Anda di halaman 1dari 22

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup

dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

II. RENCANA KEGIATAN

2.1. Nama Kegiatan


Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan
Bontosunggu di Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan.

2.2. Lokasi Kegiatan


Secara administrasi kegiatan Pengembangan Kawasan Pemukiman di
Kawasan Perkotaan Bontosunggu di Kabupaten Jeneponto, Provinsi
Sulawesi Selatan pada ordinat 1°2'23.45"S dan 131°16'36.60"E. Untuk
lebih jelasnya lokasi Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan
Perkotaan Bontosunggu di Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada
Gambar-2.1

2.3. Skala Kegiatan


Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan
Bontosunggu pada areal lahan seluas ………..m2 dan terletak pada titik
koordinat …… Pengembangan Kawasan ini dapat dibedakan menjadi
dua yaitu kawasan pemukiman formal dan non formal. Pembagian
tersebut dibedakan berdasarkan pengembangannya untuk
permukiman formal berupa kompleks perumahan yang
pengembangannya dilakukan oleh pihak developer, sedangkan untuk
permukiman non formal yang pengembangannya dilakukan oleh
masyarakat sendiri. Berikut ini rincian skala rencana kegiatan
pembangunan kawasan pemukiman perkotaan :
a. Penyediaan sarana dan prasarana pemukiman perkotaan yang
nyaman dan peduli diffable
b. Mengembangkan fasilitas ruang publik dan ruang terbuka hijau
kota
c. Penyediaan berbagai fasilitas social ekonomi yang mampu
mendorong perkembangan kawasan

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 1


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

d. Penyediaan ruang terbuka publik yang terintegrasi dengan RTH,


taman lingkungan dan arena olahraga

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 2


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya
Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Sorong 2 Pemantauan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

Gambar 2.1. Lokasi Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 2 II-2


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

Penyediaan sarana dan prasarana pemukiman perkotaan yang nyaman


dan peduli diffable
Perencanaan pemukiman khususnya pada perkotaan harus
memperhatikan adanya penyediaan sarana dan prasarana yang memadai
pada lingkungan pemukiman, terutama pada aspek kesehatan sesuai Dalam
UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang “kesehatan” ditegaskan, bahwa kesehatan
lingkungan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal,
dilakukan antara lain melalui peningkatan sanitasi lingkungan pada tempat
tinggal maupun terhadap bentuk atau wujud substantifnya berupa fisik,
kimia dan biologis termasuk perubahan perilaku yang diselenggarakan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat yaitu dengan menciptakan
keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan
dan keselamatan hidup manusia. Sehingga dalam perencanaan sarana dan
prasarana harus memperhatikan ketentuan besaran fasilitas secara dari
kebutuhan penduduk atas fasilitas yang tersedia dan besaran jumlah
penduduk. Adapun standar minimal komponen fisik prasarana lingkungan
permukiman tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1. Standar Minimal Komponen Fisik Prasarana Lingkungan


Permukiman
No Komponen Kriteria Teknis Keterangan
1 Jaringan  Jarak minimum setiap Pada prinsipnya,
Jalan rumah 100m dari jalan jaringan jalan harus
kendaraan satu arah dan mampu melayani
300 m dari jalan 2 arah. kepentingan mobil
 Lebar perkerasan minimum kebakaran.
untuk jalan 2 arah 4 m. Disamping itu,
 Kepadatan jalan minimal maksimal 15 menit
50-100m/ha untuk jalan 2 jalan kaki harus
arah. terlayani oleh
 Pedestrian yang diperkeras angkutan umum.
minimal berjarak 20 Dimensi minimal
m,dengan perkerasan 1-3 m pejalan kaki
sebanding dengan
lebar gerobag
dorong/becak

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 3


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

2 Air Bersih  Kapasitas layanan Perehitungan


(Kran minimum 201/org/hari kebutuhan lebih rinci
Umum)  Kapasitas jaringan mengenai kran umum
jaringan minimum 60 didasarkan atas
lt/org/hr jumlah pelanggan
 Cakupan layanan 20-50 PAM dan kualitas air
kk/unit setempat
 Fire Hidrant dalam radius
60 m- 120 m

