Anda di halaman 1dari 34

SAMBUTAN

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dikenal pula sebagai negara
maritim dengan luas lautan mencapai 5,8 juta km
2
yang terdiri dari perairan territorial 3,1 juta
km
2
dan ZEE Indonesia 2,7 km
2
. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia terdiri
dari 17.504 buah pulau dan panjang pantai mencapai 95.181 km (KKP, 2011). Kondisi ini
merupakan anugrah yang sangat besar bagi pembangunan perikanan dan kelautan.
Disamping itu, sumberdaya ikan yang hidup di wilayah perairan Indonesia memiliki tingkat
keragaman hayati (bio-diversity) sangat tinggi, dan bahkan laut Indonesia merupakan
wilayah Marine Mega-Biodiversity terbesar di dunia. Disamping sumberdaya dapat pulih
sebagaimana dikemukakan di atas, perairan laut Indonesia juga memiliki sumberdaya tidak
pulih seperti mineral (minyak, gas dan lain sebagainya) serta jasa-jasa lingkungan. Kondisi
ini selanjutnya menjadikan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sangat potensial untuk
dikembangkan berbagai kegiatan.
Ruang lingkup perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi : a. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (RSWP-3-K); b. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP-3-K); c. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-
3-K); dan d. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RAPWP-3-K). Seluruh dokumen perencanaan ini diamanatkan penyusunannya kepada
pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota.
RSWP-3-K ini merupakan arahan kebijakan dalam penyusunan RZWP-3-K,
RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K, dimana RSWP-3-K sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dan/atau komplemen dari penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD). Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan
pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target
pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional.
Agar dalam prakteknya penyusunan RSWP-3-K Provinsi, Kabupaten/Kota dapat
dilaksanakan dengan tahapan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan sesuai dengan
output serta sasaran, maka diperlukan Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Strategis
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K) Provinsi, Kabupaten/Kota.
Dengan disusunnya Pedoman Teknis ini, diharapkan akan memberikan kesamaan
persepsi dalam memberikan arahan teknis kepada Kelompok Kerja Penyusunan RSWP-3-K
Provinsi, Kabupaten/Kota dan memberikan kemudahan dalam proses penyusunan RSWP-3-
K Provinsi, Kabupaten/Kota kepada pihak-pihak yang diberikan tugas penyusunan RSWP-3-
K Provinsi, Kabupaten/Kota.
.

Jakarta, Desember 2013
Sudirman Saad


Direktur Jenderal Kelautan Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil



KATA PENGANTAR

Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terdiri atas: (1)
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP-
3-K; (2) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut
RZWP-3-K; (3) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang
selanjutnya disebut RPWP-3-K; dan (4) Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RAWP-3-K. Sebagaimana amanat UU No. 27
tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pada pasal 7 ayat 3
pemerintah daerah wajib untuk menyusun keempat perencanaan tersebut.
Dalam Undang-Undang No.27 tahun 2007 pada Bab IV tentang Perencanaan pasal
8 ayat (1), disebutkan bahwa RSWP-3-K merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
rencana pembangunan jangka panjang setiap Pemerintah Daerah. RSWP-3-K wajib
mempertimbangkan kepentingan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Hal ini disebabkan
karena RSWP-3-K merupakan rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk
kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi
yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau
rencana tingkat nasional.
Kami menyadari bahwa buku Pedoman Teknis ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaannya. Ucapan
terimakasih dan penghargaan kami sampaikan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan pedoman ini. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat
dalam upaya Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia.


Jakarta, Desember 2013
Subandono Diposaptono



Direktur Tata Ruang Laut,
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Maksud dan Tujuan
1.3. Ruang Lingkup
1.4. Landasan Hukum
1.5. Prinsip-prinsip perencanaan
1.6. Istilah dan Definisi
1.7. Fungsi dan Manfaat Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
1.8. Kedudukan Rencana Strategis Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah

BAB II KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS WILAYAH
PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
2.2. Sistematika Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
2.3. Muatan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
2.4. Masa Berlaku Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

BAB III PROSES DAN PROSEDUR PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS WILAYAH
PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

3.1 Tahapan Pembentukan Kelompok Kerja
3.1.1. Sosialisasi
3.1.2. Pembentukan kelompok Kerja
3.1.3. Pelatihan / Bimtek ICM
3.2 Penyusunan Dokumen Awal
3.3 Konsultasi Publik I
3.4 Penyusunan Dokumen Antara
3.5 Konsultasi Publik II
3.6 Perumusan Dokumen Final
3.7 Penetapan
3.8 Pemantauan dan Evaluasi
3.9 Rincian Waktu Penyusunan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN











Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
1
BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (selanjutnya disebut dengan PWP-3-K), pengelolaan wilayah
pesisir dan laut merupakan sebuah rangkaian kegiatan perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian dan pengawasan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk
mewujudkan tata kelola pesisir dan laut yang baik (good coastal and small islands
governance), pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki hirarki
perencanaan yang terkait satu sama lain, mulai dari Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil (RSWP-3-K), Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(RZWP-3-K), Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RPWP-3-K) dan
Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RAPWP-3-K).

Sesuai dengan hirarki tersebut, Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(RSWP-3-K) merupakan dokumen perencanaan yang menjadi pondasi bagi dokumen hirarki
lainnya. Renstra ini merupakan arah kebijakan lintas sektor untuk Kawasan perencanaan
pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target
pelaksanaan dengan indikator yang tepat dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
rencana pembangunan jangka panjang setiap pemerintahdan/atau pemerintah daerah, serta
wajib mempertimbangkan kepentingan pemerintah dan pemerintah daerah dengan jangka
waktu selama 20 tahun dan sekurang-kurangnya dapat ditinjau kembali 5 (lima) tahun sekali.

Untuk meningkatkan kualitas proses penyusunan rencana strategis wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, diperlukan Pedoman Teknis yang dapat dijadikan panduan bagi
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Kabupaten atau Kota yang memiliki wilayah pesisir dan
pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana strategis wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil.


1.2. Maksud dan Tujuan

Pedoman Teknis ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam kegiatan penyusunan dokumen
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil oleh Pemerintah Provinsi,
Kabupaten dan Kota.

Tujuan penyusunan Pedoman Teknis ini adalah untuk memberikan panduan kepada
Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota pesisir dalam menyusun Rencana Strategis
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K) agar sesuai dengan ketentuan yang
disyaratkan dalam UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16/2008 tentang Perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil


1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Pedoman Teknis ini memuat tentang ketentuan teknis, proses dan prosedur,
serta ketentuan minimal lain yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan penyusunan Rencana
Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K)





Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
2
1.4. Landasan Hukum

Pedoman Teknis ini dilandasi berbagai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil;
2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil


1.5. Prinsip-Prinsip Perencanaan

Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan memperhatikan prinsip-
prinsip perencanaan, sebagai berikut:
a. Merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan/atau komplemen dari sistem
perencanaan pembangunan daerah;
b. Mengintegrasikan kegiatan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah, antarsektor,
antara pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem darat dan
ekosistem laut, dan antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen;
c. Dilakukan sesuai dengan kondisi biogeofisik dan potensi yang dimiliki masing-masing
daerah, serta dinamika perkembangan sosial budaya daerah dan nasional; dan
Melibatkan peran serta masyarakat setempat dan pemangku kepentingan lainnya.


1.6. Istilah dan Definisi

1. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses
perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil antar sektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara
ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Secara operasional, batas ke arah darat
ditentukan sebagai batas kecamatan pesisir dan ke arah laut adalah 12 mil untuk
Provinsi dan 1/3 (satu pertiga) dari wilayah kewenangan Provinsi untuk Kabupaten/Kota.
3. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua
ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.
4. Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber
daya nonhayati; sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati
meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber
daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi
infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan
berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait
dengan kelautan dan perikanan serta energi laut yang terdapat di wilayah pesisir.
5. Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme dan non-
organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas.
6. Bioekoregion adalah bentang alam yang berada di dalam satu hamparan kesatuan
ekologis yang ditetapkan oleh batas-batas alam, seperti daerah aliran sungai, teluk, dan
arus.

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3
7. Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh
12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai
dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.
8. Kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi
tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan
ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
9. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,
melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil yang tersedia
10. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu
proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur
kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya pesisir
dan pulau-pulau kecil yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam
suatu lingkungan wilayah atau daerah dalam jangka waktu tertentu
11. Rencana Strategis adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk
kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi
yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau
rencana tingkat nasional.
12. Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya
tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada
Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
13. Rencana Pengelolaan adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan,
prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengkoordinasian pengambilan keputusan
di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan
sumberdaya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan.
14. Rencana Aksi Pengelolaan adalah tindak lanjut Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil yang memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan jadwal untuk satu
atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai
kegiatan yang diperlukan oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pemangku
kepentingan lainnya guna mencapai hasil pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil di setiap Kawasan perencanaan.
15. Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1 (satu) Zona berdasarkan arahan
pengelolaan di dalam Rencana Zonasi yang dapat disusun oleh Pemerintah Daerah
dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan
serta ketersediaan sarana yang pada gilirannya menunjukkan jenis dan jumlah surat izin
yang dapat diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
16. Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya perlindungan,
pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta
ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber
Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai dan keanekaragamannya.
17. Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk
mewujudkan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan.
18. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke
arah darat.
19. Rehabilitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah proses pemulihan
dan perbaikan kondisi ekosistem atau populasi yang telah rusak walaupun hasilnya
berbeda dari kondisi semula.

