Anda di halaman 1dari 35

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

BAB 4.
RENCANA POLA RUANG KABUPATEN KONAWE
Sidebar Heading :
RENCANA POLA KAWASAN LINDUNG DAN RENCANA POLA KAWASAN BUDIDAYA

4. 1. RENCANA POLA KAWASAN LINDUNG

Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi


utama melindungi kelestarian lingkungan hidup dan
pengelolaannya dilakukan melalui upaya penetapan, pelestarian,
dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung yang dilakukan
untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup.
Secara umum Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan Kawasan


Lindung, dalam penetapan pola perencanaan kawasan lindung Kabupaten Konawe
mengakomodasi kawasan-kawasan berikut: Pada dasarnya ketentuan teknis dalam
pemanfaatan ruang wilayah secara makro didasarkan pada kondisi fisik dasar wilayah
perencanaan. Dengan karakter fisik wilayah maka dapat diketahui deliniasi antara
kawasan budidaya dan kawasan non-budidaya (lindung).

4.1.1. Kawasan Hutan Lindung

Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang


memiliki sifat khas yang mampu memberikan lindungan
kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai
pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta
memelihara kesuburan tanah. Sesuai dengan ketentuan
Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan, Menteri Kehutanan melalui
Kepmenhut Nomor SK.803/Menhut-VII/2009 tanggal 15 Desember 2009 membentuk
tim terpadu guna melakukan pengkajian terhadap usulan perubahan peruntukan
dan fungsi kawasan hutan dalam revisi RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dengan adanya usulan perubahan kawasan hutan dalam revisi RTRW Provinsi
Sulawesi Tenggara telah dipresentasikan oleh Gubernur di Kementerian Kehutanan
pada tanggal 3 Desember 2009 Dengan berdasarkan hal tersebut maka rencana
luasan hutan lindung di Kabupaten Konawe mengalami pertambahan dalam jumlah
luasannya.

Kawasan hutan lindung ditetapkan seluas 236.190 Ha terdapat di Kecamatan


Abuki, Routa, Latoma, Lambuya, Unaaha, Wawotobi, Pondidaha, Sampara,
Wawonii Barat dan Wawonii Timur.

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 81


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

Tabel 4.1. Luas Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Konawe Tahun 2010

Pengkajian Perubahan Peruntukan


No dan Fungsi Kawasan Hutan Luas (Ha)
Kabupaten Konawe

I. Update Penunjukan 222.761

2. Usulan 235.840

3. Rekomendasi 236.190

Sumber : Hasil Penelitian Terpadu dalam Rangka Pengkajian Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan
Dalam Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2010

4.1.2. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Seluruh kawasan Hutan Lindung dan kawasan dengan


kelas lereng di atas 40 % merupakan kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya. Sebagai kawasan suaka alam dan hutan
lindung dibahas terpisah dengan kawasan yang
mempunyai kelerengan di atas 40 % Kawasan dengan
kelerengan di atas 40 % di luar dua kawasan di atas
mencapai luas 148.460 Ha atau 9,54 % dari total luas wilayah Kabupaten Konawe.
Fakta lapangan menggambarkan bahwa sebagian kawasan ini berada dalam kondisi
dengan bukaan vegetasi yang cukup luas dan usaha tani. Hasil super impose peta
kelas lereng di atas 40 % dengan peta rawan longsor menunjukkan bahwa hampir
seluruh kawasan tersebut merupakan kawasan rawan longsor.

Mengingat ancaman bencana alam di Kabupaten Konawe tidak saja dari potensi
longsor namun juga rawan banjir, untuk menghindari bencana yang lebih besar
serta visi penataan ruang yang berbasis pertanian, seluruh kawasan yang berada
pada kelerengan di atas 40 % seyogyanya harus dipulihkan melalui penanaman
tanaman yang bernilai ekonomi tinggi dan sistem perakaran yang kuat. Rencana
pengelolaan kawasan di atas 40 % ini adalah dengan melakukan reboisasi pada
kawasan yang sudah kritis dengan pendekatan partisipasi masyarakat lokal yang
didukung oleh pemerintah dan lembaga peduli lingkungan lainnya.

Kawasan bergambut dan kawasan resapan air adalah kawasan/wilayah yang


mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air
laut, dan memelihara kesuburan tanah. kawasan bergambut adalah tanah
bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai
dan rawa. Kawasan bergambut di Kabupaten Konawe terdapat di sebagian Rawa
Aopa Watumohai.

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya


merupakan kawasan resapan air yaitu Hutan Konservasi ditetapkan seluas 17.115
Ha terdapat di Kecamatan Puriala, Lambuya dan Soropia. kawasan resapan air
adalah kawasan dengan curah hujan yang tinggi, memiliki struktur tanah yang
mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air
hujan secara besar-besaran. Kawasan resapan air di Kabupaten Konawe sangat

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 82


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

perlu mendapat perlindungan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan
air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah
dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan
yang bersangkutan. Kawasan resapan air di Kabupaten Konawe adalah pada Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai dan Kawasan hutan di Taman Hutan RayaNipa-
nipa.

4.1.3. Kawasan Perlindungan Setempat


1. Kawasan Sempadan Pantai

Sumber alam di Kabupaten Konawe terdiri dari ruang


daratan (terestrial) ruang lautan (akuatik) dimana ruang-
ruang ini merupakan wadah yang membentuk kesatuan
fungsi dalam satu ruang. Ruang-ruang ini selain sebagai
sumber alam yang penting artinya bagi kehidupan dan
perencanaan serta pelaksanaan pembangunan yang
berkelanjutan juga mengandung fungsi pelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan serta nilai
sejarah dan budaya bangsa, yang memerlukan pengaturan bagi pengelolaan dan
perlindungannya. Untuk itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990
tentang pengelolaan kawasan lindung ditetapkan bahwa daratan sepanjang tepian
yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat adalah kawasan sempadan pantai.

Luas perairan Kabupaten Konawe sebesar 8.472,32 Km2 dengan panjang garis
pantai 295 Km meliputi Kecamatan Wawonii Barat, Wawonii Utara, Wawonii Timur
Laut, Wawonii Timur, Wawonii Tenggara, Wawonii Selatan, Kapoila, Soropia,
Lalonggasu Meeto dan beberapa pulau seperti Pulau Wawonii, Pulau Bokori, Pulau
Dange-Dangea, Pulau Saponda Darat dan Pulau Saponda Laut. Saat ini
pemanfaatan lahan di sepanjang kawasan lindung sempadan pantai Kabupaten
Konawe ini didominasi oleh kebun campuran dan permukiman. Secara fungsi
bagian dari kawasan sempadan pantai di Kabupaten Konawe dulunya adalah
Kawasan Hutan Mangrove yang lokasinya berada di wilayah pesisir laut dan
merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberi
perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan. Luas hutan mangrove tahun
2010 sebesar 557 m terdapat di sepanjang pesisir Kabupaten Konawe seperti
kecamatan di Pulau Wawonii yang saat ini rusak akibat eksploitasi sumber daya
laut seperti pasir, karang, dan budi daya ikan di pesisir. Hal ini tentunya akan
berdampak pada abrasi pantai, intrusi air laut lebih jauh kedaratan,
mengakibatkan menurunkan potensi perikanan yang pada akhirnya berdampak
pada menurunnya sumber mata pencaharian penduduk.

Diperlukan adanya pengaturan ruang yang terukur bagi kawasan sempadan pantai
ini sehingga tidak terjadi pengrusakan zona lindung bagi ekosistem perairan laut
khususnya di perairan Soropia dan Wawonii akibat dari usaha dan kegiatan
manusia yang terjadi di darat. Dalam arah perencanaannya sempadan pantai yang
masih alami dan tidak terjadi degradasi dilakukan upaya-upaya pemanfaatan
dengan kebijakan-kebijakan yang tentunya dapat mengkonservasi daerah
tersebut. Upaya-upaya ataupun kebijakan tersebut dapat dilakukan dengan cara
mempertahankan kawasan sekitar mangrove dan menjaga kelestarian lingkungan
di area tersebut. Sedangkan daerah/ kawasan yang telah mengalami degradasi
pantai dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 83


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

a. Membangun breakwater terhadap sempadan pantai yang diiringi dengan


penghijauan mangrove di sekitar pantai sehingga mengurangi derajat abrasi.
b. Melakukan kegiatan artificial reef sebagai upaya rehabilitasi lingkungan laut.
Dimana fungsi dari ekosistem karang tersebut merupakan media peredam
gelombang laut secara alami, sehingga energi gelombang yang dihempaskan
di pantai tidak cukup besar.
Sempadan pantai, terdapat pada sepanjang pantai di Kecamatan Wawonii Barat,
Wawonii Utara, Wawonii Timur Laut, Wawonii Timur, Wawonii Tenggara, Wawonii
Selatan, Wawonii Tengah, Soropia, Kapoiala dan Lalonggasumeeto dengan
ketentuan:

a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik
pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam
atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai

2. Kawasan Sempadan Sungai

Wilayah Sungai Strategis Nasional yang berada


di Kabupaten Konawe yaitu wilayah Sungai Lasolo –
Sampara. Dengan 7 sungai besar lintas kabupaten yang
terdapat di Kabupaten Konawe yaitu Sungai Konaweeha,
Lalowalesu, polua, Boro-Boro, Mendikonu, Aopa, dan
Ameroso. Dan terdapat 74 Wilayah sungai yang menjadi
kewenangan Kabupaten Konawe yang sebagian besar
bermuara ke Teluk Kendari. Artinya sebagian besar kebutuhan air baku Sulawesi
Tenggara sangat tergantung dari keberadaan kawasan lindung di wilayah Konawe.
Pada sisi lain keseimbangan neraca air dan kualitas iklim regional, khususnya
di wilayah Sulawesi Tenggara sangat tergantung dari keberadaan hutan lindung
di Konawe. Hal penting lain terkait dengan kawasan lindung ini, adalah
keberlanjutan dari luas dan produktivitas pertanian sawah, pembangunan PLTU Nii
Tanasa, keberlanjutan dari pemanfaatan aliran Sungai Konaweha (debit) bendung
Wawotobi untuk PLTMH serta pengendalian banjir. Diantara upaya yang dapat
dilakukan untuk memulihkan kawasan lindung setempat adalah dengan
menetapkan garis sempadan sungai (GSS).

Sempadan sungai, terdapat pada sepanjang aliran sungai di setiap kecamatan


dengan ketentuan :

a. sempadan sungai yang melewati kawasan permukiman yang sudah ada


berjarak minimal 15 meter dari tepi sungai;

b. sempadan sungai yang melewati kawasan permukiman terencana berjarak


antara 15 sampai dengan 25 meter dari tepi sungai; dan

c. sempadan sungai di luar kawasan permukiman dan kawasan rawan banjir


berjarak 50 meter dari tepi sungai

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 84


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

3. Kawasan Sekitar Waduk

Waduk merupakan tempat pada muka lahan untuk


menampung dan menabung air turah secukupnya pada
musim basah, sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada
musim kering atau langka air. Air yang disimpan dalam
waduk terutama berasal dari aliran permukaan dan
ditambah dengan yang berasal dari air hujan langsung.
Aliran permukaan, di samping berupa sungai atau aliran
tetap yang lain, juga berupa penyaluran air kadangkala setempat keliling waduk.

