KATA PENGANTAR
Bencana banjir merupakan fenomena alam, yang terjadi karena dipicu oleh proses alamiah
dan aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam. Proses alamiah
sangat tergantung pada kondisi curah hujan, tata air tanah (geohidrologi), struktur geologi,
jenis batuan, geomorfologi, dan topografi lahan. Sedangkan aktivitas manusia terkait dengan
perilaku dalam mengeksploitasi alam untuk kesejahteraan manusia, sehingga akan
cenderung merusak lingkungan, apabila dilakukan dengan intensitas tinggi dan kurang
terkendali.
Pemanfaatan ruang sebagai salah satu bentuk aktivitas manusia, dalam wujud penguasaan,
penggunaan, serta pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya. Dalam
Keppres No.32 Tahun 1990 kawasan rawan bencana longsor telah ditetapkan sebagai
kawasan lindung, namun dalam prakteknya telah terjadi pelanggaran dalam
pemanfaatannya, sehingga diperlukan upaya pengendalian terhadap pemanfaatan ruang
pada kawasan tersebut. Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana
longsor, dilakukan dengan mencermati konsistensi, baik kesesuaian dan keselarasan antara
rencana tata ruang dengan pemanfaatan ruang.
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir dan Longsor,
merupakan produk yang diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan dan pegangan bagi
stakeholders pembangunan di wilayah provinsi/kabupaten/kota, dalam pengendalian
pemanfaatan ruang. Dikaitkan dengan kebijakan yang ada, secara umum pedoman ini
merupakan penjabaran dai UU No.24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, serta petunjuk
teknis terhadap pengelolaan kawasan lindung dan budidaya, yang tertuang dalam PP No.47
tahun 1997 Tentang RTRWN.
Kedudukan pedoman adalah sebagai bagian dan pelengkap dari Kepmen KIMPRASWIL
No.327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan dan Peninjauan Kembali RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan bersama-sama dengan pedoman lain dapat digunakan sebagai
petunjuk operasional awal bagi pemerintah daerah, dalam pengendalian pemanfaatan ruang
di wilayahnya. Selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih operasional dan tepat
sasaran, pedoman ini diharapkan dapat ditindaklanjuti dan dikembangkan oleh pemerintah
daerah, sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.
Demikian pedoman ini disusun dengan harapan dapat bermanfaat dan dikembangkan lebih
lanjut.
Junius Hutabarat
i
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1-1
1.2 Tujuan dan Sasaran Pedoman ..................................................... 1-1
1.3 Manfaat Pedoman ..................................................................... 1-2
1.4 Sistematika Pedoman .................................................................. 1-2
ii
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
iii
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
DAFTAR GAMBAR
iv
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tipologi Kawasan Lindung dan Rawan Bencana Banjir .......... 4-8
Tabel 4.2 Tipologi Kawasan Budidaya Rawan Bencana Banjir ............. 4-9
Tabel 4.3 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Lindung – Pesisir) ………. 4-19
Tabel 4.4 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Lindung – Dataran Tinggi) 4-22
Tabel 4.5 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Lindung – Pegunungan/ Perbukitan .…. 4-25
Tabel 4.6 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi A.1 – Dataran
Rendah Daerah Pesisir/Pantai) …………………………. 4-28
Tabel 4.7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi A.2 – Dataran
Rendah Daerah Dataran Banjir/Flood Plain) ………. 4-30
Tabel 4.8 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi A.3 – Dataran
Rendah Daerah Sempadan Sungai) …………………………. 4-32
Tabel 4.9 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi A.4 – Dataran
Rendah Cekungan) …………………………. 4-34
Tabel 4.10 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi B.1 – Dataran Tinggi
Daerah Dataran Banjir/Flood Plain) ………. 4-36
Tabel 4.11 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi B.2 – Dataran Tinggi
Daerah Sempadan Sungai) …………………………. 4-38
Tabel 4.12 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi B.3 – Dataran Tinggi
Cekungan) …………………………. 4-40
Tabel 4.13 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi C.1 –
Pegunungan/Perbukitan Daerah Sempadan Sungai) ..………. 4-42
Tabel 4.14 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Banjir (Kawasan Budidaya – Tipologi C.2 –
Pegunungan/Perbukitan Cekungan) …….…………………………. 4-44
Tabel 4.15 Rekayasa Teknis Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kawasan Rawan Bencana Banjir (Kawasan Geomorfologi
Dataran Rendah/Pesisir) …………………..…………………………. 4-69
Tabel 4.16 Rekayasa Teknis Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kawasan Rawan Bencana Banjir (Kawasan Geomorfologi
Dataran/Dataran Tinggi) …………………..…………………………. 4-70
Tabel 4.17 Rekayasa Teknis Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kawasan Rawan Bencana Banjir (Kawasan Geomorfologi
Pegunungan/Perbukitan) …………………..…………………………. 4-72
v
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
BAB 1 PENDAHULUAN
Bencana banjir dapat dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam,
yang dipicu oleh beberapa faktor penyebab:
Substansi pedoman mencakup semua aspek yang terkait dengan rencana dan
pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana banjir, serta pengendalian
pemanfaatan ruang.
Tujuan pedoman ini adalah sebagai rujukan dan pegangan bagi stakeholders
pembangunan di wilayah provinsi dan kota/kabupaten, dalam rangka:
1- 1
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
BAB 1 PANDAHULUAN
Memuat penjelasan tentang latar belakang penyusunan pedoman, tujuan
dan sasaran, manfaat pedoman, serta sistematika pedoman.