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
4
20. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan
manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan
cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
21. Daya Dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kemampuan wilayah
pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lain.
22. Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur
atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau
nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
23. Pencemaran Pesisir adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan pesisir akibat adanya kegiatan
Orang sehingga kualitas pesisir turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan pesisir tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
24. Pemangku Kepentingan Utama adalah para pengguna sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, seperti nelayan tradisional,
nelayan modern, pembudidaya ikan, pengusaha pariwisata, pengusaha perikanan, dan
masyarakat pesisir.
25. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas, dorongan atau bantuan
kepada masyarakat pesisir agar mampu menentukan pilihan yang terbaik dalam
memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari.
26. Konsultasi publik adalah suatu proses penggalian dan dialog masukan, tanggapan dan
sanggahan antara pemerintah daerah dengan Pemerintah, dan pemangku kepentingan
di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilaksanakan antara lain melalui rapat,
musyawarah/rembug desa, dan lokakarya
27. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
28. Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada pemerintah daerah
yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tugas di bidang tertentu di provinsi, atau
kabupaten/kota.
29. Instansi terkait adalah instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah, unit pelaksana
teknis, dan instansi vertikal
30. Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri dari masyarakat adat dan masyarakat lokal
yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
31. Masyarakat Adat adalah kelompok masyarakat pesisir yang secara turun-temurun
bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur,
adanya hubungan yang kuat dengan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta
adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial,dan hukum.
32. Masyarakat Lokal adalah kelompok masyarakat yang menjalankan tata kehidupan
sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku
umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil tertentu.
33. Masyarakat Tradisional adalah masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak
tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang
sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah
hukum laut internasional.
34. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat.

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
5
35. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
36. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
37. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan.
38. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang bertanggung jawab di bidang kelautan,
pesisir dan pulau-pulau kecil.


1.7. Fungsi dan Manfaat Rencana Strategis Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil

Fungsi dari Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalahsebagai:

1. Acuan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD).
2. Acuan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD);
3. Acuan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil;
4. Acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil;
5. Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana zonasi, rencana pengelolaan dan
rencana aksi wilayah pesisir dan pulau-pulau kcil;
6. Dasar pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

Manfaat Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah untuk :

1. Mewujudkan strategi dasar bagi pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil;
2. Mewujudkan strategi keserasian pemanfaatan sumberdaya alam wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil bagi kesejahteraan masyarakat;
3. Menjamin terwujudnya tujuan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil

Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RSWP-3-K) merupakan dokumen
perencanaan paling dasar yang harus dimiliki oleh entitas pesisir dan pulau-pulau kecil
sebagai panduan makro bagi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dalam
kerangka tersebut, pentingnya perencanaan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-
pulau kecil yang diikuti dengan analisis terhadap isu strategis baik yang bersifat lokal
maupun lintas batas (transboundary) menjadi bagian terpenting dari rencana Strategis
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Selanjutnya, dalam konsepsi rencana Strategis
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, apa yang diinginkan oleh stakeholders selama 20
tahun ke depan merupakan basis bagi penentuan respon berupa strategi dan program yang
kemudian diimplementasikan, dimonitoring dan dievaluasi selama perjalanan strategi itu
sendiri. Selain itu, mekanisme kelembagaan dan skema finansial dalam implementasi
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil juga menjadi unsur penting.

Secara diagramatik, konsepsi substansi Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil dapat dilihat pada Gambar 1.


Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
6


Gambar 1. Konsepsi Rencana Stratregis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K)



1.8. Kedudukan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah

RSWP-3-K merupakan kebijakan publik yang dimaksudkan untuk memastikan upaya-upaya
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat menjadi arus utama dalam
pembangunan. Dokumen ini memberikan arah kebijakan lintas sektor untuk perencanaan
pembangunan melalui penetapan isu, tujuan, sasaran, dan strategi, serta target pelaksanaan
dengan indikator pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil yang tepat.

RSWP-3-K juga harus disusun dengan mengacu kepada beberapa landasan dan ditujukan
untuk mendorong peran serta dan keterpaduan antar pemerintahan, antar instansi, swasta,
dan masyarakat dalam mengembangkan upaya pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil secara komprehensif. Diharapkan dokumen yang telah disusun dapat menjadi acuan
bagi semua instansi dan pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil. Beberapa strategi harus dikembangkan sebagai panduan untuk
menjabarkan program ke dalam rencana-rencana kegiatan.

Sementara itu, strategi pelaksanaan rencana dirumuskan untuk mengarahkan implementasi
rencana secara konsisten. Strategi adopsi dan pelembagaan dokumen dirumuskan dalam
upaya memperkuat status legalitas dokumen serta memantapkan kedudukan dan fungsi
dokumen RSWP-3-K dalam sistem perencanaan pembangunan dan penganggaran daerah.

Hal terpenting dari upaya pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah
terbangunnya komitmen semua instansi dan pihak yang terkait dalam pelaksanaannya. Oleh
karena itu perlu dikembangkan kerja sama dan komunikasi yang harmonis antar stakeholder
sehingga keterpaduan pengelolaan di daerah dapat terwujud secara maksimal.

Dokumen RSWP-3-K terintegrasi dalam sistem perencanaan pembangunan daerah yang
dapat dilakukan melalui Musrenbang, pada saat penyusunan RKPD, penyusunan/evaluasi
RPJPD dan RPJMD.

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
7
Dokumen RSWP-3-K berfungsi sebagai instrumen yang akan dipakai sebagai referensi
kebijakan dan program kegiatan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
sampai dengan beberapa tahun ke depan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan
masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dokumen RSWP-3-K haruslah: (a)
sejalan dan menjadi bagian dari sistem dan dokumen perencanaan pembangunan daerah,
serta (b) dilaksanakan secara konsisten oleh masing-masing sektor, baik daerah maupun
pusat.

Integrasi dokumen RSWP-3-K tersebut harus sejalan dengan sistem dan konsep
perencanaan pembangunan yang ada (UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional) sebagaimana ilustrasi pada Gambar 2. Tampak bahwa adopsi dan
pelembagaan dokumen tersebut dilakukan dengan menjadikan dokumen RSWP-3-K sebagai
masukan dalam evaluasi RPJPD dan/atau penyusunan RPJMD (Rencana Pembangunan
Jangka Mengengah Daerah), RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah), Renstra SKPD
(Satuan Kerja Perangkat Daerah), dan Renja SKPD.


Gambar 2. Kedudukan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP3K)













Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
8
BAB II
KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS
WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL



2.1. Sistematika Dokumen Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil

Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K) sedikitnya sekurang-
kurangnya memuat dan disusun menurut sistematika sebagai berikut :
I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Maksud dan Tujuan
3. Ruang Lingkup
4. Kedudukan RSWP-3-K dalam Tataran Kebiajan Perencanaan Pembangunan
Daerah
5. Definisi dan Peristilahan

II. Gambaran Umum
1. Deskripsi Umum
2. Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3. Pola Penggunaan Lahan dan Perairan
4. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir
5. Potensi dan Permasalahan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

III. Kerangka Strategi Pengelolaan dan Pembangunan
1. Visi dan Misi
2. Isu Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3. Tujuan dan Sasaran
4. Strategi dan Arah Kebijakan
5. Target dan Indikator

IV. Kaidah Pelaksanaan dan Pemantauan

V. Daftar Pustaka

Lampiran



2.2. Muatan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

2.2.1. Pendahuluan

Pendahuluan menjelaskan alasan (urgensi) mengapa RSWP-3-K perlu disusun.
Pada bagian ini diuraikan latar belakang, maksud dan tujuan, serta ruang lingkup
disusunnya RSWP-3-K, mengapa sangat diperlukan dan siapa yang akan
menggunakannya. RSWP-3-K menerangkan secara singkat dan fokus ke wilayah
pesisir Provinsi atau Kabupaten/Kota mengacu kepada Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) daerah setempat, serta menyimpulkan informasi latar
belakang secukupnya sebagai pengantar substansi RSWP-3-K. Ruang lingkup
didalam pendahuluan menguraikan isi dokumen yang disusun.




Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
9
2.2.2. Gambaran Umum

Gambaran umum kondisi daerah, berisi deskripsi umum, sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil, pola penggunan lahan dan perairan, kondisi sosial-budaya dan
ekonomi, serta potensi dan permasalahan sumberdaya wilayah pesisir dam
pulau-pulau kecil. Gambaran umum ini dapat lebih terinformasi secara
komprehensif jika sebelumnnya telah disusun peta Atlas Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Gambaran umum menguraikan hasil kaji ulang
(review) tentang pentingnya sumber daya alam, lingkungan dan keadaan sosial-
ekonomi pada wilayah pesisir yang direncanakan.

a. Deskripsi Umum,
Deskripsi umum ini merupakan informasi dalam koordinat geografis,
administrasi daerah, iklim, geomorfologi dan hidro oseanografi kawasan
perencanaan.

b. Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
Sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil ini menjelaskan tentang keadaan
sumber daya alam dan jasa lingkungan yang dikelompokkan dalam empat
kategori:
1) Sumber daya hayati: vegetasi pantai, mangrove, padang lamun,
terumbu karang, biota darat dan perairan; dan lain-lain.
2) Sumber daya non hayati : mineral, migas, pasir laut dan lain-lain.
3) Sumber daya buatan: prasarana perikanan, prasarana perhubungan,
bangunan pantai, pemecah gelombang (break water), tambat labuh
(jetty), tembok laut (sea wall), dan tambak.
4) Jasa-Jasa Lingkungan: obyek wisata bahari, media pelayaran, energi
gelombang laut, tempat penyerapan karbon (carbon sink), dan lain-lain.

Informasi ini diperlukan untuk menunjukkan kuantitas dan kualitas sumber
daya yang ada beserta peluang pembangunan masa depan. Informasi ini
disajikan menggunakan istilah non-teknis dan tanpa data rinci statistik dengan
menggunakan foto, gambar, grafik atau tabel.

c. Pola Penggunaan Lahan dan Perairan,
Berisi informasi penggunaan lahan dan perairan pada saat ini, masa lalu dan
tren pemanfaatannya pada masa yang akan datang. Beberapa sektor utama
yang berperan dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, diantaranya: Sektor perikanan dan kelautan, Sektor kehutanan, Sektor
pertanian; Sektor pertambangan; Sektor pariwisata, Sektor perhubungan, dan
Sektor pembangunan daerah/perkotaan. Selain itu diperlukan ruang terbuka
hijau untuk mitigasi bencana (antara lain: tsunami, gempa bumi, badai, dan
lain-lain).

Informasi ini diperlukan untuk menunjukkan kuantitas penggunaan lahan dan
perairan yang ada beserta peluang pembangunan masa depannya.

d. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir,
Kondisi sosial-budaya-ekonomi menggambarkan keadaan demografi dan
kecenderungan penduduk yang ada pada kawasan perencanaan dalam
memanfaatkan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil:
1) Distribusi populasi, jenis kelamin dan struktur umur, angka harapan hidup,
angka kelahiran, jumlah pekerja dan pendapatan, tingkat kesejahteraan
dll;
2) Karakter sosial budaya, seperti pendidikan, kepercayaan
budaya/pantangan, penyakit, sumber utama pencaharian atau pekerjaan
dan pendapatan , kearifan lokal dll.;

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
10
3) Struktur ekonomi, pada kawasan perencanaan berdasarkan kontribusi
produk domestik pembangunan regional kotor (GDP) dari sektor utama
seperti kehutanan, perikanan, pertambangan, pertanian, pariwisata,
perhubungan, dsb.

Berdasarkan kondisi sosial-budaya-ekonomi tersebut dapat diantisipasi
arahan pola demografi dan pertumbuhan ekonomi ke depan melalui
ekstrapolasi/ prediksi dari data kuantitatif yang telah dikumpulkan dari pusat
data spatial provinsi yang sudah terbentuk, BAPPEDA, Dinas Kelautan dan
Perikanan, Biro Pusat Statistik, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian,
Lembaga Swadaya Masyarakat dan instansi terkait lainnya. Skenario masa
depan sebaiknya diprediksi berdasarkan data empiris beberapa tahun
sebelumnya dan diberi penjelasan singkat mengenai proyeksinya berdasarkan
pandangan lingkungan, sosial dan ekonomi

e. Potensi dan Permasalahan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Wilayah pesisir di Indonesia memiliki berbagai potensi, mulai dari potensi
perikanan, pariwisata, transportasi, pertanian, pertambangan dan energi.
Namun yang perlu kita sadari adalah wilayah pesisir juga menyimpan
permasalahan bencana, baik yang disebabkan oleh alam maupun oleh ulah
manusia. Bencana tersebut dapat berupa tsunami, gempa bumi, abrasi, rob,
banjir, pencemaran dan salah satu isu yang terjadi diseluruh dunia adalah
perubahan iklim (Climate Change) yang diantaranya mengakibatkan
pemanasan global (Global Warming), kenaikan paras muka air laut (Sea Level
Rise), kematian karang (coral bleaching). Permasalahan lain yang sering
terjadi di wilayah pesisir antara lain kemiskinan, penurunan kualitas
lingkungan , tumpang tindih pengelolaan, dan lain-lain. Diharapkan dengan
mengetahui isu-isu permasalahan atau potensi bencana yang ada di wilayah
pesisir, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan strategi untuk mengurangi
dampak bencana yang akan terjadi.

2.2.3. Kerangka Strategis Pengelolaan dan pembangunan

a. Visi dan Misi
Visi adalah suatu pandangan umum/wawasan yang mengungkapkan
keinginan atau harapan semua pemangku kepentingan tentang masa depan
pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil suatu daerah bagi
kepentingan bersama.

Misi merupakan upaya untuk mencapai visi yang ditampilkan dalam bentuk
pernyataan tentang tujuan operasional dari pemda, dunia usaha dan
masyarakat yang diwujudkan dalam produk dan layanan, sehingga dapat
mengikuti irama perubahan zaman bagi pihak-pihak yang berkepentingan
pada masa mendatang. Sebagai penjabaran dari visi yang telah ditetapkan di
atas, pernyataan misi mencerminkan tentang segala sesuatu yang akan
dilaksanakan untuk pencapaian visi tersebut.

Visi dan misi bisa berupa penjabaran visi misi daerah untuk wilayah pesisirnya
ataupun visi misi baru.

b. Tujuan dan Sasaran

Tujuan merupakan pernyataan umum yang menerangkan mengenai kondisi
atau keluaran (outcome) yang diinginkan Pemda dalam mengatasi isu
tertentu. Karakter kunci dari pernyataan tujuan adalah:
1. biasannya bermaksud umum;
2. tidak ada kerangka waktu yang tentu untuk pencapaian;

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
11
3. diterapkan pada seluruh kawasan perencanaan;
4. tidak kuantitatif.
Setiap isu mungkin mempunyai beberapa tujuan yang menempatkan berbagai
aspek dari isu. Tujuan dikelompokkan pada aspek:
1. Tujuan ekologis
2. Tujuan ekonomis
3. Tujuan sosial budaya, dan
4. Tujuan kelembagaan
Sasaran harus menerangkan kondisi yang diharapkan, dan lebih spesifik dari
pernyataan tujuan. Suatu sasaran memiliki:
1. Specific: sifat dan tingkat kinerja dapat diidentifikasi dengan jelas;
2. Measurable: target kinerja dinyatakan dengan jelas dan terukur;
3. Achievable: target kinerja dapat dicapai dengan kapasitas & Sumber Daya ;
4. Relevant: mencerminkan keterkaitan (relevansi) antara target outcome
dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
5. Time Bond: waktu/periode pencapaian kinerja ditetapkan
Setiap tujuan kemungkinan didukung oleh beberapa sasaran.

c. Strategi dan Arah Kebijakan

Strategi menjelaskan bagaimana aktivitas akan dilakukan untuk mencapai
suatu sasaran, menyatakan setiap kondisi yang dapat diterapkan untuk masa
depan, atau untuk proses-proses pengelolaan, dan diterapkan pada seluruh
kawasan perencanaan atau pada lokasi spesifik. Biasanya, strategi akan
berkaitan dengan peningkatan kapabilitas sumber daya manusia, kebijakan,
sistem (proses/ prosedur), teknologi (infrastruktur/ perangkat keras), informasi
dan pembiayaan

Arah kebijakan itu akan dirumuskan lebih lanjut oleh para eksekutif dari
Pemerintah Daerah setempat dalam bentuk penentuan strategi, prioritas
kegiatan yang berkaitan dengan pendanaan sesuai mekanisme yang berlaku
dan dinamika masyarakat yang berkembang. Kebijakan pembangunan daerah
juga mengandung arti sebagai operasionalisasi dari visi dan misi daerah untuk
jangka waktu tertentu.

Oleh karena itu arah dan kebijakan pembangunan yang kemudian dijabarkan
lebih lanjut dalam RSWP-3-K harus seoptimal mungkin memperhatikan, hal-
hal berikut:
1. Isu pembangunan daerah yang mendesak dan harus segera diatasi;
2. Aspirasi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai bentuk
kebutuhan riil, yang semua itu dapat dijaring melalui mekanisme
perencanaan pembangunan daerah seperti Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) kabupaten/kota, penjaringan aspirasi
masyarat oleh DPRD, dan dialog antara masyarakat dengan
Bupati/Walikota;
3. Prediksi perkembangan penyelenggaraan otonomi daerah dengan
memperhatikan kewenangan serta tugas pokok dan fungsi masing-masing
dinas/instansi di daerah;
4. Kemampuan daerah khususnya pendanaan pembangunan, sumber daya
alam yang ada, sumber daya manusia yang dimiliki, fasilitas untuk bekerja
dan kelembagaan yang ada.

d. Target dan Indikator

Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi
indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data/informasi

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
12
untuk menentukan kinerja kegiatan. Penetapan indikator kinerja tersebut
dengan mempertimbangkan masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil
(outcomes), manfaat (benefits), dan dampak lanjutan (impacts). Inputs dan
outputs dapat dinilai sebelum kegiatan yang dilakukan selesai. Sedangkan
indikator dampak (outcomes), manfaat (benefits), dan dampak lanjutan
(impacts) akan diperoleh setelah kegiatan selesai; namun perlu diantisipasi
sejak tahap perencanaan.