Kawasan sekitar waduk di Kabupaten Konawe terdapat pada rencana waduk di


Wawotobi, dengan ketentuan kawasan sekitar waduk yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik waduk antara 50 meter sampai dengan 100 meter
dari titik pasang air waduk tertinggi.

4. Kawasan Sekitar Mata Air


Kawasan sekitar mata air di Kabupaten Konawe, terdapat pada mata air Matabaho
di Kecamatan Wawonii Barat, mata air di Kecamatan Latoma, Anggaberi,
Lambuya, Sonai dan Wawonii Selatan dengan ketentuan:

a. daratan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan


fungsi mata air; dan

b. wilayah dengan jarak paling sedikit 200 m dari mata air.


5. Kawasan Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan salah satu


penggunaan lahan yang dianggap sebagai penjaga
keseimbangan lingkungan di kawasan perkotaan. Salah
satu kondisi lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh RTH
adalah lingkungan atmosfer yang secara langsung dan
tidak langsung akan mempengaruhi proses biofisika yang
ada di perkotaan. Oleh karena itu, kondisi RTH secara
kualitatif dan kuantitatif dapat menjadi suatu ukuran dari kondisi lingkungan
perkotaan. Kondisi RTH suatu kawasan dapat dinyatakan dalam bentuk luasan,
kerapatan vegetasi dan sebaran lokasinya.

Di dalam Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 tahun 2007 pasal 29 ayat (2)
dijelaskan bahwa proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk
menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan
sistem mikrolimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estitika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi
dan proporsi ruang terbuka hijau di Kota Unaaha, pemerintah dan swasta didorong
untuk membangun/menata kawasan hijau pertamanan kota, kawassan hijau hutan
kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan
hijau pemakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan jalur hijau, serta mendorong
masyarakat menanam tumbuhan di pekarangan miliknya.

Kota Unaaha secara administratif membawahi sejumlah wilayah setingkat


kelurahan sebanyak 25 unit kelurahan dengan luas Kota Unaaha 3.375 Ha atau

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 85


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

sekitar 0.51 % dari luas total Kabupaten Konawe. Ruang terbuka hijau yang ada
berupa kawasan hijau pertamanan kota, kawassan hijau hutan kota, kawasan hijau
rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pemakaman,
kawasan hijau pertanian, kawasan jalur hijau, dan kawasan hijau pekarangan.
Pertumbuhan penduduk di Kota Unaaha yang dari tahun ke tahun semakin
bertambah menjadikan semakin tinggi pula kebutuhan akan ruang baik ruang
untuk tempat tinggal maupun untuk beraktifitas lainya. Kebutuhan ruang untuk
tempat tinggal tidak hanya ditengah-tengah kota (pusat kota), namun sekarang
kebutuhan tempat tinggal tersebut telah merambah daerah-daerah yang jauh dari
perkotaan. Kawasan Ruang terbuka hijau di Kota Unaaha bertujuan untuk
menciptakan kota yang berwawasan lingkungan, melestarikan dan melindungi
sumber daya alam, menetralisir terjadinya polusi udara, memberikan sirkulasi
udara, menetralisir kondisi psikologis, memberikan kesempatan kepada penduduk
dalam rangka penyaluran bakat dan hobi serta peningkatan kesehatan jasmani.

4.1.4. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian dan Cagar Budaya


Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya di Kabupaten Konawe,
terdiri atas kawasan taman nasional, kawasan taman hutan raya, dan kawasan
cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

Kawasan taman nasional yaitu Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ditetapkan
seluas 105.194 Ha yang terdapat di Kecamatan Lambuya Kabupaten Konawe,
Kabupaten Konawe Selatan, Kolaka dan Bombana, Kawasan taman hutan raya,
yaitu Taman Hutan Raya (Tahura) Nipa-Nipa ditetapkan seluas 7.877 Ha yang
terdapat di Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe dan Kota Kendari dan Kawasan
cagar budaya dan ilmu pengetahuan terdiri atas Rumah Besar Adat Suku Tolaki di
Kecamatan Unaaha dan situs Makam Raja Lakidende Unaaha di Kecamatan
Unaaha.

Kelompok Hutan Rawa Aopa Watumohai ditetapkan


menjadi kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
oleh Menteri Kehutanan dengan keputusan Nomor
756/Kpts-II/1990 tanggal 17 Desember 1990. Pada
awalnya kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
merupakan penggabungan antara TB. Watumohai seluas
50.000 ha dan SM Rawa Aopa seluas 55.560 ha yang
ditunjuk berdasarkan SK Menhut. Nomor 138/Kpts-II/1985. Selanjutnya pada
tanggal 27 juli 1985 Menteri Kehutanan dengan Keputusan Nomor 189/Kpts-II/1985
membagi TB. Watumohai menjadi SM. Gn. Watumohai seluas 41.244 ha dan TB.
Dataran Rumbia seluas 96.804 ha, sehingga luas keseluruhan SM menjadi 96.804 ha
yang dikukuhkan dengan SK Deklarasi Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
di Kaliurang Nomor 444/Kpts-II/1989.

Keanekaragaman tumbuhan di dalam kawasan ini sangat menonjol yaitu


setidaknya tercatat 89 famili, 257 genus dan 323 spesies tumbuhan, diantaranya
lara (Metrosideros petiolata), sisio (Cratoxylum formosum), kalapi (Callicarpa
celebica), tongke (Bruguiera gimnorrhiza), lontar (Borassus flabellifer), dan
bunga teratai (Victoria spp.). Kawasan ini juga menjadi habitat berbagai jenis
burung, tercatat 155 jenis burung ada di dalamnya, 32 jenis diantaranya tergolong
langka dan 37 jenis tergolong endemik. Jenis primata yang ada yaitu
tangkasi/podi (Tarsius spectrum spectrum) dan monyet hitam (Macaca nigra
nigra). Satwa langka dan dilindungi lainnya seperti anoa dataran rendah (Bubalus

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 86


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

depressicornis), anoa pegunungan (B. quarlesi), soa-soa (Hydrosaurus


amboinensis), kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis celebensis), rusa (Cervus
timorensis djonga), babirusa (Babyrousa babyrussa celebensis), dan musang
Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii musschenbroekii).

Taman Hutan Raya (Tahura) Nipa-Nipa adalah kelompok hutan


Gunung Nipa-Nipa seluas kurang lebih 7.877 ha yang terletak di
Kabupaten Konawe seluas 4.139 ha, Kota Kendari seluas 3.738
ha ditunjuk sebagai Taman Hutan Raya Nipa-nipa berdasarkan
SK Menteri Kehutanan Nomor 289/Kpts-11/95 tanggal 12 Juni
1995. Sebelumnya telah dinyatakan sebagai taman hutan raya
oleh Gubernur Sulawesi Tenggara pada tanggal 6 Desember 1993
dengan SK Nomor 808 Tahun 1993 dan Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan No. 103/Kpts-II/1999. Sebelum
ditunjuk sebagai tahura, kelompok hutan Gunung Nipa-Nipa terdiri dari Hutan
Suaka Alam dan Hutan Wisata, Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan Produksi
Tetap. Latar belakang penunjukkannya sebagai tahura karena kelompok hutan
Gunung Nipa-Nipa memiliki potensi sumberdaya alam berupa keanekaragaman
jenis flora dan fauna, tipe ekosistem dan obyek wisata alam yang cukup menarik
serta merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa yang dilindungi undang-
undang.

Tahura Nipa-nipa secara geografis terletak di antara 05°13' -05°24' LS dan 122°29'
-122°56' BT. Secara administratif pemerintahan terletak di Kecamatan Kendari
dan Mandonga (Kodya Kendari), dan Kecamatan Soropia (Kabupaten Konawe).
Sedangkan secara administratif kehutanan termasuk wilayah RPH Kendari, BKPH
Kendari, KPH Kendari. Kelompok Gunung Nipa-Nipa juga memiliki arti penting bagi
pengaturan tata air dan pencegahan bahaya erosi dan banjir, serta pendangkalan
pantai di sekitarnya (terutama Teluk Kendari). Tipe ekosistem hutannya termasuk
hutan dataran rendah dan hutan pegunungan rendah. Potensi flora dan fauna
cukup tinggi dengari komposisi flora yang beragam. Zona pinggiran fIoranya terdiri
dari semak, perdu, dan pohon-pohonan dengan garis tengah batang dibawah
10 cm. Sedangkan zona tengah sebagian masih berupa hutan primer.

Jenis tumbuhan yang dijumpai di dalam kawasan antara lain kayu besi
(Metrosideros petiolata), eha (Castanopsis buruana), bolo-bolo (Adenandra
celebica), bolo-bolo putih (Thea lanceolata), kayu puta (Baringtonia racemosa),
Parinari sp., pandan tikar (Pandanus aurantiacus), Parinari sp, berbagai jenis
palem (Nengelfa sp., Pinanga caesia, dan Ucuala sp.), serta rotan (Daemonorops
sp.), rotan batang (Calamus zolfingeri), rotan lambing (Calamus ornatus var.
celebicus). Satwaliar yang berhabitat di dalam kawasan, antara lain: anoa, rusa,
kuskus, musang Sulawesi, rangkong, kesturi Sulawesi, elang laut (Haliastus
leucogaster), dan beberapa jenis kupu-kupu.

Ekosistem di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) dan Taman Hutan
Raya (Tahura) Nipa-nipa mengalami degradasi. Penurunan populasi dan
meningkatnya aksesbilitas masyarakat di areal yang seharusnya terlarang itu,
semakin mengancam eksistensinya.

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 87


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

4.1.5. Kawasan Rawan Bencana Alam


1. Kawasan Rawan Tanah Longsor

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk


lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau
material yang bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Tanah longsor adalah suatu jenis gerakan tanah,
umumnya gerakan tanah yang terjadi adalah longsor
bahan rombakan (debris avalanches) dan nendatan
(slumps/rotational slides). Gaya-gaya gravitasi dan
rembesan (seepage) merupakan penyebab utama ketidakstabilan (instability) pada
lereng alami maupun lereng yang di bentuk dengan cara penggalian atau
penimbunan.

Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi
batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi
penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar
dapat dibedakan sebagai faktor alami dan manusia. Kondisi alam yang menjadi
faktor utama terjadinya longsor yaitu :

a. Kondisi geologi : batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu


lempung, struktur sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi dan gunung api.
b. Iklim : curah hujan yang tinggi.
c. Keadaan topografi : lereng yang curam.
d. Keadaan tata air : kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi
dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika.
e. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misalnya tanah kritis.

Gejala umum terjadinya tanah longsor :

a. Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing;


b. Biasanya terjadi setelah hujan;
c. Munculnya mata air baru secara tiba-tiba;
d. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

Kawasan rawan tanah longsor di wilayah Kabupaten Konawe, terdapat di Desa


Abeli Sawa dan Galu Kecamatan Sampara, Desa Diolo Kecamatan Bondoala dan
Kecamatan Latoma.

2. Kawasan Rawan Banjir

Secara alamiah, pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi
dan di atas normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan
anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir
buatan tidak mampu menampung akumulasi air hujan sehingga
meluap. Kemampuan/ daya tampung sistem pengaliran air
berkurang akibat sedimentasi, maupun penyempitan sungai
akibat fenomena alam dan manusia.

Secara umum pada sebuah sistem aliran sungai yang memiliki


tingkat kemiringan (gradien) sungai yang relatif tinggi (lebih
dari 30%) apabila di bagian hulunya terjadi hujan yang
cukup lebat, maka potensi terjadinya banjir bandang relatif

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 88


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

tinggi. Tingkat kemiringan sungai yang relatif curam ini dapat dikatakan sebagai
faktor “bakat” atau bawaan. Sedangkan curah hujan adalah salah satu faktor
pemicu.

Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga


menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/pasokan air yang masuk ke
dalam sistem pengaliran air menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas
pengaliran dan menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang
menyebabkan terjadinya sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air
lainnya. Disamping itu berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas
meningkatnya debit banjir.

Perilaku manusia yang menimbulkan bencana banjir diantaranya kegiatan


pembalakan kayu secara ilegal, proyek-proyek pembangunan infrastruktur jalan
dan jembatan, perkebunan sawit skala besar, HPH, HTI, dan IPK yang tidak
direncanakan dengan baik telah menyebabkan terjadinya banjir. Akibatnya,
beberapa DAS di Konawe kondisinya semakin kritis, sehingga di musim hujan sering
menimbulkan banjir dan kekeringan di musim kemarau.

Kawasan yang teridentifikasi rawan terhadap banjir di Kabupaten Konawe yaitu :


Desa Waworaha Kecamatan Lambuya, Desa Diolo dan Kelurahan Laosu Kecamatan
Bondoala, Desa Rawua Kecamatan Sampara, Kecamatan Wawotobi yaitu di Desa
Inolobu, Palararahi, Inalahombuti dan Anggatoa, Desa Uelawu Kecamatan Konawe,
Desa Rawua Kecamatan Uepai dan Kecamatan Pondidaha. Penyebab utama dari
banjir pada kawasan tersebut adalah karena kerusakan kawasan tangkapan air,
sehingga terjadi surface run off (limpasan) yang tinggi sehingga badan sungai
tidak mampu menampung limpasan dan menggenang pada wilayah
cekungan/datar.

3. Kawasan Rawan Angin Puting Beliung

Angin Puting beliung adalah angin kencang, tapi angin kencang


belum tentu dikatakan angin putting beliung, tergantung
kecepatan angin yang menyertainya, angin puting beliung
kejadiannya singkat antara 3- 5 menit setelah itu diikuti angin
kencang yang berangsur-angsur keceptannya melemah,
sedangkan angin kencang dapat berlangsung lebih dari 30 menit
bahkan bisa lebih dari satu hari dengan kecepatan rata-rata 20 –
30 knot, sementara puting beliung biasa kecepatannya dapat
mencapai 40 – 50 km/jam. Kawasan rawan angin puting beliung
di Kabupaten Konawe meliputi Kecamatan Wonggeduku,
Kecamatan Puriala, Kecamatan Tongauna.

4. Ruang Evakuasi Bencana

Untuk mengurangi korban jiwa dan dampak kerusakan dari gejala alam ini
diperlukan sebuah kajian tata ruang sebagai bagian tambahan dari rencana tata
ruang wilayah yang sudah ada. Instrumen rencana ini berupa mitigasi bencana
yang diwujudkan ke dalam pemetaan rawan bencana, rencana penetapan
bangunan penyelamat (escape building), rencana jalur evakuasi (escape road),
dan rencana lokasi penyelamatan darurat (shelter). Dengan demikian diharapkan
dampak dari bencana tersebut paling tidak dapat diminimalisir sedini mungkin,
baik pada saat kejadian maupun pada saat pasca kejadian.

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 89


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

a. Rencana Bangunan Evakuasi Bencana di Kabupaten Konawe


 Bangunan umum seperti halnya mesjid, sekolah, pasar atau perkantoran
pemerintah yang tidak memiliki tingkat kerahasiaan tinggi seperti halnya
bank;
 Terletak tidak lebih dari 1 km dari konsentrasi penduduk yang harus
diselamatkan;
 Terletak pada daerah diperkirakan hanya akan rusak ringan, bila berada di
daerah yang diperkirakan akan rusak berat, maka bangunan tersebut harus
diperkuat konstruksinya;
 Terletak pada jaringan jalan yang aksesibel/mudah dicapai dari semua arah
dengan berlari/berjalan kaki.
b. Jalur Penyelamatan
 Jalur penyelamatan terdiri jalur jalan formal (jalan kota/jalan raya) dan
jalan-jalan “tikus” yang berada diantara bangunan yang biasa digunakan
untuk memintas jarak;
 Jalur jalan formal selain sebagai jalur penyelamatan juga akan berfungsi
sebagai saluran gelombang tsunami yang mematikan, karenanya disarankan
hanya digunakan pada saat awal setelah gempa sebelum gelombang tsunami
datang.

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 90


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

Gambar 4.1. Peta Rencana Kawasan Lindung Kabupaten Konawe

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 91


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

4.1.6. Kawasan Lindung Geologi


1. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi
 Kawasan Rawan Gempa Bumi

Mengingat lokasi Konawe yang berada pada patahan


lasoso (sebuah kawasan di wilayah Kabupaten Konawe)
dan patahan Teluk Tolo. Berdasarkan rekam jejak
kejadian gempa, Kabupaten Konawe merupakan kawasan
rawan gempa. Analisis regional menunjukkan
kemungkinan akumulasi energi yang terjadi pada jalur
penunjaman dapat menjadi pemicu terjadinya gempa
bumi akibat pelepasan energi akumulatif tersebut. Selanjutnya energi ini akan
merambat lebih cepat melalui patahan-patahan yang terletak pada satu sistem
dengan episentrum. Untuk itu zona sepanjang patahan-patahan dalam sistem ini
harus diwaspadai sebagai daerah bahaya gempa bumi merusak.

Secara historis gempa-gempa yang terjadi di wilayah Kabupaten Konawe


merupakan gempa dangkal (dengan hiposenter 0-90 kilometer) dengan kekuatan
5 dan 6 skala rikter. Kawasan rawan gempa bumi terdapat pada titik pusat
kejadian gempa bumi yang pernah terjadi yaitu pada wilayah laut di Pulau
Wawonii. Sejarah terjadinya gempa bumi menunjukkan bahwa wilayah ini
termasuk wilayah gempa bumi yang merusak. Beberapa wilayah yang merupakan
daerah resiko gempa bumi di Kabupaten Konawe yaitu Kecamatan
Lalonggasumeeto, Kapoila, Soropia, Wawonii Selatan, Wawonii Barat, Wawonii
Tengah, Wawonii Tenggara, Wawonii Timur, Wawonii Utara, dan Wawonii
Timur laut.

 Kawasan Rawan Tsunami

Terkait erat dengan kejadian gempabumi, maka di


wilayah Kabupaten Konawe juga berpotensi terjadi
tsunami apabila gempa diikuti oleh perpindahan material
di bawah laut akibat longsoran ataupun akibat goncangan
(shaking) gempa sendiri. Patahan lasoso dan patahan
Teluk Tolo yang terletak di sebelah selatan Kabupaten
Konawe merupakan zona lemah yang berpotensi adanya
runtuhan material di dasar laut. Apabila terjadi perpindahan/longsoran material
di palung atau sistem patahan yang sejajar dengan Patahan lasoso dan patahan
Teluk Tolo akibat proses tektonik, maka terdapat kemungkinan akan terjadi
gelombang tsunami yang mengarah kurang lebih ke arah timur laut atau
barat daya.

Sebagian besar kawasan rawan bencana tsunami terletak pada bagian Pantai Barat
sebelah Selatan. Hampir semua desa yang berada di kawasan pesisir potensial
terkena bencana tsunami, terutama desa tepi pantai mulai dari Kecamatan
Lalonggasumeeto, Kapoiala, Soropia, Wawonii Selatan, Wawonii Barat, Wawonii
Tengah, Wawonii Tenggara, Wawonii Timur, Wawonii Utara, dan Wawonii
Timur laut.

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 92


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

Klasifikasi zona rawan bencana tsunami :

a. Zona Kerawanan tinggi, wilayah dengan jarak garis pantai 50 m, sepanjang


pantai dengan ketinggian kontur kurang dari 10 m dpl.
b. Zona Kerawanan menengah yaitu daerah sepanjang pantai dengan
kontur ketinggian 10 – 15 m dpl, dengan kemiringan lereng cukup terjal.
c. Zona kerawanan rendah yaitu wilayah sepanjang pantai dengan ketinggian 15 –
30m dpl, dengan morfologi curam dan relief tinggi atau berbukit, dan daerah
ini dapat dimanfaatkan untuk evakuasi dan lokasi pengungsian.
 Kawasan Rawan Abrasi

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh kekuatan


gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Ada
yang mengatakan Abrasi sebagai erosi pantai. Kerusakan
garis pantai akibat abrasi ini dipengaruhi oleh gejala
alami dan tindakan manusia. Tindakan manusia yang
mendorong terjadinya abrasi adalah pengambilan batu
dan pasir di pesisir pantai sebagai bahan bangunan. Selain
itu penebangan pohon-pohon pada hutan pantai atau hutan mangrove memacu
terjadinya abrasi pantai lebih cepat.

Kawasan yang teridentifikasi rawan terhadap Abrasi yaitu Kecamatan


Lalonggasumeeto, Soropia dan Pulau Wawonii saat ini mengalami abrasi parah
yang dapat mengganggu kelangsungan hidup warga di sana. Tiga dari tujuh
kecamatan di pulau seluas 650 kilometer persegi telah mengalami abrasi yang
membuat garis pantai semakin jauh ke darat. Abrasi sudah berlangsung sejak
1990-an silam. Hingga kini, daratan yang hilang di kawasan pantai diperkirakan
sudah mencapai 200 meter.

Untuk mencegah terjadinya abrasi pantai perlu dilakukan penanaman mangrove


dan pohon-pohon pada hutan pantai serta memelihara pohon-pohon tersebut dari
gangguan manusia. Hutan bakau merupakan penahan abrasi alami yang sangat
ampuh. Hutan bakau yang pernah ada di sepanjang pesisir Pulau Wawonii rusak
akibat eksploitasi sumber daya laut seperti pasir, karang, dan budi daya ikan
di wilayah pesisir.

2. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Air Tanah.


Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah, yaitu sempadan mata
air yang terdapat di semua kecamatan berpotensi mata air untuk kepentingan
budidaya.
3. Kawasan Rawan Gerakan Tanah
Kawasan Rawan Gerakan Tanah adalah Zona kerentanan tinggi, terdapat di
kecamatan Routa dengan luas kurang lebih 4.311,6 Ha, Zona kerentanan rendah
terdapat di semua kecamatan, dengan luas keseluruhan kurang lebih 338.697,053
Ha, dan Zona kerentanan sangat rendah terdapat di Kecamatan Wawonii Barat,
Kecamatan Wawonii Tengah, Kecamatan Onembute dan Kecamatan Puriala,
dengan luas keseluruhan kurang lebih 3.497,026 Ha.

