LINGKUNGAN (ANDAL)
Di
Kawasan Pantai Utara Jakarta
Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara, Kecamatan
Penjaringan, Kota Administrasi Jakarta Utara
2012
Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
Kebijakan, rencana dan program penataan kembali Kawasan Pantai Utara Jakarta yang telah
digagas sejak tahun 1990 terus mengalami penyempurnaan. Konsep penataan kembali Pantura
Jakarta yang mencakup konsep reklamasi pulau dan konsep revitalisasi pantai lama yang dimuat
di dalam Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Kawasan Pantura Jakarta
telah diakomodasi ke dalam Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang
Kawasan Jabodetabekpunjur. Di dalam Rencana Tata Ruang tersebut, selain mengatur tata ruang
makro Provinsi DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi,
Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang serta Kota Depok, dimuat juga zonasi perlindungan
dan zonasi pemanfaatan kawasan Pantura. Mengacu ke zonasi tersebut dapat dipahami bahwa
penataan kembali kawasan Pantura Jakarta diarahkan kewujud reklamasi pulau, dimana jarak
antara garis pantai lama dengan pulau reklamasi ± 200 m. Arahan tata ruang di dalam peraturan
presiden tersebut dijabarkan ke dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 1 tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030, yang memuat arahan rencana
struktur tata ruang, sistem infrastruktur dan rencana pola ruang kawasan Pantura Jakarta yang
terpisah dari daratan lama, yang pemnbangunannya melalui pendekatan reklamasi pulau.
Berkaitan dengan itu, dapat dikemukakan bahwa materi pengaturan penataan kembali kawasan
Pantura yang dimuat di dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 8 tahun 1995
(sebagai Kawasan Andalan) sudah tidak sesuai dengan materi arahan tata ruang kawasan
reklamasi dan kawasan revitalisasi pantai lama sebagaimana dimuat di dalam Perda Provinsi DKI
Jakarta nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030 yang menggolongkan
kawasan Pantura sebagai Kawasan Strategis Provinsi di bidang ekonomi dan lingkungan hidup.
Bersamaan dengan proses finalisasi RTRW DKI Jakarta 2030, Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI
Jakarta bersama pemerintah Kerajaan Belanda melaksanakan kajian Jakarta Coastal Defence
Study yakni kajian penyelamatan ekosistem Jakarta akibat naiknya muka air laut dan turunnya
permukaan tanah di kawasan Pantura, dengan demikian dapat dikatakan bahwa reklamasi Pulau-
pulau di pantai Utara Jakarta yang mengakomodasi prinsip-prinsip perlindungan pantai merupakan
rangkaian program penyelamatan ekosistem Jakarta.
Untuk memperoleh gambaran utuh tentang dinamika konsep penataan kembali Kawasan Pantura
dapat dijelaskan beberapa hal penting tentang pemanfaatan dan resiko lingkungan kawasan pantai
ini. Dalam kurun waktu sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2010, yakni masa proses
penyusunan dan pemantapan konsep penataan kembali Kawasan Pantura Jakarta tidak banyak
dilakukan perbaikan sarana dan prasarana kawasan pantai, sementara itu proses pembebanan
lingkungan sebagai akibat pembangunan fisik bagian-bagian Kota Jakarta yang sangat pesat ke
segala arah sejak periode tahun 1975 sampai dengan tahun 1995 selain memberikan manfaat bagi
penduduk kota juga menimbulkan permasalahan lingkungan. Masalah utama yang dihadapi adalah
minimnya prasarana drainase, prasarana transportasi, prasarana sanitasi dan perumahan bagi
rakyat. Akumulasi dampak pembangunan fisik berlangsung di kawasan pantai yang fisiknya
merupakan dataran rendah yang sangat datar. Bahkan 40% dari luas wilayah Jakarta Utara
merupakan sub merged land, yakni dataran yang lebih rendah dari muka laut. Topografi kawasan
pantai yang lebih rendah dari muka laut menimbulkan masalah lingkungan tatkala berfungsi
sebagai ujung pembuangan (end of pipe) aliran air permukaan dan aliran limbah cair. Karena
terbatasnya jaringan sanitasi dan drainase kota, maka aktivitas perkotaan terutama di bagian kota
berkepadatan tinggi menimbulkan masalah lingkungan yang serius, sementara itu bahan-bahan
pencemar yang dibawa oleh aliran 13 sungai tersebar di perairan laut dangkal mulai dari pantai
Marunda di sebelah Timur hingga Kamal Muara di sebelah Barat.
Upaya untuk menanggulangi dan mencegah penurunan kualitas lingkungan hidup dan penyediaan
lokasi pembangunan baru di kawasan pantai dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan
cara reklamasi yang parsial. Awal tahun 1990 muncul masalah lingkungan akibat konflik
penggunaan tanah di kawasan pantai, antara lain gangguan terhadap instalasi PLN di Muara
Karang. Upaya penyelesaian masalah dilakukan melalui rekayasa teknik dengan cara mengatur
aliran sirkulasi air out let air hasil pendinginan mesin, dan menjauhkannya dari lokasi in take air
pendingin. Sejak masa itu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan
kajian penataan Pantai Utara Jakarta dan dilanjutkan dengan kajian-kajian sektoral oleh Dinas
Tata Ruang DKI Jakarta, Dinas Perikanan DKI Jakarta dan BAPPEDA.
Di dalam Keputusan Presiden tersebut secara tegas dikemukakan juga bahwa wewenang dan
tanggung jawab Reklamasi Pantura berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota
Jakarta. Dalam rangka mengendalikan Reklamasi Pantura, dibentuk sebuah Badan Pengendali
yang bertugas untuk:
1. Mengendalikan perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan Reklamasi Pantura;
2. Mengendalikan penataan Kawasan Pantura Jakarta.
Untuk menyelenggarakan Reklamasi Pantura, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta
membentuk Badan Pelaksana (BP) Pantura sebagai perpanjangan tangan Pemda DKI Jakarta,
dimana dalam melaksanakan tugasnya Badan Pelaksana (BP) Pantura dapat melakukan
kerjasama usaha dengan pihak lain dengan tidak mengurangi wewenang dan tanggung jawab
Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Masa tugas BP Pantura ini telah berakhir tahun
2009, sehingga tugas-tugas penanganan yang terkait dengan Pantura Jakarta ditangani oleh
instansi terkait melalui koordinasi Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Atas dasar kajian-kajian tematis yang dilakukan oleh berbagai instansi, Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta menjabarkan Keppres Nomor 52 Tahun 1995 ke dalam format Peraturan Daerah,
yakni Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana
Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Kebijaksanaan penyelenggaraan reklamasi Kawasan
Pantura Jakarta ditujukan untuk mewujudkan lahan hasil reklamasi seluas 2.700 Ha dan
memanfaatkannya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2010, serta
dilaksanakan secara terpadu dengan penataan kembali (revitalisasi) daratan Pantura Jakarta
seluas 2.500 Ha untuk meningkatkan kualitas lingkungannya. Revitalisasi merupakan serangkaian
program perkuatan dan pemberdayaan fungsi kawasan melalui penataan kembali, perbaikan,
pemugaran, pembangunan, konservasi dan preservasi untuk meningkatkan kualitas lingkungan
dan tingkat kesejahteraan masyarakat setempat.
Di dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2030, Kawasan Pantura Jakarta ditetapkan sebagai
Kawasan Strategis untuk kepentingan ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Pada pasal 101
dimuat arahan Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai berikut:
1. Kawasan Strategis Pantura mencakup pengembangan areal reklamasi dan kawasan daratan
pantai dilakukan secara terpadu yang bersama-sama ditetapkan sebagai satu kawasan
perencanaan.
2. Pelaksanaan reklamasi, harus memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan
pelabuhan, kepentingan kawasan berhutan bakau, kepentingan nelayan, dampak terhadap
banjir rob dan kenaikan permukaan laut serta sungai, kepentingan dan fungsi lain yang
ada di Kawasan Pantura.
Dalam rangka merealisasikan Perjanjian Kerjasama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan PT.
Kapuk Naga Indah (tahun 1997) tersebut, maka sejak tahun 2005 PT. Kapuk Naga Indah telah
memutakhirkan konsep-konsep persiapan pengembangan proyek reklamasi yang telah
memperoleh persetujuan prinsip tahun 1997 dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan-
kegiatan yang telah diselesaikan oleh PT. Kapuk Naga Indah, antara lain:
1. Konsultasi penjabaran Rencana Rinci Tata Ruang Kecamatan (skala 1 : 5000) ke tingkat
Rencana Teknik Ruang Kota (skala 1 : 1000);
2. Kajian pemodelan hidrodinamika perairan laut untuk memilih opsi teknik reklamasi dan lebar
kanal vertikal, yang dilakukan oleh Witteven Bos Indonesia (Nedeco) dengan second opinion
BPPT;
3. General design rencana reklamasi Tahap I;
4. Kajian kaitan hidrolika reklamasi Kapuk Naga Indah dengan pola tata air DAS yang bermuara
ke wilayah proyek Kapuk Naga Indah;
5. Kajian restorasi ekosistem mangrove Angke Kapuk sebagai kegiatan paralel konstruksi Kapuk
Naga Indah;
6. Kajian Keanekaragaman Jenis Perikanan Tangkap di Teluk Jakarta Bagian Barat;
7. Kajian Perubahan Sosial Masyarakat di Kecamatan Penjaringan;
8. Kajian Penjabaran Rencana Sarana dan Prasarana Lingkungan;
9. Pengukuran dan Pemetaan TM30 (derajat) lokasi proyek;
10. Kegiatan pembebasan bagan para nelayan budidaya kerang hijau telah dilakukan pada tahun
2006 dengan memberikan kompensasi biaya ganti rugi bekerjasama dengan Kantor
Kelurahan Kamal Muara dan tidak dilakukan relokasi;
11. Penyelenggaraan konsultasi publik dalam rangka pelaksanaan Keputusan Gubernur Nomor
76 Tahun 2001 tentang Pedoman Operasional Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi Dalam Proses AMDAL, telah dilaksanakan pada tanggal 11 April 2006;
12. Rekomendasi ANDAL, RKL dan RPL Nomor 25/Amdal/-1.774.151, tanggal tanggal 28
September 2007 dari Komisi Penilai AMDAL Daerah Provinsi DKI Jakarta;
13. Penyelenggaraan konsultasi publik (kedua) dalam rangka pelaksanaan Keputusan Gubernur
Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Operasional Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL, telah dilaksanakan pada tanggal 6 Juli 2011,
bertempat di Ruang Fatahillah Gedung Walikota Jakarta Utara Blok P Lantai 2, Jl. Yos
Sudarso Kav. 27 – 29, Tanjung Priok, Jakarta Utara;
14. Studi pengembangan CSR PT. Kapuk Naga Indah bersama Swisscontact tahun 2009;
15. Rangkaian konsultasi KNI dengan instansi terkait di lingkungan Pemda DKI Jakarta;
16. Presentasi Kapuk Naga Indah dihadapan Rapim Gubernur DKI Jakarta Tahun 2010;
17. Studi Pandang 4 (empat) Perguruan Tinggi (ITB, UGM, UNDIP, dan UNHAS) tentang
Implikasi Reklamasi Pulau Kapuk Naga Indah.
Tujuan dan kegunaan pembangunan di areal Kapuk Naga Indah pada dasarnya identik dengan
tujuan dan penyelenggaraan Reklamasi Pantura sebagaimana dinyatakan di dalam Peraturan
Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang
Pantura Jakarta, yang sudah diakomodasikan ke dalam Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 1
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, yakni:
1. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan Kota Jakarta sebagai
kota pelayanan yang strategis dan memiliki daya saing yang tinggi dalam perkembangan
kota-kota dunia,
2. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan keseimbangan
kepentingan kesejahteraan dan keamanan,
3. Terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan yang memperhatikan
pemanfaatan kawasan lindung dan budidaya, dan
4. Mengurangi tekanan pertumbuhan kota ke arah Selatan.
Sedangkan pertimbangan peranserta PT. Kapuk Naga Indah dalam rangka pelaksanaan
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah, antara lain:
1. Menyambut tawaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membangun Jakarta sebagai Ibu
Kota Negara Republik Indonesia yang berkualitas,
2. Mengembangkan sekaligus diversifikasi usaha di bidang jasa konstruksi dalam negeri,
3. Mengoptimalkan peluang pemanfaatan ruang Pantura yang relatif dekat dengan Bandara
Soekarno-Hatta,
4. Membangun kota pantai (waterfront city) yang memiliki faktor penarik bagi investasi asing,
5. Membangun prasarana yang handal untuk jangka panjang (infrastruktur jalan raya, rel KA
Ganda dan Light Train),
6. Menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, dan
7. Areal Kapuk Naga Indah menjadi salah satu Sistem Pusat Regional.
Di dalam Perjanjian Kerjasama Nomor 162 Tahun 1997 dan Nomor 094/KNI-SP/VII/97 tanggal 28
Juli 1997, dijelaskan bahwa kerjasama Pemda DKI Jakarta dengan PT. Kapuk Naga Indah adalah
mengembangkan proyek reklamasi pada areal seluas ± 674 Ha. Mengacu ke Adendum Perjanjian
Kerjasama dan hasil pengukuran dan pemetaan oleh Dinas Pertanahan dan Pemetaan Provinsi
DKI Jakarta (hingga kedalaman -8 m), maka luas areal kerja PT. Kapuk Naga Indah adalah ± 870
Ha terdiri dari Pulau 1 ± 275 Ha, Pulau 2A ± 310 Ha, dan Pulau 2B ± 285 Ha. Pengukuran dan
pemetaan areal kerja dalam rangka pelaksanaan Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemakaian Peta Dasar Di Wilayah Provinsi DKI Jakarta (Pemetaan TM30)
seluas ± 1.131 Ha.
Sebagaimana dijelaskan bahwa tahun 2007 PT. Kapuk Naga Indah telah memperoleh
rekomendasi AMDAL 1 pulau (pulau 2A). Untuk mengakomodasi penyesuaian-penyesuaian
rencana reklamasi dan arahan-arahan RTRW Jakarta 2030 tentang Kawasan Strategis Pantura
Jakarta, maka dilakukan penyusunan ANDAL Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (2012) sebagai
tindak lanjut dari KA-ANDAL Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (2012).
Walaupun PT. Kapuk Naga Indah sudah memperoleh Izin Membangun Prasarana dan
Rekomendasi AMDAL, tetapi karena belum memperoleh izin/persetujuan melaksanakan reklamasi,
maka PT. Kapuk Naga Indah belum melakukan kegiatan fisik reklamasi tetapi lebih berorientasi
pada penyempurnaan berbagai konsep, melaksanakan kegiatan restorasi ekosistem mangrove
dan CSR bagi keluarga Nelayan di Kamal Muara.
Pasal 50 ayat (2) e, Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
menyatakan bahwa keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan
dinyatakan kadaluwarsa apabila rencana usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak ditertibkannya Izin Lingkungan (ANDAL, RKL dan RPL). Selain
faktor legalitas evaluasi dan peninjauan RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030, perubahan rona
lingkungan sekitar rencana proyek, yakni peningkatan angka kepadatan vegetasi dan luasan
tutupan mangrove hasil restorasi yang dilaksanakan oleh PT. Kapuk Naga Indah menjadi bahan
pertimbangan dokumen ANDAL Reklamasi 3 Pulau Kapuk Naga Indah ini, sebagai tindak lanjut
dari dokumen KA-ANDAL Reklamasi 3 Pulau Kapuk Naga Indah yang telah disusun.
Selain itu, dokumen ANDAL Reklamasi Pulau Kapuk Naga Indah ini juga akan mempertimbangkan
beberapa kajian yang diselenggarakan akhir-akhir ini, terutama: (a) Kajian Lingkungan Hidup
Strategis Pantai Utara Jakarta yang dilakukan oleh BPLHD tahun 2009 dan Kajian Lingkungan
Hidup Teluk Jakarta Tiga Provinsi yang dilaksanakan oleh Bappeda Provinsi DKI Jakarta bersama
Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2010 dan (c) Penyiapan data dan analisis dalam rangka
penyusunan Raperda RTR Kawasan Strategis Pantura oleh Bappeda Provinsi DKI Jakarta tahun
2010.
Pada tanggal 6 Juli 2011 Kantor Lingkungan Hidup Kota Jakarta Utara telah melakukan fasilitasi
PT. Kapuk Naga Indah bersama Tim Penyusun Studi AMDAL menyelenggarakan Konsultasi
Publik berkaitan dengan Rencana Reklamasi 3 Pulau Kapuk Naga Indah. Kegiatan tersebut
dimaksud dipimpin oleh Walikota Jakarta Utara, dihadiri oleh sekitar 60 orang peserta (menurut
daftar absensi terlampir). Saran dan atau tanggapan atas diskripsi rencana kegiatan yang potensial
menimbulkan dampak akan menjadi bahan pertimbangan di dalam pelaksanaan pendugaan dan
evaluasi dampak serta bila relevan akan dikaji di dalam proses mitigasi dampak.
Dengan demikian perlu dijelaskan bahwa dokumen KA-ANDAL tahun 2012 telah selesai disusun,
maka laporan ANDAL Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah ini disusun sebagai pembaharuan
laporan ANDAL tahun 2007 dan pendekatan penyusunannya tetap Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL. Kondisi di lapangan saat ini
untuk kegiatan persiapan Reklamasi Pulau 2A seluas ± 310 Ha serta persiapan dilakukan
pembangunan jembatan penghubung.
Di dalam Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah DKI Jakarta dengan PT. Kapuk Naga Indah
Nomor 162 Tahun 1997 dan Nomor 094/KNI-SP/VII/97, tanggal 28 Juli 1997 telah disepakati
bahwa maksud kerjasama adalah melakukan reklamasi di dalam “Pengembangan Areal
Reklamasi” dengan pola saling menguntungkan bagi ke dua belah pihak guna menunjang
pengembangan areal reklamasi dan kegiatan di sekitarnya, serta mendukung terwujudnya Kota
Pantai Utara dan Penataan Kawasan Daratan Pantai Utara Jakarta. Keuntungan yang diperoleh
Pemda DKI Jakarta akan terlihat dari berbagai indikator, bukan hanya yang terkait dengan retribusi
perizinan sesuai Perda Retribusi Pembangunan dan bagi hasil tanah reklamasi, pajak atas tanah
hasil reklamasi, tetapi juga terwujudnya struktur ruang dan pola ruang yang direncanakan di dalam
RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030. Hal ini sudah merupakan idealisme dan komitment PT Kapuk
Naga Indah sejak proses perumusan surat perjanjian kerja sama.
Untuk mendukung gagasan dan idealisme rencana pembangunan tersebut, PT. Kapuk Naga Indah
akan tetap melanjutkan konsultasi teknis perencanaan kepada instansi di lingkungan Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta, baik perencanaan teknis reklamasi maupun rencana pola ruang serta desain
ruang kota (urban design) serta tanggung jawab sosial perusahaan PT. Kapuk Naga Indah kepada
masyarakat.
Sebagai bagian dari perencanaan makro Kawasan Pantura Jakarta, maka kegunaan kegiatan
pembangunan proyek reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah mengacu pada kebijakan dan strategi
penataan ruang Kawasan Strategis Pantura sebagaimana dirumuskan di dalam RTRW Provinsi
DKI Jakarta 2030. Sebagai dokumen yang memuat arahan rencana tata ruang kawasan strategis
Kawasan Pantura. Salah satu butir pada Pasal 6 ayat (1) huruf c Perda 1 Tahun 2012 tentang
RTRW DKI Jakarta 2030 merupakan salah satu kebijakan penataan ruang Provinsi DKI Jakarta
adalah “peningkatan pertumbuhan ekonomi berbasis ekonomi di sektor perdagangan, jasa, industri
kreatif, industri teknologi tinggi dan pariwisata”. Untuk mendukung kebijakan tersebut pada Pasal 7
ayat (3) dirumuskan strategi untuk melaksanakan kebijakan tersebut, yakni meliputi:
1. Meningkatkan kapasitas dan intensitas pusat kegiatan primer dan sekunder untuk mewadahi
aktivitas perdagangan, jasa, dan industri kreatif berskala regional, nasional dan internasional;
2. Membangun kawasan Sentra Primer Barat, Sentra Primer Timur, Kawasan Segitiga Emas
Setiabudi, Kawasan Manggarai, Kawasan Jatinegara, Kawasan Bandar Baru Kemayoran,
Kawasan Dukuh Atas, Kawasan Mangga Dua, Kawasan Tanah Abang, Kawasan Pantura,
Kawasan Pengembangan Ekonomi Marunda, dan kawasan strategis lainnya;
3. Membangun prasarana pariwisata untuk penyelenggaraan kegiatan MICE bertaraf;
4. Mempercepat revitalisasi kawasan kota tua sebagai pusat kegiatan pariwisata sejarah dan
budaya.
Kebijakan dan strategi penataan Kawasan Pantura akan menjadi landasan operasional
penyusunan rencana struktur dan rencana pola ruang Kawasan Strategis Pantura. Berkaitan
dengan itu, maka PT. Kapuk Naga Indah akan menjadi mitra Pemerintah DKI Jakarta untuk
merealisasikan penataan dan pembangunan Kawasan Pantura Sub Kawasan Barat melalui
kontribusi rangkaian kegiatan, terutama:
1.3. PERATURAN
Penyusunan ANDAL Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (3 Pulau ) ini didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, antara lain:
1.3.1. Undang-Undang
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
digunakan sebagai acuan kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
11. Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; sebagai
acuan penyampaian informasi kepada publik.
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
digunakan sebagai acuan pengelolaan gangguan alur pelayaran dan keselamatan
pelayaran.
13. Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; sebagai acuan
pengelolaan sampah.
14. Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan angkutan jalan; sebagai
acuan pengelolaan jalan dan transportasi darat.
15. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup; digunakan sebagai acuan kewajiban melakukan
pengelolaan lingkungan hidup.
16. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
digunakan sebagai acuan pengelolaan kesehatan kerja dan kesehatan lingkungan.
17. Undang-undang nomor 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus; sebagai
acuan pengelolaan kawasan ekonomi khusus.
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan;
digunakan sebagai acuan pengelolaan dampak perikanan.
19. Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya; sebagai acuan
pengelolaan kawasan cagar budaya.
2. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1994 tentang Kawasan Pantura adalah Kawasan
Andalan; digunakan sebagai acuan reklamasi.
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan
Nasional Dibidang Pertanahan; digunakan sebagai acuan pengelolaan tanah Pulau
Kapuk Naga Indah.
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2005 tentang Pelayaran
Nasional; digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan kebijakan di bidang pelayaran
nasional.
5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2001 tentang Kriteria
Baku Kerusakan Terumbu Karang; digunakan sebagai acuan mengenai kriteria baku
kerusakan terumbu karang.
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik; digunakan sebagai acuan baku mutu air limbah domestik.
7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-51 Tahun 2004 tentang Baku
Mutu Air laut; digunakan sebagai acuan baku mutu kualitas air laut.
8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL; digunakan sebagai acuan
implementasi RKL dan RPL.
9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyusunan AMDAL; digunakan sebagai acuan penyusunan dokumen Andal, RKL dan
RPL.
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan
Sampah.
11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi AMDAL; digunakan sebagai acuan
penyusunan dokumen Amdal.
1. Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 tentang Penetapan
Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair Di
Wilayah Provinsi DKI Jakarta; digunakan sebagai acuan baku mutu kualitas air
permukaan.
2. Keputusan Walikotamadya Jakarta Utara Nomor 13 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Tim Pengendalian Pemberian Dispensasi Penggunaan Kendaraan Angkutan
Berat/Angkutan Tanah Di Wilayah Kotamadya Jakarta Utara; digunakan sebagai acuan
pengangkutan tanah merah/tanah urug.
3. Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 01 Tahun 2001 tentang Bahan Galian
Golongan C; digunakan sebagai acuan penyediaan pasir, batu dan tanah merah/tanah
urug.
4. Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman
Operasional Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); digunakan sebagai acuan
pelaksanaan konsultasi publik.
5. Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku
Mutu Kualitas Udara Ambient dan Tingkat Kebisingan Dalam Wilayah Provinsi DKI
Jakarta; digunakan sebagai acuan baku mutu kualitas udara ambien dan kebisingan.
6. Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 2863 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL Di Wilayah Provinsi
DKI Jakarta; digunakan sebagai acuan penyusunan dokumen Amdal.
7. Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1954 Tahun 2003 tentang Pelaporan Data
dan Informasi Daya Dukung Tanah dan Struktur Tanah; digunakan sebagai acuan
pemantauan penurunan muka tanah.
8. Peraturan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air
Limbah Domestik Di Wilayah Provinsi DKI Jakarta; digunakan sebagai acuan
pengelolaan air limbah domestik.
BAB II
RENCANA KEGIATAN
2.1.1. Pemrakarsa
Tim Penyusun dokumen AMDAL Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah dapat dilihat pada
Tabel 2.1 berikut.
PT. Kapuk Naga Indah berperanserta di dalam kegiatan restorasi ekosistem mangrove
yang terletak di sisi Selatan area Reklamasi KNI. Pada tahun 2006 PT. KNI bekerjasama
dengan Fakultas Kehutanan IPB Bogor melaksanakan studi perencanaan Restorasi
Ekosistem Mangrove. Berdasarkan kajian Fakultas Kehutanan IPB Bogor total luas hutan
mangrove saat ini adalah 49.345 Ha, terdiri dari mangrove Barat Cengkareng Drain
21.863 Ha dan Timur Cengkareng Drain 27.482 Ha, sedangkan luas areal rencana
restorasi mangrove adalah 14.341 Ha, sehingga total luas hutan mangrove menjadi
63.686 Ha. Secara keseluruhan luas areal restorasi mangrove disajikan pada Tabel 2.2.
dan Gambar II.1.
Mengacu ke rencana teknis restorasi yang disusun dan sdisetujui oleh Kepala Dinas
Kehutanan Provinsi DKI Jakarta Tahaun 2007 dilakukan rangkaian kegiatan antara lain:
a. Pemasangan ajir untuk persiapan penanaman bibit pohon bakau rhizopora pada areal
Restorasi Ekologis hutan mangrove di kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk – Pantai
Indah Kapuk, Jakarta Utara (Nov 2007) yang dilaksanakan oleh anggota keluarga
nelayan di sekitar Pantai Indah Kapuk.
b. Penanaman 1000 tegakkan pohon bakau jenis rhizopora di kawasan reklamasi
kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk diprakarsai Ibu Annie F. Numberi / isteri
Menteri Kelautan dan Perikanan paralel dengan Gerakan Perempuan Tanam Dan
Pelihara 10 Juta Pohon, dalam rangkaian acara Konferensi PBB untuk Perubahan
Iklim,1 Desember 2007. Pembangunan di kawasan reklamasi Hutan Lindung ini
dilaksanakan sebagai bagian dari kontribusi dan kewajiban PT. Kapuk Naga Indah
dalam program Rehabilitasi Hutan Mangrove di kawasan Revitalisasi Pantura
c. Pada Februari 2008, Menteri Kehutanan/ MS Kaban beserta Ketua PWI/Persatuan
Wartawan Indonesia/ Bp Tarman Azam melaksanakan penanaman mangrove di
kawasan Restorasi Ekologis Hutan Mangrove – Hutan Lindung Angke Kapuk dalam
rangka peringatan Hari Pers Nasional dan peringatan Hari Lahan Basah Sedunia.
d. Pada 1 Maret 2008, 3 bulan setelah penanaman1000 pohon mangrove tahap I, Bapak
dan Ibu Freddy Numberi kembali melakukan penanaman 700 buah pohon mangrove
tahap II, sekaligus dalam rangka memantau hasil penanaman 3 bulan sebelumnya.
Hasil monitoring menunjukkan ratio tumbuhnya pohon bakau mencapai 92%. Ratio
85% menunjukkan indikator sangat baik.
e. Gerakan Penanaman: “Satu Murid Satu Pohon” dipimpin oleh Gubernur DKI Jakarta,
tanggal 19 Juli 2008 di kawasan ekologis Pantai Indah Kapuk.
f. Pencanangan Komunitas Sahabat Bakau oleh Gubernur DKI Jakarta beserta para
Duta Besar Negara Sahabat (2 Agustus 2009).
g. Penanaman bakau oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup, di
Pantai Indah Kapuk, 21 November 2009 dalam acara “Selamatkan Teluk Jakarta”.
h. Penanaman bakau oleh NOAA Administrator (Dr. Jane Lubchenco), Kedutaan Besar
Amerika Serikat, dan STIKOM London School of Public Relation, Jakarta, di Pantai
Indah Kapuk, 5 Januari 2010 dalam acara “One Tree at a Time”.
i. Penanaman bakau oleh Walikota Jakarta Utara & GPSK (Gerakan Peduli Sekitar
Kita), 24 September 2010.
j. Penanaman bakau oleh Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon & Program
Penanaman Satu Milyar Pohon – 17 Desember 2010.
Kegiatan di atas berlangsung pada Blok V dan VI; sedangkan Blok III dan IV belum
dilaksanakan karena akses menuju blok ini tidak dapat dilakukan dari darat, sehingga
memerlukan biaya yang cukup besar jika dilakukan akses dari laut dengan rintangan
yang berat. Pada Blok I dan II merupakan areal pengelolaan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (Pusat Kajian Kelautan dan Perikanan) sehingga masih diperlukan
penyesuaian rencana teknik restorasi tersebut dengan program-program yang disusun
oleh Pusat Kajian Kelautan dan Perikanan. Bersamaan dengan kegiatan reklamasi perlu
dilanjutkan konsultasi dan koordinasi kelanjutan restorasi ekosistem mangrove ini.
Pada dasarnya endapan di muara sungai diakibatkan oleh sampah dan endapan dari
sungai-sungai di Jakarta, sehingga untuk pengendalian dan pencegahannya harus
terintegrasi dengan program pemerintah untuk mendidik masyarakat di sekitar sungai.
Sedangkan untuk endapan di sekitar pulau secara alami akan terjadi, tetapi dengan
adanya pulau tersebut abrasi daratan yang selama ini terjadi dapat dihindari. Untuk itu
endapan yang terjadi secara periodik akan dikeruk, sehingga kondisi muara sungai tetap
bersih dan terjaga.
Sehubungan dengan lokasi proyek yang berdekatan dengan pantai maka keadaan sosial
dan kehidupan nelayan menjadi perhatian. Dengan ini pihak PT. Kapuk Naga Indah akan
membangun rumah susun dan program alih profesi yang disiapkan untuk meningkatkan
kualitas tingkat hidup mereka.
2.2.2. Partisipasi Tanggung Jawab Sosial PT. Kapuk Naga Indah Terhadap Masyarakat
Partisipasi tanggung jawab sosial PT. Kapuk Naga Indah terhadap masyarakat adalah
peningkatan taraf hidup masyarakat kampung nelayan kamal muara (Community Livelihood
Development-CLD). Kelurahan Kamal Muara terletak di wilayah Kota Jakarta Utara
berbatasan dengan Laut Jawa di bagian utara, perumahan Pantai Indah Kapuk di bagian
timur, Kabupaten Tangerang di bagian barat, dan jalan raya Kapuk Kamal di bagian selatan
dengan luas 10,53 km2, terdiri atas 4 RW dengan jumlah penduduk 7.916 orang (tahun
2008) dan kepadatan 752 orang/km.
Gambar II.2. Primary Target Area CLD PT. Kapuk Naga Indah
Strategi pelaksanaan adalah melibatkan masyarakat dalam kegiatan proyek agar timbul
kepemilikan proyek sejak awal; namun seleksi penerima manfaat langsung tetap harus
dilakukan (misalnya dengan kriteria ketekunan, disiplin, kepemimpinan) dan mereka yang
terseleksi akan menjadi contoh bagi dan memotivasi yang lain.
Pendidikan keterampilan & usaha baru ini melibatkan sesejumlah mitra perusahaan (pelaku
pasar) dalam penyediaan beasiswa dan memfasilitasi penyerapan tenaga, antara lain:
1. Pendidikan keterampilan di IGTC (international garment training center).
2. Pendidikan Teknik Montir Sepeda Motor.
3. Kini sedang dipelajari skema budidaya jamur merang/kardus dalam rangka peningkatan
pendapatan penduduk Kamal Muara (2012).
Studi Pandang 4 (empat) Perguruan Tinggi (ITB, UGM, UNDIP, dan UNHAS) tentang
implikasi reklamasi pulau Kapuk Naga Indah telah dilakukan sejak tahun 2010, dapat dilihat
pada tabel berikut.
Sejak penerbitan Rekomendasi ANDAL, RKL dan RPL Nomor 25/Amdal/-1.774.151, tanggal
tanggal 28 September 2007 dari Komisi Penilai AMDAL Provinsi DKI Jakarta PT. Kapuk
Naga Indah melaksanakan pemantauan implementasi RKL. Berhubung kegiatan utama
reklamasi pulau belum berlangsung maka yang dilaksanakan adalah kegiatan revitalisasi
pantai lama yakni restorasi ekosistem mangrove dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap lingkungan sekitarnya. Laporan implementasi RKL ini telah dilakukan sejak tahun
2008 hingga saat ini (periode Januari – Maret 2012).
Lokasi Kegiatan rencana Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah terletak di perairan laut
dangkal di sisi Utara Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan,
Kota Administrasi Jakarta Utara, dengan batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Perairan Kepulauan Seribu/Laut Jawa (kedalaman -8 m).
2. Sebelah Timur : Perairan Muara Angke dan Pantai Mutiara.
3. Sebelah Selatan : Hutan Mangrove/Hutan Lindung Angke Kapuk (yang lebarnya rata-
rata ± 200 m) dan Kawasan Pantai Indah Kapuk.
4. Sebelah Barat : Perbatasan Propinsi DKI Jakarta dengan Propinsi Banten.
Rencana reklamasi pulau-pulau KNI dan pemanfaatan lahan hasil reklamasi akan mengacu
ke Rencana Teknis Ruang Kota yang diterbitkan oleh dinas teknis yang menangani.
Rencana teknis dimaksud mengacu ke Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030. Di dalam perda ini telah diakomodasikan ketentuan-
ketentuan pengaturan pengembangan Kawasan Pantura yang dimuat di dalam Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur
yang mengakomodasikan ketentuan pengaturan kawasan pantura yang di dalam Keputusan
Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Kawasan Pantura Jakarta. Ketentuan-
ketentuan pengaturan kawasan pantura yang ada di dalam Peraturan Daerah Nomor 1
tahun 2012 dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura. Dalam
proses perencanaan reklamasi pulau KNI yang dikonsultasikan ke instansi yang
membidangi perencanaan tata ruang diperoleh gambaran sebagai berikut:
1. Jarak lokasi kegiatan dari daratan adalah ± 300 m, yakni ± 200 m perairan laut dan ±
100 m ekosistem mangrove, dan design makro sudah mempertimbangkan perlindungan
lingkungan di pantai lama termasuk lebar kanal lateral.
2. Sejak tahap awal perencanaan, Pemerintah DKI Jakarta sudah merencanakan kanal
lateral (arah Barat – Timur) untuk memisahkan garis pantai lama dengan pantai rencana
pulau reklamasi, demikian pula kanal vertikal yang akan memisahkan pulau 1 dengan
pulau 2A adalah ± 250 – 300 m dan pulau 2A dengan pulau 2B adalah ± 105 m.
Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek-
Punjur, selain mengatur rencana struktur ruang dan pola ruang makro kawasan
Jabodetabek-Punjur, juga mengakomodasi skema pengaturan pemanfaatan ruang kawasan
pantai yang sebelumnya diatur dengan Keputusan Presiden, yakni:
1. Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-
Puncak-Cianjur;
2. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan
Jonggol sebagai Kota Mandiri;
3. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta;
dan
4. Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Tangerang
Area kerja PT KNI sebagian berada pada zona P2 dan P5. Tentang penyelenggaraan
reklamasi zona P2 dan P5, dinyatakan sebagai berikut:
1. Pada Pasal 42 ayat 2 (b) ditetapkan bahwa pada Zona P2, penyelenggaraan reklamasi
dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 40% (empat puluh persen) dan/atau
konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan tetap memperhatikan fungsinya,
dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter sampai
dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8
(delapan) meter, dan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan.
2. Selanjutnya pada pasal 42 ayat 5 (b) ditetapkan bahwa pada Zona P5,
penyelenggaraan reklamasi secara bertahap dengan koefisien zona terbangun paling
tinggi 45% (empat puluh lima persen) dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-
kurangnya 200 (dua ratus) meter sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar
yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter dan dengan mempertimbangkan
karakteristik lingkungan.
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tata letak pulau-pulau reklamasi dan ketentuan
pemanfaatan ruangnya digambarkan pada peta skets berikut:
Tentang areal pulau-pulau KNI yang akan direklamasi mengacu ke perjanjian kerja Nomor
162 Tahun 1997 dan Nomor 094/KNI-SP/VII/97 tanggal 28 Juli 1997 dan pengukuran yang
dilakukan oleh Dinas Pemetaan dan Pertanahan DKI Jakarta Tahun 2006 (Gambar II.4 dan
Gambar II.5).
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa lokasi reklamasi ini tidak bersambung dengan
pantai lama, dan tidak ada perpanjangan muara sungai ke arah laut yang lebih dalam;
muara sungai tetap pada lokasi masing-masing.
Untuk lebih jelasnya, lokasi kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah dan kegiatan
sekitarnya dapat dilihat pada Gambar II.4 berikut.
II.4
Pulau 2A : ± 310 Ha
Pulau 2B : ± 285 Ha
Pulau 1 : ± 275 Ha
Memenuhi saran Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (dalam
hal ini BPLHD Provinsi DKI Jakarta) tahun 2009 melaksanakan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) dokumen kebijakan, rencana dan program penataan kembali kawasan
Pantura yang dimuat baik di dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI nomor 8 tahun 1995
tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta dan
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 6 tahun 1999 tentang RTRW Provinsi Jakarta
tahun 2010. Hasil telaah KLHS dimaksud diharapkan menjadi bahan pertimbangan
penyempurnaan kebijakan, rencana dan program penataan kembali kawasan Pantura baik
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta maupun Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Pantura. Berdasarkan analisis pengaruh kebijakan, rencana dan program yang
dilakukan, disampaikan beberapa rekomendasi, antara lain:
1. Pada tataran paradigma, gagasan penataan kembali Kawasan Pantura Jakarta perlu
didukung dengan konsep pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan bagi semua
pemangku kepentingan (stakeholder/publik) sejalan dengan visi pembangunan DKI
Jakarta 2030, peningkatan daya dukung dan daya tampung pantai Jakarta sehubungan
dengan naiknya muka air laut.
Pemerintah telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030 sebagai lanjutan Rencana Tata Raung Wilayah Jakarta
tahun 1999 sampai dengan tahun 2010. Pada pasal 95 ayat (2) dinyatakan bahwa
Pemerintah Daerah mengembangan Kawasan Strategis Pantura, yang merupakan kawasan
strategis kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Selanjutnya, pada pasal 99
sampai dengan pasal 108 diuraikan rumusan kerangka rencana tata ruang Kawasan
Strategis Pantura, disederhanakan sebagai berikut:
1. Pengembangan areal reklamasi dan kawasan daratan pantai dilakukan secara terpadu
yang bersama-sama ditetapkan sebagai satu kawasan perencanaan.