Indikator kinerja dapat dinyatakan dalam bentuk unit yang dihasilkan, waktu
yang diperlukan, nilai yang dihasilkan, dana yang diperlukan, produktivitas,
ketaatan, tingkat kesalahan, frekuensi, dan sebagainya.

Penetapan indikator kinerja didasarkan pada perkiraan yang realistis dengan
memperhatikan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Indikator kinerja
hendaknya (1) spesifik dan jelas; (2) dapat diukur secara obyektif baik yang
bersifat kuantitatif maupun kualitatif; (3) dapat dicapai, penting, dan harus
berguna untuk menunjukan pencapaian keluaran, hasil, manfaat, dan
dampak; (4) harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan; dan (5)
efektif, yaitu dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis datanya secara efisien
dan ekonomis.


2.3. Kaidah pelaksanaan dan pemantauan

Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang harus dilalui untuk melaksanakan RSWP-3-K
secara efektif dan memantau kemajuan kerja berdasarkan target dan indikator kinerja.
Program pemantauan dapat dilakukan melalui kontrak konsultan, atau suatu posisi yang
ditunjuk oleh Bappeda atau instansi lainnya. Setelah RSWP-3-K disahkan, maka perlu
dilaksanakan lokakarya pelatihan secara periodik terhadap isinya begitu juga dengan
seminar-seminar pemantauan kinerja untuk instansi-instansi kunci dan para pemangku
kepentingan


2.4. Masa Berlaku Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berlaku dalam jangka waktu 20
(dua puluh) tahun dan ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
Peninjauan kembali dapat dilakukan, jika:

a. terjadi perubahan kebijakan pembangunan di daerah setempat;
b. terjadi dinamika internal yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara mendasar
antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar dan pemekaran wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan














Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
13
BAB III
PROSES DAN PROSEDUR PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS
WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL



Arahan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, proses dan prosedur penyusunan
sampai dengan implementasi Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RSWP-3-K) harus berlandaskan atas asas: keterpaduan; keserasian; keselarasan dan
keseimbangan; keberlanjutan; keterbukaan; kebersamaan dan kemitraan; pelindungan
kepentingan umum; kepastian hukum dan keadilan; dan akuntabilitas.

Secara lengkap, prosedur penyusunan RSWP-3-K disajikan pada Gambar 3 berikut


Gambar 3. Tahapan Penyusunan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil


3.1. Tahap Pembentukan Kelompok Kerja

3.1.1. Kegiatan

a. Sosialisasi
Langkah awal dari penyusunan RSWP-3-K ini adalah sosialisasi tentang proses
dan mekanisme penyusunan RSWP-3-K kepada seluruh pemangku
kepentingan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sosialisasi
dilaksanakan dengan tujuan menjelaskan rencana penyusunan dokumen
perencanaan PWP3K dan menumbuhkan rasa kepemilikan stakeholder
terhadap rencana yang berlangsung di daerahnya. Di dalam sosialisasi hal
yang perlu disampaikan adalah urgensi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil secara terpadu, proses tahapan penyusunan dokumen RSWP-3-K,

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
14
penyampaian orientasi, penjaringan isu dan dan kelembagaan kelompok kerja
(pokja) penyusun dokumen RSWP-3-K.

Target stakeholder yang dilibatkan dalam sosialisasi adalah siapa saja, namun
utamanya kepada pemanfaatan ruang pesisir dan pengambil kebijakan di
dalam pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Sosialisasi dapat dilakukan melalui beberapa saluran komunikasi, antara lain
misalnya:
1) Media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah)
2) Brosur, leaflet, flyers, surat edaran, buletin, jurnal
3) Kegiatan kebudayaan (misal: pagelaran wayang dengan menyisipkan
informasi yang ingin disampaikan di dalamnya)
4) Multimedia (video, VCD, DVD)
5) Website
6) Ruang pamer atau pusat informasi; dan/atau
7) Pertemuan terbuka dengan masyarakat/kelompok masyarakat

b. Pembentukan Kelompok Kerja
Pembentukan kelompok kerja dilaksanakan sebelum pertemuan dan
pembahasan dokumen RSWP-3-K yang dituangkan dalam Surat Keputusan
Gubernur/Bupati/Walikota. Susunan keanggotaan kelompok kerja terdiri dari
Kepala Bappeda sebagai ketua, Kepala Dinas yang membidangi kelautan dan
perikanan sebagai sekretaris, dan anggota terdiri dari satuan kerja perangkat
daerah (SKPD)/instansi terkait sesuai dengan kewenangan dominan dan
karakteristik daerah yang bersangkutan. Kelompok kerja terdiri dari Tim
Pengarah dan Tim Pelaksana. Tim Pengarah merupakan setingkat pejabat
Eselon II, sedangkan Tim Pelaksana minimal pejabat setingkat Eselon IV.

Guna kelancaran pelaksanaan penyusunan dokumen RSWP-3-K kelompok
kerja dapat dibantu tim teknis yang ditetapkan oleh ketua kelompok kerja. Tim
Teknis terdiri dari perwakilan dari berbagai stakeholder yang bisa berasal dari
unsure-unsur seperti pelaku usaha, pakar/akademisi, lembaga non-pemerintah
dan tokoh masyarakat. Struktur organisasi Tim Teknis terdiri dari ketua,
sekretaris dan anggota, Tim Teknis ini juga menjadi fasilitaor dalam
penyusunan dokumen RSWP-3-K.


c. Pelatihan / Bimbingan Teknis
Pelatihan merupakan sarana/alat untuk meningkatkan kapasitas stakeholder
dalam pengelolaan wilayah pesisir. Dalam pelatihan ini yang terlibat antara lain
pemerintah pusat, pemerintah daerah, DPRD, Masyarakat Adat/lokal,
Akademisi/pakar, Pokja.

Materi Pelatihan yang diberikan disesuaikan dengan kondisi karakteristik yang
ada di daerah. Materi tersebut antara lain, meliputi :
Pembangunan Cara Pandang dalam Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil;
Pemahaman Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
Kebijakan Nasional Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
Tipologi Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir;
Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.





Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
15
3.1.2. Hasil Kegiatan

a. Tersosialisasikannya rencana kegiatan penyusunan RSWP-3-K
b. Terlaksananya penyampaian orientasi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil
c. Tersusunnya Kelompok Kerja penyusunan RSWP-3-K yang ditetapkan melalui
Surat Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota
d. Adanya persepsi yang sama tentang kegunaan dokumen perencanaan WP3K
terpadu yang akan disusun
e. Adanya dukungan dan partisipasi dari pemerintah daerah agar didapatkan
suatu komitmen baik dari eksekutif maupun legislatif

3.2. Penyusunan Dokumen Awal

3.2.1. Kegiatan
Dalam dokumen awal Kelompok Kerja bertugas melakukan hal-hal di bawah ini:
a. Menyusun daftar skala prioritas yang menjadi isu dalam pengelolaan wilayah
pesisir dan pula pulau kecil;
a. Menyusun rincian kebijakan dan kegiatan dalam pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil yang menjadi tanggung jawab masing-masing
SKPD/instansi terkait;
b. Menyusun daftar SKPD/instansi terkait, kelompok dan perorangan yang
berkepentingan dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil
di daerah yang bersangkutan;
c. Mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil.
d. Ketua dan Sekretaris Kelompok Kerja bertindak sebagai koordinator dalam
penyusunan Dokumen Awal RSWP-3-K. Dalam prosesnya tiap unsur harus
memberi peranan sekurang-kurangnya sebagai berikut:
1. Setiap anggota Pokja yang mewakili instansinya mempresentasikan materi-
materi kebijakan instansi mereka di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
2. Akademisi atau pakar dapat diundang untuk menyampaikan hasil-hasil
kajian ilmiah yang terkait dengan isu strategis wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil.
3. Organisasi non-pemerintah berperan dalam menguraikan berbagai aspirasi
yang berkembang dari masyarakat atau organisasi non-pemerintah lainnya.
4. Wakil kalangan dunia usaha menyampaikan kecenderungan permintaan
pasar (demand) terhadap sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
terkait dengan peluang investasi dan usaha di wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil. Dan sebagainya


A. Teknik Pengumpulan Data

Untuk keperluan pengenalan karakteristik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, harus
dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer
dapat meliputi: (1). penjaringan aspirasi pemangku kepentingan masyarakat pesisir
yang dapat dilaksanakan melalui focus group discussions, wawancara orang
perorangan dan lain sebagainya; (2) pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi
wilayah kota secara langsung melalui kunjungan ke semua bagian wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.