1- 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
1- 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
2.1 Pengertian
3. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang
udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya
hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya;
4. Tata Ruang adalah wujud dari struktur dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak direncanakan;
8. Pola Pemanfaatan Ruang adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumber
daya alam lainnya dalam wujud penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya;
10. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya;
11. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup, yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan;
12. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan;
2- 1
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
13. Zona adalah kawasan dengan peruntukan khusus yang memiliki potensi atau
permasalahan yang mendesak untuk ditangani dalam mewujudkan tujuan
perencanaan dan pengembangan kawasan;
16. Bencana Alam adalah fenomena atau proses alamiah, yang sering
dipengaruhi oleh aktivitas manusia, yang mengakibatkan terjadinya korban
jiwa atau kerugian pada manusia;
17. Kawasan Rawan Bencana Alam adalah kawasan yang sering atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam;
18. Banjir adalah aliran air di permukaan tanah (surface water) yang relatif
tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai,
sehingga melimpah ke kanan dan kiri serta menimbulkan genangan/aliran
dalam jumlah melebihi normal dan mengakibatkan kerugian pada manusia;
19. Daerah Rawan Banjir adalah kawasan yang potensial untuk dilanda banjir
yang diindikasikan dengan frekuensi terjadinya banjir (pernah atau
berulangkali);
22. Pengelolaan Sumber Daya Air adalah semua upaya untuk merencanakan,
melaksanakan, menyelenggarakan, mengendalikan, menggunakan,
mengeksploitasi, memelihara, dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air, serta
mewujudkan ketersediaannya di setiap waktu, pada lokasi yang diperlukan,
dengan jumlah yang memadai, dengan mutu yang memenuhi syarat, dan
memberikan manfaat pada masyarakat;
23. Konservasi Sumber Daya Air adalah semua upaya untuk mengawetkan,
melindungi, mengamankan, mempertahankan, melestarikan, dan
2- 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
14. Wilayah Sungai (WS) adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai
pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai;
15. Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah kesatuan wilayah tata pengairan
sebagai pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai;
16. Daerah Pengaliran Sungai (DPS) adalah kesatuan wilayah tata air yang
terbentuk secara alamiah, dimana air meresap dan/atau mengalir ke
permukaan tanah melalui sungai, anak sungai dalam wilayah tersebut;
18. Daerah Manfaat Sungai adalah mata air, palung sungai dan daerah
sempadan sungai yang telah dibebaskan;
20. Bantaran Sungai adalah lahan pada kegua sisi sepanjang palung sungai
dihitung dari tepi sungai sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam;
21. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya
bangunan sungai dalam hal ini bangunan bendungan, dan terbentuk
pelebaran alur/badan/palung sungai;
22. Situ adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk
secara alamiah dan atau air permukaan sebagai siklus hidrologi, dan
merupakan salah satu bagian yang juga berperan potensial dalam kawasan
lindung;
2- 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
25. Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul
atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat
dan bergerak dalam penyelenggaraan tata ruang;
26. Ijin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perorangan atau Badan
Hukum/ Perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka
penanaman modal, yang berlaku pula sebagai ijin pemindahan hak atas
tanah dan untuk menggunakan tanah sesuai dengan tata ruang wilayah;
27. Prasarana dan Sarana adalah bangunan fisik yang terkait dengan
kepentingan umum dan keselamatan umum, seperti prasarana dan sarana
perhubungan, prasarana dan sarana sumber daya air, prasarana dan sarana
permukiman, serta prasarana dan sarana lainnya.
2- 4
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Gambar 2.1
Kedudukan Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan
Rawan Bencana Banjir Dalam Penataan Ruang
UNDANG-UNDANG
NO.24 TAHUN 1992
Kepmen Kimpraswil
No.327/KPTS/M/2002
Pedoman
Penyusunan dan
Peninjauan Kembali RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota
Pedoman
Rencana Detail Tata Pengendalian Pemanfaatan
4 3
2 Ruang (RDTR) Ruang di Kawasan Rawan
1
Bencana Banjir
1.4
Rencana Tenis
1.3
1.2 Ruang (RTR)
1.1
2- 5
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
2- 6
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Pada Gambar 3.1 disajikan konsep pembagian ruang untuk kawasan yang
mempunyai potensi rawan bencana banjir dan longsor, yaitu:
3- 1
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Gambar 3.1
Pembagian Ruang Kawasan Potensi Rawan Bencana Banjir dan Longsor
Rencana tata ruang berisi kebijakan pokok pemanfaatan ruang berupa struktur
dan pola pemanfaatan ruang dalam kurun waktu tertentu. Pola pemanfaatan
ruang disusun untuk mewujudkan keserasian dan keselarasan pemanfaatan ruang
bagi kegiatan budidaya dan non budidaya (lindung). Sedangkan struktur ruang
dibentuk untuk mewujudkan susunan dan tatanan pusat-pusat permukiman yang
secara hirarkis dan fungsional saling berhubungan.
3- 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
1. Daerah Pesisir/Pantai
2. Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area)
3. Daerah Sempadan Sungai
4. Daerah Cekungan.
Permasalahan banjir yang terjadi selama ini, sangat terkait dengan adanya
fenomena alam dan perilaku manusia dalam penyelenggaraan/pengelolaan alam.
Konsep dasar yang harus dipahami dalam penyelenggaraan/pengelolaan banjir
adalah:
3- 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
3- 4
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
d. Rona Infrastruktur
Meliputi kondisi jaringan jalan, rel kereta api, transportasi laut, dan
udara, termasuk akses ke pesawat pelayanan.
e. Rona Kelembagaan
Mencakup pembahasan tentang jumlah dan sumber pendapatan asli
daerah, jumlah belanja rutin dan pembangunan, jumlah dan presentasi
subsidi, daya serap, dan pranata sosial kelembagaan.
3- 5
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
3- 6
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4.1.2 Hidrologi
Kajian banjir tidak dapat dilepaskan dari pola pikir “One River One Management”,
yaitu pola pengelolaan satuan wilayah sungai (SWS) sebagai satu kesatuan
sistem. Disamping itu, beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian
khusus adalah menyangkut klimatologi dan siklus hidrologi.
a. Klimatologi
Secara prinsip, terkait dengan permasalahan banjir dan longsor, faktor iklim
menjadi sangat dominan disamping faktor struktur alam yang ada dalam suatu
kawasan. Unsur-unsur penting dalam klimatologi adalah suhu udara rata-rata,
kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas penyinaran matahari.
b. Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi pada hakekatnya merupakan sirkulasi ari di bumi, yang secara
alami melibatkan seluruh fenomena alam yang ada dalam prosesnya. Secara
fisik, sungai akan berfungsi sebagai pengumpul dari 3 (tiga) jenis limpasan,
yaitu limpasan permukaan (surface runoff), aliran intra (interflow), dan
limpasan air tanah (groundwater runoff), yang akhirnya akan mengalir ke laut.
Secara singkat proses yang terjadi adalah, uap dari laut dihembus ke atas
daratan (kecuali bagian yang telah jatuh sebagai persipitasi ke laut), jatuh ke
4- 1
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Hubungan antara siklus hidrologi dan neraca air (water balance), secara
singkat disajikan pada Gambar 4.2.
P= D+E+G+M
Dimana:
D : debit
E : evapotranspirasi
4- 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Gambar 4.1
Siklus Hidrologi (Hydrological Cycle)
Sumber :
Hidrologi untuk pengairan, editor Ir. Suyono Sosrodarsono, Kensaku Takeda
4- 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Gambar 4.2
Sirkulasi Air/Siklus Hidrologi dan Neraca Air (Water Balance)
Sumber :
Hidrologi untuk pengairan, editor Ir. Suyono Sosrodarsono, Kensaku Takeda
c. Jenis Banjir
Dilihat dari aspek penyebabnya, jenis banjir yang ada dapat diklasifikasikan
menjadi 4 jenis, yaitu:
(1) Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah
(hujan siklonik atau frontal) selama beberapa hari. Dengan kapasitas
penyimpanan air yang dimiliki oleh masing-masing Satuan Wilayah Sungai
(SWS) yang akhirnya terlampaui, maka air hujan yang terjadi akan
menjadi limpasan yang selanjutnya akan mengalir secara cepat ke sungai-
sungai terdekat, dan meluap menggenangi areal dataran rendah di kiri-
kanan sungai.
Jenis banjir ini termasuk yang paling sering terjadi di Indonesia.
(2) Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan
salju dan kenaikan suhu udara yang cepat di atas lapisan salju. Aliran
salju ini akan mengalir dengan cepat bila disertai dengan hujan.
Jenis banjir ini hanya terjadi di daerah yang bersalju.