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 93


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

4. Kawasan Cagar Alam Geologi


Kawasan cagar alam geologi merupakan kawasan keunikan bentang alam karst
yang terdapat di Kecamatan Abuki seluas 1.200,659 Ha, Kecamatan Amonggedo
dengan seluas 1.106,304 Ha dan Kecamatan Routa seluas 5.460, 239 Ha.
4.1.7. Kawasan Lindung Lainnya

Pada kawasan Hutan Rawa Aopa Watumohai terdapat


habitat binatang langka yang dilindungi tercatat 155 jenis
burung ada di dalamnya, 32 jenis diantaranya tergolong
langka dan 37 jenis tergolong endemik. Burung-burung
tersebut antara lain maleo (Macrocephalon maleo),
bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), bangau
sandang lawe (Ciconia episcopus episcopus), raja udang
kalung putih (Halcyon chloris chloris), kakatua putih besar (Cacatua galerita
triton), elang-alap dada-merah (Accipiter rhodogaster rhodogaster), merpati
hitam Sulawesi (Turacoena manadensis), dan punai emas (Caloena nicobarica),
Terdapat satu jenis burung endemik di Sulawesi Tenggara yaitu kacamata Sulawesi
(Zosterops consobrinorum). Burung tersebut tidak pernah terlihat selama puluhan
tahun yang lalu, namun saat ini terlihat ada di Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai. Kawasan ini diusulkan untuk mengembangkan kawasan lindung khusus
habitat yang didalamnya dikembangkan kawasan rehabilitasi habitat.

4.2. RENCANA POLA KAWASAN BUDIDAYA


4.2.1. Kawasan Hutan Produksi

Hutan Produksi ialah kawasan hutan yang diperuntukkan


guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan
masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk
pembangunan, industri dan ekspor. Secara keseluruhan, di
Kabupaten Konawe terdapat 184.417 ha, hutan produksi,
terdiri dari hutan produksi terbatas 107.463 ha (52 %),
hutan produksi 52.041 ha (37 %), dan hutan produksi
dapat dikonversi 24.913 ha (11 %).

Tabel 4.2. Luas Kawasan Hutan Produksi di Kabupaten Konawe Tahun 2010

No Kabupaten Konawe HPT HP HPK APL

I. Update Penunjukan 122.446 53.262 26.426 152.790

2. Usulan 105.412 38.466 37.954 160.013

3. Rekomendasi 107.463 52.041 24.913 157.079

Sumber : Hasil Penelitian Terpadu dalam Rangka Pengkajian Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan
Dalam Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2010

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 94


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

Kawasan hutan produksi terbatas terdapat di Kecamatan Abuki, Kecamatan Routa,


Kecamatan Latoma, Kecamatan Lambuya, Kecamatan Unaaha, Kecamatan
Wawotobi, Kecamatan Pondidaha, Kecamatan Wawonii Barat dan Kecamatan
Wawonii Timur dengan luasan kurang lebih 107.463 Ha.

Kawasan hutan produksi tetap terdapat di Kecamatan Abuki, Kecamatan Routa,


Kecamatan Latoma, Kecamatan Lambuya, Kecamatan Unaaha, Kecamatan
Wawotobi, Kecamatan Pondidaha, Kecamatan Sampara, Kecamatan Wawonii Barat
dan Kecamatan Wawonii Timur dengan luasan kurang lebih 52.041 Ha; dan

Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi terdapat di Kecamatan Abuki,


Kecamatan Latoma, Kecamatan Lambuya, Kecamatan Wawonii Barat dan
Kecamatan Wawonii Timur dengan luasan kurang lebih 24.913 Ha.

Kawasan hutan produksi ini sebagian pernah dimanfaatkan sebagai kawasan HPH
khususnya di Kecamatan Routa dan sebagian lagi telah dikonversi oleh rakyat
sebagai lahan budidaya tanaman pertanian dan perkebunan (terutama kakao dan
sawit khususnya di Kecamatan Latoma, Abuki, Meluhu, Puriala, dan Kecamatan
Pulau di Wawonii diperkirakan seluas 12.000 Ha). Banyak dari kawasan hutan
produksi ini merupakan lahan kosong dan atau semak belukar yang belum
dihutankan kembali yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Kawasan ini
termasuk dalam wilayah yang tergolong rawan longsor atau menjadi wilayah
tangkapan air dari DAS krusial sehingga perlu direhabilitasi.

Pengelolaan hutan produksi dilakukan dengan pemanfaatan hutan dan pelestarian


hasil (kayu dan non kayu), sehingga diperoleh manfaat ekonomi, sosial dan ekologi
yang maksimal bagi masyarakat yang tinggal atau disekitar kawasan hutan.
Pemanfaatan hutan pada hutan produksi di Kabupaten Konawe dapat berupa:
Pemanfaatan kawasan; Pemanfaatan jasa lingkungan; Pemanfaatan hasil hutan
kayu; Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; Pemungutan hasil hutan kayu; atau
Pemungutan hasil hutan bukan kayu.

4.2.2. Kawasan Hutan Rakyat

Program pengembangan hutan tanaman rakyat bertujuan


untuk memberdayakan masyarakat di wilayah ini, yakni
untuk memberikan mereka kesempatan berusaha dan
mengembangkan kesejahteraannya. Pemanfaatan hutan
tersebut untuk merubah kebiasaan masyarakat
di wilayah ini yang sering merusak hutan dengan
melakukan pembalakan liar. Pengembangkan hutan
tanaman rakyat (hutan Jati) akan dikembangkan seluas 29.701 ha dalam areal
kawasan hutan produksi di Kabupaten Konawe dan akan dikembangkan
di sejumlah kecamatan di antaranya Kecamatan Wawonii Barat, Pondidaha,
Latoma, Abuki, Lambuya, Wawonii Timur dan Routa. Kawasan hutan rakyat ini
diharapkan dapat mendukung pengembangan komoditas unggulan Kabupaten
Konawe, terutama kakao yang bisa disinkronkan (didiversifikasi) dengan
pengembangan komoditas lain.

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 95


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

4.2.3. Kawasan Peruntukan Pertanian

1. Tanaman Pangan

a. Pertanian Lahan Basah

Faktor-faktor fisik yang harus menjadi perhatian dalam


mengalokasikan pemanfaatan ruang bagi pertanian lahan
basah, meliputi : jenis tanah, kelerengan, kedalaman
efektif tanah, tekstur tanah, prositas, curah hujan,
kondisi drainase, banjir dan genangan. Pertanian lahan
basah memerlukan kedalaman efektif tanah (solum tanah)
minimal 60 cm. Produktivitas dan mutu panen cenderung
menurun bila kedalaman efektif tanah semakin dangkal.

Batas ambang kedalaman efektif tanah ini adalah 30 cm, sedangkan tekstur yang
baik bagi jenis pertanian lahan basah adalah tanah yang berliat, berdebu halus,
sampai berlempung halus. Tanah yang berkuarsa sangat tidak sesuai untuk
pengembangan pertanian kecuali kandungannya kuarsanya sedang. Potensi banjir
dan genangan musiman sangat tidak baik bagi tanaman lahan basah. Produktivitas
dan kualitas panen dapat menurun bila resiko banjir dan genangan cukup besar
yaitu berlangsung selama 2 sampai 7 bulan tanpa adanya genangan permanen.

Kemiringan lahan yang baik untuk pemanfaatan pertanian lahan basah adalah
datar sampai dengan daerah landai (0%-15%), sedangkan untuk lahan dengan
kemiringan diatas 15% tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian lahan basah.
Kawasan pertanian lahan basah seluas 35.689 Ha dengan komoditi padi sawah
terdapat di Kecamatan Wawonii Timur, Wawonii Utara, Wawonii Barat, Puriala,
Anggaberi, Latoma dan Asinua. Serta padi ladang terdapat di Kecamatan Wawonii
Selatan, Wawonii Tengah, Wawonii Timur, Wawonii Utara, Bondoala, Kapoiala,
Lambuya, Uepai, Puriala, Onembute, Pondidaha, Wonggeduku, Amonggedo,
Wawotobi, Meluhu, Konawe, Unaaha, Anggaberi, Abuki, Tongauna dan Asinua.

b. Pertanian Lahan Kering


Dalam ilmu pertanian jenis pertanian ini dikenal dengan
pertanian tanpa genangan atau unirrigated land, seperti
tanaman palawija, kacang-kacangan, jagung dan lain-
lain (Tejoyuwono, 1989). Secara eksisting jenis tanaman
pertanian lahan kering yang bertumbuh di Konawe
adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai,
kacang hijau dan kacang tanah. Jenis pertanian lahan
kering ini dikembangkan pada lahan yang bersesuaian, baik berdasarkan peta
kesesuaian lahan maupun fakta lapangan. Pertanian lahan kering sangat sesuai
pada kelerengan 0-15%, namun pada kelerengan antara 15%-25% masih
memungkinkan untuk dikembangkan. kawasan pertanian lahan kering dengan
komoditi tanaman jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang keledai, kacang hijau dan
kacang tanah yang terdapat di Kecamatan Soropia, Wawonii, Latoma, Tongauna,
Unaaha, Lambuya, Wawotobi, Abuki dan Pondidaha.

Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan, direncanakan sebagai kawasan


pertanian pangan berkelanjutan seluas 37.610 Ha yang selanjutnya ditetapkan
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Konawe

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 96


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

2. Pertanian Hortikultura

Ciri khas dari pertanian hortikultura ini adalah tanaman


lahan kering yang bernilai ekonomi tinggi (Tejoyuwono,
1989), seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Komoditas pertanian hortikultura yang banyak terdapat
di Kabupaten Konawe adalah tanaman sayur-sayuran
terdiri atas Daun Bawang seluas 38,25 Ha terdapat di
Kecamatan Wawonii Selatan, Wawonii Tengah, Bondoala,
Pondidaha dan Tongauna, Kentang seluas 12,6 Ha terdapat di Kecamatan Wawonii
Selatan dan Wawonii Tengah, Kubis seluas 20,2 Ha terdapat di Kecamatan Wawonii
Selatan, Wawonii Tengah dan Pondidaha, Sawi seluas 75,05 Ha terdapat di
Kecamatan Wawonii Selatan, Wawonii Tengah, Bondoala, Kapoiala, Pondidaha,
Wonggeduku, Amonggedo, Wawotobi, Latoma dan Tongauna, Kacang Merah seluas
12,45 Ha terdapat di Kecamatan Wawonii Selatan dan Wawonii Tengah, Kacang
Panjang seluas 223,35 Ha terdapat hampir di semua kecamatan kecuali Kecamatan
Asinua dan Routa, Cabe Besar seluas 103,45 Ha terdapat di Kecamatan Wawonii
Barat, Wawonii Selatan, Wawonii Tengah, Soropia, Bondoala, Besulutu, Kapoiala,
Uepai, Onembute, Pondidaha, Wonggeduku, Wawotobi, Meluhu, Konawe, Abuki
dan Tongauna, dan Cabe Rawit seluas 110,35 Ha terdapat hampir di Kecamatan
Wawonii Barat, Wawonii Selatan, Wawonii Tengah, Wawonii Tenggara, Wawonii
Timur, Wawonii Utara, Wawonii Timur Laut, Lalonggasumeeto, Soropia, Bondoala,
Besulutu, Kapoiala, Uepai, Puriala, Onembute, Pondidaha, Anggaberi, Wawotobi,
Meluhu, Konawe, Latoma dan Tongauna, sedangkan tanaman buah-buahan
meliputi Alpukat seluas 0,3 Ha terdapat di Kecamatan Pondidaha, Belimbing seluas
0,3 Ha terdapat di Kecamatan Wawonii Barat, Soropia, Lambuya, Uepai,
Onembute, Pondidaha, Wawotobi, Meluhu, Konawe dan Tongauna, Langsat seluas
1.265,56 Ha terdapat di Kecamatan Sampara, Besulutu, Kapoiala, Lambuya, Uepai,
Onembute, Pondidaha, Wonggeduku, Amonggedo, Wawotobi, Meluhu, Konawe,
Unaaha, Anggaberi, Abuki, Latoma dan Tongauna, Durian seluas 186,63 Ha
terdapat di Kecamatan Soropia, Sampara, Besulutu, Kapoiala, Lambuya, Uepai,
Onembute, Pondidaha, Wonggeduku, Amonggedo, Meluhu, Konawe, Unaaha,
Anggaberi, Abuki, Latoma dan Tongauna, Jambu Biji seluas 4527, 27 Ha terdapat
di Kecamatan Wawonii Barat, Soropia, Besulutu, Kapoiala, Lambuya, Uepai,
Onembute, Pondidaha, Amonggedo, Wawotobi dan Meluhu, dan Jambu Air seluas
26,67 Ha terdapat di Kecamatan Wawonii Barat, Wawonii Timur, wawonii Timur
Laut, Soropia, Besulutu, Kapoiala, Lambuya, Uepai, Onembute, Pondidaha,
Amonggedo, Wawotobi dan Tongauna, dan Jeruk Siam seluas 284,47 Ha terdapat
di Kecamatan Wawonii Timur, Besulutu, Lambuya, Uepai, Puriala, Onembute,
Pondidaha, Amonggedo, Wawotobi, Anggaberi, Abuki, Latoma, Asinua dan
Tongauna.