2. Pelaksanaan reklamasi harus memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan
kepelabuhan, kepentingan kawasan berhutan bakau, kepentingan nelayan, dampak
terhadap banjir rob dan kenaikan permukaan laut serta sungai, kepentingan dan fungsi
lain yang ada di kawasan Pantura.
3. Penyelenggaraan reklamasi Pantura diarahkan bagi terwujudnya lahan hasil reklamasi
siap bangun dan pemanfaatannya sesuai dengan tata ruang yang terpadu dengan
penataan kembali kawasan daratan Pantura.
4. Penataan kembali kawasan daratan Pantura diarahkan bagi tercapainya penataan
ruang yang berhasil guna dan berdaya guna, peningkatan kualitas lingkungan dan
perumahan, pelestarian bangunan bersejarah, kelancaran lalu lintas, dan peningkatan
fungsi sistem pengendalian banjir baik itu banjir rob dan kenaikan muka laut/ sungai.
5. Penyelenggaraan reklamasi serta pengelolaan tanah hasil reklamasi dan penataan
kembali kawasan daratan Pantura dilaksanakan secara terpadu melalui kerjasama
usaha yang saling menguntungkan antara Pemerintah Daerah, masyarakat, dan dunia
usaha.
6. Pengembangan Kawasan Pantura harus menjamin:
a. Terpeliharanya ekosistem dan kelestarian kawasan hutan lindung, hutan bakau,
cagar alam dan biota laut;
b. Pemanfaatan pantai untuk kepentingan umum;
c. Kepentingan perikehidupan nelayan;
d. Kelestarian bangunan dan lingkungan bersejarah;
e. Kepentingan dan terselenggaranya kegiatan pertahanan keamanan negara;
f. Terselenggaranya pengembangan sistem prasarana sumber daya air secara
terpadu;
g. Tidak memberikan tambahan resiko banjir di daerah hulunya baik akibat rob,
kenaikan permukaan laut/sungai; dan
h. Terselenggara/berfungsinya objek/instalasi/fasilitas vital di kawasan Pantura dengan
memperhatikan aspek-aspek ekologis lingkungan.
7. Pengembangan kawasan Pantura harus memperhatikan aspek sebagai berikut:
a. Peningkatan fungsi pelabuhan;
b. Pengembangan kawasan ekonomi strategis;
c. Pengembangan areal Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya untuk pusat wisata,
d. Pusat perdagangan/jasa, dan pelayaran rakyat secara terbatas;
e. Dilaksanakan serasi dengan penataan dan pengelolaan Kepulauan Seribu;
f. Pemanfaatan ruang rekreasi dan wisata dengan memperhatikan konservasi nilai
budaya daerah dan bangsa serta kebutuhan wisata nasional dan internasional; dan
g. Didukung dengan pengembangan prasarana dan sarana perkotaan secara terpadu.
8. Pengembangan kawasan Pantura dibagi menjadi beberapa sub-kawasan dengan
memperhatikan kondisi kawasan daratan Pantura dan perairan di sekitarnya. Sub-
kawasan dimaksud merupakan satu kesatuan perencanaan yang dikembangkan
dengan sistem infrastruktur terpadu.
9. Sistem prasarana sumber daya air di Kawasan Reklamasi Pantura merupakan bagian
dari sistem prasarana sumber daya air makro dan jalur perpanjangan saluran dan
sungai yang melalui kawasan daratan pantai.
10. Untuk mencegah banjir yang mungkin terjadi pengembangan kawasan Pantura harus
mengembangkan sistem jaringan drainase dan sistem pengendalian banjir yang
direncanakan secara teknis termasuk waduk penampungan air dengan rasio minimal
per pulaunya sebesar 5%.
11. Waduk penampungan air berfungsi sebagai ruang terbuka.
12. Penyediaan air bersih di kawasan Pantura dilakukan dengan cara-cara ramah
lingkungan dan berkelompok dengan memanfaatkan alternatif sumber air baku baru
dan dilengkapi dengan sistem jaringan perpipaan secara terpadu. Pengelolaan
penyediaan air bersih dapat dilaksanakan secara mandiri dengan mengembangkan
sistem penyediaan air bersih yang ada dan/atau membangun sistem pengolahan
teknologi yang baru.
13. Limbah cair rumah tangga dan/atau limbah cair yang bersumber dari kegiatan lain wajib
diolah agar memenuhi baku mutu limbah cair yang sistem pengelolaannya dilakukan
dengan sistem terpusat (perpipaan).
14. Limbah cair yang memenuhi baku mutu disalurkan ke saluran umum dan tidak
berakibat pada penurunan kualitas air laut, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
15. Pengembangan kawasan Pantura harus diawali perencanaan reklamasi yang disusun
secara cermat dan terpadu sekurang-kurangnya mencakup:
a. Rencana teknik reklamasi;
b. Rencana pemanfaatan ruang hasil reklamasi;
c. Rencana rancang bangun;
d. Rencana penyediaan prasarana dan sarana;
e. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup;
f. Rencana kelola lingkungan;
g. Rencana pemantauan lingkungan;
h. Rencana lokasi pengambilan bahan material;
i. Rencana pembiayaan; dan
j. Rencana pengelolaan air bersih dan air limbah serta pengendalian banjir.
16. Pengembangan dan perencanaan reklamasi dilakukan berdasarkan arahan sebagai
berikut:
a. Pengendalian potensi kerusakan yang berwujud dalam fenomena kenaikan muka air
laut, penurunan air tanah dan muka tanah, perluasan daerah genangan, abrasi dan
erosi, sedimentasi, intrusi air laut, polusi air dan udara serta persoalan lain yang
berhubungan dengan pemanfatan lahan, air permukaan dan air tanah;
b. Reklamasi dilakukan dalam bentuk pulau yang ditentukan berdasarkan studi yang
lebih rinci dengan memperhitungkan masa perancangan, keandalan tanggul dan
perlindungan pesisir, resiko banjir, dan tindakan mitigasi, perlindungan hutan bakau,
serta jalur lalu lintas laut, pelayaran dan pelabuhan;
Dari uraian di atas dapatlah ditegaskan bahwa Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta
Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030
sudah mengakomodasi arahan-arahan penataan ruang kawasan Pantura, yang sebelumnya
dimuat di dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 tahun 1999 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 1999 – 2010.
Rencana kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah telah mendapat legalitas usaha,
antara lain:
1. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 640.32-826 tentang Pengesahan Surat
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 536/SK.526
HUK/1996 tentang Perjanjian Kerja Sama Pengembangan Kawasan Pantai Kapuk
Naga Indah antara Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan PT.
Kapuk Naga Indah.
2. Surat Perjanjian Kerja Sama Nomor 162 Tahun 1997 dan Nomor 094/KNI-SP/VII/97
tanggal 28 Juli 1997 tentang Pengembangan Penyelengaraan Reklamasi Pada Areal
Blok I dan IV Di Sub Kawasan Barat antara Pemerintah Daerah DKI Jakarta dengan
PT. Kapuk Naga Indah.
3. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi
Pantai Utara Jakarta.
4. Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta.
5. Persetujuan Prinsip Reklamasi Kapuk Naga Indah dari Gubernur Propinsi DKI Jakarta
Nomor 1571/-1.711, tanggal 19 Juli 2007.
6. Rekomendasi ANDAL, RKL dan RPL Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (PT. Kapuk
Naga Indah) dari Komisi Penilai Amdal Provinsi DKI Jakarta Nomor 25/Amdal/-
1.774.151, tanggal 28 September 2007.
7. Rekomendasi Administrator Pelabuhan Sunda Kelapa No. PU.626/1/12/AD-SKA/2008
untuk kegiatan Pengerukan Muara Sungai Tanjungan dan Pembuatan Kanal antara
Daratan dan Lokasi Reklamasi serta Dumping Area Pembuangan Lumpur, tanggal 10
Maret 2008.
8. Persetujuan Pelaksanaan Pengerukan Muara Sungai Tanjungan dan Cengkareng
Drain dari Dirjen Sumber Daya Air, Kementrian Pekerjaan Umum No. 1K 02.03-DA/75
tanggal 30 Desember 2011.
9. Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau 1 dan Pulau 2B atas nama PT. Kapuk Naga
Indah Nomor 804/-1.704.2, tanggal 21 Juni 2012 dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
Sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa rencana reklamasi pantai Kapuk Naga
Indah mencakup 3 (tiga) pulau. Tahapan pelaksanaan reklamasi dimaksud adalah tahap I Pulau
2A, tahap II Pulau 2B dan tahap III Pulau 1. Selain membangun pulau rekalamasi Kapuk Naga
Indah juga melakukan kegiatan pendalaman muara Cengkareng Drain dan pendalaman perairan
pantai di area lateral kanal (perairan laut antara ekosistem mangrove dengan sisi selatan ring/dike
pulau reklamasi. Selain itu, Kapuk Naga Indah juga akan membangun jembatan penyeberangan
dari pantai ke pulau reklamasi. Untuk mencapai maksud tersebut di atas lingkup dan tahapan
pelaksanaan rencana kegiatan diuraikan sebgai berikut:
Kegiatan pada tahap prakonstruksi adalah penetapan lokasi proyek Reklamasi Pantai Kapuk
Naga Indah (3 pulau reklamasi) sebagai kegiatan yang menimbulkan dampak, dapat
diuraikan sebagai berikut:
Sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa pada tahun 1997 PT. Kapuk Naga
Indah telah melakukan kegiatan persiapan (perencanaan) reklamasi. Sehubungan dengan
krisis ekonomi dan finansial yang berlangsung hingga tahun 2000 maka kegiatan-kegiatan
PT. Kapuk Naga Indah tertunda. Dengan mulai pulihnya kegiatan perekonomian maka mulai
tahun 2005 PT. Kapuk Naga Indah kembali melakukan pemutakhiran kajian-kajian
persiapan, terutama:
1. Pemutakhiran konsep reklamasi oleh konsultan perencana terdahulu. Sebagaimana
halnya pada kajian perencanaan tahun 1997, perencanaan sekarang ini juga
mempertimbangkan hasil kajian pemodelan hidrodinamika perairan laut dan
pertimbangan kajian hidrolika perairan sungai dan estuary.
2. Konsultasi penjabaran Rencana Tata Ruang baik di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta
maupun Pemerintah Pusat.
3. Melakukan identifikasi lokasi-lokasi quary pasir laut dan batuan yang ditawarkan oleh
pihak ke tiga, yang pengadaannya nanti akan dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Pengukuran dan pemetaan -8 m sistem proyeksi TM30.
5. Melakukan konsultasi dengan berbagai instansi terkait dalam rangka optimasi rencana
pembangunan.
6. Melakukan kajian AMDAL dan melibatkan masyarakat di dalam proses penyusunan
AMDAL agar dapat dilakukan minimasi dampak negatif dan optimasi dampak positif.
7. Pembuatan UDGL (Urban Design Guide Line).
8. Pekerjaan Pra-Kualifikasi, Kualifikasi dan Tender.
9. Pekerjaan yang masih harus dilakukan berkaitan dengan perijinan pembangunan fisik,
terutama Ketetapan Rencana Kota, Ijin Pendahuluan, Ijin Membangun Prasarana dan
pekerjaan pengukuran, pematokan (uitzet) lokasi yang akan dibangun.
Mengacu ke Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah DKI Jakarta dan PT. Kapuk Naga
Indah, maka luas areal kerja PT. Kapuk Naga Indah adalah 1.131 Ha dengan rincian:
Pulau 2A : ± 310 Ha
Pulau 2B : ± 285 Ha
Pulau 1 : ± 275 Ha
Perairan laut : ± 261 Ha
Jumlah : ± 1.131 Ha
Perlu ditegaskan bahwa kajian AMDAL Tahun 2007 adalah untuk keperluan telaahan
mendalam untuk pulau 2A (Risort Island), berdasarkan Perencanaan teknis reklamasi Kapuk
Naga Indah yang mencakup basic design dan design engineering yang dilakukan oleh
Witteveen Bos Indonesia.
Berdasarkan hasil kajian tersebut PT. Kapuk Naga Indah menugaskan Witteveen Bos
Indonesia untuk melakukan kajian Hydraulic and Hydrodynamic Pulau 1, Pulau 2A dan
Pulau 2B, baik pemodelan pulau per pulau maupun pemodelan sekaligus 3 pulau. Kajian
hidrodinamika yang dilakukan oleh Witteveen Bos Indonesia mencakup:
1. Identifikasi area proyek dan area sekelilingnya meliputi:
a. Identifikasi integrasi lokasi terhadap rencana BP Pantura,
b. Pola drainase kota,
c. Identifikasi tipologi pesisir pantai, dan
d. Karakteristik lokasi proyek terutama keberadaan ekosistem mangrove, akumulasi
sampah dan bahan pencemar serta keanekaan ikan tangkap.
5. Dampak terhadap tinggi muka air sungai dan system drainase meliputi:
a. Cara pendekatan, dan
b. Dampak terhadap tinggi muka air di sepanjang garis pantai, Kali Angke,
Cengkareng Drain, Muara PU Drain, Kali Tanjungan, Kali Kamal dan Kali Dadap.
Fokus Studi:
Pembangunan 3 pulau buatan menyebabkan suatu perubahan yang signifikan terhadap
garis pantai, hal ini akan mengubah suatu garis pantai baru pada kedalaman -8 m kontur di
depan garis pantai lama, dan akan mempengaruhi pergerakan air di daerah pantai lama,
lingkungan pantai dan debit air di muara sungai dan saluran-saluran (drain). Prosedur
AMDAL menginginkan inventarisasi pengaruh-pengaruh tersebut dan dampak terkait pada
morfologinya, seperti keinginan mengetahui prosedur suatu evaluasi, pengukuran investigasi
dalam hal dampak yang akan terjadi. Fokus laporan meliputi aspek-aspek berikut:
1. Pengaruh pembangunan pulau pada tinggi muka air di daerah saluran wilayah
permukiman. Kriteria, tinggi permukaan air dan kondisinya di saluran wilayah
permukiman di bagian selatan jalan tol disarankan tidak mangalami kenaikan mencapai
kondisi kritis, sebagai perbandingan adalah kondisi situasi saat ini.
2. Pengaruh pembangunan pulau tersebut pada siklus air di daerah pantai dan iklim
gelombang yang terjadi. Tujuannya adalah mengatur nilai-nilai yang ada dan
memperbaiki batasan-batasan kondisi lingkungan pantai dikemudian hari, dimana
kemungkinan bertanggung jawab terhadap perairan laut dan sungai terhadap
keberadaan hutan mangrove dan pengurangan dampak negative baik oleh bahan
terapung maupun sampah-sampah di wilayah ini.
surut serta debit sungainya). Berikut ini hidrodinamika model run dibuat untuk mendapatkan
objektifnya, dengan skenario sungai sebagai berikut:
1. Situasi yang ada (tanpa pengembangan pulau)
2. Pengembangan 3(tiga) pulau dan mitigasi sistem sungai
3. Saat pengembangan (hanya pulau 2A) termasuk mitigasi sistem sungainya
4. Saat pembangunan 3 pulau termasuk studi mitigasinya pada sistem sungai untuk
mengevaluasi tingkat dampaknya.
Skenario model run sungai untuk menentukan kondisi sungai saat ini, debit dan
kapasitasnya serta disain waktu yang menunjukkan pengaruh sungai sekarang dan masa
depan. Skenario daerah pantai:
1. Situasi yang ada (sebelum pulau dikembangkan),
2. Perkembangan penuh 3 (tiga) pulau buatan termasuk perhitungan mitigasi sistem
sungai,
3. Perkembangan sebagian pulau (2A) beserta mitigasi sistem sungai,
4. Pengembangan penuh ke-3 pulau termasuk mitigasi dalam sistem sungai untuk
keperluan analisis tingkat dampaknya.
Deskripsi kajian hydraulik dan hydrodinamika dalam rangka pembangunan Kapuk Naga
Indah sebagaimana diihtisarkan di atas disajikan sebagai appendix. Proses diskusi di
lingkungan BP Pantura, Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, BPPT, LAPI ITB, FT UGM, FT
UI, Balitbang SDA Departemen PU, Dinas PU, BBWSCC dan PT. Kapuk Naga Indah telah
dilakukan dengan intensif pada tanggal 24 Juli 2007. Hasil kesimpulan rapat pembahasan
tersebut dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Lebar garis pantai dengan pulau reklamasi 300 m (100 m mangrove dan 200 m alur
perairan/lateral kanal).
2. Lebar permukaan basah dan luas penampang basah pada low water spring vertikal
kanal lebih besar dari lebar permukaan basah dan luas penampang basah pada low
water spring muara sungai apabila pulai sebelah kiri kanan direklamasi.
3. Masih perlu dilakukan kalibrasi model dan validasi parameter model dengan melakukan
pemantauan dan evaluasi selama proses reklamasi berlangsung terhadap data
batimetri, water level, kecepatan aliran, sedimentasi dan perubahan garis pantai pada
sungai Banjir Kanal Barat, Cengkareng Drain, Kali Tanjungan, Kali Kamal dan sekitar
muara-muara sungai tersebut.
4. Hasil monitoring di atas digunakan untuk Update Model hidrodinamika, terutama untuk
memeriksa kembali pemodelan yang telah dilakukan.
Secara garis besar pekerjaan yang akan dilaksanakan pada tahap konstruksi reklamasi
adalah sebagai berikut:
Pada tahap konstruksi reklamasi, jumlah tenaga kerja yang akan terserap diperkirakan ±
1.000 orang pada saat puncak. Untuk komposisi tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel
2.4 berikut.
Salah satu syarat pemberian ijin usaha penambangan bahan galian golongan C pasir
laut adalah penyusunan dokumen AMDAL. Kajian dampak lingkungan dimaksud sudah
harus menelaah secara dalam dampak positif dan dampak negatif penambangan pasir
laut sesuai dengan jumlah cadangan, masa waktu penambangan dan cara
penambangan. Dampak lingkungan dimaksud mencakup dampak terhadap lingkungan
fisik alami, lingkungan hayati dan lingkungan sosial ekonomi, sosial budaya.
Dalam rangka penyediaan kebutuhan bahan reklamasi bagi PT. Kapuk Naga Indah maka
salah satu syarat utama peserta tender adalah Izin Operasional Penambangan Bahan
Galian Golongan C dan Rekomendasi AMDAL untuk lokasi quary. Proses pengangkutan
bahan-bahan reklamasi dari lokasi quary ke lokasi proyek akan menjadi bagian dari studi
AMDAL ini. Pengangkutan bahan material reklamasi (batu) dilakukan melalui transportasi
laut hingga menuju lokasi Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah, dimana peralatan
angkutan akan disediakan oleh suplier (perusahaan pemasok bahan material reklamasi),
terutama kapal tongkang. Dengan demikian kajian AMDAL Kapuk Naga Indah tidak
mengkaji dampak penambangan batu terhadap lingkungan sekitar tambang tetapi
difokuskan pada dampak transportasi bahan-bahan reklamasi.
Bahan Material yang akan disediakan oleh PT. Kapuk Naga Indah dalam rangka
reklamasi pulau adalah:
Selain dari sumber di atas, kekurangan pasir urug/pasir laut akan didatangkan dari
daerah Provinsi Lampung dan Provinsi Bangka Belitung. Saat ini masih dalam
penjajakan, antara lain:
a) PT. Samudera Banten Jaya, lepas pantai Utara Kabupaten Serang
(mempunyai Dok. Andal, RKL dan RPL).
b) PT. Tobas Kaula Kencana, alur Sungai Wai Seputih, Kab. Lampung Tengah,
Kab. Lampung Timur dan Kab. Tulang Bawang (mempunyai Dok. Andal, RKL
dan RPL).
c) PT. Nusambada Pratama, Kramat Watu Kab. Serang (mempunyai Dok. Andal,
RKL dan RPL).
b) Pemasangan Rambu-rambu
Pengadaan sarana penunjang di laut berupa pemasangan rambu-rambu di
lokasi penambangan berupa pelampung di setiap sudut areal layak tambang
dengan menggunakan instrumen kontrol (GPS).
Jumlah armada dan ritasi pengangkutan pasir laut selama konstruksi reklamasi
pulau 2A, 2B dan 1 dijelaskan sebagai berikut:
a) Rincian kapal yang digunakan: Sand suction 4 unit, Sand carrier 16 unit, Sand
sprayer 6 unit, Kapal untuk menggelar geotextile 2 unit, Kapal untuk
pemasangan vertikal drain 2 unit, CSD Cutter suction dredger 1 unit, Kapal
untuk memuat pasir ke sand carrier 1 unit, Kapal untuk inspeksi 1 unit, Kapal
sebagai platform 1 unit dan Anchor boat 1 unit.
b) Pergerakan kapal antara lokasi sumber pasir dengan lokasi pulau reklamasi
dilakukan oleh sand carrier yang berjumlah 16 unit. Lama siklus loading,
perjalanan di laut dan unloading adalah 3 hari: 1 hari loading, 1 hari perjalanan
dan 1 hari unloading. Dengan demikian jumlah ritasi kapal per hari adalah 3
sampai 4 kapal.
c) Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kontraktor reklamasi pulau
menyediakan tanki-tanki bakar (2.000 ton) di areal Pantai Indah Kapuk. Selain
itu disediakan 1 unit kapal yang akan membawa bahan bakar ke lokasi tambat
kapal-kapal yang sedang bekerja.
barge) dengan kapasitas 500 m3 akan langsung ditarik oleh tug boat ke lokasi
proyek reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah. Jarak tempuh dari lokasi
penambangan sampai ke lokasi proyek reklamasi diperkirakan sejauh 40 Km.
b. Pengadaan Batu
Lokasi sumber pengadaan batu dalam rangka memenuhi kebutuhan material proyek
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah direncanakan dari kegiatan penambangan
bahan galian C (batu andesit) yang dilakukan oleh:
1) Koperasi Pegawai Maritim, PT Persero Pelindo II; Penambangan batu adesit di
desa Pulo Ampel Margasari dan Sumuranja, Kecamatan Pulo Ampel Kabupaten
Serang. UKL –UPL tahun 2004.
2) PT. Batu Alam Makmur dengan luas lahan penambangan ± 25 Ha, berlokasi di
Blok Gunung Perahu, Desa Ukirsari, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten
Serang, dimana kegiatan penambangan batu tersebut dapat memasok
kebutuhan material proyek dan telah memiliki persetujuan UKL/UPL dari Tim
Penilai AMDAL Pemerintah Kabupaten Serang Nomor 666.1/1021/KLH, tanggal
31 Mei 2005.
3) PT. Batu Alam Sari, Penambangan batu andesit, desa Ukir Sari Kecamatan
Bojonegara, Kabupaten Serang. UKL-UPL tahun 2005.
4) PT. Anugerah Batu Gunung Geri Zim. Penambangan batu andesit di desa Ukir
Sari Kecamatan Bojonegara Kabupaten Serang. UKL-UPL thn 2006.
Kebutuhan tanah merah untuk menutup lapisan pasir pada tanggul 3 pulau reklamasi
diperkirakan mencapai 105.000 m 3. Dengan demikian kebutuhan tanah merah untuk
melapis tanggul tiap pulau ± 35.000 m3. Apabila yang digunakan dump truk kapasitas
20 m3, maka jumlah rit angkutan tanah untuk 1 pulau adalah 1.750 rit untuk masa
waktu 180 hari (10 rit/hari), pengankutan tanah merah dilakukan pada malam hari
pukul 21.00 – 05.00 WIB. Kebutuhan tanah merah untuk ruang terbuka hijau 3 pulau
reklamasi dan luas sabuk hijau pada pulau reklamasi akan dikaji pada proses
penyusunan AMDAL pemanfaatan pulau hasil reklamasi, rencananya akan
didatangkan dari daerah Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten.
REKLAMASI
PANTAI KAPUK NAGA INDAH
JAKARTA UTARA
Gambar II.6.
Lokasi Sumber Pengadaan
Batu dan Pasir
Keterangan:
: Lokasi Proyek
Pemrakarsa
PT. KAPUK NAGA INDAH
Sumber:
Atlas Indonesia & Dunia, 2011
[II – 29]
Rencana Kegiatan
a. Acuan
2) Definisi Elevasi
Definisi elevasi berikut perlu dibedakan:
a) Elevasi desain, yang berupa level permanen yang diperlukan setelah 50
tahun. Elevasi ini mencakupkan tambahan untuk kenaikan muka air laut masa
datang (tambahan 0,3 m untuk tanggul).
b) Elevasi pembangunan, yang berupa tinggi permukaan setelah penyelesaian
pembangunan. Elevasi pembangunan ini lebih tinggi daripada elevasi
desainnya. Untuk tanggul elevasi pembangunan ini mencakupkan tambahan
elevasi untuk mengimbangi penurunan muka-tanah sisa (penurunan muka-
tanah konsolidasi yang belum terjadi selama pembangunan) dan pengaruh-
pengaruh jangka panjang lainnya.
c) Elevasi pengurugan, yang merupakan level langsung setelah penempatan
urugan. Level urugan ini lebih tinggi daripada level pembangunan dengan
tambahan untuk mengimbangi penurunan muka-tanah konsolidasi.
Tabel 2.7. Nilai-nilai ekstrem kecepatan angin untuk setiap arah angin [m/det]
arah angin
345 15 45 75 105 135 165 195 225 255 285 315
[°]
– – – – – – – – – – – –
periode ulang
15 45 75 105 135 165 195 225 255 285 315 345
[yr-1]
100 18 17 14 17 16 19 15 16 16 16 18 19
1000 21 19 16 19 18 20 16 17 17 17 20 21
10000 23 20 18 21 20 21 18 18 17 18 22 23
b) Muka Air
Muka air laut rata-rata ialah pada +1.2 m PP*. Muka air laut pasang perbani
rata-rata (MHWS) ialah kira-kira pada +1.7 m PP*, mean low water spring
kira-kira pada +0.6 m PP*. Kenaikan muka air laut pada masa mendatang
diantisipasi setinggi 0.3 m.
c) Kondisi Gelombang
Kondisi-kondisi gelombang ekstrem (tinggi gelombang signifikan H s dan
periode gelombang signifikan Ts) pada pertahanan laut telah disimulasi dan
ditentukan dengan model spektral generasi ketiga SWAN yang berupa
singkatan dari Simulating Waves Nearshore. Perhitungan-perhitungan SWAN
dilakukan untuk kondisi dengan keberadaan Pulau 1 dan 2B maupun tanpa
keberadaan Pulau 1 and 2B. Perhitungan-perhitungan ini dilakukan untuk tiga
arah angin:
(1) Utara (345° – 15°);
(2) Timur (75° - 105°);
(3) Utara-utara-barat (315° - 345°).
Setelah 5 tahun gempuran gelombang pada tanggul sebelah timur dan barat
dikurangi oleh keberadaan Pulau 1 dan 2B. Periode ulang yang digunakan untuk
kondisi permanen beragam terhadap:
a) Pelindung Lereng
Kelebihan buangan desain dapat menyebabkan kerusakan pelindung
lerengnya. Karena hal ini tidak diinginkan, digunakan periode ulang yang
relatif lama yakni 1/10,000.
b) Level Puncak
Kelebihan buangan desain akan menyebabkan buangan yang melimpah lebih
besar daripada 1 l/s/m. Ini dapat saja mengganggu tetapi tidak merusak
struktur. Digunakan periode ulang 1/1,000.
5) Kondisi-kondisi Ekstrem
a) Tsunami
Tsunami ialah sederetan gelombang yang ditimbulkan apabila sekumpulan air
dipindahkan secara cepat dalam skala yang sangat besar. Gempa, longsor,
erupsi gunung berapi dan benturan meteorit besar semuanya memiliki potensi
untuk menimbulkan tsunami. Ketika gelombang tsunami ini mendekati
perairan dangkal di daerah pantai, periode waktunya tetap sama, tetapi
panjang-gelombangnya berkurang cepat, dengan demikian menyebabkan air
menumpuk dan membentuk puncak gelombang yang sangat tinggi. Sistem
polder dengan tanggul yang cukup tinggi ini memberikan pertahanan yang
lebih baik terhadap bahaya tsunami.
b) Gempa
Struktur geoteknis didesain pada percepatan permukaan selama terjadinya
gempa sebesar 0,30g sesuai dengan peta gempa Indonesia.
c. Rencana Reklamasi
1) Fase pengembangan
Kegiatan Reklamasi akan diwali dengan Pulau 2A, yang diikuti oleh Pulau 1 dan
2B. Fase pertama akan berupa paruhan selatan Pulau 2A dengan kawasan
reklamasi kira-kira 100 ha. Pembangunan Pulau 2A dipertimbangkan sebagai
berikut:
Hasilnya akan berupa kawasan reklamasi fase pertama, kira-kira 100 ha,
yang akan mengalami penurunan muka-tanah sisa (residual settlement).
Level tanah di kawasan perumahan di bagian tengah akhirnya akan turun ke
level mendekati +0.6 m PP*, kawasan lapangan golf ke level rata-rata –0.6m
PP* pada saat penyerahan dari Kontraktor kepada PT. Kapuk Naga Indah.
(2) Kanal alur-keluar Cengkareng Drain, yang lewat di antara Pulau 1 dan
2B.
(3) Kanal alur-keluar Kali Tanjungan dan PU-Drain, yang lewat di antara
Pulau 2A and 2B.
(4) Kanal alur-keluar Kali Kamal/Dadap. Kanal ini sama-sama digunakan
bersama pulau Banten pertama di barat kawasan Kapuk Naga Indah.
3) Bahan Pembangunan
Pengurugan kawasan dan tanggul batas akan dibangun sebagai urugan hidrolik,
dengan pasir yang dipasok dari kawasan galian-sumbang, yang terletak di
bagian barat Laut Jawa atau Selat Sunda. Tanggul-tanggul ini dilindungi dengan
batu, umumnya dipasok dari tempat galian-batu yang terletak di daerah Merak.
Batu-batu yang lebih besar (batu yang masing-masing beratnya lebih dari 1,000
kg) akan dipasok dari sumber-sumber yang lebih jauh. Blok beton dapat
digunakan sebagai pengganti batuan besar. (beratnya lebih dari 1,000 kg).
4) Pembangunan Tanggul
a) Desain Tanggul Pertahanan Laut
Tanggul pertahanan laut menghadap ke perairan yang lebih dalam, di mana
tanggul itu terbuka terhadap gelombang yang datang dari Laut Jawa.
Potongan penampang melintang tipikal tanggul ini disajikan dalam. Level
puncak desain ialah pada +6.1 m. PP* (disain level).
tube (tabung geotekstil) ini berupa kantong besar yang terbuat dari
geotekstil yang diisi dengan pasir dengan bantuan pompa. Bund ini
dilindungi dengan batu di sisi yang menhadap laut. Bund ini diurug
dengan pasir hingga level urugan +2 m PP*, persis di atas muka air
tinggi. Pasir ini ditempatkan melalui sistem jaringan pipa di atas urugan
yang telah dicurahkan. Fungsi bund ini ialah untuk melindungi urugan
pasir dari erosi di garis-perairan.
(3) Penempatan vertikal drain (salir tegak) di atas urugan pasir dan
penempatan urugan untuk badan tanggul dalam dua atau tiga tahap.
Penyelesaian pelindung lereng terluar setelah sebagian besar
penurunan muka-tanah telah terjadi.
6) Desain Pulau 2A
a) Geometri
(1) Tipikal Penampang Melintang
Berdasarkan optimalisasi biaya dan desain hidraulik, optimal penampang
lintang ditentukan. Penampang lintang optimal mempunyai beberapa
karakteristik (Gambar II.8):
(a) Talud tanggul bagian bawah (lower slope) dengan kemiringan 1:6;
(b) Berm pada muka air rencana ( Design Water Level ) pada
ketinggian PP* + 2.40 m dan lebar 15 m;
(c) Talud tanggul bagian atas (upper slope) dengan kemiringan 1:3;
(d) Berdasarkan kajian tsunami, ketinggian puncak minimal PP* + 3.40
m.
(2) Segmen
Berdasarkan desain hidraulik. Pulau 2A dibagi dalam 23 (sub-) segmen.
Transisi antara seksi utama (main sections) ditentukan oleh transisi
kebutuhan grading batuan armor, kemiringan talud tanggul bawah dan
keberadaan hutan bakau (mangrove). Pembagian segmen kedalam sub-
segmen dilakukan berdasarkan kemiringan memanjang (longitudinal
slope) dari ketinggian puncak tanggul dan ujung bawah tanggul (toe).
Lokasi dari sub seksi ditunjukkan pada Gambar II.10.
b) Desain Hidraulik
(1) Ketinggian Puncak (crest level);
Ketinggian puncak ditampilkan pada Tabel 2.11. Ketinggian puncak
rencana didefinisikan ketinggian puncak setelah 50 tahun. Ketinggian ini
lebih rendah sekitar 1.5 m dibandingkan ketinggian puncak sesaat
setelah penyerahan dari kontraktor ke pengembang. Sebagian besar
proses konsolidasi diharapkan terjadi pada waktu konstruksi. Amblesan
(landsubsidence) sekitar 1 m dan penurunan sisa (residual settlement)
0.5 m diperkirakan akan terjadi pada masa layanan selama 50 tahun.
7) Desain Pulau 2B
a) Geometri
(1) Tipikal penampang melintang
Berdasarkan optimalisasi biaya dan desain hidraulik, optimal penampang
lintang ditentukan. Penampang lintang optimal mempunyai beberapa
karakteristik (lihat Gambar II.11.):
(a) Talud tanggul bagian bawah (lower slope) dengan kemiringan 1:6;
(b) Berm pada muka air rencana (Design Water Level) pada ketinggian
PP* + 2.40 m) dan lebar 15 m;
(c) Talud tanggul bagian atas (upper slope) dengan kemiringan 1:3;
(d) Berdasarkan kajian tsunami, ketinggian puncak min PP* +3.40 m.
(2) Segmen
Berdasarkan desain hidraulik. Pulau 2B dibagi dalam 12 (sub-) segmen.
Transisi antara seksi utama (main sections) ditentukan oleh transisi
kebutuhan grading batuan armor, kemiringan talud tanggul bawah dan
keberadaan hutan bakau (mangrove). Pembagian segmen kedalam sub-
segmen dilakukan berdasarkan kemiringan memanjang (longitudinal
slope) dari ketinggian puncak tanggul dan ujung bawah tanggul (toe).
Lokasi dari sub seksi ditunjukkan pada Gambar II.13.
b) Desain Hidraulik
(1) Ketinggian puncak
Ketinggian puncak ditampilkan pada Tabel 2.16 Ketinggian puncak
rencana didefinisikan ketinggian puncak setelah 50 tahun. Ketinggian ini
lebih rendah sekitar 1.5 m dibandingkan ketinggian puncak sesaat
setelah penyerahan dari kontraktor ke pengembang. Sebagian besar
proses konsolidasi diharapkan terjadi pada waktu konstruksi. Amblesan
(landsubsidence) sekitar 1 m dan penurunan sisa (residual settlement)
0.5 m diperkirakan akan terjadi pada masa layanan selama 50 tahun.
8
0.06%
0.02%
0.25%
0.25%
0.06%
0.02% horiz. 0.15% horizontal horizontal
6
2
[m + PP*]
Crest
0 Berm
Bottom
-2
-4
-6
-8
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Chainage [m]
8) Desain Pulau 1
a) Geometri
(1) Tipikal Penampang Melintang
Berdasarkan optimalisasi biaya dan desain hidraulik, optimal penampang
lintang ditentukan. Penampang lintang optimal mempunyai beberapa
karakteristik (lihat Gambar II.15):
(a) Talud tanggul bagian bawah (lower slope) dengan kemiringan 1:6;
(b) Berm pada muka air rencana (Design Water Level) pada ketinggian
PP* + 2.40 m) dan lebar 15 m;
(c) Talud tanggul bagian atas (upper slope) dengan kemiringan 1:3;
(d) Berdasarkan kajian tsunami, ketinggian puncak minimal PP* + 3.40
m.
(2) Segmen
Berdasarkan desain hidraulik. Pulau 2B dibagi dalam 12 (sub-) segmen.
Transisi antara seksi utama (main sections) ditentukan oleh transisi
kebutuhan grading batuan armor, kemiringan talud tanggul bawah dan
keberadaan hutan bakau (mangrove). Pembagian segmen kedalam sub-
segmen dilakukan berdasarkan kemiringan memanjang (longitudinal
slope) dari ketinggian puncak tanggul dan ujung bawah tanggul (toe).
b) Desain Hidraulik
(1) Ketinggian Puncak
Ketinggian puncak ditampilkan pada Tabel 2.21 Ketinggian puncak
rencana didefinisikan ketinggian puncak setelah 50 tahun. Ketinggian ini
lebih rendah sekitar 1.5 m dibandingkan ketinggian puncak sesaat
setelah penyerahan dari kontraktor ke pengembang. Sebagian besar
proses konsolidasi diharapkan terjadi pada waktu konstruksi. Amblesan
(landsubsidence) sekitar 1 m dan penurunan sisa (residual settlement)
0.5 m diperkirakan akan terjadi pada masa layanan selama 50 tahun.
8.00
0.075% 0.06% horizontal 0.04% 0.16% horizontal
0.35%
0.20%
6.00
4.00
2.00
Level [m + PP*]
Crest
0.00 Berm
0 1 2 3 4 5 6 7
-2.00 Toe
Bottom
-4.00
-6.00
-8.00
-10.00
Chainage [km]
9) Spesifikasi
a) Sifat-sifat Batu
Gradasi berikut digunakan dalam desain rinci ini:
10 – 60 kg;
60 – 300 kg;
300 – 1000 kg;
1000 – 3000 kg.
b) Geotekstil
Lereng pertahanan laut akan ditutupi dengan geotekstil agar urugan pasir
tidak hanyut (di sepanjang garis-air). Dua jenis geotekstil akan digunakan
pada lereng bawah dan berm akan ditutupi dengan geomatras. Lereng atas
akan ditutupi oleh geotekstil. Bahan yang direklamasi merupakan pasir
median dengan ukuran butiran median D50 dari 300 m dan permeabilitas k
sebesar 1 x 10-5 m/s. Geotekstil ini harus memenuhi persyaratan-persyaratan
berikut:
(1) Permeabilitas
Permeabilitas geotekstil tergantung pada permeabilitas tanah yang
direklamasi: koefisien permeabilitas harus sama dengan 10 hingga 100
kali lebih besar daripada permeabilitas pasir yang direklamasi.
Permeabilitas pasir 1 x 10-5 m/s membutuhkan permeabilitas geotekstil
yang sedikitnya 1 x 10-4 m/s. Penting agar geotekstil mempertahankan
atau melebihi indeks permeabilitasnya selama dibebani.
(2) Penyaringan
Ukuran pori karakteristik geotekstil tergantung pada ukuran butiran tanah
yang direklamasi. Rumus berikut berlaku untuk tanah non-kohesif:
O90
1
D50
D50 dari 300 m bersesuaian dengan O90 dari geotekstil maksimum 300
m.
lansekap dan oleh sebab itu harus sesuai dengan rencana induknya.
Sambungan jalan antara jalan di atas tanggul dan jalan servis masa datang
ditunjukkan pada DWG 21. Sambungan seperti itu harus dibuat dalam setiap
500 panjang tanggul.
(f) Perkantoran
Ruang perkantoran diperlukan di dekat lokasi proyek untuk staf
kontraktor dan perwakilan klien.
Pasir dapat juga dibuang secara mendatar, di atas garis air (Gambar II.20.).