Data sekunder yang harus dikumpulkan sekurang-kurangnya meliputi :
Peta Atlas Sumber Daya Pesisir
Peta batas wilayah administrasi pesisir dan pulau-pulau kecil;
Peta tata guna lahan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
16
Data tentang kependudukan
Data tentang prasarana, sarana, dan utilitas wilayah
Data perekonomian wilayah
Data dan informasi tentang kelembagaan pembangunan daerah
Data dan informasi tentang kebijakan pembangunan sektoral, terutama yang
merupakan kebijakan pemerintah pusat
Peraturan-perundang undangan terkait baik di tingkat pusat maupun daerah

Dalam pengumpulan data primer dan sekunder, tingkat akurasi data, sumber penyedia
data, variabel ketidakpastian serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada, perlu
mendapatkan pertimbangan yang cukup. Sedangkan untuk data sekunder dalam
bentuk data statistik dan peta dikumpulkan secara time series minimal 5 (lima) tahun
terakhir dengan kedalaman data setingkat kelurahan/desa. Dengan data berdasarkan
kurun waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan apa yang
terjadi pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

B. Kebutuhan Peta Atlas Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Beberapa data dan informasi yang dibutuhkan dalam Peta Atlas Sumberdaya Wilayah
Pesisir adalah sebagai berikut:
a. potensi sumberdaya alam wilayah pesisir
b. data pemangku kepentingan utama (prime stakeholder) dan masing-masing
kepentingan serta minatnya.
c. kajian prinsip lingkungan, isu sosial dan kelembagaan serta implikasinya.
d. Mengidentifikasi hubungan sebab akibat yang menghubungkan antara kegiatan
manusia, proses alamiah dan kemunduran kualitas kondisi sumberdaya pesisir.
e. isu-isu penting yang akan menjadi fokus utama dalam upaya pengelolaan
sumberdaya di suatu wilayah pesisir.
f. Merumuskan dan menyusun tujuan program pengelolaan sumberdaya pesisir.

Peta tematik yang terdapat dalam Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir terdiri dari :
a. Peta administrasi dan demografi. Peta-peta ini memberikan informasi tentang
batas-batas administrasi desa pantai, kecamatan dan kabupaten. Peta-peta ini
dilengkapi dengan dengan informasi tentang kependudukan. Peta-peta tematik ini
digunakan untuk membantu para pembaca atlas untuk berorientasi dengan provinsi
yang bersangkutan.
b. Peta Habitat. Peta-peta ini merupakan hasil overlay berbagai habitat utama di
wilayah pesisir di atas peta dasar.Peta-peta tematik ini didasarkan pada hasil survei
dan interpretasi citra Landsat yang menggambarkan status habitat di wilayah
pesisir.
c. Peta Sumberdaya. Peta-peta tematik ini biasanya disajikan setelah peta-peta
tematik tentang habitat. Sumberdaya adalah elemen-elemen (antara lain: Ikan,
udang, fauna/flora) yang menyediakan makanan dan material-material yang
mempunyai nilai ekonomis untuk pengguna sumberdaya.
d. Peta Pemanfaatan. Peta-peta tematik ini memberikan informasi tentang berbagai
kegiatan ekonomi sumberdaya pesisir (seperti penangkapan ikan, budidaya
perikanan, pariwisata, pertanian), baik permasalahan maupun potensi pemanfaatan
sumberdaya yang menguntungkan bagi masyarakat.
e. Peta Isu-isu Pengelolaan Wilayah Pesisir. Peta-peta tematik ini berisi informasi
lokasi konflik, permasalahan, yang merupakan rangkuman dan sekaligus penutup.
Namun demikian, hanya isu-isu yang dianggap penting yang dapat dipetakan,
supaya tidak terlalu kompleks; sedang isu-isu detail terdapat dalam teks.

Tampilan Peta Tematik di dalam Atlas SumberdayaWilayah Pesisir sebagai berikut :
a. Bentuk informasi : Tabel/Grafik, Gambar, Coverage, dll.
b. Judul peta, Proyeksi (UTM), skala, legenda, indeks peta, sumber data, dll.


Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
17
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan metedologi penyusunan Atlas
Sumberdaya Pesisir dapat mengacu pada Pedoman Teknis Penyusunan Atlas
Sumberdaya Pesisir.

C. Prosedur Pelaksanaan Focus Group Discussion

Focus Group Discussion (FGD) adalah suatu diskusi yang dilakukan secara
sistematis dan terarah uintuk menjaring isu maupun visi dan misi. Sedapat mungkin
FGD dilakukan pada kelompok yang relatif homogen, misalnya FGD di tingkat
komunitas, FGD di tingkat birokrat dan sebagainya. Untuk melaksanakan FGD secara
efektif diperlukan seorang fasilitator untuk mengarahkan jalannya diskusi.Fasilitator
perlu menekankan dan mendorong bahwa keberhasilan FGD sangat ditentukan oleh
partisipasi aktif dari setiap peserta diskusi. Untuk mencatat proses yang berlangsung
dan hal-hal yang disepakati diperlukan seorang notulis.

Panduan FGD dipersiapkan sebelumnya dan disampaikan pada saat pengiriman
undangan untuk menjamin pembahasan tetap berfokus pada tujuan penyelenggaraan
FGD. Panduan tersebut sekurang-kurangnya berisi hal-hal berikut :

a. Latar belakang dan tujuan FGD;
b. Ruang lingkup dan pertanyaan kunci FGD;
c. Keluaran FGD;
d. Daftar peserta.

Untuk membantu proses FGD disarankan menggunakan teknik metaplan. Teknik
Metaplan dapat digunakan untuk untuk menjaring pendapat seluruh partisipan agar
mendapatkan kesempatan yang sama didalam mengeluarkan pendapatnya. Setelah
penjaringan ide, kartu-kartu metaplan harus dikelola dengan memilih,
mengelompokkan, merangking/prioritas menyederhanakan atau mengabstraksikan /
mengonseptualisasi.


D. Definisi dan Lingkup Isu Strategis

Masalah pengelolaan terjadi akibat hubungan antara manusia yang memanfaatkan
sumber daya P3K baik langsung maupun tidak langsung, tanpa menerapkan kaidah-
kaidah kelestarian lingkungan.Secara umum, isu pengelolaan ini terdiri atas tujuh
kelompok, yaitu:
a. degradasi sumber daya P3K;
b. marjinalisasi dan kemiskinan masyarakat pesisir;
c. konflik pemanfaatan dan/atau konflik kewenangan;
d. bencana alam dan/atau bencana akibat tindakan manusia;
e. kekosongan dan ketidakpastian hukum;
f. potensi sumber daya pesisir
g. isu lain yang terkait

E. Metode Penentuan Isu Strategis

Langkah-langkah dalam penjaringan isu dilakukan dengan teknik meta plan sebagai
berikut :
a. Jaring seluruh isu, tuliskan pernyataan isu dengan kata yang singkat.
b. Setiap peserta tidak diperkenankan mempengaruhi peserta lainnya.
c. Isu yang terkumpul diklasifikasikan dalam isu ekologi, isu sosial ekonomi, isu
kebijakan dan isu lainnya.
d. Dari keseluruhan pernyataan isu yang disampaikan, perlu disepakati berapa isu
yang prioritas untuk ditangani dengan pertimbangan yang valid.

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
18
e. Dalam suatu wilayah pesisir, kemungkinan akan ditemui sejumlah isu, namun tidak
semua isu ini dapat ditangani Bappeda, Dinas Kelautan dan Perikanan dalam kurun
waktu tertentu. Oleh sebab itu ditentukan isu prioritas yang dapat ditangani secara
partisipatif dari instansi daerah dan lembaga non-pemerintah dengan keterbatasan
sumber dana dan tenaga.
f. Dari isu prioritas tersebut diatas, ditentukan apakah termasuk isu eksternal atau
internal. Pada isu eksternal, tentukan peluang dan ancaman, sedangkan pada isu
internal tentukan kekuatan dan kelemahan, semuanya dilakukan secara partisipatif.
g. Lakukan pembobotan oleh masing-masing pemangku kepentingan utama, terhadap
isu eksternal dan internal, dimana jumlah bobot dari setiap pemangku kepentingan
utama adalah seratus. Selanjutnya jumlahkan bobot yang diberikan oleh pemangku
kepentingan utama dan buat nilai rata-rata.
h. Masing-masing pemangku kepentingan utama menentukan rating dengan memberi
nilai skala 1 s/d 4