(3) Banjir Bandang (flash flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional
dengan intensitas yang tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan
topografi yang curam di bagian hulu sungai. Aliran air banjir dengan
4- 4
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
kecepatan tinggi akan memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih
berbahaya bila disertai dengan longsoran, yang dapat mempertinggi daya
rusak terhadap yang dilaluinya.
(4) Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau air balik (back water) pada
muara sungai atau pada pertemuan dua sungai. Kondisi ini akan
menimbulkan dampak besar, bila secara bersamaan terjadi hujan besar di
daerah hulu sungai yang mengakibatkan meluapnya air sungai di bagian
hilirnya, serta disertai badai yang terjadi di lautan atau pantai.
Berhubungan dengan pola pemanfaatan lahan yang ada, terhitung mulai dari hulu
hingga hilir, dalam sistem satuan wilayah sungai (SWS). Mengingat cakupan
(SWS) secara umum dapat terdiri dari beberapa wilayah administrasi, maka
diperlukan pola dan mekanisme kerjasama antar wilayah administrasi, dengan
mempertimbangkan kedudukan masing-masing wilayah.
4- 5
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
a. Topografi
Daerah-daerah dataran rendah atau cekungan, merupakan salah satu
karakteristik wilayah banjir atau genangan.
4- 6
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4- 7
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Tabel 4.1
Tipologi Kawasan Lindung dan Rawan Bencana Banjir
Adapun tipologi kawasan budidaya rawan bencana banjir adalah (Tabel 4.2):
1. Dataran Rendah (Tipologi A)
Daerah Pesisir Pantai (Tipologi A1)
Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area) (Tipologi A2)
Daerah Sepandan Sungai (Tipologi A3)
Daerah Cekungan (Tipologi A4)
2. Dataran Tinggi (Tipologi B)
Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area) (Tipologi B1)
Daerah Sepandan Sungai (Tipologi B2)
Daerah Cekungan (Tipologi B3)
3. Pegunungan/Perbukitan (Tipologi C)
Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area) (Tipologi C1)
Daerah Sepandan Sungai (Tipologi C2)
Daerah Cekungan (Tipologi C3)
4- 8
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Tabel 4.2
Tipologi Kawasan Budidaya Rawan Bencana Banjir
1. Kawasan
Budidaya
1. Dataran 1. Daerah Pesisir 1. Permukiman
Rendah 2. Daerah Dataran 2. Industri
(A) Banjir/Flood Plain 3. Kawasan Perdagangan
3. Sempadan Sungai 4. Sawah
4. Cekungan 5. Kebun Campuran/
Perkebunan
6. Tambak
7. Transportasi
2. Dataran 1. Daerah Dataran 1. Permukiman
Tinggi Banjir/Flood Plain 2. Industri
(B) 2. Sempadan Sungai 3. Kawasan Perdagangan
3. Cekungan 4. Sawah
5. Kebun Campuran/
Perkebunan
6. Tambak
7. Transportasi
3. Pegunungan/ 1. Sempadan Sungai 1. Permukiman
Perbukitan 2. Cekungan 2. Industri
(C) 3. Kawasan Perdagangan
4. Sawah
5. Kebun Campuran/
Perkebunan
6. Tambak
7. Transportasi
4- 9
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan lumpur yang sangat subur, dan
terdapat di daerah pesisir pantai atau bagian hilir sungai, dan seringkali
merupakan daerah kawasan pengembangan (pembudidayaan) perkotaan,
seperti pertanian, permukiman dan pusat kegiatan ekonomi, perdagangan,
industri dan lain sebagainya.
Daerah ini bila dilalui oleh sungai (besar) yang mempunyak daerah pengaliran
sungai (DPS) cukup besar, dan mempunyai debit banjir yang cukup besar,
akan menimbulkan bencana banjir di daerah tersebut. Kondisi ini akan lebih
parah apabila terjadi hujan cukup besar di daerah hulu dan hujan lokal di
daerah tersebut, disertai pasang air laut.
4 - 10
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 11
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 12
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Untuk pemahaman terkait dengan tipologi kawasan rawan bencana banjir, pada
Gambar 4.3 hingga 4.6 disajikan penjelasan skema gambar tipologi kawasan.
Saluran Pengelak
Banjir
Saluran Pengelak
Banjir
D. Daerah Cekungan
C. Daerah Sempadan
4 - 13
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 14
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
A B
4 - 15
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 16
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 17
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 18
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 19
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 20
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 21
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 22
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 23
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 24
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 25
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 26
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 27
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 28
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 29
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 30
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 31
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 32
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 33
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 34
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 35
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 36
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 37
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 38
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 39
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 40
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 41
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 42
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 43
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 44
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 45
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Pemanfaatan daerah kawasan banjir harus diatur dengan pedoman dari peta
resiko banjir dan zona dataran banjir. Pedoman tersebut memiliki beberapa
tujuan, yaitu:
Mengurangi dampak bencana pada permukiman yang ada.
Mempersiapkan syarat-syarat bagi permukirnan yang ada dalam menghadapi
banjir
4 - 46
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Gambaran rinci flood proofing dapat dilihat pada Gambar 4.7, 4.8, dan 4.9.
4 - 47
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Prakiraan banjir memberikan prakiraan tentang waktu kejadian banjir dan besaran
elevasi banjir di suatu lokasi rawan banjir di hilir sungai berdasarkan perhitungan
penelusuran banjir (nood routing). Sistem peringatan dini memberikan peringatan
tentang waktu kejadian aliran banjir dan atau aliran debit dengan waktu yang
cukup untuk melakukan tindakan penyelamatan jiwa dan harta benda. Metoda ini
merupakan cara yang paling murah dan efektif untuk menegah kerusakan harta
benda dan kehilangan jiwa akibat akan terjadinya kejadian banjir.
Sejumlah data dari beberapa stasiun hujan dan elavasi muka air diperlukan untuk
menentukan akurasi prakiraan banjir antara lain curah hujan, karakteristik dan
luas DPS, karakeristik waduk dan sungai, elevasi muka air disertai beberapa
4 - 48
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
parameter yang harus dikalibrasi berdasarkan rekaman banjir (flood marks) yang
pernah terjadi.
4 - 49
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
b. Mencegah terjadinya luapan air sungai pada debit banjir dengan periode
ulang (return period) tertentu, dengan tanggul penahan banjir;
c. Mengurangi genangan dengan membuat sistem polder, pompa, waduk dan
perbaikan sistem drainase;
d. Memperkecil debit banjir atau mengurangi puncak banjir dengan waduk
retensi, banjir kanal, dan interkoneksi sungai.
Perbaikan alur sungai dan normalisasi saluran adalah metoda yang paling umum
digunakan dalam pengendalian banjir, yaitu mencegah meluapnya air sungai
dengan:
a. Mengurangi panjang sungai/sodetan pada alur tertentu;
b. Mengurangi koefisien kekasaran dengan perbaikan tebing dan dasar sungai;
c. Melebarkan dan memperdalam sangai dengan pengerukan;
d. Pengendalian alur sungai dengan bangunan pengendali banjir seperti pintu-
pintu air.