Campuran air pasir ini keluar dari jaringan pipa di atas garis air, pasirnya
mengendap dan airnya mengalir kembali ke laut. Buldozer di depan jaringan
pipa ini mengeluarkan pasir yang telah mengendap untuk memastikan pasir
ini tidak menghalangi alirannya. Pasir ini digunakan untuk membuat bund
yang sejajar dengan arah urugan tetapi di depan ujung jaringan pipa untuk
mengarahkan bentuk urugannya.
1:1.5
-1 / -2
Dalam hal digunakan TSHD yang besar, jaringan pipanya perlu dicabangkan
dari yang berdiameter besar menjadi dua jaringan pipa dengan diameter yang
lebih kecil dan dengan demikian bekerja dengan dua muka urugan pasir yang
terpisah secara serempak. Di samping itu sebuah jejaring dapat ditempatkan
di ujung jaringan pipanya untuk memecah aliran sebelum aliran tersebut
menyentuh dasar laut atau lapisan pasir tipis di bawahnya dan dengan
demikian akan mengurangi erosi.
Oleh sebab itu pasal ini dibatasi hanya pada penilaian pendahuluan atas
kriteria desain dan suatu perumusan seperangkat persyaratan fungsional
yang benar-benar layak berdasarkan data yang tersedia saat ini. Anggapan-
anggapan ini perlu dikonfirmasi atau diperbaharui oleh kontraktor
pembangunan, yang didasarkan pada pernyataan metodenya dan pengujian-
pengujian bahannya.
Kegiatan pembangunan jembatan penghubung antara daratan dengan pulau yakni Pulau
2A yang akan dilakukan antara lain:
a. Pekerjaan Galian dan Fondasi: pekerjaan galian ini dilakukan untuk kepala fondasi
pada masing-masing pilar, sedangkan pekerjaan pondasi adalah fondasi tiang
pancang dilakukan untuk masing-masing pilar.
b. Pekerjaan Bekisting, Penulangan dan Pengecoran Pile Cap: pekerjaan bekisting,
penulangan dan pengecoran pile cap (kepala tiang) yang dilakukan pada masing-
masing pilar disesuaikan dengan perencanaan.
c. Pekerjaan Bekisting, Penulangan dan Pengecoran Pier Leg: pekerjaan bekisting,
penulangan dan pengecoran pier leg (kolom) yang dilakukan pada masing-masing
pilar disesuaikan dengan perencanaan.
d. Pekerjaan Bekisting, Penulangan dan Pengecoran Pier Head: pekerjaan bekisting,
penulangan dan pengecoran pier head (kepala kolom) yang dilakukan pada pilar
jembatan disesuaikan dengan perencanaan.
e. Erection PCI Girder: sebelum erection, PCI girder sebelumnya ditempatkan pada
masing-masing posisi sesuai rencana, kemudian PCI girder di erection atau diangkat
menggunakan crane sesuai kebutuhan dan kapasitasnya.
f. Pekerjaan Finishing: pekerjaan finishing dilakukan setelah pekerjaan PCI girder
selesai. Pekerjaan ini meliputi pekerjaan barrier, asphalt, garis marka dan
pembangunan gardu serta pekerjaan finishing lainnya.
Rencana jembatan yang akan dibangun dapat dilihat pada Gambar II.22 berikut
Selain pekerjaan reklamasi, PT. Kapuk Naga Indah juga melakukan pengerukan muara
sungai Tanjungan, Cengkareng Drain dan Lateral Kanal yang disebut dengan
maintenance dredging. Kegiatan ini akan menghasilkan lumpur sebanyak ± 65.000 m 3.
Lokasi pembuangan lumpur laut sebagai dumping area telah mendapat rekomendasi dari
Departemen Perhubungan, Kantor Administrator Pelabuhan Sunda Kelapa Nomor
PU.626/1/12/AD-SKA/2008, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
b. Posisi dumping area:
1) 1060 46’ 7,2” BT 060 01’ 53,4” LS;
2) 1060 46’ 24” BT 060 01’ 53” LS;
3) 1060 46’ 24” BT 060 02’ 00” LS;
4) 1060 46’ 7,2” BT 060 02’ 00” LS.
c. Kapal yang digunakan harus memenuhi persyaratan dan laik laut.
d. Setiap pergerakan kapal harus mendapat ijin dari Administrator Pelauhan Sunda
Kelapa.
e. Selama melakukan kegiatan harus stand by pada CH 16 VHF Radio Telephony.
f. Menyampaikan laporan pelaksanaan pekerjaan secara berkala dan menyerahkan
hasil akhir sounding kepada Administrator Pelauhan Sunda Kelapa.
g. Administrator Pelauhan Sunda Kelapa akan menempatkan petugas di lokasi kegiatan
selama kegiatan berlangsung.
h. Mengadakan koordinasi dengan Kepala Pos Administrator Pelauhan Sunda Kelapa di
Pantai Mutiara.
Kegiatan ini juga telah mendapat Persetujuan Pelaksanaan Pengerukan Muara Sungai
Tanjungan dan Cengkareng Drain Nomor 1K 02.03-DA/75, tanggal 30 Desember 2011
dari Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, disampaikan
bahwa pada prinsipnya permohonan PT. Kapuk Naga Indah untuk melaksanakan
pengerukan muara Sungai Tanjungan dan Cengkareng Drain dapat disetujui dengan
ketentuan sebagai berikut:
b. Pelaksanaan pengerukan dilaksanakan sesuai dengan gambar rencana Cengkareng
Floodway Dredging and Embankment Rehabilitation, Balai Besar Wilayah Sungai
Ciliwung Cisadane.
c. Pengawasan pekerjaan pengerukan dilaksanakan oleh konsultan pengawas yang
ditunjuk oleh PT. Kapuk Naga Indah dan wajib berkoordinasi dengan Balai Besar
Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane sejak awal pelaksanaan sampai dengan
selesainya pekerjaan pengerukan.
d. PT. Kapuk Naga Indah wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan pekerjaan
pengerukan setiap bulan kepada Direktur Jenderal Sumber Daya Air cq. Balai Besar
Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane.
Aktivitas buruh konstruksi sebanyak 500 – 1.000 orang pada saat puncak akan
ditempatkan di bedeng-bedeng sementara di areal working place seluas ± 3 Ha yang
dibangun di Kawasan Pantai Indah Kapuk (Sektor Utara Barat) dan dilengkapi dengan
fasilitas MCK/temporary toilet, air bersih, listrik dan container sampah. Kebutuhan air
baku air minum tahap konstruksi disuplai dari WTP Kawasan PIK sebesar 50 m 3/hari.
Gambar II.24. Diagram Penggunaan Air Bersih Tahap Konstruksi (Kondisi Maksimal)
Prediksi timbulan sampah padat dari aktivitas buruh konstruksi sebesar 1.000 x 3 L/orang
= 3 m3/hari yang akan dikelola dengan menyediakan tempat penampungan sementara
(TPS) sampah terpisah (anorganik dan organik). Pengangkutan ke tempat penampungan
akhir (TPA) sampah akan bekerjasama dengan Suku Dinas Kebersihan Jakarta Utara
dan/atau swasta yang memiliki ijin dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta.
Kegiatan tahap pasca konstruksi yang dapat menimbulkan dampak lingkungan adalah:
3. Demobilisasi Peralatan
Kegiatan demobilisasi peralatan konstruksi reklamasi sebagian besar dilakukan melalui
laut dan sebagian kecil dilakukan melalui darat, misalnya hopper barger (tongkang),
kapal pengangkut pasir urug (pasir laut) jenis TSHD, dan peralatan lain yang digunakan
untuk kegiatan reklamasi.
Diantaranya adalah memelihara dikes dan pengelolaan drainase agar tidak terjadi banjir di
sekitarnya. PT. Kapuk Naga Indah akan membangun sarana dan prasarana (Jalan dan
Jembatan Akses ke Pulau 2A, 2B dan 1) yang bisa mendukung pulau-pulau yang akan
direklamasi sesuai peraturan yang ada. Jembatan akan dibuat untuk menghubungkan
daratan dengan pulau 2A, selain itu jembatan penghubung antar pulau 2B dan pulau 1 juga
akan dibangun. Rencana pencegahan dan penanggulangan kebersihan laut juga dilakukan
oleh PT. Kapuk Naga Indah dengan sistem polder yang menggunakan pompa banjir untuk
membuang air hujan dan resapan ke laut, maka sampah-sampah dari kawasan reklamasi
tidak akan dibuang ke laut. Sampah-sampah yang mengotori laut adalah berasal dari
sampah-sampah yang dibawa aliran sungai. Penanggulangan dan pencegahan kebersihan
laut harus diintegrasikan dengan program-program pemerintah untuk kebersihan sungai-
sungai di DKI Jakarta.
Dalam studi ini tidak dilakukan kajian alternatif, karena pemilihan alternatif terbaik dari aspek
lingkungan hidup telah diintegrasikan dalam perencanaan reklamasi pantai KNI untuk ketiga Pulau
(Pulau 2A, 2B dan 1) seperti misalnya:
a. Moda angkutan material, yaitu menetapkan moda angkutan material urugan (pasir urug dan
batu) belah melalui transportasi laut;
b. Penggunaan kapal pengangkut pasir urug (pasir laut) jenis TSHD (Trailler Suction Hopper
Dredger). Kelebihan jenis kapal ini adalah kemampuan/kapasitas kapal keruk tersebut untuk
menampung hasil kerukannya sendiri tergolong besar (6.000 – 24.000 ton). Dengan
menggunakan jenis kapal keruk ini penggunaan tongkang-tongkang angkutan dapat
diminimalkan. Salah satu kendala yang dihadapi bila menggunakan alat ini adalah kondisi
perairan di lokasi reklamasi tidak boleh dangkal yang mengakibatkan kapal keruk tersebut tidak
dapat mendekat. Permasalahan ini dapat diatasi dengan membuat alur sementara untuk jalur
masuk (temporary acces channel) hingga kapal keruk dapat mencapai lokasi yang ditentukan
dan kemudian langsung melakukan spraying pasir melalui pipa.
c. Penggunaan metode reklamasi dengan hydraulic fill sistem polder untuk menghindari ceceran
material reklamasi (pasir urug). Sistem urugan/reklamasi hydraulic fill/sistem polder telah
menjadi pilihan dalam reklamasi-reklamasi yang telah dilakukan di Pantai Utara Jawa;
d. Sistem kerja dengan polder, dengan membangun tanggul terlebih dahulu akan menjadi jauh
lebih ekonomis karena kebutuhan volume pasir urugan jauh lebih sedikit dan kemungkingan
tercecernya material urug ke perairan laut di sekitarnya jauh lebih kecil/sedikit.
e. Metode konsolidasi urugan/lahan reklamasi dengan vertical drain. Prinsip metode ini adalah
mengkonsolidasi tanah dengan mengurangi pori air tanah timbunan. Metode ini sering
digunakan untuk memadatkan tanah timbunan reklamasi. Hasil pengurugan dibor dan diisi
dengan PVD (Prefabricated Vertical Drain) dengan pola pemasangan segi tiga. PVD ini terdiri
dari core yang berfungsi sebagai saluran vertikal air dan filter jacket yang berfungsi melindungi
core dari tanah di sekelilingnya tetapi masih dapat ditembus air. Air yang naik ke permukaan
melalui PVD dikumpulkan dengan pipa dan dialirkan keluar lokasi urugan secara gravitasi.
I. Tahap Prakonstruksi
1 Penetapan Lokasi Proyek
BAB III
RONA LINGKUNGAN HIDUP
Komponen lingkungan fisik kimia di daerah rencana kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
Jakarta Utara yang ditelaah meliputi data iklim, kualitas udara dan kebisingan, kualitas air laut
(kekeruhan), kualitas sedimen, kualitas air sungai, fisiografi, geomorfologi dan geologi serta
oseanografi.
3.1.1. Iklim
a. Curah Hujan
Data curah hujan selama tahun 2001 – 2010 disajikan pada Tabel 3.1 dan Gambar III.1.
Terlihat bahwa curah hujan rata-rata bulanan berkisar dari 33 mm/bulan yang dijumpai
pada bulan September sampai dengan 378 mm/bulan pada bulan Februari.
Nisbah bulan kering terhadap bulan basah memberikan angka 33,33 %. Menurut
klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, di daerah lokasi proyek termasuk iklim
tipe C atau termasuk iklim agak basah.
b. Suhu Udara
Data suhu udara diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
Stasiun Cengkareng dapat dilihat pada Tabel 3.2, 3.3 dan 3.4. Sedangkan variasi suhu
disajikan pada Gambar III.2, terlihat tidak ada perbedaan variasi suhu yang berarti antar
bulan.
Gambar III.2. Suhu Udara Maksimum, Minimum dan Rata-rata (2001 – 2010)
Berdasarkan data diatas suhu udara maksimum terlihat bahwa suhu rata-rata bulanan
tertinggi dijumpai pada bulan September (32.9 0C) dan terendah pada bulan Februari
(30.6 0C), suhu udara minimum terlihat bahwa suhu rata-rata bulanan tertinggi dijumpai
pada bulan April dan Mei (24.3 0C) dan terendah pada bulan Agustus (23.2 0C),
sedangkan suhu udara rata-rata terlihat bahwa suhu rata-rata bulanan tertinggi dijumpai
pada bulan Oktober dan November (28 0C) dan terendah pada bulan Februari (26.8 0C).
c. Kelembaban
Data kelembaban udara diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Stasiun Cengkareng dapat dilihat pada Tabel 3.5. Sedangkan variasi
kelembaban udara disajikan pada Gambar III.3.
Berdasarkan tabel diatas data kelembaban udara rata-rata terlihat bahwa kelembaban
rata-rata bulanan tertinggi dijumpai pada bulan Februari (86%) dan terendah pada bulan
September (77%).
Arah dan kecepatan angin dapat dilihat pada Tabel 3.6, sedangkan gambar windrose
dapat dilihat pada Gambar III.4. Terlihat angin dominan berasal dari Utara dengan
kecepatan 2 – 12 knot dan kelas distribusi frekuensi angin 38,7%. Arah angin terbanyak
terjadi pada bulan Februari (2870).
Tabel 3.6. Data Kecepatan Angin Max (knot) dan Arah Angin Terbanyak ( O) Periode
2001-2010
BULAN
DATA
JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEPT OKT NOP DES
Kec Angin Max 21 20 19 18 17 18 18 19 19 19 20 20
Arah Angin Terbanyak 275 287 264 238 208 198 183 183 214 231 240 261
Sumber: BMKG Stasiun Cengkareng, 2011
a. Kualitas Udara
Pengukuran terhadap kualitas udara di sekitar wilayah studi dilakukan untuk mengetahui
kondisi parameter kualitas udara sebelum kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
berlangsung.
Hasil pengukuran kualitas udara pada dokumen AMDAL (2007) terlihat bahwa secara
keseluruhan parameter kualitas udara yang diukur di 4 (empat) titik lokasi masih berada
di bawah baku mutu, kecuali unsur Debu (U4 = 390 µg/m3), HC (U3 = 196 µg/m3 dan U4
= 209 µg/m3) telah melebihi baku mutu udara ambient yang ditetapkan (SK. Gubernur
KDKI Jakarta No. 551 Tahun 2001).
Hasil pengukuran pada Implementasi RKL dan RPL (September 2010) terlihat bahwa
seluruh parameter kualitas udara yang diukur di 2 (dua) titik lokasi masih berada di
bawah baku mutu (SK. Gubernur KDKI Jakarta No. 551 Tahun 2001).
Hasil pengukuran pada Implementasi RKL dan RPL (Februari 2012) terlihat bahwa
seluruh parameter kualitas udara yang diukur di 2 (dua) titik lokasi masih berada di
bawah baku mutu (SK. Gubernur KDKI Jakarta No. 551 Tahun 2001). Hasil pengukuran
kualitas udara di sekitar lokasi proyek dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut.
b. Kebisingan
Pengukuran tingkat kebisingan juga dilakukan di sekitar wilayah studi untuk mengetahui
kondisi intensitas bising sebelum kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
berlangsung.
Hasil pengukuran pada dokumen AMDAL (2007) terlihat bahwa tingkat kebisingan
berkisar antara 49,2 – 74,6 dBA. Tingkat intensitas bising di beberapa titik wilayah studi
tergolong masih memenuhi nilai ambang batas tingkat kebisingan, kecuali di Jl.
Jembatan Tiga (Sektor Selatan PIK) sedikit melebihi tingkat kebisingan (74,6 dBA),
dimana sumber bising berasal dari pengaruh aktivitas kendaraan bermotor yang berlalu
lintas di sekitar jalan tersebut. Hasil pengukuran tingkat kebisingan pada Implementasi
RKL dan RPL (September 2010) berkisar antara 47,9 – 50,0 dBA. Hasil pengukuran
tingkat kebisingan pada Implementasi RKL dan RPL (Februari 2012) berkisar antara 55,9
– 56,1 dBA.
Hasil pengukuran tingkat kebisingan di sekitar lokasi proyek dapat dilihat pada Tabel 3.8
berikut.
3.2. GEOLOGI
: Dataran Banjir
Perkembangan fisik kota Jakarta yang sangat pesat dari jenis penggunaan tanah pertanian
dan atau perdesaan ke penggunaan tanah perkotaan mengakibatkan berkurangnya luas
penggunaan tanah pertanian dan tanah basah (wet land). Selain perubahan penggunaan
tanah berlangsung pula pengurugan tepi sungai sehingga badan sungai makin sempit.
Dalam kurun waktu yang sama bahan-bahan sedimen yang bersumber dari bagian hulu
sungai diangkut ke arah hilir yang secara evolutif mengakibatkan pendangkalan sungai pada
kawasan pantai yang sangat datar. Tambunan Rudy (2005) menyajikan gambaran
perubahan luas penggunaan tanah menurut DAS sistem sungai yang mengalir di wilayah
DKI Jakarta tahun 1970, 1980, 1990 dan 2000.
80.00
70.00
60.00
50.00
Tnh Pertanian & RTH
Tnh Basah & Badan Air
% Luas
40.00 Perumahan
Industri
Jasa Perdagangan
30.00
20.00
10.00
0.00
DAS
60.00
50.00
40.00
30.00 Perumahan
Industri
Jasa Perdagangan
20.00
10.00
0.00
DAS
70.00
60.00
50.00
Perumahan
Industri
30.00
Jasa Perdagangan
20.00
10.00
0.00
DAS
90.00
80.00
70.00
60.00
Perumahan
40.00 Industri
Jasa Perdagangan
30.00
20.00
10.00
0.00
DAS
Struktur yang terdapat pada Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu adalah berupa lipatan,
sesar dan kelurusan. Lipatan, dijumpai di bagian Tenggara, berupa antiklin, dengan sumbu
berarah barat laut-tenggara, yang melipat Formasi Klapanunggal. Sesar yang dijumpai di
daerah ini ada 3 (tiga) macam, yaitu :
• Sesar naik, dijumpai di bagian barat daya daerah penelitian, merupakan kontak antara
Formasi Rengganis dan Formasi Bojongmanik dan Batuan Gunungapi Muda dengan
arah barat laut-tenggara.
• Sesar geser mengiri dijumpai di bagian barat daya Lembar yang menyesarkan Formasi
Bojongmanik.
• Sesar turun, dijumpai di bagian tenggara Lembar, berarah barat laut-tenggara dan
memotong Formasi Klapanunggal.
Kelurusan, terlihat di foto udara, dan berarah barat laut-tenggara, timur laut-barat daya.
Kelurusan ini kemungkinan merupakan zona lemah yang berupa kekar atau sesar. Struktur
geologi tersebut di atas, kemungkinan akibat gaya kompresi dengan arah timur laut-barat
daya. Sejarah geologi lembar ibi dimulai pada Miosen Awal. Pada kala itu daerah ini
merupakan tepian Selatan dari cekungan busur belakang tempat diendapkan Formasi
Rengganis oleh arus yang dioengaruhi gaya berat (gavity flows). Kemudian daerah ini
mengalami pengangkatan. Pada Miosen Tengah daerah ini merupakan cekungan laut
dangkal di bagian timur dan diendapkan Formasi Klapanunggal, yang menjemari dengan
formasi Jatiluhur, sedangkan di bagian barat berkembang sedimentasi Formasi
Bojongmanik. Formasi-formasi tersebut kemudian terangkat, terlipatkan, tersesarkan dan
diterobos oleh Basal G. Dago pada Mio-Pliosen. Pada Pliosen Awal, bagian utara daerah ini
mengalami penurunan dan berlingkungan laut dangkal (litoral), serta diendapkan Formasi
Genteng. Selanjutnya daerah ini terangkat kembali sehingga merupakan daratan, dan
terbentuk endapan sungai tua Formasi Serpong. Pengangkatan ini diikuti kegiatan
gunungapi, yang menghasilkan Tuf Banten yang terdiri dari batuan gunungapi yang berumur
Plio-Plistosen. Pada Plistosen Awal terjadi kegiatan gunungapi yang menghasilkan Batuan
Gunungapi Muda dan terjadi gunungapi parasit, yang menghasilkan Andesit Sudamanik,
sedangkan di tempat lain terjadi genang laut (atau mungkin penurunan) sehingga
memungkinkan tumbuhnya batu gamping koral yang terus tumbuh sampai sekarang. Hasil
kegiatan gunung api di bagian selatan Lembar membentuk morfologi tinggi, akan tetapi
akibat proses erosi dan gerakan tanah maka terbentuk endapan kipas alluvium. Proses
pengangkatan dan erosi ini berlangsung terus, sehingga membentuk sungai-sungai tua yang
menghasilkan endapan sungai tua. Selain itu dipantai tersebut gumuk-gumuk pasir dan
“sand dune” yang memanjang sejajar pantai. Sampai saat ini proses-proses erosi,
pelapukan dan pengendapan masih berlangsung terus, menghasilkan endapan alluvium.
Secara stratigrafi di Jakarta ini, tanah paling atas terdiri dari alluvial yang membentuk
dataran yang biasa disebut “alluvial plain” dan terbentuk ± 5.000 tahun yang lalu, tepat
pada kaki dari endapan fluviovokanik kipas Bogor atau fluviovolkanik fan. Endapan
sungai ber-ulang/selang seling dengan endapan kasar sungai, formasi delta dan disisipi
oleh endapan pematang pasir. Lokasi teluk Jakarta saat ini, dapat diterangkan dari
bentuk radial drainage pattern (divergent) dari bentuk kipas tersebut yang terdiri dari
endapan sungai yang menyebar dari Barat ke Timur. Hal ini pula yang mempengaruhi
pola air dari Bogor langsung mengisi tiap alur yang ada di badan kipas, sehingga
terbentuk menjadi flood plain di wilayah DKI dan sekitarnya. Sedangkan di bagian Utara,
tersebar beach – ridge structure yang terbentuk pada masa Miosen terutama di bagian
Barat, sedang bagian Timur pantai Jakarta terbentuk delta yang amat besar dari sungai
Citarum yang tidak terpengaruh oleh bentuk kipas (fan). Terdapat beberapa sesar
terutama di bagian Barat Jakarta, tepatnya daerah Banten dan di Kepulauan Seribu, dan
kurang berpengaruh terhadap DKI, kecuali terjadi goncangan hebat yang lebih besar dari
gempa yang pernah terjadi. Meskipun demikian perlu dilakukan pengamatan, apabila
terjadi gempa besar, sampai sejauh mana pengaruhnya terhadap wilayah DKI.
Keterangan :
b. Kondisi Geoteknik
Secara umum, pelapisan yang akan terpengaruh terhadap aktifitas technik adalah :
• Lapisan pertama merupakan lapisan paling atas (top layer) terdiri dari lapisan amat
lunak yang berasal dari endapan laut dengan ketebalan bervariasi antara 5 hingga 15
meter.
• Lapisan kedua terdiri dari lapisan lempung liat (medium) dan endapan pasir serta
endapan campuran antara endapan laut dan endapan volkanik yang sudah
terkonsolidasi.
• Lapisan ketiga terdiri endapan lempung dan pasir yang sudah terkonsolidasi.
Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa lapisan-lapisan ini cukup kuat untuk menahan
beban yang cukup besar dan tidak akan menimbulkan deformasi apabila terkena beban
reklamasi, karena telah terkonsolidasi sempurna.
3.3. HIDRO-OSEANOGRAFI
Data bathimetri diperoleh dari Dishidros TNI-AL revisi tahun 2009. Batimetri diperoleh
dalam bentuk hardcopy, selanjutnya diolah dalam bentuk digital yang hasilnya disajikan
dalam Gambar 3-18. Berdasarkan hasil analisis batimetri terlihat bahwa lokasi reklamasi 3
pulau (2A, 2B, 1) akan mencapai kedalman 8 m.
Gambar III.13. Peta Bathimetri Rencana Reklamasi PT. Kapuk Naga Indah
Data pasang surut diperoleh dari Dishidros TNI-AL hasil pengamatan selama 30 tahun
2011. Data pasang surut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode Admiralty
untuk mendapatkan konstanta pasang surut yang berisi amplitudo (A) dan beda fase (g)
dari masing-masing komponen pembentuk gelombang pasang surut. Hasil analisis analisi
admiralty disajikan dalam Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Konstanta Pasang Surut dengan Metode Admiralty di Tanjung Priok
M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 Z0
A (cm)
5 4 1 1 29 13 10 1 1 60
go 3 78 6 78 223 240 223 212 151
Sumber : Dishidros TNI AL, 2011
Dengan menggunakan amplitudo komponen pasang surut K1, O1, M2 dan S2 seperti
tampak pada tabel di atas, dapat ditentukan tipe pasang surut di sekitar Teluk Jakarta
sebagai berikut:
A(K1 ) A(O1 ) 29 13
FN 4,67
A(M2 ) A(S2 ) = 5 47
Dengan nilai FN = 4,67, maka tipe pasang surut di di sekitar Teluk Jakarta adalah masuk
dalam kriteria 4 dengan syarat FN > 3,00 dengan tipe pasang surut harian tunggal (Diurnal
Tide), berarti dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Posisi muka air laut
rata-rata (MSL) = 60 cm dan elevasi titik referensi (bench mark) yakni Peil Priok (P*) z MSL
= 120 cm, dimana kedalaman dasar laut dalam peta bathimetri yang digunakan dalam
studi ini adalah disurutkan terhadap PP*. Selain ditentukan tipe pasang surut
menggunakan bilangan Formzahl juga digambarkan grafik pasang surut yang di ramal dari
9 komponen pasut dari Tabel 3.9. Dari gambar grafik pasut tersebut dapat ditentukan
elevasi-elevasi penting p.asang surut. Gambar garafik pasang surut hasil ramalan
disajikan dalam Gambar III.14. Dari gambar tersebut terlihat pasang tertinggi di stasiun
pasut tanjung priok sebesar 112.14 cm dan surut terendah sebesar 10.84 cm, sedangkan
tidal range yang merupakan selesih antara pasang tertinggi dan surut terendah sebesar
101.3 cm.
Gambar III.14. Pasang Surut Hasil Ramalan Dari Komponen Pasut Dishidros-TNI AL 2011
Gelombang yang digunakan dalam studi ini merupakan gelombang hasil penelitian PT.
Kapuk Naga Indah yang bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010.
Gelombang dihitung berdasarkan peramalan gelombang yang dibangkitkan oleh tiupan
angin dipermukaan laut baik kecepatan, arah dan durasinya. Dimana data angin yang
digunakan dalam peramalan gelombang adalah data angin harian jam-jaman dari Stasiun
Meteorologi Klas I Cengkareng tahun 2005-2009. Metode yang digunakan untuk
menghitung tinggi dan periode gelombang adalah CERC. Hasil perhitungan tinggi dan
periode gelombang disajikan dalam bentuk tabel presentase gelombang (Tabel 3.10) dan
mawar gelombang (Gambar III.15) sebagai berikut:
Tabel 3.10. Jumlah dan Persentase Kejadian Gelombang Harian Tahun 2005-2009
Jumlah dan Persentase Kejadian Gelombang Harian (Jam-Jaman)
Diramal Berdasarkan Data Angin Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng- Tanggerang
Tahun 2005 - 2009
Jumlah Kejadian Gelombang Persentase Kejadian Gelombang (%)
Tinggi Gelombang (m) Tinggi Gelombang (m)
Arah Jumlah Jumlah
0 - 0.75 0.75 - 1.5 1.5 - 2.25 2.25 - 3.0 > 3.0 0 - 0.75 0.75 - 1.5 1.5 - 2.25 2.25 - 3.0 > 3.0
Utara 416 651 298 0 0 1365 2.84 4.45 2.04 0 0 9.32
Timur Laut 324 550 422 216 88 1600 2.21 3.76 2.88 1.48 0.60 10.93
Timur 852 23 0 0 0 875 5.82 0.16 0 0 0 5.98
Tenggara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Barat Daya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Barat Laut 608 680 4 0 0 1292 4.15 4.64 0.03 0 0 8.82
Jumlah Gelombang 5132 Persentase Gelombang 35.05
Jumlah Tidak Ada Gelombang 9510 Persentase Tidak Ada Gelombang 64.95
Total 14642 Total 100
Tabel 3.10 dan Gambar III.15 di atas, menunjukkan bahwa persentase kejadian
gelombang harian yang terjadi di perairan Teluk Jakarta, khususnya gelombang yang
terjadi di perairan rencana reklamasi PT KNI di dominasi oleh gelombang dari arah utara
(9,32 %) dengan tinggi gelombang dominan pada interval (0,75 – 1,50 m), arah timur laut
(10,93 %) dengan tinggi gelombang dominan pada interval (0,75 – 1,50 m), arah timur
(5,98 %) dengan tinggi gelombang signifikan pada interval (0 – 0,75 m), dan barat laut
(8,82 %) dengan tinggi gelombang dominan pada interval (0,75 – 1,50 m).
Selain disajikan dalam tabulasi presentase dan gambar mawar angin juga disajikan dalam
bentuk tabulasi gelombang signifikan maksimum tahunan selama 4 tahun (2005-2009)
yang dapat dilihat pada Tabel 3.11 berikut.
Tabel 3.11. Rekapitulasi Tinggi dan Periode Gelombang Signifikan Maksimum per Tahun
Tahun H0 max (meter) TP max (detik)
Transformasi Gelombang
Selain meramal tinggi dan periode gelombang PT. Kapuk Naga Indah yang bekerja sama
dengan Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010 juga melakukan pemodelan matematik
untuk melihat transformasi gelombang yang merambat dari laut dalam ke peraiaran
dangkal terutama lokasi rencana reklamasi 3 pulau. Model yang digunakan merupakan
model gelombang STWAVE dari Waterways Experiment Station yang terdapat pada
Software CEDAS-NEMOS.
Sekenario pemodelan meliputi dua keadaan musim yakni musim Timur dan musim Barat
dengan tiga arah mata angin dominan yaitu Timur Laut, Utara, dan Barat Laut. Data input
yang digunakan dalam model ini adalah tinggi dan periode gelombang hasil peramalan
yang dilakukan sebelumnya. Hasil pemodelan disajikan dalam kontur tinggi gelombang
dan arah transformasi gelombang. Gambar transformasi hasil pemodelan disajikkan dalam
Gambar III.16 hingga Gambar III.18. Informasi dari setiap gambar terdiri dari kontur tinggi
gelombang yang digambarkan warna coklat (panel kiri), arah penjalaran tinggi gelombang
(panel kanan), daratan digambarkan dalam warna hijau.
Gambar III.16 (a) dan III.16 (b) merupakan hasil model transformasi gelombang dari arah
datang gelombang timur laut (45o) dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa penjalaran
gelombang dari arah Timur Laut di lokasi perencanaan reklamasi mengalami refraksi
gelombang karena adanya pulau-pulau kecil di sebelah Timur Laut lokasi perencanaan
yaitu Pulau Damar Besar, Talak dan Ayer. Tinggi gelombang di laut dalam memiliki tinggi
gelombang yang tetap yaitu 3,83 meter. Refraksi gelombang terjadi pada Tanjung
Krawang dan Tanjung Gembong di sebelah Barat Teluk Jakarta dengan arah pembelokan
gelombang ke arah Selatan sampai dengan Tenggara. Tinggi gelombang pada daerah
tersebut berkisar antara 1,2 m sampai dengan 1,8 m. Tinggi gelombang di lokasi
perencanaan berkisar antara 2,20 m sampai dengan 2,60 m. Tinggi gelombang pecah
berdasarkan hasil pemodelan adalah 3,91 m yang terjadi pada daerah sebelah Utara
Tanjung Karawang, sedangkan tinggi gelombang pecah di daerah perencanaan mencapai
2,40 m. Tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh Pulau Damar Besar, Talak dan
Ayer berkisar antara 1,00 m sampai dengan 1,40 m.
Gambar III.17 (a) dan III.17 (b) merupakan hasil model transformasi gelombang dari arah
datang gelombang Utara (dir : 0 o) dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa penjalaran
gelombang dari arah Utara di lokasi perencanaan reklamasi mengalami refraksi
gelombang karena adanya pulau-pulau kecil di sebelah Utara lokasi perencanaan yaitu
Pulau Bidadari, Pulau Kayangan, Pulau Kapal dan Pulau Ayer. Tinggi gelombang di laut
dalam memiliki tinggi gelombang yang tetap yaitu 3,83 meter. Tinggi gelombang di lokasi
perencanaan berkisar antara 2,40 m sampai dengan 2,80 m. Tinggi gelombang pecah
berdasarkan hasil pemodelan adalah 4,28 m yang terjadi pada daerah sebelah Utara
Pulau-pulau terluar dan Tanjung Krawang, sedangkan tinggi gelombang pecah di daerah
perencanaan mencapai 2,80 m. Tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh Pulau
Damar Besar, Pulau Talak dan Pulau Ayer berkisar antara 1,40 m sampai dengan 1,80 m.
sedangkan tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh pulau Bidadari, Pulau Kapal
dan Pulau Kayangan berkisar antara 1,00 m sampai dengan 1,40 m. tampak bahwa
gelombang mengalami pemusatan (konvergen) arah gelombang pada daerah tanjung dan
mengalami penyebaran arah gelombang (divergen) pada daerah teluk.
Pada Gambar III.18 (a) dan Gambar III.18 (b) terlihat bahwa penjalaran gelombang dari
arah Barat Laut pada kondisi existing di lokasi perencanaan reklamasi mengalami refraksi
gelombang karena adanya pulau-pulau kecil di sebelah Utara lokasi perencanaan yaitu
Pulau Untungjawa, Pulau Rambut, Pulau Bidadari, Pulau Kayangan, dan Pulau Kapal.
Tinggi gelombang di laut dalam memiliki tinggi gelombang yang tetap yaitu 3,83 meter.
Tinggi gelombang di lokasi perencanaan berkisar antara 1,40 m sampai dnegan 2,00 m.
Tinggi gelombang pecah berdasarkan hasil pemodelan adalah 4,18 m yang terjadi pada
daerah sebelah Barat Laut Pulau Rambut dan Pulau Untungjawa, sedangkan tinggi
gelombang pecah di daerah perencanaan mencapai 1,80 m. Tinggi gelombang di daerah
yang terlindung oleh Pulau Rambut dan Pulau Untungjawa berkisar antara 0,80 m sampai
dengan 1,20 m. Tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh Pulau Talak dan Pulau
Ayer berkisar antara 1,40 m sampai dengan 1,80 m. sedangkan tinggi gelombang di
daerah yang terlindung oleh Pulau Bidadari, Pulau Kapal dan Pulau Kayangan berkisar
antara 0,40 m sampai dengan 1,00 m. Dari hasil model gelombang tampak bahwa daerah
perencanaan reklamasi terlindung oleh keberadaan Pulau Bidadari, Pulau Untungjawa,
Pulau Bidadari, Pulau Kapal dan terlindung oleh Tanjung Pasir di sebelah Barat Laut lokasi
perencanaan reklamasi.
Gambar III.16. Hasil Pemodelan Tinggi Gelombang (a) dan Pola Penjalaran (b) dengan Arah Gelombang Dominan Timur Laut (dir: 45 o)
Gambar III.17. Hasil Pemodelan Tinggi Gelombang (a) dan Pola Penjalaran Gelombang (b) dengan Arah Gelombang Dominan Utara (di r: 0o)
Gambar III.18. Hasil Pemodelan Tinggi Gelombang (a) dan Pola Penjalaran Gelombang (b) dengan Arah Gelombang Dominan Barat Laut (dir : 315 o)
Pada tahun 2006 PT. Kapuk Naga Indah bekerjsama dengan Witteveen+Bos Indonesia
uga melakukan kajian hidrodinamika di lokasi studi yang salah satunya adalah membuat
pemodelan arus. Hasil-hasil model untuk skenario pantai ini menunjukkan bahwa sirkulasi
air di Teluk Jakarta didominasi oleh angin musim. Arus yang digerakkan angin ini kuat
dibandingkan dengan arus. Sebagai akibatnya, arah aliran tidak berbalik selama siklus
pasang tetapi tetap searah dengan arah angin yang berhembus. Hanya kecepatan
alirannya berfluktuasi terhadap pasang. Penting untuk disadari bahwa pemodelan ini
mengambil kecepatan dan arah angin yang tetap, sementara dalam ken-yataannya
kecepatan dan arah angin berfluktuasi di sepanjang angin musim. Oleh sebab itu, arus-
arus yang disebutkan di atas tidak selalu dapat diamati di teluk ini. Kecepatan aliran sisa
yang dirata-ratakan pasang (arus netto) di bagian selatan Teluk Jakarta ialah antara 0.05
hingga 0.15m/detik. Amplitudo pasang dalam arus ini ialah antara 0.05 dan 0.10 m/detik.
Kecepatan aliran ini selama angin musim barat sedikit lebih tinggi daripada selama angin
musim timur. Akan tetapi perbedaannya kecil, kurang dari 0.05 m/detik. Kecepatan-
kecepatan aliran yang disimulasi sejalan dengan pengamatan-pengamatan oleh Janhidros
pada 1986. Gambaran pola arus studi disajikan dalam Gambar III.19 dan Gambar III.20.
Gambar III.19. Aliran yang Dirata-ratakan Pasang Di Teluk Jakarta Untuk Situasi Acuan
Pada Angin Musim Timur
Gambar III.20. Aliran yang Dirata-ratakan Pasang Di Teluk Jakarta Untuk Situasi Acuan
Selama Angin Musim Barat
Kawasan proyek ini, dari Kali Muara Angke sampai Kali Kamal dibentuk oleh delta
Cengkareng Drain dan Kali Muara Angke. Menurut Verstappen (1953), seluruh
kawasan di barat Sunda Kelapa sedang menjorok ke arah laut akibat sedimen yang
dipasok oleh sungai. Akan tetapi dalam data dari dua puluh lima tahun terakhir ini
keadaan ini tidak jelas terlihat.
Angkutan sedimen secara kualitatif dijelaskan oleh WL Delft Hydraulics (1996) (Gambar
III.21). Melihat kawasan proyek saat ini terlihat bahwa bagian terbesar garis-pantainya
stabil dan sedikit bertambah akibat sedimen yang dipasok oleh sungai. Di sebelah barat
Dadap terjadi sedikit erosi, kemungkinan akibat kenyataan bahwa gelombang pada
angin musim timur maupun angin musim barat me-nyumbang angkutan sedimen ke
selatan.
Gambar III.21.
