LATAR BELAKANG
Kabupaten Konawe yang dikenal sebagai Kota Lumbung Pangan Provinsi Sulawesi Tenggara
dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi., serta memiliki sejarah geologis yang
kompleks. Vegetasi savana di Kabupaten Konawe memiliki ciri khas dan keunikan, karena
merupakan asosiasi antara padang rumput dengan tumbuhan agel, lontar dan bambu duri
serta semak belukar, juga tumbuhan di sepanjang sungai-sungai yang mengalir di padang
savana tersebut. Beberapa spesies utama dan endemik di Pulau Sulawesi menghuni wilayah
Savana dengan luas total 113.071 ha. Selain itu, luas hutan yang mencakup sekitar 73,56 %
luas Kabupaten Konawe telah mengalami deforestasi tiap tahun.
Namun kecepatan pembangunan, serta pertumbuhan penduduk yang tinggi yang tidak
diimbangi dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang konsisten, dan pengendalian
kerusakan lingkungan yang kuat telah mengakibatkan meningkatnya bencana banjir, tanah
longsor dan kekeringan dengan kerugian yang cenderung terus meningkat, baik berupa
korban jiwa maupun korban material. Di sisi lain, bencana kekeringan juga menjadi satu
fenomena yang semakin sering terjadi. Dibandingkan dengan bencana lainnya, bencana
kekeringan sering kurang direspon dini karena prosesnya berlangsung perlahan dan
dampaknya tidak sedramatis seperti banjir atau gempa bumi. Sehingga upaya untuk
mengatasinya sejak awal sering tidak dilakukan, dan baru disadari setelah bencana
kekeringan sudah memasuki tahapan yang gawat dan berdampak sangat besar terhadap
perekonomian akibat kegagalan panen ratusan bahkan ribuan hektar daerah pertanian.
Seluruh situasi ini menunjukkan betapa frekuensi dan intensitas bencana di Kabupaten
Konawe semakin meningkat.
Penyebab terjadinya hal tersebut antara lain adalah :
Pertama, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, Kabupaten dan Kota se Sulawesi
Tenggara satu sama lain tidak saling terintegrasi. Masing-masing wilayah membuat dan
menetapkan RTRW sebagai suatu entitas yang saling terpisah atau independen.
Hal | 1
Proposal
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe
Kedua, penataan ruang saat ini, khususnya perencanaan ruang, cenderung memberi ruang
gerak yang lebih besar pada kepentingan ekonomi ketimbang pada aspek keberlanjutan
(sustainability).
Ketiga, penataan ruang saat ini masih banyak berupa planning paper ketimbang sebagai
planning management. Perencanaan ruang wilayah provinsi, kabupaten, dan kota masih
sebatas di atas kertas ketimbang dilaksanakan di lapangan.
Saat ini terdapat dua kebijakan untuk merespon persoalan tersebut. Pertama, kewajiban
untuk menyusun Tata Ruang Kabupaten sebagai rencana rinci untuk Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi (Pasal 14 UU No 26 Tahun 2007). Kedua, kewajiban untuk melakukan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
beserta rencana rincinya (Pasal 15). Dua kebijakan ini diharapkan dapat mengatasi dua
persoalan yang diutarakan di atas. Laporan ini merupakan implementasi dari kedua UndangUndang dimaksud
Proposal
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe
Secara mendasar nilai-nilai kontekstual dari esensi perencanaan wilayah Kabupaten Konawe
mengacu dan berpedoman pada kajian-kajian substansial sebagai berikut:
1.
2.
3.
Aspirasi
Pembangunan
Masyarakat;
Mewadahi
semua
kepentingan
pembangunan yang berbasis pada Kebutuhan dan Kepentingan RIIL masyarakat dan
daerah.
4.
5.
6.
ESENSI dasar dari nilai perencanaan di atas, khususnya yang berkaitan dengan telaah
mendalam terhadap ISU-ISU Strategis yang berkembang di Kabupaten Konawe diurai
sebagai berikut:
1. Berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pada Undang-undang tersebut terkandung prinsip penekanan pola insentif dan disinsentif,
penerapan sanksi, proposisi kawasan lindung dalam DAS dan ruang terbuka hijau
perkotaan paling sedikit 30 % (20 % publik dan 10 % Privat), dan perlunya arahan zonasi
Hal | 3
Proposal
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe
pada kawasan strategis. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN
menetapkan struktur ruang yang mengatur sistem perkotaan nasional, dan penetapan pola
ruang serta penetapan kawasan strategis nasional di wilayah Kabupaten Konawe.