Debit banjir rencana pada perbaikan alur sungai dan normalisasi saluran yang
dipergunakan dengan periode wang 25 tahun untuk tanggul sungai dan periode
ulang 50 tahun untuk kemiringan tebing dari tanggul.
Elevasi muka tanggul rencana adalah elevasi muka air banjir pada periode ulang
25 tahun atau 50 tahun, ditambah dengan tinggi jagaan (free board) 30-50 cm.
Pada Gambar 4.10 disajikan tipikal normalisasi saluran.
Tanggul dan dinding penahan banjir adalah bangunan penahan yang dibangun di
sepanjang aliran sungai/saluran, untuk menahan dan menghindari luapan air
banjir ke dataran atau wilayah di sekitarnya.
Tanggul dan dinding penahan banjir dibangun untuk melindungi daerah dataran
banjir yang dipergunakan untuk permukiman, daerah industri dan pertanian. Di
Indonesia biasanya dipergunakan material tanah yang dipadatkan, sementara
dinding penahan banjir dapat dipergunakan pasangan batu kali, dinding beton
bertulang dan bahan lainnya yang memenuhi syarat teknik.
4 - 50
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Beberapa kriteria tentang tanggul dan dinding penahan banjir, terdiri dari:
Tinggi tanggul;
Panjang tanggul;
Kekuatan dan faktor keamanan tanggul;
Material tanggul.
Tanggul dan dinding penahan banjir dapat menghalangi aliran pada sistem
drainase yang ada pada daerah dataran banjir ke sungai atau laut, sehingga
diperlukan perencanaan khusus pada daerah tersebut, yaitu pada saluran drainase
ke sungai yang ada di bangun pintu-pintu air atau pintu klep yang dapat
mengalirkan air secara gravitasi ke sungai/laut bila elevasi muka air sungai/laut
lebih rendah dan ditutup bila elevasi muka air lebih tinggi. Selanjutnya bila perlu
dapat dipasang pompa air untuk membantu mengalirkan air dari daerah tersebut.
Pada Gambar 4.11, 4.12, 4.13 disajikan tipikal tanggul dan dinding penahan
banjir.
4 - 51
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 52
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Daerah polder adalah suatu daerah dengan karakteristik elevasi muka tanah lebih
rendah dari elevasi muka air sungai/laut yang ada, sehingga aliran air dari sistem
drainase yang ada tidak dapat mengalir secara gravitasi, dan menjadikan daerah
tersebut rawan terhadap banjir/genangan, baik oleh hujan lokal maupun luapan
air sungai/laut.
Daerah polder harus dilindungi dengan tanggul, sehingga air dari daerah lain tidak
dapat masuk ke daerah tersebut, dan air hujan dan buangan domestik yang ada
dialirkan/dikumpulkan melalui sistem drainase ke waduk, untuk selanjutnya
dipompa ke laut.
4 - 53
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Saluran pengelak banjir adalah saluran buatan untuk mengalihkan aliran banjir ke
laut. Saluran ini digunakan untuk melindungi daerah dataran banjir atau daerah
perkotaan yang luas, sehingga debit banjir yang mengalir ke daerah tersebut
dapat dikendalikan pada debit tertentu, dengan dibuatnya bangunan pengendali
berupa bendung atau pintu air dan debit banjir dialirkan ke laut.
Saluran ini dapat juga berupa sudetan (cut off) pada alur sungai melingkari
daerah rawan banjir, sehingga memperpendek aliran sungai di daerah tersebut.
Sebagai contoh saluran pengelak banjir adalah Banjir Kanal Barat di Jakarta, yang
mengalihkan debit banjir Kali Ciliwung ke laut di lokasi Manggarai, dan Porong
Bypass Channel yang mengalihkan debit banjir Kali Brantas untuk melindungi Kota
Surabaya. Penjelasan saluran pengelak banjir dapat dilihat di Gambar 4.16 dan
4.17.
4 - 54
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 55
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 56
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Seperti bendungan pengendali banjir di daerah hulu, waduk retensi juga berfungsi
untuk menahan air banjir sementara, atau mengurangi debit banjir yang mengalir
4 - 57
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
ke daerah hilir sungai. Pengurangan debit banjir ini sangat bergantung pada
kapasitas tampung waduk retensi tersebut.
Lebih lanjut gambaran dari kedua tipe tersebut, disajikan pada Gambar 4.18.
Lokasi waduk retensi kadang-kadang terdapat pada lokasi dataran rendah, seperti
rawa-rawa atau daerah pertanian, sehingga dapat menimbulkan dampak yang
serius bila daerah tersebut terdapat permukiman penduduk dengan sarana dan
prasarananya. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diperhatikan kondisi-
kondisi sebagai berikut:
1. Pengendalian yang memadai yaitu meminimalkan bencana yang mungkin
terjadi, dengan melarang adanya permukiman penduduk;
2. Prakiraan banjir dan sistem peringatan dini yaitu dengan memberikan
peringatan dan waktu yang cukup untuk evakuasi bila akan terjadi banjir;
3. Pembuatan sistem drainase yang baik untuk mengalirkan air banjir dengan
cepat dari daerah genangan.
4 - 58
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 59
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah
bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, terdapat beberapa ketentuan
penting menyangkut:
1. Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut;
2. Penglepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan
hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya, dengan
memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah;
3. Kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat;
4. Musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling
menerima pendapat dan keinginan, yang didasarkan atas kesukarelaan antara pihak
pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah, untuk memperolah
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian;
5. Ganti kerugian adalah penggantian atas nilai tanah berikut bangunan, tanah dan atau
benda-benda lain yang terkait dengan tanah sebagai akibat penglepasan atau
penyerahan hak atas tanah.
4 - 60
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 61
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
(2) Ijin Penggunaan Bangunan (IPB) atau Ijin Layak Huni (ILH)
4 - 62
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Pada Gambar 4.19 disajikan skema prosedur ijin lokasi, sedangkan pada Gambar 4.20
ditampilkan diagram prosedur umum pengurusan IMB di Kabupaten/Kota.
4.5.1 Pemerintah
Penguatan kelembagaan diwujudkan melalui pembentukan visi dan misi, serta tugas
pokok, lengkap dengan rincian tugas dan tanggung jawab lembaga di dalam
pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana longsor, baik pada aspek
pengawasan maupun penertiban.
Mengingat dalam aspek penertiban harus melibatkan multi instansi yang ada, maka
penguatan kelembagaan dilakukan dengan meningkatkan kemampuan lembaga
melakukan koordinasi (sinergi) dengan lembaga lain, baik intern maupun ekstern. Dalam
kegiatan penertiban pemanfaatan ruang yang telah menyimpang dari rencana tata ruang,
maka lembaga terkait yang berwenang harus melakukan operasi yang multikompleks
secara terkoordinasi.
4 - 63
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 64
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 65
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikaji kembali tugas pokok fungsi (Tupoksi)
lembaga pengelola penataan ruang, kemudian diangkat dan diperjelas tugasnya berkaitan
dengan kondisi lapangan di wilayah masing-masing. Peningkatan kemampuan sumber
daya manusia selaku pelaksana pengendalian pemanfaatan ruang perlu terus
ditingkatkan, mengingat permasalahan pemanfaatan ruang semakin kompleks dan sulit
diatasi, sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal.