Perpindahan Sedimen Sebelah Timur Teluk Jakarta (WL Delft Hydraulics, 1996)
Serangkaian foto udara kronologis, yang mencakup periode dari 1980 sampai 2001,
telah dianalisis juga. Pada 1980 Cengkareng Drain belum dibangun. Tata-letak tambak
ikan yang takberubah di sebe-lah barat memungkinkan untuk menyebariskan ketiga
foto udara ini. Garis-pantai 1980 dan 2001 dilukis pada foto-foto lain untuk
menunjukkan perkembangannya (Gambar III.22). Sejak tahun 1980, situasi perubahan
garis pantai mulai berbalik arah dengan kecenderungan abrasi pantai. Tahun 1980,
pada tepi Barat muara Sungai Angke dibangun break water dengan panjang sekitar
200 m dengan maksud untuk menjaga kedalaman perairan muara tersebut agar masih
tetap dapat dilayari. Akibat pembangunan jetti tersebut pada tepi Barat Sungai itu
mengalami abrasi dengan laju sekitar 25 m per tahun antara 1980 – 1983. Kondisi
pantai di sebelah Barat di sekitar Desa Kamal mengalami erosi berat dengan laju
pernah mencapai 19.3 m per tahun antara 1980 – 1983. Hal ini disebabkan aliran arus
sepanjang pantai (longshore current) membawa sedimen tersebut ke arah Timur dan
mengendapkannya di sebelah Barat jetti tersebut. Bahkan tumbuhan mangrove dan
sebagian rumah penduduk yang ada di Desa Kamal maupun sebelah Timur Sungai
Kamal juga musnah tererosi. Erosi juga telah mengenai sebagian tambak di tempat
tersebut dan tetap berlangsung sampai sekarang. Pola erosi tersebut secara garis
besar dapat dilihat pada Gambar III.22.
Pilar batas wilayah Jakarta – Jawa Barat Nomor 381 yang pada tahun 1979 masih
terletak di darat pada jarak sekitar 40 m dari garis pantai pada tahun 1983 telah jatuh
terendam air pada jarak antara 25 m dari garis pantai. Dewasa ini, pilar tersebut
terletak sekitar 100 m dari garis pantai.
Simulasi perubahan garis pantai yang bersumber dari Studi Pandangan Proyek
Reklamasi yang dilakukan oleh Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT-UGM pada
Desember 2010, dalam kondisi eksisting atau tanpa reklamasi, dilakukan simulasi
dengan garis pantai pada kondisi tanggal 06 juni 2009 (garis pantai terukur).
Pemodelan ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar potensi perubahan
garis pantai yang terjadi tanpa adanya reklamasi PT. KNI dalam 5 tahun ke depan.
Hasil pemodelan dengan program GENESIS untuk 5 tahun ke depan dapat dilihat pada
Gambar III.23 sedangkan hasil simulasi perubahan garis pantai untuk 5 tahun ke
depan sebelum reklamasi dengan menggunakan MS. Excel ditunjukkan pada III.24
serta selisih perubahan posisi garis pantai hasil simulasi 5 tahun ke depan dan garis
pantai terukur 2009 tampak pada Gambar III.25.
Erosi
Stabil
Gambar III.23.
Hasil Running Program GENESIS untuk Skenario 1 (Tanpa Adanya Reklamasi)
5000
4500
4000
3500
3000
2000
1500
1000
Garis Pantai Terukur (06/06/2009)
Gambar III.24.
Perbandingan Perubahan Garis Pantai Prediksi Tanpa Adanya Reklamasi
140
130
120
110
100
90
80
Selisih Posisi Garis Pantai, ∆Y (m)
70
60
50
40
30
20 Akresi Akresi
10
Stabil
0
‐10 Erosi
‐20
‐30
‐40
0 450 900 1350 1800 2250 2700 3150 3600 4050 4500 4950 5400 5850 6300 6750 7200 7650 8100 8550 9000 9450
Gambar III.25. Selisih Posisi Garis Pantai Hasil Simulasi Skenario 1 untuk 5 Tahun Ke
Depan Tanpa Adanya Reklamasi
Dari hasil simulasi selama kurun waktu 5 tahun tanpa adanya reklamasi diketahui
bahwa laju transpor sedimen rerata ke arah kanan (Q rtr) adalah sebesar +21.092,06
m3/tahun sedangkan ke arah kiri (Qltr) sebesar -48.984,66 m3/tahun, ini menunjukkan
bahwa arah transpor sedimen pantai di sekitar lokasi rencana reklamasi lebih dominan
ke arah kiri (ke arah barat) hal ini disebabkan gelombang menuju pantai domiman dari
arah timur laut. Laju transpor sedimen bersih rerata (mean net annual transport, Qnr)
sebesar -27.892,60 m3/tahun. Dan berdasarkan hasil perhitungan (output) model
GENESIS diketahui bahwa perubahan volume transpor sedimen selama 5 tahun tanpa
adanya reklamasi adalah +456.142,83 m3, dimana tanda minus (+) menunjukkan
bahwa kondisi pantai tanpa adanya reklamasi lebih dominan mengalami akresi.
Simulasi hidrologi bersumber dari Studi Pandangan Proyek Reklamasi yang dilakukan oleh
Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT-UGM pada Desember 2010, dalam kondisi
eksisting atau tanpa reklamasi.
Analisis hidrologi selalu dikaitkan dengan Daerah Aliran Sungai (DAS). Mengetahui
parameter DAS penting untuk analisis selanjutnya. DAS yang sungai-sungainya
bermuara pada daerah reklamasi PT. Kapuk Naga Indah meliputi: Sungai Dadap,
Sungai Kamal, Sungai Tanjungan, Cengkareng Drain dan Sungai Angke. Untuk analisis
ini menggunakan peta kontur digital dengan skala 1:25.000. Peta kontur ini untuk
menentukan topographic divide dari masing-masing DAS. Topografic divide ini menjadi
penting saat menganalisis hidrograf satuan, yaitu untuk menentukan morfometri DAS,
seperti panjang sungai utama, luas DAS, dan kemiringan DAS. Selain itu peta kontur ini
penting untuk mengetahui parameter DAS yang berpengaruh terhadap proses
pengalihragaman hujan menjadi aliran, seperti time of concentration (tc) dan
skematisasi model pembagian sub DAS. Berdasarkan peta RBI digital DKI Jakarta
dengan skala 1:25.000 diperoleh luasan DAS Dadap 4058.755 Ha, DAS Kamal
4752.415 Ha, DAS Tanjungan 98.755 Ha, DAS Cengkareng Drain 38650.56 Ha, DAS
Angke 37564.649 Ha. Adapun hasil digitasi DAS Kamal dan DAS Angke dapat dilihat
pada Gambar III.26 dan Gambar III.27. Pada Tabel 3.12 tersaji data morfometri
masing-masing DAS yang bermuara pada lokasi proyek reklamasi.
Berdasarkan hasil analisis frekuensi dengan metode Log Pearson III, kemudian
dihitung distribusi hujan jam-jaman untuk masing-masing kala ulang 2, 5, 10, 25, dan
100 tahun setelah itu menghitung debit banjir rencana untuk masing DAS yang
bermuara di rencana reklamasi PT. Kapuk Naga Indah dengan metode Hidrograf
Satuan Sintetik Nakayasu. Hidrograf banjir untuk masing-masing DAS seperti yang
ditunjukkan pada gambar-gambar berikut.
600
500
) 400 Q2
te
/d
3 Q5
m
(t
i Q10
b 300
De Q25
Q50
200 Q100
100
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Waktu,T (jam)
600
500
) 400 Q2
e
t
/d
3 Q5
(m
ti Q10
b
e
300
Q25
D
Q50
200 Q100
100
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Waktu,T (jam)
Gambar III.29. Hidrograf Banjir di DAS Cengkareng Drain
16
14
12
) Q2
te
10
/d
3 Q5
(m
ti Q10
b 8
e
Q25
D
Q50
6
Q100
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.8
Waktu,T (jam)
200
180
160
140
) Q2
te
/d 120
3 Q5
(m
it Q10
b
e
100
Q25
D
80 Q50
Q100
60
40
20
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Waktu,T (jam)
180
160
140
) 120 Q2
te
/d
3 Q5
(m
t
100
Q10
i
b
Q25
De 80
Q50
60 Q100
40
20
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Waktu,T (jam)
Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT-UGM
pada Desember 2010 menunjukkan bahwa rencana reklamasi PT. KNI memberikan
pengaruh yang kecil terhadap ketinggian muka air baik di titik pengamatan 1, 2, 3 maupun
4. Kenaikan muka air terbesar adalah 0,004 m saat lahan reklamasi dikembangkan
sepenuhnya dengan 3 pulau terbangun. Kenaikan muka air yang sangat kecil ini dapat
dimaklumi mengingat kondisi geografis teluk Jakarta yang merupakan teluk terbuka
dimana perilaku pasang surut hampir mustahil dapat terpengaruh karena sirkulasi arus di
dalam teluk terbuka dapat dengan leluasa bergerak tanpa halangan yang berarti.
Elevasi Muka air di kedua muara sungai adalah sama. Perbedaan debit yang besar antara
sungai Cengkareng Drain (maksimum 517,125 m 3/s) dengan Sungai Tanjungan
maksimum (14,616 m3/s) ternyata tidak memberikan pengaruh.
Hasil pengukuran kualitas air sungai dan muara Teluk Jakarta yang dilakukan oleh BPLHD
DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 3.13 berikut.
Berdasarkan hasil analisis kualitas air sungai di sekitar wilayah studi (Kali Angke,
Cengkareng Drain dan Kali Kamal) menunjukkan bahwa parameter fisik (TDS) di beberapa
titik telah melebihi baku mutu, sedangkan parameter kimia telah tercemar (telah melebihi
baku mutu). Sedangkan hasil pengukuran kualitas perairan dan muara Teluk Jakarta yang
dilakukan oleh BPLHD DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 3.14. berikut.
Tabel 3.14. Rata-rata Kualitas Fisik Kimia Perairan dan Muara Teluk Jakarta
Kualitas Fisik Kimia
Perairan
No. Salinitas
(Lokasi) pH Amonia Fenol Phosphat Detergen BOD
(0/00)
1. Muara Angke 32,8 <7 0,21 0,0075 0,065 0,16 41
( D – 3, C – 3 ) 32,1 0,07 0,0095 0,10 0,14 41
2. Cengkareng Drain 30,5 7,8 0,52 0,0095 0,12 0,28 30
( C – 2, B – 3 ) 32,1 0,04 0,008 0,04 0,12 32
3. Muara Kamal 30,1 7,6 0,27 0,0085 0,15 0,23 55
( B – 1, B – 2 ) 30,6 0,11 0,0095 0,05 0,15 62
Sumber : Laporan Pemantauan Kualitas Teluk Jakarta, BPLHD Prop. DKI Jakarta, 2005
Hasil analisis kualitas fisik kimia perairan dan muara Teluk Jakarta menunjukkan bahwa
parameter fisik masih dalam kondisi normal. Sedangkan parameter kimia pada perairan
teluk tercatat BOD, Fenol dan Phosphat telah melebihi baku mutu, Detergen dan Amonia
relatif kecil. Untuk zona muara teluk kondisinya sangat berbeda yaitu BOD, Fenol, Amonia
dan Phosphat konsentrasinya melebihi baku mutu biota air laut. Sedangkan hasil
pengukuran kualitas air sungai pada saat studi ini dilakukan dapat disajikan pada Tabel 3.15
berikut.
Tabel 3.15. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sungai di Sekitar Lokasi Proyek
Baku Hasil Analisis
No Parameter Satuan
Mutu *) AS-1 AS-2 AS-3 AS-4
A. FISIKA
1. Suhu (insitu) oC Normal 29,9 30,0 30,9 31,3
2. Zat Padat Terlarut (TDS) mg/L 200 7.580 24.800 4.960 576
3. Zat Padat Tersuspensi (TSS) mg/L < 80 49 10 27 17
4. Daya Hantar Listrik Umhos/cm 1.000 13.500 46.200 8.930 1.040
B. KIMIA
1. Air Raksa (Hg) mg/L 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005
2. Arsen (As) mg/L 0,050 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005
3. Boron (B) mg/L 1,0 < 0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01
4. Kadmium (Cd) mg/L 0,010 < 0,003 < 0,003 < 0,003 < 0,003
5. Kobait (Co) mg/L 0,020 < 0,02 < 0,02 < 0,02 < 0,02
6. Khromium VI (Cr6+) mg/L 0,050 < 0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01
7. Mangan (Mn) mg/L 1,0 0,17 0,08 0,61 0,51
8. Garam Alkali (Na) % 50,0 80,5 80,5 77,7 64,5
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa kualitas air sungai pada titik AS-1, AS-2, AS-3 dan
AS-4 sebagian besar telah melebihi baku mutu yang ditetapkan (SK. Gub. 582/1995),
seperti unsur TDS, Garam Alkali, SO 4, Minyak & Lemak, SAR, MBAS dan Phosfat serta
COD. Tingginya kandungan parameter di atas diperkirakan dipengaruhi oleh pasang surut
yang terjadi di wilayah studi, sedangkan tingginya unsur minyak & lemak, MBAS, COD dan
mikro biologi pada AS-3 dan AS-4 bersumber dari limbah domestik yang terdapat di hulu
sungai. Buruknya kualitas air sungai tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan
Mangrove dan Biota laut di sekitar lokasi proyek.
Hasil penelitian kondisi kualitas fisik kimia lingkungan perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya
yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oceanografi LIPI Tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel
3.16 berikut.
Tabel 3.16. Kualitas Fisik Kimia Perairan Teluk Jakarta (Barat, Tengah dan Timur)
Hasil Analisis
No. Parameter
Barat Tengah Timur Rata-rata
1 pH 7,91 7,98 8,07 8,07
2 DO 4,28 4,24 3,97 4,16
3 PO4 (Phosphat) 0,84 0,63 1,15 0,84
4 NO3 (Nitrat) 1,44 1,54 1,39 1,48
5 NO2 (Nitrit) 1,11 1,20 1,06 1,14
6 NH3 (Amonia) 3,97 4,21 4,50 4,18
7 SiO3 (Silika) 16,54 14,48 16,16 16,28
Sumber : Pusat Penelitian Oceanografi LIPI, Oktober 2004
Berdasarkan data di atas, kualitas fisik kimia perairan Teluk Jakarta (Barat, Tengah dan
Timur) menunjukkan bahwa parameter yang diukur telah melebihi baku mutu kualitas
perairan bagi peruntukkan biota air laut. Kandungan parameter terukur di atas juga
menunjukkan pada bagian Barat Teluk Jakarta tercatat konsentrasi PO4, NO3, NO2 dan SiO3
cukup besar dan hal ini seiring dengan keberadaan Kali Angke, Cengkareng Drain dan Kali
Kamal yang konsentrasi airnya telah tercemar.
Hasil pengukuran kualitas air laut pada saat studi AMDAL (2007) dapat disajikan pada Tabel
3.17 berikut.
Tabel 3.17. Hasil Pengukuran Kualitas Air Laut Pada Studi AMDAL Tahun 2007
Baku Hasil
No. Parameter Satuan
Mutu *) AL-1 AL-2 AL-3 AL-4 AL-5 AL-6
A. FISIKA
coral >5
1. Kecerahan (insitu) Meter mangrove: - 0,4 0,5 0,3 0,6 0,7 0,5
lamun: >3
2. Kebauan (insitu) - Alami Alami Alami Berbau Berbau Berbau Berbau
3. Kekeruhan NTU <5 14 30 19 4 5 5
coral: 20
4. Zat padat tersuspensi (TSS) mg/L mangrove: 80 13 30 19 2 4 5
lamun: 20
Alami
coral: 28 – 30
5. Suhu (insitu) 0 C 31,6 32,2 31,0 31,0 31,6 31,0
mangrove:.d 28-32
Lamun: 28-30
6. Lapisan Minyak (insitu) - Nihil Negatif Negatif Positif Negatif Positif Negatif
7. Sampah (insitu) - Nihil Negatif Negatif Positif Positif Positif Positif
B. KIMIA
1. pH (insitu) - 7 – 8,5 7,9 7,7 7,5 8,1 7,9 7,9
Alami
coral: 33-34
2. Salinitas /00
0 31,0 31,1 24,0 30,8 29,6 29,7
mangrove: s/d 34
lamun: 33-34
3. Oksidan terlarut (DO) insitu mg/L >5 5,1 5,1 4,4 5,1 4,8 4,8
4. BOD mg/L 20 1,3 1,3 2,6 1,3 2,0 2,0
5. Amonia total (NH3-N) mg/L 0,3 0,09 0,06 0,47 0,15 0,19 0,19
6. Fosfat (PO4-P) mg/L 0,015 < 0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01
7. Nitrat (NO3-N) mg/L 0,008 < 0,008 < 0,008 < 0,008 < 0,008 < 0,008 < 0,008
8. Sianida (CN) mg/L 0,5 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005
9. Sulfida (N2S) mg/L 0,01 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002
10. Fenol mg/L 0,002 < 0,001 < 0,001 < 0,001 < 0,001 < 0,001 < 0,001
11. Surfactan anion (MBAS) mg/L 1,0 0,06 0,05 0,11 0,07 0,09 0,09
12. Minyak & Lemak mg/L 1,0 < 0,2 < 0,2 < 0,2 < 0,2 < 0,2 < 0,2
13. Air Raksa (Hg) mg/L 0,001 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005
14. Khromium VI (Cr6+) mg/L 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005
15. Arsen (As) mg/L 0,012 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002
16. Kadmium (Cd) mg/L 0,001 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005
17. Tembaga (Cu) mg/L 0,008 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005
18. Timbal (Pb) mg/L 0,008 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005
19. Seng (Zn) mg/L 0,05 0,0290 0,0288 0,0298 0,0292 0,0294 0,0294
20. Nikel (Ni) mg/L 0,05 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002
C. MIKROBIOLOGI
1. Coliform (total) MPN/100ml Nihil 0 0 0 0 0 0
2. Bakteri Patogen Sel/100ml Nihil 0 0 0 0 0 0
Sumber : PT. Unilab Perdana, Juli 2006
Keterangan : *) = Kep-51/MENLH/2004. Lampiran III Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut
AL-1 = Garis Pantai Sisi Barat Tapak Proyek dengan Titik Koordinat (Lintang S : 06 0 05l 18.9” dan Bujur T : 1060 43i 40.3”) AL-
2 = Garis Pantai Sisi Tengah Tapak Proyek dengan Titik Koordinat (Lintang S : 06 0 06i 02,9” dan Bujur T : 1060 44i 32,2”) AL-3
= Garis Pantai Sisi Timur Tapak Proyek dengan Titik Koordinat (Lintang S : 06 0 05i 93,3” dan Bujur T : 1060 45i 57,1”) AL-4 =
Garis Pantai Sisi Barat dengan Titik Koordinat (Lintang S : 06 0 04i 15,3” dan Bujur T : 1060 44i 51,8”)
AL-5 = Garis Pantai Sisi Tengah dengan Titik Koordinat (Lintang S : 06 0 04i 46,3” dan Bujur T : 1060 45i 23,5”)
AL-6 = Garis Pantai Sisi Timur dengan Titik Koordinat (Lintang S : 060 04i 51,8” dan Bujur T : 1060 45i 59,6”).
Berdasarkan tabel di atas hasil analisis kualitas fisik kimia air laut (AL-1 s/d. AL-6)
menunjukkan bahwa secara umum seluruh parameter masih memenuhi baku mutu air laut
untuk biota laut, kecuali unsur kekeruhan di 3 (tiga) titik lokasi (AL-1, AL-2 dan AL-3) dan
amonia total (NH3-N) di lokasi AL-3 telah melebihi baku mutu kualitas air laut. Hal ini
disebabkan oleh limbah padat (sampah), sedimen dan bahan organik yang dihasilkan dari
kegiatan di daratan (hulu dan tengah) yang masuk ke perairan pantai melalui aliran sungai
yang ada (Cengkareng Drain dan Kali Angke).
Berdasarkan hasil analisis kualitas fisik kimia air laut (AL-1 dan AL-2) baik pada bulan
September 2010, Januari 2011 maupun Februari 2012 menunjukkan bahwa secara umum
seluruh parameter masih memenuhi baku mutu air laut untuk biota laut, kecuali unsur
kekeruhan, ammonia, fosfat dan nitrat telah melebihi baku mutu kualitas air laut (Tabel
3.18). Hal ini disebabkan oleh limbah padat (sampah), sedimen dan bahan organik yang
dihasilkan dari kegiatan di daratan (hulu dan tengah) yang masuk ke perairan pantai melalui
aliran sungai yang ada (Cengkareng Drain dan Tanjungan).
Hasil Kajian Lingkungan Rencana Reklamasi PT KNI oleh Program Pascasarjana Ilmu
Lingkungan Universitas Dipenegoro (2010) mengenai kondisi fisika dan kimia air di daerah
kajian diperlihatkan pada Tabel 3.20.
Adanya beberapa parameter yang tidak memenuhi nilai baku mutu kualitas air untuk
keperluan biota, konservasi dan wisata air. Parameter fisika dan kimia air yang tidak
memenuhi baku mutu adalah:
1. Zat padat terlarut (di atas 2000 mg/l) untuk lokasi 1 (M-1: muara sungai Cengkareng
Drain), 4 (P2A-2: perairan calon lahan reklamasi Pulau 2A di depan Cengkareng Drain),
12 (P1-3: perairan calon lahan reklamasi Pulau 1 depan Muara Angke), 13 (M-3: perairan
sungai Cengkareng Drain di dekat muara), dan 14 (M-4: perairan Muara Angke ujung
barat);
2. Kekeruhan (di atas 5 NTU) untuk lokasi: 1 (M-1: muara sungai Cengkareng Drain), 4
(P2A-2: perairan calon lahan reklamasi Pulau 2A di depan Cengkareng Drain), 12 (p1-3:
perairan calon lahan reklamasi Pulau 1 depan Muara Angke), 13 (M-3: perairan sungai
Cengkareng Drain di dekat muara), dan 14 (M-4: perairan Muara Angke ujung barat);
3. pH (di luar rentang 6.5-8.5) untuk lokasi: 1 (M-1: muara sungai Cengkareng Drain), dan 8
(M-2: muara sungai Kamal)
4. oksigen terlarut (DO) dengan kadar di bawah 3.5 mg/l untuk lokasi: 1(M-1: muara sungai
Cengkareng Drain), 2 (P1-1: perairan calon lokasi Pulau 1 depan Muara Angke), 4 (P2A-
2: perairan calon lahan reklamasi Pulau 2A di depan Cengkareng Drain), 8 (M-2: muara
sungai Kamal), 9 (P2A-4) : Perairan laut calon lokasi Pulau 2A di depan Cengkareng
Drain/rencana jembatan), dan 11 (P1-2): Perairan laut rencana Pulau 1 di bagian tengah.
Kandungan oksigen terlarut yang rata-rata di bawah 3 mg/l pada lokasi-lokasi tersebut
sangat kritis bagi kehidupan biota air, karena bagi hewan air non labirinthici
membutuhkan kadar oksigen terlarut minimal sebesar 3.50 mg/l untuk keperluan
respirasinya.
5. kandungan bahan organik (BOD ≥20 mg/l dan COD≥45 mg/l) untuk sebagian besar
lokasi, kecuali: 5 (P2B-1 : perairan laut rencana Pulau 2B bagian tengah di dekat Bagan
Tancap), 6 (P2B-2: perairan laut rencana Pulau 2B bagian pinggir di depan S. Dadap)
dan 7 (P2B-3: Perairan laut rencana Pulau 2B bagian pinggir/ujung barat di depan Muara
Kamal);
6. Kandungan Ammonia (di atas 0.3 mg/l) pada sebagian besar lokasi lokasi, kecuali : 3
(P2A-1 : Perairan laut rencana Pulau 2A bagian tengah-barat laut), 5 (P2B-1 : perairan
laut rencana Pulau 2B bagian tengah di dekat Bagan Tancap), 6 (P2B-2: perairan laut
rencana Pulau 2B bagian pinggir di depan S. Dadap) dan 7 (P2B-3 : Perairan laut
rencana Pulau 2B bagian pinggir/ujung barat di depan Muara Kamal);
7. kandungan sulfida (≥0.01 mg/l) pada sebagian besar lokasi, kecuali: Perairan laut
rencana Pulau 2A bagian tengah-barat laut), 5 (P2B-1 : perairan laut rencana Pulau 2B
bagian tengah di dekat Bagan Tancap), 6 (P2B-2: perairan laut rencana Pulau 2B bagian
pinggir di depan S. Dadap) dan 7 (P2B-3 : perairan laut rencana Pulau 2B bagian
pinggir/ujung barat di depan Muara Kamal);
8. Salinitas, Osmolaritas dan kandungan elektrolit: umumnya rendah pada lokasi muara
sungai serta lokasi yang berdekatan atau banyak mendapatkan pengaruh air sungai.
Kandungan osmolaritas dan elektrolit nampaknya berhubungan erat dengan salinitas.
Makin rendah salinitas maka osmolaritas dan kandungan elektrolit (terutama Cl, Na, Mg
dan Ca) makin kecil. Karena osmolaritas dan kandungan elektrolit berpengaruh besar
terhadap proses osmoregulasi organisme air, maka perubahan parameter tersebut
menjauhi kondisi isosmotik akan mempengaruhi kehidupan dan biota akuatik (baik yang
bertipe osmoregulator maupun osmokonformer). Tingginya salinitas dan osmolaritas di
perain Muara Kamal dan calon lokasi Pulau 2B nampaknya banyak dipengaruhi oleh
masukan air tambak. Sedangkan rendahnya salinitas dan osmolaritas di perairan calon
lokasi Pulau 1 dan 2A dikarenakan adanya pengaruh masukan air tawar dari sungai
Cengkareng Drain dan Sungai Angke.
Kandungan logam berat (Tabel 3.10) dalam perairan kadarnya bervariasi. Jenis logam berat
yang mendominasi di seluruh lokasi penelitian adalah besi (Fe). Jenis logam berat lainnya,
seperti: Tembaga (Cu), Chrom (Cr), Merkuri (Hg), Cadmium (Cd), Timbal (Pb), dan Nikel
(Ni) kadarnya tidak setinggi Besi (Fe). Nilai besaran kandungan logam berat di dalam air di
daerah tapak dampak tidak sepenuhnya memberikan gambaran kondisi riil cemaran logam
berat. Hal ini dikarenakan tingginya kelimpahan mikroba pencemar tipe polisaprobik yang
berpotensi sebagai penyerap logam berat sehingga dapat menurunkan kadar logam berat di
dalam perairan (Tabel 3.19).
Tabel 3.19. Hasil Pemeriksaan Logam Berat Air Laut Dan Muara Sungai Di Lingkungan
Perairan Calon Lahan Reklamasi KNI Jakarta
Lokasi
PARAMETER Satuan
1 2 3 4 5
Tabel 3.20. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Laut & Muara Sungai Di Lingkungan Perairan Calon Lahan Reklamasi KNI Jakarta
Lokasi
No Parameter Satuan NBM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 FISIKA
Zat padat terlarut mg/l 2880 1900 1800 2460 860 900 900 1860 2680 1860 1840 2100 2400 2220 <2000
Kekeruhan NTU 10.20 4.20 4.20 10.5 3.22 3.30 3.30 4.83 6.28 5.24 3.58 5.38 6.10 5.18 <5
2 KIMIA
pH 5.7 7.1 7.5 7.4 7.6 7.2 7.6 5.7 7.1 7.5 7.4 7.3 7.2 7.6 6.5 – 8.5
Salinitas Ppt 2 12 11 5 5 11 29 27 23 15 14 5 0 2 Isosmotik ±5 ppt
Oksigen Terlarut (DO) mg/l 2.76 2.84 3.08 2.48 3.54 4.58 3.27 2.76 2.84 3.08 2.48 3.04 4.58 3.27 >3.5
BOD mg/l 28.33 22.15 19.87 24.42 18.16 18.11 18.30 28.33 32.15 29.87 24.42 28.96 32.11 20.30 20
COD mg/l 49.16 47.38 42.18 50.14 33.20 36.81 36.92 49.16 54.38 52.18 50.14 43.20 56.81 46.02 45
Amonia Total (NH3-N) mg/l 0.48 0.32 0.25 0.49 0.22 0.22 0.28 0.48 0.32 0.15 0.49 0.22 0.22 0.38 ≤ 0.3
Fosfat (PO4-P) mg/l 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.00 0.01 0.03 0.03 0.03 0.02 ≥ 0.015
Nitrat (NO3-N) mg/l 0.18 0.18 0.16 0.16 0.04 0.06 0.04 0.18 0.01 0.06 0.16 1.14 0.06 0.04 ≥ 0.08
Nitrit (NO2-N) mg/l 0.03 0.02 0.01 0.03 0.01 0.02 0.03 0.03 0.00 0.01 0.03 0.04 0.03 0.03 ≥ 0.05
Sulfida (H2S) mg/l 0.03 0.02 0.02 0.00 0.01 0.01 0.01 0.05 0.05 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 ≤ 0.01
Minyak & Lemak mg/l 0.75 0.58 0.11 0.15 0.28 0.35 0.35 0.75 0.00 0.11 0.15 0.78 0.65 0.75 ≤1
OSMOLARITAS & KANDUNGAN ELEKTROLIT:
o Osmolaritas mOsm/l H20 58.38 350.25 321.06 145.94 145.94 321.08 846.44 788.06 671.31 437.81 408.62 145.96 3.66 58.38
o DHL Umho/cm 54.29 325.77 298.62 135.74 135.74 298.66 787.28 732.98 624.39 407.21 380.07 135.75 12.06 54.30
o Cl- g/l 1.05 6.28 5.76 2.62 2.62 5.76 15.17 14.12 12.03 7.85 7.33 2.61 0.02 1.05
o Na+ g/l 0.54 3.25 2.98 0.42 0.42 2.98 7.86 7.32 6.23 4.07 3.79 4.14 0.01 0.54
o Ca++ g/l 0.02 0.13 0.12 0.06 0.06 0.12 0.32 0.30 0.25 0.17 0.15 0.06 0.00 0.02
o Mg++ g/l 0.07 0.43 0.40 0.05 0.05 0.40 1.04 0.97 0.83 0.54 0.51 0.18 0.01 0.07
o K+ g/l 0.02 0.13 0.11 0.03 0.03 0.11 0.31 0.29 0.24 0.16 0.14 0.05 0.00 0.02
(Sumber : Hasil Pengukuran Bulan Oktober 2010)
Keterangan :
1 (M-1) : Air Muara Sungai Cengkareng Drain (060 06’ 01” ; 1060 44’ 58”)
2 (P1-1) : Perairan di depan Muara Angke, rencana Pulau 1 (06 004’47”; 1060 45’ 56”)
3 (P2A-1) : Perairan laut rencana Pulau 2A bagian tengah-barat laut, (06005’42”; 1060 45’09”)
4 (P2A-2) : Perairan laut rencana Pulau 2A di depan Cengkareng Drain, (06 004’45”; 1060 45’39”)
5 (P2B-1) : Perairan laut rencana Pulau 2B bagian tengah di dekat Bagan Tancap,( 06004’18”; 1060 44’50”)
6 (P2B-2) : Perairan laut rencana Pulau 2B bagian pinggir di depan S. Dadap,( 06 004’54”; 1060 44’02”)
7 (P2B-3) : Perairan laut rencana Pulau 2B bagian pinggir/ujung barat di depan Muara Kamal06 005’07”; 1060 43’48” )
8 (M-2) : Air Muara Sungai Kamal (060 05’ 29” ; 1060 43’ 30”)
9 (P2A-4) : Perairan laut rencana Pulau 2A di depan Cengkareng Drain/rencana jembatan, 06 004’33”; 1060 45’98”)
10 (P2A-5) : Perairan laut rencana Pulau 2A bagian tengah-timur, 06005’33”; 1060 45’55”)
11 (P1-2) : Perairan laut rencana Pulau 1 di bagian tengah, 06 005’07”; 1060 45’56”)
12 (P1-3) : Perairan laut rencana Pulau 1 bagian tenggara di depan Muara Angke, 06 005’45”; 1060 45’53”)
13 ( M-3) : Perairan Muara Sungai Cengkareng Drain, 06006’01”; 1060 44’58”)
14 (M-4) : Muara Sungai Angke saat surut, 06005’45”; 1060 45’53”)
NAB : Nilai ambang batas kualitas air yang disyaratkan untuk keperluan perikanan, konservasi dan pariwisata bahari
Hasil penelitian kadar logam berat dalam sedimen di perairan bagian Barat Teluk Jakarta
dan sekitarnya yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oceanografi LIPI dapat dilihat pada
Tabel 3.19 berikut.
Tabel 3.21. Kadar Logam Berat Dalam Sedimen Di Perairan Bagian Barat Teluk Jakarta
No. Hasil Analisis (Parameter)
ST Pb Cd Cu Zn Ni
1 26,96 0,254 74,70 417,16 18,75
2 20,85 0,217 25,19 143,62 8,18
3 25,65 0,201 40,88 216,38 9,13
4 12,06 0,075 14,50 76,99 6,94
5 32,27 0,291 52,43 497,53 8,32
6 29,82 0,222 45,04 290,60 6,94
7 29,32 0,224 45,25 335,77 7,64
8 10,67 0,103 16,68 119,26 4,58
30 26,37 0,163 31,87 173,78 8,62
Min 10,67 0,075 14,50 76,99 4,58
Max 32,27 0,291 74,70 497,53 18,75
Kisaran 10,67 – 32,27 0,075 – 0,291 14,50 – 74,70 76,99 – 497,53 4,58 – 18,75
Sumber : Pusat Penelitian Oceanografi LIPI, Oktober 2004
Keterangan : No. ST = Stasiun/titik pengamatan pada wilayah Barat teluk Jakarta
Berdasarkan data di atas kadar logam berat (Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni) yang terdapat dalam
sedimen di wilayah perairan Teluk Jakarta cukup tinggi. Kadar logam berat tercatat lebih
tinggi pada muara-muara sungai dan wilayah yang berhubungan dengan aktivitas kapal-
kapal yang sedang tambat. Dengan demikian, tingginya kadar logam berat di dalam
sedimen bersumber dari aktivitas kapal dan kegiatan darat. Sedangkan hasil pengukuran
kualitas sedimen pada saat studi ini dilakukan dapat disajikan pada Tabel 3.20 berikut.
Berdasarkan hasil analisis kadar logam berat (As, Cd, Cr, Ni, Hg, Se, Zn, Cu, Pb dan Co)
pada sedimen air laut di beberapa muara sungai (Sed-1 s/d. Sed-4) sekitar wilayah studi
menunjukkan bahwa seluruh parameter yang dianalisis sangat bervariasi, kadar logam berat
yang dominan tinggi adalah Cr, Zn dan Cu pada titik Sed-1. Sedangkan pada titik Sed-2 dan
Sed-3 kadar yang paling tinggi adalah unsur Zn dan Cu. Tingginya unsur logam berat pada
muara sungai ini diduga berasal dari aktivitas di darat yang sedimennya terbawa arus sungai
ke pesisir pantai. Kandungan logam berat yang cukup tinggi ini akan berpengaruh terhadap
kehidupan mangrove dan biota air di sekitarnya.
Dari analisis laboratorium sampel sedimen di muara sungai di lingkungan Coastal Cell Teluk
Jakarta yang dilakukan oleh Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas
Dipenogero (2012) dapat disimpulkan bahwa jumlah sedimen di daerah tersebut sedikit
karena diameter butiran sedimen di daerah tersebut sangat kecil sekitar 0.0625 mm
kebawah (dominasi lempung atau clay) Selain itu, sebagian besar DAS yang sungainya
bermuara di Coastal cell Teluk Jakarta didominasi oleh hunian padat sehingga sedimen
yang terjadi tidak begitu besar akan tetapi banjir yang terjadi besar dengan potensi sampah
yang cukup tinggi.
1. Fitoplakton
Hasil analisis contoh fitoplankton pada 7 stasiun di Teluk Jakarta tercantum pada Tabel
3.21. Kelompok fitoplankton didomonasi oleh Filum Chysophyta Jumlah spesies
fitoplakton yang teridentifikasi ada 31, dengan kisaran antara 15 dan 18 spesies pada
masing-masing stasiun. Coscinodiscus asteromphalus dan Coscinodiscus sp merupakan
2 jenis dominan dilihat dari sebaran dan kelimpahannya. Nilai indeks keragamanan
cukup tinggi, berkisar antara 2,83 dan 3,97. Indeks ekuitabilitas juga cukup tinggi,
berkisar antara 0,72 dan 0,95.
No. Taksa P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
28 Pediastrum sp. 495
29 Scenedesmus dimorphus 495
30 Scenedesmus quadricauda 990 1485
EUGLENOPHYTA
31 Phacus longicauda 990 495
Jumlah individu / m3 14850 21285 21285 21780 19800 15840 14850
Jumlah Taxa 18 18 18 16 16 15 15
Indeks diversitas H' = - E pi log2 pi
3,97 3,92 3,87 3,60 3,49 2,93 2,83
(SHANNON - WEAVER, 1949)
H-max = Log2S 4,17 4,17 4,17 4,00 4,00 3,91 3,91
Equitailitas (E) = H'/H-max 0,95 0,94 0,93 0,90 0,87 0,75 0,72
Hasil Kajian Lingkungan Rencana Reklamasi PT. KNI oleh Program Pascasarjana Ilmu
Lingkungan Universitas Dipenegoro (2010) menunjukkan bahwa jenis-jenis plankton
yang menghuni perairan di daerah tapak dampak didominasi oleh kelompok polisaprobik,
yaitu: Noctiluca sp, Microcystis sp, Botriococcus sp, Chaetoceros sp, Conyaulax sp,
Peridinium sp dan Sphaerotillus sp. Keseluruhannya merupakan jenis plankton beracun
(toksik) yang dapat membahayakan kehidupan biota air. Dari berbagai jenis plankton
tersebut, jenis Microcystis sp, Botriococcus sp dan Sphaerotillus sp hanya dijumpai di
muara sungai serta perairan pinggiran yang bersalinitas rendah. Sedangkan jenis
Rhizosolenia sp (b-mesosaprobik) hanya dijumpai pada perairan dengan salinitas tinggi
(di atas 10 ppt) dan tidak ditemukan pada perairan bersalinitas rendah (di bawah 10 ppt).
Adapun jenis-jenis plankton pendukung rantai makanan alami biota (terutama kelompok
b-mesosaprobik), yang terdiri dari: Rhizosolenia sp, Nitszchia sp, Pleurosigma sp,
Cyclotella sp, Ceratium sp dan Prorocentrum sp, meskipun jumlah jenisnya hampir sama
dengan kelompok polisaprobik namun kemelimpahannya relatif tidak besar.