2. Keterpaduan Pemanfaatan Ruang
Hal ini bertujuan menciptakan keterpaduan pemanfaatan ruang terutama pola ruang dan
prasarana lalu-lintas wilayah sehingga tercipta satu kesatuan antara wilayah Kabupaten
Konawe dan keterpaduan pola ruang menyangkut fungsi kawasan lindung pada
perbatasan dengan Kota Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Utara,
Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, Luwu Timur (Sulawesi Selatan)
dan Kabupaten Morowali (Sulawesi Tengah).
3. Pemekaran Wilayah Kabupaten Konawe
Pembentukan kabupaten, dan kecamatan baru telah membawa satu konsekuensi baru
tidak hanya peta politik, sosial dan ekonomi yang ikut berubah tetapi juga secara wilayah
menjadi berubah. Konsekuensi logis dari perubahan ini membawa pengaruh terhadap pola
dan bentuk sinergisitas wilayah, baik dalam hubungannya dengan daerah lain ataupun
bagaimana daerah lain menentukan Positioningnya terhadap daerah yang baru terbentuk.
4. Kesenjangan dan Ketidakmerataan Pertumbuhan Secara Spasial
Hal ini dipengaruhi oleh luas wilayah Kabupaten Konawe yang cukup besar dan kebijakan
pembangunan pemerintah. Permasalahan infrastruktur jalan cukup menonjol. Terdapat
daerah yang memiliki aksesibilitas yang tidak memadahi. Seperti kurangnya kuantitas
kondisi jalan yang rusak. Paradigma Pembangunan Kabupaten Konawe yang bertumpu
pada pembangunan ekonomi di masa lalu, memang telah menghasilkan berbagai
kemajuan
yang
cukup
berarti
namun
sekaligus
juga
mewariskan
berbagai
Proposal
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe
secara
kuantitatif, khususnya jika dilihat dari perkembangan data Indeks Pembangunan Manusia,
namun secara kualitatif kapasitas dan daya saing sumber daya manusia yang dimiliki relatif
Hal | 5
Proposal
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe
masih lemah jika dibandingkan dengan kapasitas dan daya saing sumber daya manusia
dari daerah-daerah yang lebih maju di Provinsi Sulawesi Tenggara.
yang antara lain disebabkan oleh kinerja sumber daya aparatur yang masih lemah,
belum memadainya sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen)
pemerintahan, rendahnya kesejahteraan PNS, serta banyaknya peraturan perundangundangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan
pembangunan, serta peraturanperaturan yang implementasinya justru kontraproduktif.
12. Konversi Hutan, Lahan Pertanian dan Pesisir
Upaya untuk mendorong peningkatan produktivitas sektor pertanian di Kabupaten
Konawe dihadapkan pada permasalahan pokok antara lain, meningkatnya alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian dan pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan
seperti untuk perkebunan rakyat kakao dan sawit dapat menyebabkan menurunnya
ketersediaan air dan daya dukung prasarana irigasi, rendahnya produktivitas dan mutu
komoditas pertanian, serta rendahnya kemampuan dan akses petani terhadap sumber
daya produktif. Sementara itu terdapat ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan sumber
daya kelautan dan perikanan antar kawasan; adanya kegiatan pemanfaatan sumber daya
kelautan dan perikanan yang ilegal dan merusak, belum optimalnya pengembangan
perikanan budidaya, meningkatnya kerusakan lingkungan di kawasan pesisir yang
menurunkan daya dukungnya, dan belum lengkapnya regulasi dalam pemanfaatan
sumber daya kelautan dan perikanan, termasuk penegakan hukum.
13. Kerawanan Terhadap Bencana
Wilayah Kabupaten Konawe yang berada di pesisir pantai timur Sulawesi Tenggara
tergolong rawan terhadap bencana gempa, tsunami, banjir, longsor, dan angin kencang.