Mengingat karakteristik wilayah dan penduduk serta kesesuaian lahan yang ada,
maka ke kawasan ini diarahkan sebagai kawasan pengembangan pertanian
hortikultura.

4.2.4. Kawasan Perkebunan

Jenis perkebunan rakyat yang diusahakan adalah kelapa,


kopi, cengke, kakao, jambu mete, kapuk, kapas, kemiri,
lada, pala, vanili, pinang, enau, tembakau dan sagu
dikembangkan hampir di semua kecamatan di Kabupaten

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 97


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

Konawe. Terlihat bahwa selama tahun 2010 luas tanaman dari beberapa jenis
tanaman perkebunan rakyat yang terbesar adalah Kakao seluas 15.785 ha dengan
produksi 65.357.5 ton terdapat diseluruh kecamatan kecuali Kecamatan Uepai.
Kakao telah ditetapkan sebagai komoditas penghela ekonomi dan pengentas
kemiskinan di Kabupaten Konawe melalui program yang disebut sebagai "Gernas
Kakao". Karena itu, rencana pengembangan kawasan perkebunan kakao perlu
dijelaskan secara lebih detail. Setelah diintegrasikan dengan kepentingan
pengembangan komoditas lain, maupun untuk kepentingan pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan, Sentra kakao di Kabupaten Konawe diarahkan
untuk dikembangkan pada Kecamatan Besulutu, Abuki dan Lambuya.

Mete merupakan salah satu produksi khas Kabupaten


Konawe dengan total luas lahan tahun 2010 sebesar
12.248 ha, produksi sebesar 7.365 ton. Dalam kerangka
pengembangan wilayah yang berimbang dan memberikan
fokus kegiatan ekonomi secara spasial, sebaiknya
Kecamatan Besulutu dan Abuki diarahkan sebagai Sentra
Mete Kabupaten Konawe.

Komoditas perkebunan peringkat ketiga di Kabupaten


Konawe adalah Kelapa Dalam yang sampai saat ini diolah
menjadi kopra. Luas tanaman perkebunan Kelapa Dalam
di Kabupaten Konawe yaitu seluas 7.237 ha dengan
produksi 34.206.5 ton. Kawasan dengan cakupan real
produksi terluas terdapat di Kecamatan Besulutu dan
Wawonii Timur.

Setelah dikaji, dan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, diarahkan agar


perkebunan kelapa eksisting tidak dikembangkan lebih jauh lagi, Diarahkan,
perkebunan kelapa yang diusahakan secara monokultur (terutama di wilayah
pantai sebagai salah satu tanaman penahan abrasi). Yang perlu dilakukan pada
perkelapaan adalah pengembangan industri berbasis kelapa, khususnya briket
arang berkalori tinggi (terutama diarahkan untuk mendukung industri rumah
tangga, tetapi bisa pula diekspor), industri-industri berbasis serat kelapa,
industri meubel kayu kelapa, serta minyak goreng dan kopra.

Kawasan peruntukan perkebunan di Kabupaten Konawe, dengan komoditi terdiri


atas:

a. perkebunan kakao seluas 15.785 Ha terdapat di semua kecamatan kecuali


Kecamatan Uepai;

b. perkebunan karet seluas 43 Ha terdapat di Kecamatan Puriala;

c. perkebunan kelapa seluas 7.266 Ha terdapat di setiap kecamatan;

d. perkebunan kelapa sawit seluas 88 Ha terdapat di Kecamatan Lambuya,


Puriala dan Abuki;

e. perkebunan kopi seluas 1.542,5 Ha terdapat di setiap kecamatan kecuali


Kecamatan Wawonii Barat, Onembute dan Wonggeduku;

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 98


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

f. perkebunan lada seluas 4.032 Ha terdapat di setiap kecamatan kecuali


Kecamatan Routa; dan

g. perkebunan kopi, cengkeh, kapuk, kapas, kemiri, lada, pala, vanili, pinang,
enau dan tembakau tersebar di setiap kecamatan.

4.2.5. Kawasan Peternakan

Di sektor peternakan, Kabupaten Konawe memiliki


potensi pengembangan ternak besar seperti sapi,
kerbau, kambing, babi, dan unggas yang populasinya
terus berkembang, khusus ternak besar sebagian
dipelihara oleh masyarakat untuk kebutuhan lokal dan
lainnya untuk perdagangan antar pulau adapun ternak
kecil diperuntukkan untuk konsumsi lokal.

Ternak besar dan kecil yang ada di Kabupaten Konawe meliputi sapi, kerbau,
kuda, kambing dan babi. Pada tahun 2010 ternak sapi masih menduduki peringkat
pertama kemudian diikuti oleh ternak kambing, yang nilainya masing – masing
41.692 ekor dan 14.004 ekor. Hal ini didukung dengan padang rumput yang masih
luas. Populasi unggas selama tahun 2010 sebanyak 607.372 ekor ayam buras,
11.000 ekor ayam ras, 30.000 ekor ayam petelur dan 83.011 ekor itik manila.
Ayam buras dan itik dapat dijumpai di seluruh kecamatan di Kabupaten Konawe.
Aktivitas peternakan tersebar hampir disemua kecamatan yang ada di Kabupaten
Konawe dan paling banyak terdapat di Kecamatan Wonggeduku, Amonggedo,
Tongauna dan Abuki.

Kawasan peruntukan peternakan di Kabupaten Konawe dengan komoditi terdiri


atas:

a. ternak besar terdiri atas:

1. ternak sapi terdapat di setiap kecamatan;

2. ternak kerbau terdapat di Kecamatan Sampara, Bondoala, Kapoiala,


Lambuya, Uepai, Puriala, Onembute, Unaaha, Anggberi dan Abuki; dan

3. ternak kuda terdapat di Kecamatan Pondidaha dan Unaaha

b. ternak kecil terdiri atas:

1. ternak kambing terdapat di setiap kecamatan; dan

2. ternak babi terdapat di Kecamatan Lambuya, Uepai, Onembute,


Pondidaha, Abuki, Tongauna, Amonggedo dan Wonggeduku.

c. ternak unggas terdapat di setiap kecamatan terdiri atas ternak ayam dan itik.

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 99


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

4.2.6. Kawasan Perikanan

Kawasan Budidaya Perikanan ialah kawasan budidaya yang diperuntukkan guna


produksi hasil budidaya perikanan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada
umumnya dan khususnya untuk pemenuhan kebutuhan sandang (sumber protein),
industri perikanan dan ekspor hasil perikanan.

1. Perikanan Tangkap

Kabupaten Konawe memiliki perairan dengan luas


8.472,32 Km2 dengan panjang garis pantai 295 Km, jalur
penangkapan ikan Soropia dan Wawonii. Dengan potensi
penangkapan sebesar 70.000 ton/thn dan termanfaatkan
sebesar 20.819,55 ton/thn dengan jumlah kapal/ perahu
penangkapan ikan sebanyak 3.709 unit. Pengelolaan
dilakukan dengan pemanfaatan lahan dan pelestarian
hasil sehingga diperoleh manfaat ekonomi, sosial dan ekologi yang maksimal bagi
masyarakat yang tinggal atau disekitar kawasan pesisir. Secara lebih detil rencana
pengelolaan kawasan laut dan pesisir didetailkan pada rencana pengelolaan
zonasi kawasan pesisir pada studi yang berbeda.

Kawasan perikanan tangkap seluas 1.196.000 Ha terdapat di Kecamatan Wawonii


Barat, Kecamatan Wawonii Utara, Kecamatan Wawonii Timur Laut, Kecamatan
Wawonii Timur, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kecamatan Wawonii Selatan,
Kecamatan Wawonii Tengah, Kecamatan Soropia, dan Kecamatan
Lalonggasumeeto, dengan kewenangan pengelolaan wilayah laut kabupaten dari 0
- 4 mil, dan kawasan budidaya laut seluas 410 Ha di Kecamatan Wawonii Selatan,
Wawonii Barat, Wawonii Utara, dan Kecamatan Soropia.

Kawasan perikanan tangkap di Kabupaten Konawe, terdiri atas:

a. kawasan peruntukan perikanan tangkap dengan kewenangan pengelolaan


wilayah laut kabupaten dari 0 - 4 mil, terdapat di Kecamatan Wawonii Barat,
Wawonii Utara, Wawonii Timur Laut, Wawonii Timur, Wawonii Tenggara,
Wawonii Selatan, Wawonii Tengah, Soropia dan Lalonggasumeeto; dan

b. sarana dan prasarana perikanan tangkap berupa Pangkalan Pendaratan Ikan


(PPI) yaitu PPI Bumi Indah di Kecamatan Lalonggasomeeto dan rencana PPI di
Kecamatan Kapoiala.

2. Budidaya Perikanan

Budidaya perikanan di Konawe per tahunnya menghasilkan 3.098 ton dihasilkan


dari Budidaya Perikanan Payau (Tambak, Sungai) 1.694 ton, Budidaya Perikanan
Air Tawar (Kolam, Sawah) 363 ton dan Budidaya Perikanan Laut (Rumput Laut,
Mutiara, Kerapu, dll) 1.040 ton. Produksi dihasilkan dari luas areal budidaya
perikanan sebesar 3.817 ha yang terdiri atas:.

a. budidaya air tawar seluas 228 Ha di Kecamatan Sampara, Bondoala, Beselutu,


Kapoiala, Lambuya, Uepai, Puriala, Pondidaha, Wonggeduku, Amonggedo,
Wawotobi, Meluhu, Konawe, Unaaha, Anggaberi, Abuki dan Tongauna;

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 100


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

b. budidaya payau seluas 3.023 Ha di Kecamatan Soropia, Bondoala dan


Kapoiala; dan

c. budidaya perikanan laut dengan komoditi ikan dan rumput laut terdapat di
Kecamatan Lalonggasomeeto, Soropia, Wawonii Selatan, Wawonii Barat,
Wawonii Tengah, Wawonii Timur, Wawonii Utara dan Wawonii Timur Laut.