Dalam penyelenggaraan penataan ruang, pelaksanaan hak dan kewajiban, serta peran
serta masyarakat sangat diperlukan untuk memperbaiki mutu perencanaan, membantu
terwujudnya pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan, serta mentaati keputusan-keputusan dalam rangka penertiban pemanfaatan
ruang.
Hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang, adalah terdiri dari beberapa aspek
sebagai berikut.
a. Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b. Mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana tata
ruang kawasan (RTRK), melalui pelaksanaan lokakarya dan sarasehan;
c. Menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat
dari penataan ruang;
d. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang.
4 - 66
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 67
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 68
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 69
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 70
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 71
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir
4 - 72
Tabel 4.3
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - PESISIR)
PESISIR
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Resapan - Bertujuan untuk mengembalikan luas RUANG - Membangun saluran drainase yang memperhatikan - Menanam tanaman yang tahan terhadap salinitas
Air TERBUKA HIJAU (RTH) sesuai dengan RTRW; kemiringan dasar saluran dan sistem/sub sistem air laut, dan mempunyai kemampuan mengikat air
- Mengembalikan fungsi daerah resapan air sebagai daerah pengaliran; tinggi (nipah, bakau, dan lain sebagainya);
lokasi penampungan air; - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Berfungsi sebagai tanaman konservasi air dan tanah
- Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan - Pembatasan pengambilan air tanah dangkal.
sekurang-kurangnya 200 meter di sekitar mata air.
Daerah - Kawasan sempadan sungai bebas bangunan; - Membangun saluran drainase yang memperhatikan - Menanam tanaman yang tahan terhadap salinitas
Aliran Sungai - Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, kemiringan dasar saluran dan sistem/sub sistem air laut, dan mempunyai kemampuan mengikat air
(DAS) garis sempadan sekurang-kurangnya 100 meter daerah pengaliran; tinggi (nipah, bakau, dan lain sebagainya);
dari tepi sungai, dan berfungsi sebagai JALUR HIJAU - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Berfungsi sebagai tanaman konservasi air dan tanah
- Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar - Meningkatkan kapasitas sungai dan kali melalui
kawasan perkotaan pada sungai besar, sekurang- kegiatan pengerukan secara berkala.
kurangnya 100 meter, pada sungai kecil sekurang-
kurangnya 50 meter dihitung dari tepi sungai;
- Garis sempadan sungai di kawasan perkotaan
sekurang-kurangnya 10-30 meter;
- Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan
perkotaan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah
luar sepanjang kaki tanggul, di dalam kawasan
perkotaan sekurang-kurangnya 3 meter.
Danau - Mempertahankan vegetasi alami di sekitar danau; - Membangun saluran drainase yang memperhatikan - Menanam tanaman yang tahan terhadap salinitas
- Mengembalikan fungsi situ dan waduk sebagai kemiringan dasar saluran dan sistem/sub sistem air laut, dan mempunyai kemampuan mengikat air
lokasi penampungan air; daerah pengaliran, peningkatan kapasitas saluran tinggi (nipah, bakau, dan lain sebagainya);
- Untuk danau/waduk garis sempadan sekurang- makro dan sub makro; - Berfungsi sebagai tanaman konservasi air dan tanah
kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala;
arah darat - Meningkatkan kapasitas danau/waduk melalui
kegiatan pengerukan secara berkala.
Tabel 4.3
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - PESISIR)
Lanjutan ……..
PESISIR
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Banjir - Perlu mempertimbangkan daya dukung fisik - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam tanaman yang tahan terhadap salinitas
lingkungan; yang dapat mereduksi banjir dan genangan; air laut, dan mempunyai kemampuan mengikat air
- Memperhatikan pola kemiringan dasar saluran - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; tinggi (nipah, bakau, dan lain sebagainya);
(desain) dalam membangun saluran drainase; - Melakukan penanganan sedimentasi di muara - Berfungsi sebagai tanaman konservasi air dan tanah
- Dalam perencanaan dan penanganan banjir di saluran/sungai yang bermuara di laut, melalui
kawasan, berpedoman pada konsep satu kesatuan proses pengerukan
sistem/sub sistem daerah pengaliran sebagai satu'
Rawan kesatuan pengelolaan.
Bencana Gelombang - Perlu mempertimbangkan daya dukung fisik - Pembuatan pemecah gelombang (break water) dan - Menanam mangove dan terumbu karang untuk
Pasang/ lingkungan; pelindung pantai (dari abrasi); mencegah proses abrasi dan mengatur tata air di
Pasang - Memperhatikan pola terjadinya gelombang pasang - Pembuatan tanggul pelindung atau sistem polder, daerah pesisir.
Surut (dari sisi waktu maupun besarnya gelombang yang dilengkapi dengan pintu dan pompa, sesuai
pasang yang terjadi); dengan elevasi lahan terhadap pasang surut.
- Memperhatikan pola pasang surut tinggi (purnama)
dan rendah (perbani), terkait dengan daerah
genangan pasang surut.
Tabel 4.3
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - PESISIR)
Lanjutan ……..
PESISIR
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Alami - Ditujukan untuk konservasi air dan tanah serta - Menanam mangove dan terumbu karang untuk
mencegah terjadinya abrasi. mencegah proses abrasi dan mengatur tata air di
daerah pesisir.
Wisata - Ditujukan untuk meningkatkan sense of nature - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam mangove dan terumbu karang yang
dengan tetap mempertahankan konservasi air dan yang dapat mereduksi banjir dan genangan; mempunyai nilai estetika;
tanah, serta mencegah terjadinya abrasi - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Tetap mempertahankan fungsi konservasi tanah
dan air
- Mencegah terjadinya abrasi.
Pemukim- - Ditujukan untuk meningkatkan fungsi konservasi air - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa tanaman yang bersifat
an dan tanah di daerah permukiman yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta heterogen dari struktur vertikal komposisi tanaman,
mampu meresapkan air hujan - Mempunyai nilai estetika
- Mampu meningkatkan konservasi tanah dan air
Cagar - Pemanfaatan ruang hanya untuk kegiatan - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa tanaman yang mempu-
Budaya pemeliharaan habitat tumbuhan, satwa, dan plasma yang dapat mereduksi banjir dan genangan, dengan nyai kemampuan sebagai tanaman konservasi air
Lindung
nutfah, kebiatan pendidikan dan penelitian kebun memperhatikan kemiringan dasar saluran; dan tanah, serta mempunyai nilai historis kawasan
bibit, mangrove dan kegiatan wisata alam terbatas - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala. setempat
- Mempunyai nilai estetika.
Cagar - Melestarikan ekosistem terumbu karang; - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa tanaman yang bersifat
Alami - Penyelamatan keutuhan potensi habitat, potensi yang dapat mereduksi banjir dan genangan, dengan alami (mangrove, nipah) dan memiliki kekhasan;
sumberdaya kehidupan dan potensi sumber memperhatikan kemiringan dasar saluran; - Berfungsi sebagai tanaman konservasi air dan
genetiknya - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala. tanah
Tabel 4.4
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - DATARAN TINGGI)
DATARAN TINGGI
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Resapan - Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan lahan - Membangun sistem drainase air larian yang - Menanam vegetasi berupa tanaman yang
Air dalam meresapkan air; berhubungan dengan sumur resapan; mempunyai kemampuan meresapkan air dengan
- Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan penutupan sekitar 80%.
sekurang-kurangnya 200 meter di sekitar mata air.