Ancaman akan bencana-bencana tersebut menjadi isu besar di tengah masyarakat
Kabupaten Konawe.
C.
Proposal
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe
D.
dampak
lingkungan
dari
Raperda
RTRW
Kabupaten
Konawe
(environmental review of plan). Melalui proses ini dihasilkan beberapa rekomendasi untuk
perubahan/perbaikan Raperda RTRW Kabupaten Konawe yang dialamatkan kepada
Hal | 7
Proposal
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe
Direktorat Jenderal Penataan Ruang, sebelum RTR ditetapkan menjadi Peraturan daerah.
2. Pendekatan Dan Metode KLHS
Mengingat tersedia cukup data untuk analisis kecenderungan (trend analyisis) perubahan
Kabupaten Konawe, serta analisis daya dukung lingkungan hidup Kabupaten; maka KLHS
Raperda RTRW Kabupaten Konawe ditempuh dengan analisis yang bersifat semi rinci
(detailed assessment). Beberapa metode pengumpulan dan analisis data yang digunakan
lebih difokuskan pada isu-isu atau konsekuensi lingkungan.
Untuk mencapai maksud tersebut pelingkupan dilakukan melalui berbagai metode. Dalam
konteks KLHS, metode yang senantiasa harus digunakan adalah penyelenggaraan
seminar, diskusi, atau diskusi grup terfokus (focus grouop discussions), workshop atau
lokakarya yang pesertanya terdiri dari berbagai kalangan pemerintah pusat, provinsi
maupun kabupaten/kota serta tokoh-tokoh yang terkait atau berkepentingan.
Adapun metode lain yang dapat digunakan dalam proses metode antara lain adalah daftar
uji (checklists), matrik interaksi, atau bagan alir dampak lingkungan. Metode-metode ini
bersifat sebagai penunjang atas metode pertemuan dan diskusi yang telah diutarakan.
3. Dokumen KLHS (termasuk analisis)
Dokumen KLHS pada dasarnya memuat tentang identifikasi, deskripsi dan evaluasi
terhadap konsekuensi atau pengaruh lingkungan yang signifikan akan timbul sebagai
akibat dari Raperda RTRW Kabupaten Konawe dan alternatifnya. Secara spesifik
dokumen KLHS harus memuat dan memperhatikan hal-hal berikut :
a. Pengetahuan dan metode terkini yang digunakan dalam menilai konsekuensi atau
pengaruh lingkungan yang akan timbul,
b. Rencana rinci (level of detail) dan muatan yang terkandung dalam Raperda RTRW
Kabupaten Konawe dimaksud dalam proses pengambilan keputusan,
c. Kepentingan (interests) dari masyarakat Informasi yang dibutuhkan oleh institusi
pengambil keputusan.
Tergantung pada kesepakatan atas lingkup kajian (hasil pelingkupan) dan standar atau
ketentuan yang harus dipenuhi, KLHS dapat memuat ulasan atau bahasan yang bersifat
Hal | 8
Proposal
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe
ringkas atau sebaliknya memuat analisis yang lebih dalam sehingga dokumen KLHS
cukup tebal.
Bilamana dilakukan pengumpulan dan analisis data yang lebih dalam, maka hal-hal yang
patut diperhatikan adalah:
a. Relevansi data dan informasi yang dianalisis dengan dengan karakter draft Raperda
RTRW Kabupaten Konawe yang ditelaah dibutuhkan data dan analisis yang lebih
cermat untuk wilayah-wilayah yang telah mengalami kerusakan sumber daya alam
yang tinggi (misal kawasan lindung, habitat satwa liar). Untuk KLHS sektoral,
dibutuhkan data dan analisis yang relevan dengan masalah-masalah lingkungan yang
akan timbul (misal untuk KLHS Sektor Perhubungan dan Energi dibutuhkan data emisi
dan ambien mutu udara).
b. Analisis konsekuensi atau pengaruh lingkungan yang akan timbul. Bagian ini boleh
dikatakan merupakan jantung analisis dari KLHS. Kini telah tersedia beragam pilihan
metode untuk analisis dan prediksi konsekuensi lingkungan baik berupa model-model
deskriptif internal, model blackbox empiris (statistik), model matematik dan simulasi,
hingga model-model skenario kebijakan dan analisis kualitatif. Dalam banyak kasus
analisis kualitatif juga dipandang cukup memadai untuk digunakan.
