.

54
Genus Porites
Famili : Poritidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Hydrozoa
Karakteristik : • Bentuk koloni ada yang flat (foliaceous atau encrusting), masif atau
bercabang.
• Koloni yang masif berbentuk bulat ataupun setengah bulat. Koloni masif
yang kecil akan terlihat berbentuk seperti helm atau dome-shaped,
dengan diameter dapat mencapai lebih dari 5 m.
• Koralit berukuran kecil, cekung ke dalam (terbenam) pada badan koloni
dengan lebar Calice kurang dari 2 mm.
• Tentakel umumnya keluar pada malam hari.

55
Genus Goniopora
Famili : Poritidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Hydrozoa
Karakteristik : • Bentuk koloni columnar, masif dan encrusting.
• Koralit tebal tapi berdinding keropos dan calice memiliki septa yang
kokoh dan memiliki columella.
• Polip genus Goniopora berukuran panjang dan keluar baik pada
malam maupun siang hari.
• Polip genus Goniopora memiliki 24 tentakel.

56
Genus Diploastrea
Famili : Faviidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Koloni masif, membulat seperti kubah, dapat mencapai ukuran
beberapa meter.
• Koralit besar berbentuk seperti mangkok terbalik dengan septa yang
tersusun rapi dan nyata.
• Dinding koralit tebal, kolumela besar.

57
Genus Goniastrea
Famili : Faviidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Koloni submasif atau merayap dengan ukuran tidak terlalu besar.
• Koralit cerioid atau submeandroid dengan dinding yang tebal atau
bervariasi.
• Septa teratur dengan pali yang membentuk mahkota.

58
Genus Galaxea
Famili : Oculinidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Hydrozoa
Karakteristik : • Koloni berbentuk gada yang tidak teratur atau submasif.
• Koralit paceloid dan tidak seragam baik ukuran maupun bentuknya.
• Ukuran koralit lebih besar. Koralit tajam di bagian tepi dan beberapa
mencapai tengah koralit.

59
Genus Fungia
Famili : Fungiidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Berbentuk bulat.
• Septa tidak terlalu rapat berjalan lurus, gigi-gigi pada septa berbentuk
segitiga lancip dan tajam.
• Kenampakan secara keseluruhan relatif halus.

60
Genus Turbinaria
Famili : Dendrophylliidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Hydrozoa
Karakteristik : • Koloni berbentuk seperti daun melebar atau berlekuk-lekuk keatas.
• Koralit berada hanya pada satu sisi, berdesak-desakan dengan ukuran
yang relatif kecil, terkesan rata.

61
Genus Pectinia
Famili : Pectiniidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Koloni tidak beraturan, berbentuk tonjolan atau lembaran, kadang
seperti terpelintir atau berbentuk alur yang dalam atau bercabang
dengan dinding yang pendek atau berupa pilar-pilar kecil.
• Lembaran memiliki lereng yang tajam dari tepi ke tengah atau berdiri
tegak dari tengah ke tepi umumnya mempunyai tinggi yang sama.
• Koralit dengan kosta yang tidak teratur atau berduri.

62
Genus Tubastrea
Famili : Dendrophylliidae
Ordo : Scleractinia
Kelas : Hydrozoa
Karakteristik : • Koloni karang ini bercabang dengan bentuk percabangan dendroid
dapat mencapai satu meter.
• Koralit berbentuk tabung dengan septa belum sempurna.
• Karang ini termasuk ahermatipik.

63
Gorgonian
Famili : • Acanthogorgiidae
• Ainigmaptilidae
• Chrysogorgiidae
• Ellisellidae
• Gorgoniidae
• Ifalukellidae
• Isididae
• Keroeididae
• Paramuriceidae
• Plexauridae
• Primnoidae
• Anthothelidae
• Briareidae
• Coralliidae
• Melithaeidae
• Paragorgiidae
• Parisididae
• Subergorgiidae
Ordo : Gorgonacea
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Polip kecil membentuk koloni yang biasanya tegak, pipih, bercabang,
dan mengingatkan pada kipas.
• Polip memiliki delapan tentakel yang berfungsi menangkap plankton
dan partikel untuk di konsumsi.
• Ukuran, bentuk, dan tampilannya sangat berkorelasi dengan lokasi
tumbuhnya. Gorgonian berbentuk kipas dan fleksibel cenderung
tumbuh di daerah dangkal dengan arus yang kuat, sedangkan
Gorgonian yang lebih tinggi, lebih tipis dan kaku dapat ditemukan di
perairan yang lebih dalam dan berarus tenang.