3 Sanitasi  Tangki septict individu, Pada prinsipnya,


resapan individu lingkungan harus
 Tangki septict bersama, bersih dari
resapan bersama Mini pencemaran limbah
IPAL rumah tangga

4 Persampahan  Minimal jarak Pelayanan sampah


TPS/Transfer sangat tergantung
 Depo 15 menit perjalanan pada sistim
gerobag sampah penanganan
 Setiap gerobag melayani lingkungan/sektor
30 sampai 50 unit rumah kota. Pada prinsipnya
 Pengelolaan sampah pelayanan sampah
lingkungan ditangani yang dikelola
masyarakat setempat. lingkungan mampu
dikelola oleh
lingkungan yang
bersangkutan
5 Drainase  Jaringan drainasi dibangun Bentuk
memanfaatkan jaringan penangananya
jalan dan badan air yang dapat merupakan
ada. bagian dari sistim
 Dimensi saluran jaringan kota atau
diperhitungkan atas dasar sistim setempat
layanan (coverage area)
blok/lingkungan
bersangkutan.
 Penempatan saluran
memperhitungkan
ketersediaan lahan (dapat
disamping atau dibawah
jalan).
 Jika tidak tersambung
dengan sistim kota,harus

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 4


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

disiapkan resapan
setempat atau kolam
retensi.

Sumber: Dasar-dasar Perencanaan Perumahan oleh Dipusbindiklatren

Bappenas (2003: 2-4)

Mengembangkan fasilitas ruang publik dan ruang terbuka hijau kota


Keberadaan ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari
penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan
hijau kota terdiri atas pertanaman kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan
rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga dan kawasan hijau
pekarangan. Ruang publik menjadi salah satu unsur terpenting dalam
struktur ruang suatu kota, seiring dengan meningkatnya kebutuhan ruang
untuk fungsi publik di kota maka peningkatan kebutuhan ruang untuk
kepentingan privat juga ikut meningkat, khususnya perumahan seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk di perkotaan, sehingga diperlukan
ruang publik yang ideal karna hal tersebut akan berpotensi pada penurunan
kualitas baik pad kondisi fisik keruangan, kondisi sosiologi masyarakat
maupun kondisi ekologis kota.
Adapun Menurut Peraturan Menteri pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun
2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
di Kawasan Perkotaan bahwa ruang terbuka hijau perkotaan terdiri dari
Ruang Terbuka Hijau Publik dan Ruang Terbuka Hijau privat, proporsi ruang
terbuka hijau pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang
terdiri dari 20% ruang terbuka hijau public dan 10% terdiri dari ruang
terbuka hijau privat.
Adapun arahan penyediaan ruang terbuka hijau pada
lingkungan/permukiman yaitu sebagai berikut:
a. Ruang Terbuka Hijau Taman Rukun Tetangga

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 5


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

Taman Rukun Tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk


melayani penduduk dalam lingkup 1 (satu) RT, khususnya untuk
melayani kegiatan sosial di lingkungan RT tersebut. Luas taman ini
adalah minimal 1 m2 per penduduk RT, dengan luas minimal 250 m2.
Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m dari rumah-
rumah penduduk yang dilayani. Luas area yang ditanami tanaman
(ruang hijau) minimal seluas 70%-80% dari luas tanam. Pada taman
ini selai ditanam dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal 3
(tiga) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.

b. Ruang Terbuka Hijau Taman Rukun Warga


RTH Taman Rukun Warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk
taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya
kegiatan remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan
masyarakat lainnya di lingkungan RW tersebut. Luas taman ini
minimal 0,5 m2 per penduduk RW, dengan luas minimal 1.250 m2.
Lokasi taman berada pada radius kurang dari 1000 m dari rumah-
rumah penduduk yang dilayaninya. Luas area yang ditanami tanaman
(ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman, sisanya
dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan
berbagai aktivitas. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai
tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 10 (sepuluh) pohon
pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.