c. Identifikasi upaya untuk mencegah dan menanggulangi dampak negatif dan
meningkatkan dampak positif yang akan timbul. Ada dua hal penting yang harus masuk
dalam telaahan KLHS. Pertama, upaya mencegah dampak negatif dan meningkatkan
dampak positif harus menjadi bagian yang integral dari Raperda RTRW Kabupaten
Konawe. Prinsip kehati-hatian (Precautinary Principles) harus menjadi panduan bagi
formulasi Raperda RTRW Kabupaten Konawe dimaksud berpotensi membangkitkan
resiko lingkungan yang tinggi. Kedua, hierarki pengelolaan lingkungan (pencegahan,
pengurangan, dan pengendalian limbah) sejauh mungkin diaplikasikan secara penuh
untuk mengatasi dampak yang bersifat negatif. Sebab pada KLHS ada Kebijakan
sering dijumpai konflik kepentingan antar kebijakan yang kemudian berujung
diutamakannya kepentingan ekonomi dan tidak diprioritaskannya kepentingan
lingkungan hidup.
4. Partisipasi Masyarakat
Tingkat keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam KLHS sangat bervariasi tergantung
Hal | 9
Proposal
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe
pada atas kegiatan, rencana dan program yang ditelaah, peraturan perundangan yang
mengatur keterlibatan masyarakat, serta komitmen dan keterbukaan dari pimpinan
organisasi pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Secara umum KLHS RTRW Kabupaten Konawe diaplikasikan pada tingkat Kebijakan atau
Peraturan Perundang-undangan (Raperda), maka keterlibatan atau partisipasi masyarakat
harus semakin luas dan intens dibanding KLHS pada tingkat Rencana atau Program. Bila
KLHS diaplikasikan untuk atas Kebijakan atau Peraturan Perundang-undangan, maka
proses pelibatan masyarakat atau konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin dan
efektif.
Secara spesifik, harus tersedia waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menelaah
rancangan Kebijakan atau Peraturan Perundang-undangan termasuk dokumen KLHS
yang telah disusun. Aspirasi masyarakat termasuk kalangan LSM terhadap rancangan
Kebijakan dan dokumen KLHS, perlu diidentifikasi dan dibuka peluang untuk disalurkan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam batas waktu yang memadai. Partisipasi
masyarakat juga dapat diwujudkan dalam bentuk menangkap aspirasi masyarakat melalui
survey dengan kuesioner terstruktur pada sejumlah responden atau penyelenggaraan
Focus Discussion Group pada beberapa kelompok atau komunitas masyarakat tertentu
yang akan terkena pengaruh dari Raperda RTRW Kabupaten Konawe.
5. Pengambilan Keputusan
Kebijakan, rencana atau program yang akan diputuskan harus mempertimbangkan:
a. Kesimpulan-kesimpulan pokok yang termuat dalam KLHS,
b. Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang termuat dalam KLHS,
c. Pandangan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan
hidup (KLH, Bapedalda, Bappeda atau yang setaraf), dan kesehatan masyarakat
(Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/ Kota;
d. Aspirasi serta pandangan dari berbagai lapisan dan golongan masyarakat yang
berkepentingan, termasuk disini kalangan LSM.
Untuk meningkatkan akuntabilitas kebijakan publik, diadopsi Pasal 11 Protokol KLHS yang
diterbitkan oleh United Nations Economic Commission for Europe (UNECE). Dalam
protokol dimaksud digariskan bahwa Kebijakan, Rencana atau Program yang telah
Hal | 10
Proposal
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe
mempertimbangkan keempat faktor di atas harus diterbitkan resmi dan tersedia bagi
masyarakat yang memerlukannya serta didistribusikan kepada instansi pemerintah terkait,
sekaligus disertai dengan pernyataan yang menyimpulkan tentang bagaimana dokumen
KLHS, dan pandangan masyarakat serta para pihak yang berkepentingan telah
diintegrasikan di dalam KRP berikut alternatifnya. Sudah barang tentu hal ini menuntut
tingkat transparansi kebijakan publik yang tinggi.