Dari analisis trofik-saprobitas dengan cara menghitun Saprobic Index dan Trophic Index
sebagaimana terlihat pada Tabel 3.25 dapat diketahui status pencemaran mikrobia di
badan air sebagai berikut:
a. perairan dengan status pencemaran berat (polisaprobik) dengan nilai SI (Saprobic
Index) ≤0.50 meliputi: semua muara sungai (Cengkareng Drain, Muara Angke dan
Muara Kamal) serta perairan di pinggiran (calon pulau 1 dan 2A). Tingkat cemaran
mikroba yang tinggi di perairan tersebut dikarenakan besarnya kelimpahan mikroba
polisaprobik beracun, antara lain : Noctiluca sp, Microcystis sp, Botriococcus sp,
Chaetoceros sp, Conyaulax sp, Peridinium sp.
b. perairan dengan status pencemaran sedang (mesosaprobik) dengan nilai SI
(Saprobic Index) >0.50 meliputi perairan di tengah (jarak > 2 km dari garis pantai),
terutama calon lokasi pulau 2B ujung barat laut dan 2A ujung utara/barat laut.
ml). Pada perairan dengan kandungan bahan organik rendah (BOD <20 mg/l) nilai indeks
saprobiknya (SI) tinggi (>0.50) dan didominasi oleh mikroba mesosaprobik (indikator
pencemaran ringan sampai sedang). Dilihat dari nilai SI dan TI dapat dinyatakan bahwa
perairan di daerah tapak dampak kegiatan reklamasi KNI termasuk kategori meso-
polisaprobik (derajat pencemaran mikroba tingkat sedang sampai berat) dengan tingkat
produkstivitas/kesuburan tipe Meso-Eutrof (Meso-politrofik). Atau dengan kata lain,
perairan tersebut berada pada status pencemaran mikroba tingkat berat dan didominasi
oleh mikroba yang tidak sepenuhnya bermanfaat bagi kehidupan nekton.
Tingkat keanekaragaman hayati fitoplankton dari hasil survey singkat adalah sebagai
berikut Dalam tabel tersebut terlihat nilai dari masing-masing indeks keanekaragaman
hayati genera fitoplankton yang terdapat di perairan pada waktu musim penghujan
(November 2010). Hal yang mendapat perhatian adalah perairan muara dan perairan
sekitar sungai Angke (stasion 14 dan 12) yang menunjukkan perbedaan nilai indeks dari
stasion-stasion lainnya. Akan tetapi apabila diadakan analisis lanjut menggunakan
Cluster Analysis komunitas fitoplankton berdasarkan similaritas Simpson, dapat diketahui
bahwa komunitas fitoplankton mengikuti tipe muara sungai. Perairan bakal kegiatan
reklamasi P1 memiliki tipe komunitas fitoplankton yang merupakan gambaran penagruh
dari sungai Angke. Perairan bakal kegiatan reklamasi P2B memiliki komunitas
fitoplankton yang merupakan gambaran pengaruh dari sungai Kamal dan Dadap,
sedangkan komunitas fitoplankton di wilayah bakal kegiatan reklamasi P2A memiliki
komunitas antara dari perairan bakal P1 dan P2B. Hasil analisis ini dapat dilihat dalam
Gambar III.35.
Gambar III.35.
Hasil Cluster Analysis Komunitas Fitoplankton Di Wilayah Calon Kegiatan Reklamasi KNI
Dengan Menggunakan Pengukuran Similaritas Simpson
2. Zooplankton
Hasil analisis contoh zooplankton tercantum pada Tabel 3.26. Komunitas zooplankton
didmonasi oleh Crustacea dan Ciliata. Jumlah spesies yang teridentifikasi relatif rendah
yaitu 15 dan pada masing stasiun berkisar antara 6 dan 8 taksa. Kelimpahan masing-
masing taksa relatif merata dan genus Acartia spp merupakan spesies yang relatif
dominan. Kelimpahan erbentos tertinggi terdapat pada stasiun P2 dan terendah pada P6.
Indeks keragaman cukup baik, berkisar antara 2,50 dan 3,08. Demikian juga dengan
ekuitabilitasnya cukup tinggi, mendekati 1.
3. Bentos
Kondisi komunitas bentos sangat miskin, baik keragaman maupun kelimpahannya (Tabel
3.27). Spesies bentos yang teridentifikasi ada 15, dan di masing-masing stasiun berkisar
antara 2 dan 7 spesies. Nematoda merupakan kelompok bentos yang dominan. Nilai
indeks keanekaragaman rendah, berkisar antara 0,92 dan 2,42. Tetapi ekuitabilitasnya
cukup baik, berkisar antara 0,57 dan 1,00.
4. Nekton
Data dan informasi nekton perairan pesisir Teluk Jakarta diperoleh dari hasil pengamatan
Fahmi, M.Sc peneliti Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI selama tahun 2011 di desa Kali
Adem. Contoh ikan yang diamanati berasal dari hasil tangkapan nelayan tradisional di
sekitar perairan pantai Teluk Jakarta. Tabel 3.29 mempelihatakan bahwa paling tidak ada
46 spesies ikan bertulang keras (Kelas Teleostei) dan 6 spesies ikan bertulang rawan
(Kelas Chondroichthyes) terdapat di prairan Teluk Jakarta.
Sebagian besar ikan-ikan tersebut adalah penghuni dasar perairan (demersal). Hampir
semua spesies merupakan ikan niaga penting. Famili Sciaenidae mempunyai spesies
paling banyak, karena famili ini mengadung banyak spesies yang hidup di perairan
muara dan sekitarnya. Jenis yang paling diminati dan rasanya enak apabila diolah
menjadi ikan asin adalah ikan Senangin (Eleutheronema tetradactylum). Jenis-jenis
lainnya umumnya dnamakan ikan Gulamah yang terdiri dari beberapa marga ( Nibea,
Dendrophysa, Otholites, Johnius dan Penhania). Ikan Petek, termasuk Famili
Leiognathidae (Leiognathus spp) juga mengandung spesies yang banyak. Ikan biasanya
tertangkap dengan alat bagan dan jaring dalam kelompok yang cukup besar.
Dilihat dari sisi keragaman spesies, perairan Teluk Jakarta masih potensial sebagai
sumberdaya perikanan bagi nelayan tradisiona, meskipun demarannyaari tahun ke tahun
tingkat pencemarannya terus meningkat. Upaya PT. Kapuk Naga Indah yang telah mulai
menghijaukan bibir pantai Teluk Jakarta patut dihargai dan dilanjutkan.
Tabel 3.29. Nekton Pantai Teluk Jakarta (Mauara Angke-Kamal Muara, berdasarkan
hasil pengamatan Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI tahun 2011-2012)
No Nama lokal Nama ilmiah Famili Catatan
A Ikan Bertulang keras Kelas: Teleostei
1 Bandeng Chanos chanos Chanidae Merupakan jenis yang dibudidayakan di
tambak
3 Bawal hitam Pampus niger Stromateidae Demersal, hidup di perairan pantai dan
merupakan jenis komersial penting
3 Bibir tebal Plectorhinchus sp Plectorhinchydae Demersal. Hdup diperairan yang berbatu
atesarau dekat dengan terumbu karang
4 Biji nagka Upeneus Mullidae Demersal, dasar perairan berpasir, kadang-
quadrilineatus kadang tertangkap dalam jumlah besar .
5 Biji nagka Upeneus sundaicus Mullidae Demersal, dasar perairan berpasir, kadang-
kadang tertangkap dalam jumlah besar
6 Gebel Platax orbicularis Platacidae Demersal, hidup di perairan pantai mulai dari
muara sungai, dasar perairan berbatu samapai
di sekitar terumbu karang
7 Gebel Platax batavianus Platacidae Demersal, hidup di perairan pantai mulai dari
muara sungai, dasar perairan berbatu samapai
di sekitar terumbu karang
8 Gerot-gerot Pomadasys Pomadasydae Demersal, perairan pantai samapai dengan
maculatum muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
9 Gerot-gerot Pomadasys hasta Pomadasydae Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
10 Gerot-gerot Pomadasys Pomadasydae Demersal, perairan pantai samapai dengan
kaakanmersa muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
11 Gulamah Nibea soldado Sciaenidae Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
12 Gulamah Dendrophysa ruselli Sciaenidae Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
13 Gulamah Johnius carouna Sciaenidae Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
14 Gulamah Johnius carouna Sciaenidae Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
15 Gulamah Pennahia anea Sciaenidae Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
16 Hayam Monacanthus Monacanthidae Demersal, dasar perairan berpasir dan bukan
chinensis merupakan ikan niaga
3.5.2. Mangrove
1. Komposisi Jenis
40
35
30
25
20
15
10
0
jenis marga suku
Bila dibandingkan dengan hasil survey penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Ecodata pada tahun 2004, tercatat jumlah total tumbuhan sebanyak 41 jenis yang
dikelompokkan menjadi 13 jenis mangrove sejati dan 28 jenis mangrove ikutan. Atas
dasar ini jumlah total jenis tumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah sebanyak
87,8 % atau mengalami penurunan sebanyak 12,2 %, mangrove sejati mengalami
penurunan mencapai 10,77 % dan mangrove ikutan mencapai 3,57 %, bila dibandingkan
dengan jumlah total jenis tumbuhan pada tahun 2004 pada lokasi yang sama. Penurunan
jumlah jenis mangrove di hutan lindung Angke-Kapuk tersebut saat ini terutama
disebabkan oleh kerusakan/gangguan habitat mangrove akibat timbunan sampah yang
saat ini mencapai kedalaman 2 m (IPB, Bogor 2007), dan sampah yang ada tersebar
sepanjang garis pantai (± 2 km) dengan lebar antara 15 hingga 50 m (Fakultas Biologi
Unas, 2006).
Tabel 3.30. Nilai Indeks kesamaan jenis (IS) antar tegakan pertumbuhan
Tegakan Pohon Anakan Semai
Pohon * 31,57 27,66
Anakan * 34,04
Semai *
Tabel 3.31. Nilai Indeks kesamaan jenis (IS) antar petak lokasi (IS > 50 %)
Pohon Anakan Semai
IS (%) petak I petak II IS (%) petak I petak II IS (%) petak I petak II
88,96104 1 5 75,60976 1 5 73,47585 3 4
80,12422 1 6 73,30827 3 4 68,51675 1 4
69,5652 5 6 70,23411 2 3 57,44186 2 4
63,83467 2 3 66,01942 1 4 56,0579 3 1
58,91213 3 4 54,0717 2 3
56,37329 7 8 52,9161 1 2
55,65217 2 6
Rendahnya nilai IS ini juga menunjukkan bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi
di masing-masing petak contoh. Pengaruh lingkungan di Hutan Lindung Angke-Kapuk
Muara Angke memberikan pengaruh yang berbeda pada jenis-jenis tumbuhan di masing-
masing petak contoh. Lack (1971), menyatakan bahwa karakteristik suatu habitat akan
mempengaruhi jumlah jenis individu di suatu habitat tersebut, apabila dua habitat yang
berbeda jarak namun memiliki karakteristik habitat yang sama maka individu yang ada
tidak akan berbeda jauh. Seleksi jenis diduga terdapat atau terjadi hal ini ditunjukan oleh
jenis-jenis yang berbeda pada tiap petak contoh dan seleksi individu juga terjadi hal ini
ditunjukkan dengan adanya individu yang mendominasi area Hutan Lindung Angke-
Kapuk Muara Angke.
2. Struktur Komunitas
a. Tingkat Kehadiran
Tingkat kehadiran suatu jenis dapat dilihat dari nilai frekuensi dari masing -masing
jenis yang ditemukan di dalam suatu kawasan. Penyebaran kelas frekuensi
menunjukkan bahwa 11,11 % dari jenis yang ada mempunyai kelas frekuensi 10,1 –
20 % yaitu jenis Avicenia alba dan Rhizopora stylosa dengan frekuensi 11,11 % dan
12,96 % untuk tingkat pohon, jenis Morinda citrifolia dan Rhizopora stylosa dengan
frekuensi 12 % dan 14 % untuk tingkat anakan serta jenis Acrostichum aureum
dengan frekuensi 10,29 % untuk tingkat semai sedangkan sisanya yakni 88,89 %
jenis yang memiliki nilai frekuensi kurang dari 10 %. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat kehadiran dari masing-masing jenis yang ada relatif kecil.Rendahnya tingkat
kehadiran jenis ini menunjukkan telah terjadinya kerusakan/gangguan terhadap
habitat mangrove sehingga jenis yang ada umumnya tidak mampu menyebar secara
merata dan cenderung mengelompok di habitat tertentu.
b. Tingkat Kerapatan
Jumlah individu pada masing-masing tingkat pertumbuhan di daerah penelitian
tercatat 3 tegakan, meliputi 2.472 individu tingkat pohon, 1.262 individu tingkat
anakan dan 3.767 individu tingkat semai atau kerapatan masing-masing adalah
1.105,33 ind/ha pohon, 14.022,22 ind/ha anakan dan 1.163.055,56 ind/ha semai.
Jenis vegetasi mangrove yang memiliki nilai kerapatan relatif tertinggi adalah jenis
Avicenia alba untuk tingkat pohon, jenis Avicenia alba untuk tingkat anakan dan jenis
Rhizopora stylosa dan Avicenia alba untuk tingkat semai. Jenis tumbuhan yang
memiliki nilai kerapatan relatif tertinggi memiliki pola kesesuaian yang besar terhadap
berbagai faktor lingkungan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut
Yunianto, dkk (2005) nilai kerapatan relatif yang tinggi menunjukkan bahwa suatu
jenis tumbuhan memiliki regenerasi yang berjalan baik sehingga untuk beberapa
waktu yang akan datang memungkinkan kondisi habitat menjadi lebih baik akibat
banyaknya jumlah tumbuhan perintis yang tumbuh dan berkembang. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa secara umum, kerapatan jenis pohon mangrove di
hutan lindung Angke-Kapuk tergolong rendah, sehingga regenerasi semai dan
anakan perlu diperhatikan.
6000
5000 4768
jumlah individu
4000
tinggi
3000
diameter
2000 1664 1572
1159 1138
1000 434 278
0 0 218
0
0-<5 5 - < 10 10 - < 20 20 - < 30 > 30
stratifikasi kisaran tinggi (m) dan diameter (cm)
Gambar III.37. Sebaran Tinggi dan Diameter Tumbuhan yang Menyusun Hutan
Lindung Angke – Kapuk
Tumbuhan dengan ketinggian 0 hingga kurang dari 20 meter didominasi oleh jenis
Avicenia alba dengan jumlah nilai penting relatif 27,91 % sedangkan tumbuhan
dengan ketinggian lebih dari 20 meter tidak dijumpai. Tumbuhan dengan diameter 0
hingga kurang dari 30 cm didominasi oleh jenis Avicenia alba namun untuk tumbuhan
dengan diameter lebih dari 30 cm didominasi oleh jenis Avicenia marina dengan
jumlah nilai penting relatif 15,43 %. Berdasarkan jumlah individunya, tumbuhan di
Hutan Lindung Angke-Kapuk ini lebih dikuasai oleh tumbuhan tingkat bawah, hal ini
dapat dilihat dari Gambar III.37 yang menunjukkan jumlah individu yang menyusun
Hutan Lindung Angke-Kapuk tiap stratifikasinya. Zonasi mangrove di Hutan Lindung
Angke – Kapuk telah mengalami kerusakan, hal ini ditunjukkan dengan tidak terlihat
lagi zonasi-zonasi mangrove pada lokasi ini atau beberapa jenis mangrove yang ada
tersebar secara acak, hanya jenis Avicenia sp. masih mendominasi area tepi pantai
dan membentuk suatu zonasi.
3. Keanekaragaman Jenis
Komunitas mangrove yang menyusun Hutan Lindung Angke – Kapuk hanya tediri dari
beberapa jenis. Nilai indeks keanekaragaman (H’) jenis tumbuhan mangrove di Hutan
Lindung Angke-Kapuk Muara Angke tergolong rendah yakni sebesar 1,753 sedangkan
untuk tiap tingkatan pertumbuhannya juga relatif rendah yakni, untuk tegakan pohon
memiliki H’ sebesar 1,193, anakan 1,989 dan untuk tingkat tegakan semai sebesar 1,693
(Gambar III.38). Hal ini sesuai dengan pendapat Magurran (1987) yang menyatakan
kisaran nilai indeks keanekaragaman (H’) antara 0 – 2,302 tergolong rendah, H’ : 2,302 –
6,907 tergolong sedang, jika nilai H’ lebih dari 6,907 tergolong tinggi.
2,5
indekskeanekaragaman(H')
2
1,5
0,5
0
pohon anakan semai
tingkat tegakan pertumbuhan
Gambar III.38. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) Total Pada Tiap Tingkat Tegakan
Jika dilihat dari kisaran indeks keanekaragaman tiap lokasi petak maka keanekaragaman
jenis mangrove di Hutan Lindung Angke Kapuk juga tergolong rendah, yaitu nilainya
berkisar antara 0,012 sampai 1,008 (Gambar III.39).
1,2
0,8 pohon
0,6 anakan
0,4 semai
0,2
0
plot 1 plot 2 plot 3 plot 4 plot 5 plot 6 plot 7 plot 8 plot 9
plot
Gambar III.39. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) Pada Tiap Petak Contoh (Plot)
kehidupan mangrove. Selain itu, buruknya kualitas perairan estuary akibat limbah cair
yang terbawa aliran sungai, gangguan akibat aktivitas manusia dan proses abrasi ikut
berperan dalam penurunan keanekaragaman jenis mangrove di hutan lindung Angke-
Kapuk.
Menurut Bengen (2000), beberapa fungsi hutan mangrove adalah sebagai berikut:
a. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan lumpur
dan perangkap sedimen. Berkaitan dengan hal ini, kondisi mangrove di hutan lindung
Angke Kapuk saat ini, dengan tegakan pohon yang kurang rapat, maka fungsi
peredam gelombang (tsunami) dan angin badai serta pelindung abrasi kurang
dominan. Sedangkan fungsi penahan lumpur dan perangkap sedimen masih cukup
dominan. Hanya saat ini, material sampah padat yang berasal dari daratan seperti
plastik, logam, kaca, karet dan terbawa melalui aliran sungai banyak terperangkap di
perakaran mangrove yang berdampak negatif terhadap kehidupan mangrove tersebut
akibat kurangnya oksigen, berkurangnya substrat sedimen, berkurangnya nutrien dan
efek senyawa toksik.
b. Penghasil sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove.Saat ini,
peranan mangrove di hutan lindung Angke Kapuk sebagai penghasil detritus masih
cukup besar, namun karena telah tercemar oleh limbah padat dan limbah cair dari
perairan sekitarnya, maka kontribusinya terhadap kesuburan di sekitanya menjadi
tidak signifikan.
c. Daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding grounds), dan
daerah pemijahan (spawning ground) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut.
Menurut Bengen (2007), fauna yang ada saat ini di hutan lindung Angke Kapuk
didominasi oleh fauna daratan seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis),
beberapa jenis ular, burung Pecuk Ular (Anhinga melanogaster), Kowak Maling
(Nytocorax nyctocorax), Kuntul Putih (Egretta spp), Cangak Abu (Ardea cinierea),
Blekok (Ardeola speciosa), Biawak (Varanus salvator) dan lain-lain. Dengan kondisi
habitat mangrove yang telah tercemar oleh limbah/sampah padat maupun cair, maka
mangrove di hutan lindung Kapuk Angke bukan daerah asuhan, daerah mencari
makanan maupun daerah pemijahan.
d. Pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya. Sebagaimana dijelaskan di atas,
maka peranan mangrove di hutan lindung Angke Kapuk saat ini sebagai pemasok
larva ikan, udang dan biota laut sangat kecil karena kualitas lingkungan perairan di
hutan lindung Angke Kapuk yang sangat buruk akibat pencemaran limbah padat dan
limbah cair.
e. Sebagai tempat pariwisata. Dengan kondisi lingkungan yang buruk saat ini di hutan
mangrove Angke Kapuk, maka fungsi peranan hutan mangrove Angke Kapuk dari
aspek pariwisata kurang optimal.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Hutan Lindung Angke – Kapuk, Muara
Angke, Jakarta Utara. Maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Tidak ada perbedaan keanekaragaman jenis pada tiap tingkat pertumbuhan dan
petak lokasi yang diamati.
b. Komposisi jenis vegetasi mangrove tercatat 36 jenis, 32 marga dan 27 suku yang
terdiri dari 9 jenis mangrove sejati dan 27 jenis mangrove ikutan.
c. Berdasarkan tingkat tegakan pertumbuhannya tercatat 19 jenis tegakan pohon, 19
jenis tegakan anakan dan 28 jenis tegakan semai.
d. Jumlah jenis tertinggi terdapat pada petak lokasi 2 (21 jenis) diikuti oleh petak lokasi 4
(18 jenis), petak lokasi 3 dan 8 (16 jenis), petak lokasi 7 ( 8 jenis), petak lokasi 5 dan
9 (7 jenis), petak lokasi 1 (6 jenis) dan petak lokasi 6 (4 jenis).
e. Keanekaragaman jenis (H’) mangrove di Hutan Lindung Angke-Kapuk Muara Angke
tergolong rendah (1,753). Pada tiap tingkat pertumbuhan tergolong rendah, yaitu
H’pohon (1,193), H’anakan (1,989), H’semai (1,693). Sedangkan H’ pada tiap petak
lokasi (n:9) tergolong rendah, nilainya berkisar antara 0,012 – 1,008.
f. Vegetasi mangrove yang memiliki tingkat tegakan pertumbuhan (pohon, anakan,
semai) lengkap lebih sedikit dibandingkan dengan vegetasi mangrove yang tingkat
tegakan pertumbuhannya tidak lengkap, hal ini menunjukkan bahwa regenerasi dan
zonasi mangrove kurang baik.
g. Hutan mangrove di hutan lindung Angke Kapuk saat ini mempunyai peranan yang
sangat kecil sebagai peredam gelombang (tsunami) dan angin badai, dan bukan
sebagai daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding
grounds) maupun daerah pemijahan (spawning grounds) ikan, udang dan biota laut,
namun masih berperan sebagai pelindung abrasi dan suplai detritus.
Hasil kajian Mangrove yang dilakukan oleh Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan
Universitas Dipenegoro (2010) adalah jenis mangrove sejati > 10 jenis. Berdasarkan tingkat
kerapatan tingkat anakan dan semai, maka hutan mangrove akan berkembang menjadi
hutan yang didominasi oleh Avicennia alba dan Rhyzophora stylosa. Salah satu contoh yang
nyata adalah semai dan anakan A. alba yang lebih menguasai lahan tempat penanaman
kembali yang tadinya didominasi oleh R. Stylosa. Pertumbuhan alami dari A. alba
masuk/menyusup atau menginvasi lahan diantara seedling dan semak R. Stylosa yang
ditanam. Benih A. alba adalah berasal dari pohon-pohon tua yang tumbuh dan berkembang
di daerah sekitar wilayah penghijauan. Benih ini terbawa oleh air laut pada waktu
pasang/surut dan terdampar memasuki lahan penghijauan yang berarus tenang dan
sedimen yang stabil. Apabila kondisi kestabilan dapat terpelihara, maka perkembangan dari
A. Alba dapat progresif sehingga akan dapat menambah lebar daratan ke arah laut lebih
cepat. Hal ini dapat terjadi karena dominannya material padatan termasuk partikel tanah
yang dibawa oleh aliran sungai sangat tinggi. Dalam hal zonasi, dari quick survey diketahui
bahwa zonasi hutan mangrove nampaknya hanya ada 2 (dua) zona. Zona yang berbatasan
dengan laut didominasi oleh Avicennia dan di belakangnya terdapat zona yang terdiri dari
multi spesies.
Hasil pemantauan terhadap populasi burung yang dilakukan di sekitar lokasi proyek
(Kawasan Pantai Indah Kapuk) pada periode tahun 2000 – 2004 dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Secara keseluruhan total jumlah jenis yang ditemukan di Kawasan Pantai Indah Kapuk
relatif tetap. Antara tahun 1994 – 2000 terlihat adanya kecenderungan menurun dari 58
jenis menjadi 43 jenis, namun kemudian meningkat kembali antara tahun 2001 – 2004
menjadi rata-rata 64 jenis. Di antara jenis-jenis burung yang ditemukan, beberapa
memiliki status konservasi yang penting. Selama kurun waktu 1987 – 2004 ditemukan
12 jenis burung yang dilindungi oleh Pemerintah RI, 8 jenis yang terdaftar sebagai
terancam dalam Red List IUCN dan 2 jenis yang terdaftar dalam Appendex II CITES.
2. Penurunan jenis burung terjadi di beberapa titik pengamatan dan merupakan dampak
turunan dari tahapan kegiatan pengembangan Kawasan Pantai Indah Kapuk. PT.
Mandara Permai sebagai pengelola kawasan tetap melakukan upaya-upaya
pengelolaan lingkungan terhadap habitat burung, dengan membangun dan merawat
habitat buatan pada beberapa sektor, yakni waduk Utara Timur (16,2 Ha), waduk
Selatan Timur (15,3 Ha) dan waduk Golf (17,8 Ha), serta melakukan kegiatan
penghijauan di berbagai sektor.
3. Meningkatnya jumlah beberapa jenis burung dari famili Ardeidae, Phalacocoridae dan
Sylvidae menempati tingkat dominan dan sub dominan, berkaitan erat dengan
pertumbuhan mangrove yang cukup baik terutama di lokasi hutan lindung sebelah
Barat Cengkareng Drain, dimana kerapatan vegetasi dan jarangnya aktivitas manusia
di lokasi ini sangat mendukung keberadaan jenis-jenis dari famili burung tersebut di
atas.
4. Kehadiran jenis burung Charadrius javanicus yang merupakan penghuni tetap pantai
Jawa dan jenis burung yang bukan merupakan penghuni tetap mangrove disebabkan
hilangnya habitat burung sebagai tempat mencari pakan (feeding ground), tempat
bertelur (breeding site) atau tempat singgah. Demikian pula jenis burung migran (survei
2004), tidak terlihat disebabkan belum tibanya masa migrasi ke pantai Jawa. Namun
jika musim migrasi telah tiba, kecil kemungkinan jumlah individu burung migran yang
akan singgah di Kawasan Pantai Indah Kapuk, karena telah hilangnya habitat utama
burung.
5. Indeks keanekaan jenis burung yang tertinggi terdapat di titik 1 (Suaka Margasatwa
Muara Angke) dan titik 6 (Hutan Lindung, sebelah Barat Muara Cengkareng Drain). Hal
ini disebabkan karena pertumbuhan mangrove di lokasi tersebut cukup baik dan
aktivitas manusia relatif jarang. Berbeda dengan di titik 2 (Suaka Margasatwa Muara
Angke dan Hutan Lindung) dan titik 3 (Hutan Lindung/Tambak) indeks keanekaannya
cenderung menurun karena adanya kegiatan para pemancing ikan. Pada titik 4 (Rawa-
rawa di belakang RS. PIK) terdapat indeks keanekaan burung terendah dan kondisi ini
merupakan dampak turunan dari pengembangan Kawasan Pantai Indah Kapuk yang
sulit dihindari. Hasil pemantauan terhadap jenis-jenis burung yang ada di Kawasan PIK
pada periode tahun 2000 – 2004 dapat dilihat pada Tabel 3.32, 3.33 dan 3.34.
Tabel 3.32. Jenis-jenis Burung Yang Terdapat Di Kawasan PIK Tahun 1987 – 2004
Jenis Burung Status Konservasi Tahun
No.
Nama latin Nama lokal Cites IUCN RI 1987 1994 2000 2001 2003 2004
Phalacrocoracidae
1 Phalacrocorax niger Pecuk padi kecil + + + + +
2 Phalacrocorax sulcirostris Pecuk padi hitam +
Anhingidae
3 Anhinga melanogaster Pecuk ular NT x + + + + + +
Ardeidae
4 Ardea sumatrana Cangak laut +
5 Ardea cinerea Cangak abu + + + + + +
6 Ardea purpurea Cangak merah + + + + + +
7 Ardeola speciosa Blekok + + + + + +
8 Ibis cinereus Kuntul x +
9 Butorides striatus Kokokan laut + + + +
10 Bubulcus ibis/Ardeola ibis Kuntul kerbau + + + + +
11 Egretta alba Kuntul besar x + +
12 Egretta intermedia Kuntul perak x + + + + + +
13 Egretta garzetta Kuntul kecil x + + +
14 Egretta sacra Kuntul karang x + + + + +
15 Nycticorax nycticorax Kowak malam kelabu + + + +
16 Ixobrycus eurythmus Bambangan coklat + +
17 Ixobrycus sinensis Bambangan kuning + + +
18 Ixobrycus cinnamomeus Bambangan merah + + + +
19 Ciconia episcopus Bangau sendang lawe x +
Fregatidae
20 Fregata andrewsi Cikalang Christmas CR x +
Ciconiidae
21 Mycteria cinerea Bangau bluwok VU +
22 Leptotilus javanicus Bangau tongtong VU +
Threskiornithidae
23 Threskiornis melanocephalus Ibis cucuk besi NT x + +
24 Plegadis falcinellus Ibis roko-roko x + +
Anatidae
25 Anas gibberifons Itik benjut + + + +
26 Dendrocygna arcuata Belibis kembang + + + +
Accipitridae
27 Accipiter virgatus Elang alap besar II x +
28 Elanus caeruleus Elang tikus +
Turnicidae
29 Coturnix chinensis Puyuh batu +
30 Turnix suscitator Gemak loreng + + + +
31 Turnix sylvatica Gemak tegalan +
Rallidae
32 Amaurornis phoenicurus Kareo padi + + + + +
34 Porzana cinerea Tikusan alis putih +
33 Porzana fusca Tikusan merah + + +
35 Porphyrio porphyrio Mandar besar + + +
36 Gallicrex cinerea Mandar bontot +
37 Gallinula chloropus Mandar batu + + + + +
Charadriidae
38 Charadrius dubius Cerek kalung kecil
39 Charadrius alexandrinus Cerek tilil + + +
40 Charadrius javanicus Cerek jawa NT + +
Scolopacidae
41 Numenius sp. +
42 Numenius madagascarensis x +
43 Tringa totanus Trinil kaki merah
44 Tringa stagnatilis Trinil rawa +
45 Tringa hypoleucos Trinil pantai + + + +
Sternidae
46 Chlidonias hibridus Dara laut kumis + +
47 Sterna sumatrana Camar topi hitam
Columbidae
48 Trerons vernans Punai gading + + +
49 Columba livia Merpati +
50 Macropygia sp. +
51 Streptopelia chinensis Tekukur + + + + +
Tabel 3.33. Jenis Burung Air, Burung Pantai, dan Burung Khas Mangrove Yang Terdapat
Di Kawasan PIK dan Sekitarnya Tahun 1987 – 2004
Jenis burung Tahun
No.
Nama latin Nama lokal 1987 1994 2000 2001 2003 2004
Phalacrocoracidae
1 Phalacrocorax niger Pecuk padi kecil + + + + +
2 Phalacrocorax sulcirostris Pecuk padi hitam +
Anhingidae
3 Anhinga melanogaster Pecuk ular + + + + + +
Ardeidae
4 Ardea sumatrana Cangak laut +
5 Ardea cinerea Cangak abu + + + + + +
6 Ardea purpurea Cangak merah + + + + + +
7 Ardeola speciosa Blekok + + + + + +
8 Ibis cinereus ? +
9 Butorides striatus Kokokan laut + + + +
10 Bubulcus ibis/Ardeola ibis Kuntul kerbau + + + + +
11 Egretta alba Kuntul besar + +
12 Egretta intermedia Kuntul perak + + + + + +
13 Egretta garzetta Kuntul kecil + + +
14 Egretta sacra Kuntul karang + + + + +
15 Nycticorax nycticorax Kowak malam kelabu + + + +
16 Ixobrycus eurythmus Bambangan coklat + +
17 Ixobrycus sinensis Bambangan kuning + + +
18 Ixobrycus cinnamomeus Bambangan merah + + + +
19 Ciconia episcopus Bangau sendang lawe +
Fregatidae
20 Fregata andrewsi Cikalang Christmas +
Ciconiidae
21 Mycteria cinerea Bangau bluwok +
22 Leptotilus javanicus Bangau tongtong +
Threskiornithidae
23 Threskiornis melanocephalus Ibis cucuk besi + +
24 Plegadis falcinellus Ibis roko-roko + +
Anatidae
25 Anas gibberifons Itik benjut + + + +
26 Dendrocygna arcuata Belibis kembang + + + +
Rallidae
Tabel 3.34. Perbandingan Jumlah Jenis dan Famili Burung Pantai/Air/Khas Terhadap
Burung Non Pantai/Air/Khas Mangrove.
1987 1994 2000 2001 2003 2004
Total jumlah jenis 48 58 43 70 58 66
Jumlah jenis burung pantai/air/mangrove 21 29 22 29 26 32
Jumlah jenis non burung pantai/air/mangrove 27 29 21 41 28 34
Total jumlah famili 27 34 25 33 28 29
Jumlah famili burung pantai/air/mangrove 10 15 12 13 11 12
Jumlah famili non burung pantai/air/mangrove 17 19 13 20 17 17
80
Dilindungi
70 5
Tdk dilindungi
60 7
6 3
Jum lah jenis
50
6
40 3
65
30 55 58
52
20 42 40
10
0
87 94 00 01 03 04
Tahun
Gambar III.40. Diagram Batang Jumlah Jenis Dilindungi dan Tidak Dilindungi Di Kawasan
Pantai Indah Kapuk Tahun 1997-2004
50
45
40
Ju m lah Je n is B u ru n g
35
30
25
20
15
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Titik Pengamatan
70
60
Jumlah Jenis/Famili
50
40
30
20
10
0
1987 1994 2000 2001 2003 2004
Tahun Pengamatan
Gambar III.42. Perbandingan Jumlah Jenis dan Jumlah Famili Burung Pantai/Air/Khas
Mangrove Terhadap Burung Non Pantai/Air/Khas Mangrove
Berdasarkan hasil pengamatan sampai dengan tahun 2005, terlihat bahwa jenis fauna lain
selain burung seperti mamalia (monyet, bajing), reptilia (biawak, ular) masih ditemukan di
sekitar lokasi proyek (Kawasan Pantai Indah Kapuk). Jenis fauna lain selain burung yang
tercatat, antara lain:
Hasil Kajian Lingkungan Rencana Reklamasi PT KNI oleh Program Pascasarjana Ilmu
Lingkungan Universitas Dipenegoro (2010) menunjukkan bahwa fauna dasar di sedimen
Hutan Mangrove memang tidak banyak variasinya bahkan kalah dengan hutan mangrove
sejenis di Wilayah Semarang-Demak. Fauna dasar yang merupakan ciri khas hutan
mangrove seperti jenis-jenis kepiting Sesarmine (famili Grapsidae, Portunidae, Ocypodidae)
sangat langka. Hal ini dikarenakan tebalnya timbunan sampah terutama plastik di dalam
hutan mangrove Angke. Dengan demikian fungsi hutan mangrove Angke sebagai habitat
fauna dasar tidak baik. Selain itu dikaitkan dengan ketidak mampuan perairan laut untuk
menampung larva dan anakan biota laut, maka tidak banyak biota laut yang mampu
mencapai hutan mangrove untuk membesarkan diri. Hal ini ditambah pula dengan tingginya
tingkat pencemaran di dalam hutan mangrove.
Berdasarkan data Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Tahun 2011 menunjukkan
bahwa Kawasan hutan lindung Angke Kapuk yang mempunyai luas pada tahun 2010
sebesar 44,76 Ha, letaknya memanjang sejajar pantai sepanjang 5 Km dengan lebar 100
meter dari garis pasang surut yang terbentang mulai dari batasan hutan wisata Kamal ke
arah timur hingga suaka margasatwa Muara Angke. Dibandingkan tahun sebelumnya, tidak
terdapat perubahan yang berarti sampai tahun 2011. Di dalamnya terdapat areal
permukiman Pantai Indah Kapuk dengan batas sebelah Selatan adalah jalan tol Prof.
Sedyatmo dan jalan Kapuk Muara. Keberadaan flora ditampilkan oleh flora khas pesisir,
bakau atau mangrove, hingga keberadaannya menjadi spesifik jika dibandingkan dengan
kawasan permukiman. Tabel 3.36.
Tabel 3.36. Fauna yang dilindungi di suaka margasatwa muara angke, Tahun 2011
NO KELOMPOK NAMA DAERAH SPESIES
1. Mamalia Monyet Macaca fascicularis
2. Reptilia Biawak Varanus salvator
3. Reptilia Ular cincin mas Boiga dendrophila
4. Reptilia Ular piton Phyton sp
5. Burung Pecuk padi Phalacocorax pygmaeus
6. Burung Pecuk ular Anhinga anhinga
7. Burung Kowak maling Nyticorax nyticorax
8. Burung Pelatuk besi Thereskiomia
9. Burung Raja udang Halcyon chloris
10. Burung Blekok Ardeola speciosa
11. Burung Kuntul Egretta intermedia
12. Burung Kuntul kecil Egretta gazeta
13. Burung Cangak abu Arde cinerea
14. Burung Cangak merah Ardea
Sumber : Suaka Margasatwa Muara Angke, 2011
Jenis vegetasi yang tumbuh di hutan lindung relatif terbatas, sedang tumbuhan bawah
jarang terlihat oleh karena di pengaruhi pasang-surut. Tumbuhan bawah hanya terdapat
pada area yang cenderung lebih ke darat. Ketebalan hutan lindung sekitar 40 meter.
Vegetasi yang tumbuh di kawasan lindung relatif homogen, didominasi Api-api (Avicennia
sp), sedangkan Bakau (Rhizoposa sp) hanya tumbuh di beberapa area yang sempit
sehingga tumbuhan tersebut tampak sporadis. Jenis vegetasi yang ada pada tingkat pohon
adalah Avicennia marina, A. officinalis, A. alba, Delonix regia, Sonneratia caseolaris,
Thespesia popoulne; sedangkan Rhizopora mucronata dan Excoecaria agallocha pada
tingkat tiang. Pada tingkat sapihan yang menonjol adalah Avicennia marina, A. officinalis, A.
alba, Rhizopora mucronata, Acasia auliculiformis dan Delonix regia.
Beberapa bagian hutan lindung Angke Kapuk mengalami abrasi yang cukup kuat oleh
gempuran ombak. Dalam upaya mempertahankan keberadaan hutan lindung, di beberapa
bagian pantai di lakukan penanaman vegetasi bakau. Keberhasilan tumbuh vegetasi
tersebut mengalami hambatan oleh gelombang laut yang cukup besar.
Fauna yang terdapat di hutan lindung Angke Kapuk antara lain didominasi oleh burung
pantai yang berjenis sama dengan yang terdapat di suaka margasatwa P. Rambut, yaitu
Pecuk ular (Anhinga melanogaster), Kowak maling (Nycticorax nycticorax), Kuntul putih
(Egretta sp), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Cangak abu (Ardea cinerea), Blekok (Ardeola
speciosa), Belibis (Anas gibberrfrons), Cekakak (Halycon chloris), Pecuk (Phalacrocorax sp)
dan Bluwak (Mycteria cineria). Satwa lain selain jenis burung adalah Biawak (Varanus
salvator), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa jenis ular.
Kegiatan Reklamasi Pantai yang dilakukan oleh PT. Kapuk Naga Indah akan memberikan dampak
sosial, ekonomi maupun budaya yang dapat merubah strata sosial masyarakat, baik secara
langsung maupun tidak langsung di Wilayah Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara pada
khususnya dan Kecamatan Penjaringan, Wilayah Jakarta Utara pada umumnya.