Memperhatikan luas lahan dan ketersediaan air dengan puluhan sungai yang ada,
diperlukan adanya terobosan baru agar budidaya perikanan payau, air tawar dan
budidaya perikanan laut lebih ditingkatkan. Namun untuk pengembangan
budidaya perikanan darat di danau dan sungai sebaiknya dihindari penggunaan
jaring apung/karamba. Pengalaman pada beberapa danau/waduk menunjukkan
bahwa pencemaran danau/sungai dari pakan ikan membawa dampak buruk
bahkan terhadap hasil produksi ikan itu sendiri. Dengan demikian sangat
disarankan agar budidaya perikanan dikembangkan dalam bentuk kolam.
Berkenaan dengan pengembangan terkini dari budidaya perikanan kolam,
pendekatan minapolitan perlu dilakukan terutama di kawasan pertanian lahan
basah (minapadi). Mengingat keterbatasan lahan untuk pengembangan usaha
tani yang berbasis lahan (ekstensif), maka pengembangan kolam ikan bernilai
ekonomi tinggi perlu ditumbuhkan pada kawasan-kawasan yang selama ini sudah
menjadi Sentra Budidaya Ikan.

3. Kawasan Pengolahan Ikan

pengolahan ikan atau industri perikanan (added value) terhadap hasil


tangkapan/budidaya ikan masih belum berkembang di Kabupaten Konawe.
Mengingat potensi perikanan tangkap/budidaya yang sangat besar, maka
usaha pengolahan ikan merupakan salah satu tumpuan peningkatan
perekonomian masyarakat Kabupaten Konawe terutama di kawasan pesisir
Wawonii Barat yang diarahkan sebagai sentra perikanan laut, Pelabuhan
Pendaratan Ikan (PPI) Bumi Indah berada di Kecamatan Lalonggasomeeto dan
rencana pengembangan PPI di Kecamatan Kapoiala.

4. Kawasan Minapolitan

Kawasan Minapolitan di Kabupaten Konawe direncanakan di Kecamatan Kapoiala,


Soropia, Lalunggasumeeto dan Pulau Wawonii.

5. Kawasan Pulau-pulau Kecil

Kawasan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri
atas:

a. pulau berpenghuni sebanyak 2 pulau yaitu Pulau Wawonii dan Saponda


Darat; dan

b. pulau tidak berpenghuni sebanya 3 pulau yaitu Pulau Bokori, Dangedangea


dan Saponda Laut.

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 101


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

4.2.7. Kawasan Peruntukan Pertambangan dan Energi

Dalam mengelola usaha pertambangan, pemerintah


menetapkan wilayah pertambangan (WP), yang terdiri
dari wilayah usaha pertambangan (WUP), wilayah
pertambangan rakyat (WPR) dan wilayah pencadangan
negara (WPN).

1. Wilayah usaha pertambangan (WUP), adalah bagian dari


wilayah pertambangan (WP) yang telah memiliki ketersediaan data, potensi,
dan/atau informasi geologi. WUP ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui
koordinasi dengan pemerintah provinsi. Wilayah usaha pertambangan (WUP)
di Kabupaten Konawe direncanakan seluas 458.623,41 Ha dengan komoditas
tambang terdiri atas :

a. mineral logam terdiri atas:

1. Nikel Laterit, besi, kromit dan kobalt terdapat di Pulau Wawonii,


Kecamatan Routa, Puriala dan Pondidaha; dan

2. Emas dan pasir besi terdapat di Pulau Wawonii.

b. mineral bukan logam terdiri atas:

1. Pasir kuarsa terdapat di Pulau Wawonii dan Kecamatan Meluhu;

2. Batu setengah permata terdapat di Kecamatan Pondidaha dan Puriala;

3. Mika terdapat di Kecamatan Latoma dan Asinua;

4. Kuarsit terdapat di Kecamatan Latoma dan Asinua;

5. Kalsit terdapat di Kecamatan Wawonii Utara;

6. Asbes terdapat di Kecamatan Routa;

7. Talk terdapat Kecamatan Routa;

8. Oker terdapat di Kecamatan Routa;

9. Grafit terdapat di Kecamatan Sampara;

10. Dolomit terdapat di Pulau Wawonii; dan

11. Endapan Fosfat terdapat di Kecamatan Routa dan Latoma.

c. mineral batuan terdiri atas:

1. Marmer terdapat di Kecamatan Latoma;

2. Batu sabak terdapat di Kecamatan Latoma dan Asinua;

3. Batu gamping terdapat di Pulau Wawonii, Kecamatan Routa dan


Pondidaha;

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 102


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

4. Peridotit terdapat di Pulau Wawonii, Kecamatan Routa, Puriala dan


Pondidaha;

5. Rijang terdapat di Kecamatan Routa;

6. Genes terdapat di Kecamatan Latoma; dan

7. Lempung dan pasir batu terdapat di setiap kecamatan.

2. Wilayah pertambangan rakyat (WPR), adalah bagian dari wilayah pertambangan


(WP) tempat dilakukannya usaha pertambangan rakyat. WPR ditetapkan oleh
bupati/walikota, sesuai pasal 21, UU nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan
mineral dan batubara. Wilayah pertambangan rakyat (WPR) di Kabupaten
Konawe seluas 458.623,41 Ha terdiri atas:
a. Pasir dan batu terdapat di setiap kecamatan;

b. Batu Gamping terdapat di setiap kecamatan; dan

c. Tanah Liat terdapat di Kecamatan Pondidaha, Besulutu dan Onembute.

3. Wilayah Pencadangan Negara (WPN) seluas 6.923,87 Ha dengan cadangan tambang


Nikel di Kecamatan Routa, Kecamatan Puriala Kecamatan Pondidaha dan Pulau
Wawonii.
4.2.8. Kawasan Peruntukan Industri

Berdasarkan potensi sumber daya alam baik berupa


komoditas pertanian, perkebunan, perikanan dan
kelautan maupun pertambangan dan posisi geografis
wilayah Kabupaten Konawe, serta mempertimbangkan
pemerataan kesejahteraan antar wilayah dan antar
lapisan masyarakat, maka selain kawasan industri kecil
yang diarahkan tumbuh berkembangnya kawasan-
kawasan industri lokal dan indurtri kecil di sentra-sentra produksi yang
berorientasi ke pengembangan industri rakyat sebagai komunitas lokal yang
menyebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Konawe juga rencana
pengembangan kawasan industri besar di Kecamatan Anggaberi dengan komoditi
unggulan Rotan dan Kayu serta Rencana Pusat Kawasan Industri Pertambangan di
Kecamatan Puriala, Pondidaha, dan Amonggedo.

Mengingat semakin terbatasnya luas lahan untuk kegiatan usaha pertanian serta
perlunya peningkatan SDM masyarakat, maka kegiatan industri yang berbasis
agro perlu didorong pertumbuhannya. Oleh karena itu industri pengolahan hasil
agro, perikanan dan kelautan perlu mendapat prioritas utama dalam
pengembangan ekonomi kerakyatan. Agrobisnis sebaiknya dikembangkan
di Kota Unaaha dan Agribisnis di kembangkan di Kecamatan Soropia dan
Wawonii Barat.

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 103


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

Kawasan peruntukan industri di Kabupaten Konawe terdiri atas:

1. Kawasan peruntukan industri kecil, menengah dan rumah tangga adalah:

a. industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan terdiri atas:

1 industri pengolahan kedelai adalah industri makanan dan minuman dari


kedelai terdapat di Kelurahan Arombu, Ambekairi Kecamatan Unaaha;

2 industri Tahu dan Tempe terdapat di Kecamatan Lambuya di Desa


Ulumeraka dan Kelurahan Lambuya, Kecamatan Uepai di desa Mata
Hoalu, Kecamatan Wawotobi di Kelurahan Wawotobi dan Kecamatan
Tongauna di Kelurahan Sendang Mulyasari;

3 industri pengolahan sagu adalah industri pengolahan pati-patian, sagu


dan industri dari Pati Palem terdapat di Kecamatan Unaaha Keluarahan
Unaaha dan Kecamatan Sampara desa Andaroa.

b. industri pengolahan hasil perkebunan terdiri atas :

1 industri pengolahan biji mete adalah industri pengupasan dan


pembersihan biji mete terdapat di Kecamatan Wawonii Barat Desa
Langara Iwawo dan Desa Matabaho;

2 industri pengolahan Kakao adalah industri pengeringan biji kakao


terdapat di Kecamatan Unaaha di Kelurahan Puunaha dan Kelurahan
Tuoy, kecamatan Wawotobi di Kelurahan Lalosabila;

3 industri pengolahan kopi adalah industri penggilingan biji kopi terdapat


di Kecamatan Unaaha Kelurahan Tumpas, Kelurahan Puunaha dan
Kelurahan ambekairi; Kecamatan Sampara di Desa Andaroa dan
Kecamatan Amonggedo di Desa Amonggedo; dan

4 industri pengolahan minyak kelapa adalah industri minyak kelapa murni


dan industri minyak makanan dan lemak lainnya terdapat di Kecamatan
Tongauna Kelurahan Sendang Mulyasari, Kecamatan Kapoiala Desa
Lalimbue Jaya, Kecamatan Latoma Desa Waworaha, Kecamatan
Wawotobi Desa Nario dan Kecamatan Lambuya Desa Kumapo.

c. industri pengolahan hasil perikanan terdiri atas :

1 industri pengolahan Rumput Laut terdapat di Kecamatan Kapoiala,


Lalunggasumeeto dan Soropia; dan

2 industri pengolahan ikan yaitu industri abon ikan terdapat di Kecamatan


Sampara Desa Abeli Sawa, industri pembekuan ikan dan bilta di
Kecamatan Soropia Desa Tapulaga.

d. industri pengolahan hasil hutan terdiri atas :

1 Industri penggergajian kayu dan kayu olahan terdapat di Kecamatan


Unaaha Kelurahan Unaaha, Kelurahan Tuoy, Kelurahan Tumpas,
Kelurahan Ambekairi, Kelurahan Wawonggole Kelurahan Puunaha;

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 104


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

Kecamatan Sampara Desa Andaroa, Desa Pohara, Desa Abeli Sawah, Desa
Andadowi, Desa Bao-bao, Desa Lakomea dan Desa Rawua; Kecamatan
Onembute Desa Onembute; Kecamatan Lambuya Desa Awuliti,
Kelurahan Lambuya, Desa Tanggobu dan Desa Silea; Kecamatan Uepai
Desa Anggopiu, Desa Tawarotebota, Desa Matahoalu, Desa Tamensandi
dan Desa Ameroro; Kecamatan Wonggeduku Desa Baruga; Kecamatan
Kapoiala Desa Kapoiala dan Desa Sambarasi; Kecamatan Bondoala Desa
Tondowatu, Desa Paku Jaya; Kecamatan Konawe Desa Tudaone, Desa
Mokowu dan Kelurahan Konawe; Kecamatan Wawotobi Desa Anggotoa,
Kelurahan Kulahi, Kelurahan Lalosabila, Desa Kasupute dan Kelurahan
Wawotobi; Kecamatan Abuki Desa Punggaluku dan Desa Asolu; Desa
Puusiambu; Desa kota Maju ; Kecamatan Routa Desa Parudongka, Desa
Lalomerui dan Kelurahan Routa; Kecamatan Amonggedo Desa
Amonggedo, Desa Amindete, Desa Amonggedo Baru; Kecamatan Besulutu
Desa Amosilu, Desa Ulupohara; Kecamatan Tongauna Desa Momea, Desa
Lalonggowuna, Desa Mekar Sari dan Desa Asao; Kecamatan Wawonii
Timur Desa Lebo dan Kecamatan Lalunggasumeeto Desa Bumi Indah; dan

2 Industri pengawetan, penggorengan dan pengolahan rotan terdapat di


Kecamatan Unaaha Kelurahan Asinua, Kelurahan Tuoy, Kelurahan
Ambekairi, Kelurahan Wawonggole, Kelurahan Tumpas dan Kelurahan
Arombu; Kecamatan Uepai Desa Anggopiu dan Desa Tamesan;
Kecamatan Latoma Desa Pinole dan Desa Nesowi; Kecamatan Puriala
Desa Unggulino; Kecamatan Soropia Desa Lalombonda; Kecamatan
Onembute Desa Ulumeraka; Kecamatan Anggaberi di Kelurahan
Anggaberi; Kecamatan Uepai di Desa Amaroa; Kecamatan Sampara di
Desa Rawua; Kecamatan Tongauna di Desa Anggohu dan Desa Momea;
Kecamatan Abuki di Desa Asolu dan Kelurahan Abuki; Kecamatan
Konawe di Kelurahan Konawe; Kecamatan Routa di Kelurahan Routa
Desa Andomowu; Kecamatan Besulutu di Desa Ulupohara; Kecamatan
Amonggedo di Desa Amonggedo dan Lambuya di Desa Onembute.