6. Pemantauan dan Tindak Lanjut
Pemantauan yang dimaksud disini adalah pemantauan terhadap konsekuensi atau
dampak dari implementasi dari Raperda RTRW Kabupaten Konawe terhadap lingkungan
hidup, kesehatan dan aspek-aspek penting sosial ekonomi masyarakat yang terkait. Dalam
KLHS, pemantauan ditujukan untuk mengidentifikasi sejak dini, dampak atau konsekuensi
negatif yang pada awalnya tidak tampak sehingga dapat diambil langkah-langkah
pencegahan yang memadai. Hasil pemantauan ini, juga harus tersedia bagi kalangan
pembuat kebijakan (legislator), pemerintah dan masyarakat.
Adapun pemantauan implementasi Rencana atau Program relatif lebih dapat dilakukan
karena dapat dipisahkan dari pengaruh faktor-faktor lain. Sebagai misal, pemantauan
implementasi RTRW suatu kabupaten (yang telah diaplikasi KLHS) lebih mudah dilakukan
ketimbang pemantauan implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
E.
F.
TENAGA AHLI
Tenaga ahli yang dibutuhkan dalam pekerjaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Kabupaten Konawe, adalah:
1. Ahli Perencanaan Wilayah (Team Leader)
2. Ahli Teknik Lingkungan
Hal | 11
Proposal
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe
3. Ahli Kehutanan
4. Ahli Pertanian
5. Ahli Perikanan dan Kelautan
6. Ahli Ekonomi Pembangunan
7. Ahli Sosial Budaya
8. Ahli Air Bersih dan Sanitasi
G.
SISTEM PELAPORAN
Dalam melaksanakan Pekerjaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten
Konawe, tugas konsultan berkewajiban menyampaikan laporan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Laporan Pendahuluan (Inception Report)
Laporan ini merupakan laporan yang pertama, yang berisi persiapan dan rencana
konsultan dalam melaksanakan pekerjaan. Laporan pendahuluan ini harus diserahkan
1 (satu) bulan atau 30 hari kalender setelah diterbitkannya Surat Perintah Kerja (SPK) dan
dibuat dalam 10 (sepuluh) eksamplar dan didiskusikan dengan Direksi.
2. Laporan Antara (Interim Report)
Laporan ini dibuat untuk memaparkan berbagai hasil pekerjaan hingga masa pertengahan
kegiatan perencanaan dan berisikan tentang kemajuan/progress yang dicapai oleh
konsultan sesuai jadwal perencanaan kerja. Laporan ini dalam 10 (sepuluh) eksamplar dan
diserahkan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender setelah ditanda tanganinya
Surat Perintah Kerja (SPK).
3. Draft Laporan Akhir (Draft Final Report)
Laporan akhir sementara merupakan hasil dari pelaksanaan pekerjaan Konsultan yang
mencakup seluruh pekerjaan data dan hasil analisis terhadap Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe. Konsep draft laporan akhir ini harus dibuat dan
disampaikan kepada Satuan Kerja paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum masa
kontrak habis atau 105 (seratus lima) hari kalender setelah ditanda tangani Surat Perintah
Kerja untuk dibahas bersama. Draft final untuk bahan diskusi dibuat 10 (sepuluh)
eksamplar.
4. Laporan Akhir (Final Report)
Hal | 12
Proposal
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe
Laporan Akhir (Final Report) disusun sebagai kelengkapan dari produk laporan yang
dihasilkan untuk masing-masing jenis kegiatan. Laporan ini berisikan tentang kemajuan
laporan, kesimpulan, dan rekomendasi penting yang ditemui selama pelaksanaan
pekerjaan. Laporan Akhir ini dibuat dalam 10 (sepuluh) eksamplar.
H.
I.
SUMBER PENDANAAN
Biaya Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Konawe, sebesar
Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) DAU Kabupaten Konawe Tahun Anggaran 2012,
BAPPEDA Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. (RAB Terlampir).
J.
PENUTUP
Demikian proposal ini disampaikan dengan harapan kiranya berkenan untuk merespon atau
menyetujui usulan kami ini. Terima Kasih atas perhatian dan kerjasamanya.
Konawe,
November 2011
KABUPATEN KONAWE
Hal | 13