F. Identifikasi Stakeholders

Stakeholders atau pemangku kepentingan adalah para pengguna sumber daya pesisir
dan pulau-pulau kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pengkategorian stakeholder dapat dilakukan berdasarkan tingkat pengaruh dan tingkat
kepentingan atas suatu kebijakan. Berdasarkan variabel tersebut, maka stakeholder
dibagi kedalam 3 (tiga) kelompok yaitu stakeholder primer, stakeholder sekunder dan
stakeholder eksternal.
a. Stakeholder Primer, yaitu pihak-pihak yang memiliki tingkat kepentingan yang
tinggi dan paling terkena dampak langsung dari suatu kebijakan pengelolaan
wilayah pesisi, yang pada umumnyamerupakan stakeholder local yang bermukim
di pesisir. Stakeholder primer terdiri atas masyarakat pesisir lokal, nelayan,
pengusaha/pembudidaya rumput laut, pengusaha/pembudidaya mutiara,
pedagang, pengusaha/pengelola wisata bahari, pengolah ikan.
b. Stakeholder Sekunder, yaitu pihak-pihak yang memiliki tingkat pengaruh hampir
sama dengan tingkat kepentingan stakeholder primer namun tidak terkena
dampak langsung. Stakeholder sekunder terdiri dari pemerintah (pemerintah
daerah, dinas perikanan, dinas perhubungan, dinas periwisata, disperidag, dinas
pertambangan), pengelola pusat pendaratan hasil tangkapan ikan, pengelola
pelabuhan penyeberangan
c. Stakeholder Tersier, yaitu pihak yang berkepentingan tehadap permasalahan
pengelolaan sumberdaya pesisir, namun tidak terkena dampa langsung dari suatu
kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir. Pada kasus ini, stakeholder tersier
terdiri atas pemerhati lingkungan (LSM), pengusaha non perikanan dan media
massa

Para stakeholder ini selanjutnya perlu dipertimbangkan dan dilibatkan dalam tahapan
penyusunan RSWP-3-K selanjutnnya.


E. Penjaringan Visi

Visi adalah suatu rumusan umum mengenai keadaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang ingin dicapai pada akhir periode perencanaan 20 tahun ke depan. Visi
memberikan gambaran konsistensi kinerja seluruh pemangku kepentingan dalam
kurun waktu 20 tahun mendatang, serta gambaran menyeluruh mengenai peranan dan
fungsi tiap-tiap pemangku kepentingan.

Visi tersebut harus mencerminkan tujuan pembangunan nasional (RPJPN), yang
sejalan dengan tujuan pembangunan daerah (RPJPD). Visi juga harus mengantisipasi

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
19
perubahan atau dinamika pembangunan yang terjadi baik pada tahun sekarang
maupun masa depan di tatanan (level) daerah, nasional, maupun global.

Teknik metaplan dapat digunakan untuk penjaringan visi secara partisipatif. Langkah-
langkah dalam penjaringan isu dilakukan dengan teknik metaplanadalah sebagai
berikut :

a. Jaring seluruh ide, tuliskan pernyataan ide dengan satu kata yang
menggambarkan harapan di masa depan.
b. Setiap peserta tidak diperkenankan mempengaruhi peserta lainnya.
c. Ide yang terkumpul diranking berdasarkan jumlah yang muncul
d. Hubungkan ide-ide terbanyak tersebut dan rangkaikan dalam suatu kalimat

Pernyataan visi ditulis berdasarkan konsensus semua pemangku kepentingan, yang
ditulis dengan bahasa yang jelas, lugas, singkat, memotivasi dan menggugah inspirasi
untuk bentindak.

Adapun dalam penentuan Visi, perlu dipertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Visi mampu memberikan arah pandangan kedepan terkait dengan kinerja dan
peranan para pemangku kepentingan;
b. Visi merupakan gambaran tentang kondisi masa depan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil yang ingin diwujudkan oleh Pemerintah Daerah;
c. Visi ditetapkan secara rasional, realistis dan mudah dipahami;
d. Visi dirumuskan secara singkat, padat dan mudah diingat;
e. Visi dapat dilaksanakan secara konsisten dalam pencapaian; dan
f. Visi hendaknya bersifat fleksibel

F. Penjaringan Misi

Misi merupakan rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan visi.Misi tersebut disusun dan diitampilkan dalam bentuk pernyataan
tentang tujuan operasional dari Pemda, dunia usaha dan masyarakat yang diwujudkan
dalam produk dan layanan, sehingga dapat mengikuti irama perubahan zaman bagi
pihak-pihak yang berkepentingan pada masa mendatang. Sebagai penjabaran dari visi
yang telah ditetapkan di atas, pernyataan misi mencerminkan tentang segala sesuatu
yang akan dilaksanakan untuk pencapaian visi tersebut.
Kriteria dalam penentuan Misi adalah sebagai berikut:
a. Misi harus sejalan dengan upaya pencapaian visi yang ditetapkan dalam kurun waktu
20 tahun ke depan;
b. Misi harus selaras dengan RPJPD;
c. Misi harus dapat menggambarkan tindakan disesuaikan dengan tugas pokok dan
fungsi SKPD


3.2.2. Hasil Kegiatan

Tersusunnya Draft Awal RSWP-3-K yang berisi hal-hal berikut:
a. Atlas sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil
b. Visi dan Misi yang akan dicapai.
c. Kondisi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta kecenderungan
pemanfaatannya
d. Rumusan isu pengelolaan dan prioritas kegiatan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil.
e. Strategi terhadap isu-isu dalam pengelolaan wilayah pesisir
f. Daftar pemangku kepentingan (stakeholders) di tingkat Daerah.



Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
20
3.3. Konsultasi Publik I
3.3.1. Kegiatan
Draft RSWP-3-K Awal harus dikonsultasikan pada publik untuk mendapatkan dan
menjaring masukan, tanggapan, saran dan perbaikan. Konsultasi publik berupa
pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang merupakan perwakilan dari :
a. Pemerintah pusat dan daerah (secara lintas sektoral);
b. Pemerintah daerah dimana semakin penting peran daerah dalam era
otonomi daerah;
c. DPRD;
d. Masyarakat Adat/Lokal;
e. Akademisi/pakar/kelompok profesi/pemerhati dari berbagai disiplin ilmu
yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau
kecil;
f. Organisasi Non Pemerintah
g. Pengusaha/industri Kalangan Pers;
h. Pihak-pihak lain yang kelak teridentifikasi sebagai pihak yang harus
dilibatkan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pokja memutuskan berapa kali pertemuan dan konsultasi publik berikutnya yang
diperlukan sampai informasi publik dianggap cukup, metode apa yang diterapkan
(pertemuan, rapat, lokakarya, surat, internet, pengumuman melalui surat
kabar/radio/televisi dan sebagainya) dengan memperhatikan sarana dan
kemampuan instansi penanggungjawab serta keterbatasan sumber daya, tenaga,
pendanaan, dan waktu.
Setelah konsultasi publik sebaiknya dibuat laporan/berita acara tertulis mengenai
pelaksanaan konsultasi publik yang meliputi jalannya acara, peserta, masukan-
masukan dan hasil/keputusan/rekomendasi konsultasi publik. Berita acara ini
penting karena RSWP3K merupakan konsesus stakeholder.

3.3.2. Hasil Kegiatan
Hasil dari kegiatan konsultasi publik I adalah terjaringnya masukan mengenai visi
dan misi serta rumusan prioritas isu dari publik.


3.4. Penyusunan Dokumen Antara
3.4.1. Kegiatan
Penyusunan dokumen antara dilakukan oleh kelompok kerja dengan kegiatan
utama adalah :
a. Kelompok kerja melakukan revisi Dokumen Awal RSWP-3-K
b. Berdasarkan konsultasi publik I kelompok kerja melakukan pembahasan
mengenai tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan, indikator, target dan
program
c. Melakukan koordinasi untuk menyusun program dan penetapan kebijakan


A. Identifikasi Tujuan dan Sasaran

Tujuan dan sasaran strategis disusun berdasarkan hasil identifikasi potensi dan
permasalahan yang akan dihadapi pada langkah sebelumnya dalam rangka
mewujudkan visi dan melaksanakan misi.

Pernyataan tujuan harus dilengkapi dengan sasaran strategis sebagai ukuran
kinerjanya. Sasaran strategis dilengkapi dengan target kinerja sehingga
menjadi ukuran keberhasilan dari pencapaian visi dan misi.



Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
21
Kriteria penentuan Tujuan adalah sebagai berikut:
a. Tujuan harus sejalan dengan visi dan misi
b. Tujuan harus dapat menunjukkan suatu kondisi yang ingin dicapai
c. Tujuan harus dapat dicapai dengan kemampuan yang dimiliki; dan
d. Tujuan harus dapat mengarahkan perumusan sasaran strategis, strategi
dan kebijakan, serta program dalam rangka merealisasikan misi

Kriteria dalam penentuan Sasaran Strategis adalah sebagai berikut:
a. Sasaran strategis yang ditetapkan harus merupakan ukuran pencapaian
dari Tujuan;
b. Sasaran strategis mencerminkan berfungsinya outcomes dari semua
program;
c. Sasaran strategis harus dirumuskan dengan jelas dan terukur; dan
d. Sasaran strategis harus dilengkapi dengan target kinerja.