2. Kawasan peruntukan industri besar terdiri atas:

a. rencana industri rotan dan kayu terdapat di Kecamatan Anggaberi; dan

b. rencana Kawasan Industri Pertambangan di Kecamatan Puriala, Pondidaha


dan Amonggedo.

4.2.9. Kawasan Pariwisata

Menurut UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pembangunan


kepariwisataan dilakukan melalui pengembangan industri pariwisata, destinasi
pariwisata, pemasaran dan kelembagaan pariwisata. Upaya pengembangan
kepariwisataan di Kabupaten Konawe ini juga tetap dikaitkan dengan daerah
tujuan wisata (destinasi) nasional yakni: Jakarta, Jogja, Bali, Tana Toraja
sebagai satu kesatuan destinasi wisata nasional sekaligus untuk menarik minat
pengunjung, ditujukan terhadap wisatawan nusantara maupun mancanegara.

Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah


kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 105


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata,


aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan.

1. Wisata Budaya (Sejarah)

Wisata budaya dalam bentuk situs banyak terdapat


di Unaaha (Laika Mbuu, Kuburan Lakidende dan
Permaisuri), Anggaberi (Makam Pakandeate) Wawonii
(Benteng Lasilowo), Latoma (Makam Buburanda),
Pondidaha (Makam Saranani dan Latalambe). Unaaha
sebagai ibukota pemerintahan dapat dijadikan pusat
wisata budaya dan selanjutnya disiapkan paket wisata
budaya ke Pondidaha dan Latoma. Sementara itu untuk wisata Wawonii dapat
digabung dengan paket wisata bahari. Wisata budaya yang bersifat sejarah
(situs) tentunya perlu diperkaya dengan atraksi budaya yang dipusatkan
di Unaaha.

a. Budaya Tolaki

Suku Tolaki adalah salah satu suku terbesar yang ada di Propinsi Sulawesi
Tenggara khususnya di Kabupaten Konawe. Seperti Suku Betawi di Kota
Jakarta. Seni budaya Tolaki pun sama dengan daerah lain. Kalau Aceh
terkenal dengan Tari Seudati, Jakarta tersohor dengan Tari Topeng Betawi,
maka Kendari pun memiliki beberapa tarian tradisional yang khas, seperti Tari
Mondotambe dan Tari Lulo. Tari Mondotambe atau tari penjemputan
merupakan tarian khas Suku Tolaki yang kerap ditampilkan saat ada event
berskala besar atau untuk menjemput tamu besar. Misalnya saat pembukaan
Festival Teluk Kendari (Festek) yang dihadiri beberapa tamu penting.

Tari Lulo merupakan tari pergaulan khas yang populer di Kota Kendari. Tarian
ini biasanya dilakukan oleh kawula muda sebagai ajang perkenalan. Kini Tari
Lulo juga kerap disuguhkan saat ada tamu kehormatan sebagai tanda
persahabatan antara warga Kota Kendari dengan pendatang, misalnya para
wisatawan. Gerakan Tari Lulo tidak rumit dibanding dengan tradisional tarian
tradisonal lain. Para penarinya saling berpegang tangan satu sama lain
membentuk lingkaran yang saling menyambung. Dalam sebuah acara besar
yang dihadiri pengujung dari luar Kota Kendari, para penari Lulo selalu
mengajak tamu dengan ramah untuk ikut menari.

b. Upacara Adat Mosehe; Mosehe adalah salah satu bentuk upacara ritual yang
bertujuan untuk menolak datangnya malapetaka karena telah melakukan
pelanggaran baik sengaja maupun tidak sengaja.
2. Pariwisata Tirta (alam)

Pantai Bukori terletak di pulau seluas ± 15 ha ini


merupakan sebuah pulau kecil di Kecamatan Soropia
berbentuk tapak kuda dengan sebuah danau dangkal di
bagian tengahnya. Anda dapat menikmati suasana rileks
dengan berjalan kaki melintasi pantai berpasir putih di
sekeliling pulau, atau melalui jalan setapak di sela-sela
pepohonan kelapa, cemara dan bakau. Indahnya

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 106


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

panorama laut, kicauan merdu burung-burung serta ramainya aktivitas perahu-


perahu nelayan yang hilir mudik di sekitar pulau akan menghibur suasana santai
Anda. Birunya laut dan jernihnya air siap melepaskan kepengatan dan menambah
kebugaran Anda. Jika ingin menyapa penghuni bawah laut, gunakan snorkel
Anda. Suasana pulau ini benar-benar dapat menyatukan anda dengan alam.

Pantai Batugong adalah sebuah pantai di Kecamatan


Lalonggasumeto ini teduh, berpasir halus berwarna hitam yang
membentang sekitar 4 km dengan laut lepas membiru ini
merupakan lokasi renang yang selalu ramai oleh kunjungan
masyarakat lokal pada setiap akhir pekan. Di tepian pantai
yang ditumbuhi pepohonan rindang ini, Anda akan menemukan
keunikan yang langka, suara "GONG" yang terus bergema di
sekitar pantai. Suara ini berasal dari hempasan ombak yang
menghantam dinding gua yang berada dekat lokasi pantai.

Pantai Toronipa di Kecamatan Soropia merupakan pantai


yang masih asri dan belum diolah secara serius.
Keindahan pantai ini antara lain selain ombak yang putih
dan jernih karena berhadapan langsung dengan Laut
Banda juga terkenal bahwa Pantai Toronipa sangat
landai, bahkan hingga 1 km ke arah laut tinggi air masih
sedalam 1 meter saja.

Gugusan pulau-pulau (Pulau Bokori, Pulau Saponda Darat


dan Pulau Saponda Laut Pulau Dange-Dangea) merupakan
gugusan pulau-pulau yang saling berdekatan, terletak di
Kecamatan Soropia yang jaraknya +11 mil dari Kota
Kendari. Dapat ditempuh sekitar 1/2 jam dengan
menggunakan speed boat dari Dermaga Tapulaga.
Gugusan pulau ini memiliki pantai dan taman laut yang
indah dan satwa Burung Maleo yang tetap terjaga habitatnya. Kegiatan yang
dapat dilakukan antara lain marketing atau habitat satwa langkah tersebut dari
dekat, tour kepulauan dengan menggunakan perahu sewaan dapat dilakukan atas
permintaan.

Pulau Saponda Darat dan Saponda Laut atau Saponda


Luar, ini memiliki pantai indah dengan pasir putihnya. Di
sekitar Pulau terdapat Taman Laut yang indah dan sangat
baik potensi terumbu karang 1.598,20 ha untuk Scuba
Diving atau Snorkeling Laut sekitar pulau ini sangat bagus
dan indah dengan berbagai biota laut seperti beraneka
ragam ikan dan terumbu karang yang berwarna warni.
Untuk yang tidak menyukai olahraga air dapat menyaksikan berbagai jenis
burung laut dan penyu bertelur pada malam harinya. Bagi yang mencintai
olahraga memancing, Saponda Luar adalah tempat terbaik untuk menyalurkan
hobi anda.

3. Pariwisata Buatan

Pariwisata buatan boleh dikatakan bukan menjadi


kekuatan dari pariwisata Konawe. Kalaupun ada, seperti

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 107


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

Air Terjun Larowiu (Meluhu), Air Terjun Anawai (Sampara), Air Terjun
Kumapodahu (Anggaberi) dan Air Terjun Rukuo (Lambuya) basisnya tetap potensi
alam dan bersifat alamiah. Pariwsata safari alam terbuka dan taman buru
merupakan salah satu atraksi wisata yang berbasis alam yang dapat
dikembangkan di Kabupaten Konawe. Kalaupun akan dikembangkan wisata
buatan lain, mungkin lebih berorientasi pada pasar dalam daerah sendiri, seperti
Waterboom dan kolam Air Panas.

4. Pariwisata Alam Pegunungan/Hutan

Kawasan peruntukan pariwisata alam pegunungan/hutan di Kabupaten Konawe


terdiri atas :

a. Air Terjun Larowiu di Kecamatan Meluhu;

b. Air Terjun Anawai di Kecamatan Sampara,

c. Air Terjun Kumapodahu (Anggaberi) di Kecamatan Anggaberi; dan

d. Air Terjun Rukuo di Kecamatan Lambuya.

4.2.10. Kawasan Permukiman

1. Permukiman Perkotaan

Mencermati perkembangan kawasan dan kebijakan


penataan ruang nasional dan provinsi, pertumbuhan
kawasan perkotaan di Konawe maka Unaaha dan
Wawotobi akan mempunyai ciri kawasan permukiman
perkotaan pada kawasan pedataran dan perbukitan
setiap saat menghadapi potensi bahaya banjir dan
longsor. Sementara Soropia dan Lalonggasumeto adalah
kawasan permukiman pantai dan Kecamatan Kepulauan Wawonii yang juga
potensial terkena bahaya abrasi, gempa dan tsunami. Walaupun hasil kajian
menginformasikan bahwa bahaya Tsunami bersiklus 500 tahun sekali, mitigasi
gempa dan tsunami tetap menjadi bagian tidak terpisahkan dalam perencanaan
tata ruang wilayah Kabupaten Konawe.

Secara fungsional Kota Unahaa adalah sebagai pusat pemerintahan, perdagangan


dan jasa, pendidikan, kesehatan dan budaya. Soropia, Lalonggasumeto dan
P. Wawonii sebagai kawasan pesisir dengan fungsi utama kegiatan berbasis laut
dan Kecamatan Kecamatan Tongauna, Abuki, Wonggeduku dan Amonggedo akan
menjadi pusat kegiatan agropolitan karena memiliki potensi pertanian yang luas.

2. Permukiman Perdesaan

Umumnya ciri permukiman perdesaan adalah berupa bangunan rumah


tradisional, umumnya berkondisi semi permanen, KDB rendah, MCK diluar rumah
dan sebagian besar menggunakan sumur (air tanah) sebagai sumber air minum
dan belum mendapat aliran listrik. Ciri permukiman bersifat mengelompok dan
tersebar secara sporadis. Memperhatikan kondisi faktual lapangan pola
pembangunan permukiman di Kabupaten Konawe umumnya membentuk pola pita
(ribbon) memanjang mengikuti pola perkembangan pembangunan jalan. Hal ini

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 108


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

mudah dilihat, terutama antara Sampara sampai ke Unaaha yang merupakan


konsentrasi utama permukiman penduduk dan permukiman transmigrasi
di Kecamatan Routa, Latoma, Wawonii Selatan dan Wawonii Utara.