c. Ruang Terbuka Hijau Kelurahan


RTH kelurahan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan
untuk melayani penduduk satu kelurahan. Luas taman ini minimal
0,30 m2 per penduduk kelurahan, dengan luas minimal taman 9.000
m2. Lokasi taman berada pada wilayah kelurahan yang bersangkutan.
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% -

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 6


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras
sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain
ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat
minimal 25 (duapuluhlima) pohon pelindung dari jenis pohon kecil
atau sedang untuk jenis taman aktif dan minimal 50 (limapuluh)
pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman
pasif

d. Ruang Terbuka Hijau Kecamatan

RTH kecamatan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan


untuk melayani penduduk satu kecamatan. Luas taman ini minimal
0,2 m2
per penduduk kecamatan, dengan luas taman minimal 24.000 m2.
Lokasi taman berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan.
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% -
90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras
sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain
ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat
minimal 50 (limapuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau
sedang untuk taman aktif dan minimal 100 (seratus) pohon tahunan
dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.

Adapun arahan penyediaan ruang terbuka hijau pada kota/perkotaan yaitu


sebagai berikut:
a. Ruang Terbuka Hijau Taman Kota
RTH Taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani
penduduk satu kota atau bagian wilayah kota. Taman ini melayani
minimal 480.000 penduduk dengan standar minimal 0,3 m2 per
penduduk kota, dengan luas taman minimal 144.000 m2. Taman ini

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 7


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau), yang dilengkapi


dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga
dengan minimal RTH 80% - 90%. Semua fasilitas
tersebut terbuka untuk umum. Jenis vegetasi yang dipilih berupa
pohon tahunan, perdu, dan semak ditanam secara berkelompok atau
menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau sebagai
pembatas antar kegiatan.

b. Hutan Kota
Hutan kota adalah sebagai penyangga lingkungan kota yang berfungsi
untuk memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika,
meresap air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan
fisik kota dan mendukung pelestarian dan perlindunga
keanekaragaman hayati Indonesia. Hutan kota yang direncanakan
dapat berbentuk bergerombol atau menumpuk dan menyebar. Luas
area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas 90%- 100% dari
luas hutan kota serta berbentuk jalur.

c. Sabuk Hijau
Sabuk hijau merupakan RTH yang berfungsi sebagai daerah
penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan
lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi
aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu,
serta pengamanan dari faktor lingkungan sekitarnya.
Sabuk hijau dapat berbentuk:
 RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau
penggunaan lahan tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga
berperan sebagai pembatas atau pemisah;
 Hutan kota;

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 8


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

 Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada


sebelumnya (eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan
hukum, dipertahankan keberadaannya.

d. Ruang Terbuka Hijau Jalur Hijau Jalan


Ruang terbuka hijau dapat disediakan dengan penempatan tanaman
antara 20-30% dari ruang milik jalan (rumija) sesua dengan khas
jalan. Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu
memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan
penempatannya. Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah
setempat, yang disukai
oleh burung-burung, serta tingkat evapotranspirasi rendah. Pada jalur
tanaman tepi jalan disediakan tanaman peneduh yang dapat ditanam
seperti kiaran Payung (Filicium decipiens), Tanjung (Mimusops eleng)
dan Bungur (Lagerstroemia floribunda), tanaman peyerap polusi
udara yang dapat ditanam seperti Angsana (Ptherocarphus indicus),
Akasia daun besar (Accasia mangium), Oleander (Nerium oleander),
Bogenvil (Bougenvillea Sp), Teh-tehan pangkas (Acalypha sp).
Tanaman peredam kebisingan yaitu seperi tanamn Tanjung
(Mimusops elengi), Kiara payung (Filicium decipiens), Teh-tehan
pangkas (Acalypha sp), Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis).
Tanaman pemecah angina yang dapat ditanam seperti Cemara
(Cassuarina equisetifolia), Mahoni (Swietania mahagoni, Tanjung
(Mimusops elengi).

e. Ruang Terbuka Hijau Pejalan Kaki


Ruang pejalan kaki adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki
pada kiri-kanan jalan atau di dalam taman. Ruang pejalan kaki yang
dilengkapi dengan RTH harus memenuhi hal-hal sebagai berkut:

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 9


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

Kenyamanan, adalah cara mengukur kualitas fungsional yang


ditawarkan oleh sistem pedestrian yaitu:
- Orientasi, berupa tanda visual (landmark, marka jalan) pada
lansekap untuk membantu dalam menemukan jalan pada
konteks lingkungan yang lebih besar;
- Kemudahan berpindah dari satu arah ke arah lainnya yang
dipengaruhi oleh kepadatan pedestrian, kehadiran
penghambat fisik, kondisi permukaan jalan dan kondisi iklim.
Jalur pejalan kaki harus aksesibel untuk semua orang termasuk
penyandang cacat.

Penyediaan berbagai fasilitas social ekonomi yang mampu mendorong


perkembangan kawasan
Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan
Bontosunggu di Kabupaten Jeneponto yang direncanakan akan menyediakan
fasilitas social ekonomi (zona perdagangan dan jasa) dengan tujuan
memudahkan masyarakat setempat dan menjadikan sebagai ladang usaha
untuk meningkatkan pendapatan bagi masyarakat setempat. Berdasarkan
skala pelayanan dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Perdagangan dan jasa skala Kabupaten, yaitu perdagangan dan jasa yang
tidak hanya melayani awasan perkotaan Bontosunggu tetapi juga dapat
melayani daerah disekitarnya hingga lingkunp kabupaten. Perdagangan
tersebut berupa pasar tradisional Turatea Kabupaten jeneponto dan
rencana pasar modern yang terletak di Jl. Pahlawan
b) Perdagangan dan jasa skala kawasan, yaitu perdagangan dan jasa yang
melayani penduduk kawasan perkotaan Bontosunggu dan sebagai
penduduk wilayah fungsi land use sekitarnya. Perdagangan skala
kawasan yang ada yaitu berupa ruko dan warung yang berada di jalan
utama.

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 10


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

c) Perdagangan dan jasa skala lokal/lingkungan, yaitu perdagangan dan


jasa yang berada di permukiman penduduk.

Adapun konsep pengembangan kawasan perdagangan dan jasa secara linear


pada jalan-jalan utama kawasan, akan tetapi pengembangan kawasan
tersebut dilakukan sesuai dengan hirarki pelayanan dan tarikan yang
ditimbulkan. Pada jalan-jalan utama kawasan yang mempunyai fungsi
sebagai akses regional, jenis perdagangan dan jasa yang dikembangkan
adalah yang mempunyai tarikan dan bangkitan yang rendah agar tidak
mengganggu arus lalu lintas yang ada. Selain itu, untuk menghindari
gangguan terhadap arus lalu lintas yang berasal dari aktivitas yang
ditimbulkan, maka pada kawasan perdagangan dan jasa di sepanjang jalan-
jalan utama kawasan sebaiknya mempunyai lahan parkir di dalam kapling
agar menghindari parkir on street.
Pengembangan sentra-sentra warung dan di sekitar pusat kegiatan
(perdagangan dan jasa) menghidupkan kegiatan kawasan terutama pada
malam hari. Adapun pengembangan sentra-sentra warung dan kedai ini
dapat dilakukan pada lokasi sendiri atau memanfaatkan lahan pada
kawasan perdagangan dan jasa yang tidak buka di malam hari.
Penataan pasar, khususnya pasar tradisional Turatea, dengan cara:
- Perbaikan kondisi bangunan pasar, yang diarahkan dengan memidahkan
kegiatan perdagangan ke pasar modern yang berada tepat di sebelahnya.
Hal ini telah dilakukan oleh pemerintah daerah setempat.
- Menyediakan tempat parkir yang teratur dan sesuai kebutuhan untuk
parkir kendaraan dan untuk bongkar muat
- Menyediakan TPS untuk menampung sampah pasar, beserta
pengangkutan sampat ke TPS tersebut.
Perkembangan perdagangan dan jasa cukup memegang peranan penting,
maka diarahkan pengembangannya pada kawasan baru (sebelah Utara Jl.
Pahlawan atau sebelah Selatan Jl. Pahlawan). Selain pasar umum,

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 11


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

pengembangan pusat perdagangan lainnya dapat berupa Trade Centre yang


diarahkan kegiatannya selain pusat perdagangan dan jas, juga untuk
kegiatan lain seperti: pusat kuliner, pameran (exhibition), dan taman
komunitas. Arahan lokasi pengembangan yaitu di sekitar jalan Lingkar atau
kawasan yang berada di antara Jl. Pahlawan dan jalan alternative yang
menembus ke Jl. Sungai Kelara.

Penyediaan ruang terbuka publik yang terintegrasi dengan RTH, taman


lingkungan dan arena olahraga
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan. Ruang terbuka hijau (RTH) adalah area memanjang/
jalur dana tau mengelompokkan, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman. Adapun fungsi utama (intristik) RTH adalah
sebagai fungsi ekologis, yaitu menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota
secara fisik sedangkan fungsi tambahan (ekstrinsik) adalah fungsi
arsitektural, social dan fungsi ekonomi, fungsi-fungsi ini merupakan
pendukung dam penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota
tersebut. Fungsi-fungsi ini dapat dikombinasikan sesuai dengan keadaan dan
kondisi wilayah suatu perkotaan, sehingga dapat tercapai keadaan RTH yang
memang sesuai dengan karakterstik, kebutuhan, serta keberlanjutan kota.
Agar keberadaan RTH di perkotaan dapat berfungsi secara efektif baik
secara ekologis maupun secara planologis, perkembangan RTH tersebut
sebaiknya dilakukan secara hierarki dan terpadu dengan system struktur
ruang yang ada di perkotaan. Dengan demikian keberadaan RTH bukan
sekedar menjadi elemen pelengkap dalam perencanaan suatu kota semata,
melainkan lebih merupakan sebagai pembentuk struktur ruang kota,
sehingga kita dapat mengidentifikasi hierarki struktur ruang kota melalui
keberadaan komponen pembentuk RTH yang ada.

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 12


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

Selain dari ruang terbuka hijau keberadaan ruang terbuka non hijau
juga sangat penting penyediaan ruang terbuka non hijau pada skala
kota/kawasan perkotaan (city wide) dilakukan dengan mempertimbangkan
struktur dan pola ruang. Struktur dan pola suatu kota terbentuk dari adanya
hirarki pusat dan skala pelayanan suatu kegiatan fungsional yang
dihubungkan oleh suatu hirarki jaringan jalan dan infrastruktur utama
(linkage) yang membentuk suatu urban fabric. Yang pada akhirnya
membentuk ruang-ruang aktivitas fungsinal seperti pembuatan lapangan
olahraga yang merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai
suatu pelataran dengan fungsi utama tempat dilangsungkannya kegiatan
olahraga. Luas ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan sarana
olahraga pada suatu wilayah atau kawasan diperhitungkan sebagai berikut:

Tabel Standar Luas Penyediaan Ruang Terbuka (RT) Pada Sarana Olahraga
Jumlah
Penduduk Kebutuhan Luas Standart Luas RT Luas RTH Luas RTNH
No Jenis Sarana
Pendukung Lahan Min (m2) (m2/jiwa) (m2) (m2) (m2)
(Jiwa)
Taman/Tempat (100%-
1 250 250 1000 250 KDH x 250
Bermain (RT) KDH)x250
Taman/Tempat (100%-
2 2500 1250 0,500 1250 KDH x 1250
Bermain (RW) KDH)x1250
Taman dan
(100%-
3 Lapangan Olahraga 30000 9000 0,300 9000 KDH x 9000
KDH)x9000
(Kelurahan)

Taman dan (100%-


KDH x
4 Lapangan Olahraga 120000 240000 0,200 24000 KDH)x2400
240000
(Kecamatan) 0
5 Jalur Hijau 15m
Kuburan/Pemaka
6 120000
man Umum

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2009

2.4. Garis – Garis Besar Komponen Rencana Kegiatan


Secara umum, lingkup pekerjaan Pengembangan Kawasan Pemukiman
di Kawasan Perkotaan Bontosunggu di Kabupaten Jenepotton pada
masing-masing tahapan kegiatan sebagai berikut:

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 13


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

2.4.1. Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang

Lokasi Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan


Bontosunggu terletak di Kabupaten Jeneponto memiliki kesesuaian
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jenepontto
dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut;
1. Keputusan Bupati Sorong Nomor 223 Tahun 2011 Tentang
pemberian izin lokasi untuk keperluan pengembangan sarana
pembangkit listrik PT. Powergen di Kawasan Industri Kampung
Arar, Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong. Di dalam surat
keputusan tersebut tercantum bahwa berdasarkan rencana umum
tata ruang wilayah Kabupaten Sorong, lokasi yang dimohon berada
pada kawasan yang diperuntukkan bagi pengembangan
Pembangkit Tenaga Listrik
2. Lokasi Pembangunan PLTMG Sorong 2 berada pada kawasan
industri di Kabupaten Sorong

2.4.2. Uraian mengenai komponen rencana kegiatan yang dapat


menimbulkan dampak lingkungan

1. Tahap Pra Konstruksi


a. Kegiatan Survei Lokasi
Kegiatan survei lokasi telah dilakukan untuk memperoleh
informasi atau data awal tentang kondisi fisik wilayah di sekitar
lokasi Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan
Perkotaan Bontosunggu. Kegiatan yang dilakukan meliputi
kegiatan pengukuran lahan dan topografi. Dari hasil informasi
tersebut, dijadikan dasar dalam mendesain bangunan sipil dan
mekanikal dll. Tahapan selanjutnya dilakukan kajian lingkungan
dengan melakukan serangkaian kegiatan survei fisik, biologi dan
sosial dan kesehatan masyarakat guna mengidentifikasi dampak

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 14


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

lingkungan yang terjadi dari kegiatan pengembangan kawasan


pemukiman yang direncanakan.

b. Kegiatan Pengadaan Lahan


Lahan yang digunakan sebagai lokasi Pengembangan Kawasan
Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu adalah tanah
hak milik. Terdapat bagian-bagian pengembangan kawasan
pemukiman seperti pembuatan fasilitas sarana dan prasarana
ruang terbuka hijau dan ruang publik, fasilitas sosial ekonomi
permukiman dan perkotaan serta pembuatan taman lingkungan
dan arena olahraga yang akan dibangun. Luas lahan yang
dibutuhkan untuk lokasi Pengembangan Kawasan Pemukiman di
Kawasan Perkotaan Bontosunggu adalah seluas 4 (empat) ha.
Lahan yang akan digunakan saat ini beberapa merupakan lahan
kosong yang hanya ditumbuhi semak belukar dan pepohonan.
Status lahan tersebut merupakan Hak Guna Pakai sehingga tidak
ada kegiatan pembebasan lahan masyarakat.

2. Tahap Konstruksi
a. Kegiatan Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi
Tenaga kerja konstruksi yang diterima selama kegiatan
pembangunan Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan
Perkotaan Bontosunggu ini terdiri dari berbagai jenis
pekerjaan/keterampilan seperti operator, mekanikal, elektrikal,
tenaga administrasi daan sebagainya.
Tenaga kerja ini akan bekerja sesuai dengan jadwal
kegiatan dan kegiatan proyek dengan melakukan identifikasi
kebutuhan tenaga kerja serta membuat kualifikasi yang sesuai
dengan rencana kegiatan proyek. Tenaga kerja yang dilibatkan
pada tahap pelaksanaan konstruksi akan direkrut dari tenaga
kerja lokal atau tenaga kerja pendatang yang berasal dari luar

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 15


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

daerah. Tenaga kerja yang dipekerjakan akan diprioritaskan


kepada penduduk sekitar lokasi rencana pembangunan instalasi
dengan persyaratan sesuai dengan spesifikasi pekerjaan dan
keterampilan yang dimiliki. Namun apabila tenaga kerja lokal
tidak memadai/mencukupi tidak tertutup kemungkinan untuk
mendatangkan dari luar daerah.
Tabel 2.3 Kebutuhan Tenaga Kerja Konstruksi

No. Bidang pekerjaan Pendidikan Jumlah


1 Tehnik Perencanaan S1 3
2 Ahli Sipil S1 1
3 Mekanikal S1 2
4 Elektrikal S1 2
5 Instrument S1 1
6 Pengawas D3 2
7 Welder SLTA/SMK 4
8 Fitter/Helper SLTA/SMK 10
9 Welding Inspector SLTA/SMK 1
10 Tenaga Buruh - 20
TOTAL 53
Sumber: Tim Penyusun Dokumen, 2017.

Kebutuhan tenaga kerja tersebut terkait dengan besaran


pekerjaan dan lamanya waktu pekerjaan pembangunan instalasi
ini. Jumlah tenaga kerja yang diperkirakan mencapai 53 orang.
Jumlah ini akan berfluktuasi sesuai dengan volume pekerjaan
yang akan diselesaikan.
Tenaga ahli/professional yang bersertifikat dibutuhkan dalam
rangka kegiatan-kegiatan vital seperti pengelasan dan
penyambungan. Suplai untuk kebutuhan ini diupayakan akan
menggunakan tenaga lokal yang berada di wilayah Kabupaten
Sorong. Jika tidak ada, maka digunakan tenaga kerja dari luar
kota atau provinsi lain. Sedangkan mandor, buruh, dan
keamanan digunakan dari sekitar wilayah lokasi tapak proyek.

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 16


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

b. Kegiatan Perbaikan atau peningkatan Kelas jalan Akses


Saat ini sudah terdapat jalur jalan yang menghubungkan jalan
raya pada Kecamatan Bunami dengan lokasi kegiatan
pengembangan kawasan pemukiman di kawasan perkotaan
bontosunggu. pembangunan jalan masuk diperlukan selama
proses tahapan pengembangan kawasan pemukiman di kawasan
perkotaan bontosunggu terutama saat untuk mengangkut
material/bahan bangunan atau peralatan, peralatan
pembangunan, bagian peralatan pembangkit. Perbaikan atau
peningkatan kelas jalan akan dilakukan sesuai dengan
kebutuhan operasi pada pengembangan kawasan pemukiman.
c. Kegiatan Mobilisasi Material dan Peralatan
Dalam pelaksanaan konstruksi pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Sorong 2, pihak
pemrakarsa telah mengadakan semua bahan dan peralatan yang
diperlukan untuk proyek ini sesuai dengan perencanaan yang
telah dibuat diantaranya yaitu:
- Compressor
- Heat Exchangers
- Air Coolers
- Filters
- Pressure Vessels
- Turboexpander
- Pump
- Tower
- Vessels
- Hot Oil System
- Compressor & Blowers
- Fired Heater & Flare Stack
- Miscellaneous Packages

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 17


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

- Dumtruck
- Molen
- Mesin las
- Brush pig
- Excavator
- tower crane
- concrete pump
- material pipa gas dan oil
- Material untuk sistem kelistrikan dan instrumentasi lainnya,
- Peralatan dan perkakas untuk test, pengujian, inspeksi,
kalibrasi dan sertifikasi, suku cadang.
d. Kegiatan Pembukaan dan Pematangan Lahan
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan merupakan
kegiatan pembersihan dan pemusnahan berbagai materi dan
tanaman/pepohonan yang ada di permukaan lahan tempat ntuk
lokasi pembangunan fasilitas produksi dan fasilitas penunjang
pengembangan kawasan pemukiman yang akan dibangun.
Termasuk dalam kegiatan pembukaan dan pematangan lahan ini
adalah pengupasan tanah penutup. Kegiatan pengupasan tanah
penutup merupakan kegiatan pembersihan dan pemindahan
tanah permukaan (top soil) untuk mempermudah upaya
pembangunan berbagai fasilitas sarana dan prasarana dalam
pengembangan kawasan pemukiman.
Pematangan lahan dilakukan dalam kaitan menaikan level
muka tanah. Proses pematangan lahan pada hakekatnya adalah
proses pemadatan. Prinsip pemadatan adalah tanah yang tidak
padat menjadi padat. Alat yang digunakan untuk pemadatan
antara lain roller whell atau drum whell. Alat tersebut dijalankan
pada tanah dalam beberapa lintasan. Peralatan tersebut

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 18


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

melintas beberapa kali hingga tanah dinyatakan padat sehingga


mampu menahan beban di atasnya.
e. Kegiatan Pembangunan sarana dan prasarana pemukiman
perkotaan yang nyaman dan peduli diffable
 Kegiatan Pembangunan Jaringan Jalan
 Kegiatan Pembangunan Air Bersih (Kran Umum)
 Kegiatan Pembangunan Sanitasi
 Kegiatan Pembangunan Persampahan
 Kegiatan Pembangunan Drainase
Penjelasan mengenai cara pembangunan jaringan jalan
f. Kegiatan Pembangunan fasilitas ruang publik dan ruang
terbuka hijau kota
Pembangunan fasilitas ruang publik dan ruang terbuka
hijau kota akan dilakukan pertama-tama pada penyediaan ruang
terbuka hijau pada lingkungan/permukiman kemudian
selanjutnya penyediaan ruang terbuka hijau pada
kota/perkotaan. Komponen-komponen yang akan dibangun
pada lingkungan/permukiman meliputi :
1. Ruang Terbuka Hijau Taman Rukun Tetangga
2. Ruang Terbuka Hijau Taman Rukun Warga
3. Ruang Terbuka Hijau Kelurahan
4. Ruang Terbuka Hijau Kecamatan
Adapun Komponen-komponen yang akan dibangun pada
kota/perkotaan meliputi :
1. Ruang Terbuka Hijau Taman Kota
2. Hutan Kota
3. Sabuk Hijau
4. Ruang Terbuka Hijau Jalur Hijau Jalan
5. Ruang Terbuka Hijau Pejalan Kaki

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 19


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

g. Kegiatan Pembangunan fasilitas sosial ekonomi yang


mampu mendorong perkembangan kawasan
Pembangunan fasilitas social ekonomi pada kawasan
pemukiman akan dilakukan dengan cara perdagangan dan jasa
yang dapat menyediakan bagi masyarakat setempat untuk
dapat melakukan aktivitas bekerja seperti pembuatan warung
yang berada di jalan utama dan pinggir kota.
h. Kegiatan Pembangunan Taman Lingkungan dan Arena
Olahraga
Penjelasan tentang cara pembangunannya…

3. Tahap Operasional
a. Kegiatan Penerimaan Tenaga Kerja Operasional
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan selama operasional
pembangunan Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan
Perkotaan Bontosunggu akan disesuaikan dengan kebutuhan
operasional yang direncanakan. Adapun jenis tenaga kerja yang
diperlukan antara lain adalah tenaga administrasi, tenaga
operator dan tenaga security.
Tabel 2.4 Kebutuhan Tenaga Kerja Operasional

No. Bidang pekerjaan Pendidikan Jumlah


1 Manager S1 1
2 Supervisor S2/S3 1
3 Operator SLTA/SMK 19
4 Mekanikal S1 2
5 Elektrikal S1 2
6 Administrasi S1 2
7 Supir SLTA/SMK 2
Tenaga
8 SLTA/SMK 16
Pengamanan/Security
TOTAL 45
Sumber: Tim Penyusun Dokumen, 2016.

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 20


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

Rekrutmen tenaga kerja pada tahap operasi akan


memprioritas masyarakat di sekitar wilayah Kabupaten
Jeneponto dan sekitarnya. Proses rekrutmen tenaga kerja
dilaksanakan oleh pemrakarsa dengan memperhatikan
ketrampilan dan keahlian yang dibutuhkan. Pekerja yang akan
dilibatkan dalam operasional Pengembangan Kawasan
Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu yang
diperkirakan sekitar 45 orang.

b. Kegiatan Pemeliharaan

Pengembangan Kawasan Pemukiman di Kawasan Perkotaan Bontosunggu II - 21

Anda mungkin juga menyukai