Lokasi kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah terletak di perairan laut dangkal yang
meliputi 2 (dua) kelurahan, yakni Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara, Kecamatan
Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara, dimana ketinggian tanah masing-masing wilayah
kelurahan dari permukaan laut adalah 0,5 meter. Batas-batas geografis wilayah kelurahan adalah
sebagai berikut:
Uraian singkat kondisi demografi Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara, Kecamatan
Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.6.1. Kependudukan
Sedangkan penduduk Kelurahan Kapuk Muara sebanyak 21.949 jiwa dengan jumlah KK
adalah 9.451. Kepadatan penduduk 2.183 jiwa/km 2, dengan perincian penduduk laki-laki
11.243 jiwa atau 51,22 persen dan penduduk perempuan 10.706 jiwa atau 48,78 persen
(Tabel 3.36). Jumlah penduduk Kelurahan Kapuk Muara pada tahun 2009, jika dirinci
menurut kewarganegaraannya, terdapat sebanyak 21.935 jiwa Warga Negara Indonesia
dan 14 jiwa Warga Negara Asing (Tabel 3.38).
Tabel 3.37. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk, 2009
Luas Penduduk/Population Kepadatan Rasio
No. Kelurahan
(Km2) Laki-laki Perempuan Jumlah Penduduk Sex
1. Kamal Muara 10,5340 3.899 3.541 7.440 706 110,11
2. Kapuk Muara 10,0550 11.243 10.706 21.949 2.183 105,02
Sumber: BPS, Kecamatan Penjaringan Dalam Angka 2010
3.6.2. Agama
Di Indonesia, sesuai dengan sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
terdapat 5 agama yang diakui keberadaannya oleh pemerintah yaitu: Islam, Khatolik,
Kristen, Hindu dan Budha.
Penduduk Kelurahan Kamal Muara yang beragama Islam berjumlah 6.452 jiwa atau 86,72
persen dan non Islam berjumlah 988 jiwa atau 13,28 persen, sedangkan Penduduk
Kelurahan Kapuk Muara yang beragama Islam berjumlah 12.591 jiwa atau 57,36 persen
dan non Islam berjumlah 9.358 jiwa atau 42,64 persen (Tabel 3.39).
Pada tahun 2009, Kepala Keluarga di Kelurahan Kamal Muara paling banyak bekerja di
sektor Industri, yaitu sebesar 459 jiwa dari 1.945 KK, sedangkan di Kelurahan Kapuk
Muara paling banyak bekerja di sektor Industri, yaitu sebesar 4.723 jiwa dari 9.451 KK
(Tabel 3.40).
Data komposisi mata pencaharian penduduk menurut jenisnya di Kelurahan Kapuk Muara
dan Kamal Muara dapat dilihat pada Tabel 3.41 berikut.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa mata pencaharian penduduk di Kelurahan Kapuk
Muara pada umumnya didominasi oleh buruh 36,99%, karyawan swasta 29,86%, PNS
15,59% dan pedagang 8,30%. Sedangkan di Kelurahan Kamal Muara mata pencaharian
didominasi oleh nelayan 25,00%, karyawan swasta 19,41%, pedagang 17,50% dan buruh
16,68%.
Sebagai perbandingan Berdasar hasil survei studi Amdal tahun 2007 dan Studi
Pandangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah Di Kawasan Pantai Utara Jakarta
(Bidang Sosial, Ekonomi, Budaya dan Kesehatan Masyarakat, 2011) diperoleh Komposisi
responden berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 3.42.
Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan pada dua wilayah Kelurahan lokasi rencana
reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah, menunjukkan bahwa sebahagian besar penduduk
mata pencaharian utamanya adalah sebagai nelayan dengan berbagai alat tangkap.
Tabel 3.43. Jenis Mata pencaharian Utama Penduduk (Responden) Pada Wilayah
Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan,
Jakarta Utara
Persentase
No. Mata Pencaharian Jumlah
(%)
1 Nelayan sero 15 30,00
2 Nelayan ternak Kerang Ijo 11 22,00
3 Nelayan bagang 11 22,00
4 Nelayan pancing 12 24,00
5 Pedagang 0 0
6 Buruh Industri 0 0
7 Buruh Nelayan 0 0
8 Tukang (Kayu/batu) 0 0
9 Bubu rajungan 1 2,00
Jumlah 50 100,00
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2010
Pada Tabel 3.43, menunjukkan bahwa 30,00 % dari responden adalah berprofesi sebagai
nelayan sero, 24,00 % sebagai nelayan pancing, 22,00 % nelayan bagang dan 22,00 %
sebagai nelayan atau peternak kerang ijo, siasanya 2,00 % adalah nelayan bubu rajungan.
Kondisi ini menggambarkan, bahwa masyarakat yang bekerja sebagai nelayan memiliki
juga berbagai macam alat tangkap yang digunakan dalam menjalankan kegiatan
penangkapan ikan.
Mata pencaharian utama penduduk di wilayah rencana kegiatan reklamasi pantai Kapuk
Naga Indah Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Pluit (Muara Angke) Kecamatan l
Penjaringan Jakarta Utara pada umumnya adalah Nelayan, peternak kerang ijo, buruh,
karyawan pabrik dan sebahagian kecil adalah pegawai swasta dan Pegawai negeri Sipil.
Penduduk yang memiliki pekerjaan utama sebagai Nelayan sangat ditunjang oleh kondisi
lingkungan diwilayah ini yang berada didaerah pesisir pantai Jakarta Utara, sehingga
warga rata-rata memilih bekerja sebagai nelayan dibanding bekerja di bidang yang lain.
Selain mata pencaharian sebagai nelayan, penduduk diwilayah rencana kegiatan
reklamasi juga ada yang bekerja sebagai tukang, sopir, buruh pabrik, pedagang (warung
sembako), usaha rumah tangga pembuatan ikan kering dan usaha rumah tangga lainnya
yang dikelolah ibu-ibu.
1. Nelayan
Nelayan yang yang ada di Kecamatan Penjaringan dibedakan antara nelayan penetap
dan nelayan pendatang. Nelayan penetap adalah nelayan yang berdomisili di wilayah
Muara Angke dan nelayan pendatang adalah nelayan yang berasal dari luar wilayah
Muara angke. Klasifikasi nelayan tersebut terbagi lagi menjadi nelayan pekerja dan
nelayan pemilik unit penangkapan ikan.
volume kapal menjadi 6 kelompok yakni 0- 5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT, 20-30 GT, 30-50
GT dan diatas 50 GT. Saat ini armada kapal perikanan yang ada di Kecamatan
Penjaringan didominasi oleh kapal motor yang berukuran 5-10 GT dan di atas 50 GT.
Armada perikanan di PPI Muara Angke juga dibagi menjadi dua jenis yakni kapal
penangkap ikan dan kapal pengangkut. Kapal-kapal ikan yang melakukan tambat labuh
di PPI Muara Angke antara lain adalah: kapal gillnet, jaring cumi (bukoami), purse
seine, jaring insang dasar, bubu dan pancing.
Berbagai alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Jakarta Utara untuk kegiatan
usaha penangkapan terdiri dari jaring payang, purse seine, rampus, gill net, bagan,
bubu dan pancing. Dalam melakukan usaha penangkapan nelayan Muara Angke
umumnya menggunakan alat tangkap berupa jaring payang, purse seine, rampus, gill
net, bagan, bubu dan pancing. Nelayan 1 Cilincing mengoperasikan alat tangkap
berupa jaring rampus, payang, kejer, bubu, dogol dan trawl. Alat tangkap trawl dalam
prakteknya selalu menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian habitat maupun
spesies biota laut yang ada, sehingga sering menimbulkan konflik dengan nelayan
lainnya. Nelayan di Kamal Muara umumnya menggunakan alat tangkap yang terdiri dari
jaring kejer, payang, bagan dan sero, sedangkan nelayan di Muara Baru menggunakan
alat tangkap gill net dan pancing tuna long line.
Dari tabel tersebut nampak bahwa armada perikanan jumlahnya berfluktuasi dari tahun
ke tahun dan berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa sampai tahun
2011 terbanyak kapal berukuran 5 – 10 GT sebanyak 990 unit. Nelayan pantai
mengoperasikan alat tangkapnya pada daerah pesisir pantai dengan kedalaman tidak
lebih dari 15 meter dengan jarak waktu tempuh dari dan ke lokasi penangkapan (fishing
ground) mencapai 1-2 jam perjalanan.
Daerah penangkapan ikan bagi nelayan di Muara Angke adalah Perairan Bangka
Belitung, Perairan Sumatera, Selat Karimata, Laut Jawa, Perairan Kalimantan Barat,
Kepulauan Natuna, Teluk Jakarta dan Karawang, serta Laut Karimun Jawa. Bagi
nelayan-nelayan kecil yang bersifat pulang hari (one day fishing) seperti payang, bubu
dan pancing kebanyakan memilih daerah penangkapan di sekitar Teluk Jakarta dan
Karawang karena jarak yang ditempuh lebih dekat dan tidak memakan biaya terlalu
besar. Nelayan-nelayan besar yang memakan waktu melaut bermingu-minggu dan
bahkan berbulan-bulan seperti Purse Seine, Buko Ami, dan Jaring Cumi lebih memilih
daerah penangkapan di daerah Perairan Bangka Belitung, Perairan Sumatera, Selat
Karimata, serta Kepulauan Natuna.
Budidaya kerang hijau (Perna viridis) cukup banyak tersebar di wilayah Teluk Jakarta.
Ada beberapa tahap dalam pembuatan rakit kerang hijau dari mulai membuat alat ini
sampai dengan tahap akhir pemanenan, yaitu pembuatan rawai (pengumpul spat),
pembuatan bambu dongkrak, persiapan bambu rakit, pemasangan bambu rakit,
pemasangan tali rawai, pembesaran dan pemanenan. Pertumbuhan kerang hijau
sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter fisika dan kimia yang terdapat pada suatu
perairan seperti suhu, salinitas, kedalaman, kecerahan, substrat, serta beberapa
parameter lainnya. Kerang hijau banyak ditemukan pada wilayah perairan yang
memiliki suhu sekitar 26 – 34 0C, sedangkan untuk kedalamannya biota ini hidup
secara optimal pada wilayah perairan dengan kedalaman berkisar antara 2,6 – 4,0
meter. Kerang hijau ini dapat tumbuh dengan baik pada wilayah perairan yang memiliki
kisaran salinitas 27 – 35 0/00. Rawai kerang hijau dipasang pada kerangka bambu rakit
yang posisi pemasangannya dapat secara vertikal ataupun horizontal. Setelah semua
rawai sudah siap terpasang pada posisinya masing-masing, benih kerang hijau yang
berada pada perairan bebas dengan sendirinya akan menempel pada rawai-rawai
tersebut.
Proses pemanenan pada perikanan budidaya kerang hijau ini adalah dilakukan kurang
lebih sekitar 6 – 7 bulan terhitung mulai dari terkumpulnya benih pada rawai di rakit
kerang hijau tersebut. Selama menunggu masa panen, aktivitas para nelayan rakit
kerang hijau hanya menjaga kondisi rakit supaya tetap kokoh, salah satunya yaitu
dengan cara melakukan pergantian pada bambu-bambu yang mengalami kerusakan.
Untuk komoditas kerang hijaunya sendiri tidak diperlukan perlakuan khusus. Para
nelayan hanyalah membersihkan sampah-sampah yang datang. Di perairan Kamal
Muara jumlah rakit kerang hijau ini semuanya telah dibebaskan oleh pemrakarsa dan
rakit ini pindah lokasi.
Hasil kajian tematik tahun tahun 2010, tingkat pendapatan responden disajikan pada Tabel
3.46 di bawah ini.
Kisaran rata-rata pendapatan per bulan responden di wilayah studi bervariasi, responden
dengan tingkat pendapatan rata-rata per bulan dibawah atau sama dengan Rp. 500.000
sebanyak 9 orang (18,00 %), dan tingkat pendapatan antara Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000
per bulan sebanyak 22 orang (44,00 %), antara Rp. 1.000.000,- Rp. 1.500.000,- perbulan
sebanyak 10 orang (20,00 %), antara Rp. 1.500.000 – 2.000.000 sebanyak 6 orang (12,00
%), Sedangkan tingkat pendapatan tertinggi di wilayah studi antara Rp. 2.000.000,- Rp.
2.500.000,- hanya 3 orang (6,00 %). Jika tingkat pendapatan rata-rata responden diukur
dengan tingkat kesejahteraan menurut Sajogyo (1986) untuk daerah pedesaan, di mana
dinyatakan bahwa keluarga digolongkan “sangat miskin” bilamana tingkat pendapatan
setara beras < 240 kg/kapita/tahun. Sedangkan tergolong “miskin” jika pendapatan setara
beras > 240 - < 460 kg/kapita/tahun dan tergolong sejahtera atau tidak miskin jika tingkat
pendapatan setara beras mencapai > 640 kg/kapita/tahun.
Tingkat pendapatan Rp. 500.000 per bulan ekuivalen dengan Rp. 6.000.000.- per tahun,
jika dikonversi dalam setara beras, di mana harga beras rata-rata adalah Rp. 4.500 per kg
(medium price), maka jumlah pendapatan setara beras adalah 1.333 kg/tahun. Bilamana
tanggungan anggota keluarga rata-rata 5 orang/KK, maka pendapatan setara beras tiap
anggota keluarga adalah 266,7 kg/kapita/tahun. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebanyak
(81,00 %) responden di wilayah studi masih tergolong “miskin”, sehingga yang tergolong
sejahtera baru sekitar 19,00 %.
3.6.7. Pendidikan
Prasarana dan Sarana sangat penting keberadaannya sebagai faktor penunjang untuk
menggerakkan aktivitas sosial ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Secara umum
Prasarana dan Sarana di Kecamatan Penjaringan cukup memadai, baik prasarana dan
sarana pendidikan, kesehatan, perekonomian, perhubungan dan keagamaan.
Tingginya persentase penduduk pendatang, baik yang sudah menetap maupun yang
bersifat musiman serta aksesibiltas yang cukup baik ke lokasi-lokasi strategis, sangat
mempengaruhi karakter penduduk di sekitar lokasi proyek. Mereka lebih terbuka menerima
pendatang baru/orang luar maupun nilai-nilai baru yang datang. Seperti halnya penduduk
di bagian kota Jakarta lainnya yang sudah berasimilasi, adat istiadat daerah asalnya sudah
tidak begitu kuat mewarnai kehidupan mereka sehari-hari. Dari hasil wawancara dan
pengamatan lapangan, penduduk yang berdomisili secara permanen dan atau bekerja di
lokasi sekitar rencana kegiatan reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah di Kelurahan Kamal
Muara dan Pluit (Muara Angke) Kecamatan l Penjaringan, umumnya mereka adalah
penduduk asli Betawi dan pendatang dari berbagai daerah yang merantau ke Ibu Kota
seperti dari Sulawesi selatan Suku bugis Makassar dan Jawa Barat Indramayu, sehingga
penduduk diwilayah ini sangat heterogen dengan latar belakang suku bangsa yang
beragam. Beragamnya suku bangas dan budaya antara penduduk asli (Betawi) dan
pendatang yang bekerja dan berdomisili secara permanen disekitar rencana kegiatan telah
menyebabkan terjadinya proses sosial yang sangat intens dan dinamis dalam sistem
sosial masyarakat di sekitar lokasi rencana kegiatan reklamasi Pantai Kauk Naga Indah.
Interaksi sosial dan komunikasi yang terjalin antar warga disekitar lokasi rencana kegiatan,
telah terwujud dalam bentuk integrasi sosial. Proses sosial yang telah terjadi di Kelurahan
Kamal Muara dan Kelurahan Pluit, khususnya antara penduduk asli Betawi dan pendatang
dari berbagai daerah seperti bugis Makassar dan Indramayu sudah berlangsung sejak
lama ditandai dengan terjadinya kawin mawin antar sub-etnis tersebut, dan diikuti dengan
terjadinya proses akomodasi, asimilasi dan akhirnya tercipta akulturasi dalam system
sosial masyarakat.
Tabel 3.48. Pendapat Masyarakat (responden) mengenai Kejadian yang Biasa Terjadi Di
lokasi Rencana Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah Kelurahan
Kamal Muara dan Pluit, Kecamatan l Penjaringan, Jakarta Utara
No. Pertanyaan Jumlah Tanggapan
Jika terjadi konflik antar kelompok masyarakat, tentang kasus apa saja?
a. Kasus mengenai tanah, bangunan dan rumah 1
b. Kasus perkawinan 6
1.
c. Kasus kriminal (perkelahian,pencurian, mabuk-
12
mabukan)
31
d. Tidak ada kasus
Jika terjadi Pertikaian, melibatkan antara?
a. Konflik antara warga masyarakat 16
2.
b. Konflik antara kelompok pemuda/ masyarakat 2
c. Konflik antar Kelurahan atau antar lingkungan 1
Jika terjadi konflik antar kelompok masyarakat,cara penyelesaiannya adalah melalui:
a. Diselesaiakan oleh kepala Kelurahan /tokoh
12
masyarakat/agama/tokoh adat
3.
b. Diselesaikan oleh aparat keamanan (koramil/
5
polsekta)
c. Diselesaikan sendiri oleh kelompok yang bertikai 2
Tokoh-tokoh masyarakat atau pemimpin informal atau formal yang paling berpengaruh
dalam menyelesaikan masalah-masalah konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat
adalah:
4. a. Tokoh Adat 0
b. Tokoh agama 9
c. Aparat pemerintah (lurah, camat) 33
d. Tokoh masyarakat 8
Lembaga-lembaga yang paling berperanan dalam berbagai aktivitas masyarakat di
Kelurahan ini:
a. LPM, Koperasi 19
5.
b. Karang Taruna 3
c. Lembaga penyuluhan perikanan 5
d. Lainnya (Kelurahan ) 23
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2010
Terciptanya akomodasi antar warga di kelurahan ini dilakukan melalui berbagai kegiatan
yang dilakukan secara gotong royong dan berbagai pertemuan-pertemuan yang dilakukan
antar warga. Berbagai kegiatan seperti membersihkan lingkungan, perbaikan jalan
Adat istiadat atau kebiasaan masyarakat yang sudah turun temurun dijalankan oleh warga
masyarakat di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Pluit merupakan budaya yang
sudah mengkristal dalam kehidupan bermasyarakat bagi warga. Kebiasaan–kebiasaan
tersebut dijalankan dalam bentuk kegiatan kemasyarakatan seperti tradisi upacara
perkawinan, penamatan alquran, sunatan dan kematian, juga kebiasaan menentukan hari
baik untuk memulai pekerjaan seperti melaut bagi para nelayan, serta kegiatan gotong
royong baik untuk membersihkan lingkungn maupun membangun rumah dan memperbaiki
tempat ibadah. Tabel 3.49 memperlihatkan pendapat masyarakat tentang kegiatan tradisi
dan kebiasaan di sekitar lokasi rencana kegiatan reklamasi.
Tabel 3.49. Pendapat masyarakat mengenai kegiatan tradisi dan kebiasaan di Sekitar
Lokasi Rencana Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah Kelurahan
Kamal Muara dan Pluit, Kecamatan l Penjaringan, Jakarta Utara
Jawaban Jawaban
No. Pertanyaan Jumlah
Ya % Tidak %
Apakah adat istiadat dan pola
kebiasaan-kebiasaan masih
1 47 94,00 3 6,00 50
diterapkan oleh masyarakat dalam
kegiatannya sehari-hari
Apakah kegiatan gotong royong
2 48 96,00 2 4,00 50
masih dilakukan
Apakah masih ada pertemuan-
3 pertemuan antara kelompok 46 92,00 4 8,00 50
masyarakat ?
Jenis tindakan kriminal atau kejahatan
4 apa saja yang pernah atau sering 4 10,26 35 89,74 39
terjadi di Kelurahan ini?
Apakah di daerah ini sering terjadi
5 4 13,79 25 86,21 29
konflik antara kelompok masyarakat
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2010
Sekitar 89,74 % responden menyatakan bahwa tindakan kriminal diwilayah ini sangat
jarang terjadi seperti perkelahian antar warga, mabuk-mabukan dan pencurian, hal ini
menggambarkan bahwa diwilayah ini kehidupan masyarakat masih aman dan tentram dari
berbagai macam gangguan atau masalah, walaupun latar belakang penduduk sangat
beragam dari berbagai suku, akan tetapi hal ini tidak menimbulkan masalah, bahkan latar
belakang suku yang berbeda telah menjadi perekat diantara mereka untuk menjaga
persatuan dan ketenraman penduduk diwilayah ini.
Kondisi ini tidak terlepas dari keberadaan forum masyarakat yang telah lama dibentuk dan
disepakati bersama oleh masyarakat pada wilayah studi. Forum masyarakat ini mengatur
aturan-aturan tatakehidupan dan tata pergaulan warga masyarakat dalam menjalani
kehidupan sehari-hari. Aturan-aturan dan sangksi terhadap setiap pelanggaran dalam
kehidupan bermasyarakat menjadi pembelajaran bagi setiap warga untuk tidak melanggar
aturan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan data urutan jenis penyakit terbanyak yang diperoleh dari Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan Penjaringan, tercatat bahwa sampai dengan bulan
Desember 2005 terdapat 10 jenis penyakit dominan yang banyak diderita, antara lain ISPA
(23,25%), Penyakit rematik (6,97%), Darah Tinggi (9,30%), Diare (13,95%),Penyakit kulit
(4,65%), Pencernaan (11,62%), TBC (4,65%), Mastoid/kuping (6,97%),Tuata (16,27%) dan
Saluran kencing (2,32%).
Fasilitas sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di Wilayah Kelurahan Kapuk Muara
terdiri dari 1 buah rumah sakit, Poliklinik 1 buah dan Puskesmas 1 buah. Sedangkan
fasilitas sarana pelayanan kesehatan di Kelurahan Kamal Muara terdiri dari Puskesmas 1
buah, Balai Pengobatan 1 buah dan Posyandu 7 buah.
Tabel 3.51. Jenis penyakit yang diderita anggota keluarga responden di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara tahun 2010
Jenis penyakit N = 88 Persentase
Sikap dan Persepsi responden (masyarakat) terhadap rencana kegiatan Reklamasi Pantai
Kapuk Naga Indah oleh PT. Kapuk Naga Indah yang berada pada wilayah Kelurahan
Kamal Muara dan Pluit (Muara Angke) Kecamatan Penjaringan ditanggapi beragam oleh
masyarakat sekitar dengan berbagai macam pendapat dan tanggapan. Namun, pada
umumnya masyarakat belum memberikan respon yang positif terhadap rencana kegiatan
ini, karena belum memahami tujuan dari kegiatan reklamasi, begitupula teknis
pelaksanaan kegiatan reklamasi serta manfaat yang akan diperoleh oleh masyarakat dari
kegiatan reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah.
Persepsi masyarakat menurut domisili dapat dilihat pada Tabel 3.52 dan Gambar III.44.
berikut.
Persepsi masyarakat menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 3.53 dan
Gambar III.45.
Persepsi masyarakat menurut usia dapat dilihat pada Tabel 3.54 dan Gambar III.46
berikut.
Persepsi masyarakat menurut tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel 3.55 dan
Gambar III.47. berikut.
Hasil kajian yang dilakukan oleh PPGT UI (2007) terhadap perubahan sosial ekonomi
budaya di Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara menggunakan metodologi
kualitatif dengan pendekatan deskriptif, adalah sebagai berikut :
b) Perubahan Sosial
Dengan banyaknya program-program pemerintah dan adanya kelakukan
yang kurang baik dari perusahaan swasta terhadap masyarakat Kapuk Muara
mengakibatnya munculnya sikap resisten, mudah curiga dan emosional jika
berhadapan dengan kelompok-kelompok tersebut. Hal ini menjadi hal yang
wajar karena mereka merasa sering menjadi korban dari perilaku pemerintah
dan perusahaan swasta yang umumnya pabrik.
c) Perubahan Budaya
Perubahan budaya yang ada pada masyarakat Kapuk Muara adalah
pergeseran dari budaya pekerja menuju ke arah budaya pengangguran.
Kebanyakan masyarakat Kapuk Muara sangat mudah mengabil keputusan
untuk berhenti dari pekerjaannya. Perubahan budaya masyarakat ini bisa
dipengaruhi oleh minimnya SDM mereka dan ditambah dengan adanya
program-program yang bersifat bantuan atau charity.
Walaupun demikian warga masyarakat yang setuju karena sudah memahami tujuan
kegiatan reklamasi, menanggapi bahwa dengan adanya kegiatan reklamasi Pantai
Kapuk Naga Indah di wilayah ini sangat membantu warga yang menganggur untuk
bisa bekerja sebagai teNaga kerja tukang, buruh atau menjadi security. Begitu pula
dalam hal membuka peluang usaha sector informal bagi warga sekitar seperti
membuka usaha warung makan atau warung kopi untuk pekerja pada saat
reklamasi berjalan. Selain itu, kawasan ini akan berkembang lebih cepat dan tanah-
tanah milik warga yang pada umumnya merupakan lahan tambak yang nilai jualnya
masih rendah akan menjadi mahal dengan dibangunnya kawasan perumahan,
perkantoran dan perdagangan serta parawisata diatas pantai yang direklamasi.
Sikap dan persepsi masyarakat mengenai rencana kegiatan reklamasi oleh PT.
Kapuk Naga Indah disajikan pada Tabel 3.56 berikut.
Pendapat yang muncul dalam bentuk tanggapan negatif dengan rencana kegiatan
reklamasi ini adalah 1) kekuatiran masyarakat akan terjadinya penggusuran, 2)
hilangnya sumber matapencaharian dan 3) akses warga nelayan untuk melaut akan
terganggu akibat adanya kegiatan reklamasi di Kelurahan Kamal Muara dan Pluit,
terutama yang berdekatan dengan lokasi rencana kegiatan reklamasi Pantai Kapuk
Naga Indah.
Dari hasil pertemuan konsultasi masyarakat hari Kamis, 2 Desember 2010 Kantor
Lurah Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara, perserta menyatakan
adalah sebagai berikut: 1) Warga kamal muara tidak keberatan dengan adanya
rencana reklamasi pantai sepanjang tidak ada penggusuran warga, 2) TeNaga kerja
pada saat kegiatan reklmasi dan pembangunan diutamakan warga kamal muara
sesuai dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. 3) Akses nelayan
untuk melakukan penangkapan ikan (melaut) tidak dihalangi oleh keberadaan
reklamasi pantai.
Reklamasi
Pantai Kapuk Naga Indah
III.50.
Gambar III.10.
Lokasi Sampling Sosekbud
[III – 96]
Rona Lingkungan Hidup
Mengacu kepada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2030, bahwa kebijakan dan strategi
pengembangan tata ruang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Memantapkan fungsi kota Jakarta sebagai kota jasa skala nasional dan internasional.
2. Memprioritaskan arah pengembangan kota ke arah koridor Timur, Barat, Utara dan
membatasi pengembangan ke arah Selatan agar tercapai keseimbangan ekosistem.
3. Melestarikan fungsi dan keserasian lingkungan hidup di dalam penataan ruang dengan
mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
4. Mengembangkan sistem prasarana dan sarana kota yang berintegrasi dengan sistem
regional, nasional dan internasional.
Sesuai dengan karakteristik fisik dan pengembangannya, Jakarta dibagi dalam 3 (tiga)
Wilayah Pengembangan (WP) utama, yaitu WP Utara, WP Tengah dan WP Selatan.
Berdasarkan pembagian Wilayah Pengembangan tersebut maka area kawasan studi
Penjaringan termasuk di dalam Wilayah Pengembangan (WP) Tengah, dengan kebijakan
pembangunan sebagai berikut :
1. Wilayah Pengembangan Tengah Pusat (WP-TP), dengan kebijakan pengembangan
yang diarahkan untuk pusat pemerintahan, pusat kegiatan perdagangan dan jasa serta
permukiman intensitas tinggi.
2. Wilayah Pengembangan Tengah Barat (WP-TB), dengan kebijakan pengembangan
untuk permukiman yang ditunjang dengan pengembangan Sentra Primer Baru.
3. Wilayah Pengembangan Tengah Timur (WP-TT), dengan kebijakan pengembangan
untuk pusat industri/pergudangan serta permukiman yang ditunjang dengan
pengembangan Sentra Primer Baru Timur.
1. Di bagian Tenggara, Selatan dan Barat Daya lokasi rencana reklamasi terdapat
ekosistem mangrove yang kewenangan pengelolaannya ada pada Departemen
Kehutanan.
2. Di bagian Selatan, yakni di Kawasan Pantai Indah Kapuk berlangsung proses
pembangunan perumahan beserta fasilitasnya oleh PT. Mandara Permai.
3. Di sebelah Tenggara berlangsung aktivitas nelayan Muara Kali Angke.
4. Di perairan laut mulai dari muara Kali Angke hingga muara Kali Kamal tersebar bagan
untuk pengrajin budi daya kerang hijau.
5. Bagian Timur Perairan Muara Angke terdapat PLTGU Muara Karang.
6. Permukiman terdekat adalah perkampungan nelayan di Muara Angke serta Perumahan
Pantai Indah Kapuk.
3.7.3. Kamtibmas
Kondisi kamtibmas di Kelurahan Kapuk Muara selama Tahun 2010 tergolong cukup baik.
Beberapa kejadian gangguan kamtibmas yang tercatat selama tahun 2010 adalah
perampokan dan pembunuhan terhadap pengemudi sopir taksi (3 kasus), kebakaran (3
kasus), banjir (2 kasus) dan unjuk rasa (2 kasus). Sedangkan sarana pendukung kamtibmas
yang ada berupa pos polisi 6 unit, pos hansip 30 unit dan DPK 4 unit.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan (tahun 2010) terlihat bahwa pada umumnya
masyarakat sekitar yang bermukim di sebelah Selatan lokasi proyek telah menggunakan
septic tank sebagai sarana pembuangan limbah domestik. Pengelolaan sampah domestik
masyarakat dilakukan dengan menggunakan jasa petugas kebersihan dari Kelurahan Kapuk
Muara dan Kamal Muara dengan membayar sejumlah iuran yang ditetapkan dan dikoordinir
oleh Ketua RT masing-masing. Potret penggunaan air bersih untuk kebutuhan masyarakat
sekitar hanya bersumber dari PDAM.
Kegiatan reklamasi Kapuk Naga Indah akan berpengaruh terhadap kelancaran lalu lintas di
sekitar lokasi proyek (Kawasan Pantai Indah Kapuk) saat berlangsungnya mobilisasi alat
berat dan pengangkutan bahan material. Berdasarkan hasil pemantauan dilapangan pada 5
koridor jalan utama yang menghubungkan antara Kawasan Pantai Indah Kapuk dengan
daerah sekitar, menunjukkan arus lalu lintas yang padat dan bervariatif sejalan dengan
waktu pengamatan. Waktu pengamatan dilakukan pada pagi hari, siang hari dan sore hari.
Pengamatan dilakukan dengan menghitung volume kendaraan yang melewati ruas jalan
tersebut kemudian dilakukan perhitungan arus kecepatan rata-rata kendaraanya. Hasil
pengamatan pada 5 koridor jalan utama tersebut secara umum menujukkan kesamaan
waktu terjadinya kemacetan. Pada waktu pagi hari volume kendaraan relatif cukup lengang
dan meningkat pada siang hari menunjukkan kemacetan yang cukup panjang pada
beberapa titik. Salah satu titik yang menyebabkan terjadinya kemacetan adalah bundaran
dan perempatan. Pada waktu sore hari tingkat kemacetan berangsur menurun. Hasil
pengamatan volume lalu lintas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.57. Volume Arus Lalu Untas Dari Pintu Utama Kawasan PIK/JI. Mandara Permai
Menuju Ke Arah Barat (Koridor 1)
Tabel 3.58. Volume Arus Lalu Lintas Dari Pintu Utama Kawasan PIK/JI. Mandara Permai
Menuju Ke Arah Muara Angke (Koridor 2)
Tabel 3.59. Volume Arus Lalu Lintas Dari Jl. Pantai Indah Selatan/Pintu Keluar Tol Menuju
Ke Arah Kawasan PIK (Koridor 3)
Tabel 3.60. Volume Arus Lalu Lintas Dari Kawasan PIK Menuju Ke Arah Jl. Mandara Utara
(Koridor 4)
Tabel 3.61. Volume Arus Lalu Lintas Dari Kawasan PIK Menuju Ke Arah Pintu Tol A dan
Pintu Keluar B/Ring Road PIK (Koridor 5)
Gambar III.51. Kemacetan Lalu Lintas di Koridor Jalan Utama Kawasan Pantai Indah Kapuk
BAB IV
RUANG LINGKUP STUDI
Pelingkupan dilakukan untuk membatasi penelaahan sehingga komponen rencana kegiatan dan
komponen lingkungan dapat difokuskan pada hal-hal yang penting. Proses pelingkupan dilakukan
melalui 3 (tiga) tahap, yaitu:
2. Heru Budi Hartono (Kepala Bagian Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kota
Administrasi Jakarta Utara)
a. Agar memastikan terlebih dahulu, rencana kegiatan ini nantinya berlokasi di
wilayah hukum mana, apakah Kota Administrasi Jakarta Utara, Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu atau Provinsi DKI Jakarta sehingga jelas dan tidak
terjadi tumpang tindih kewenangan apabila terjadi sengketa di kemudian hari.
10. Hotman Silaen (Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Utara)
a. Agar menjelaskan sumber air dan sumber energi yang akan digunakan dalam
kegiatan reklamasi pantai, serta menjelaskan metode yang akan digunakan dalam
penyediaan sumber air dan sumber energi tersebut.
11. T. Amry Musada (Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Administrasi Jakarta
Utara)
a. Agar menyediakan perlindungan tenaga kerja dalam bentuk upah yang memadai
dan jaminan tenaga kerja (Jamsostek).
b. Agar mengupayakan penyediaan bahan baku dengan membuat sendiri, karena
apabila penyediaan dilakukan dengan melakukan pembelian dikhawatirkan akan
meningkatkan harga bahan – bahan konstruksi di sekitar lokasi kegiatan.
12. Fadjar H.D. (Kantor Perencanaan Pembangunan Kota Administrasi Jakarta Utara)
a. Agar membuat perbandingan nilai ekonomi kelautan antara kondisi saat ini dengan
kondisi setelah dilaksanakannya reklamasi dalam bentuk kuantitatif (nominal).
14. Acep Juhlan (Satuan Polisi Pamong Praja Kota Administrasi Jakarta Utara)
a. Agar memperhatikan kelengkapan izin-izin yang berkaitan dengan ketertiban
umum seperti Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan yang
berhubungan dengan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun
2007.
b. Agar mencantumkan hasil-hasil penelitian disertai dengan dokumentasi saat
penelitian dilangsungkan oleh instansi-instansi terkait.
15. Fini Amrani (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta)
a. Agar menyiapkan ruangan untuk menampung limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) karena adanya kegiatan kapal keruk yang memungkinkan terjadinya
ceceran bahan bakar minyak (solar), pelumas bekas dan sebagainya.
b. Sampah-sampah yang dihasilkan pada saat pelaksanaan reklamasi harus
dikumpulkan di satu tempat, dibuatkan pemilahan sampah organik dan non
organik, serta dikondisikan sehingga tidak menjadi sumber penyakit.
16. Nurhasan (Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara)
a. Agar menyediakan rambu / marka laut di sekitar lokasi kegiatan karena frekuensi
transportasi laut cukup tinggi di daerah ini dan meningkatkan peluang terjadinya
kecelakaan laut.
b. Agar melakukan kajian transportasi darat yang mendalam berkaitan dengan
mobilisasi alat berat dan kendaraan pengangkut material di daratan sekitar lokasi
kegiatan.
19. Sri Wahyuni S. (Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Administrasi Jakarta
Utara)
a. Agar melakukan kajian mengenai peningkatan biaya operasional nelayan yang
harus ditanggung akibat semakin jauhnya lokasi nelayan untuk mendapatkan ikan.
b. Agar menjelaskan lokasi pendaratan ikan.
c. Agar menjelaskan lokasi penambatan kapal – kapal nelayan.
d. Harus dibuat “green belt” atau hutan mangrove di setiap pulau yang akan dibuat.
20. Jaja Suarja (Kepala Sudin Pertanian dan Kehutanan Kota Administrasi Jakarta Utara)
a. Agar membuat kajian khusus mengenai sampah perairan baik di sungai, kanal
maupun saluran yang bermuara di sekitar lokasi kegiatan dengan membuat
rencana penanganan yang meliputi arahan kebijakan / konsep kebijakan, teknis
penanganan sampah di perairan dan pembiayaannya (sumber dana).
22. Budiyanto (Sudin Pekerjaan Umum – Tata Air Kota Administrasi Jakarta Utara)
a. Agar melakukan kajian terhadap timbulnya sedimentasi dan “back water” yang
akan terjadi terhadap Sungai Cisadane dan Sungai Angke yang terkena dampak
kegiatan.
b. Agar melakukan normalisasi di Sungai Cisadane dan Sungai Angke terlebih dulu
sebelum melaksanakan reklamasi atau melaksanakan pembuatan sistem “polder”
terhadap kedua aliran sungai tersebut.
23. Kuncung Suyanto (Direktorat Polisi Perairan Polisi Daerah Metro Jaya Provinsi DKI
Jakarta)
a. Perlu koordinasi mendalam dan intensif dengan pihak dan instansi terkait,
khususnya kepolisian mengenai pengamanan kegiatan baik dalam tahapan pra
konstruksi, konstruksi maupun paska konstruksi dan operasi.
24. Mujiastuti (Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi DKI Jakarta)
a. AMDAL yang tengah dalam penyusunan belum dapat meyakinkan dari sisi
dampak hidrodinamika dan hidrooseanografi. Prinsip “breakwater wall” bukan
mengurangi energi gelombang, melainkan hanya mengalihkan. Berbeda halnya
dengan reklamasi ramah lingkungan dengan memperbaiki ekosistem terumbu
karang, padang lamun dan hutan mangrove dengan fungsi yang sama yaitu
pengurangan energi gelombang.
25. Satria A.R. (Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara)
a. Sosialisasi tidak hanya bertujuan meloloskan kewajiban pemrakarsa hanya
dengan alasan terbukanya kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat
sekitar lokasi kegiatan.
b. Komponen tata ruang wilayah di sekitar lokasi kegiatan yang terkena dampak
penting pada tahap pra-konstruksi dan konstruksi harus dikoordinasikan dengan
pihak dan instansi terkait sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Identifikasi dampak potensial dilakukan dengan melihat interaksi antara komponen kegiatan yang
diprakirakan menimbulkan dampak dengan komponen lingkungan yang diprakirakan akan terkena
dampak. Penentuan dampak potensial tersebut dilakukan dengan menggunakan matriks interaksi
dampak (Tabel 4.1) dan brainstorming melalui serangkaian hasil konsultasi dan diskusi dengan
pakar, pemrakarsa, instansi yang bertanggung jawab, masyarakat yang berkepentingan dan
pengamatan lapangan (observasi). Pelingkupan pada tahap ini dimaksudkan untuk
mengidentifikasi segenap dampak lingkungan hidup (primer, sekunder dan seterusnya) yang
secara potensial akan timbul sebagai akibat adanya rencana usaha dan/atau kegiatan pada tahap
ini belum diperhatikan besar/kecilnya dampak atau penting tidaknya dampak.