Daerah - Kawasan sempadan sungai bebas bangunan; - Membangun saluran drainase yang memperhatikan - Menanam vegetasi yang mampu mencegah
Aliran Sungai - Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, kemiringan dasar saluran dan sistem/sub sistem terjadinya erosi dan memperkuat struktur fisik
(DAS) garis sempadan sekurang-kurangnya 100 meter daerah pengaliran, serta elevasi dan kemiringan terutama di daerah sempadan sungai;
dari tepi sungai, dan berfungsi sebagai JALUR HIJAU lahan/saluran;
- Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala;
kawasan perkotaan pada sungai besar, sekurang- - Meningkatkan kapasitas sungai dan kali melalui
kurangnya 100 meter, pada sungai kecil sekurang- kegiatan pengerukan secara berkala.
kurangnya 50 meter dihitung dari tepi sungai;
- Garis sempadan sungai di kawasan perkotaan
sekurang-kurangnya 10-30 meter;
- Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan
perkotaan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah
luar sepanjang kaki tanggul, di dalam kawasan
perkotaan sekurang-kurangnya 3 meter.
Danau - Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan lahan - Membangun saluran drainase yang memperhatikan - Menanam vegetasi berupa tanaman yang
dalam menampung air dan keseimbangan ekosistem kemiringan dasar saluran dan sistem/sub sistem mempunyai kemampuan untuk mencegah erosi
danau; daerah pengaliran, untuk air larian yang berasal dan memperkuat penampang danau;
- Untuk danau/waduk garis sempadan sekurang- dari air hujan;
kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke
arah darat
Tabel 4.4
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - DATARAN TINGGI)
Lanjutan ……..
DATARAN TINGGI
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Gempa - Ditujukan untuk meminimalisir aktivitas manusia - Memperhatikan konstruksi bangunan yang dirancang - Menanam vegetasi berupa jenis tanaman yang
Bumi tahan gempa; mempunyai perakaran kuat
- Membangun konstruksi sistem drainase tahan gempa
Banjir - Perlu mempertimbangkan daya dukung fisik - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa jenis tanaman yang
lingkungan; yang dapat mereduksi banjir dan genangan; mempunyai kemampuan untuk mencegah erosi
Rawan
- Memperhatikan pola kemiringan dasar saluran - Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; dan memperkuat strutur fisik tanah;
Bencana
(desain) dalam membangun saluran drainase; - Melakukan penanganan sedimentasi di muara
- Dalam perencanaan dan penanganan banjir di saluran/sungai yang bermuara di laut, melalui
kawasan, berpedoman pada konsep satu kesatuan proses pengerukan
sistem/sub sistem daerah pengaliran sebagai satu'
kesatuan pengelolaan.
Tabel 4.4
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - DATARAN TINGGI)
Lanjutan ……..
DATARAN TINGGI
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Alami - Ditujukan untuk konservasi air dan tanah serta - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa jenis tanaman hutan
biodiversity; yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta alami yang bersifat heterogen dan mempunyai
sebagai air larian yang berasal dari air hujan; kemampuan meningkatkan konservasi air dan
- Meresapkan air larian tersebut ke dalam tanah tanah
(dengan rekayasa teknis)
Produksi - Ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan hasil - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa jenis tanaman hutan
hutan dengan mempertahankan fungsi konservasi yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta yang bersifat homogen, mempunyai nilai ekonomis
air dan tanah; sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan dan mempunyai kemampuan meningkatkan
dapat meresapkan air ke dalam tanah; konservasi air dan tanah;
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala;
Wisata - Ditujukan untuk meningkatkan sense of nature - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam mangove dan terumbu karang yang
dengan tetap mempertahankan konservasi air dan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta mempunyai nilai estetika;
tanah; sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan - Tetap mempertahankan fungsi konservasi tanah
dapat meresapkan air ke dalam tanah; dan air
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Mencegah terjadinya abrasi.
Lindung Pemukim- - Ditujukan untuk meningkatkan fungsi konservasi air - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa tanaman yang bersifat
an dan tanah di daerah permukiman yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta heterogen dari struktur vertikal komposisi tanaman,
sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan - Mempunyai nilai estetika yang tinggi;
dapat meresapkan air ke dalam tanah; - Mampu meningkatkan konservasi tanah dan air
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala;
Cagar - Ditujukan untuk melestarikan historical landscape - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa tanaman yang mempu-
Budaya dengan meningkatkan fungsi konservasi air dan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta nyai nilai historikal dari kawasan setempat, dengan
tanah; sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan tetap memperhatikan pemilihan vegetasi yang
dapat meresapkan air ke dalam tanah; memiliki kemampuan meningkatkan konservasi air
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; dan tanah
- Pembuatan sumur resapan.
Cagar - Ditujukan untuk melestarikan flora dan fauna yang - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa tanaman yang bersifat
Alami khas pada lokasi setempat dengan meningkatkan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta alami (mangrove, nipah) dan memiliki kekhasan;
fungsi konservasi air dan tanah sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan - Berfungsi sebagai tanaman konservasi air dan
air larian; tanah
Tabel 4.5
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - PEGUNUNGAN/PERBUKITAN)
PEGUNUNGAN/PERBUKITAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Resapan - Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan lahan - Membangun sistem drainase air larian yang - Menanam vegetasi yang memiliki kemampuan
Air dalam memperkecil aliran permukaan dan berhubungan dengan sumur resapan; untuk menekan aliran permukaan dan meresapkan
kemampuan meresapkan air; air;
- Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
sekurang-kurangnya 200 meter di sekitar mata air. tanaman yang memiliki kemampuan untuk mengikat
air dan menekan aliran permukaan.
Daerah - Fungsi DAS bagian hulu sebagai daerah resapan air - Membangun sistem drainase air larian yang - Menanam vegetasi yang memiliki kemampuan
Aliran Sungai harus tetap terjaga; berhubungan dengan sumur resapan; mencegah erosi, menekan aliran permukaan dan
(DAS) - Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar meresapkan air;
kawasan perkotaan pada sungai besar, sekurang- - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
kurangnya 100 meter, pada sungai kecil sekurang- tanaman yang memiliki kemampuan untuk mencegah
kurangnya 50 meter dihitung dari tepi sungai; mencegah erosi, menekan aliran permukaan dan
- Garis sempadan sungai di kawasan perkotaan meresapkan air;
sekurang-kurangnya 10-30 meter;
- Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan
perkotaan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah
luar sepanjang kaki tanggul, di dalam kawasan
perkotaan sekurang-kurangnya 3 meter.