Kriteria dalam menentukan target kinerja Sasaran Strategis adalah sebagai
berikut:
a. Specific: sifat dan tingkat kinerja dapat diidentifikasi dengan jelas;
b. Measurable: target kinerja dinyatakan dengan jelas dan terukur;
c. Achievable: target kinerja dapat dicapai terkait dengan kapasitas dan
sumberdaya yang ada;
d. Relevant: mencerminkan keterkaitan (relevansi) antara target outcome
dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan; dan
e. Time Bond: waktu/periode pencapaian kinerja ditetapkan.


B. Penyusunan Strategi dan Arah Kebijakan

Untuk menyusun strategi perlu dilakukan analisis internal dan eksternal
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Analisis internal dan eksternal wilayah
pesisir yang digunakan adalah analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity and Threat) atau dalam beberapa kasus sering faktor
eksternalnya yang lebih didahulukan menjadi analisis TOWS. Dalam
pendekatan SWOT/TOWS, langkah-langkah yang dilakukan meliputi :

a.Identifikasi Kekuatan/ Kelemahan dan Peluang/ Ancaman

Dari potensi, status dan permasalahan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
(WP3K) diidentifikasi beberapa aspek internal WP3K (kekuatan dan
kelemahan) dan eksternal WP3K (peluang dan ancaman). Identifikasi aspek
internal dan eksternal ini dilakukan secara partisipatif bersama dengan FGD I
yang dilakukan untuk menjaring visi dan misi pengelolaan WP3K bersama
seluruh stakeholders (pemangku kepentingan) WP3K.
A. Analisis SWOT

Dalam menentukan strategi yang terbaik, dilakukan pemberian bobot (nilai)
terhadap tiap unsur SWOT berdasarkan tingkat kepentingan dan kondisi
WP3K. Bobot/nilai yang diberikan berkisar antara 1 - 5. Nilai 1 berarti tidak
penting, 2 berarti sedikit penting, 3 berarti cukup penting, 4 berarti penting dan
5 berarti sangat penting seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.





Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
22
Tabel 1. Pembobotan Tiap Unsur SWOT/TOWS
Kekuatan Bob
ot
Pelua
ng
Bob
ot
Kelemah
an
Bob
ot
Ancam
an
Bob
ot
S1
S2
S3
B. S4
S5
.
Sn
O1
O2
O3
O4
O5
.
On
W1
W2
W3
W4
W5
.
Wn
T1
T2
T3
T4
T5
.
Tn

Keterangan Bobot:
Nilai 5 = Sangat Penting
Nilai 4 = Penting
Nilai 3 = Cukup Penting


Nilai 2 = Kurang
Penting
Nilai 1 = Tidak Penting

Strategi pada dasarnya adalah cara untuk mencapai tujuan atau cara untuk
memecahkan permasalahan yang dihasilkan dari identifikasi isu strategis.
Strategi ditentukan dengan alat bantu matriks SWOT/TOWS yang telah
dilakukan pada proses sebelumnya.

Alternatif strategi pada matriks hasil analisis SWOT (Tabel 2) dihasilkan dari
penggunaan unsur-unsur kekuatan kawasan untuk mendapatkan peluang
yang ada (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman
yang akan datang (ST), pengurangan kelemahan kawasan yang ada dengan
memanfaatkan peluang yang ada (WO) dan pengurangan kelemahan yang
ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT).

Tabel 2. Matriks Hasil Analisis SWOT/TOWS
Peluang Ancaman
Kekuatan

SO1
SO2
SO3
SOn
SO1
SO2
SO3
SOn
Kelemahan

WO1
WO2
WO3
WOn
WT1
WT2
WT3
WTn

Strategi yang dihasilkan terdiri dari beberapa alternatif strategi. Untuk
menentukan prioritas strategi yang harus dilakukan, maka dilakukan
penjumlahan bobot yang berasal dari keterkaitan antara unsur-unsur SWOT
yang terdapat dalam suatu alternatif strategi. Jumlah bobot tadi kemudian
akan menentukan rangking prioritas alternatif strategi (Tabel 3).
Tabel 3. Ranking Alternatif Strategi
No Unsur SWOT Keterkaitan
Jumlah
Bobot
Rangking
Strategi SO
1. SO1 S1, S2, Sn, O1, O2, On
2. SO2 S1,S2,Sn, O1, O2, On
3. SO3 S1, S2, Sn, O1, O2, On
Strategi ST

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
23
No Unsur SWOT Keterkaitan
Jumlah
Bobot
Rangking
4. ST1 S1, S2, Sn, T1, T2,Tn
Strategi WO
5. WO1
W1, W2, Wn, O1, O2,
On

6. WO2
W1, W2, Wn, O1, O2,
On

7. WO3
W1, W2, Wn, O1, O2,
On

Strategi WT
8. WT1
W1, W2, Wn, T1, T2,
Tn

9. WT2 W1, W2, Wn, T1, T2, Tn
10. WT3
W1, W2, Wn, T1 , T2,
Tn


Segenap alternatif yang terformulasi kemudian dijabarkan tujuan, sasaran
dan indikasi program yang kemudian disederhanakan dalam bentuk
matriks.
C. Penetapan Indikator Program
Indikator secara sederhana didefinisikan sebagai sebagai sebuah alat atau
jalan untuk mengukur, mengindikasikan, atau merujuk sesuatu hal dengan
lebih atau kurang dari ukuran yang diinginkan. Sementara itu, menurut
Pomeroy and Rivera-Guieb (2006) indikator yang baik adalah indikator yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :

Dapat diukur : mampu dicatat dan dianalisis secara kuantitatif atau
kualitatif;
Tepat : didefinisikan sama oleh seluruh stakeholders
Konsisten : tidak berubah dari waktu ke waktu
Sensitif : secara proporsional berubah sebagai respon dari perubahan
aktual

Dalam beberapa kasus, pemilihan indikator terkait dengan tujuan yang akan dicapai
dari monitoring dan evaluasi. Ketika satu indikator sudah ditentukan, proses
berikutnya adalah pemilihan metode untuk mengukur indikator tersebut. Beberapa
syarat penting yang harus diperhatikan adalah bahwa metode tersebut sebaiknya
(1) akurat dan reliabel, artinya tingkat kesalahan yang ditimbulkan dari koleksi data
dapat diminimalisir; (2) biaya efektif, artinya sejauh mana metode ini akan
menghasilkan pengukuran indikator yang baik dengan biaya yang rendah; (3)
kelayakan, artinya apakah ada unsur masyarakat yang dapat melakukan metode
pengukuran indikator; dan (4) ketepatan, artinya sejauuh mana metode yang dipilih
sesuai dengan konteks RSWP-3-K.

3.4.2. Hasil Kegiatan
Tersusun Dokumen Antara RSWP-3-K yang sistematikanya sebagai berikut:
a. Pendahuluan : latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup RSWP-
3-K
b. Gambaran Umum Kondisi Daerah: deskripsi umum keadaan sumberdaya
pesisir dan pulau-pulau kecil, pola penggunaan lahan dan perairan,
kondisi sosial budaya
c. Kerangak Kebijakan Strategi: Visi dan Misi, isu pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil, tujuan dan sasaran, strategi dan arah
kebijakan, target dan indicator

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
24
d. Kaidah Pelaksanaan: langkah-langkah untruk melaksanakan RSWP-3-K ,
monitoring dan evaluasi.


3.5. Konsultasi Publik II
3.5.1. Kegiatan
Prosedur tahap ini dilakukan sama dengan konsultasi publik I, namun obyek
pembahasan yang berbeda karena pada konsultasi publik II pembahasan dan
masukan difokuskan pada strategi, arah kebijakan dan program pengelolaan
pesisir dan lautan yang sudah dihasilkan pada tahap sebelumnya. Pada tahap ini,
konsultasi dilakukan dengan mengundang pemangku kepentingan yang sudah
diidentifikasi sebelumnya. Pokja penyusunan RSWP-3-K dapat meminta bantuan
fasilitator untuk memandu jalannya konsultasi publik II ini. Keluaran utama dari
konsultasi publik II ini adalah kesepakatan tentang strategi, arahan kebijakan dan
program pengelolaan pesisir dan laut yang akan dituangkan dalam RSWP-3-K.

3.5.2. Hasil Kegiatan
Masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaan Dokumen Antara RSWP-3-K.


3.6. Perumusan Dokumen Final
3.6.1. Kegiatan
Kelompok Kerja menyempurnakan Dokumen Antara Rencana Strategis Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RSWP-3-K) menjadi Draft Final Rencana Strategis
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RSWP-3-K).

3.6.2. Hasil Kegiatan
a. Draft Final Dokumen Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(RSWP-3-K)
b. Rencana Tindak Lanjut
Rencana tindak lanjut berisi rencana dan jadwal kegiatan hingga diperolehnya
penetapan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RSWP-3-
K) dalam bentuk Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/ Walikota sesuai
kewenangannya.