Mengacu ke uraian secara garis besar rona lingkungan di sekitar wilayah studi, maka lingkup
komponen lingkungan yang potensial terkena dampak dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Prakonstruksi
a. Perubahan Persepsi Masyarakat
2. Tahap Konstruksi
a. Penurunan Kualitas Udara
b. Peningkatan Kebisingan
c. Penurunan Kualitas Air Laut
d. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir)
e. Perubahan Pola Arus
f. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
g. Perubahan Morfologi Pantai
h. Peningkatan Volume Sampah Padat
i. Gangguan Mangrove
j. Gangguan Fauna
k. Gangguan Biota Laut
l. Terbukanya Kesempatan Kerja
m. Terbukanya Kesempatan Berusaha
n. Gangguan Estetika Lingkungan
o. Gangguan Sanitasi Lingkungan
p. Gangguan Aktivitas Nelayan
q. Gangguan Kamtibmas
r. Perubahan Persepsi Masyarakat
s. Gangguan Tranportasi Darat
t. Gangguan Transportasi Laut
3. Tahap Pascakonstruksi
a. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir)
b. Perubahan Pola Arus
c. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
d. Perubahan Morfologi Pantai
e. Gangguan Kamtibmas
f. Perubahan Persepsi Masyarakat
g. Gangguan Tranportasi Darat
h. Gangguan Transportasi Laut
Tabel 4.1. Matriks Interaksi Antara Komponen Kegiatan dan Komponen Lingkungan Kegiatan
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
Pasca Konstruksi
Pra Konstruksi
Konstruksi
Tahap
Tahap
Tahap
Komponen Kegiatan
Pengurugan/Reklamasi
Demobilisasi Peralatan
Komponen Lingkungan
FISIK KIMIA
1. Penurunan Kualitas Udara X
2. Peningkatan Kebisingan X X
3. Penurunan Kualitas Air Laut X X X X
4. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir) X X X
5. Perubahan Pola Arus X X X X
6. Perubahan Abrasi & Sedimentasi X X X X
7. Perubahan Morfologi Pantai X X X X
8. Peningkatan Volume Sampah Padat X
BIOLOGI
1. Gangguan Mangrove X X X
2. Gangguan Fauna X X
3. Gangguan Biota Laut X X X
SOSEKBUD – KESEHATAN MASYARAKAT
1. Terbukanya Kesempatan Kerja X
2. Terbukanya Kesempatan Berusaha X
3. Gangguan Estetika Lingkungan X
4. Gangguan Sanitasi Lingkungan X
5. Gangguan Aktivitas Nelayan X X X
6. Gangguan Kamtibmas X X X X X
7. Perubahan Persepsi Masyarakat X X X X X X X X X X
TATA RUANG
1. Gangguan Transportasi Darat X X
2. Gangguan Transportasi Laut X X X X X X
Dampak potensial yang timbul berdasarkan hasil identifikasi dampak potensial adalah:
1. Tahap Prakonstruksi
2. Tahap Konstruksi
b. Peningkatan Kebisingan
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan dan pembangunan jembatan penghubung akan
berdampak terhadap kebisingan akibat aktivitas kendaraan pengangkut alat dan bahan
konstruksi serta proses pemancangan konstruksi jembatan penghubung.
i. Gangguan Mangrove
Kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan tanggul/breakwater dan aktivitas buruh
konstruksi akan berdampak terhadap kehidupan mangrove di hutan lindung Kapuk akibat
perubahan kualitas air laut dan gangguan vegetasi mangrove akibat aktivitas buruh
konstruksi.
j. Gangguan Fauna
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan dan aktivitas buruh konstruksi berdampak terhadap
kehidupan fauna di hutan mangrove akibat penurunan kualitas udara, meningkatnya
kebisingan dan terganggunya kehidupan fauna akibat aktivitas buruh konstruksi proyek.
q. Gangguan Kamtibmas
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan, pengurugan/reklamasi, pengerukan muara sungai dan
aktivitas buruh konstruksi pada tahap konstruksi proyek sebanyak ± 500 – 1.000 orang akan
3. Tahap Pascakonstruksi
e. Gangguan Kamtibmas
Kegiatan demobilisasi peralatan pada tahap pascakonstruksi juga akan berdampak terhadap
kamtibmas akibat gangguan lalu lintas yang dihasilkan dari kegiatan tersebut.
Dampak-dampak potensial di atas kemudian dievaluasi untuk menentukan apakah perlu dikaji
lebih lanjut dalam Prakiraan Dampak. Evaluasi dilakukan dengan modifikasi metode Block (Block,
1999) berupa evaluasi masing-masing dampak berdasarkan 3 (tiga) kriteria: tingkat keseriusan
dampak, peluang dampak terdeteksi dan frekuensi dampak. Definisi operasional 3 (tiga) kriteria
tersebut disajikan pada Tabel 4.2.
Penilaian sifat penting menggunakan hasil perkalian skor ketiga kriteria tersebut, dengan median
kemungkinan nilai perkalian sebagai batasan suatu dampak potensial dikatakan dampak penting
hipotetik atau tidak. Tiga kriteria yang dipakai masing-masing mempunyai 5 (lima) kemungkinan
nilai, dengan demikian ada 30 nilai perkalian yang mungkin dengan median 24,5. Dengan demikian
suatu dampak potensial dikatakan termasuk dampak penting hipotetik bila nilai hasil perkalian
ketiga kriteria tersebut ≥ 25.
Matriks hasil evaluasi dampak potensial tahap prakonstruksi, konstruksi dan Pascakonstruksi
masing-masing disajikan pada Tabel 4.3, Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.
Dampak penting hipotetik berdasarkan hasil evaluasi dampak potensial adalah sebagai berikut:
1. Tahap Prakonstruksi
2. Tahap Konstruksi
b. Peningkatan Kebisingan
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan dan pembangunan jembatan penghubung akan
berdampak terhadap kebisingan akibat aktivitas kendaraan pengangkut alat dan bahan
konstruksi serta proses pemancangan konstruksi jembatan penghubung.
g. Gangguan Mangrove
Kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan tanggul/breakwater dan aktivitas buruh
konstruksi akan berdampak terhadap kehidupan mangrove di hutan lindung Kapuk akibat
perubahan kualitas air laut dan gangguan vegetasi mangrove akibat aktivitas buruh
konstruksi.
j. Gangguan Kamtibmas
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan, pengurugan/reklamasi, pengerukan muara sungai dan
aktivitas buruh konstruksi pada tahap konstruksi proyek sebanyak ± 500 – 1.000 orang akan
berdampak terhadap kamtibmas. Kegiatan-kegiatan tersebut akan berdampak terhadap
kualitas udara, kebisingan, pengotoran badan jalan/estetika lingkunan, sanitasi lingkungan
dan kelancaran lalu lintas yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kamtibmas.
3. Tahap Pascakonstruksi
Penentuan prioritas dampak dilakukan berdasarkan peringkat nilai hasil perkalian kriteria evaluasi.
Bila ada dua atau lebih dampak yang mempunyai nilai hasil perkalian sama, maka prioritas
ditentukan berdasarkan pertimbangan hierarki dampak. Dengan demikian untuk tahap
prakonstruksi, urutan prioritas dampak penting hipotetik yang dihasilkan adalah sebagai berikut
(Tabel 4.6).
Untuk tahap konstruksi, urutan prioritas dampak penting hipotetik yang dihasilkan adalah sebagai
berikut (Tabel 4.7).
Untuk tahap pascakonstruksi, urutan prioritas dampak penting hipotetik yang dihasilkan adalah
sebagai berikut (Tabel 4.8).
Pasca Konstruksi
Pra Konstruksi
Konstruksi
Tahap
Tahap
Tahap
Komponen Kegiatan
Pengurugan/Reklamasi
Demobilisasi Peralatan
Komponen Lingkungan
FISIK KIMIA
1. Penurunan Kualitas Udara X
2. Peningkatan Kebisingan X X
3. Penurunan Kualitas Air Laut X X X X
4. Perubahan Pola Arus X X X X
5. Perubahan Abrasi & Sedimentasi X X X X
6. Peningkatan Volume Sampah Padat X
BIOLOGI
1. Gangguan Mangrove X X X
TATA RUANG
1. Gangguan Transportasi Darat X
2. Gangguan Transportasi Laut X X X X X
Dampak Potensial
Tahapan Kegiatan:
1. Prakonstruksi Prakonstruksi
2. Konstruksi Perubahan Persepsi Masyarakat
3. Pascakonstruksi
Konstruksi
1. Penurunan Kualitas udara
2. Peningkatan Kebisingan Dampak Penting Hipotetik Klasifikasi dan Prioritas
3. Penurunan Kualitas Air Laut Dampak Penting Hipotetik
4. Peningkatan Kuantitas Air
Permukaan Prakonstruksi Prakonstruksi
5. Peningkatan Volume Sampah Padat Perubahan Persepsi Masyarakat
Perubahan Persepsi Masyarakat
6. Perubahan Pola Arus
7. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi Konstruksi Konstruksi
8. Perubahan Morfologi Pantai 1. Penurunan Kualitas udara
9. Gangguan Mangrove 1. Gangguan Aktivitas Nelayan
2. Peningkatan Kebisingan
10. Gangguan Fauna 2. Perubahan Pola Arus
3. Penurunan Kualitas Air Laut
11. Gangguan Biota Laut 3. Peningkatan Kebisingan
4. Peningkatan Volume Sampah Padat
12. Terbukanya Kesempatan kerja Klasifikasi 4. Peningkatan Volume Sampah Padat
Identifikasi Evaluasi 5. Perubahan Pola Arus
13. Terbukanya Kesempatan berusaha dan 5. Gangguan Transportasi Laut
dampak dampak 6. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
14. Gangguan Estetika Lingkungan Penentuan 6. Gangguan Transportasi Darat
7. Gangguan Mangrove
potensial 15. Gangguan Sanitasi Lingkungan potensial Prioritas 7. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
8. Terbukanya Kesempatan kerja
16. Gangguan Aktivitas Nelayan 8. Gangguan Kamtibmas
9. Gangguan Aktivitas Nelayan
17. Gangguan Kamtibmas 9. Penurunan Kualitas udara
10. Gangguan Kamtibmas
18. Perubahan Persepsi Masyarakat 10. Penurunan Kualitas Air Laut
11. Perubahan Persepsi Masyarakat
19. Gangguan Transportasi Laut 11. Perubahan Persepsi Masyarakat
12. Gangguan Transportasi Laut
20. Gangguan Transportasi Darat 12. Gangguan Mangrove
13. Gangguan Transportasi Darat
13. Terbukanya Kesempatan kerja
Pascakonstruksi Pascakonstruksi
1. Peningkatan Kuantitas Air Pascakonstruksi
1. Perubahan Pola Arus 1. Perubahan Pola Arus
Permukaan
2. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi 2. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
2. Perubahan Pola Arus
3. Perubahan Persepsi Masyarakat 3. Perubahan Persepsi Masyarakat
3. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
4. Perubahan Morfologi Pantai
Komponen Lingkungan: 5. Gangguan Kamtibmas
1. Fisik kimia 6. Perubahan Persepsi Masyarakat
2. Biologi 7. Gangguan Transportasi Laut
3. Sosial ekonomi budaya 8. Gangguan Transportasi Darat
4. Tata ruang
Batas wilayah studi terdiri dari batas proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas administrasi.
Penentuan batas ekologis ditentukan berdasarkan sebaran dampak pada saat konstruksi
dan pascakostruksi dalam hal ini adalah dampak pencemaran air laut. Sebaran dampak
melalui media air, dengan tipe pasang surut diurnal dan kecepatan arus 0,2 m/s maka
sebaran polutan akan mencapai jarak 4,32 km.
Batas sosial didasarkan kepada interaksi sosial antara masyarakat dengan kegiatan.
Masyarakat sekitra terdiri dari pemukiman nelayan Kamal Muara dan Muara Angke, serta
perumahan Pantai Indah Kapuk (Kelurahan Kapuk Muara).
Didasarkan kepada batas administrasi pemerintahan yaitu Kelurahan Kapuk Muara dan
Kamal Muara.
Batas wilayah studi sebagai overlay dari keempat batas di atas disajikan pada Gambar IV.4.
Reklamasi
Pantai Kapuk Naga Indah
IV.4
[IV – 24]
Ruang Lingkup Studi
Konstruksi
1 Gangguan Aktivitas Nelayan 5 tahun Aktivitas reklamasi mulai 2012 - 2018
2 Perubahan Pola Arus 5 tahun Tahun 2014, saat pulau 2A selesai
3 Peningkatan Kebisingan 1 tahun Tahun 2014, saat pengangkutan topsoil
Tahun 2014, saat jumlah tenaga kerja mencapai
4 Peningkatan Volume Sampah Padat 5 tahun
maksimum
5 Gangguan Transportasi Laut 5 tahun
6 Gangguan Transportasi Darat 1 tahun Tahun 2014, saat pengangkutan topsoil
7 Perubahan Abrasi dan Sedimentasi 5 tahun Rencana reklamasi 3 pulau selesai tahun 2018
8 Gangguan Kamtibmas 6 bulan
9 Penurunan Kualitas udara 6 bulan Tahun 2014, saat pengangkutan topsoil
10 Penurunan Kualitas Air Laut 5 tahun Tahun 2014, saat puncak kegiatan reklamasi
11 Perubahan Persepsi Masyarakat 5 tahun
12 Gangguan Mangrove 1 tahun Tahun 2014, saat puncak kegiatan reklamasi
13 Terbukanya Kesempatan kerja 6 bulan
Pascakonstruksi
1 Perubahan Pola Arus 5 tahun Tahun 2018, sampai terbangunnya pulau-pulau
2 Perubahan Abrasi dan Sedimentasi 5 tahun sebelah Timur Pulau 1 dan sebelah Barat Pulau 2B
3 Perubahan Persepsi Masyarakat 5 tahun oleh pengembang lain.
BAB V
PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
Berdasarkan urian kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1, 2A dan 2B) sebagaimana
diuraikan pada Bab IV, maka dapat diidentifikasi dan diprakirakan komponen kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak penting serta komponen lingkungan yang diprakirakan akan terkena dampak
penting. Dalam memprakirakan dampak penting digunakan matriks prakiraan dampak sebagaimana
terlihat pada Tabel 5.4.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya tinggi dan berlangsung lama, jumlah
manusia dan komponen lingkungan yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya
cukup luas, bersifat kumulatif dan tidak berbalik, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan pembangunan jembatan penghubung antara daratan dan di daerah Pantai Indah
Kapuk dengan Pulau 2A diprakirakan akan berdampak terhadap transportasi laut di sekitarnya
akibat pelaksanaan pekerjaan konstruksi fisik di lapangan.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung singkat yaitu
selama tahap konstruksi proyek (± 20 bulan), komponen lingkungan dan jumlah manusia
yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan
dapat berbalik, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng Drain dan Tanjungan serta Lateral Kanal
diprakirakan akan berdampak terhadap aktivitas nelayan di sekitarnya akibat pelaksanaan
pekerjaan pengerukan tersebut. Mengingat di kawasan sekitar lokasi proyek masih dijumpai
aktivitas nelayan Kapuk Muara dan Kamal Muara, hal tersebut perlu mendapat perhatian.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi, komponen lingkungan
yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan
dapat berbalik, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Jalur mobilisasi alat dan bahan akan memanfaatkan eksisting. Di sepanjang jalan rumah-
rumah penduduk umumnya terletak ± 10 m dari jalan. Dengan penggunan truk angkut 20 ton,
silt content 45,5%, kelembaban tanah 20% maka faktor emisi debu adalah 1,87 kg/km. Hasil
estimasi sebaran debu dengan model line source menunjukkan pada jarak 25 m, kegiatan
pengangkutan alat dan bahan akan menyebabkan peningkatan konsentrasi debu sebesar 143
ug/m3 (Gambar V.1). Hasil pengukuran terakhir kualitas udara ambien (Juli 2011)
menunjukkan konsentrasi debu sebesar 19 ug/m3. Dengan demikian saat kegiatan mobilisasi
berlangsung konsentrasi debu di sepanjang jalan desa akan mencapai 162 ug/m 3. Angka ini
masih memenuhi baku mutu.
Dampak yang terjadi berlangsung sementara sepanjang masa mobilisasi alat dan bahan,
namun telah terjadi penurunan kualitas lingkungan dari baik menjadi sedang. Selain itu
peningkatan debu juga merupakan hal yang menganggu penglihatan dan kenyamanan.
Dengan demikian dampak peningkatan debu saat mobilisasi alat dan bahan merupakan
dampak negatif penting.
Tabel 5.1. Evaluasi Sifat Penting Dampak Kualitas Udara Berdasarkan 7 Kriteria Dampak
Penting
No. Kriteria Dampak Penting Penilaian Keterangan
1. Jumlah manusia terkena dampak P Penduduk di sepanjang jalan
2. Luas persebaran dampak P Dampak tersebar di sepanjang jalan desa
3. Dampak berlangsung singkat, selama mobilisasi alat
Lamanya dampak berlangsung TP dan bahan
4. Intensitas dampak TP Debu < Baku mutu PP 41/1999 sebesar 230 ug/m3
5. Banyaknya komponen lingkungan lain terkena Debu akan berdampak kesehatan dan kenyamanan
P
dampak
6. Sifat kumulatif TP Tidak akumulatif
7. Berbalik atau tidaknya dampak TP Dampak dapat berbalik
Kesimpulan Dampak Negatif Penting
3. Peningkatan Kebisingan
penghubung tingkat kebisingan di sekitar Fresh Market akan mencapai 54,1 dBA. Tingkat
kebisingan ini memenuhi baku tingkat kebisingan sesuai KepMenLH No. 48 Tahun 1996
sebesar 70 dBA bagi peruntukkan perdagangan dan jasa.
Dampak yang akan terjadi intensitasnya rendah, persebarannya terbatas di sekitar lokasi
kegiatan, bersifat sementara selama tahap konstruksi, komponen lingkungan yang terkena
dampak hanya tingkat kebisingan dan dapat berbalik, sehingga tergolong dampak negatif
tidak penting.
Tabel 5.2. Evaluasi Sifat Penting Dampak Kebisingan Berdasarkan 7 Kriteria Dampak
Penting
No. Kriteria Dampak Penting Penilaian Keterangan
1. Jumlah manusia terkena dampak TP Pedagang dan pengunjung Fresh Market
2. Luas persebaran dampak TP Terbatas di radius 50 m
3. Lamanya dampak berlangsung TP Dampak berlangsung singkat, selama pemancangan
4. Intensitas dampak TP Tingkat kebisingan < 70 dBA
5. Banyaknya komponen lingkungan lain terkena Tidak ada dampak turunan
TP
dampak
6. Sifat kumulatif TP Tidak akumulatif
7. Berbalik atau tidaknya dampak TP Dampak dapat berbalik
Kesimpulan Dampak Negatif Tidak Penting
Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1, 2A dan 2B) diprakirakan akan
berdampak terhadap penurunan kualitas air laut. Parameter kualitas air laut yang cenderung
akan meningkat adalah TSS dan Kekeruhan. Pada saat pengerjaan reklamasi dilakukan
diperkirakan kekeruhan dan peningkatan nilai TSS yang keluar dari inlet breakwater dengan
radius sejauh 100 m. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa nilai kekeruhan saat
studi dilakukan masih berada di bawah baku mutu yang berlaku. Berdasarkan pengalaman
reklamasi di beberapa tempat, nilai kekeruhan dan TSS akan meningkat sampai lebih dari 5
kali lipat dari kondisi biasa tanpa kegiatan. Dengan adanya tanggul, maka dampak yang akan
terjadi tidak meluas keperairan di luar batas proyek. Air laut yang keruh dengan nilai TSS
tinggi yang keluar dari tanggul tidak akan berarti karena akan dinetralisir oleh arus dan
gelombang laut diperairan sekitarnya. Meskipun demikian, hal ini perlu mendapat perhatian.
Dampak yang akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat selama
kegiatan reklamasi, persebarannya terbatas di sekitar kegiatan, komponen lingkungan yang
terkena dampak cukup banyak dan dapat berbalik, sehingga tergolong dampak negatif
penting.
Kegiatan pembangunan breakwater 3 pulau (Pulau 1, 2A dan 2B) diprakirakan juga akan
berdampak terhadap kualitas air laut. Kegiatan pemasangan sheet pile beton dan pekerjaan
pembuatan breakwater akan mengakibatkan penurunan kualitas air laut terutama kekeruhan
dan total suspended solid (TSS).
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung singkat selama
pembangunan breakwater berlangsung, persebarannya terbatas di sekitar lokasi kegiatan dan
dapat berbalik, sehingga tergolong dampak negatif tidak penting.
Kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah sebanyak ±
1.000 orang berpotensi menghasilkan limbah cair domestik dari kegiatan Mandi Cuci Kakus
(MCK). Limbah cair domestik tersebut apabila tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan
menurunnya kualitas air laut dengan parameter utama pH, Total Suspended Solid (TSS),
Ammonia (NH3), fosfat (PO4) dan BOD.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat
yaitu selama tahap konstruksi proyek (± 62 bulan), komponen lingkungan yang terkena
dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan bersifat kumulatif
dengan kegiatan lain di sekitarnya, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng Drain dan Tanjungan serta Lateral Kanal
diprakirakan akan berdampak terhadap kualitas air di sekitarnya akibat pelaksanaan
pekerjaan pengerukan tersebut. Kegfiatan pengerukan akan mengakibatkan meningkatnya
kekeruhan perairan muara sungai akibat turbulensi yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya rendah dan berlangsung singkat yaitu
selama tahap konstruksi proyek (± 3 bulan), komponen lingkungan dan jumlah manusia yang
terkena dampak sedikit, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan dapat berbalik,
sehingga tergolong dampak negatif tidak penting.
Kegiatan pengurugan Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ± 863 Ha
(Pulau 1, 2A dan 2B) diprakirakan akan berdampak terhadap perubahan pola arus menyusur
pantai (longshore current) di sekitar lokasi proyek atau dapat berpengaruh pada sirkulasi arus
teluk jakarta. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh reklamasi terhadap pola arus di
teluk jakarta dan lokasi proyek whiteven bos Indonesia(2006) telah melakukan pemodelan
matematis untuk menghitung perubahan tersebut. Pemodelan yang dilakukan bertujuan untuk
menentukan opsi perencanaan reklamasi, dan berdasarkan opsi yang dipilih akan dilakukan
pendugaan/prakiraan dampak. Hasil simulasi yang dilakukan oleh Witteveen Bos Indonesia
(2006) menunjukkan bahwa kegiatan reklamasi KNI akan menimbulkan perubahan pola arus
pasang surut di perairan sekitar pulau reklamasi. Hasil pemodelan arus pasang surut sesudah
reklamasi KNI diperlihatkan pada Gambar V.3 (musim timur) Sedangkan Gambar V.4.
merupakan hasil model arus musim barat.
Gambar V.4. Pola Arus Rata-rata Sesudah Reklamasi (a) Pola Arus Teluk Jakarta dan (b)
Pola Arus Sekitar Lokasi Proyek Pada Musim Barat
Hasil pemodelan menunjukkan tidak ada perubahan berarti pada pola dan kecepatan arus
pasang surut di pantai existing yaitu rata-rata 0,2 m/s. Hasil simulasi yang dilakukan oleh
whiteven bos Indonesia (2006) menunjukkan bahwa kegiatan reklamasi KNI diperkirakan
akan mempengaruhi sirkulasi air di sekitar pulau reklamasi. Perubahan sirkulasi air ini akan
mempengaruhi kualitas air.
Pada Gambar V.5 diperlihatkan pola sirkulasi arus di sekitar pulau reklamasi. Pendalaman
kanal batas ini menghasilkan suatu sirkulasi yang berbeda di sekeliling pulau-pulau ini.
Dengan demikian, pendalaman kanal batas ini berpengaruh pada mutu kawasan bakau dan
sirkulasi reruntuk di sekeliling pulau-pulau ini. Dalam hal saluran batas tidak diperdalam, air
dari Cengkareng Drain hampir seluruhnya dibuang me-lalui kanal Cengkareng dan tidak
dibelokkan ke dalam kanal batas. Dan lagi, hampir tidak terjadi aliran kontinu dari timur ke
barat (angin musim timur) atau dari barat ke timur (angin musim barat) melaui kanal batas ini.
Dalam hal kanal batas yang diperdalam, terjadi aliran rata-rata sekitar 20m3/detik (kira-kira
0.1m/detik).
Kegiatan pengurugan Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1, 2A dan
2B) diprakirakan akan berdampak terhadap abrasi dan sedimentasi di sekitarnya. Abrasi
adalah proses pengikisan pantai sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan garis pantai.
Secara alami proses abrasi di perairan selalu terjadi. Terjadinya abrasi pantai yang berlebihan
di suatu kawasan perairan disebabkan oleh terganggunya keseimbangan yang telah ada, baik
yang disebabkan oleh kegiatan alam ataupun oleh kegiatan manusia seperti adanya
reklamasi pantai atau adanya penambangan pasir laut. Perubahan stabilitas pantai secara
alami dihasilkan interaksi berbagai faktor oseanografi seperti angin, gelombang, arus pasang
surut, sedimen dan kondisi pantai sedangkan perubahan karena adanya kegiatan manusia
disebabkan oleh pembangunan konstruksi di lepas pantai. Untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh reklamasi terhadap perubahan garis pantai, Universitas Gadjah Mada tahun 2010
telah melakukan kajian pemodelan perubahan garis pantai dengan menggunakan program
Genesis. Pemodelan garis pantai selanjutnya akan digunakan sebagai landasan untuk
memperkirakan dampak. Simulasi skenario pemodelan dianggap bahwa reklamasi PT KNI
dimulai pada 2009, sehingga prediksi perubahan garis pantai dimulai dari tanggal 6 juni 2009
sampai dengan 5 tahun ke depan yakni tanggal 6 juni 2014.
Hasil pemodelan dengan program Genesis untuk 5 tahun ke depan dapat dilihat pada
Gambar V.6, Gambar V.7. merupakan Perbandingan perubahan garis pantai prediksi dengan
adanya reklamasi 1+2A+2B, sedangkan Gambar V.8. adalah perubahan posisi garis pantai
hasil simulasi 5 tahun ke depan dan garis pantai terukur 2009 setelah adanya reklamasi
2B 2A 1
Stabil
Gambar V.6. Hasil Running Program GENESIS untuk Skenario 4 (Dengan Adanya
Reklamasi 1+2A+2B)
5000
4500
4000
3000
2500
2000
1500
1000
Garis Pantai Terukur (06/06/2009)
Gambar V.7. Perbandingan Perubahan Garis Pantai Prediksi Dengan Adanya Reklamasi
1+2A+2B
140
130
120
110
100
90
80
Selisih Posisi Garis Pantai, ∆Y (m)
70
60
50
40 Akresi
30 Akresi
20
Akresi
10
Stabil Stabil Stabil
0
‐10
‐20
‐30 Erosi
‐40 Erosi
‐50
0 450 900 1350 1800 2250 2700 3150 3600 4050 4500 4950 5400 5850 6300 6750 7200 7650 8100 8550 900 0 9450
Gambar V.8. Posisi Garis Pantai Hasil Simulasi Untuk 5 Tahun Ke Depan Setelah Adanya
Reklamasi
Berdasarkan gambar di atas, menunjukan bahwa pantai di lokasi rencana reklamasi pulau
1+2A+2B mengalami erosi dan akresi. Pada boundary condition (BC) sebelah kiri terjadi
akresi 131,55 m sedangkan pada BC sebelah kanan terjadi akresi sejauh 102,32. Pantai
yang mengalami erosi yakni dimulai dari sel grid 3150 m – 4275 m dengan erosi maksimum
sejauh -36,41 m dan dibelakang jetty reklamasi pulau 1 terjadi akresi maksimum sebesar
78,02 m pada sel grid 6500. Untuk kondisi pantai pada sel grid (950 m – 1800 m) dan (3000 m
– 5650 m) cenderung stabil.
Dari hasil simulasi selama kurun waktu 5 tahun dengan adanya reklamasi pulau 1+ 2A+2B
diketahui bahwa laju transpor sedimen rerata ke arah kanan (Qrtr) adalah sebesar +12.111,53
m3/tahunsedangkan ke arah kiri (Qltr) sebesar -27.244,84 m3/tahun, ini menunjukkan bahwa
arah transpor sedimen pantai di sekitar lokasi rencana reklamasi pulau 1+2A+2B lebih
dominan ke arah kiri (ke arah barat) hal ini disebabkan gelombang yang menuju pantai
domiman dari arah timur laut. Laju transpor sedimen bersih rerata (mean net annual transport,
Qnr) sebesar -15.133,31 m3/tahun. Dan berdasarkan hasil perhitungan (output) model
GENESIS diketahui bahwa perubahan volume transpor sedimen selama 5 tahun dengan
adanya reklamasi pulau 1+2A+2B adalah +453.107,85 m3, dimana tanda minus (+)
menunjukkan bahwa kondisi pantai di sekitar rencana reklamasi pulau 1+2A+2B lebih
dominan mengalami akresi.
Berikut ini adalah tabel resume perbandingan hasil simulasi/prediksi tahun 2014 tanpa adanya
reklamasi dan dengan adanya reklamasi PT KNI.
Tabel 5.3. Perbandingan Hasil Simulasi Tahun 2014 Tanpa Adanya Reklamasi dan Dengan
Adanya Reklamasi Pulau 1+2A+2B
Tanpa Adanya Dengan Adanya
Uraian Satuan Reklamasi Reklamasi 1+2A+2B Keterangan
(Skenario 1) (Skenario 4)
132.60 131.39 akresi maksimum
0.01 0.42 akresi minimum
∆Y (m)
-12.31 -41.43 erosi maksimum
-0.01 -0.26 erosi minimum
3
Qltr (m /tahun) -48,984.66 -27,244.84
Qrtr 3
21,092.06 12,111.53 karena Qltr > Qrtr, maka arah transpor
(m /tahun)
3
sedimen sejajar pantai dominan ke arah
Qgr (m /tahun) 70,076.72 39,356.37 kiri (ke arah barat)
3
Qnr (m /tahun) -27,892.60 -15,133.31
∆VT 3
(m ) 456,142.83 453,107.85 pantai mengalami akresi
Berdasarkan uraian dan tabel di atas, menunjukkan bahwa rencana pembangunan reklamasi
PT KNI yang terdiri dari 3 pulau yakni pulau 1, 2A, dan 2B memberikan pengaruh terhadap
kondisi pantai di sekitarnya yakni terjadinya erosi diujung sebelah kiri pulau dan terjadi akresi
di ujung sebelah kanan pulau, namun jika tinjaunnya adalah hasil dari perubahan volume
transpor sedimen (∆VT) dan laju transport sedimen bersih rerata (Q nr), maka pengaruhnya
tidak begitu signifikan bahkan relatif kecil/berkurang karena dari hasil simulasi tanpa adanya
reklamasi (skenario 1), ∆VT = +456.142,83 m3 dan dengan adanya reklamasi untuk skenario
4 (reklamasi pulau 1+2A+2B), ∆VT = +453.107,85 m3, dan laju transpor sedimen bersih
rerata tahunan (Qnr) tanpa adanya reklamasi adalah -27.244,84 m3/tahun dan dengan adanya
reklamasi untuk skenario 4 adalah -15.133,31 m3/tahun. Hasil simulasi keempat skenario di
atas belum mempertimbangkan suplai sedimen dari beberapa sungai yang bermuara di lokasi
rencana reklamasi PT KNI.
0,0
assumed coast 1982
simulated present situation
2,0 coast after full development
KNI af ter 5y
KNI af ter 10y
bed level [m]
4,0
KNI af ter 20y
6,0
8,0
10,0
-500 0 500 1000 1500 2000
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang, dan terbatas di sekitar lokasi
proyek akan tetapi berlangsung lama, sehingga abrasi dan sedimentasi tergolong dampak
negatif penting.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi meskipun berlangsung
singkat, yaitu selama tahap konstruksi proyek, jumlah manusia dan komponen lingkungan
yang terkena dampak cukup banyak serta bersifat kumulatif, sehingga tergolong dampak
positif penting.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi, berlangsung singkat
selama tahap konstruksi proyek, jumlah manusia yang terkena dampak sedikit, bersifat
sementara selama tahap konstruksi Reklamasi Pulau 2A, 2B dan 1 dan persebarannya
terbatas di sekitar lokasi proyek, sehingga tergolong dampak positif tidak penting.
(HPL), responden umumnya terharap agar kegiatan proyek dapat menyerap tenaga kerja
setempat (Kel. Kapuk Muara dan Kamal Muara/Kec. Penjaringan) dan memberikan
kesempatan berusaha bagi warga sekitar sehingga masyarakat sekitar khususnya warga
Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara dapat merasakan manfaat dari keberadaan
proyek.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung lama hingga
tahap pasca konstruksi, jumlah manusia dan komponen lingkungan yang terkena dampak
cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek (Kelurahan Kapuk Muara dan
Kamal Muara), sehingga tergolong dampak positif penting.
Dampak yang akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat selama tahap
konstruksi proyek, komponen lingkungan yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya
terbatas di sekitar lokasi proyek dan dapat berbalik, sehingga tergolong dampak negatif
penting.
Pengurugan/Reklamasi
Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B))
diprakirakan akan berdampak terhadap persepsi masyarakat. Dampak yang akan terjadi
merupakan dampak turunan (sekunder) akibat berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari
kegiatan tersebut seperti banjir, abrasi dan sedimentasi dan gangguan terhadap aktivitas
nelayan dan alur pelayaran di sekitar lokasi proyek yang pada akhirnya berdampak terhadap
persepsi negatif masyarakat.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung lama hingga
tahap pasca konstruksi, jumlah manusia dan komponen lingkungan yang terkena dampak
banyak dan bersifat kumulatif, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung lama
hingga tahap pasca konstruksi, jumlah manusia dan komponen lingkungan yang terkena
dampak banyak dan bersifat kumulatif, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah sebanyak ±
1.000 orang akan berdampak terhadap persepsi masyarakat di sekitarnya. Secara langsung
aktivitas buruh konstruksi proyek yang kurang sesuai dengan budaya masyarakat sekitar akan
mengakibatkan persepsi masyarakat menjadi negatif. Secara tidak langsung, aktivitas buruh
konstruksi tersebut juga dapat menghasilkan limbah cair domestik, sampah padat, dan
menurunkan estetika dan sanitasi lingkungan yang pada akhirnya akan mengakibatkan
persepsi negatif masyarakat di sekitarnya (Kel. Kapuk Muara dan Kamal Muara).
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat
yaitu selama tahap konstruksi proyek (± 62 bulan), komponen lingkungan dan jumlah manusia
yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek,
sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan pembangunan jembatan penghubung antara daratan dan di daerah Pantai Indah
Kapuk dengan Pulau 2A diprakirakan akan berdampak terhadap persepsi masyarakat akibat
meningkatnya kebisingan dan menurunnya kualitas udara ambien di sekitarnya akibat
penggunaan peralatan berat dalam pekerjaan pemancangan pondasi. Mengingat di sekitar
lokasi proyek saat ini terdapat berbagai kegiatan yang membutuhkan privacy, ketenangan dan
kenyamanan yang tinggi seperti Kawasan Pantai Indah Kapuk, maka hal ini perlu diperhatikan
dan diantisipasi sejak dini.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung singkat yaitu
selama tahap konstruksi proyek (± 20 bulan), komponen lingkungan dan jumlah manusia
yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan
dapat berbalik, sehingga tergolong dampak negatif penting
Kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng Drain dan Tanjungan serta Lateral Kanal
diprakirakan akan berdampak terhadap persepsi masyarakat di sekitarnya akibat pelaksanaan
pekerjaan pengerukan tersebut. Di satu sisi kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng
Drain dan Tanjungan serta Lateral Kanal berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan sekitarnya, di sisi lain dengan adanya kegiatan pengerukan tersebut akan
menurunkan muka air sungai di bagian hulunya.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi, komponen lingkungan dan
manusia yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya cukup luas, sehingga tergolong
dampak negatif penting.
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi/pengangkutan tanah urug ± 551.058,9 m3 dan
pasir urug ± 58.770.652 m3 proyek Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1, 2A dan 2B)
diprakirakan akan berdampak terhadap kamtibmas di sekitar lokasi proyek. Dampak yang
akan terjadi merupakan dampak primer (langsung) akibat kasus pencurian alat dan bahan
proyek, maupun dampak turunan (sekunder) akibat penurunan kualitas udara, kebisingan,
pengotoran badan jalan dan gangguan kelancaran lalu lintas darat maupun laut di sekitar
lokasi proyek yang dapat menimbulkan gangguan kamtibmas.
Dampak yang akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat selama tahap
konstruksi proyek, komponen lingkungan yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya
terbatas di sekitar lokasi proyek, dan dapat berbalik, sehingga tergolong dampak negatif
penting.
Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B))
diprakirakan akan berdampak terhadap Kamtibmas. Dampak yang akan terjadi terhadap
kamtibmas merupakan dampak turunan (sekunder) akibat berbagai potensi dampak negatif
yang muncul selama pelaksanaan reklamasi sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Dampak yang akan terjadi intensitasnya tinggi, berlangsung lama hingga tahap pasca
konstruksi proyek, komponen lingkungan yang terkena dampak banyak, sehingga tergolong
dampak negatif penting.
Kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah sebanyak ±
1.000 orang diprakirakan akan berdampak terhadap kamtibmas. Aktivitas buruh konstruksi
proyek Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah yang kurang sesuai dengan budaya masyarakat
sekitar serta adanya dampak-dampak negatif yang diakibatkan oleh aktivitas buruh konstruksi
tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan kamtibmas. Mengingat di sekitar lokasi
proyek saat ini terdapat berbagai kegiatan yang membutuhkan privacy, ketenangan dan
kenyamanan yang tinggi seperti Kawasan Pantai Indah Kapuk, maka hal ini perlu diperhatikan
dan diantisipasi sejak dini.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat
yaitu selama tahap konstruksi proyek (± 62 bulan), komponen lingkungan dan jumlah manusia
yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan
bersifat kumulatif, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan pembangunan jembatan penghubung antara daratan dan di daerah Pantai Indah
Kapuk dengan Pulau 2A diprakirakan akan berdampak terhadap kamtibmas akibat
meningkatnya kebisingan dan menurunnya kualitas udara ambien di sekitarnya akibat
penggunaan peralatan berat dalam pekerjaan pemancangan pondasi. Mengingat di sekitar
lokasi proyek saat ini terdapat berbagai kegiatan yang membutuhkan privacy, ketenangan dan
kenyamanan yang tinggi seperti Kawasan Pantai Indah Kapuk, maka hal ini perlu diperhatikan
dan diantisipasi sejak dini.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung singkat yaitu
selama tahap konstruksi proyek (± 20 bulan), komponen lingkungan dan jumlah manusia
yang terkena dampak sedikit, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan dapat
berbalik, sehingga tergolong dampak negatif tidak penting.
Kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng Drain dan Tanjungan serta Lateral Kanal
diprakirakan akan berdampak terhadap kamtibmas di sekitarnya akibat pelaksanaan
pekerjaan pengerukan tersebut. Kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng Drain dan
Tanjungan serta Lateral Kanal berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
sekitarnya seperti gangguan terhadap aktivitas nelayan, transportasi laut dan lain-lain.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung singkat selama
kegiatan pengerukan berlangsung (± 1 bulan), komponen lingkungan dan manusia yang
terkena dampak sedikit, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan dapat berbalik,
sehingga tergolong dampak negatif tidak penting.