64
Genus Antipathes, Aphanipathes, Bathypathes, Cirripathes,
Leiopathes, Parantipathes, Stichopathes, Taxipathes
Famili : • Antipathidae
• Aphanipathidae
• Cladopathidae
• Leiopathidae
• Myriopathidae
• Schizopathidae
• Stylopathidae
Ordo : Antipatharia
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Akar bahar terbagi menjadi tiga jenis, yaitu akar bahar hitam, akar
bahar putih dan akar bahar merah. Akar bahar hitam lebih mudah
ditemukan.
• Akar bahar termasuk dalam daftar Appendix II Konvensi Perdagangan
Internasional Spesies Langka (CITES).
• Kerangka gelap, setelah itu mereka diberi nama. Kerangka hitam
karang Leiopathes bentuk percabangan tidak beraturan, struktur seperti
pohon. Tumbuh secara pucuk, melainkan daripada yang pertama
batang tumbuh terus ke atas dengan cabang-cabang yang timbul dari
itu, batang pertama akan berhenti berkembang setelah waktu tertentu,
dan cabang baru akan tumbuh keluar dari samping. Hal ini juga pada
akhirnya akan menghentikan pertumbuhan, dan cabang samping akan
terus tumbuh, dan sebagainya. Kerangka ditutupi dengan polip, bagian,
bertubuh lunak berwarna-warni karang. Setiap polip menempel pada
kerangka di dasar, sedangkan ujung lainnya dikenakan mulut yang
dikelilingi oleh tentakel.

65
Sponge
Famili : • Euplectellidae
• Clionidae
• Spongiidae
• Haliclonidae
• Halichondriidae
• Clathriidae
• Callyspondiidae
• Spongillidae
• Lubomirskiidae
• Cladorhizidae
• Leucosoleniidae
• Grantiidae
Ordo • Agelasida
• Haplosclerida
:
• Haplosderida
• Dictyoceratida
Kelas : • Hexactinellida atau Hyalospongiae
• Demospongiae
• Calcarea (Calcisspongiae)
• Sclerospongiae
Karakteristik : • Ukuran sangat beragam, dari sebesar butiran beras hingga mencapai
tinggi dgn diameter 2 meter.
• Tubuh umumnya asimetris (tidak beraturan), meskipun ada yang
simetris radial.
• Memiliki lubang-lubang kecil atau pori(ostium).
• Warna tubuh bervariasi, ada yang berwarna pucat,
dan ada yang berwarna cerah, seperti merah, jingga, kuning bahkan
ungu.
• Hidup secara heterotof, makanannya adalah bakteri dan plankton.
• Melakukan reproduksi secara aseksual maupun seksual.

66
Anemon
Famili : • Stichodactylidae
• Edwardsiidae
• Galateathemidae
• Bathyphelliidae
• Actinosiidae
Ordo : Actiniaria
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Bentuk tubuh anemon seperti bunga, sehingga juga disebut mawar
laut.
• Lipatan yang bundar diantara badan dan keping mulut membagi
binatang ini kedalam kapitulum di bagian atas dan scapus bagian
bawah. Di antara lengkungan seperti leher (collar) dan dasar dari
kapitulum terdapat "fossa".
• Keping mulut bentuknya datar, melingkar, kadang-kadang mengkerut,
dan dilengkapi dengan tentakel kecuali pada jenis Limnactinia, keping
mulut tidak dilengkapi dengan tentakel.
• Beberapa anemon laut dapat bergerak seperti siput, bergerak secara
perlahan dengan cara menempel. Sebagian besar anemon laut memiliki
sel penyengat yang berguna untuk melindungi dirinya dari predator.
• Ditemukan pada perairan pantai dari yang hangat sampai kedaerah
yang dingin sekali. Hidup soliter dan menempel pada dasar yang kuat
atau lunak dan sebagian ada yang sedikit membenam di dasar yang
berpasir dengan bantuan keping kaki (pedal disc).

67
Crinoid (Himerometra robustipinna)
Famili : Himerometridae
Ordo : Comatulida
Kelas : Crinoidea
Karakteristik : • Berbentuk radial simetris. Umumnya bersifat nocturnal. Mulut dan
anusnya terletak di bagian atas.
• Memiliki potongan seperti mangkok, dengan lembaran-lembaran di
sekitar tubuhnya yang disebut pinnules.
• Beberapa jenis crinoid ini memiliki jumlah lembaran sebanyak 5
lembar, bahkan pada jenis lain dapat mencapai 200 lembaran.
Lembaran ini mengandung zat kimia tertentu yang berfungsi untuk
menangkap mangsa sehingga mangsa tersebut menempel pada
lembaran tersebut.
• Memiliki kaki yang berdempetan dengan badan di bagian bawahnya
yang fungsinya untuk menempel pada sponge atau karang.
• Gerakannya pelan, dapat berguling, berjalan dan kadang berenang,
tetapi biasanya lebih suka melengketkan dirinya pada sponge atau
karang. Biasanya banyak ditemukan pada daerah dengan arus yang
kuat karena mereka memakan plankton.

68
Pena Laut
Famili : • Anthoptilidae
• Chunellidae
• Echinoptilidae
• Funiculinidae
• Kophobelemnidae
• Protoptilidae
• Renillidae
• Scleroptilidae
• Stachyptilidae
• Umbellulidae
• Veretillidae
• Pennatulidae
• Pteroeididae
• Virgulariidae
Ordo : Pennatulacea
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Hewan kolonial dengan beberapa polip, masing-masing dengan
delapan tentakel.
• Suka membenamkan diri dalam substrat berpasir atau berlumpur.
• Pena laut terkadang berwarna cerah.
• Lebih suka berdiam di perairan dalam yang turbulensi perairan yang
rendah.
• Makanannya berupa plankton, sedangkan predator utamanya adalah
nudibranch dan bintang laut.
• Berkembang biak melepaskan sperma dan telur ke dalam air, hal ini
dapat terjadi secara musiman ataupun sepanjang tahun.

69
Genus Ctenocella, Ellisella, Junceella
Famili : Ellisellidae
Ordo : Gorgonacea
Kelas : Anthozoa
Karakteristik : • Sering didapatkan pada rataan terumbu atau dinding terumbu.
• Pemakan plankton.
• Warnanya bervariasi.
• Polip memiliki enam tentakel yang meskipun tidak dapat ditarik,
mungkin menyusut jika terganggu.

70
Badan Pusat Statistik, 2009. Kalimantan Tengah Dalam Angka 2009. Palangka
Raya, Kalimantan Tengah.

Bengen, D.G., 2000. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah


Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB
Bogor.

Bengen, D.G., 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.
Sinopsis Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian
Bogor.

Darmawijaya MI. 1997. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta : UGM Press.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Tengah, 2007. Laporan


Akhir Identifikasi Penyebaran Mangrove, Terumbu Karang dan Padang
Lamun di Kabupaten Kotawaringin Barat. Palangka Raya. Kalimantan
Tengah.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Tengah, 2008. Laporan


Akhir Identifikasi Penyebaran Mangrove, Terumbu Karang dan Padang
Lamun di Kabupaten Seruyan. Palangka Raya. Kalimantan Tengah.

Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2003. Pedoman Penetapan


Kawasan Konservasi Laut Daerah. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, Departemen Kelautan dan perikanan.

Duxbury, A. C. and A. B. Duxbury. 1991. An Introduction to the World’s


Oceans. Wim.C.Brown Publishers. Dubuque.

English, S., Wilkinson, C., Baker,V,. 1994. Survey Manual For Tropical
Marine Resources. ASEAN – Australia Marine Science Project Living
Coastal Resources. Australia.

71
Erftemeijer, P.A.L. (1993). Factors limitting growth and production of tropical
seagrass: nutrients dynamics in Indonesia seagrass bed. Thesis
Nijmegen Catholic University, Nijmegen the Netherland.

Macdonald IA, Perry CT, 2003. Biological degradation of coral framework in


turbid lagoon environment, Discovery Bay, north Jamaica. Coral Reefs
22:523-535

Microsoft. 2001. Encarta Interactive World Atlas.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, 2004. Rencana Strategis


Pengelolaan Pesisir dan Laut Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2003
– 2012. Pemda Kalimantan Tengah, Palangka Raya.

Pethick, J. 1993. An Introduction to Coastal Geomorphology. Edward Arnold.


London. 260 pp.

Suharsono (2004). Jenis-jenis Karang di Indonesia. Jakarta : Pusat Penelitian


dan Pengembangan Oseanografi - LIPI. Coremap Program

Suharsono 1998; Kesadaran Masyarakat Tentang Terumbu Karang.


Kerusakan Karang di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanografi - LIPI.

Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum dijumpai di Perairan


Indonesia. Puslitbang Oseanologi – LIPI. Jakarta

U.S. Naval Research Laboratory Stennis Space Center (nrlssc) : Sea Surface
Images. http://www7320.nrlssc.navy.mil

Veron JEN. 1995. Coral in Space and Time. The Biogeography and
Evolution of Scleractinia. Cape ferguson, Townsville, Quensland:
Australia Institut Marine Science.

72
KONSORSIUM MITRA BAHARI
RC KALIMANTAN TENGAH

Lahirnya Program Mitra Bahari (PMB), sebuah program hasil inisiasi


Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Ditjen KP3K)
DKP, adalah sebuah program kemitraan antara DKP dan perguruan tinggi serta
para stakeholder yang ada untuk diterapkan di daerah agar dapat menggali,
memanfaatkan dan mengelola potensi sumberdaya pesisir, bahari dan pulau-
pulau kecil yang ada di ranah Kalimantan Tengah secara berkelanjutan.

Visi:
Percepatan pembangunan kelautan dan perikanan yang berkelanjutan

Misi:
1. Mengembangkan kemitraan yang kuat antar pelaku pembangunan kelautan
dan perikanan.
2. Mendukung optimalisasi pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.
3. Mendukung implementasi pengelolaan sumberdaya kelautan, pesisir dan
laut.
4. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan.
5. Meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan.
6. Menyelenggarakan program penyuluhan dan pendampingan, sosialisasi,
pendidikan dan pelatihan, penelitian terapan serta analisis kebijakan.

Tujuan:
1. Menguatkan kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan dalam
pengelolaan wilayah dan sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau
kecil.
2. Mendorong akselerasi, optimalisasi dan keterpaduan pembangunan di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
3. Meningkatkan harmonisasi hubungan peran antara birokrasi dan teknokrat.
4. Mengalihkan atau mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi ke
masyarakat.
5. Mendorong pemanfaatan sumberdaya kelautan dan pesisir yang
bertanggungjawab.
73
Fungsi:
1. Memperkokoh dan mengembangkan kemitraan di kalangan lembaga yang
berpartisipasi.
2. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan PMB Regional Center
Kalimantan Tengah di daerah.
3. Menjembatani kelangkaan dan keterbatasan sumberdaya manusia.
4. Membantu perumusan dan penyusunan isu-isu strategis daerah dan
prioritas kegiatan dengan memperhatikan kondisi setempat atau prioritas
lokal.
5. Menyelenggarakan lokakarya daerah untuk membahas isu pokok
konsorsium dan prioritas daerah, perencanaan dan pengusulan kegiatan.

Tugas Pokok Konsorsium Mitra Bahari:


1. Menggalang dan mengkoordinasikan kerjasama dengan lembaga yang
berpartisipasi.
2. Membantu dan berkoordinasi dengan BAPPEDA dalam perencanaan
daerah.
3. Berperan aktif dalam memajukan Konsorsium Program Mitra Bahari di
Kalimantan Tengah.
4. Merumuskan isu-isu dan permasalahan pembangunan skala prioritas di
Kalimantan Tengah.
5. Mengembangkan kegiatan sesuai dengan prioritas daerah dan
memperhatikan kearifan lokal.
6. Menyelenggarakan lokakarya daerah untuk membahas isu pokok
konsorsium dan prioritas daerah, perencanaan dan pengusulan kegiatan.
7. Menyusun dan menyampaikan proposal ke sekretariat PMB pusat.
8. Mengelola dan mempertanggungjawabkan penggunaan dana.
9. Melakukan koordinasi dengan sekretariat dan pembina PMB pusat.

Kegiatan Konsorsium meliputi:


1. Penyuluhan dan Pendampingan : Kegiatan fasilitasi dan teknis secara
langsung kepada masyarakat dan pihak terkait dalam rangka alih teknologi,
pengetahuan, informasi dan keahlian.
2. Pendidikan dan Pelatihan : Transfer iptek kepada masyarakat melalui
berbagai aktifitas untuk penggalian dan peningkatan potensi yang ada di
pesisir dan laut.
3. Penyusunan Kebijakan : Membantu dan mendukung pembangunan
sektor kelautan, yang mencakup berbagai status, kerangka dan opsi
kebijakan, penyiapan diskusi multi-sektor untuk proses penyusunan
kebijakan, sehingga akan lahir kebijakan yang bersifat partisipatif, ilmiah
serta kuat legitimasinya.

74
4. Riset Terapan : Kegiatan riset difokuskan pada kebutuhan masyarakat dan
swasta untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan
sumberdaya pesisir secara berkelanjutan, yang meliputi pengembangan
teknologi budidaya bahari, rekayasa kelautan dan pemanfaatan jasa
kelautan, aplikasi teknologi yang dibutuhkan dunia usaha dan industri
kelautan, dan isu lainnya dengan stakeholder yang relevan.

Dasar Hukum Operasional

SK Gubernur : No. 188.44/245/2007 tanggal 9 Juni 2007,


diperbaharui
No. 188.44/126/2010 tanggal 19 April 2010
Status Legalitas MoU : No. KD.61.1/2007.K (DKP Provinsi),
No. 327/J24.1.23/LL/2007 (Univ. Palangkaraya)
Tanggal Pembentukan : 30 Januari 2007
Alamat Konsorsium : • Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian
Universitas Palangka Raya, Telp. (0536)
3228524
• Dinas Kelautan dan Perikanan Prov.
Kalimantan Tengah, Jl. Brigjend Katamso
No. 2 Telp./Fax. (0536) 29663 Tromol Pos
41 Palangka Raya 73112

Struktur Organisasi

Ketua : Prof. Sulmin Gumiri, M.Sc, Ph.D


Wakil Ketua : Ir. Rosette Elbaar
Sekretaris : Anang Najamuddin, S.Pi, M.Si
Wakil Sekretaris : Veni Josephine, S.St.Pi
Bendahara : Ir. Sita Erayani, M.Si

Program Penyuluhan dan : Aryani, S.Pi, MP (Koord.)


Pendampingan Ir. Mig Petrus
Ir. Yeni Rezeki

75
Program Pendidikan dan Pelatihan : Ir. Ardianor, M.Si, Ph.D (Koord.)
Ir. Rasifahani
Teguh Sentosa D. Putra, S.St.Pi

Program Penyusunan Kebijakan : Ir. Suwar J. Binti (Koord.)


Ir. Arinakiriano, M.Si
Ir. Wahyu Sinardi, MT
Roy Marllo, S.St.Pi

Program Riset Terapan : Noor Syarifuddin Yusuf, S.Pi, M.Si


(Koord.)
Ir. Ida Surianie, MT
Ir. Arief Rakhman F., M.Si
Zur Raudoh, S.Pi

76

Anda mungkin juga menyukai