Danau - Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan lahan - Membangun sistem drainase untuk memisahkan - Menanam vegetasi yang memiliki kemampuan
dalam menampung air dan keseimbangan ekosistem air larian dan air limbah mencegah erosi, menekan aliran permukaan dan
danau; meresapkan air;
- Untuk danau/waduk garis sempadan sekurang- - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke tanaman yang memiliki kemampuan untuk mencegah
arah darat mencegah erosi, menekan aliran permukaan dan
meresapkan air;
Tabel 4.5
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - PEGUNUNGAN/PERBUKITAN)
Lanjutan ……..
PEGUNUNGAN/PERBUKITAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Gunung - Ditujukan untuk meminimalisir sedimentasi melalui - Menanam vegetasi yang mampu mencegah erosi
Berapi penerapan teknologi/rekayasa teknis dan memperbaiki struktur tanah
Tanah - Ditujukan untuk meminimalisir sedimentasi melalui - Membantun sistem drainase yang berhubungan - Menanam vegetasi yang mampu mereduksi aliran
Rawan Longsor penerapan teknologi/rekayasa teknis serta langsung dengan saluran terbuka; permukaan, erosi dan mampu memperbaiki
Bencana memperkuat struktut tanah struktur tanah;
- Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam tanaman
yang mampu mengikat air, mencegah erosi,
meresapkan air, dan mencegah longsor
Tabel 4.5
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN LINDUNG - PEGUNUNGAN/PERBUKITAN)
Lanjutan ……..
PEGUNUNGAN/PERBUKITAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Alami - Ditujukan untuk konservasi air dan tanah serta - Pelestarian bantaran sungai sebagai hutan alam - Menanam vegetasi permanen yang berfungsi
biodiversity; sebagai tanaman konservasi tanah dan air;
- Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
tanaman yang mampu mengikat air, mencegah
erosi dan longsor.
Produksi - Ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan hasil - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi berupa jenis tanaman hutan
hutan dengan mempertahankan fungsi konservasi yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta yang bersifat homogen, mempunyai nilai ekonomis
air dan tanah; sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan dan mempunyai kemampuan meningkatkan
dapat meresapkan air ke dalam tanah; konservasi air dan tanah;
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
tanaman yang mampu mempertahankan konservasi
air dan tanah serta struktur tanah
Wisata - Ditujukan untuk meningkatkan sense of nature - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi yang versifat heterogen dari
dengan tetap mempertahankan konservasi air dan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta struktur vertikal komposisi tanaman, mempunyai
tanah; sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan nilai eststika tinggi, berfungsi sebagai tanaman
dapat meresapkan air ke dalam tanah; konservasi air dan tanah;
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
tanaman yang mampu mempertahankan konservasi
Lindung air dan tanah, memiliki nilai estetika lingkungan,
serta mempertahankan struktur tanah
Pemukim- - Ditujukan untuk meningkatkan fungsi konservasi air - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi yang versifat heterogen dari
an/ dan tanah di daerah permukiman/perkotaan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta struktur vertikal komposisi tanaman, mempunyai
Kota sebagai air larian yang berasal dari air hujan dan nilai eststika tinggi, berfungsi sebagai tanaman
dapat meresapkan air ke dalam tanah; konservasi air dan tanah;
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
tanaman yang mampu mempertahankan konservasi
air dan tanah serta struktur tanah
Cagar - Ditujukan untuk melestarikan historical landscape - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi alami dan berbagai jenis yang
Budaya dengan meningkatkan fungsi konservasi air dan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, serta memiliki kekhasan dan berfungsi sebagai tanaman
tanah; memisahkan air larian dan air limbah konservasi air dan tanah;
- Pemeliharaan sistem drainase secara berkala; - Pemanfaatan lahan tidur dengan menanam jenis
tanaman yang mampu mempertahankan konservasi
air dan tanah serta struktur tanah
Cagar - Ditujukan untuk melestarikan flora dan fauna yang - Perencanaan dan pembangunan sistem drainase - Menanam vegetasi alami dan berbagai jenis yang
Alami khas pada lokasi setempat dengan meningkatkan yang dapat mereduksi banjir dan genangan, memiliki kekhasan dan berfungsi sebagai tanaman
fungsi konservasi air dan tanah dengan memperhatikan kontur topografi konservasi air dan tanah, serta mempertahankan
struktur tanah.
Tabel 4.6
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI A.1 - DATARAN RENDAH DAERAH PESISIR/PANTAI)
Transpor- - Memperhatikan daya dukung lahan dan sumber daya - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi air pembangunan kontruksi bangunan air menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
- Disarankan untuk pembangunan lalu lintas air dan melindungi dari gelombang, serta memiliki nilai
- INFRASTRUKTUR: estetika;
pembangunan prasarana dan sarana lalu lintas air
Tabel 4.9
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI A.4 - DATARAN RENDAH CEKUNGAN)
CEKUNGAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Permukim- - Elevasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
an elevasi muka air banjir maksimum pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi berupa tanaman semusim yang
- Kepadatan nyata antara 250-720 jiwa/ha 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum, mampu meresapkan air, mencegah erosi, mencegah
- Perkotaan : KDB 30-50% dan dibuat tempat tinggal dengan konsep rumah longsor dan memiliki nilai estetika
- Perdesaan: KDB 20-40% panggung - LAHAN TIDUR:
- Resiko tinggi terhadap banjir - DRAINASE: menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
normalisasi saluran dan sungai, pembuatan sistem memiliki kemampuan mengikat air, mencegah erosi,
polder dengan waduk memiliki nilai estetika.
- INFRASTRUKTUR:
penyediaan waduk/kolam retensi dan sistem pompa-
nisasi
Transpor- - Memperhatikan daya dukung lahan dan sumber daya - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi air pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
- Disarankan untuk pembangunan lalu lintas air 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum mencegah erosi, mencegah longsor, serta teduh
- DRAINASE:
pembuatan sistem drainase jalan yang tersambung
dengan sistem drainase kawasan maupun kota, sbg
kesatuan sistem/sub sistem
Tabel 4.10
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI B.1 - DATARAN TINGGI DAERAH DATARAN BANJIR /FLOOD PLAIN)
Transpor- - Memperhatikan daya dukung lahan dan sumber daya - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi air pembangunan kontruksi bangunan air menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
- Disarankan untuk pembangunan lalu lintas air dan melindungi dari arus, serta memiliki nilai
- INFRASTRUKTUR: estetika;
pembangunan prasarana dan sarana lalu lintas air
Tabel 4.12
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI B.3 - DATARAN TINGGI CEKUNGAN)
CEKUNGAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Permukim- - Elevasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
an elevasi muka air banjir maksimum pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi berupa tanaman semusim yang
- Kepadatan nyata antara 250-720 jiwa/ha 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum, mampu meresapkan air, mencegah erosi, mencegah
- Perkotaan : KDB 30-50% - DRAINASE: longsor dan memiliki nilai estetika, serta mendukung
- Perdesaan: KDB 20-40% - normalisasi saluran dan sungai, pembuatan sistem upaya penghijauan kawasan
- Resiko terhadap banjir bila sungai meluap polder dengan waduk - LAHAN TIDUR:
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg - pembuatan saluran pengelak banjir/banjir kanal menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
peta resiko banjir dan peta zona banjir - INFRASTRUKTUR: memiliki kemampuan mengikat air, mencegah erosi,
- penyediaan waduk/kolam retensi dan sistem pompa memiliki nilai estetika.