Kegiatan molilisasi alat dan bahan/pasir urug ± 551.058,9 m 3 pada tahap konstruksi proyek
diprakirakan akan berdampak terhadap transportasi darat pada badan jalan yang dilalui
kendaraan pengangkut alat dan bahan konstruksi/tanah urug tersebut. Pengangkutan alat dan
bahan konstruksi sebagian dilakukan melalui jalan darat terutama Jl. Kapuk Raya, Jl. Kamal
Muara dan jalan lingkungan Kawasan PIK. Pengangkutan alat dan bahan konstruksi/tanah
urug melalui jalan darat akan mengakibatkan meningkatnya arus lalu lintas, pengotoran badan
jalan dan dapat menyebabkan kerusakan badan jalan bila melampaui daya dukung badan
jalan yang dilalui.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi, berlangsung singkat
selama tahap konstruksi (± 36 bulan), persebarannya cukup luas, komponen lingkungan yang
terkena dampak cukup banyak dan bersifat kumulatif dengan kegiatan lain di sekitarnya,
sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi/pasir urug ± 58.770.652 m 3 diprakirakan juga
akan berdampak terhadap transportasi laut di sekitarnya. Sebagian besar pengangkutan alat
dan bahan proyek dilakukan melalui jalur transportasi laut sehingga akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan arus transportasi laut di sekitar lokasi proyek. Kebutuhan pasir urug
sebanyak ± 58.770.652 m3 direncanakan akan disuplai dari daerah Banten yang berjarak ±
75 Km dari lokasi proyek dan diangkut dengan menggunakan Grab Dredge-Barge. Barge
mengangkut material dari Banten hingga ke lokasi proyek dengan ditarik oleh tugboat.
Mengingat lokasi proyek berada di dekat Muara Baru, Muara Angke, Muara Dadap,
Pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok, Pantai Mutiara serta alur transportasi laut yang
cukup padat di sekitar lokasi proyek, maka hal ini perlu mendapat perhatian.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya tinggi dan berlangsung singkat, yaitu
selama tahap konstruksi proyek, persebarannya cukup luas, komponen lingkungan yang
terkena dampak cukup banyak dan bersifat kumulatif dengan kegiatan lain di sekitarnya,
maka dampaknya tergolong negatif penting.
Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha (3 pulau) diprakirakan akan
berdampak terhadap transportasi laut di sekitarnya. Kegiatan pengurugan/reklamasi akan
mengakibatkan terganggunya arus transportasi laut dan kelancaran lalu lintas kapal di
sekitarnya.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi, berlangsung singkat
selama Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah berlangsung, komponen lingkungan yang
terkena dampak cukup banyak, bersifat kumulatif dan dapat berbalik, sehingga tergolong
dampak negatif penting.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang, berlangsung singkat selama
pembuatan breakwater berlangsung, komponen lingkungan yang terkena dampak cukup
banyak, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan pembangunan jembatan penghubung antara daratan di daerah Pantai Indah Kapuk
dengan Pulau 2A diprakirakan akan berdampak terhadap transportasi laut di sekitarnya akibat
pelaksanaan pekerjaan konstruksi fisik di lapangan.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya rendah dan berlangsung singkat yaitu
selama pembangunan jembatan penghubung antara daratan di daerah Pantai Indah Kapuk
dengan Pulau 2A (± 20 bulan), persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan dapat
berbalik, sehingga tergolong dampak negatif tidak penting.
Kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng Drain dan Tanjungan serta Lateral Kanal
diprakirakan akan berdampak terhadap transportasi laut di sekitarnya akibat penggunaan
peralatan berat dalam pekerjaan pengerukan tersebut.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya rendah dan berlangsung singkat yaitu
selama tahap konstruksi proyek (± 3 bulan), komponen lingkungan yang terkena dampak
sedikit, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan dapat berbalik, sehingga
tergolong dampak negatif tidak penting.
Kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah sebanyak ±
1.000 orang juga berpotensi menghasilkan sampah padat berupa sisa-sisa makanan,
minuman dan lain-lain yang apabila tidak dikelola dengan baik juga akan mengakibatkan
menurunnya kualitas air laut di sekitarnya.
Laporan kajian UNDIP tahun 2010 menyimpulkan prakiraan akan terjadi penumpukan sampah
di dalam kanal utama dan kanal antar pulau akibat terhambatnya aliran air sungai yang
membawa sampah dari daratan induk (upland). Potensi sampah yang besar dan terbawa
aliran sungai Cengkareng Drain, Sungai Angke, Sungai Dadap dan Sungai Kamal akan
mengancam fungsi dan kelestarian kanal utama dan kanal antar pulau reklamasi. Pada saat
pulau reklamasi selesai dibangun, maka sampah yang terbawa aliran sungai Dadap dan
sungai Kamal serta S. Tanjungan/PU Drain akan memasuki kanal utama ujung barat dan
kanal antara Pulau 2B dan Pulau 2A. Sampah yang terbawa aliran sungai Cengkareng Drain
(potensinya paling besar) akan memasuki kanal utama di bagian tengah dan kanal antara
Pulau 1 dan Pulau 2A .Sampah yang terbawa aliran sungai Angke akan memasuki kanal
utama di ujung Timur dan kanal antara Pulau 1 dan daratan pantai Mutiara. Sampah y ang
menumpuk di kanal akan mempercepat pendangkalan kanal sehingga umur fungsinya makin
pendek, dampak ikutannya adalah terjadi hambatan aliran sungai yang menuju laut serta
perubahan pola arus dan sedimen yang menyusur garis pantai.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat
yaitu selama tahap konstruksi proyek (± 62 bulan), komponen lingkungan yang terkena
dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan bersifat kumulatif
dengan kegiatan lain di sekitarnya, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Reklamasi
Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1, 2A dan 2B) diprakirakan akan
berdampak terhadap komunitas mangrove di Hutan Lindung Angke. Kegiatan reklamasi
dikhawatirkan akan mengakibatkan berubahnya pola sirkulasi air laut di sekitar proyek
sehingga akan mengakibatkan berubahnya pH di sekitar perairan Hutan Lindung Angke yang
akan berdampak terhadap kehidupan mangrove. Selain itu, dampak kegiatan reklamasi
terhadap mangrove juga dapat diakibatkan oleh terjadinya abrasi dan sedimentasi yang dapat
berpengaruh terhadap keberadaan mangrove (dampak sekunder).
Dampak yang akan terjadi intensitasnya besar dan berlangsung lama, komponen lingkungan
yang terkena dampak banyak, bersifat kumulatif dan tidak berbalik, sehingga tergolong
dampak negatif penting.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat
yaitu selama tahap konstruksi proyek (± 62 bulan), komponen lingkungan yang terkena
dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan bersifat kumulatif
dengan kegiatan lain di sekitarnya, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Keberadaan tanggul pantai/breakwater di lokasi Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (pulau
1, 2A dan 2B) diprakirakan akan berdampak terhadap pola arus. Keberadaan
tanggul/breakwater tersebut akan mengakibatkan terjadinya perubahan pola arus menyusur
pantai (longshore current) di sekitar lokasi proyek. Dampak yang diprakirakan akan terjadi
merupakan dampak lanjutan yang prosesnya dimulai sejak kegiatan pembangunan tanggul
pantai/breakwater (tahap konstruksi) dan terus berlanjut hingga tahap pasca konstruksi.
Keberadaan lahan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan
2B) diprakirakan akan berdampak terhadap pola arus. Keberadaan lahan reklamasi tersebut
akan mengakibatkan terjadinya perubahan pola arus menyusur pantai (longshore current) di
sekitar lokasi proyek. Dampak yang terjadi merupakan dampak lanjutan yang prosesnya
dimulai sejak kegiatan pengurugan/reklamasi (tahap konstruksi) dan terus berlanjut hingga
tahap pasca konstruksi.
Keberadaan tanggul pantai/breakwater di lokasi reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (pulau 1,
2A dan 2B) diprakirakan juga akan berdampak terhadap abrasi dan sedimentasi. Dampak
yang akan terjadi merupakan dampak lanjutan yang prosesnya dimulai sejak pembangunan
tanggul pantai/breakwater dimulai (tahap konstruksi) dan terus berlanjung hingga tahap pasca
konstruksi.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang, berlangsung lama, komponen
lingkungan yang terkena dampak banyak, bersifat kumulatif dengan kegiatan lain di sekitarnya
dan tidak berbalik, sehingga tergolong dampak positif penting.
Keberadaan lahan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan
2B) diprakirakan akan berdampak terhadap abrasi dan sedimentasi. Keberadaan lahan
reklamasi tersebut mengakibatkan terjadinya abrasi dan sedimentasi akibat perubahan pola
arus di sekitar lokasi kegiatan. Dampak yang terjadi merupakan dampak lanjutan yang
prosesnya dimulai sejak kegiatan Reklamasi (tahap konstruksi) dan terus berlanjut hingga
tahap pasca konstruksi.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi, dan berlangsung lama,
persebarannya cukup luas, komponen lingkungan yang terkena dampak cukup banyak dan
bersifat kumulatif, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Keberadaan lahan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha diprakirakan akan
berdampak terhadap persepsi masyarakat. Dampak yang terjadi merupakan dampak turunan
(sekunder) akibat dampak-dampak negatif yang akan muncul akibat keberadaan lahan
reklamasi seperti banjir, abrasi dan sedimentasi.
Dampak yang akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung lama, jumlah manusia
dan komponen lingkungan yang terkena dampak cukup banyak dan bersifat kumulatif dengan
kegiatan lain di sekitarnya, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Tabel 5.4. Tabel Prakiraan Dampak Penting Reklamasi Pulau Kapuk Naga Indah
Pasca Konstruksi
Pra Konstruksi
Komponen Kegiatan
Konstruksi
Tahap
Tahap
Tahap
Pengurugan/ Reklamasi
Mobilisasi Alat & Bahan
Demobilisasi Peralatan
Breakwater
Komponen Lingkungan
FISIK KIMIA
1. Penurunan Kualitas Udara -P
2. Peningkatan Kebisingan TP
3. Penurunan Kualitas Air Laut -P -P -P -P
4. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir)
5. Perubahan Pola Arus -P +P -P
6. Perubahan Abrasi & Sedimentasi -P +P -P
7. Perubahan Morfologi Pantai
8. Peningkatan Volume Sampah Padat -P
BIOLOGI
1. Gangguan Mangrove -P -P
2. Gangguan Fauna Darat
3. Gangguan Biota Laut
SOSEKBUD – KESEHATAN MASYARAKAT
1. Terbukanya Kesempatan Kerja +P
2. Terbukanya Kesempatan Berusaha +P
3. Gangguan Estetika Lingkungan
4. Gangguan Lingkungan
5. Gangguan Aktivitas Nelayan -P -P
6. Gangguan Kamtibmas -P -P -P -P -P
7. Perubahan Persepsi Masyarakat -P +P -P -P -P -P -P -P -P
TATA RUANG
1. Gangguan Transportasi Darat -P
2. Gangguan Transportasi Laut -P -P -P -P
BAB VI
EVALUASI DAMPAK PENTING
Telaahan secara holistik atas berbagai komponen lingkungan hidup yang diprakirakan akan
mengalami perubahan mendasar sebagaimana dikaji dalam Bab V, dilakukan dengan
menggunakan bagan alir dampak (flow chart) untuk melihat keterkaitan antara dampak penting
yang satu (dampak primer) dan dampak penting lainnya/turunannya (dampak sekunder/tersier).
Dengan demikian, memudahkan kita untuk memprioritaskan pengelolaan yang akan dilakukan
(terutama terhadap dampak primer). Telaahan terhadap dampak penting ini juga mengacu kepada
urutan prioritas dampak penting hasil pelingkupan.
Dampak-dampak penting yang dihasilkan dari evaluasi disajikan sebagai dampak-dampak penting
yang akan dikelola dan dipantau, yaitu sebagai berikut:
Tahap Prakonstruksi :
(1) Perubahan Persepsi Masyarakat
Tahap Konstruksi :
(1) Gangguan Aktivitas Nelayan
(2) Perubahan Pola Arus
(3) Peningkatan Kebisingan
(4) Peningkatan Volume Sampah Padat
(5) Gangguan Transportasi Laut
(6) Gangguan Transportasi Darat
(7) Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
(8) Gangguan Kamtibmas
(9) Penurunan Kualitas Udara
(10) Penurunan Kualitas Air Laut
(11) Perubahan Persepsi Masyarakat
(12) Gangguan Mangrove
(13) Terbukanya Kesempatan Kerja
Kegiatan Konstruksi Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha
(Pulau 1, 2A dan 2B) akan berdampak penting terhadap komponen lingkungan hidup di
sekitarnya dengan urutan prioritas sebagai berikut:
Kegiatan pada tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Indah yang berdampak penting terhadap pola arus adalah kegiatan pengurugan
Pengembangan Reklamasi pada areal seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) dan
pembangunan tanggul pantai/breakwater (Pulau 1, 2A dan 2B). Kedua kegiatan
tersebut akan mengakibatkan terjadinya perubahan pola arus menyusur pantai
(longshore current) di sekitar lokasi proyek. Perubahan pola arus menyusur pantai
(longshore current) tersebut merupakan dampak sekunder yang akan berdampak lebih
lanjut terhadap abrasi dan sedimentasi (dampak tersier) yang akan berdampak lebih
lanjut terhadap kegiatan sekitar, kualitas air laut, biota laut dan persepsi masyarakat
(dampak kuarter).
Perubahan kondisi arus lokal yang terjadi akibat reklamasi di lahan proyek akan
mengkakibatkan terhalangnya sirkulasi arus yang terjadi, oleh karena head pasang
surut yang rendah. Head pasang surut yang rendah dan sifat pasang surut campuran
akan menghasilkan gradient elevasi muka air yang kecil, sehingga penggerak arus
menjadi kecil dan mengakibatkan arus yang kecil juga.
Hasil simulasi model Hidrodinamika Pantura yang dilakukan oleh LPM ITB (2001)
menggunakan data pasang surut di Muara Tawar, debit sungai-sungai yang bermuara
di Teluk Jakarta dan kondisi batas wind yang dominan di Teluk Jakarta pada musim
Barat dan musim Timur menunjukkan perubahan pola dan besar/kecepatan arus
setelah reklamasi relatif setara dengan sebelum reklamasi. Prakiraan perubahan
kecepatan arus dengan menggunakan model hidrodinamika menunjukkan perubahan
relatif berkisar antara 61,21% sampai dengan 403,76% terhadap kondisi eksisting.
Penurunan kecepatan arus terbesar terjadi pada pantai baru hasil reklamasi untuk arah
angin dominan Timur Laut, sedangkan peningkatan kecepatan arus terbesar terjadi di
sekitar muara Cengkareng Drain untuk arah angin dominan Barat Laut. Hasil simulasi
Hidrodinamika yang pernah dilakukan oleh Konsultan PT. Bina Innovasi Rekasaya
(2005) di lokasi Kawasan Ancol barat Bagian Timur menunjukkan bahwa kegiatan
pengurugan/reklamasi lahan proyek tidak akan merubah pola arus. Pola arus di sekitar
lokasi proyek tetap, yaitu dominan dari arah Barat – Barat Laut ke arah Timur – Timur
Laut, hanya kecepatan arus akan berkurang dari 1,52 m/detik menjadi 1,45 m/detik.
Hasil simulasi Hidrodinamika di lokasi Rencana Reklamasi Ancol Barat yang pernah
dilakukan oleh BP Pantura menunjukkan:
a. Tidak ada perubahan signifikan pola dan kecepatan arus sebelum dan sesudah
reklamasi. Di dekat lokasi reklamasi terjadi pelambatan kecepatan arus sebesar ± 5
cm/detik (tidak signifikan).
b. Pemodelan sebaran sedimen saat reklamasi menunjukkan peningkatan kadar
sedimen sebesar 33 mg/L (tidak signifikan).
3. Peningkatan Kebisingan
Kegiatan tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
yang berdampak penting terhadap kebisingan adalah kegiatan mobilisasi alat dan
bahan, pengurugan/reklamasi serta pembangunan tanggul/breakwater. Kegiatan-
kegiatan tersebut akan menimbulkan kebisingan ke lingkungan sekitarnya akibat
penggunaan peralatan, mobilisasi kendaraan pengangkut bahan dan peralatan
konstruksi serta teknis pekerjaan/pelaksanaan reklamasi dan breakwater. Dampak
terhadap kebisingan merupakan dampak langsung (primer).
Meningkatnya kebisingan di sekitar lokasi proyek akan berdampak lebih lanjut (dampak
turunan/sekunder) terhadap kehidupan fauna darat (terutama jenis-jenis burung),
kesehatan karyawan dan kesehatan masyarakat, persepsi masyarakat dan gangguan
kamtibmas (dampak tersier).
Kegiatan tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap sampah
padat adalah kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek sebanyak ± 1.000 orang.
Kegiatan buruh konstruksi tersebut akan menghasilkan sampah padat berupa sisa-sisa
makanan, minuman dan lain-lain. Dampak terhadap sampah padat ini merupakan
dampak langsung (primer) yang akan berdampak lebih lanjut (dampak sekunder)
terhadap kualitas air laut, biota laut, estetika dan sanitasi lingkungan, kegiatan sekitar
(Hutan Lindung dan Suaka Margasatwa serta Hutan Wisata Angke, dan Kawasan
Pantai Indah Kapuk) dan persepsi masyarakat (dampak tersier).
Kegiatan pada tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Indah seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap
transportasi laut adalah kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi proyek (pasir
urug), pengurugan/reklamasi dan pembangunan tanggul/breakwater.
Dampak terhadap transportasi laut ini merupakan dampak primer yang akan
berdampak terhadap persepsi masyarakat dan kamtibmas (dampak sekunder dan
tersier).
Kegiatan pada tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Indah seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap
transportasi darat adalah kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi proyek.
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi proyek terutama pengangkutan tanah
urug (tanah merah) sebanyak ± 551.058,9 m 3 akan berdampak terhadap transportasi
darat pada badan jalan yang dilalui kendaraan pengangkut (Jl. Kamal Muara, Jl. Kapuk
Raya dan jalan lingkungan Kawasan PIK). Kegiatan tersebut akan mengakibatkan
meningkatnya arus lalu lintas, pengotoran badan jalan dan dapat mengakibatkan
kerusakan badan jalan bila tonase kendaraan pengangkut alat dan bahan konstruksi
melampaui daya dukung badan jalan yang dilalui. Tanah urug (tanah merah) yang
dibutuhkan direncanakan berasal dari daerah Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten.
Pengangkutan tanah merah akan dilakukan dengan menggunakan dump truck
kapasitas 24 m3. Dengan asumsi pengangkutan tanah merah direncanakan selama 90
hari kerja, maka volume pengangkutan tanah merah per hari sebanyak 205 rit.
Dampak terhadap transportasi darat ini merupakan dampak primer yang akan
berdampak lebih lanjut terhadap kualitas udara, estetika lingkungan, persepsi
masyarakat dan kamtibmas (dampak sekunder dan tersier).
Kegiatan tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
(Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap abrasi dan sedimentasi adalah
kegiatan pengurugan Pengembangan Reklamasi pada areal seluas ± 870 Ha. Kegiatan
reklamasi di lahan proyek seluas ± 870 Ha Ha akan mengakibatkan terjadinya abrasi
dan sedimentasi akibat terganggunya keseimbangan alam, terutama yang berkaitan
dengan perubahan pola arus menyusur pantai (longshore current).
Dampak terhadap abrasi dan sedimentasi ini merupakan dampak sekunder yang akan
berdampak lebih lanjut terhadap kualitas air laut, biota laut, kegiatan sekitar (dampak
tersier), persepsi masyarakat dan kamtibmas (dampak kuarter). Dampak abrasi dan
sedimentasi ini merupakan dampak turunan/sekunder yang dipengaruhi oleh pola arus
(arah dan kecepatan arus). Hasil simulasi Hidrodinamika yang dilakukan oleh
Konsultan PT. Bina Innovasi Rekayasa (2005) menunjukkan bahwa kegiatan
pengurugan/ reklamasi di lahan proyek tidak merubah pola arus, hanya kecepatannya
akan berkurang dari 1,52 m/detik saat ini menjadi 1,45 m/detik setelah diurug. Pola
arus tetap, yaitu dominan dari arah Timur – Timur Laut ke arah Barat – Barat Laut.
Berdasarkan hal tersebut, maka potensi abrasi akan terjadi di bagian Barat tapak
proyek, sedangkan potensi sedimentasi akan terjadi di bagian Timur tapak proyek.
Dalam laporan ANDAL Regional Reklamasi dan Revitalisasi Pantura Jakarta yang
disusun oleh Lembaga Pengabdian Masyarakat-ITB disebutkan bahwa sesuai dengan
model prakiraan yang dilakukan untuk reklamasi di sub kawasan tengah Pantura
Jakarta, diprakirakan akan terjadi pola angkutan sedimen litoral khusus di daerah
sekitar lokasi reklamasi. Angkutan sedimen yang semula bergerak dari arah Barat ke
Timur sebesar 5.000 m3/tahun berubah menjadi 8.128 m3/tahun di bagian Barat lahan
reklamasi yang bergerak dari Barat ke Timur dan 5.398 m 3/tahun di sebelah Utara
lahan reklamasi di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok yang bergerak dari Timur ke Barat.
Bila garis pantai tidak dilindungi dengan bangunan pelindung pantai, maka akan terjadi
abrasi dimana kelandaian akhir dapat mencapai 1 : 25. Kondisi tersebut terutama untuk
garis pantai sementara di sisi sebelah Barat. Angkutan sedimen dalam arah tegak lurus
pantai (cross shore sediment transport) dapat diabaikan untuk kondisi batimetri teluk
Jakarta yang relatif landai. Sedimen terjadi dari sumber sedimen di hulu dan bagian
tengah sungai.
Hasil perhitungan dengan model genesis atau SMS yang dilakukan oleh LPM-ITB
(2001) menunjukkan bahwa perubahan terbesar terjadi pada masa kegiatan reklamasi,
oleh karena garis pantai belum mengikuti alinyemen garis pantai yang stabil.
Perubahan juga terjadi pada bagian pantai yang tidak mengikuti garis pantai yang
stabil. Namun secara keseluruhan net sedimen yang terbentuk adalah kecil, sedangkan
kerusakan yang terjadi akibat erosi dapat ditanggulangi oleh bangunan pelindung
pantai dan suplai sedimen yang dibawa oleh sungai. Model perubahan garis pantai
yang diaplikasikan untuk sub kawasan Timur dan Tengah Pantura Jakarta dengan
asumsi reklamasi untuk setiap bagian dilaksanakan dalam jangka waktu 2 tahun
memperlihatkan prakiraan perubahan garis pantai untuk tahun ke 6, ke 8 dan ke 10
masing-masing erosi adalah sebesar 53,87 m, 45,49 m dan antara 39,89 m sampai
59,85 m di empat lokasi (di bagian Barat 2 lokasi, Tengah 1 lokasi dan Timur 1 lokasi).
8. Gangguan Kamtibmas
Kegiatan pada tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Indah seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap
kamtibmas adalah mobilisasi alat dan bahan konstruksi serta aktivitas buruh konstruksi.
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi proyek akan berdampak terhadap
kamtibmas baik secara langsung (dampak primer) maupun secara tidak langsung
(dampak turunan/sekunder). Dampak langsung (primer) terjadi akibat penurunan
kualitas udara, kebisingan, pengotoran dan kerusakan badan jalan akibat kendaraan
pengangkut alat dan bahan serta tanah urug, dan gangguan kelancaran lalu lintas darat
maupun laut di sekitar lokasi proyek yang pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan
kamtibmas.
Kegiatan tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
(Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap kualitas udara adalah kegiatan
pengurugan/reklamasi dan mobilisasi alat dan bahan. Kegiatan-kegiatan tersebut akan
menimbulkan debu dan emisi gas seperti CO, NO 2, SO2 dan HC ke lingkungan
sekitarnya akibat penggunaan alat, mobilisasi kendaraan pengangkut bahan dan
peralatan konstruksi serta teknis pekerjaan/pelaksanaan reklamasi dan breakwater.
Kegiatan tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
(Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap kualitas air laut adalah
kegiatan pengurugan/reklamasi dan aktivitas buruh konstruksi. Kegiatan pengurugan
Pengembangan Reklamasi di lahan proyek (Pulau 1, 2A dan 2B) seluas ± 870 Ha akan
mengakibatkan meningkatnya kekeruhan dan Total Suspended Solid (TSS) di perairan
sekitarnya. Berdasarkan pengalaman reklamasi di beberapa tempat, nilai kekeruhan
dan Total Suspended Solid (TSS) akan meningkat hingga lebih dari 5 kali lipat dari
kondisi biasa tanpa kegiatan. Peningkatan kekeruhan dan Total Suspended Solid (TSS)
ini telah diantisipasi dengan teknik reklamasi system polder, dimana sebelum dilakukan
pengurugan terlebih dahulu akan dibuat tanggul/dike di sekeliling lahan reklamasi,
sehingga kemungkinan tercecernya pasir/bahan urug ke perairan laut dapat
dihindari/diperkecil. Meningkatnya Kekeruhan dan Total Suspended Solid (TSS) ini,
akan mengakibatkan berkurangnya penetrasi sinar matahari ke dalam perairan serta
terhambatnya difusi oksigen dari udara ke dalam perairan, sehingga kandungan
oksigen terlarut dalam perairan laut akan berkurang. Hal ini pada akhirnya akan
berdampak terhadap kehidupan biota laut (plankton, benthos dan nekton).
Tingginya zat amonia, phospat dan nitrat ini memberikan indikasi bahwa kegiatan
proyek agar lebih berhati-hati dalam penanganan limbah domestik dari pekerja.
Kandungan hara yang tinggi tersebut dapat memacu terjadinya ledakan populasi
alga/plankton, dan apabila populasi fitoplankton yang mati dan mengendap di dasar
perairan akan didekomposisi oleh bakteri. Proses dekomposisi ini banyak
membutuhkan oksigen sehingga kandungan oksigen di dasar perairan dapat menurun
drastis yang berakibat mematikan ikan-ikan yang hidup di dasar laut. Peristiwa ini
sudah beberapa kali terjadi di Teluk Jakarta.
Kegiatan pada tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Indah seluas ± 870 Ha yang berdampak penting terhadap persepsi masyarakat adalah
kegiatan rekrutmen tenaga kerja konstruksi, pengurugan/reklamasi, pembangunan
tanggul pantai/breakwater, pengangkutan alat dan bahan dan aktivitas buruh konstruksi
proyek. Kegiatan rekrutmen/penerimaan tenaga kerja konstruksi proyek sebanyak ±
500-1.000 orang akan berdampak positif dan negatif terhadap persepsi masyarakat.
Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa secara keseluruhan, semua
responden berharap agar kegiatan proyek dapat menyerap tenaga kerja setempat
terutama warga Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara (Kecamatan Penjaringan)
dan memberikan kesempatan berusaha bagi warga sekitar sehingga masyarakat/warga
Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara dapat merasakan manfaat dari keberadaan
proyek. Di lain pihak hasil kajian yang dilakukan oleh PPGT UI (2007) menunjukkan
bahwa sebagian masyarakat di wilayah studi mempunyai persepsi negatif dengan
alasan ketidakpastian pelaksanaan reklamasi, kekhawatiran terkena polusi/gangguan
lingkungan, terganggunya akses kapal-kapal nelayan dan kekhawatiran
berkurang/menurunnya penghasilan terutama penduduk yang bermatapencaharian
sebagai nelayan.
Dampak terhadap persepsi masyarakat ini pada akhirnya akan berdampak negatif
terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat.
Kegiatan tahap konstruksi proyek reklamasi Pengembangan Pantai Kapuk Naga Indah
seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap komunitas
mangrove adalah kegiatan pengurugan/reklamasi dan aktivitas buruh konstruksi.
Kegiatan Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1, 2A dan 2B)
diprakirakan akan berdampak terhadap komunitas mangrove di Hutan Lindung Angke.
Kegiatan reklamasi dikhawatirkan akan mengakibatkan berubahnya pola sirkulasi air
laut, penurunan kualitas air laut dan sedimentasi (dampak primer dan sekunder) di
sekitar proyek sehingga akan mengakibatkan berubahnya pH, salinitas dan kekeruhan
di sekitar perairan Hutan Lindung Angke yang akan berdampak terhadap kehidupan
mangrove (dampak tersier). Hasil simulasi pemodelan hidrodinamika yang dilakukan
oleh witteveen+Bos Indonesia menunjukkan bahwa reklamasi di lokasi proyek secara
umum akan mengakibatkan penurunan salinitas di perairan boundary drain hingga
mencapai 25 ppt pada musim Barat dan 10 ppt pada musim Timur. Mengingat jenis-
jenis tanaman mangrove memiliki toleransi yang tinggi terhadap salinitas (eury haline),
maka penurunan salinitas sebesar 10 ppt hingga 25 ppt tersebut masih dapat ditolerir
oleh jenis-jenis mangrove yang ada di hutan lindung Angke. Hal ini mengingat pada
kondisi air laut surut, pengaruh air tawar/sungai sangat dominan di estuary (habitat
mangrove) sehingga kadar salinitas di estuary sangat rendah (mencapai sekitar 2
ppm). Sebaliknya, pada saat pasang, air laut sangat dominan di perairan estuary
sehingga salinitas di habitat mangrove dapat mencapai sekitar 35 ppt – 38 ppt.
Penurunan salinitas tersebut tidak signifikan sejauh tidak terjadi penurunan secara
drastis. Mengingat kegiatan Pengembangan Reklamasi pantai KNI (Pulau 1, 2A dan
2B) akan berlangsung ± 6 tahun, maka penurunan salinitas yang terjadi tidak akan
secara drastis sehingga komunitas mangrove di hutan lindung Angke Kapuk mampu
beradaptasi/mentolerir terhadap perubahan yang akan terjadi sehingga dampaknya
tidak signifikan. Berkaitan dengan keberadaan dan kelestarian hutan mangrove Angke
Kapuk, faktor penting utama adalah tetap terjaminnya percampuran (flushing) antara air
laut dan air tawar. Mengingat reklamasi yang akan dilakukan berbentuk pulau dengan
boundary canal dan lateral canal, maka proses percampuran (flushing) antara air laut
dan air tawar akan tetap terjaga.
Selain itu, dampak kegiatan reklamasi terhadap mangrove juga dapat diakibatkan oleh
terjadinya sedimentasi terutama di sekitar muara sungai. Dengan adanya pulau
reklamasi (pulau 1, 2A dan 2B) di depan hutan mangrove Angke Kapuk, maka
sedimentasi di boundary canal akan meningkat dan hal ini akan berdampak positif
terhadap kehidupan mangrove, karena mangrove sendiri sangat membutuhkan
Keberadaan pulau hasil reklamasi (Pulau 1, 2A dan 2B) juga akan berfungsi sebagai
penyanggah/buffer dan berdampak positif bagi kehidupan mangrove, karena akan
melindungi mangrove di hutan lindung Angke Kapuk dari proses abrasi yang saat ini
(sebelum reklamasi dimulai) telah terjadi di bagian barat hutan lindung Angke Kapuk.
Dampak terhadap komunitas mangrove ini akan berdampak lebih lanjut terhadap
kehidupan fauna darat dan persepsi masyarakat.
Kegiatan pada tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Indah seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap
kesempatan kerja adalah kegiatan rekrutmen tenaga kerja konstruksi. Kegiatan
rekrutmen/penerimaan tenaga kerja konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi
Pantai KNI (Pulau 1, 2A dan 2B) sebanyak ± 500-1.000 orang akan berdampak positif
terhadap kesempatan kerja bagi masyarakat (dampak primer). Dalam pelaksanaan
konstruksi proyek, pemrakarsa kegiatan (PT. Kapuk Naga Indah) akan bekerjasama
dengan beberapa kontraktor sehingga rekrutmen akan dilakukan oleh masing-masing
kontraktor/sub kontraktor yang ditunjuk. Tenaga kerja konstruksi proyek yang direkrut
oleh masing-masing kontraktor/sub kontraktor sebagian besar berasal dari luar daerah
dan hanya sebagian kecil yang berasal dari penduduk sekitar proyek (Kel. Kapuk
Muara dan Kamal Muara/Kec. Penjaringan). Dengan ikut sertanya penduduk sekitar
(Kec. Penjaringan) sebagai tenaga kerja konstruksi proyek akan mengurangi jumlah
pengangguran yang ada. Hal ini sejalan dengan harapan masyarakat sekitar dan tokoh
masyarakat yang disampaikan pada saat sosialisasi proyek dan wawancara dengan
responden yang mengharapkan adanya manfaat dari pengembangan proyek yang
berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja lokal. Terbukanya kesempatan kerja akibat
pembangunan proyek ini pada akhirnya akan berdampak lebih lanjut (dampak sekunder
dan tersier) terhadap kesempatan berusaha dan persepsi positif masyarakat (Kel.
Kapuk dan Kamal Muara/Kec. Penjaringan).
Kegiatan pada tahap pasca konstruksi Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Indah seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap pola
arus adalah keberadaan lahan reklamasi dan tanggul pantai/breakwater. Keberadaan
lahan reklamasi seluas ± 870 Ha dan tanggul pantai/breakwater akan mengakibatkan
terjadinya perubahan pola arus menyusur pantai (longshore current) di sekitar lokasi
proyek. Perubahan pola arus ini merupakan dampak sekunder yang akan berdampak
lebih lanjut terhadap abrasi dan sedimentasi (dampak tersier).
Dampak yang terjadi merupakan dampak lanjutan yang prosesnya dimulai sejak
kegiatan pengurugan/reklamasi dimulai (tahap konstruksi) dan terus berlanjut hingga
tahap pasca konstruksi.
Kegiatan pada tahap pasca konstruksi Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Indah seluas ± 870 Ha yang berdampak penting terhadap abrasi dan sedimentasi
adalah keberadaan lahan reklamasi dan tanggul pantai/breakwater. Keberadaan lahan
reklamasi tersebut akan mengakibatkan terjadinya abrasi dan sedimentasi akibat
perubahan pola arus (arus menyusur pantai) di sekitar lokasi proyek. Dampak yang
akan terjadi merupakan dampak lanjutan yang prosesnya dimulai sejak kegiatan
pengurugan/reklamasi (tahap konstruksi) dan terus berlanjut hingga tahap pasca
konstruksi.
Dampak abrasi dan sedimentasi ini pada akhirnya akan berdampak lebih lanjut
terhadap kualitas air laut, biota laut, persepsi masyarakat dan kegiatan sekitar.
Kegiatan pada tahap pasca konstruksi Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Indah seluas ± 870 Ha yang berdampak penting terhadap persepsi masyarakat adalah
keberadaan lahan reklamasi. Dampak yang terjadi merupakan dampak turunan
(sekunder/tersier) akibat dampak-dampak negatif yang akan muncul akibat keberadaan
lahan reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha, seperti banjir, abrasi dan
sedimentasi.
Gambar VI.1. Bagan Alir Evaluasi Dampak Penting Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
Dalam dokumen ANDAL ini tidak dilakukan kajian alternatif sehingga tidak ada pemilihan alternatif
terbaik. Hal ini dikarenakan kajian alternatif dari aspek lingkungan hidup telah dilakukan pada
tahap perencanaan proyek, seperti misalnya pengangkutan pasir urug melalui transportasi laut
untuk menghindari dampak kemacetan lalu lintas pada badan jalan sekitar proyek, pemilihan teknik
reklamasi dengan sistem polder dan hydraulik fill yang akan mengurangi resiko terjadinya
penurunan kualitas air laut akibat kekeruhan, penggunaan vertical drain untuk mempercepat
kompaksi lahan reklamasi sehingga mengurangi resiko terjadinya penurunan muka tanah dan
adanya longitudinal dan lateral kanal selebar 200 m untuk menghindari gangguan terhadap
nelayan, kenaikan air permukaan di hulu (banjir) dan gangguan terhadap proses hidrodinamika air
laut.
Pada tahap Prakonstruksi Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ±
870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B), dampak penting yang akan dikelola adalah Persepsi Negatif
Masyarakat akibat kegiatan Penetapan Lokasi Proyek dan Sosialisasi Proyek. Persebaran
dampak terbatas di lokasi proyek (lokal). Masyarakat yang terkena dampak penting adalah
masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi proyek (Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal
Muara, Kecamatan Penjaringan), Kota Administrasi Jakarta Utara. Dampak berlangsung
selama kegiatan prakonstruksi (sesaat dan tidak kontinyu), namun dapat berlanjut hingga
tahap konstruksi dan operasi.
Pada tahap konstruksi Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1, Pulau
2A dan Pulau 2B) seluas ± 870 Ha, dampak penting yang akan dikelola adalah:
1. Dampak terhadap aktivitas nelayan yang diakibatkan oleh kegiatan mobilisasi alat dan
bahan reklamasi (batu dan pasir urug), pengurugan/reklamasi dan pembangunan
tanggul/breakwater, pembuatan jembatan penghubung daratan dengan Pulau 2A dan
kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng Drain dan Muara Sungai Tanjungan.
Persebaran dampak di sepanjang alur pengangkutan alat dan material reklamasi dan di
sekitar lokasi proyek (radius ± 1.000 m) dan berlangsung hanya selama tahap
konstruksi reklamasi Pulau 1, 2A dan 2B.
8. Gangguan Kamtibmas
Gangguan kamtibmas terjadi akibat kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi serta
aktivitas buruh konstruksi pengembangan reklamasi Pulau 1, Pulau 2A dan Pulau 2B.
Dampak yang akan terjadi persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek. Masyarakat
yang akan terkena dampak adalah masyarakat yang bermukim di sekitar proyek
(Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan) dan sekitarnya.
Dampak berlangsung hanya selama tahap konstruksi reklamasi.
dampak terbatas di sekitar proyek/lokal (radius ± 500 m 2). Masyarakat yang terkena
dampak negatif penting adalah masyarakat nelayan di sekitar lokasi proyek. Dampak
berlangsung selama kegiatan konstruksi (sesaat dan tidak kontinyu).
g. Pengurugan tanah merah (top soil) dilakukan setelah penanggulan sehingga tidak
tercecer ke perairan sekitarnya.
h. Menyediakan sarana MCK untuk buruh konstruksi di lokasi sekitar proyek.
i. Menyediakan Tempat Penampungan Sementara (TPS) sampah terpisah untuk
sampah organik dan anorganik di sekitar proyek selama tahap konstruksi proyek.
j. Membersihkan sampah-sampah yang terdapat di perairan pantai sekitar proyek
(Pulau 1, 2A dan 2B) setiap hari selama tahap konstruksi proyek yang dilakukan oleh
petugas kebersihan khusus.
k. Melarang buruh konstruksi merusak komunitas mangrove.
Pada tahap pasca konstruksi pengembangan reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah, dampak
penting yang akan dikelola adalah:
Dampak yang akan terjadi persebarannya di sekitar lokasi proyek. Masyarakat yang akan
terkena dampak adalah masyarakat yang bermukim di sekitar proyek (Kelurahan Kapuk
Muara dan Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan) dan sekitarnya. Dampak
berlangsung selama tahap pasca konstruksi reklamasi.
Berdasarkan hasil evaluasi dampak lingkungan rencana Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
seluas ± 870 Ha, serta arahan pengelolaan lingkungan hidup, maka dapat dinyatakan bahwa
rencana Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah tersebut yang berlokasi di Kawasan Pantai Utara
Jakarta, Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Kota Administrasi
Jakarta Utara layak lingkungan karena: