Anda di halaman 1dari 124

PEDOMAN

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG


DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

KATA PENGANTAR

Bencana banjir merupakan fenomena alam, yang terjadi karena dipicu oleh proses alamiah
dan aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam. Proses alamiah
sangat tergantung pada kondisi curah hujan, tata air tanah (geohidrologi), struktur geologi,
jenis batuan, geomorfologi, dan topografi lahan. Sedangkan aktivitas manusia terkait dengan
perilaku dalam mengeksploitasi alam untuk kesejahteraan manusia, sehingga akan
cenderung merusak lingkungan, apabila dilakukan dengan intensitas tinggi dan kurang
terkendali.

Pemanfaatan ruang sebagai salah satu bentuk aktivitas manusia, dalam wujud penguasaan,
penggunaan, serta pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya. Dalam
Keppres No.32 Tahun 1990 kawasan rawan bencana longsor telah ditetapkan sebagai
kawasan lindung, namun dalam prakteknya telah terjadi pelanggaran dalam
pemanfaatannya, sehingga diperlukan upaya pengendalian terhadap pemanfaatan ruang
pada kawasan tersebut. Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana
longsor, dilakukan dengan mencermati konsistensi, baik kesesuaian dan keselarasan antara
rencana tata ruang dengan pemanfaatan ruang.

Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir dan Longsor,
merupakan produk yang diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan dan pegangan bagi
stakeholders pembangunan di wilayah provinsi/kabupaten/kota, dalam pengendalian
pemanfaatan ruang. Dikaitkan dengan kebijakan yang ada, secara umum pedoman ini
merupakan penjabaran dai UU No.24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, serta petunjuk
teknis terhadap pengelolaan kawasan lindung dan budidaya, yang tertuang dalam PP No.47
tahun 1997 Tentang RTRWN.

Kedudukan pedoman adalah sebagai bagian dan pelengkap dari Kepmen KIMPRASWIL
No.327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan dan Peninjauan Kembali RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan bersama-sama dengan pedoman lain dapat digunakan sebagai
petunjuk operasional awal bagi pemerintah daerah, dalam pengendalian pemanfaatan ruang
di wilayahnya. Selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih operasional dan tepat
sasaran, pedoman ini diharapkan dapat ditindaklanjuti dan dikembangkan oleh pemerintah
daerah, sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.

Demikian pedoman ini disusun dengan harapan dapat bermanfaat dan dikembangkan lebih
lanjut.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah


Direktorat Jenderal Penataan Ruang

Junius Hutabarat

i
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………… ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ….......................................................................................... v

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1-1
1.2 Tujuan dan Sasaran Pedoman ..................................................... 1-1
1.3 Manfaat Pedoman ..................................................................... 1-2
1.4 Sistematika Pedoman .................................................................. 1-2

BAB 2 KETENTUAN UMUM


2.1 Pengertian .............................................................................. 2-1
2.2 Kedudukan Pedoman .......................………………………………………. 2-4
2.3 Dasar Hukum ................................………………………………………… 2-5

BAB 3 PEMANFAATAN RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR


3.1 Konsep Pengendalian ……………………………………………………………. 3-1
3.2 Pembagian Ruang Yang Mempunyai Potensi Rawan Bencana Longsor
Dan Banjir …………………………………………………………………………..…. 3-1
3.3 Kebijakan Pokok Pemanfaatan Ruang ………………………………………. 3-2
3.4 Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Bencana Banjir ….………………. 3-3
3.5 Permasalahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Bencana Banjir 3-3
3.6 Konsep Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Bencana Banjir ………. 3-4
3.6.1 Keseimbangan Ekosistem …………………………………………. 3-4
3.6.2 Pengelolaan Ruang Kawasan Rawan Bencana Banjir …………. 3-4

BAB 4 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN RAWAN


BANJIR
4.1 Keseimbangan Ekosistem …………………………….…………………...….. 4-1
4.1.1 Bio Fisik …….…………………….…………………………………………. 4-1
4.1.2 Hidrologi ………………………….…………………………………………. 4-1
4.1.3 Sosial Ekonomi/Kependudukan ……………………………………. 4-5
4.1.4 Penggunaan Lahan ......…….…………………………………………. 4-5
4.2 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Bencana Banjir .. 4-6
4.2.1 Analisis dan Identifikasi Penyebab Utama Kawasan Rawan
Bencana Banjir ...................................................…………. 4-6
4.2.2 Tipologi Kawasan Rawan Bencana Banjir ………………………. 4-8
4.2.3 Identifikasi Sebaran Kawasan Rawan Bencana Banjir dan
Garis Pengaruh .........................................…………………. 4-16
4.2.4 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan
Rawan Bencana Banjir ........................………………………. 4-16
4.2.5 Identifikasi Upaya Pengelolaan Ruang Kawasan Rawan
Bencana Banjir .....................................………………………. 4-17

ii
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4.3 Rekayasa Teknik ...................................................………………... 4-17


4.3.1 Rekayasa Non-Struktural ……………………..………………………. 4-17
4.3.2 Rekayasa Struktural …………………………..………………………. 4-49
4.4 Mekanisme Perijinan ................................................................... 4-60
4.4.1 Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum ....................................................... 4-60
4.4.2 Ijin Bangunan ............................................................... 4-60
4.5 Kelembagaan dan Peran Masyarakat ......................................... 4-63
4.5.1 Pemerintah ..................................................................... 4-63
4.5.2 Peran Serta Masyarakat ................................................. 4-66

iii
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kedudukan Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di


Kawasan Rawan Bencana Banjir dalam Penataan Ruang ……. 2-5
Gambar 3.1 Pembagian Ruang Kawasan Potensi Rawan Bencana Banjir
Dan Longsor …………………………………………….................... 3-2
Gambar 4.1 Siklus Hidrologi (Hydrological Cycle) …………………………….. 4-3
Gambar 4.2 Siklus Air/Siklus Hidrologi dan Neraca Air (Water Balance) …. 4-4
Gambar 4.3 Tipikal Kawasan Rawan Bencana Banjir …………………………. 4-13
Gambar 4.4 Tipologi Banjir Daerah Pesisir ………….……………………………. 4-14
Gambar 4.5 Tipologi Banjir Daerah Dataran Banjir dan Daerah Sempadan 4-14
Gambar 4.6 Tipologi Banjir Daerah Cekungan …………………………………. 4-15
Gambar 4.7 Pola-Pola Peningkatan Elevasi Bangunan …………………………. 4-47
Gambar 4.8 Flood Proofing Dengan Rekayasa Elevasi Bangunan ..………. 4-48
Gambar 4.9 Tipikal Bangunan pada Flood Proofing ..…………………………. 4-49
Gambar 4.10 Tipikal Normalisasi Saluran ………..…………………………………. 4-51
Gambar 4.11 Tanggul dan Dinding Penahan Banjir ……………………………. 4-52
Gambar 4.12 Tipikal Pengaturan Tanggul di Meander Sungai ………………. 4-52
Gambar 4.13 Parameter-Parameter Tanggul ………………………………………. 4-53
Gambar 4.14 Sistem Polder …………………………..…………………………………. 4-55
Gambar 4.15 Hubungan Antara Kapasitas Waduk dan Kapasitas Pompa …. 4-56
Gambar 4.16 Saluran Pengelak Banjir …………….…………………………………. 4-57
Gambar 4.17 Tipikal Saluran Pengelak Banjir …………………………………. 4-57
Gambar 4.18 Konsep Waduk Retensi (Retention Basin) ........................... 4-59
Gambar 4.19 Diagram Prosedur Pengurusan IMB di Kabupaten/Kota …….... 4-64
Gambar 4.20 Prosedur Ijin Lokasi …………………………........................... 4-65

iv
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tipologi Kawasan Lindung dan Rawan Bencana Banjir .......... 4-8
Tabel 4.2 Tipologi Kawasan Budidaya Rawan Bencana Banjir ............. 4-9
Tabel 4.3 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Lindung – Pesisir) ………. 4-19
Tabel 4.4 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Lindung – Dataran Tinggi) 4-22
Tabel 4.5 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Lindung – Pegunungan/ Perbukitan .…. 4-25
Tabel 4.6 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi A.1 – Dataran
Rendah Daerah Pesisir/Pantai) …………………………. 4-28
Tabel 4.7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi A.2 – Dataran
Rendah Daerah Dataran Banjir/Flood Plain) ………. 4-30
Tabel 4.8 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi A.3 – Dataran
Rendah Daerah Sempadan Sungai) …………………………. 4-32
Tabel 4.9 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi A.4 – Dataran
Rendah Cekungan) …………………………. 4-34
Tabel 4.10 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi B.1 – Dataran Tinggi
Daerah Dataran Banjir/Flood Plain) ………. 4-36
Tabel 4.11 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi B.2 – Dataran Tinggi
Daerah Sempadan Sungai) …………………………. 4-38
Tabel 4.12 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi B.3 – Dataran Tinggi
Cekungan) …………………………. 4-40
Tabel 4.13 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi C.1 –
Pegunungan/Perbukitan Daerah Sempadan Sungai) ..………. 4-42
Tabel 4.14 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi C.2 –
Pegunungan/Perbukitan Cekungan) …….…………………………. 4-44
Tabel 4.15 Rekayasa Teknis Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kawasan Rawan Bencana Banjir (Kawasan Geomorfologi
Dataran Rendah/Pesisir) …………………..…………………………. 4-69
Tabel 4.16 Rekayasa Teknis Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kawasan Rawan Bencana Banjir (Kawasan Geomorfologi
Dataran/Dataran Tinggi) …………………..…………………………. 4-70
Tabel 4.17 Rekayasa Teknis Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kawasan Rawan Bencana Banjir (Kawasan Geomorfologi
Pegunungan/Perbukitan) …………………..…………………………. 4-72

v
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana banjir dapat dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam,
yang dipicu oleh beberapa faktor penyebab:

a. Fenomena alam, seperti curah hujan, iklim, geomorfologi wilayah;


b. Aktivitas manusia (Proses Man-Made) yang tidak terkendali dalam
mengeksploitasi alam, yang mengakibatkan kondisi alam dan lingkungan
menjadi rusak.

Sejalan dengan proses pembangunan yang berkelanjutan, diperlukan upaya


pengaturan dan pengarahan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, dengan
prioritas utama untuk menciptakan kembali keseimbangan ekologis lingkungan.
Sehubungan dengan masalah banjir, langkah yang diambil adalah melalui kegiatan
penataan ruang, dengan penekanan pada pengendalian pemanfaatan ruang, serta
kegiatan rekayasa teknis yang mendukung proses penanganan dan pengendalian.

Terkait dengan kawasan rawan bencana banjir, kegiatan pengendalian


pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui upaya penanggulangan untuk
meminimalkan dampak akibat bencana yang mungkin timbul. Kondisi ini tidak bisa
dipisahkan dari pola pengendalian pemanfaatan ruang di bagian hulu, dalam
lingkup satuan wilayah sungai (SWS).

Substansi pedoman mencakup semua aspek yang terkait dengan rencana dan
pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana banjir, serta pengendalian
pemanfaatan ruang.

1.2 Tujuan dan Sasaran Pedoman

Tujuan pedoman ini adalah sebagai rujukan dan pegangan bagi stakeholders
pembangunan di wilayah provinsi dan kota/kabupaten, dalam rangka:

1. Pengendalian pemanfaatan ruang, khususnya di kawasan budidaya, yang


rawan terhadap bencana banjir;
2. Penanganan dalam rangka meminimalkan dampak bencana banjir, pada
kawasan-kawasan rawan terhadap bencana banjir;
3. Pengelolaan kawasan rawan bencana banjir.

1- 1
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Sedangkan sasaran pedoman adalah:

1. Terwujudnya pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana


banjir, termasuk di dalamnya mekanisme pengendalian ruang di kawasan
rawan bencana banjir;
2. Mekanisme Perijinan pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana banjir,
yang sesuai dan mendukung upaya penerapan rencana pemanfaatan ruang;
3. Prosedur penanganan yang tepat, dalam rangka meminimalkan dampak
bencana banjir pada kawasan rawan bencana.

1.3 Manfaat Pedoman

Pedoman ini diharapkan dapat bermanfaat dan digunakan oleh:

1. Pemerintah Daerah, dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang, baik


untuk kawasan lindung maupun budidaya, serta menjadi masukan dalam
mekanismen perijinan pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana banjir
maupun normalisasi pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana banjir
yang telah dilandasi oleh mekanisme perijinan yang memadai;

2. Pemerintah Daerah, sebagai acuan dlam penyusunan Peninjauan Kembali


Rencana Tata Ruang Wilayah di daerahnya masing-masing;

3. Pemerintah Daerah dan Masyarakat, sebagai acuan bersama dalam


pengendalian perijinan dan normalisasi pemanfaatan ruang pada kawasan
rawan bencana banjir;

4. Pemerintah Daerah dan Masyarakat, sebagai acuan bersama dalam


pengendalian pemanfaatan ruang, baik di kawasan lindung maupun budidaya.

1.4 Sistematika Pedoman

BAB 1 PANDAHULUAN
Memuat penjelasan tentang latar belakang penyusunan pedoman, tujuan
dan sasaran, manfaat pedoman, serta sistematika pedoman.

BAB 2 KETENTUAN UMUM


Pembahasan mencakup pengertian umum yang digunakan dalam
pedoman, kedudukan pedoman pengendalian pemanfaatan ruang di
kawasan rawan bencana banjir, serta dasar hukum yang menjelaskan
keterkaitan dengan kebijakan maupun pedoman yang ada.

1- 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

BAB 3 KONSEP PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN


RAWAN BENCANA BANJIR
Penjelasan meliputi aspek pembagian ruang yang mempunyai potensi
rawan bencana banjir dan longsor, kebijakan pokok pemanfaatan ruang,
pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana banjir, permasalahan
pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana banjir, serta konsep
pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana banjir.

BAB 4 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN


BENCANA BANJIR
Pada bagian ini dilakukan tinjauan terhadap tipologi kawasan, tingkat
kerawanan kawasan rawan bencana banjir, rekomendasi pemanfaatan
menurut tipologi, rekayasa teknik, mekanisme perijinan, serta
kelembagaan dan peran masyarakat.

1- 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

BAB 2 KETENTUAN UMUM

2.1 Pengertian

Pengertian merupakan penjelasan beberapa istilah yang dipergunakan dalam


Pedoman Teknis, yaitu terdiri dari:
1. Pedoman adalah acuan bersifat umum, yang harus dijabarkan lebih lanjut
dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan Daerah
setempat;

2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah


otonom yang lain, sebagai badan eksekutif daerah;

3. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang
udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya
hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya;

4. Tata Ruang adalah wujud dari struktur dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak direncanakan;

5. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan


ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;

6. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan struktur dan pola


pemanfaatan ruang;

7. Struktur Pemanfaatan Ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk


lingkungan secara hirarkis dan saling berhubungan satu dengan lainnya;

8. Pola Pemanfaatan Ruang adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumber
daya alam lainnya dalam wujud penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya;

9. Wilayah adalah ruang sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur


terkait di dalamnya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional;

10. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya;

11. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup, yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan;

12. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan;

2- 1
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

13. Zona adalah kawasan dengan peruntukan khusus yang memiliki potensi atau
permasalahan yang mendesak untuk ditangani dalam mewujudkan tujuan
perencanaan dan pengembangan kawasan;

14. Area adalah bagian (sub-sistem) dari kawasan fungsional;

15. Tipologi Kawasan adalah penggolongan kawasan sesuai dengan karakter


dan kualitas kawasan, lingkungan, pemanfaatan ruang, penyediaan
prasarana dan sarana lingkungan, yang terdiri dari kawasan mantap,
dinamis, dan peralihan;

16. Bencana Alam adalah fenomena atau proses alamiah, yang sering
dipengaruhi oleh aktivitas manusia, yang mengakibatkan terjadinya korban
jiwa atau kerugian pada manusia;

17. Kawasan Rawan Bencana Alam adalah kawasan yang sering atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam;

18. Banjir adalah aliran air di permukaan tanah (surface water) yang relatif
tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai,
sehingga melimpah ke kanan dan kiri serta menimbulkan genangan/aliran
dalam jumlah melebihi normal dan mengakibatkan kerugian pada manusia;

19. Daerah Rawan Banjir adalah kawasan yang potensial untuk dilanda banjir
yang diindikasikan dengan frekuensi terjadinya banjir (pernah atau
berulangkali);

20. Sumber-sumber Air adalah tempat-tempat dan wadah-wadah tampungan


air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah;

21. Pendayagunaan Sumber Daya Air adalah semua upaya untuk


mewujudkan kemanfaatan sumber daya air secara berdaya guna, berhasil
guna, dan berkelanjutan, untuk kepentingan manusia dan mahluk hidup
lainnya yang meliputi kegiatan peruntukan, pengembangan, pemanfaatan
dan pengusahaan dari air, sumber-sumber air dan prasarana pengairan;

22. Pengelolaan Sumber Daya Air adalah semua upaya untuk merencanakan,
melaksanakan, menyelenggarakan, mengendalikan, menggunakan,
mengeksploitasi, memelihara, dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air, serta
mewujudkan ketersediaannya di setiap waktu, pada lokasi yang diperlukan,
dengan jumlah yang memadai, dengan mutu yang memenuhi syarat, dan
memberikan manfaat pada masyarakat;

23. Konservasi Sumber Daya Air adalah semua upaya untuk mengawetkan,
melindungi, mengamankan, mempertahankan, melestarikan, dan

2- 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

mengupayakan keberlanjutan keberadaan sumber daya air yang serasi,


seimbang, selaras dan berguna sepanjang masa;

13. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran


air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya
sepanjang pengalirannya oleh sempadan;

14. Wilayah Sungai (WS) adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai
pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai;

15. Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah kesatuan wilayah tata pengairan
sebagai pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai;

16. Daerah Pengaliran Sungai (DPS) adalah kesatuan wilayah tata air yang
terbentuk secara alamiah, dimana air meresap dan/atau mengalir ke
permukaan tanah melalui sungai, anak sungai dalam wilayah tersebut;

17. Daerah Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan


saluran/sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
sungai;

18. Daerah Manfaat Sungai adalah mata air, palung sungai dan daerah
sempadan sungai yang telah dibebaskan;

19. Daerah Penguasaan Sungai adalah dataran banjir, daerah retensi,


bantaran atau daerah sempadan yang tidak dibebaskan;

20. Bantaran Sungai adalah lahan pada kegua sisi sepanjang palung sungai
dihitung dari tepi sungai sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam;

21. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya
bangunan sungai dalam hal ini bangunan bendungan, dan terbentuk
pelebaran alur/badan/palung sungai;

22. Situ adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk
secara alamiah dan atau air permukaan sebagai siklus hidrologi, dan
merupakan salah satu bagian yang juga berperan potensial dalam kawasan
lindung;

23. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka perbandingan jumlah


luas lantai dasar terhadap luas tanah perpetakan yang sesuai dengan
rencana kota;

24. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka perbandingan jumlah


luas seluruh lantai terhadap luas tanah perpetakan yang sesuai dengan
rencana kota;

2- 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

25. Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul
atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat
dan bergerak dalam penyelenggaraan tata ruang;

26. Ijin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perorangan atau Badan
Hukum/ Perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka
penanaman modal, yang berlaku pula sebagai ijin pemindahan hak atas
tanah dan untuk menggunakan tanah sesuai dengan tata ruang wilayah;

27. Prasarana dan Sarana adalah bangunan fisik yang terkait dengan
kepentingan umum dan keselamatan umum, seperti prasarana dan sarana
perhubungan, prasarana dan sarana sumber daya air, prasarana dan sarana
permukiman, serta prasarana dan sarana lainnya.

2.2 Kedudukan Pedoman

Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir


merupakan :
1. Penjabaran dari Undang-Undang No.24 Tahun 1992 Tentang Penataan
Ruang, yang menyatakan bahwa penataan ruang terdiri dari tiga tahapan
kegiatan, yaitu perencanaan, pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata
ruang, serta pengendalian pemanfaatan ruang. Secara prinsip ketiga tahapan
tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu
dengan lainnya, mengingat selesainya satu kegiatan harus segera diikuti
dengan kegiatan berikutnya, atau seluruh tahapan kegiatan harus
dilaksanakan secara bersama-sama (simultan), dengan tetap berpijak pada
sistem perencanaan terpadu.

2. Penjabaran teknis (Petunjuk Teknis) terhadap pola pengelolaan kawasan


lindung dan budidaya, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.47
Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).

Pada Gambar 2.1 disajikan Kedudukan Pedoman Pengendalian Pemanfaatan


Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir dalam Penataan Ruang.

2- 4
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 2.1
Kedudukan Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan
Rawan Bencana Banjir Dalam Penataan Ruang

UNDANG-UNDANG
NO.24 TAHUN 1992

PP No.47 Tahun 1997


Keppres No.32 Tahun 1990
Peraturan Pemerintah
Terkait

Kepmen Kimpraswil
No.327/KPTS/M/2002
Pedoman
Penyusunan dan
Peninjauan Kembali RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota

Rencana Tata Ruang


Wilayah (RTRW)
Provinsi/Kabupaten/Kota

Pedoman
Rencana Detail Tata Pengendalian Pemanfaatan
4 3
2 Ruang (RDTR) Ruang di Kawasan Rawan
1
Bencana Banjir

1.4
Rencana Tenis
1.3
1.2 Ruang (RTR)
1.1

2.3 Dasar Hukum

Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir


disusun berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, yaitu
terdiri dari:

1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang;


2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

2- 5
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

5. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak


dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam
Penataan Ruang;
6. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN);
7. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 1993 Tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan;
8. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom;
9. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung;
10. Permendagri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta
Masyarakat dalam Perencanaan Tata Ruang Daerah.
11. Pedoman Penanggulangan Banjir (A-71), Ir. Y. Sudaryoko, Departemen
Pekerjaan Umum.

Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir


akan menjadi salah satu acuan dalam penyusunan rencana tata ruang yang lebih
rinci. Disamping itu, juga dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam pelaksanaan
penyusunan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota, yang secara spesifik fokus
pada pengendalian pemanfaatan ruang Kabupaten/Kota, khususnya di kawasan
rawan bencana banjir.

2- 6
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

BAB 3 KONSEP PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR

3.1 Konsep Pengendalian

Sehubungan dengan penanganan kawasan rawan banjir, terdapat 2 (dua)


pendekatan pengendalian, yaitu:
1. Pengendalian Struktural (Pengendalian Terhadap Banjir)
Pelaksanaan pengendalian ini dilakukan melalui kegiatan rekayasa teknis,
terutama dalam penyediaan prasarana dan sarana serta penanggulangan
banjir (Pedoman Penanggulangan Banjir (A-71), Ir. Y. Sudaryoko,
Departemen Pekerjaan Umum);
2. Pengendalian Non Struktural (Pengendalian Terhadap Pemanfaatan Ruang)
Kegiatan ini dilakukan untuk meminimalkan kerugian yang terjadi akibat
bencana banjir, baik korban jiwa maupun materi, yang dilakukan melalui
pengelolaan daerah pengaliran, pengelolaan kawasan banjir, flood proofing,
penataan sistem permukiman, sistem peringatan dini, mekanisme perijinan,
serta kegiatan lain yang berkaitan dengan upaya pembatasan (limitasi)
pemanfaatan lahan dalam rangka mempertahankan keseimbangan
ekosistem.

Pedoman yang disusun merupakan bentuk pengendalian pemanfaatan ruang


kawasan rawan bencana banjir, yang perlu dilakukan sebagai suatu upaya untuk
menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang telah
ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah.

3.2 Pembagian Ruang Yang Mempunyai Potensi Rawan Bencana


Longsor dan Banjir

Pada Gambar 3.1 disajikan konsep pembagian ruang untuk kawasan yang
mempunyai potensi rawan bencana banjir dan longsor, yaitu:

1. Kawasan Rawan Bencana Longsor


Meliputi Kawasan Perbukitan yang berfungsi sebagati Kawasan Lindung;
2. Kawasan Rawan Bencana Banjir
Meliputi Kawasan Dataran dan Pesisir yang berfungsi sebagai Kawasan
Budidaya.

3- 1
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Pegunungan/Perbukitan Dataran Tinggi Dataran Rendah

Rawan Longsor Rawan Banjir

Gambar 3.1
Pembagian Ruang Kawasan Potensi Rawan Bencana Banjir dan Longsor

Berdasarkan gambaran tersebut terlihat adanya keterkaitan antara pola


penanganan kawasan rawan longsor dan rawan banjir, karena pola pengelolaan
kawasan rawan longsor di bagian hulu, mempunyai dampak besar terhadap
kawasan rawan banjir yang ada di bagian hilir.

3.3 Kebijakan Pokok Pemanfaatan Ruang

Rencana tata ruang berisi kebijakan pokok pemanfaatan ruang berupa struktur
dan pola pemanfaatan ruang dalam kurun waktu tertentu. Pola pemanfaatan
ruang disusun untuk mewujudkan keserasian dan keselarasan pemanfaatan ruang
bagi kegiatan budidaya dan non budidaya (lindung). Sedangkan struktur ruang
dibentuk untuk mewujudkan susunan dan tatanan pusat-pusat permukiman yang
secara hirarkis dan fungsional saling berhubungan.

Pemanfaatan ruang diwujudkan melalui program pembangunan, dan pola


pemanfaatan ruang yang mengacu pada rencana tata ruang akan menciptakan
terwujudnya kelestarian lingkungan.

Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana banjir dilakukan


dengan mencermati konsistensi (kesesuaian dan keselarasan) antara rencana tata
ruang dengan pemanfaatan ruang di kawasan yang secara umum diklasifikasikan
menjadi:

3- 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

1. Daerah Pesisir/Pantai
2. Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area)
3. Daerah Sempadan Sungai
4. Daerah Cekungan.

3.4 Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Bencana Banjir

Pola pemanfaatan ruang kawasan lindung sangat mendukung pemanfaatan ruang


di kawasan banjir. Bentuk pengendalian pemanfaatan ruang, baik pada bagian
kawasan hulu maupun hilir, harus bersinergi satu sama lain, sebagai kesatuan
paket kebijakan.

Tujuan kebijakan pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana banjir adalah:


1. Pengendalian ruang untuk pemanfaatan, yang sangat terkait dengan pola
pengelolaan kawasan di sebelah hulu.
2. Meminimumkan korban jiwa dan harta benda, apabila terjadi bencana
banjir.

Sedangkan sasaran yang diharapkan adalah tersedianya acuan bagi pemerintah


daerah dalam pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan yang mempunyai
potensi terhadap bahaya banjir.

3.5 Permasalahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Bencana Banjir

Permasalahan banjir yang terjadi selama ini, sangat terkait dengan adanya
fenomena alam dan perilaku manusia dalam penyelenggaraan/pengelolaan alam.
Konsep dasar yang harus dipahami dalam penyelenggaraan/pengelolaan banjir
adalah:

1. Perlu adanya pemahaman dasar terkait dengan pengertian dan ruang


lingkup keseimbangan ekosistem, yang mempunyai limitasi pemanfaatan;
2. Diperlukan pola pengelolaan ruang kawasan rawan bencana banjir, sebagai
langkah nyata dalam mendukung upaya pengendalian;
3. Terjadinya penyimpangan terhadap konsistensi, terkait dengan kesesuaian
dan keselarasan, antara rencana tata ruang dengan pemanfaatannya, baik
pada kawasan hulu maupun hilir.

Permasalahan banjir hanya dapat direduksi, sehingga dampak yang ditimbulkan


dapat ditekan seminimal mungkin. Dengan demikian, secara prinsip masalah
banjir tidak dapat dihilangkan atau ditiadakan sama sekali, sehingga menjadi

3- 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

tanggung jawab kita bersama untuk melakukan pemantauan dan penanganan


melalui penyediaan sarana dan prasarana, sehingga dampak negatif dapat
direduksi semaksimal mungkin.

3.6 Konsep Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Bencana Banjir

3.6.1 Keseimbangan Ekosistem

Pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana banjir dengan upaya penanganan


masalah harus merupakan satu kesatuan penataan ruang yang terpadu dan
seimbang, sehingga kawasan tersebut dapat dibudidayakan seoptimal mungkin,
antara aspek pendayagunaan, perlindungan (konservasi) sumberdaya alam yang
ada. Keseimbangan ekosistem sangat terkait dengan limitasi atau batasan
terhadap pemanfaatan, dalam rangka menghindari terjadinya eksploitasi sumber
daya secara besar-besaran.

Prosedur penetapan jenis-jenis kegiatan pemanfaatan ruang kawasan yang dipilih


dalam penanganan banjir harus melalui pemahaman kondisi setempat dan wilayah
terkait, proses kajian penyebab/tipologi dan akhirnya arahan pemanfaatan ruang,
yang mencakup upaya preventif dan mitigasi dengan pertimbangan keseimbangan
ekosistem dan lingkungan, sehingga terhindar dari bencana atau paling tidak
mengurangi dampaknya, yang sedapat mungkin melibatkan partisipasi
masyarakat.

Beberapa faktor berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem, meliputi:


(1) Bio Fisik, terkait dengan jenis dan struktur tanah, morfologi, dan aspek
hayati;
(2) Hidrologi, menyangkut kondisi dan faktor iklim, tata air, serta sistem
pengendalian;
(3) Sosial Ekonomi/Kependudukan, meliputi aspek kepadatan, kuantitas, kualitas,
serta perilaku;
(4) Penggunaan Lahan, merupakan tutupan atau pemanfaatan lahan pada
kawasan tertentu.

3.6.2 Pengelolaan Ruang Kawasan Rawan Bencana Banjir

Tahapan pengelolaan ruang kawasan rawan bencana banjir, adalah meliputi:


(1) Analisis dan identifikasi penyebab utama kawasan rawan bencana
banjir
Analisis dilakukan berdasarkan rona wilayah untuk mengetahui
permasalahan, potensi, peluang dan ancaman terhadap pengembangan

3- 4
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

kawasan rawan banjir. Adapun lingkup kegiatan rona kawasan/wilayah yang


dilakukan meliputi:
a. Rona Sosial
Berkaitan dengan jumlah dan kualitas kependudukan, social
management, sosial ekonomi, dan kebutuhan dasar (basic needs).

b. Rona Ekonomi dan Kegiatan Pola Usaha


Berkaitan dengan struktur dan perkembangan ekonomi, tingkat
kesejahteraan masyarakat, fasilitas perdagangan dan jasa, kesempatan
kerja, ketersediaan bahan pangan, keadaan industri kecil, dan
sebagainya.

c. Rona Fisik dan Lingkungan


Keadaan fisik berupa topografi wilayah, iklim, geologi tata lingkungan/
struktur batuan, erosi, abrasi dan sebagainya, ketersediaan air
permukaan dan air tanah, keadaan kelestarian lingkungan, dan keadaan
sumberdaya alam, bahan galian dan mineral.

d. Rona Infrastruktur
Meliputi kondisi jaringan jalan, rel kereta api, transportasi laut, dan
udara, termasuk akses ke pesawat pelayanan.

e. Rona Kelembagaan
Mencakup pembahasan tentang jumlah dan sumber pendapatan asli
daerah, jumlah belanja rutin dan pembangunan, jumlah dan presentasi
subsidi, daya serap, dan pranata sosial kelembagaan.

Hasil kajian meliputi arah pengembangan budidaya pertanian,


pertambangan, industri, permukiman serta prasarana transportasi,
Identifikasi penyebab utama banjir pada kawasan ini dilakukan sedemikian
sehingga dapat ditemukan faktor-faktor penyebab banjir, seperti faktor
alam, peristiwa alam, dan manusia.

(2) Tipologi kawasan rawan bencana banjir


Tipologi kawasan rawan bencana banjir merupakan klasifikasi kawasan
berdasarkan penyebab, sehingga arahan/usulan pengelolaan atau
pemanfaatan ruang dapat lebih praktis.

(3) Identifikasi sebaran kawasan rawan bencana banjir dan garis


pengaruh
Penanganan kawasan rawan bencana banjir harus dilakukan dalam satu
kesatuan wilayah, mulai yang menyebabkan terjadinya banjir hingga yang

3- 5
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

menerima dampak. Terkait dengan hal tersebut perlu diidentifikasi sebaran


kawasan dan daerah pengaruhnya, atau pembuatan batasan wilayah banjir
yang dituangkan dalam bentuk peta banjir.

(4) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana


banjir
Arahan pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana banjir, baik untuk
pengembangan budidaya, dan prasarana transportasi didasarkan pada
tipologi kawasan. Arahan terhadap masing-masing pengembangan
diklasifikasikan menjadi:
a. Dapat dibangun/dikembangkan dengan syarat;
b. Dapat dibangun/dikembangkan secara sederhana ;
c. Tidak layak dibangun/dikembangkan.

(5) Identifikasi upaya pengelolaan ruang kawasan rawan bencana


banjir
Upaya pengelolaan ruang kawasan rawan bencana banjir mengatur berbagai
tindakan yang diperlukan untuk mengaplikasi arahan pemanfaatan ruang,
termasuk penetapan beberapa kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang.

3- 6
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

BAB 4 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN


RAWAN BANJIR

4.1 Keseimbangan Ekosistem

4.1.1 Bio Fisik

Keseimbangan bio fisik terkait dengan aspek:


a. Jenis dan Struktur Tanah
Berhubungan dengan indikasi kemampuan tanah untuk mendukung proses
perkolasi atau peresapan air ke dalam tanah.
b. Morfologi Kawasan
Morfologi kawasan meliputi kondisi topografi kawasan, yang tidak terlepas dari
kondisi elevasi lahan
c. Kondisi Hayati
Merupakan kondisi tutupan atau vegetasi yang ada di dalam kawasan satuan
wilayah sungai.

4.1.2 Hidrologi

Kajian banjir tidak dapat dilepaskan dari pola pikir “One River One Management”,
yaitu pola pengelolaan satuan wilayah sungai (SWS) sebagai satu kesatuan
sistem. Disamping itu, beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian
khusus adalah menyangkut klimatologi dan siklus hidrologi.

a. Klimatologi
Secara prinsip, terkait dengan permasalahan banjir dan longsor, faktor iklim
menjadi sangat dominan disamping faktor struktur alam yang ada dalam suatu
kawasan. Unsur-unsur penting dalam klimatologi adalah suhu udara rata-rata,
kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas penyinaran matahari.

b. Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi pada hakekatnya merupakan sirkulasi ari di bumi, yang secara
alami melibatkan seluruh fenomena alam yang ada dalam prosesnya. Secara
fisik, sungai akan berfungsi sebagai pengumpul dari 3 (tiga) jenis limpasan,
yaitu limpasan permukaan (surface runoff), aliran intra (interflow), dan
limpasan air tanah (groundwater runoff), yang akhirnya akan mengalir ke laut.
Secara singkat proses yang terjadi adalah, uap dari laut dihembus ke atas
daratan (kecuali bagian yang telah jatuh sebagai persipitasi ke laut), jatuh ke

4- 1
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

daratan sebagai persipitasi (sebagian jatuh langsung ke sungai-sungai dan


mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju yang jatuh di
daratan menguap dan meningkatkan kadar uap di atas daratan, dan sebagian
yang lain akan mengalir ke sungai dan akhirnya menuju ke laut.
Sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan akan berlangsung terus
menerus, dan sirkulasi air ini disebut dengan Siklus Hidrologi (Hydrological
cycle), seperti disajikan pada Gambar 4.1.

Hubungan antara siklus hidrologi dan neraca air (water balance), secara
singkat disajikan pada Gambar 4.2.

Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke


dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode
tertentu, dinamakan dengan neraca air (water balance). Secara umum
terdapat hubungan keseimbangan sebagai berikut:

P= D+E+G+M
Dimana:
D : debit
E : evapotranspirasi

G : penambahan (supply) air tanah


M : penambahan kadar kelembaban tanah (moisture content)

4- 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 4.1
Siklus Hidrologi (Hydrological Cycle)

Sumber :
Hidrologi untuk pengairan, editor Ir. Suyono Sosrodarsono, Kensaku Takeda

4- 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 4.2
Sirkulasi Air/Siklus Hidrologi dan Neraca Air (Water Balance)

Sumber :
Hidrologi untuk pengairan, editor Ir. Suyono Sosrodarsono, Kensaku Takeda

c. Jenis Banjir

Dilihat dari aspek penyebabnya, jenis banjir yang ada dapat diklasifikasikan
menjadi 4 jenis, yaitu:

(1) Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah
(hujan siklonik atau frontal) selama beberapa hari. Dengan kapasitas
penyimpanan air yang dimiliki oleh masing-masing Satuan Wilayah Sungai
(SWS) yang akhirnya terlampaui, maka air hujan yang terjadi akan
menjadi limpasan yang selanjutnya akan mengalir secara cepat ke sungai-
sungai terdekat, dan meluap menggenangi areal dataran rendah di kiri-
kanan sungai.
Jenis banjir ini termasuk yang paling sering terjadi di Indonesia.

(2) Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan
salju dan kenaikan suhu udara yang cepat di atas lapisan salju. Aliran
salju ini akan mengalir dengan cepat bila disertai dengan hujan.
Jenis banjir ini hanya terjadi di daerah yang bersalju.

(3) Banjir Bandang (flash flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional
dengan intensitas yang tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan
topografi yang curam di bagian hulu sungai. Aliran air banjir dengan

4- 4
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

kecepatan tinggi akan memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih
berbahaya bila disertai dengan longsoran, yang dapat mempertinggi daya
rusak terhadap yang dilaluinya.

(4) Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau air balik (back water) pada
muara sungai atau pada pertemuan dua sungai. Kondisi ini akan
menimbulkan dampak besar, bila secara bersamaan terjadi hujan besar di
daerah hulu sungai yang mengakibatkan meluapnya air sungai di bagian
hilirnya, serta disertai badai yang terjadi di lautan atau pantai.

4.1.3 Sosial Ekonomi/Kependudukan

Keseimbangan sosial ekonomi/kependudukan mencakup aspek:


a. Kepadatan
Tingkat kepadatan penduduk/permukiman berhubungan dengan sebaran
penduduk, dan sangat berpengaruh terhadap pola pemanfaatan ruang dan
kebijakan yang terkait.
b. Kuantitas
Meliputi jumlah, ratio sex, dan pola pertumbuhan.
c. Kualitas
Meliputi tingkat dan kualifikasi sumber daya manusia, kegiatan dan aktifitas
sosial ekonomi
d. Perilaku
Meliputi pola kegiatan dan kebiasaan penduduk, dalam melakukan kegiatan
sehari-hari.

4.1.4 Penggunaan Lahan

Berhubungan dengan pola pemanfaatan lahan yang ada, terhitung mulai dari hulu
hingga hilir, dalam sistem satuan wilayah sungai (SWS). Mengingat cakupan
(SWS) secara umum dapat terdiri dari beberapa wilayah administrasi, maka
diperlukan pola dan mekanisme kerjasama antar wilayah administrasi, dengan
mempertimbangkan kedudukan masing-masing wilayah.

4- 5
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4.2 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Bencana Banjir

4.2.1 Analisis dan Identifikasi Penyebab Utama Kawasan Rawan


Bencana Banjir

(1) Faktor Kondisi Alam


Beberapa aspek yang termasuk dalam faktor kondisi alam penyebab banjir
adalah kondisi alam (misalnya letak geografis wilayah), kondisi toporafi,
geometri sungai, (misalnya meandering, penyempitan ruas sungai,
sedimentasi dan adanya ambang atau pembendungan alami pada ruas
sungai), serta pemanasan global yang menyebabkan kenaikan permukaan air
laut. Tidak tertutup kemungkinan terjadinya degradasi lahan, sehingga
menambah luasan areal dataran rendah.

a. Topografi
Daerah-daerah dataran rendah atau cekungan, merupakan salah satu
karakteristik wilayah banjir atau genangan.

b. Tingkat Permeabilitas Tanah


Daerah-daerah yang mempunyai tingkat permeabilitas tanah rendah,
mempunyai tingkat infiltrasi tanah yang kecil dan runoff yang tinggi.
Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang karakteristik di kiri dan kanan alur
sungai mempunyai tingkat permeabilitas tanah yang rendah, merupakan
daerah potensial banjir.

c. Kondisi Daerah Pengaliran Sungai


Daerah pengaliran sungai (DPS) yang berbentuk ramping mempunyai
tingkat kemungkinan banjir yang rendah, sedangkan daerah yang memiliki
DPS berbentuk membulat, mempunyai tingkat kemungkinan banjir yang
tinggi. Hal ini terjadi karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai (orde
yang lebih kecil) yang hampir sama, sehingga bila hujan jatuh merata di
seluruh DPS, air akan datang secara bersamaan dan akhirnya bila
kapasitas sungai induk tidak dapat menampung debit air yang datang,
akan menyebabkan terjadinya banjir di daerah sekitarnya.

d. Kondisi Geometri Sungai


d.1. Gradien Sungai
Pada dasarnya alur sungai yang mempunyai perubahan kemiringan
dasar dari terjal ke relatif datar, maka daerah peralihan/pertemuan
tersebut merupakan daerah rawan banjir.

4- 6
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

d.2. Pola Aliran Sungai


Pada lokasi pertemuan dua sungai besar, dapat menimbulkan arus
balik (back water) yang menyebabkan terganggunya aliran air di
salah satu sungai, yang mengakibatkan kenaikan muka air (meluap).
Pada saat hujan dengan intensitas tinggi, terjadi peningkatan debit
aliran sungai sehingga pada tempat pertemuan tersebut debit aliran
semakin tinggi, dan kemungkinan terjadi banjir.

d.3. Daerah Dataran Rendah


Pada daerah Meander (belokan) sungai yang debit alirannya
cenderung lambat, biasanya merupakan dataran rendah, sehingga
termasuk dalam klasifikasi daerah yang potensial atau rawan banjir.

d.4. Penyempitan dan Pendangkalan Alur Sungai


Penyempitan alur sungai dapat menyebabkan aliran air terganggu,
yang berakibat pada naiknya muka air di hulu, sehingga daerah di
sekitarnya termasuk dalam klasifikasi daerah rawan banjir.
Pendangkalan dasar sungai akibat sedimentasi, menyebabkan
berkurangnya kapasitas sungai yang menyebabkan naiknya muka air
di sekitar daerah tersebut.

(2) Faktor Peristiwa Alam


a. Curah hujan yang tinggi dan lamanya hujan;
b. Air laut pasang yang mengakibatkan pembendungan di muara sungai;
c. Air/arus balik (back water) dari sungai utama;
d. Penurunan muka tanah (land subsidance);
e. Pembendungan aliran sungai akibat longsor, sedimentasi dan aliran lahar
dingin.

(3) Aktivitas Manusia


a. Pembudidayaan daerah dataran banjir;
b. Peruntukan tata ruang di dataran banjir yang tidak sesuai;
c. Belum adanya pola pengelolaan dan pengembangan dataran banjir;
d. Permukiman di bantaran sungai;
e. Sistem drainase yang tidak memadai;
f. Terbatasnya tindakan mitigasi banjir;
g. Kurangnya kesadaran masyarakat di sepanjang alur sungai;
h. Penggundulan hutan di daerah hulu;
i. Terbatasnya upaya pemeliharaan bangunan pengendali banjir;
j. Elevasi bangunan tidak memperhatikan peil banjir.

4- 7
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4.2.2 Tipologi Kawasan Rawan Bencana Banjir

Tipologi kawasan rawan bencana banjir merupakan pengelompokkan kawasan


yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir, sesuai dengan
karakteristik penyebab banjir, serta geomorfologi wilayah (Tabel 4.1 dan 4.2)

Tabel 4.1
Tipologi Kawasan Lindung dan Rawan Bencana Banjir

No Kawasan Geomorfologi Landform Keterangan

1. Kawasan Lindung 1. Pesisir 1. Resapan Air


2. Daerah Aliran Sungai (DAS)
3. Danau
2. Dataran Tinggi 1. Resapan Air
2. Daerah Aliran Sungai (DAS)
3. Danau
3. Pegunungan/ 1. Resapan Air
Perbukitan 2. Daerah Aliran Sungai (DAS)
3. Danau
2. Kawasan Rawan 1. Pesisir 1. Banjir
Bencana 2. Gelombang Pasang/
Pasang Surut
2. Dataran Tinggi 1. Gempa Bumi
2. Banjir
3. Pegunungan/ 1. Gunung Berapi
Perbukitan 2. Tanah Longsor
3. Kawasan Lindung 1. Pesisir 1. Alami
2. Dataran Tinggi 2. Wisata
3. Pegunungan/ 3. Permukiman
Perbukitan 4. Cagar Budaya
5. Cagar Alami

Adapun tipologi kawasan budidaya rawan bencana banjir adalah (Tabel 4.2):
1. Dataran Rendah (Tipologi A)
ƒ Daerah Pesisir Pantai (Tipologi A1)
ƒ Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area) (Tipologi A2)
ƒ Daerah Sepandan Sungai (Tipologi A3)
ƒ Daerah Cekungan (Tipologi A4)
2. Dataran Tinggi (Tipologi B)
ƒ Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area) (Tipologi B1)
ƒ Daerah Sepandan Sungai (Tipologi B2)
ƒ Daerah Cekungan (Tipologi B3)
3. Pegunungan/Perbukitan (Tipologi C)
ƒ Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area) (Tipologi C1)
ƒ Daerah Sepandan Sungai (Tipologi C2)
ƒ Daerah Cekungan (Tipologi C3)

4- 8
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Tabel 4.2
Tipologi Kawasan Budidaya Rawan Bencana Banjir

No Kawasan Geomorfologi Landform Keterangan

1. Kawasan
Budidaya
1. Dataran 1. Daerah Pesisir 1. Permukiman
Rendah 2. Daerah Dataran 2. Industri
(A) Banjir/Flood Plain 3. Kawasan Perdagangan
3. Sempadan Sungai 4. Sawah
4. Cekungan 5. Kebun Campuran/
Perkebunan
6. Tambak
7. Transportasi
2. Dataran 1. Daerah Dataran 1. Permukiman
Tinggi Banjir/Flood Plain 2. Industri
(B) 2. Sempadan Sungai 3. Kawasan Perdagangan
3. Cekungan 4. Sawah
5. Kebun Campuran/
Perkebunan
6. Tambak
7. Transportasi
3. Pegunungan/ 1. Sempadan Sungai 1. Permukiman
Perbukitan 2. Cekungan 2. Industri
(C) 3. Kawasan Perdagangan
4. Sawah
5. Kebun Campuran/
Perkebunan
6. Tambak
7. Transportasi

(1) Daerah Pesisir Pantai


Daerah pesisir pantai menjadi rawan banjir disebabkan daerah tersebut
merupakan dataran rendah yang elevasi muka tanahnya lebih rendah atau
sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (Mean Sea Level / MSL), dan
menjadi tempat bermuaranya sungai-sungai, apalagi bila ditambah dengan
dimungkinkan terjadinya badai angin topan di daerah tersebut.

Kawasan ini banyak terdapat di kota-kota besar (urban area) di dunia,


sehingga sering terjadi bencana banjir yang mengakibatkan kerugian yang
cukup besar, seperti korban jiwa, harta benda, serta merusak prasarana dan
sarana kota. Sebagai contoh yang termasuk dalam katagori ini adalah daerah
pesisir pantai utara dan selatan Pulau Jawa, Kota Jakarta, Semarang,
Surabaya, Medan, dan lain sebagainya.

4- 9
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Karakteristik Daerah Pesisir/Pantai :

a. Faktor Kondisi Alam


ƒ Topografi merupakan daerah dataran rendah, landai;
ƒ Dilalui sungai besar dengan debit > 50 m3/det;
ƒ Memiliki DPS yang besar;
ƒ Tingkat permeabilitas tanah rendah, infiltrasi kecil dan limpasan besar;
ƒ Muka air tanah tinggi, resapan air kecil
ƒ Daerah retensi air dan rawa

b. Faktor Peristiwa Alam


ƒ Intensitas curah hujan tinggi dan lamanya hujan;
ƒ air laut pasang;
ƒ air balik (back water) dari sungai akibat pasang laut;
ƒ badai dan angin ribut dari laut.

c. Faktor Aktifitas Manusia


ƒ penurunan muka tanah (land subsidance) akibat penyedotan air tanah
dan aktifitas pembanguan;
ƒ sistem drainase tidak memadai;
ƒ belum adanya pola pengelolaan dan pengembangan dataran banjir.

(2) Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area)


Daerah dataran banjir (floodplain area) adalah daerah dataran rendah di kiri
dan kanan alur sungai, yang elevasi muka tanahnya sangat landai dan relatif
datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat, yang mengakibatkan
daerah tersebut rawan terhadap banjir, baik oleh luapan air sungai maupun
karena hujan lokal di daerah tersebut.

Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan lumpur yang sangat subur, dan
terdapat di daerah pesisir pantai atau bagian hilir sungai, dan seringkali
merupakan daerah kawasan pengembangan (pembudidayaan) perkotaan,
seperti pertanian, permukiman dan pusat kegiatan ekonomi, perdagangan,
industri dan lain sebagainya.
Daerah ini bila dilalui oleh sungai (besar) yang mempunyak daerah pengaliran
sungai (DPS) cukup besar, dan mempunyai debit banjir yang cukup besar,
akan menimbulkan bencana banjir di daerah tersebut. Kondisi ini akan lebih
parah apabila terjadi hujan cukup besar di daerah hulu dan hujan lokal di
daerah tersebut, disertai pasang air laut.

4 - 10
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Karakteristik Daerah Dataran Banjir :


a. Faktor Kondisi Alam
ƒ Topografi merupakan daerah dataran rendah, landai dengan elevasi
muka tanah relatif datar dari muka air normal sungai terdekat,
sehingga aliran air di daerah tersebut lambat, dan atau tidak dapat
mengalir secara gravitasi ke sungai/laut;
ƒ Dilalui sungai besar dengan debit > 50 m3/detik;
ƒ Memiliki DPS yang besar;
ƒ Tingkat permeabilitas tanah rendah, infiltrasi kecil dan limpasan besar,
muka air tanah tinggi, resapan air kecil;
ƒ Daerah belokan sungai (meandering).

b. Faktor Peristiwa Alam


ƒ Lama dan intensitas hujan tinggi, baik hujan lokal di daerah tersebut
maupun hujan di daerah hulu sungai;
ƒ Meluapnya air sungai karena kemiringan dasar saluran kecil dan
kapasitas aliran sungai tidak rnemadai;
ƒ Sedimentasi, pendangkalan dan penyempitan sungai.

c. Faktor Aktifitas Manusia


ƒ Belum adanya pola budidaya dan pengembangan dataran rendah
rawan banjir;
ƒ Peruntukan tata ruang kawasan belum memadai dan tidak sesuai;
ƒ Sistem drainase tidak memadai;
ƒ Prasarana pengendali banjir yang terbatas;
ƒ Peruntukan tata ruang di DPS hulu;
ƒ Permukinan di bantaran sungai.

(3) Daerah Sempadan Sungai


Daerah Sempandan Sungai merupakan daerah rawan bencana banjir yang
disebabkan pola pemanfaatan ruang budidaya untuk hunian dan kegiatan
tertentu. Pemanfaatan lahan yang sering ditemuai pada daerah sempandan
antaran lain:
ƒ Untuk budidaya pertanian, dengan jenis tanaman yang diijinkan;
ƒ Untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan;
ƒ Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan,
serta rambu-rambu pekerjaan;
ƒ Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon, dan pipa air
minum;
ƒ Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan, baik
umum maupun kereta api;

4 - 11
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

ƒ Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan


kemsyarakatan dan keamanan fungsi serta fisik sungai;
ƒ Untuk pembangunan prasarana lalu lintas air dan bangunan pengambilan
dan pembuangan air.

Di daerah perkotaan yang padat, daerah sempandan sungai sering


dimanfaatkan oleh penduduk sebagai tempat hunian dan kegiatan usaha,
sehingga sering menimbulkan dampak bencana banjir yang membahayakan
jiwa dan harta benda.

Karakteristik umum Tipologi C (Daerah Sempadan Sungai):


a. Faktor Kondisi Alam
ƒ Daerah kiri kanan sungai untuk mengalirkan aliran sungai;
ƒ Elevasi muka tanah relatif datar terhadap muka air normal sungai.

(4) Daerah Cekungan


Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di daerah
dataran rendah maupun dataran tinggi (hulu sungai) dapat menjadi daerah
rawan bencana banjir, bila penataan kawasan atau ruang tidak terkendali dan
mempunyai sistem drainase yang kurang memadai. Daerah cekungan yang
dilalui sungai, pengelolaan bantaran sungai harus benar-benar dibudidayakan
secara optimal, sehingga bencana dan masalah banjir dapat dihindarkan.

Sebagai contoh daerah cekungan di dataran tinggi yang sering bermasalah


dengan bencana banjir apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan
waktu yang lama, adalah Cekungan Bandung di Kabupaten Bandung.

Karakteristik Daerah Cekungan :

a. Faktor Kondisi Alam


ƒ Elevasi muka tanah relalif datar terhadap muka air normal sungai
/saluran terdekat;
ƒ Kecepatan aliran sungai rendah karena kemiringan dasar saluran yang
relatif kecil.

b. Faktor Peristiwa Alam


ƒ Lama dan intensitas hujan tinggi, baik hujan lokal di daerah tersebut
maupun hujan di daerah hulu sungai;
ƒ Meluapnya air sungai karena kemiringan dasar saluran kecil dan
kapasitas aliran sungai tidak memadai;
ƒ Sedimentasi, pendangkalan dan penyempitan sungai.

4 - 12
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

c. Faktor Aktifitas Manusia


ƒ Belum ada pola budidaya dan pengembangan dataran rendah/
cekungan;
ƒ Peruntukan tata ruang kawasan belum rnemadai dan tidak sesuai;
ƒ Sistem drainase tidak memadai;
ƒ Prasarana pengendali banjir yang terbatas;
ƒ Peruntukan tata ruang di DPS hulu;
ƒ Permukiman di bantaran sungai.

Untuk pemahaman terkait dengan tipologi kawasan rawan bencana banjir, pada
Gambar 4.3 hingga 4.6 disajikan penjelasan skema gambar tipologi kawasan.

A. Daerah Pesisir Pantai

B. Daerah Dataran Banjir

Saluran Pengelak
Banjir

Saluran Pengelak
Banjir

D. Daerah Cekungan

C. Daerah Sempadan

Gambar 4.3. Tipikal Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 13
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 4.3. Tipikal Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 4.4. Tipologi Banjir Daerah Pesisir

Gambar 4.5. Tipologi Banjir Daerah Sempadan Sungai


Dan Daerah Dataran Banjir

4 - 14
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

A B

Gambar 4.6. Tipologi Banjir Daerah Cekungan

4 - 15
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4.2.3 Identifikasi Sebaran Kawasan Rawan Bencana Banjir dan Garis


Pengaruh

Identifikasi sebaran kawasan rawan banjir dan daerah pengaruh, ditetapkan


berdasarkan tingkat atau daya rusak air yang membahayakan jiwa maupun harta
benda (meterial).

Untuk mendukung pelaksanaan identifikasi sebaran tersebut, pendekatan dapat


dilakukan dengan menggunakan data-data sebagai berikut:
(1) Peta-peta, yang terdiri dari peta topografi, geologi, hidrologi (hidrogeologi dan
hidrometeorologi), rawan bencana banjir dan longsor;
(2) Laporan, meliputi publikasi khusus, hasil seminar dan bahan bacaan media
cetak serta elektronik;
(3) Identifikasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah tentang tingkat kerawanan
kawasan bencana banjir dan longsor.

4.2.4 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan


Bencana Banjir

Arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan di kawasan rawan


bencana banjir, dilakukan sesuai tipologi bentang alam dan fungsi lahan pada
masing-masing kawasan, baik kawasan lindung maupun budidaya.

Sesuai Gambar 3.1 tipe bentang alam dibedakan atas:


a. Kawasan Rawan Bencana Banjir:
a.1 Pesisir;
a.2 Dataran;
b. Kawasan Rawan Bencana Longsor:
b.1 Perbukitan dan Pegunungan.

(1) Arahan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Rawan Bencana Banjir


Kawasan Lindung

Kawasan lindung dibedakan menurut fungsi ekosistem, yang terdiri dari


daerah a) resapan air, b) daerah aliran sungai (DAS), c) danau, d) daerah
rawan bencana, e) hutan lindung alami, f) wisata, g) permukiman, h) cagar
budaya dan i) cagar alami.

4 - 16
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Arahan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Lindung dengan indikator


di atas, untuk tipologi kawasan rawan bencana banjir sesuai fungsi
ekosistemnya, disajikan pada Tabel 4.3. - 4.5.

(2) Arahan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Rawan Bencana Banjir


Kawasan Budidaya

Kawasan Budidaya dibedakan menurut fungsi ekosistem, yaitu a)


permukiman, b) industri, c) kawasan perdagangan, d) sawah, e) kebun
campuran/perkebunan, f) transportasi.

Arahan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Budidaya dengan


indikator di atas, untuk tipologi kawasan rawan bencana banjir sesuai fungsi
ekosistemnya, disajikan pada Tabel 4.6. - 4.14.

4.2.5 Identifikasi Upaya Pengelolaan Ruang Kawasan Rawan Bencana


Banjir

Untuk pengelolaan ruang kawasan rawan banjir diarahkan pada penanganan


banjir yang berupa pencegahan dini (preventif) dan pencegahan sebelum
terjadinya bencana banjir (mitigasi), yang terdiri dari kombinasi antara upaya
struktur (bangunan pengendali banjir) dan non-struktur (perbaikan atau
pengendalian DAS).

Kebijakan yang terkait dengan upaya pengelolaan meliputi:


1. Rekayasa Teknik
2. Mekanisme Perijinan
3. Kelembagaan dan Peran Serta Masyarakat.

4.3 Rekayasa Teknik

4.3.1 Rekayasa Non-Struktural

Bentuk upaya pengendalian pemanfaatan ruang secara Non-Struktural


(Pengendalian DAS), meliputi :
a. Pengelolaan daerah pengaliran sungai (watershed management), yang
diharapkan dapat mengurangi limpasan runoff pada DPS tersebut ke
sungai utama;

4 - 17
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

b. Pengelolaan kawasan banjir (floodplain management) termasuk penerapan


zona tata guna lahan (land use zoning regulation) dan peraturan bentuk,
struktur dan jenis bahan bangunan;
c. Flood proofing dari bangunan yang ada pada kawasan tersebut;
d. Prakiraan banjir dan sistem peringatan dini.

(1) Pengelolaan Daerah Pengaliran Sungai

Pengelolaan daerah pengaliran sungai meliputi penerapan peraturan dan


penegakan hukum serta pelaksanaan tata guna lahan (land use) )"yang terenlcana
disesuaikan dengan kondisi lahan sehingga seluruh kegiatan di DPS tersebut dapat
menunjang upaya konservasi lahan dan air serta dapat mengurangi
limpasan/runoff ke sungai yaitu antara lain dengan:
a. Pembuatan terasering;
b. Penghijauan dengan tanaman keras;
c. Pembuatan saluran-saluran tanah yang dapat mengurangi erosi tanah, yang
dapat menyebabkan sedimentasi sungai;
d. Pembuatan sumur resapan;
e. Rehabilitasi situ-situ;
f. Pembuatan check dam di badan sungai untuk menanggulangi erosi dasar
sungai.

Implementasi dan penegakan hukum dapat dilakukan oleh Departemen


Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Kehutanan serta Menteri Negara
Lingkungan Hidup, dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang ada
seperti UU No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan PP No.51 tahun 1993 tentang Analisis Mengenal Dampak
Lingkung, serta Keppres No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung.
Sebagai contoh petani/peladang dilarang menanami tanah kehutanan dan
diperlukan terasering dengan kemiringan tidak melebihi 20 derajat.

(2) Pengelolaan Kawasan Banjir

Pengelolaan dataran banjir dilakukan melalui penerapan peraturan daerah yang


menetapkan rencana tata ruang wilayah di kawasan banjir, dan disesuaikan
dengan adanya kemungkinan banjir dengan membuat peta resiko banjir (flood
map risk) dan pembagian zona/klasifikasi dataran banjir (floodplain zoning)
berdasarkan tingkat kerawanan terhadap banjir, sehingga diharapkan dapat
mencegah atau mengarahkan kegiatan yang mungkin timbul di kawasan tersebut.

4 - 18
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 19
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 20
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 21
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 22
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 23
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 24
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 25
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 26
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 27
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 28
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 29
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 30
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 31
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 32
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 33
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 34
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 35
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 36
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 37
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 38
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 39
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 40
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 41
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 42
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 43
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 44
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 45
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Faktor-faktor ekonomi sosial dan lingkungan menjadi bahan pertimbangan teknis


dalam pengelolaan dataran banjir, dan beberapa faktor yang menentukan tingkat
resiko banjir meliputi:

a. Besarnya banjir/genangan yaitu kedalaman dan kecepatan aliran banjir;


b. Efektifnya waktu peringatan banjir;
c. Kesiapan menghadapi banjir;
d. Kecepatan naiknya elevasi banjir;
e. Lamanya genangan;
f. Halangan-halangan aliran air banjir;
g. Tingkat kerusakan bencana banjir;
h. Masalah evakuasi.

Pengelolaan kawasan rawan banjir memerlukan peta resiko banjir untuk


mencegah dan menghindari dampak bencana banjir. Pembuatan pedoman
tentang peta resiko banjir harus memperhatikan standard tertentu yang harus
mudah di baca oleh semua orang. Publikasi peta resiko banjir sangat penting dan
memiliki banyak manfaat bagi pelaku ekonomi, sosial, dan lingkungan, oleh
karena itu data dan informasi yang diperlukan untuk membuat peta tersebut
dikumpulkan dan dievaluasi untuk mendapatkan peta resiko banjir yang akurat.

Data-data dan informasi yang ada pada peta tersebut adalah :


a. Lokasi dengan tanda/warna tertentu di daerah banjir dengan kedalaman
tertentu, seperti:
ƒ kedalaman 0 - 0,5 meter
ƒ kedalaman 0,5 - 1,0 meter
ƒ Kedalaman 1,0 meter lebih.
b. Luas daerah dataran banjir.
c. Jumlah rumah di daerah tersebut
d. Jumlah penduduk di daerah tersebut.
e. Skala peta 1 : 10.000 s.d. 1 : 50.000
f. Periode ulang kemungkinan banjir 100 tahun.
g. Jaringan jalan, sungai, banjir kanal, stasiun pompa, waduk, nama
kelurahan/kecamatan.

Pemanfaatan daerah kawasan banjir harus diatur dengan pedoman dari peta
resiko banjir dan zona dataran banjir. Pedoman tersebut memiliki beberapa
tujuan, yaitu:
ƒ Mengurangi dampak bencana pada permukiman yang ada.
ƒ Mempersiapkan syarat-syarat bagi permukirnan yang ada dalam menghadapi
banjir

4 - 46
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

ƒ Mengijinkan pemukiman baru dengan persyaratan tertentu, seperti flood


proofing.
ƒ Melarang adanya pengembangan daerah permukiman yang baru.

(3) Flood Proofing

Flood proofing tidak mencegah terjadinya banjir, tapi mengurangi dampak


bencana pada saat kejadian banjir, yaitu antara lain dengan :
a. Meninggikan elevasi muka tanah;
b. Meninggikan elavasi struktur bangunan;
c. Menggunakan bahan bangunan tahan air.

Flood proofing dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :


ƒ Menetapkan elevasi banjir rencana (design flood level) baik dari perhitungan
maupun dari elevasi banjir besar yang pemah terjadi;
ƒ Menetapkan tinggi jagaan (freeboard) sebagai faktor keamanan, yaitu 30-50
cm di atas elevasi banjir rencana;
ƒ Menetapkan lokasi, yaitu di daerah tepi dataran banjir (flood fringe).

Gambaran rinci flood proofing dapat dilihat pada Gambar 4.7, 4.8, dan 4.9.

Gambar 4.7 Pola-Pola Peningkatan Elevasi Bangunan

4 - 47
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 4.8 Flood Proofing Dengan Rekayasa Elevasi Bangunan

(4) Prakiraan Banjir dan Sistem Peringatan Dini

Prakiraan banjir memberikan prakiraan tentang waktu kejadian banjir dan besaran
elevasi banjir di suatu lokasi rawan banjir di hilir sungai berdasarkan perhitungan
penelusuran banjir (nood routing). Sistem peringatan dini memberikan peringatan
tentang waktu kejadian aliran banjir dan atau aliran debit dengan waktu yang
cukup untuk melakukan tindakan penyelamatan jiwa dan harta benda. Metoda ini
merupakan cara yang paling murah dan efektif untuk menegah kerusakan harta
benda dan kehilangan jiwa akibat akan terjadinya kejadian banjir.

Berbagai model matematika tentang hidrologi dan hidraulik telah banyak


dipergunakan untuk menghitung penelusuran banjir secara otomatis, berdasarkan
data-data hidrologi (curah hujan dan elevasi muka air) di hulu sungai, tentang
kemungkinan terjadinya kejadian banjir di daerah rawan banjir

Sejumlah data dari beberapa stasiun hujan dan elavasi muka air diperlukan untuk
menentukan akurasi prakiraan banjir antara lain curah hujan, karakteristik dan
luas DPS, karakeristik waduk dan sungai, elevasi muka air disertai beberapa

4 - 48
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

parameter yang harus dikalibrasi berdasarkan rekaman banjir (flood marks) yang
pernah terjadi.

Sistem peringatan dini disampaikan melalui radio, telepon, telegram, televisi,


media cetak, radio panggil (handy talky) untuk disampaikan kepada masyarakat
yang ada di dataran banjir. Adapun sistem prakiraan banjir dan peringatan dini ini
telah dipasang di beberapa DPS besar di Indonesia, seperti DPS Brantas,
Bengawan Solo, Citarum, Cimanuk, serta Proyek Gunung Merapi untuk prakiraan
aliran lahar dingin.

Gambar 4.9 Tipikal Bangunan pada Flood Proofing

4.3.2 Rekayasa Struktural

Upaya Pengelolaan Ruang Secara Struktural (Bangunan Pengendali Banjir), yaitu:


a. Menurunkan elevasi muka air banjir dengan perbaikan alur sungai,
normalisasi saluran, sudetan, banjir kanal dan interkoneksi sungai;

4 - 49
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

b. Mencegah terjadinya luapan air sungai pada debit banjir dengan periode
ulang (return period) tertentu, dengan tanggul penahan banjir;
c. Mengurangi genangan dengan membuat sistem polder, pompa, waduk dan
perbaikan sistem drainase;
d. Memperkecil debit banjir atau mengurangi puncak banjir dengan waduk
retensi, banjir kanal, dan interkoneksi sungai.

(1) Perbaikan Alur Sungai dan Normalisasi Saluran

Perbaikan alur sungai dan normalisasi saluran adalah metoda yang paling umum
digunakan dalam pengendalian banjir, yaitu mencegah meluapnya air sungai
dengan:
a. Mengurangi panjang sungai/sodetan pada alur tertentu;
b. Mengurangi koefisien kekasaran dengan perbaikan tebing dan dasar sungai;
c. Melebarkan dan memperdalam sangai dengan pengerukan;
d. Pengendalian alur sungai dengan bangunan pengendali banjir seperti pintu-
pintu air.

Debit banjir rencana pada perbaikan alur sungai dan normalisasi saluran yang
dipergunakan dengan periode wang 25 tahun untuk tanggul sungai dan periode
ulang 50 tahun untuk kemiringan tebing dari tanggul.

Elevasi muka tanggul rencana adalah elevasi muka air banjir pada periode ulang
25 tahun atau 50 tahun, ditambah dengan tinggi jagaan (free board) 30-50 cm.
Pada Gambar 4.10 disajikan tipikal normalisasi saluran.

(2) Tanggul dan Dinding Penahan Banjir

Tanggul dan dinding penahan banjir adalah bangunan penahan yang dibangun di
sepanjang aliran sungai/saluran, untuk menahan dan menghindari luapan air
banjir ke dataran atau wilayah di sekitarnya.

Tanggul dan dinding penahan banjir dibangun untuk melindungi daerah dataran
banjir yang dipergunakan untuk permukiman, daerah industri dan pertanian. Di
Indonesia biasanya dipergunakan material tanah yang dipadatkan, sementara
dinding penahan banjir dapat dipergunakan pasangan batu kali, dinding beton
bertulang dan bahan lainnya yang memenuhi syarat teknik.

4 - 50
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Beberapa kriteria tentang tanggul dan dinding penahan banjir, terdiri dari:
ƒ Tinggi tanggul;
ƒ Panjang tanggul;
ƒ Kekuatan dan faktor keamanan tanggul;
ƒ Material tanggul.

Tanggul dan dinding penahan banjir dapat menghalangi aliran pada sistem
drainase yang ada pada daerah dataran banjir ke sungai atau laut, sehingga
diperlukan perencanaan khusus pada daerah tersebut, yaitu pada saluran drainase
ke sungai yang ada di bangun pintu-pintu air atau pintu klep yang dapat
mengalirkan air secara gravitasi ke sungai/laut bila elevasi muka air sungai/laut
lebih rendah dan ditutup bila elevasi muka air lebih tinggi. Selanjutnya bila perlu
dapat dipasang pompa air untuk membantu mengalirkan air dari daerah tersebut.

Gambar 4.10 Tipikal Normalisasi Saluran

Pada Gambar 4.11, 4.12, 4.13 disajikan tipikal tanggul dan dinding penahan
banjir.

4 - 51
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 4.11 Tanggul dan Dinding Penahan Banjir

Gambar 4.12 Tipikal Pengaturan Tanggul di Meander Sungai

4 - 52
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 4.13 Parameter-Parameter Tanggul

(3) Sistem Polder

Daerah polder adalah suatu daerah dengan karakteristik elevasi muka tanah lebih
rendah dari elevasi muka air sungai/laut yang ada, sehingga aliran air dari sistem
drainase yang ada tidak dapat mengalir secara gravitasi, dan menjadikan daerah
tersebut rawan terhadap banjir/genangan, baik oleh hujan lokal maupun luapan
air sungai/laut.

Daerah polder harus dilindungi dengan tanggul, sehingga air dari daerah lain tidak
dapat masuk ke daerah tersebut, dan air hujan dan buangan domestik yang ada
dialirkan/dikumpulkan melalui sistem drainase ke waduk, untuk selanjutnya
dipompa ke laut.

Waduk/reservoar merupakan tempat penampungan air sementara yang letaknya


lebih rendah dari elevasi muka tanah/saluran di daerah tersebut, sehingga dapat
mengalirkan dan menampung air secara gravitasi sebelum dipompa ke
sungai/laut.

Mengingat harga tanah di perkotaan relatif mahal, maka waduk/reservoar ini


dapat menggunakan sungai/saluran (long storage) yang ada di daerah polder
tersebut, dengan konsekuensi kapasitas pompa menjadi lebih besar. Sebagai
contoh dapat dilihat di Kali Cideng dan Kanal Ancol di Jakarta. Penjelasan tentang
sistem polder, disajikan pada Gambar 4.14.

4 - 53
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Besarnya kapasitas pompo sangat tergantung pada kapasitas waduk, dan


hubungan antara kapasitas pompa dan kapasitas waduk dapat dilihat pada
Gambar 4.15. Berdasarkan gambar tersebut, kapasitas waduk yang dibutuhkan
dapat dicari dari pengurangan garis sejajar antara garis b dan garis c, dalam hal
ini garis b merupakan kumulasi debit limpasan (m3/detik) terhadap waktu, yang
masuk ke dalam waduk, dan garis c adalah kumulasi volume air yang dipompa
terhadap waktu.

(4) Saluran Pengelak Banjir

Saluran pengelak banjir adalah saluran buatan untuk mengalihkan aliran banjir ke
laut. Saluran ini digunakan untuk melindungi daerah dataran banjir atau daerah
perkotaan yang luas, sehingga debit banjir yang mengalir ke daerah tersebut
dapat dikendalikan pada debit tertentu, dengan dibuatnya bangunan pengendali
berupa bendung atau pintu air dan debit banjir dialirkan ke laut.

Saluran ini dapat juga berupa sudetan (cut off) pada alur sungai melingkari
daerah rawan banjir, sehingga memperpendek aliran sungai di daerah tersebut.

Kriteria perencanaan saluran pengendali banjir dan sudetan harus mengikuti


berbagai pertimbangan teknis sebagai berikut :
a. Saluran pengendali banjir umumnya untuk melindungi daerah dataran banjir di
perkotaan yang luas dan padat;
b. Kemiringan dasar saluran yang dibutuhkan harus relatif datar, sehingga tidak
mengalami erosi pada saat aliran banjir dan sedimentasi pada saat air normal;
c. Bangunan terjunan (drop Structure) berupa bendung dan pintu air dibutuhkan
bila kondisi topografi dasar saluran terlalu curam, dalam rangka mengatur
kemiringan dasar saluran;
d. Kendala geologi dasar saluran harus dipertimbangkan untuk menghindari
adanya erosi dan sedimentasi;
e. Aliran air yang mengalir ke sungai yang ada pada daerah tersebut
dipertahankan sebagai drainase kota dan penggelontor bila diperlukan.

Sebagai contoh saluran pengelak banjir adalah Banjir Kanal Barat di Jakarta, yang
mengalihkan debit banjir Kali Ciliwung ke laut di lokasi Manggarai, dan Porong
Bypass Channel yang mengalihkan debit banjir Kali Brantas untuk melindungi Kota
Surabaya. Penjelasan saluran pengelak banjir dapat dilihat di Gambar 4.16 dan
4.17.

4 - 54
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 4.14 Sistem Polder

4 - 55
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 4.15 Hubungan Antara Kapasitas Waduk dan


Kapasitas Pompa

4 - 56
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 4.15 Hubungan Antara Kapasitas Waduk dan


Kapasitas Pompa

Gambar 4.16 Saluran Pengelak Banjir

Gambar 4.17 Tipikal Saluran Pengelak Banjir

(5) Waduk Retensi (Retention Basin)

Seperti bendungan pengendali banjir di daerah hulu, waduk retensi juga berfungsi
untuk menahan air banjir sementara, atau mengurangi debit banjir yang mengalir

4 - 57
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

ke daerah hilir sungai. Pengurangan debit banjir ini sangat bergantung pada
kapasitas tampung waduk retensi tersebut.

Terdapat 2 (dua) tipe waduk retensi berdasarkan lokasinya, yaitu:


1. Di badan sungai (on stream) dengan membendung sungai dengan bandung
yang relatif rendah dan pintu air pengendali;
2. Di tepi kanan atau kiri sungai (off stream) yang memiliki dataran rendah
sebagai waduk retensi, sehingga bila muka air tinggi, air akan mengalir dan
ditampung sementara di waduk tersebut.

Lebih lanjut gambaran dari kedua tipe tersebut, disajikan pada Gambar 4.18.

Lokasi waduk retensi kadang-kadang terdapat pada lokasi dataran rendah, seperti
rawa-rawa atau daerah pertanian, sehingga dapat menimbulkan dampak yang
serius bila daerah tersebut terdapat permukiman penduduk dengan sarana dan
prasarananya. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diperhatikan kondisi-
kondisi sebagai berikut:
1. Pengendalian yang memadai yaitu meminimalkan bencana yang mungkin
terjadi, dengan melarang adanya permukiman penduduk;
2. Prakiraan banjir dan sistem peringatan dini yaitu dengan memberikan
peringatan dan waktu yang cukup untuk evakuasi bila akan terjadi banjir;
3. Pembuatan sistem drainase yang baik untuk mengalirkan air banjir dengan
cepat dari daerah genangan.

4 - 58
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 4.18 Konsep Waduk Retensi (Retention Basin)

4 - 59
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4.4 Mekanisme Perijinan

4.4.1 Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk


Kepentingan Umum

Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah
bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, terdapat beberapa ketentuan
penting menyangkut:

1. Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut;
2. Penglepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan
hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya, dengan
memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah;
3. Kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat;
4. Musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling
menerima pendapat dan keinginan, yang didasarkan atas kesukarelaan antara pihak
pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah, untuk memperolah
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian;
5. Ganti kerugian adalah penggantian atas nilai tanah berikut bangunan, tanah dan atau
benda-benda lain yang terkait dengan tanah sebagai akibat penglepasan atau
penyerahan hak atas tanah.

4.4.2 Ijin Bangunan

(1) Ijin Mendirikan Bangunan

a) Permohonan Ijin Bangunan (IMB)


a. Permohonan ijin dapat diajukan oleh perorangan, badan hukum, yayasan, dan
lain-lain, baik sendiri-sendiri maupun melalui kuasa yang sah.
b. Permohonan ijin dilakukan secara tertulis, dengan mengisi formulir yang
disediakan di bagian pelayanan (IMB).
c. Permohonan ijin untuk rumah tinggal perorangan, wajib dilampiri dengan :
ƒ Fotocopy KTP pemohon;
ƒ Fotocopy tanda bukti kepemilikan tanah;
ƒ Gambar Rencana Bangunan;
ƒ Fotocopy tanda lunas PBB tahun terakhir;
ƒ Syarat-syarat lain yang ditentukan oleh Bupati/Walikota setempat.

4 - 60
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

d. Permohonan ijin untuk perumahan, perdagangan dan lain-lain dilampiri


dengan:
ƒ Fotocopy KTP pemaohon;
ƒ Fotocopy tanda bukti kepemilikan tanah;
ƒ Fotocopy tanda lunas PBB tahun terakhir;
ƒ Surat pernyataan ijin tetangga untuk bangunan dua lantai ke atas;
ƒ Ijin lokasi dan site plan;
ƒ Upaya pengelolaan lingkungan (AMDAL, UPL, UKL, SPPL, PIL Banjir);
ƒ Memperhatikan substansi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang
Jasa Konstruksi;
ƒ Syarat-syarat lain yang ditentukan oleh Bupati/Walikota setempat.

e. Permohonan ijin yang lengkap persyaratannya selanjutnya diproses olah dinas


teknik, sedangkan permohonan yang kurang lengkap dikembalikan kepada
pemohon untuk dilengkapi.

b) Putusan Permohonan Ijin Mendirikan Bangunan


a. Dinas Teknik terkait mengambil keputusan terhadap permohonan ijin dalam
waktu 14 hari kerja, setelah permohonan diterima lengkap, dan dapat
diperpanjang selama 2 x 14 hari kerja;
b. Pemohon membayar retribusi yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
c. Ijin dapat diambil oleh pemohon dengan menunjukkan telah lunas membayar
retribusi.

c) Penolakan Ijin Mendirikan Bangunan


a. Penolakan ijin harus disertai dengan alasan-alasan mengenai penolakan
tersebut;
b. Permohonan ijin ditolak apabila:
ƒ Bertentangan dengan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi/
Kabupaten/Kota;
ƒ Bertentangan dengan rencana dan atau perkembangan/perluasan kota.

d) Pencabutan Ijin Mendirikan Bangunan


Bupati/Walikota dapat mencabut ijin yang telah diberikan, apabila:
a. Pemegang ijin menjadi tidak berkepentingan lagi;
b. Dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah ijin diberikan, belum melakukan
permulaan pekerjaan;
c. Pekerjaan telah dihentikan selama 3 (tiga) bulan dan ternyata tidak
dilanjutkan;
d. Ijin yang telah diberikan ternyata berdasarkan data-data yang tidak benar;
e. Pelaksanaan pembangunan menyimpang dari rencana yang telah disahkan.

4 - 61
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

(2) Ijin Penggunaan Bangunan (IPB) atau Ijin Layak Huni (ILH)

a) Permohonan Ijin Penggunaan Bangunan (IPB) atau Ijin Layak Huni


(ILH)
a. Permohonan ijin dapat diajukan oleh perorangan, badan hukum, yayasan dan
lain-lainnya, baik sendiri-sendiri maupun melalui kuasa yang sah.
b. Permohonan ijin dilakukan secara tertulis, dengan mengisi formulir yang
disediakan di bagian pelayanan (IPB/ILH).
c. Permohonan ijin untuk rumah tinggal perorangan, wajib dilampiri dengan :
ƒ Fotocopy KTP pemohon;
ƒ Fotocopy tanda bukti kepemilikan tanah;
ƒ Gambar Rencana Bangunan;
ƒ Fotocopy tanda lunas PBB tahun terakhir;
ƒ Fotocopy IMP;
ƒ Syarat-syarat lain yang ditentukan oleh Bupati/Walikota setempat.

d. Permohonan ijin untuk perumahan, perdagangan dan lain-lain dilampiri


dengan:
ƒ Fotocopy KTP pemaohon;
ƒ Fotocopy tanda bukti kepemilikan tanah;
ƒ Fotocopy tanda lunas PBB tahun terakhir;
ƒ Surat pernyataan ijin tetangga untuk bangunan dua lantai ke atas;
ƒ Ijin lokasi dan site plan;
ƒ Upaya pengelolaan lingkungan (AMDAL, UPL, UKL, SPPL, PIL Banjir);
ƒ Fotocopy IMB;
ƒ Syarat-syarat lain yang ditentukan oleh Bupati/Walikota setempat.

e. Permohonan ijin yang lengkap persyaratannya selanjutnya diproses olah dinas


teknik, sedangkan permohonan yang kurang lengkap dikembalikan kepada
pemohon untuk dilengkapi.

b) Putusan Permohonan Ijin Penggunaan Bangunan atau Ijin Layak Huni


a. Dinas Teknik terkait mengambil keputusan terhadap permohonan IPB atau ILH
dalam waktu 14 hari kerja, setelah permohonan diterima lengkap, dan dapat
diperpanjang selama 2 x 14 hari kerja;
b. Putusan IPB atau ILH dapat diambil oleh pemohon.

c) Penolakan Ijin Penggunaan Bangunan atau Ijin Layak Huni


a. Penolakan IPB atau ILH harus disertai dengan alasan-alasan mengenai
penolakan tersebut;

4 - 62
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

b. Permohonan IPB atau ILH ditolak apabila:


c. Bertentangan dengan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi/
Kabupaten/Kota;
d. Bertentangan dengan rencana dan atau perkembangan/perluasan kota.

Pada Gambar 4.19 disajikan skema prosedur ijin lokasi, sedangkan pada Gambar 4.20
ditampilkan diagram prosedur umum pengurusan IMB di Kabupaten/Kota.

4.5 Kelembagaan dan Peran Masyarakat

Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana longsor, dilaksanakan


dengan tujuan untuk meminimalkan dampak bencana longsor. Dalam rangka mendukung
hal tersebut perlu dilakukan upaya untuk memperkuat kelembagaan di masing-masing
tingkat pemerintahan dalam lingkup kawasan, baik di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kota, serta mengoptimalkan peran serta masyarakat.

4.5.1 Pemerintah

Penguatan kelembagaan diwujudkan melalui pembentukan visi dan misi, serta tugas
pokok, lengkap dengan rincian tugas dan tanggung jawab lembaga di dalam
pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana longsor, baik pada aspek
pengawasan maupun penertiban.
Mengingat dalam aspek penertiban harus melibatkan multi instansi yang ada, maka
penguatan kelembagaan dilakukan dengan meningkatkan kemampuan lembaga
melakukan koordinasi (sinergi) dengan lembaga lain, baik intern maupun ekstern. Dalam
kegiatan penertiban pemanfaatan ruang yang telah menyimpang dari rencana tata ruang,
maka lembaga terkait yang berwenang harus melakukan operasi yang multikompleks
secara terkoordinasi.

Dalam aspek pengawasan, penguatan kelembagaan dilakukan melalui pemberian tugas


dan tanggung jawab yang jelas, mulai dari monitoring, pemantauan, dan pembuatan
laporan yang rutin, menerus, dan berkelanjutan.

Oleh karena kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang, di dalamnya termasuk untuk


kawasan rawan bencana longsor, merupakan kegiatan rutin yang sangat penting untuk
dilaksanakan, maka pemerintah provinsi dan kabupaten/kota perlu mengalokasikan dana
rutin. Pemenuhan biaya dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang pada dasarnya
tidak menyalahi aturan manapun, bahkan merupakan penunjang terhadap kegiatan yang
tercantum dalam Undang-Undang (UU) No.24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang.

4 - 63
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 64
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 65
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikaji kembali tugas pokok fungsi (Tupoksi)
lembaga pengelola penataan ruang, kemudian diangkat dan diperjelas tugasnya berkaitan
dengan kondisi lapangan di wilayah masing-masing. Peningkatan kemampuan sumber
daya manusia selaku pelaksana pengendalian pemanfaatan ruang perlu terus
ditingkatkan, mengingat permasalahan pemanfaatan ruang semakin kompleks dan sulit
diatasi, sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal.

4.5.2 Peran Serta Masyarakat

Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahung 1992 Tentang Penataan Ruang mengamanatkan


bahwa penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan peran serta
masyarakat, seperti masyarakat hukum adat, masyarakat ulama, masyarakat intelektual.

Dalam penyelenggaraan penataan ruang, pelaksanaan hak dan kewajiban, serta peran
serta masyarakat sangat diperlukan untuk memperbaiki mutu perencanaan, membantu
terwujudnya pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan, serta mentaati keputusan-keputusan dalam rangka penertiban pemanfaatan
ruang.

Hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang, adalah terdiri dari beberapa aspek
sebagai berikut.

(1) Hak Masyarakat dalam Penataan Ruang

a. Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b. Mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana tata
ruang kawasan (RTRK), melalui pelaksanaan lokakarya dan sarasehan;
c. Menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat
dari penataan ruang;
d. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang.

(2) Kewajiban Masyarakat dalam Penataan Ruang

a. Menjaga, memelihara dan meningkatkan kualitas ruang lebih ditekankan pada


keikutsertaan masyarakat untuk lebih mematuhi dan mentaati segala
ketentuan normatif yang ditetapkan dalam rencana tata ruang, dan
mendorong terwujudnya kualitas ruang yang lebih baik;

4 - 66
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

b. Berlaku tertib dalam keikutsertaannya pada proses perencanaan tata ruang,


pemanfaatan ruang, dan mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

(3) Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang


Wilayah Kabupaten/Kota

a. Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan


perundang-undangan, agama, adat atau kebiasaan yang berlaku;
b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud strukturat
dan pola pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan dan perdesaan;
c. Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan;
d. Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya,
untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;
e. Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten;
f. Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang;
g. Kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan.

(4) Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian


Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

a. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kota, termasuk


pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang;
b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan
ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.

(5) Prosedur Peran Serta Masyarakat untuk merealisasikan langkah-


langkah Pemanfaatan Ruang

a. Peran serta masyarakat pada tingkat Kabupaten/Kota dapat berupa


penyampaian data atau informasi yang dapat dipertanggungjawabkan,
disampaikan kepada Bupati/Walikota selambat-lambatnya 30 (tiga Puluh) hari
setelah disoialisasi dan diadaptasikan;
b. Pemberian masukan tersebut dapat dilakukan secara tertulis, dan
tembusannya disampaikan kepada Ketua DPRD, atau secara lisan yang dicatat
dan dituangkan dalam berita acara yang dibuat oleh Bappeda Kabupaten;
c. Pemberian masukan tersebut dapat dilakukan melalui seluruh media
komunikasi yang tersedia;

4 - 67
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

d. Untuk menerima saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan atau


masukan dari masyarakat, informasi tentang penentuan arah pengembangan
dibahas dalam forum pertemuan yang lebih luas, dengan melibatkan para
pakar dan tokoh masyarakat beserta Bupati, yang dibantu oleh Tim Koordinasi
Penataan Ruang Daerah Kabupaten/Kota dan instansi terkait;
e. Program pemanfaatan ruang yang disusun tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, agama maupun adat dan
budaya setempat;
f. Apabila dengan mekanisme tersebut masih terjadi konflik antar stakeholder
dalam memanfaatkan ruang, maka diuapayak cara-cara musyawarah untuk
tujuan akhir kemaslahatan warga yang terkena dampak, tetapi dengan tidak
meninggalkan manfaat yang lebih luas.

4 - 68
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 69
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 70
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 71
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir

4 - 72
Tabel 4.3
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - PESISIR)

PESISIR
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi

Resapan - Bertujuan untuk mengembalikan luas RUANG - Membangun saluran drainase yang memperhatikan - Menanam tanaman yang tahan terhadap salinitas
Air TERBUKA HIJAU (RTH) sesuai dengan RTRW; kemiringan dasar saluran dan sistem/sub sistem air laut, dan mempunyai kemampuan mengikat air
- Mengembalikan fungsi daerah resapan air sebagai daerah pengaliran; tinggi (nipah, bakau, dan lain sebagainya);
lokasi penampungan air; - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Berfungsi sebagai tanaman konservasi air dan tanah
- Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan - Pembatasan pengambilan air tanah dangkal.
sekurang-kurangnya 200 meter di sekitar mata air.
Daerah - Kawasan sempadan sungai bebas bangunan; - Membangun saluran drainase yang memperhatikan - Menanam tanaman yang tahan terhadap salinitas
Aliran Sungai - Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, kemiringan dasar saluran dan sistem/sub sistem air laut, dan mempunyai kemampuan mengikat air
(DAS) garis sempadan sekurang-kurangnya 100 meter daerah pengaliran; tinggi (nipah, bakau, dan lain sebagainya);
dari tepi sungai, dan berfungsi sebagai JALUR HIJAU - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Berfungsi sebagai tanaman konservasi air dan tanah
- Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar - Meningkatkan kapasitas sungai dan kali melalui
kawasan perkotaan pada sungai besar, sekurang- kegiatan pengerukan secara berkala.
kurangnya 100 meter, pada sungai kecil sekurang-
kurangnya 50 meter dihitung dari tepi sungai;
- Garis sempadan sungai di kawasan perkotaan
sekurang-kurangnya 10-30 meter;
- Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan
perkotaan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah
luar sepanjang kaki tanggul, di dalam kawasan
perkotaan sekurang-kurangnya 3 meter.
Danau - Mempertahankan vegetasi alami di sekitar danau; - Membangun saluran drainase yang memperhatikan - Menanam tanaman yang tahan terhadap salinitas
- Mengembalikan fungsi situ dan waduk sebagai kemiringan dasar saluran dan sistem/sub sistem air laut, dan mempunyai kemampuan mengikat air
lokasi penampungan air; daerah pengaliran, peningkatan kapasitas saluran tinggi (nipah, bakau, dan lain sebagainya);
- Untuk danau/waduk garis sempadan sekurang- makro dan sub makro; - Berfungsi sebagai tanaman konservasi air dan tanah
kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala;
arah darat - Meningkatkan kapasitas danau/waduk melalui
kegiatan pengerukan secara berkala.
Tabel 4.3
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - PESISIR)
Lanjutan ……..
PESISIR
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi

Banjir - Perlu mempertimbangkan daya dukung fisik - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam tanaman yang tahan terhadap salinitas
lingkungan; yang dapat mereduksi banjir dan genangan; air laut, dan mempunyai kemampuan mengikat air
- Memperhatikan pola kemiringan dasar saluran - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; tinggi (nipah, bakau, dan lain sebagainya);
(desain) dalam membangun saluran drainase; - Melakukan penanganan sedimentasi di muara - Berfungsi sebagai tanaman konservasi air dan tanah
- Dalam perencanaan dan penanganan banjir di saluran/sungai yang bermuara di laut, melalui
kawasan, berpedoman pada konsep satu kesatuan proses pengerukan
sistem/sub sistem daerah pengaliran sebagai satu'
Rawan kesatuan pengelolaan.
Bencana Gelombang - Perlu mempertimbangkan daya dukung fisik - Pembuatan pemecah gelombang (break water) dan - Menanam mangove dan terumbu karang untuk
Pasang/ lingkungan; pelindung pantai (dari abrasi); mencegah proses abrasi dan mengatur tata air di
Pasang - Memperhatikan pola terjadinya gelombang pasang - Pembuatan tanggul pelindung atau sistem polder, daerah pesisir.
Surut (dari sisi waktu maupun besarnya gelombang yang dilengkapi dengan pintu dan pompa, sesuai
pasang yang terjadi); dengan elevasi lahan terhadap pasang surut.
- Memperhatikan pola pasang surut tinggi (purnama)
dan rendah (perbani), terkait dengan daerah
genangan pasang surut.
Tabel 4.3
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - PESISIR)
Lanjutan ……..
PESISIR
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi

Alami - Ditujukan untuk konservasi air dan tanah serta - Menanam mangove dan terumbu karang untuk
mencegah terjadinya abrasi. mencegah proses abrasi dan mengatur tata air di
daerah pesisir.
Wisata - Ditujukan untuk meningkatkan sense of nature - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam mangove dan terumbu karang yang
dengan tetap mempertahankan konservasi air dan yang dapat mereduksi banjir dan genangan; mempunyai nilai estetika;
tanah, serta mencegah terjadinya abrasi - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Tetap mempertahankan fungsi konservasi tanah
dan air
- Mencegah terjadinya abrasi.
Pemukim- - Ditujukan untuk meningkatkan fungsi konservasi air - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa tanaman yang bersifat
an dan tanah di daerah permukiman yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta heterogen dari struktur vertikal komposisi tanaman,
mampu meresapkan air hujan - Mempunyai nilai estetika
- Mampu meningkatkan konservasi tanah dan air
Cagar - Pemanfaatan ruang hanya untuk kegiatan - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa tanaman yang mempu-
Budaya pemeliharaan habitat tumbuhan, satwa, dan plasma yang dapat mereduksi banjir dan genangan, dengan nyai kemampuan sebagai tanaman konservasi air
Lindung
nutfah, kebiatan pendidikan dan penelitian kebun memperhatikan kemiringan dasar saluran; dan tanah, serta mempunyai nilai historis kawasan
bibit, mangrove dan kegiatan wisata alam terbatas - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala. setempat
- Mempunyai nilai estetika.
Cagar - Melestarikan ekosistem terumbu karang; - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa tanaman yang bersifat
Alami - Penyelamatan keutuhan potensi habitat, potensi yang dapat mereduksi banjir dan genangan, dengan alami (mangrove, nipah) dan memiliki kekhasan;
sumberdaya kehidupan dan potensi sumber memperhatikan kemiringan dasar saluran; - Berfungsi sebagai tanaman konservasi air dan
genetiknya - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala. tanah
Tabel 4.4
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - DATARAN TINGGI)

DATARAN TINGGI
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi

Resapan - Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan lahan - Membangun sistem drainase air larian yang - Menanam vegetasi berupa tanaman yang
Air dalam meresapkan air; berhubungan dengan sumur resapan; mempunyai kemampuan meresapkan air dengan
- Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan penutupan sekitar 80%.
sekurang-kurangnya 200 meter di sekitar mata air.
Daerah - Kawasan sempadan sungai bebas bangunan; - Membangun saluran drainase yang memperhatikan - Menanam vegetasi yang mampu mencegah
Aliran Sungai - Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, kemiringan dasar saluran dan sistem/sub sistem terjadinya erosi dan memperkuat struktur fisik
(DAS) garis sempadan sekurang-kurangnya 100 meter daerah pengaliran, serta elevasi dan kemiringan terutama di daerah sempadan sungai;
dari tepi sungai, dan berfungsi sebagai JALUR HIJAU lahan/saluran;
- Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala;
kawasan perkotaan pada sungai besar, sekurang- - Meningkatkan kapasitas sungai dan kali melalui
kurangnya 100 meter, pada sungai kecil sekurang- kegiatan pengerukan secara berkala.
kurangnya 50 meter dihitung dari tepi sungai;
- Garis sempadan sungai di kawasan perkotaan
sekurang-kurangnya 10-30 meter;
- Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan
perkotaan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah
luar sepanjang kaki tanggul, di dalam kawasan
perkotaan sekurang-kurangnya 3 meter.
Danau - Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan lahan - Membangun saluran drainase yang memperhatikan - Menanam vegetasi berupa tanaman yang
dalam menampung air dan keseimbangan ekosistem kemiringan dasar saluran dan sistem/sub sistem mempunyai kemampuan untuk mencegah erosi
danau; daerah pengaliran, untuk air larian yang berasal dan memperkuat penampang danau;
- Untuk danau/waduk garis sempadan sekurang- dari air hujan;
kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke
arah darat
Tabel 4.4
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - DATARAN TINGGI)
Lanjutan ……..
DATARAN TINGGI
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi

Gempa - Ditujukan untuk meminimalisir aktivitas manusia - Memperhatikan konstruksi bangunan yang dirancang - Menanam vegetasi berupa jenis tanaman yang
Bumi tahan gempa; mempunyai perakaran kuat
- Membangun konstruksi sistem drainase tahan gempa
Banjir - Perlu mempertimbangkan daya dukung fisik - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa jenis tanaman yang
lingkungan; yang dapat mereduksi banjir dan genangan; mempunyai kemampuan untuk mencegah erosi
Rawan
- Memperhatikan pola kemiringan dasar saluran - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; dan memperkuat strutur fisik tanah;
Bencana
(desain) dalam membangun saluran drainase; - Melakukan penanganan sedimentasi di muara
- Dalam perencanaan dan penanganan banjir di saluran/sungai yang bermuara di laut, melalui
kawasan, berpedoman pada konsep satu kesatuan proses pengerukan
sistem/sub sistem daerah pengaliran sebagai satu'
kesatuan pengelolaan.
Tabel 4.4
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - DATARAN TINGGI)
Lanjutan ……..
DATARAN TINGGI
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi

Alami - Ditujukan untuk konservasi air dan tanah serta - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa jenis tanaman hutan
biodiversity; yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta alami yang bersifat heterogen dan mempunyai
sebagai air larian yang berasal dari air hujan; kemampuan meningkatkan konservasi air dan
- Meresapkan air larian tersebut ke dalam tanah tanah
(dengan rekayasa teknis)
Produksi - Ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan hasil - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa jenis tanaman hutan
hutan dengan mempertahankan fungsi konservasi yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta yang bersifat homogen, mempunyai nilai ekonomis
air dan tanah; sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan dan mempunyai kemampuan meningkatkan
dapat meresapkan air ke dalam tanah; konservasi air dan tanah;
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala;
Wisata - Ditujukan untuk meningkatkan sense of nature - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam mangove dan terumbu karang yang
dengan tetap mempertahankan konservasi air dan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta mempunyai nilai estetika;
tanah; sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan - Tetap mempertahankan fungsi konservasi tanah
dapat meresapkan air ke dalam tanah; dan air
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Mencegah terjadinya abrasi.
Lindung Pemukim- - Ditujukan untuk meningkatkan fungsi konservasi air - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa tanaman yang bersifat
an dan tanah di daerah permukiman yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta heterogen dari struktur vertikal komposisi tanaman,
sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan - Mempunyai nilai estetika yang tinggi;
dapat meresapkan air ke dalam tanah; - Mampu meningkatkan konservasi tanah dan air
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala;
Cagar - Ditujukan untuk melestarikan historical landscape - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa tanaman yang mempu-
Budaya dengan meningkatkan fungsi konservasi air dan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta nyai nilai historikal dari kawasan setempat, dengan
tanah; sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan tetap memperhatikan pemilihan vegetasi yang
dapat meresapkan air ke dalam tanah; memiliki kemampuan meningkatkan konservasi air
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; dan tanah
- Pembuatan sumur resapan.
Cagar - Ditujukan untuk melestarikan flora dan fauna yang - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa tanaman yang bersifat
Alami khas pada lokasi setempat dengan meningkatkan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta alami (mangrove, nipah) dan memiliki kekhasan;
fungsi konservasi air dan tanah sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan - Berfungsi sebagai tanaman konservasi air dan
air larian; tanah
Tabel 4.5
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - PEGUNUNGAN/PERBUKITAN)

PEGUNUNGAN/PERBUKITAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi

Resapan - Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan lahan - Membangun sistem drainase air larian yang - Menanam vegetasi yang memiliki kemampuan
Air dalam memperkecil aliran permukaan dan berhubungan dengan sumur resapan; untuk menekan aliran permukaan dan meresapkan
kemampuan meresapkan air; air;
- Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
sekurang-kurangnya 200 meter di sekitar mata air. tanaman yang memiliki kemampuan untuk mengikat
air dan menekan aliran permukaan.
Daerah - Fungsi DAS bagian hulu sebagai daerah resapan air - Membangun sistem drainase air larian yang - Menanam vegetasi yang memiliki kemampuan
Aliran Sungai harus tetap terjaga; berhubungan dengan sumur resapan; mencegah erosi, menekan aliran permukaan dan
(DAS) - Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar meresapkan air;
kawasan perkotaan pada sungai besar, sekurang- - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
kurangnya 100 meter, pada sungai kecil sekurang- tanaman yang memiliki kemampuan untuk mencegah
kurangnya 50 meter dihitung dari tepi sungai; mencegah erosi, menekan aliran permukaan dan
- Garis sempadan sungai di kawasan perkotaan meresapkan air;
sekurang-kurangnya 10-30 meter;
- Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan
perkotaan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah
luar sepanjang kaki tanggul, di dalam kawasan
perkotaan sekurang-kurangnya 3 meter.
Danau - Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan lahan - Membangun sistem drainase untuk memisahkan - Menanam vegetasi yang memiliki kemampuan
dalam menampung air dan keseimbangan ekosistem air larian dan air limbah mencegah erosi, menekan aliran permukaan dan
danau; meresapkan air;
- Untuk danau/waduk garis sempadan sekurang- - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke tanaman yang memiliki kemampuan untuk mencegah
arah darat mencegah erosi, menekan aliran permukaan dan
meresapkan air;
Tabel 4.5
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - PEGUNUNGAN/PERBUKITAN)
Lanjutan ……..
PEGUNUNGAN/PERBUKITAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi

Gunung - Ditujukan untuk meminimalisir sedimentasi melalui - Menanam vegetasi yang mampu mencegah erosi
Berapi penerapan teknologi/rekayasa teknis dan memperbaiki struktur tanah

Tanah - Ditujukan untuk meminimalisir sedimentasi melalui - Membantun sistem drainase yang berhubungan - Menanam vegetasi yang mampu mereduksi aliran
Rawan Longsor penerapan teknologi/rekayasa teknis serta langsung dengan saluran terbuka; permukaan, erosi dan mampu memperbaiki
Bencana memperkuat struktut tanah struktur tanah;
- Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam tanaman
yang mampu mengikat air, mencegah erosi,
meresapkan air, dan mencegah longsor
Tabel 4.5
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - PEGUNUNGAN/PERBUKITAN)
Lanjutan ……..
PEGUNUNGAN/PERBUKITAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Alami - Ditujukan untuk konservasi air dan tanah serta - Pelestarian bantaran sungai sebagai hutan alam - Menanam vegetasi permanen yang berfungsi
biodiversity; sebagai tanaman konservasi tanah dan air;
- Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
tanaman yang mampu mengikat air, mencegah
erosi dan longsor.
Produksi - Ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan hasil - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa jenis tanaman hutan
hutan dengan mempertahankan fungsi konservasi yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta yang bersifat homogen, mempunyai nilai ekonomis
air dan tanah; sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan dan mempunyai kemampuan meningkatkan
dapat meresapkan air ke dalam tanah; konservasi air dan tanah;
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
tanaman yang mampu mempertahankan konservasi
air dan tanah serta struktur tanah
Wisata - Ditujukan untuk meningkatkan sense of nature - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi yang versifat heterogen dari
dengan tetap mempertahankan konservasi air dan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta struktur vertikal komposisi tanaman, mempunyai
tanah; sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan nilai eststika tinggi, berfungsi sebagai tanaman
dapat meresapkan air ke dalam tanah; konservasi air dan tanah;
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
tanaman yang mampu mempertahankan konservasi
Lindung air dan tanah, memiliki nilai estetika lingkungan,
serta mempertahankan struktur tanah
Pemukim- - Ditujukan untuk meningkatkan fungsi konservasi air - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi yang versifat heterogen dari
an/ dan tanah di daerah permukiman/perkotaan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta struktur vertikal komposisi tanaman, mempunyai
Kota sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan nilai eststika tinggi, berfungsi sebagai tanaman
dapat meresapkan air ke dalam tanah; konservasi air dan tanah;
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
tanaman yang mampu mempertahankan konservasi
air dan tanah serta struktur tanah
Cagar - Ditujukan untuk melestarikan historical landscape - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi alami dan berbagai jenis yang
Budaya dengan meningkatkan fungsi konservasi air dan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta memiliki kekhasan dan berfungsi sebagai tanaman
tanah; memisahkan air larian dan air limbah konservasi air dan tanah;
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
tanaman yang mampu mempertahankan konservasi
air dan tanah serta struktur tanah
Cagar - Ditujukan untuk melestarikan flora dan fauna yang - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi alami dan berbagai jenis yang
Alami khas pada lokasi setempat dengan meningkatkan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, memiliki kekhasan dan berfungsi sebagai tanaman
fungsi konservasi air dan tanah dengan memperhatikan kontur topografi konservasi air dan tanah, serta mempertahankan
struktur tanah.
Tabel 4.6
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI A.1 - DATARAN RENDAH DAERAH PESISIR/PANTAI)

DAERAH PESISIR (PANTAI)


Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
- Kepadatan nyata antara 250-750 jiwa/ha - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
- Perkotaan : KDB 50 - 70% mendirikan bangunan perumahan dengan konstruksi menanam vegetasi yang berfungsi menahan pasang
Permukim- - Perdesaan : KDB 40 - 60% panggung, batas minimal 200 meter dari batas titik surut air laut (nipah, kelapa, mangorve)
an pasang air laut. - LAHAN TIDUR:
- DRAINASE: menanam vegetasi yang mampu mengikat air dan
membangun sistem drainase dengan sistem polder memiliki nilai estetika.
(tanggul keliling, reservoir dan sistem pompa/pintu)
- INFRASTRUKTUR:
penyediaan infrastruktur yang memadai sesuai dg
kepadatan penduduk dan menggunakan konstruksi
yang sesuai dengan rona lingkungan
Industri - Kawasan industri dengan KDB rendah - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
memperhatikan konstruksi bangunan yang tidak ren- menanam vegetasi yang berfungsi sebagai penahan
tan terhadap salinitas, batas minimum 200 meter dr pasang surut air laut, pereduksi polusi udara, mampu
batas titik pasang surut air laut, sesuai dengan mengurangi kebisingan;
kondisi lingkungan, tidak pada area laguna; - LAHAN TIDUR:
- DRAINASE: menanam vegetasi yang mampu mengikat air dan
membangun sistem drainase dengan sistem polder memiliki nilai estetika.
Dataran yg terpisah dengan limbah industri. Kebutuhan air
Rendah untuk industri diambil dari air laut, kebutuhan air
tawar diambil dari aquifer ke-3, serta dilakukan
injeksi air hujan untuk mengisi aquifer tersebut;
- INFRASTRUKTUR:
menyediakan fasilitas infrastruktur yg menunjang
kegiatan industri, pelabuhan bongkar muat, terletak
di lokasi strategis, memperhatikan rona lingkungan
Kawasan - Kawasan perdagangan dengan KDB rendah - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
Perda- memperhatikan konstruksi bangunan yang tidak ren- menanam vegetasi yang berfungsi sebagai penahan
gangan tan terhadap salinitas, batas minimum 200 meter dr pasang surut air laut, pereduksi polusi udara, mampu
batas titik pasang surut air laut, sesuai dengan mengurangi kebisingan;
kondisi lingkungan, tidak pada area laguna; - LAHAN TIDUR:
- DRAINASE: menanam vegetasi yang mampu mengikat air dan
membangun sistem drainase dengan sistem polder memiliki nilai estetika.
(tanggul keliling, reservoir dan sistem pompa/pintu)
- INFRASTRUKTUR:
fasilitas infrastruktur menunjang aliran barang dan
orang, pelabuhan bongkar muat terletak pada lokasi
strategis, dengan memperhatikan rona lingkungan
Tabel 4.6
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI A.1 - DATARAN RENDAH DAERAH PESISIR/PANTAI)
Lanjutan ……..
DAERAH PESISIR (PANTAI)
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Sawah - Kawasan persawahan dengan batas minimum 100 M - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
dari batas pasang surut air laut menggunakan sistem pondasi cerucuk menanam vegetasi yang berfungsi untuk konservasi
- DRAINASE: air dan pencegah banjir
membangun sistem jaringan irigasi pasang surut, - LAHAN TIDUR:
dalam rangka mendukung pematusan air menanam padi sawah dan palawija
- INFRASTRUKTUR:
penyediaan infrastruktur yang menunjang aliran
input-output dalam farming system

Kebun - Kawasan kebun campuran/perkebunan dengan - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Campur- batas minimum 100 meter dari batas pasang surut menggunakan sistem pondasi cerucuk menanam vegetasi yang memiliki daya adaptasi
an/ air laut - DRAINASE: terhadap salinitas, berfungsi sebagai penghalang
Perkebun- membangun sistem jaringan irigasi pasang surut, atau penahan ombak (nipat, kelapa)
an dalam rangka mendukung pematusan air - LAHAN TIDUR:
- INFRASTRUKTUR: menanam vegetasi yang mampu mengikat air
penyediaan infrastruktur yang menunjang aliran
Dataran input-output dalam farming system
Rendah
Daerah Tambak - Sistem penataan lokasi budidaya tambak yang - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
Pesisir disesuaikan dengan daya dukung lingkungan pesisir bangunan kolam yang tidak rentan terhadap salinitas menanam vegetasi mangrove, nipah, dan lain-lain
(Pantai) (kesesuaian lahan, pasang surut air laut, dan vandalisme, batas minimum 200 meter dari yang berfungsi sebagai tanaman konservasi untuk
kebutuhan supply) batas titik pasang surut air laut; menjaga keseimbangan ekosistem;
- DRAINASE: - LAHAN TIDUR:
Menata sistem jaringan air yang berfungsi untuk menanam vegetasi mangrove, nipah, dan lain-lain
mengatur kebutuhan air dari budidaya tambak; yang berfungsi sebagai tanaman konservasi untuk
- INFRASTRUKTUR: menjaga keseimbangan ekosistem pesisir
penyediaan infrastruktur yang menunjang aliran
input output dalam aktivitas budidaya tambak
Transpor- - Memperhatikan kontur dan struktur daya dukung - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi tanah Sistem pondasi (lapisan dasar) disesuaikan dengan Menanam mangove dan terumbu karang untuk
- Elevasi permukaan jalan lebih tinggi daripada elevasi kondisi tanah (sistem cerucuk, batu), serta elevasi mencegah proses abrasi dan mengatur tata air di
pasang tertinggi atau banjir maksimum permukaan jalan 60 centimeter lebih tinggi dari daerah pesisir.
- Perlu mempertimbangkan daya dukung fisik elevasi pasang tertinggi atau banjir maksimum
lingkungan; - DRAINASE:
Menata sistem jaringan drainase jalan, dalam satu
kesatuan sistem drainase kawasan
Tabel 4.7
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI A.2 - DATARAN RENDAH DAERAH DATARAN BANJIR /FLOOD PLAIN)

DAERAH DATARAN BANJIR/FLOOD PLAIN


Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Permukim- - Pengendalian dengan menggunakan standar - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
an perumahan terutama untuk hunian padat memperhatikan konstruksi bangunan yang menanam vegetasi berupa tanaman tahunan
- Perkotaan : KDB 30 - 50% disesuaikan dengan kondisi fisik lahan, dilengkapi dataran rendah dan tanaman semusim yang mampu
- Perdesaan : KDB 20 - 40% dengan sumur resapan; dilengkapi dengan tanggul meresapkan air dan memiliki nilai estetika
- Untuk kawasan kritis, kawasan dikembangkan dgn dengan elevasi 60 cm lebih tinggi dari MAB - LAHAN TIDUR:
sistem polder, waduk, dan saluran pengelak - DRAINASE: menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
membangun sistem drainase yang dapat menampung mampu mengikat air da memiliki estetika
air hujan dan air limbah rumah tangga; ataupun dg
menggunakan sistem polder dan waduk, serta
saluran pengelak
- INFRASTRUKTUR:
penyediaan infrastruktur yang memadai sesuai dgn
kepadatan penduduk, menggunakan konstruksi yg
sesuai dengan rona lingkungan
Industri - Pengendalian dengan menggunakan standar - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
kebutuhan kegiatan industri dalam ruang dan memperhatikan konstruksi bangunan yang menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
fasilitas penunjangnya disesuaikan dengan kondisi fisik lahan, dilengkapi mengurangi kebisingan, mereduksi polusi udara
- Persyaratan untuk menyediakan prasarana dan introduksi teknologi dalam penyerapan air dan area - LAHAN TIDUR:
Dataran sarana pengolahan limbah, sebelum dibuang ke penyangga (buffer zone), pengambilan air untuk menanam vegetasi yang mampu mengikat air dan
Rendah sistem drainase industri dari air tanah dalam; memiliki nilai estetika.
- Untuk kawasan kritis, kawasan dikembangkan dgn - DRAINASE:
sistem polder, waduk, dan saluran pengelak membangun sistem drainase yang dapat menampung
air hujan dan air limbah industri;
- INFRASTRUKTUR:
menyediakan fasilitas infrastruktur yg menunjang
kegiatan industri
Kawasan - Pengendalian dengan menggunakan standar - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
Perda- kebutuhan kegiatan perdagangan dalam ruang dan memperhatikan konstruksi bangunan yang disesuai- menanam vegetasi yang mampu mengikat air
gangan fasilitas penunjangnya kan dengan kondisi fisik lahan, dilengkapi dengan - LAHAN TIDUR:
- Untuk kawasan kritis, kawasan dikembangkan dgn sumur resapan menanam vegetasi yang mampu mengikat air dan
sistem polder, waduk, dan saluran pengelak - DRAINASE: memiliki nilai estetika.
membangun sistem drainase yang dapat menampung
air hujan dan air limbah aktivitas manusia/
perdagangan
- INFRASTRUKTUR:
menyediakan fasilitas infrastruktur yang menunjang
aliran barang dan orang
Tabel 4.7
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI A.2 - DATARAN RENDAH DAERAH DATARAN BANJIR /FLOOD PLAIN)
Lanjutan ……..
DAERAH DATARAN BANJIR/FLOOD PLAIN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Sawah - Memperhatikan daya dukung sumberdaya air - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg memperhatikan konstruksi bangunan berupa sistem menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
peta resiko banjir dan peta zona banjir jaringan irigasi teknis terpadu (teknis/semi teknis) berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
- DRAINASE: dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
membangun sistem drainase yang dapat mengatur longsor
penataan air, dengan pengendalian banjir - LAHAN TIDUR:
- INFRASTRUKTUR: menanam vegetasi yang mampu mengikat air
penyediaan infrastruktur yang menunjang aliran
input-output dalam farming system

Kebun - Penataan kebun campuran/perkebunan sesuai - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Campuran/ dengan daya dukung lingkungan berupa tanaman tahunan dan atau tanaman
Perkebun- - Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg - DRAINASE: semusim yang mampu meresapkan air dan
Dataran
an peta resiko banjir dan peta zona banjir membangun sistem drainase yang dapat mengatur memperbaiki struktur tanah (gembur) serta
Rendah
penataan air kesuburan tanah;
- INFRASTRUKTUR: - LAHAN TIDUR:
penyediaan fasilitas infrastruktur yang menunjang menanam vegetasi yang mampu mengikat air
aliran input output dalam aktivitas perkebunan
Transpor- - Memperhatikan kontur dan struktur daya dukung - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi tanah Sistem pondasi (lapisan dasar) disesuaikan dengan Menanam mangove dan terumbu karang untuk
- Elevasi permukaan jalan lebih tinggi daripada elevasi kondisi tanah (sistem cerucuk, batu), serta elevasi mencegah proses abrasi dan mengatur tata air di
pasang tertinggi atau banjir maksimum permukaan jalan 60 centimeter lebih tinggi dari daerah pesisir.
- Perlu mempertimbangkan daya dukung fisik elevasi pasang tertinggi atau banjir maksimum
lingkungan; - DRAINASE:
Menata sistem jaringan drainase jalan, dalam satu
kesatuan sistem drainase kawasan
Tabel 4.8
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI A.3 - DATARAN RENDAH DAERAH SEMPADAN SUNGAI)

DAERAH SEMPADAN SUNGAI


Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Permukim- - Daerah sempadan sungai yang bebas dari - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
an bangunan permanen untuk hunian maupun tempat menanam vegetasi berupa tanaman semusim yang
usaha - DRAINASE: mampu meresapkan air, mencegah erosi, mencegah
- Tidak boleh/dilarang untuk mendirikan bangunan longsor dan memiliki nilai estetika
permanen untuk hunian maupun tempat usaha - INFRASTRUKTUR: - LAHAN TIDUR:
tidak ada infrastruktur pendukung untuk hunian menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
maupun tempat usaha memiliki kemampuan mengikat air, mencegah erosi,
memiliki nilai estetika.

Industri - Daerah sempadan sungai yang bebas dari - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


bangunan permanen untuk hunian maupun tempat menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
usaha - DRAINASE: mencegah erosi, mencegah longsor;
Dataran - Tidak boleh/dilarang untuk mendirikan bangunan - LAHAN TIDUR:
Rendah permanen untuk hunian maupun tempat usaha - INFRASTRUKTUR: menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
tidak ada infrastruktur pendukung untuk hunian mampu mengikat air, mencegah erosi, mencegah
maupun tempat usaha longsor, memiliki nilai estetika

Kawasan - Daerah sempadan sungai yang bebas dari - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Perdagang- bangunan permanen untuk hunian maupun tempat menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
an usaha - DRAINASE: mencegah erosi, mencegah longsor, memiliki nilai
- Tidak boleh/dilarang untuk mendirikan bangunan estetika;
permanen untuk hunian maupun tempat usaha - INFRASTRUKTUR: - LAHAN TIDUR:
tidak ada infrastruktur pendukung untuk hunian menanam vegetasi denga jenis tanaman yang
maupun tempat usaha mampu mengikat air, mencegah erosi, mencegah
longsor, memiliki nilai estetika
Tabel 4.8
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI A.3 - DATARAN RENDAH DAERAH SEMPADAN SUNGAI)
Lanjutan ……..
DAERAH SEMPADAN SUNGAI
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Sawah - Memperhatikan daya dukung lahan, melakukan - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
penanaman searah garis kontur, atau dilakukan memperhatikan konstruksi bangunan berupa saluran menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
dengan sistem terasering tata air sederhana berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
- Dapat dibudidayakan untuk pertanian dengan jenis dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
tanaman yang diijinkan atau bukan tanaman keras - DRAINASE: longsor
membangun sistem drainase sederhana swadaya - LAHAN TIDUR:
menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- INFRASTRUKTUR: diijinkan, mampu mengikat air dan memperkuat
tidak ada dukungan infrastruktur struktur tanah

Kebun - Memperhatikan daya dukung lahan, melakukan - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Campuran/ penanaman searah garis kontur, atau dilakukan memperhatikan konstruksi bangunan berupa saluran menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
Dataran
Perkebun- dengan sistem terasering tata air sederhana berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
Rendah
an - Dapat dibudidayakan untuk pertanian dengan jenis dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
tanaman yang diijinkan atau bukan tanaman keras - DRAINASE: longsor
membangun sistem drainase sederhana swadaya - LAHAN TIDUR:
menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- INFRASTRUKTUR: diijinkan, mampu mengikat air dan memperkuat
tidak ada dukungan infrastruktur struktur tanah

Transpor- - Memperhatikan daya dukung lahan dan sumber daya - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi air pembangunan kontruksi bangunan air menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
- Disarankan untuk pembangunan lalu lintas air dan melindungi dari gelombang, serta memiliki nilai
- INFRASTRUKTUR: estetika;
pembangunan prasarana dan sarana lalu lintas air
Tabel 4.9
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI A.4 - DATARAN RENDAH CEKUNGAN)

CEKUNGAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Permukim- - Elevasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
an elevasi muka air banjir maksimum pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi berupa tanaman semusim yang
- Kepadatan nyata antara 250-720 jiwa/ha 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum, mampu meresapkan air, mencegah erosi, mencegah
- Perkotaan : KDB 30-50% dan dibuat tempat tinggal dengan konsep rumah longsor dan memiliki nilai estetika
- Perdesaan: KDB 20-40% panggung - LAHAN TIDUR:
- Resiko tinggi terhadap banjir - DRAINASE: menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
normalisasi saluran dan sungai, pembuatan sistem memiliki kemampuan mengikat air, mencegah erosi,
polder dengan waduk memiliki nilai estetika.
- INFRASTRUKTUR:
penyediaan waduk/kolam retensi dan sistem pompa-
nisasi

Industri - Pengendalian dengan menggunakan standar - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


kebutuhan industri dalam ruang dan fasilitas pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
penunjangnya 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum mencegah erosi, mencegah longsor;
- Resiko tinggi terhadap banjir - DRAINASE: - LAHAN TIDUR:
- Kawasan industri dengan KDB rendah normalisasi saluran dan sungai, pembuatan sistem menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
Dataran
polder dengan waduk, serta saluran pengelak mampu mengikat air, mencegah erosi, mencegah
Rendah
banjir/banjir kanal longsor, memiliki nilai estetika
- INFRASTRUKTUR:
penyediaan waduk/kolam retensi dan sistem pompa-
nisasi

Kawasan - Pengendalian dengan menggunakan standar - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Perdagang- kebutuhan perdagangan dalam ruang dan fasilitas pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
an penunjangnya 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum mencegah erosi, mencegah longsor;
- Resiko tinggi terhadap banjir - DRAINASE: - LAHAN TIDUR:
- Kawasan perdagangan dengan KDB rendah normalisasi saluran dan sungai, pembuatan sistem menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
polder dengan waduk, serta saluran pengelak mampu mengikat air, mencegah erosi, mencegah
banjir/banjir kanal longsor, memiliki nilai estetika
- INFRASTRUKTUR:
penyediaan waduk/kolam retensi dan sistem pompa-
nisasi
Tabel 4.9
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI A.4 - DATARAN RENDAH CEKUNGAN)
Lanjutan ……..
CEKUNGAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Sawah - Elavasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
elevasi muka air banjir maksimum mendirikan bangunan dengan konstruksi yang tidak menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
- Dapat dibudidayakan untuk pertanian dengan jenis rentan terhadap genangan air, sesuai dengan berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
tanaman yang diijinkan atau bukan tanaman keras kondisi lingkungan dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
- Elevasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - DRAINASE: longsor
elevasi muka air banjir maksimum pembuatan sistem drainase dan irigasi dengan sistem - LAHAN TIDUR:
pengendalian banjir menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- INFRASTRUKTUR: diijinkan, mampu mengikat air dan memperkuat
pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dgn struktur tanah
peta resiko banjir dan peta zona banjir; didukung
sistem drainase pompa

Kebun - Elavasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Campuran/ elevasi muka air banjir maksimum mendirikan bangunan dengan konstruksi yang tidak menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
Perkebun- - Dapat dibudidayakan untuk pertanian dengan jenis rentan terhadap genangan air, sesuai dengan berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
Dataran an tanaman yang diijinkan atau bukan tanaman keras kondisi lingkungan dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
Rendah - DRAINASE: longsor
pembuatan sistem drainase dan irigasi dengan sistem - LAHAN TIDUR:
pengendalian banjir menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- INFRASTRUKTUR: diijinkan, mampu mengikat air dan memperkuat
pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dgn struktur tanah
peta resiko banjir dan peta zona banjir; didukung
sistem drainase pompa

Transpor- - Memperhatikan daya dukung lahan dan sumber daya - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi air pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
- Disarankan untuk pembangunan lalu lintas air 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum mencegah erosi, mencegah longsor, serta teduh
- DRAINASE:
pembuatan sistem drainase jalan yang tersambung
dengan sistem drainase kawasan maupun kota, sbg
kesatuan sistem/sub sistem
Tabel 4.10
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI B.1 - DATARAN TINGGI DAERAH DATARAN BANJIR /FLOOD PLAIN)

DAERAH DATARAN BANJIR/FLOOD PLAIN


Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Permukim- - Pengendalian dengan menggunakan standar - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
an perumahan terutama untuk hunian padat memperhatikan konstruksi bangunan yang menanam vegetasi berupa tanaman tahunan
- Perkotaan : KDB 30 - 50% disesuaikan dengan kondisi fisik lahan, dilengkapi dataran tinggi dan tanaman semusim yang mampu
- Perdesaan : KDB 20 - 40% dengan sumur resapan; dilengkapi dengan tanggul meresapkan air dan memiliki nilai estetika
- Untuk kawasan kritis, kawasan dikembangkan dgn dengan elevasi 60 cm lebih tinggi dari MAB
sistem polder, waduk, dan saluran pengelak - DRAINASE: - LAHAN TIDUR:
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dgn membangun sistem drainase yang dapat menampung menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
peta resiko banjir dan peta zona banjir air hujan dan air limbah rumah tangga; ataupun dg mampu mengikat air dan memiliki estetika, dan
- sistem peringatan dini menggunakan sistem polder dan waduk, serta mendukung upaya penghijauan kawasan
- pengelolaan dan pemanfaatan dataran banjir saluran pengelak
- pengelolaan DAS hulu - INFRASTRUKTUR:
penyediaan infrastruktur yang memadai sesuai dgn
kepadatan penduduk, menggunakan konstruksi yg
sesuai dengan rona lingkungan
Industri - Pengendalian dengan menggunakan standar - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
kebutuhan kegiatan industri dalam ruang dan memperhatikan konstruksi bangunan yang menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
fasilitas penunjangnya disesuaikan dengan kondisi fisik lahan, dilengkapi mengurangi kebisingan, mereduksi polusi udara
- Persyaratan untuk menyediakan prasarana dan introduksi teknologi dalam penyerapan air dan area - LAHAN TIDUR:
Dataran sarana pengolahan limbah, sebelum dibuang ke penyangga (buffer zone), pengambilan air untuk menanam vegetasi yang mampu mengikat air dan
Tinggi sistem drainase industri dari air tanah dalam. memiliki nilai estetika, serta mendukung upaya
- Untuk kawasan kritis, kawasan dikembangkan dgn - DRAINASE: penghijauan kawasan
sistem polder, waduk, dan saluran pengelak membangun sistem drainase yang dapat menampung
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dgn air hujan dan air limbah industri yang telah diolah
peta resiko banjir dan peta zona banjir - INFRASTRUKTUR:
- sistem peringatan dini menyediakan fasilitas infrastruktur yg menunjang
- pengelolaan dan pemanfaatan dataran banjir kegiatan industri, dan sesuai dengan rona lingk.
- pengelolaan DAS hulu
Kawasan - Pengendalian dengan menggunakan standar - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
Perda- kebutuhan kegiatan perdagangan dalam ruang dan memperhatikan konstruksi bangunan yang disesuai- menanam vegetasi yang mampu mengikat air
gangan fasilitas penunjangnya kan dengan kondisi fisik lahan, dilengkapi dengan - LAHAN TIDUR:
- Untuk kawasan kritis, kawasan dikembangkan dgn sumur resapan menanam vegetasi yang mampu mengikat air dan
sistem polder, waduk, dan saluran pengelak - DRAINASE: memiliki nilai estetika, serta mendukung upaya
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dgn membangun sistem drainase yang dapat menampung penghijauan kawasan
peta resiko banjir dan peta zona banjir air hujan dan air limbah aktivitas manusia dan
- sistem peringatan dini perdagangan
- pengelolaan dan pemanfaatan dataran banjir - INFRASTRUKTUR:
- pengelolaan DAS hulu menyediakan fasilitas infrastruktur yang menunjang
aliran barang dan orang, dan sesuai dg rona lingk.
Tabel 4.10
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI B.1 - DATARAN TINGGI DAERAH DATARAN BANJIR /FLOOD PLAIN)
Lanjutan ……..
DAERAH DATARAN BANJIR/FLOOD PLAIN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Sawah - Memperhatikan daya dukung sumberdaya air - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
- Sistem irigasi tadah hujan atau memanfaatkan memperhatikan konstruksi bangunan berupa sistem menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
mata air yang ada jaringan irigasi teknis terpadu maupun sederhana berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dgn - DRAINASE: dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
peta resiko banjir dan peta zona banjir membangun sistem drainase yang dapat mengatur longsor
penataan air, dengan pengendalian banjir - LAHAN TIDUR:
- INFRASTRUKTUR: menanam vegetasi yang mampu mengikat air, serta
penyediaan infrastruktur yang menunjang aliran mendukung upaya penghijauan kawasan
input-output dalam farming system

Kebun - Penataan kebun campuran/perkebunan sesuai - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Campuran/ dengan daya dukung lingkungan berupa tanaman tahunan dan atau tanaman
Perkebun- - Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dgn - DRAINASE: semusim yang mampu meresapkan air dan
an peta resiko banjir dan peta zona banjir membangun sistem drainase yang dapat mengatur memperbaiki struktur tanah (gembur) serta
Dataran penataan air dan kebutuhan tanaman kesuburan tanah;
Tinggi - INFRASTRUKTUR: - LAHAN TIDUR:
penyediaan fasilitas infrastruktur yang menunjang menanam vegetasi yang mampu mengikat air
aliran input output dalam aktivitas perkebunan dan mendukung upaya penghijauan kawasan

Transpor- - Memperhatikan kontur dan struktur daya dukung - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


tasi tanah Sistem pondasi (lapisan dasar) disesuaikan dengan penanaman vegetasi yang mendukung penghijauan
- Elevasi permukaan jalan lebih tinggi daripada elevasi kondisi tanah, dengan elevasi permukaan jalan kawasan dan kenyamanan
banjir maksimum di kawasan 60 centimeter lebih tinggi dari elevasi banjir maks
- Perlu mempertimbangkan daya dukung fisik (Elevasi Muka Air Banjir - MAB)
lingkungan; - DRAINASE:
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dgn Menata sistem jaringan drainase jalan, dalam satu
peta resiko banjir dan peta zona banjir kesatuan sistem drainase kawasan
- INFRASTRUKTUR:
Tabel 4.11
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI B.2 - DATARAN TINGGI DAERAH SEMPADAN SUNGAI)

DAERAH SEMPADAN SUNGAI


Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Permukim- - Daerah sempadan sungai yang bebas dari - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
an bangunan permanen untuk hunian maupun tempat menanam vegetasi berupa tanaman semusim yang
usaha - DRAINASE: mampu meresapkan air, mencegah erosi, mencegah
- Tidak boleh/dilarang untuk mendirikan bangunan longsor dan memiliki nilai estetika,
permanen untuk hunian maupun tempat usaha dan mendukung penghijauan kawasan
- INFRASTRUKTUR: - LAHAN TIDUR:
tidak ada infrastruktur pendukung untuk hunian menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
maupun tempat usaha memiliki kemampuan mengikat air, mencegah erosi,
memiliki nilai estetika.

Industri - Daerah sempadan sungai yang bebas dari - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


bangunan permanen untuk hunian maupun tempat menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
usaha - DRAINASE: mencegah erosi, mencegah longsor;
dan mendukung penghijauan kawasan
Dataran
- Tidak boleh/dilarang untuk mendirikan bangunan - LAHAN TIDUR:
Tinggi
permanen untuk hunian maupun tempat usaha - INFRASTRUKTUR: menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
tidak ada infrastruktur pendukung untuk hunian mampu mengikat air, mencegah erosi, mencegah
maupun tempat usaha longsor, memiliki nilai estetika

Kawasan - Daerah sempadan sungai yang bebas dari - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Perdagang- bangunan permanen untuk hunian maupun tempat menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
an usaha - DRAINASE: mencegah erosi, mencegah longsor, memiliki nilai
- Tidak boleh/dilarang untuk mendirikan bangunan estetika;
permanen untuk hunian maupun tempat usaha dan mendukung penghijauan kawasan
- INFRASTRUKTUR: - LAHAN TIDUR:
tidak ada infrastruktur pendukung untuk hunian menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
maupun tempat usaha mampu mengikat air, mencegah erosi, mencegah
longsor, memiliki nilai estetika
Tabel 4.11
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI B.2 - DATARAN TINGGI DAERAH SEMPADAN SUNGAI)
Lanjutan ……..
DAERAH SEMPADAN SUNGAI
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Sawah - Memperhatikan daya dukung lahan, melakukan - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
penanaman searah garis kontur, atau dilakukan memperhatikan konstruksi bangunan berupa saluran menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
dengan sistem terasering tata air sederhana berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
- Dapat dibudidayakan untuk pertanian dengan jenis dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
tanaman yang diijinkan atau bukan tanaman keras - DRAINASE: longsor
membangun sistem drainase sederhana swadaya - LAHAN TIDUR:
menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- INFRASTRUKTUR: diijinkan, mampu mengikat air dan memperkuat
tidak ada dukungan infrastruktur struktur tanah

Kebun - Memperhatikan daya dukung lahan, melakukan - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Campuran/ penanaman searah garis kontur, atau dilakukan memperhatikan konstruksi bangunan berupa saluran menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
Dataran
Perkebun- dengan sistem terasering tata air sederhana berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
Tinggi
an - Dapat dibudidayakan untuk pertanian dengan jenis dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
tanaman yang diijinkan atau bukan tanaman keras - DRAINASE: longsor
membangun sistem drainase sederhana swadaya - LAHAN TIDUR:
menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- INFRASTRUKTUR: diijinkan, mampu mengikat air dan memperkuat
tidak ada dukungan infrastruktur struktur tanah

Transpor- - Memperhatikan daya dukung lahan dan sumber daya - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi air pembangunan kontruksi bangunan air menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
- Disarankan untuk pembangunan lalu lintas air dan melindungi dari arus, serta memiliki nilai
- INFRASTRUKTUR: estetika;
pembangunan prasarana dan sarana lalu lintas air
Tabel 4.12
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI B.3 - DATARAN TINGGI CEKUNGAN)

CEKUNGAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Permukim- - Elevasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
an elevasi muka air banjir maksimum pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi berupa tanaman semusim yang
- Kepadatan nyata antara 250-720 jiwa/ha 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum, mampu meresapkan air, mencegah erosi, mencegah
- Perkotaan : KDB 30-50% - DRAINASE: longsor dan memiliki nilai estetika, serta mendukung
- Perdesaan: KDB 20-40% - normalisasi saluran dan sungai, pembuatan sistem upaya penghijauan kawasan
- Resiko terhadap banjir bila sungai meluap polder dengan waduk - LAHAN TIDUR:
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg - pembuatan saluran pengelak banjir/banjir kanal menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
peta resiko banjir dan peta zona banjir - INFRASTRUKTUR: memiliki kemampuan mengikat air, mencegah erosi,
- penyediaan waduk/kolam retensi dan sistem pompa memiliki nilai estetika.
- sistem peringatan dini

Industri - Pengendalian dengan menggunakan standar - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


kebutuhan industri dalam ruang dan fasilitas pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
penunjangnya 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum mencegah erosi, mencegah longsor;
- Kawasan industri dengan KDB rendah - DRAINASE: dan mendukung upaya penghijauan kawasan
- Resiko terhadap banjir bila sungai meluap normalisasi saluran dan sungai, pembuatan sistem - LAHAN TIDUR:
Dataran
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg polder dengan waduk, serta saluran pengelak menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
Tinggi
peta resiko banjir dan peta zona banjir banjir/banjir kanal mampu mengikat air, mencegah erosi, mencegah
- INFRASTRUKTUR: longsor, memiliki nilai estetika
- penyediaan waduk/kolam retensi dan sistem pompa
- sistem peringatan dini

Kawasan - Pengendalian dengan menggunakan standar - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Perdagang- kebutuhan perdagangan dalam ruang dan fasilitas pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
an penunjangnya 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum mencegah erosi, mencegah longsor;
- Kawasan perdagangan dengan KDB rendah - DRAINASE: dan mendukung upaya penghijauan kawasan
- Resiko terhadap banjir bila sungai meluap normalisasi saluran dan sungai, pembuatan sistem - LAHAN TIDUR:
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg polder dengan waduk, serta saluran pengelak menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
peta resiko banjir dan peta zona banjir banjir/banjir kanal mampu mengikat air, mencegah erosi, mencegah
- INFRASTRUKTUR: longsor, memiliki nilai estetika
- penyediaan waduk/kolam retensi dan sistem pompa
- sistem peringatan dini
Tabel 4.12
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI B.3 - DATARAN TINGGI CEKUNGAN)
Lanjutan ……..
CEKUNGAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Sawah - Elavasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
elevasi muka air banjir maksimum mendirikan bangunan dengan konstruksi yang kokoh menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
- Dapat dibudidayakan untuk pertanian dengan jenis dan sesuai dengan kondisi lingkungan berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
tanaman yang diijinkan atau bukan tanaman keras dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg - DRAINASE: longsor, serta mendukung upaya penghijauan
peta resiko banjir dan peta zona banjir pembuatan sistem drainase dan irigasi dengan sistem kawasan
- Pengelolaan dan pemanfaatan dataran banjir pengendalian banjir - LAHAN TIDUR:
- INFRASTRUKTUR: menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- sistem peringatan dini diijinkan, mampu mengikat air dan memperkuat
- pembangunan waduk/kolam retensi dengan sistem struktur tanah
pompa

Kebun - Elavasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Campuran/ elevasi muka air banjir maksimum mendirikan bangunan dengan konstruksi yang kokoh menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
Perkebun- - Dapat dibudidayakan untuk pertanian dengan jenis dan sesuai dengan kondisi lingkungan berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
Dataran an tanaman yang diijinkan atau bukan tanaman keras dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
Tinggi - Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg - DRAINASE: longsor, serta mendukung upaya penghijauan
peta resiko banjir dan peta zona banjir pembuatan sistem drainase dan irigasi dengan sistem kawasan
- Pengelolaan dan pemanfaatan dataran banjir pengendalian banjir - LAHAN TIDUR:
- INFRASTRUKTUR: menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- sistem peringatan dini diijinkan, mampu mengikat air dan memperkuat
- pembangunan waduk/kolam retensi dengan sistem struktur tanah
pompa

Transpor- - Memperhatikan daya dukung lahan dan sumber daya - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi air pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
- Disarankan untuk pembangunan lalu lintas air 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum mencegah erosi, mencegah longsor, serta teduh
- DRAINASE: (kenyamanan)
pembuatan sistem drainase jalan yang tersambung
dengan sistem drainase kawasan maupun kota, sbg
kesatuan sistem/sub sistem
Tabel 4.13
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI C.1 - PEGUNUNGAN/PERBUKITAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI)

DAERAH SEMPADAN SUNGAI


Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Permukim- - Daerah sempadan sungai yang bebas dari - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
an bangunan permanen untuk hunian maupun tempat menanam vegetasi berupa tanaman semusim yang
usaha - DRAINASE: mampu meresapkan air, mencegah erosi, mencegah
- Tidak boleh/dilarang untuk mendirikan bangunan longsor dan memiliki nilai estetika,
permanen untuk hunian maupun tempat usaha dan mendukung penghijauan kawasan
- INFRASTRUKTUR: - LAHAN TIDUR:
tidak ada infrastruktur pendukung untuk hunian menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
maupun tempat usaha memiliki kemampuan mengikat air, mencegah erosi,
memiliki nilai estetika.

Industri - Daerah sempadan sungai yang bebas dari - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


bangunan permanen untuk hunian maupun tempat menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
usaha - DRAINASE: mencegah erosi, mencegah longsor;
Pegu-
dan mendukung penghijauan kawasan
nungan/
- Tidak boleh/dilarang untuk mendirikan bangunan - LAHAN TIDUR:
perbukita
permanen untuk hunian maupun tempat usaha - INFRASTRUKTUR: menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
n
tidak ada infrastruktur pendukung untuk hunian mampu mengikat air, mencegah erosi, mencegah
maupun tempat usaha longsor, memiliki nilai estetika

Kawasan - Daerah sempadan sungai yang bebas dari - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Perdagang- bangunan permanen untuk hunian maupun tempat menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
an usaha - DRAINASE: mencegah erosi, mencegah longsor, memiliki nilai
- Tidak boleh/dilarang untuk mendirikan bangunan estetika;
permanen untuk hunian maupun tempat usaha dan mendukung penghijauan kawasan
- INFRASTRUKTUR: - LAHAN TIDUR:
tidak ada infrastruktur pendukung untuk hunian menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
maupun tempat usaha mampu mengikat air, mencegah erosi, mencegah
longsor, memiliki nilai estetika
Tabel 4.13
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI C.1 - PEGUNUNGAN/PERBUKITAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI)
Lanjutan ……..
DAERAH SEMPADAN SUNGAI
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Sawah - Memperhatikan daya dukung lahan, melakukan - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
penanaman searah garis kontur, atau dilakukan memperhatikan konstruksi bangunan berupa saluran menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
dengan sistem terasering tata air sederhana berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
- Dapat dibudidayakan untuk pertanian dengan jenis dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
tanaman yang diijinkan atau bukan tanaman keras - DRAINASE: longsor
membangun sistem drainase sederhana swadaya - LAHAN TIDUR:
menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- INFRASTRUKTUR: diijinkan, mampu mengikat air dan memperkuat
tidak ada dukungan infrastruktur struktur tanah

Kebun - Memperhatikan daya dukung lahan, melakukan - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Pegu-
Campuran/ penanaman searah garis kontur, atau dilakukan memperhatikan konstruksi bangunan berupa saluran menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
nungan/
Perkebun- dengan sistem terasering tata air sederhana berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
perbu-
an - Dapat dibudidayakan untuk pertanian dengan jenis dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
kitan
tanaman yang diijinkan atau bukan tanaman keras - DRAINASE: longsor
membangun sistem drainase sederhana swadaya - LAHAN TIDUR:
menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- INFRASTRUKTUR: diijinkan, mampu mengikat air dan memperkuat
tidak ada dukungan infrastruktur struktur tanah

Transpor- - Memperhatikan daya dukung lahan dan sumber daya - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi air pembangunan kontruksi bangunan air menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
- Disarankan untuk pembangunan lalu lintas air dan melindungi dari arus, serta memiliki nilai
- INFRASTRUKTUR: estetika;
pembangunan prasarana dan sarana lalu lintas air
Tabel 4.14
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI C.2 - PEGUNUNGAN/PERBUKITAN CEKUNGAN)

CEKUNGAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Permukim- - Elevasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
an elevasi muka air banjir maksimum pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi berupa tanaman semusim yang
- Kepadatan nyata antara 250-720 jiwa/ha 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum, mampu meresapkan air, mencegah erosi, mencegah
- Perkotaan : KDB 30-50% - DRAINASE: longsor dan memiliki nilai estetika, serta mendukung
- Perdesaan: KDB 20-40% - normalisasi saluran dan sungai, pembuatan sistem upaya penghijauan kawasan
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg polder dengan waduk - LAHAN TIDUR:
peta resiko banjir dan peta zona banjir - pembuatan saluran pengelak banjir/banjir kanal menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- Banjir atau genangan lebih disebabkan oleh hujan/ - INFRASTRUKTUR: memiliki kemampuan mengikat air, mencegah erosi,
limpasan air yang tercebak pada cekungan - penyediaan waduk/kolam retensi dan sistem pompa memiliki nilai estetika.
- sistem peringatan dini

Industri - Pengendalian dengan menggunakan standar - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


kebutuhan industri dalam ruang dan fasilitas pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
penunjangnya 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum mencegah erosi, mencegah longsor;
- Kawasan industri dengan KDB rendah - DRAINASE: dan mendukung upaya penghijauan kawasan
Pegu-
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg normalisasi saluran dan sungai, pembuatan sistem - LAHAN TIDUR:
nungan/
peta resiko banjir dan peta zona banjir polder dengan waduk, serta saluran pengelak menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
perbu-
- Banjir atau genangan lebih disebabkan oleh hujan/ banjir/banjir kanal mampu mengikat air, mencegah erosi, mencegah
kitan
limpasan air yang tercebak pada cekungan - INFRASTRUKTUR: longsor, memiliki nilai estetika
- penyediaan waduk/kolam retensi dan sistem pompa
- sistem peringatan dini

Kawasan - Pengendalian dengan menggunakan standar - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Perdagang- kebutuhan perdagangan dalam ruang dan fasilitas pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
an penunjangnya 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum mencegah erosi, mencegah longsor;
- Kawasan perdagangan dengan KDB rendah - DRAINASE: dan mendukung upaya penghijauan kawasan
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg normalisasi saluran dan sungai, pembuatan sistem - LAHAN TIDUR:
peta resiko banjir dan peta zona banjir polder dengan waduk, serta saluran pengelak menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- Banjir atau genangan lebih disebabkan oleh hujan/ banjir/banjir kanal mampu mengikat air, mencegah erosi, mencegah
limpasan air yang tercebak pada cekungan - INFRASTRUKTUR: longsor, memiliki nilai estetika
- penyediaan waduk/kolam retensi dan sistem pompa
- sistem peringatan dini
Tabel 4.14
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI C.2 - PEGUNUNGAN/PERBUKITAN CEKUNGAN)
Lanjutan ……..
CEKUNGAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Sawah - Elavasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
elevasi muka air banjir maksimum mendirikan bangunan dengan konstruksi yang kokoh menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
- Dapat dibudidayakan untuk pertanian dengan jenis dan sesuai dengan kondisi lingkungan berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
tanaman yang diijinkan atau bukan tanaman keras dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg - DRAINASE: longsor, serta mendukung upaya penghijauan
peta resiko banjir dan peta zona banjir pembuatan sistem drainase dan irigasi dengan sistem kawasan
- Pengelolaan dan pemanfaatan dataran banjir pengendalian banjir - LAHAN TIDUR:
- INFRASTRUKTUR: menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- sistem peringatan dini diijinkan, mampu mengikat air dan memperkuat
- pembangunan waduk/kolam retensi dengan sistem struktur tanah
pompa

Kebun - Elavasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - KONSTRUKSI: - VEGETASI:


Campuran/ elevasi muka air banjir maksimum mendirikan bangunan dengan konstruksi yang kokoh menanam vegetasi berupa padi dan palawija yang
Pegu- Perkebun- - Dapat dibudidayakan untuk pertanian dengan jenis dan sesuai dengan kondisi lingkungan berfungsi untuk konservasi air, pencegah banjir
nungan/ an tanaman yang diijinkan atau bukan tanaman keras dan tanaman penguat guludan untuk mencegah
perbukita - Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg - DRAINASE: longsor, serta mendukung upaya penghijauan
n peta resiko banjir dan peta zona banjir pembuatan sistem drainase dan irigasi dengan sistem kawasan
- Pengelolaan dan pemanfaatan dataran banjir pengendalian banjir - LAHAN TIDUR:
- INFRASTRUKTUR: menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- sistem peringatan dini diijinkan, mampu mengikat air dan memperkuat
- pembangunan waduk/kolam retensi dengan sistem struktur tanah
pompa

Transpor- - Memperhatikan elavasi Muka Air Banjir (MAB) maks - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi - Jika memungkinkan, pembuatan badan jalan di pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
atas tanggul 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum mencegah erosi, mencegah longsor, serta teduh
- DRAINASE: (kenyamanan)
pembuatan sistem drainase jalan yang tersambung
dengan sistem drainase kawasan maupun kota, sbg
kesatuan sistem/sub sistem
Tabel 4.15
REKAYASA TEKNIS DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN GEOMORFOLOGI DATARAN RENDAH/PESISIR)

DATARAN RENDAH/PESISIR
Tata Guna Lahan
Penyebab Banjir Alternatif Penanganan/Rekayasa Teknik Bentuk Kegiatan Keterangan*)

Permukiman a. Pengelolaan sampah yang kurang baik a. Perbaikan manajemen pengelolaan persampahan a. Pembuatan tempat pembuangan sampah SNI T-13-1990-F
(TPA) SNI T-12-1991-03
b. Sosialisasi pengelolaan persampahan SNI T-11-1991-03
b. Sedimentasi a. Pengerukan a. Pengerukan lumpur pada alur saluran
(prasarana dan sarana) b. Perkuatan tebing/turap b. Pemasangan turap (SKBI) 2.3.06.1987)
c. Pembuatan gorong-gorong yang dilengkapi dengan SNI 1962-89-F
bangunan sand trap dan kisi sampah c. Pengambilan sampah pada kisi sampah
secara periodik
c. Abrasi a. Penataan Greenbelt (jalur hijau) mangrove maupun a. Penanaman tanaman mangrove (bakau)
tanaman yang mampu menahan gelombang b. Pembuatan bangunan pemecah gelombang
b. Bangunan pemecah gelombang c. Pembuatan turap pada tebing yang rusak (SKBI) 2.3.06.1987)
c. Penurapan SNI 1962-89-F
d. Pasang Surut a. Sistem polder dan jaringan drainase, dilengkapi a. Pembuatan tanggul (polder), jaringan
sistem pengendali drainase, pintu pengendali/pompanisasi
b. Penurapan b. Pembuatan turap (SKBI) 2.3.06.1987)
SNI 1962-89-F
c. Sistem Drainase c. Pembuatan sodetan untuk mengalihkan
d. Sistem JETTY sebagian aliran bajir
e. Jaringan drainase belum tertata a. Penataan jaringan drainase dengan konsep a. Penataan dan pembuatan jaringan
dengan baik kesatuan sistem/sub sistem tata air drainase
Komersial a. Pengelolaan sampah yang kurang baik a. Perbaikan manajemen pengelolaan persampahan a. Pembuatan tempat pembuangan sampah SNI T-13-1990-F
(TPA) SNI T-12-1991-03
b. Sosialisasi pengelolaan persampahan SNI T-11-1991-03
b. Sedimentasi a. Pengerukan a. Pengerukan lumpur pada alur saluran
(prasarana dan sarana) b. Perkuatan tebing/turap b. Pemasangan turap (SKBI) 2.3.06.1987)
c. Pembuatan gorong-gorong yang dilengkapi dengan c. Pengambilan sampah pada kisi sampah SNI 1962-89-F
bangunan sand trap dan kisi sampah secara periodik
c. Abrasi a. Bangunan pemecah gelombang a. Pembuatan bangunan pemecah gelombang
b. Penurapan b. Pembuatan turap pada tebing yang rusak (SKBI) 2.3.06.1987)
SNI 1962-89-F
d. Pasang Surut a. Sistem polder dan jaringan drainase, dilengkapi a. Pembuatan tanggul (polder), jaringan
sistem pengendali drainase, pintu pengendali/pompanisasi
b. Penurapan b. Pembuatan turap (SKBI) 2.3.06.1987)
SNI 1962-89-F
c. Sistem Drainase c. Pembuatan sodetan untuk mengalihkan
d. Sistem JETTY sebagian aliran bajir
Keterangan : *) Tata Cara dan Spesifikasi Teknis pembuatan sesuai SNI, dapat diperoleh di Balitbang Departemen KIMPRASWIL
Tabel 4.16
REKAYASA TEKNIS DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN GEOMORFOLOGI DATARAN/DATARAN TINGGI)

DATARAN/DATARAN TINGGI
Tata Guna Lahan
Penyebab Banjir Alternatif Penanganan/Rekayasa Teknik Bentuk Kegiatan Keterangan*)

Permukiman a. Pengelolaan sampah yang kurang baik a. Perbaikan manajemen pengelolaan persampahan a. Pembuatan tempat pembuangan sampah SNI T-13-1990-F
b. Tingkat disiplin masyarakat dalam b. Penyediaan TPS di sekitar lingkungan (TPA) SNI T-12-1991-03
pembuangan sampah masih rendah b. Penyediaan TPS di sekitar lingkungan SNI T-11-1991-03
c. Sosialisasi pengelolaan persampahan
c. Curah hujan yang tinggi a. Normalisasi saluran dan sungai a. Normalisasi saluran dan sungai
d. Penyempitan badan sungai akibat b. Pengerukan saluran dan sungai b. Pengerukan saluran dan sungai
pemanfaatan untuk pemukiman c. Penertiban permukiman di bantaran sungai c. Sosialisasi/penyadaran dan relokasi
e. Sistem drainase yang kurang baik d. Penataan saluran dan sistem drainase d. Penataan saluran dan sistem drainase SNI T-07-1990-F
f. Pemeliharaan sistem drainase yang e. Mengembalikan fungsi situ dan danau e. Revitalisasi situ dan danau
kurang baik f. Pembuatan sumur resapan f. Pembuatan sumur resapan SNI T-14-1991-03
g. Permukiman terletak pada area dataran a. Sistem polder dan jaringan drainase, dilengkapi a. Pembuatan tanggul (polder), jaringan
rendah (cekungan) dengan sistem pengendali drainase, pintu pengendali/pompanisasi
b. Sistem saluran pengelak banjir b. Pembuatan saluran pengelak banjir
(sudetan)
c. Flood Proofing c. Meninggikan elevasi muka tanah
d. Meninggikan elevasi struktur bangunan
e. Menggunakan bahan bangunan tahan air
d. Memfungsikan kembali situ-situ dan danau f. Revitalisasi situ dan danau, serta kantong
air
e. Penataan saluran dan sistem drainase g. Penataan saluran dan sistem drainase SNI T-07-1990-F
h. Peil banjir tidak sesuai a. Pompanisasi a. Sistem pompanisasi
b. Penyediaan bangunan kontrol b. Bangunan kontrol berupa pintu-pintu air SNI M-18-1989-F
c. Revitalisasi kantong air c. Revitalisasi kantong-kantong air
d. Kontrol peil banjir terhadap infrastruktur yang ada d. Pengukuran dan kontrol peil banjir
e. Pembuatan syphon SNI S-02-1992-03
Katalog T-4107018

Keterangan : *) Tata Cara dan Spesifikasi Teknis pembuatan sesuai SNI, dapat diperoleh di Balitbang Departemen KIMPRASWIL
Tabel 4.16
REKAYASA TEKNIS DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN GEOMORFOLOGI DATARAN/DATARAN TINGGI)
Lanjutan …..
DATARAN/DATARAN TINGGI
Tata Guna Lahan
Penyebab Banjir Alternatif Penanganan/Rekayasa Teknik Bentuk Kegiatan Keterangan*)

Komersial a. Pengelolaan sampah yang kurang baik a. Perbaikan manajemen pengelolaan persampahan a. Pembuatan tempat pembuangan sampah SNI T-13-1990-F
b. Tingkat disiplin masyarakat dalam b. Penyediaan TPS di sekitar lingkungan (TPA) SNI T-12-1991-03
pembuangan sampah masih rendah b. Penyediaan TPS di sekitar lingkungan SNI T-11-1991-03
c. Sosialisasi pengelolaan persampahan
c. Pelanggaran/penyimpangan fasos-
fasum
d. Pelanggaran/penyimpangan
permukiman
e. Penyempitan badan sungai/saluran a. Normalisasi saluran dan sungai a. Normalisasi saluran dan sungai
b. Pengerukan saluran dan sungai b. Pengerukan saluran dan sungai

f. Kurangnya daerah resapan air a. Peningkatan pencapaian KDH a. Peningkatan pencapaian KDH
b. Pembuatan sumur resapan b. Pembuatan sumur resapan
c. Pembuatan taman kota dan penanaman pohon c. Pembuatan taman kota dan penanaman SNI T-14-1990-F
pelindung pohon pelindung
g. Sistem drainase yang kurang optimal a. Penataan sistem drainase a. Penataan sistem drainase dan prasarana
(kualitatif maupun kuantitatif) di pendukung
prasarana dan sarana jalan TOL, KA,
dan jalan raya
Pertanian a. Curah hujan yang tinggi a. Normalisasi saluran dan sungai a. Normalisasi saluran dan sungai
b. Kapasitas saluran dan sungai yang b. Pengerukan saluran dan sungai b. Pengerukan saluran dan sungai
tidak mencukupi
c. Sistem drainase yang kurang baik c. Penataan saluran dan sistem drainase c. Penataan saluran dan sistem drainase
d. Rusaknya bangunan pengendali d. Rehabilitasi d. Perbaikan bangunan/pengendali dan
prasarana pendukung
e. Rekayasa teknis vegetatif melalui:
- Penanaman tanaman penutup tanah (cover crop)
secara intensif
- Penanaman dengan sistem strip (strip cropping)
baris tanaman tegak lurus dengan lairan air
- Pergiliran tanaman
- Sistem pertanian hutan (agro-forestry=wana tani)
- Penanaman alur-alur aliran dengan rumput

Keterangan : *) Tata Cara dan Spesifikasi Teknis pembuatan sesuai SNI, dapat diperoleh di Balitbang Departemen KIMPRASWIL
Tabel 4.17
REKAYASA TEKNIS DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN GEOMORFOLOGI PEGUNUNGAN/PERBUKITAN)

PEGUNUNGAN/PERBUKITAN
Tata Guna Lahan
Penyebab Banjir Alternatif Penanganan/Rekayasa Teknik Bentuk Kegiatan Keterangan*)

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik a. Perbaikan manajemen pengelolaan persampahan a. Pembuatan tempat pembuangan sampah SNI T-13-1990-F
(TPA) SNI T-12-1991-03
b. Sosialisasi pengelolaan persampahan SNI T-11-1991-03
b. Run off tinggi a. Pembuatan sistem terasering a. Bronjong penahan tanah SNI 03-3441-1994
c. Penebangan/penggundulan hutan b. Reboisasi (vegetatif) lahan kritis/gundul b. Reboisasi (vegetatif) lahan kritis/gundul
d. Tanah labil c. Pembuatan turap penahan tanah c. Pembuatan turap penahan tanah (SKBI 2.3.06.1987)
SNI 1962-89-F
d. Pembuatan sumur resapan d. Pembuatan sumur resapan SNI T-14-1990-F
e. Pembuatan embung/situ e. Pembuatan embung/situ SNI T-02-1990-F/
f. Mengembalikan fungsi situ f. Mengembalikan fungsi situ SNI 03-2401-1991

e. Curah hujan tinggi a. Normalisasi saluran dan sungai a. Normalisasi saluran dan sungai
f. Kapasitas/daya tampung sistem b. Pengerukan sedimen b. Pengerukan sedimen
drainase tidak memadai c. Memperbesar luas penampang basah saluran c. Rehabilitasi dan special maintenance
sistem drainase
d. Pembuatan sumur resapan d. Pembuatan sumur resapan SNI T-14-1990-F
g. Sistem drainase yang tidak berfungsi e. Penataan sistem drainase e. Penetaan sistem drainase
dengan optimal, baik kapasitas maupun f. Perbaikan pengendalian kegiatan
sistem jaringan penambangan galian C

Keterangan : *) Tata Cara dan Spesifikasi Teknis pembuatan sesuai SNI, dapat diperoleh di Balitbang Departemen KIMPRASWIL

Anda mungkin juga menyukai