Pembangunan permukiman perdesaan di Kabupaten Konawe memang belum


padat dan menimbulkan masalah. Hanya saja perlu dikuatkan keyakinan
masyarakat bahwa rumah panggung yang ada saat ini adalah rumah tahan gempa
dan sesuai untuk daerah tropis. Selanjutnya pola pembangunan permukiman
dikembangkan sedemikian rupa sehingga aman, efektif, efisien dan sehat serta
tersedia fasilitas umum/sosial yang menjadi kebutuhan masyarakat lokal.

Kawasan permukiman perdesaan di Kabupaten konawe, terdiri atas:

a. kawasan permukiman perdesaan yang terdapat pada kawasan perdesaan di


setiap kecamatan; dan

b. kawasan permukiman transmigrasi terdiri atas :

1. permukiman transmigrasi eksisting di Kabupaten Konawe sejak tahun 1974


sampai dengan tahun 2011 dengan luas keseluruhan 21.299 Ha terdapat di
Kecamatan Pondidaha, Wawotobi, Wonggeduku, Meluhu, Unaaha, Lambuya,
Uepai, Puriala, Onembute, Amonggedo, Tongauna dan Abuki dengan
penempatan lokasi sebagai berikut :

(1) Uepai, penempatan tahun 1975 dengan luas lahan 1.105 Ha berasal
dari daerah DKI, Jawa Tengah, DIY, Bali dan Alokasi Permukiman
Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk
Setempat (TPS).

(2) Tongauna/Sendang MS, penempatan tahun 1975 dengan luas lahan 887
Ha berasal dari daerah Jawa Timur, Bali.

(3) Onembute, penempatan tahun 1979 dengan luas lahan 605 Ha berasal
dari daerah DKI, Jawa Barat dan Alokasi Permukiman Penduduk Daerah
Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(4) Sonai, penempatan tahun 1979 dengan luas lahan 805 Ha berasal dari
daerah DKI, Jawa Barat dan Alokasi Permukiman Penduduk Daerah
Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(5) Amonggedo SP.B penempatan tahun 1981 dengan luas lahan 1.115 Ha
berasal dari daerah DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur
dan Alokasi Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau
Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(6) Amonggedo SP.C penempatan tahun 1981 dengan luas lahan 500 Ha
berasal dari daerah Jawa Barat, Bali, NTB dan Alokasi Permukiman
Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk
Setempat (TPS).

(7) Amonggedo SP.D penempatan tahun 1981 dengan luas lahan 847 Ha
berasal dari daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan NTB.

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 109


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

(8) Amonggedo SP.A penempatan tahun 1981 dengan luas lahan 805 Ha
berasal dari daerah DKI, Jawa Barat, DIY dan Alokasi Permukiman
Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk
Setempat (TPS).

(9) Meluhu SP.E penempatan tahun 1982 dengan luas lahan 557 Ha berasal
dari daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB dan Alokasi
Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran
Penduduk Setempat (TPS).

(10) Meluhu SP.F penempatan tahun 1982 dengan luas lahan 1.205 Ha
berasal dari daerah DKI, Jawa Barat, DIY dan NTB.

(11) Wonggeduku.ADB.SP.B penempatan tahun 1982 dengan luas lahan 400


Ha berasal dari daerah Jawa Barat dan Jawa Timur.

(12) Wonggeduku.ADB.SP.C penempatan tahun 1982 dengan luas lahan 605


Ha berasal dari daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan Alokasi
Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran
Penduduk Setempat (TPS). :

(13) Wonggeduku.ADB.SP.G penempatan tahun 1982 dengan luas lahan


1.003 Ha berasal dari daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan Alokasi
Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran
Penduduk Setempat (TPS).

(14) Wawotobi.ADB.SP.H penempatan tahun 1982 dengan luas lahan 703 Ha


berasal dari daerah :

(15) Pondidaha.ADB.SP.E penempatan tahun 1982 dengan luas lahan 923 Ha


berasal dari daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan Alokasi Permukiman
Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk
Setempat (TPS) :

(16) Pondidaha.ADB.SP.D penempatan tahun 1983 dengan luas lahan 367 Ha


berasal dari daerah Bali dan Alokasi Permukiman Penduduk Daerah
Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS)

(17) Abuki.SP.A penempatan tahun 1982 dengan luas lahan 521 Ha berasal
dari daerah Jawa Barat dan Alokasi Permukiman Penduduk Daerah
Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(18) Abuki.SP.B penempatan tahun 1982 dengan luas lahan 470 Ha berasal
dari daerah Bali dan Alokasi Permukiman Penduduk Daerah Setempat
(APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS)

(19) Abuki.SP.C penempatan tahun 1983 dengan luas lahan 463 Ha berasal
dari daerah Jawa Tengah, Bali, NTB dan Alokasi Permukiman Penduduk
Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(20) Abuki.SP.D penempatan tahun 1983 dengan luas lahan 565 Ha berasal
dari daerah Jawa Tengah, Bali, NTB dan Alokasi Permukiman Penduduk
Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 110


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

(21) Wonggeduku.ADB.SP.A penempatan tahun 1983 dengan luas lahan 253


Ha berasal dari daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Alokasi
Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran
Penduduk Setempat (TPS).

(22) Wonggeduku.ADB.SP.B penempatan tahun 1983 dengan luas lahan 205


Ha berasal dari daerah Jawa Barat, Bali dan Alokasi Permukiman
Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk
Setempat (TPS).

(23) Wonggeduku.ADB.SP.C penempatan tahun 1983 dengan luas lahan 95


Ha berasal dari daerah Jawa Timur dan Alokasi Permukiman Penduduk
Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(24) Tongauna.SP.A penempatan tahun 1983 dengan luas lahan 1.005 Ha


berasal dari daerah Jawa barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali,
dan Alokasi Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau
Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(25) Tongauna.SP.B penempatan tahun 1983 dengan luas lahan 999 Ha


berasal dari daerah Tongauna.SP.A penempatan tahun 1983 dengan
luas lahan 1.005 Ha berasal dari daerah Jawa Tengah, Jawa Timur,
Bali, dan Alokasi Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT)
atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(26) Tanggobu penempatan tahun 1984 dengan luas lahan 705 Ha berasal
dari daerah Tongauna.SP.A penempatan tahun 1983 dengan luas lahan
1.005 Ha berasal dari daerah Jawa barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa
Timur, Bali, dan Alokasi Permukiman Penduduk Daerah Setempat
(APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(27) Lasada/Nekudu penempatan tahun 1984 dengan luas lahan 305 Ha


berasal dari daerah Tongauna.SP.A penempatan tahun 1983 dengan
luas lahan 1.005 Ha berasal dari daerah Jawa Tengah, Jawa Timur,
Bali, dan Alokasi Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT)
atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(28) Lampeapi penempatan tahun 1983 dengan luas lahan 605 Ha berasal
dari daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT dan Alokasi
Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran
Penduduk Setempat (TPS).

(29) Uepai penempatan tahun 1995 dengan luas lahan 175 Ha berasal dari
daerah Jawa Timur dan Alokasi Permukiman Penduduk Daerah
Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(30) Uepai penempatan tahun 1996 dengan luas lahan 55 Ha berasal dari
daerah Jawa Timur, dan Alokasi Permukiman Penduduk Daerah
Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(31) Batumea penempatan tahun 1999 dengan luas lahan 405 Ha berasal
dari daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Alokasi

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 111


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran


Penduduk Setempat (TPS) dan Exsodus.

(32) Lasada penempatan tahun 1999 dengan luas lahan 155 Ha berasal dari
daerah Alokasi Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau
Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(33) Epeea penempatan tahun 1999 dengan luas lahan 305 Ha berasal dari
daerah Alokasi Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau
Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(34) Padangguni penempatan tahun 2002 dengan luas lahan 205 Ha berasal
dari daerah Alokasi Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT)
atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS) dan Exsodus.

(35) Asaki Lambuya penempatan tahun 2003 dengan luas lahan 60 Ha


berasal dari daerah Alokasi Permukiman Penduduk Daerah Setempat
(APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(36) Siambu Latoma penempatan tahun 2004 dengan luas lahan 40 Ha


berasal dari daerah Alokasi Permukiman Penduduk Daerah Setempat
(APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

(37) Asinua Jaya penempatan tahun 2008/2009 dengan luas lahan 450 Ha
berasal dari daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Alokasi
Permukiman Penduduk Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran
Penduduk Setempat (TPS).

(38) Awua Jaya penempatan tahun 2011 dengan luas lahan 800 Ha berasal
dari daerah Jawa Tengah, NTB dan Alokasi Permukiman Penduduk
Daerah Setempat (APPDT) atau Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

2. rencana pemanfaatan lahan untuk permukiman transmigrasi di Kabupaten


Konawe tahun anggaran 2008 sampai dengan 2020 berada di Kecamatan
Asinua Desa Asinua Jaya dengan luas lahan 450 Ha dan Desa Awua Jaya
seluas 800 Ha; Kecamatan Routa Desa Parudongka dengan luas lahan 600
Ha, Desa Tirawonua seluas 881 Ha dan Desa Routa seluas 1.806 Ha;
Kecamatan Wawonii Selatan Kelurahan Sawaea dengan luas lahan 550 Ha;
Kecamatan Latoma Desa Nesowi seluas 300 Ha, Waworaha seluas 842 Ha,
Latoma Jaya seluas 300 Ha, Angonga seluas 300 Ha, Amboniki seluas 300 Ha,
Ambekairi Utama seluas 300 Ha, Andoluto seluas 300 Ha, Lalowata seluas
300 Ha dan Titiona seluas 300 Ha; dan Kecamatan Amonggedo di Amonggedo
seluas 300 Ha dan Desa Mendikonu seluas 300 Ha.

4.2.11. Kawasan Peruntukan Lainnya

1. Kawasan Pertahanan Dan Keamanan Negara adalah


kawasan budi daya atau non budi daya yang sangat
dibutuhkan dalam penyelenggaraan pertahanan dan
keamanan negara, seperti untuk keperluan latihan
militer, penyimpanan peralatan militer, pembuangan
limbah zat kimia dan radio aktif, pangkalan militer dan kepentingan pertahanan
dan keamanan lainnya. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan di

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 112


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

Kabupaten Konawe terdiri atas : kawasan latihan militer Anggotoa di Kecamatan


Wawotobi; kantor Kepolisian Resort (Polres) di Kecamatan
Unaaha; kantor Komando Distrik Militer (Kodim) di Kecamatan Unaaha dan
kantor Polsek dan Koramil di semua kecamatan.

2. Kawasan Peruntukan Perkantoran Pemerintahan


adalah kawasan yang terpusat diperuntukkan bagi
kegiatan perkantoran yang diharapkan mampu
memberikan nilai tambah pada suatu kawasan
perkotaan. Kawasan peruntukan perkantoran
pemerintahan Kabupaten Konawe yaitu di Kecamatan
Unaaha dan Wawotobi (Kota Unaaha).

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 113


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

Gambar 4.2. Peta Rencana Kawasan Budi Daya Kabupaten Konawe

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 114


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe 2012-2032

Gambar 4.3. Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Konawe

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA Page | 115

Anda mungkin juga menyukai