3.7. Penetapan
3.7.1. Prosedur Penetapan Penyusunan Rencana Strategis WP3K.
Dalam dua minggu setelah pertemuan Pokja pembahasan dokumen final
Rencana Strategis WP-3-K, Ketua Pokja harus melaporkan proses dan hasil yang
telah dilaksanakan dalam penyusunan dokumen RSWP-3-K kepada Gubernur/
Bupati/ Walikota yang selanjutnya meminta saran/tanggapan
Gubernur/Bupati/Walikota terhadap dokumen dimaksud.
Setelah menerima hasil laporan dari Ketua Pokja terhadap dokumen final
Rencana Strategis WP-3-K Kabupaten/Kota, Bupati/walikota menyampaikan
dokumen final RSWP-3-K kepada gubernur dan Menteri, untuk mendapatkan
tanggapan dan/atau saran. Untuk Dokumen RSWP-3-K Provinsi, Gubernur
menyampaikan dokumen final RSWP-3-K provinsi kepada Menteri dan
bupati/walikota di wilayah provinsi yang bersangkutan, untuk mendapatkan
tanggapan dan/atau saran.
Menteri, gubernur atau bupati/walikota memberikan tanggapan dan/atau saran
terhadap dokumen final RSWP-3-K tersebut dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung mulai sejak diterimanya dokumen RSWP-3-K secara lengkap.
Dokumen RSWP-3-K dapat diberlakukan secara definitif apabila dalam jangka
waktu tersebut tanggapan dan/atau saran tidak dapat dipenuhi/diperoleh.

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
25
Tanggapan atau saran perbaikan yang diperoleh dari Menteri, Gubernur dan
Bupati/Walikota akan dipergunakan sebagai bahan penyempurnaan dokumen
final RSWP-3-K.
Dokumen RSWP-3-K yang telah mendapatkan masukan dari
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota disampaikan kembali oleh
Gubernur/Bupati/Walikota kepada ketua Pokja untuk diakomodir dalam dokumen
rencana strategis tersebut. Setelah masukan telah diakomodir, Ketua Pokja
mengirimkan surat permohonan penetapan beserta dokumen RSWP3K kepada
Gubernur/Bupati/Walikota untuk ditetapkan dengan Peraturan Gubernur atau
Peraturan Bupati/ Walikota sesuai kewenangannya.



Gambar 4. Alur penetapan dokumen RSWP-3-K Menurut Permen KP No 16/2008)


3.7.2. Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Gubernur/ Bupati/Walikota
RSWP-3-K.

Setelah RSWP-3-K mendapatkan masukan dari Menteri/ Gubernur/ Bupati/
Walikota, Ketua Pokja beserta tim mempersiapkan Rancangan Peraturan
Gubernur/ Bupati/ Walikota tentang RSWP3K. Draft Rancangan peraturan yang
telah disusun bersama dibahas bersama intansi terkait dengan mengundang Biro
Hukum Pemda. Final Rancangan Peraturan tersebut disampaikan secara resmi
oleh Ketua Pokja kepada Biro Hukum Pemda untuk diberi
masukan/diharmonisasikan.


3.7.3. Proses Penyebarluasan RSWP-3-K

Setelah dikeluarkannya Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota tentang RSWP-3-K,
dokumen tersebut dicetak dan disebarluaskan secara resmi. Penyebarluasannya
dapat dilaksanakan melalui tiga cara, yaitu:


Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
26
a. Kepala Daerah dan/atau instansi yang berwenang menyampaikan dokumen
RSWP-3-K secara resmi kepada publik, dalam suatu acara khusus, jumpa
pers atau pertemuan lainnya.
b. Ketua Pokja melakukan suatu jumpa pers atau pertemuan khusus yang
menjelaskan tujuan utama dari RSWP-3-K dan merinci beberapa salinan yang
dibuat.
c. Menyampaikan salinan RSWP-3-K ini melalui pos kepada pihak yang terkait.
Salinan tersebut harus dikirim kepada semua instansi terkait di Daerah
Propinsi atau Kabupaten/Kota yang terlibat selama masa penyiapan konsep
ini.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah harus menyiapkan salinan RSWP-3-K yang
cukup sebagai persediaan untuk dibagikan kepada pihak yang memerlukannya (LSM,
investor, lembaga pendidikan). Oleh karena RSWP-3-K ini mengikat kepada semua instansi
di daerah, maka dokumen ini harus dipakai sebagai dasar untuk pengambilan keputusan dan
penyusunan anggaran proyek. Pokja akan menindaklanjuti pelaksanaan dalam hal ini.


3.8. Pemantauan dan Evaluasi

Ketua Pokja menyampaikan laporan tentang kemajuan pelaksanaan RSWP-3-K ini yang
harus menguraikan antara lain :

a. Kemajuan umum dalam mencapai Visi dan Tujuan Daerah;
b. Hasil pemantauan dari setiap kebijakan dalam RSWP-3-K tersebut; dan
c. Segala masalah khusus dan pelaksanaannya untuk mengatasi masalah
tersebut.

Secara tahunan Ketua Pokja harus menyampaikan laporan yang disajikan pada
pertemuan tidak lebih dari 2 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran (misalnya
bulan Februari setiap tahun). Salinan laporan tahunan tersebut didistribusikan
kepada instansi terkait.

RSWP-3-K Daerah perlu ditinjau kembali lima tahun sekali secara teratur dan direvisi
mengikuti perkembangan zaman dan dinamika pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. Tinjauan lima tahun merupakan bagian dari proses perencanaan
pembangunan lima tahun, yang perlu dilakukan untuk mensinkronkan RSWP-3-K
dengan rencana pembangunan lainnya. Tinjauan ini akan memberikan kesempatan
untuk mengkaji kembali dan memperbaharui Tujuan dan Strategi Kebijakan Daerah
dan melibatkan komunikasi dengan semua unsur terkait. Tinjauan lima tahun
dilaksanakan dibawah arahan Ketua Pokja.

Tinjauan periodik dapat diperlukan saat muncul isu-isu baru atau proyek baru atau
saat diperolehnya pengalaman baru selama pelaksanaan RSWP-3-K tersebut dan
bentuk tinjauan tersebut memfokuskan diri utamanya pada keberadaan kebijakan
khusus dan diprakarsai oleh Ketua Pokja. RSWP-3-K dapat direvisi dan harus
mengikuti proses yang sama sebagaimana pembuatan suatu RSWP-3-K.
Sebagaimana umumnya suatu revisi, alasan untuk perubahan/tambahan harus
didokumentasikan dan dikonsultasikan dengan semua pihak yang berkepentingan.

Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang harus dilalui untuk melaksanakan
RSWP-3-K secara efektif dan memantau kemajuan kerja berdasarkan target dan
indikator kinerja. Program pemantauan dapat dilakukan melalui kontrak konsultan,
atau suatu posisi yang ditunjuk oleh Bappeda atau instansi lainnya. Setelah RSWP-3-
K disahkan, maka perlu dilaksanakan lokakarya pelatihan secara periodik terhadap
isinya begitu juga dengan seminar-seminar pemantauan kinerja untuk instansi-
instansi kunci dan para pemangku kepentingan.

Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
27
Tahap
Persiapan
Penyusunan
Dokumen
Awal
Konsultasi
PublikI
Penyusunan
Dokumen
Antara
pembentuk
an Kelompok
Kerja RSWP3K
penetapan
Kelompok
Kerja
RSWP3K
Penetapan
Tim Teknis
daftar SKPD
yang terkait
daftar prioritas
masalahWP3K
kebijakan SKPD
identifikasi
stakeholders
data dan
informasi
pesisir dan
pulau-pulau kecil
Masukan
stakeholders
dokumen awal
penjaringan
visi dan misi
identifikasi
isu strategis
dan prioritas
Tujuan dan
maksud RSWP3K
Deskripsi WP3K
Isu Strategis
Visi dan Misi
Kerangka
Strategi
Penyusunan
Dokumen
FInal
Penetapan
RSWP3K
Masukan
stakeholders
untuk dokumen
antara
Konsultasi
Publik
1 bulan 1 bulan 1 bulan 2 minggu 2 minggu 4-12 bulan 1 bulan
Dokumen Utuh
sesuai dengan
muatanRSWP3K
Proses adopsi
legal RSWP3K
3.9. Rincian Waktu Penyusunan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil

Waktu yang dibutuhkan untuk proses penyusunan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K) kurang lebih selama 5 (lima) bulan, yang terdiri dari tahap-
tahap pembentukan kelompok kerja, penyusunan dokumen awal, konsultasi publik,
penyusunan dokumen antara, konsultasi publik, perumusan dokumen final, dan penetapan.
Sedangkan RSWP3K membutuhkan waktu antara 4 (empat) bulan sampai dengan 12 (dua
belas) bulan untuk proses legalisasi rencana strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Secara diagramatik, rincian tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.















Gambar 5. Tahapan dan Waktu Penyusunan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (RSWP3K)






















Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
28
BAB IV
PENUTUP



Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini
merupakan panduan teknis bagi pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota,
agar menghasilkan rancangan RSWP-3-K yang konsisten dengan sasaran prioritas Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan atau menjadi masukan penting dalam upaya
pengelolaan dan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam perencanaan
pembangunan daerah lainnya

Anda mungkin juga menyukai