- sistem peringatan dini
Transpor- - Memperhatikan daya dukung lahan dan sumber daya - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi air pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
- Disarankan untuk pembangunan lalu lintas air 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum mencegah erosi, mencegah longsor, serta teduh
- DRAINASE: (kenyamanan)
pembuatan sistem drainase jalan yang tersambung
dengan sistem drainase kawasan maupun kota, sbg
kesatuan sistem/sub sistem
Tabel 4.13
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI C.1 - PEGUNUNGAN/PERBUKITAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI)
Transpor- - Memperhatikan daya dukung lahan dan sumber daya - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi air pembangunan kontruksi bangunan air menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
- Disarankan untuk pembangunan lalu lintas air dan melindungi dari arus, serta memiliki nilai
- INFRASTRUKTUR: estetika;
pembangunan prasarana dan sarana lalu lintas air
Tabel 4.14
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN BUDIDAYA - TIPOLOGI C.2 - PEGUNUNGAN/PERBUKITAN CEKUNGAN)
CEKUNGAN
Landform
Standar Ruang Sarana dan Prasarana Vegetasi
Permukim- - Elevasi lahan rata-rata lebih rendah daripada - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
an elevasi muka air banjir maksimum pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi berupa tanaman semusim yang
- Kepadatan nyata antara 250-720 jiwa/ha 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum, mampu meresapkan air, mencegah erosi, mencegah
- Perkotaan : KDB 30-50% - DRAINASE: longsor dan memiliki nilai estetika, serta mendukung
- Perdesaan: KDB 20-40% - normalisasi saluran dan sungai, pembuatan sistem upaya penghijauan kawasan
- Pembuatan perencanaan tata ruang kawasan dg polder dengan waduk - LAHAN TIDUR:
peta resiko banjir dan peta zona banjir - pembuatan saluran pengelak banjir/banjir kanal menanam vegetasi dengan jenis tanaman yang
- Banjir atau genangan lebih disebabkan oleh hujan/ - INFRASTRUKTUR: memiliki kemampuan mengikat air, mencegah erosi,
limpasan air yang tercebak pada cekungan - penyediaan waduk/kolam retensi dan sistem pompa memiliki nilai estetika.
- sistem peringatan dini
Transpor- - Memperhatikan elavasi Muka Air Banjir (MAB) maks - KONSTRUKSI: - VEGETASI:
tasi - Jika memungkinkan, pembuatan badan jalan di pembuatan tanggul dengan konstruksi dan elevasi menanam vegetasi yang mampu mengikat air,
atas tanggul 60 cm lebih tinggi dari muka air banjir maksimum mencegah erosi, mencegah longsor, serta teduh
- DRAINASE: (kenyamanan)
pembuatan sistem drainase jalan yang tersambung
dengan sistem drainase kawasan maupun kota, sbg
kesatuan sistem/sub sistem
Tabel 4.15
REKAYASA TEKNIS DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN GEOMORFOLOGI DATARAN RENDAH/PESISIR)
DATARAN RENDAH/PESISIR
Tata Guna Lahan
Penyebab Banjir Alternatif Penanganan/Rekayasa Teknik Bentuk Kegiatan Keterangan*)
Permukiman a. Pengelolaan sampah yang kurang baik a. Perbaikan manajemen pengelolaan persampahan a. Pembuatan tempat pembuangan sampah SNI T-13-1990-F
(TPA) SNI T-12-1991-03
b. Sosialisasi pengelolaan persampahan SNI T-11-1991-03
b. Sedimentasi a. Pengerukan a. Pengerukan lumpur pada alur saluran
(prasarana dan sarana) b. Perkuatan tebing/turap b. Pemasangan turap (SKBI) 2.3.06.1987)
c. Pembuatan gorong-gorong yang dilengkapi dengan SNI 1962-89-F
bangunan sand trap dan kisi sampah c. Pengambilan sampah pada kisi sampah
secara periodik
c. Abrasi a. Penataan Greenbelt (jalur hijau) mangrove maupun a. Penanaman tanaman mangrove (bakau)
tanaman yang mampu menahan gelombang b. Pembuatan bangunan pemecah gelombang
b. Bangunan pemecah gelombang c. Pembuatan turap pada tebing yang rusak (SKBI) 2.3.06.1987)
c. Penurapan SNI 1962-89-F
d. Pasang Surut a. Sistem polder dan jaringan drainase, dilengkapi a. Pembuatan tanggul (polder), jaringan
sistem pengendali drainase, pintu pengendali/pompanisasi
b. Penurapan b. Pembuatan turap (SKBI) 2.3.06.1987)
SNI 1962-89-F
c. Sistem Drainase c. Pembuatan sodetan untuk mengalihkan
d. Sistem JETTY sebagian aliran bajir
e. Jaringan drainase belum tertata a. Penataan jaringan drainase dengan konsep a. Penataan dan pembuatan jaringan
dengan baik kesatuan sistem/sub sistem tata air drainase
Komersial a. Pengelolaan sampah yang kurang baik a. Perbaikan manajemen pengelolaan persampahan a. Pembuatan tempat pembuangan sampah SNI T-13-1990-F
(TPA) SNI T-12-1991-03
b. Sosialisasi pengelolaan persampahan SNI T-11-1991-03
b. Sedimentasi a. Pengerukan a. Pengerukan lumpur pada alur saluran
(prasarana dan sarana) b. Perkuatan tebing/turap b. Pemasangan turap (SKBI) 2.3.06.1987)
c. Pembuatan gorong-gorong yang dilengkapi dengan c. Pengambilan sampah pada kisi sampah SNI 1962-89-F
bangunan sand trap dan kisi sampah secara periodik
c. Abrasi a. Bangunan pemecah gelombang a. Pembuatan bangunan pemecah gelombang
b. Penurapan b. Pembuatan turap pada tebing yang rusak (SKBI) 2.3.06.1987)
SNI 1962-89-F
d. Pasang Surut a. Sistem polder dan jaringan drainase, dilengkapi a. Pembuatan tanggul (polder), jaringan
sistem pengendali drainase, pintu pengendali/pompanisasi
b. Penurapan b. Pembuatan turap (SKBI) 2.3.06.1987)
SNI 1962-89-F
c. Sistem Drainase c. Pembuatan sodetan untuk mengalihkan
d. Sistem JETTY sebagian aliran bajir
Keterangan : *) Tata Cara dan Spesifikasi Teknis pembuatan sesuai SNI, dapat diperoleh di Balitbang Departemen KIMPRASWIL
Tabel 4.16
REKAYASA TEKNIS DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN GEOMORFOLOGI DATARAN/DATARAN TINGGI)
DATARAN/DATARAN TINGGI
Tata Guna Lahan
Penyebab Banjir Alternatif Penanganan/Rekayasa Teknik Bentuk Kegiatan Keterangan*)
Permukiman a. Pengelolaan sampah yang kurang baik a. Perbaikan manajemen pengelolaan persampahan a. Pembuatan tempat pembuangan sampah SNI T-13-1990-F
b. Tingkat disiplin masyarakat dalam b. Penyediaan TPS di sekitar lingkungan (TPA) SNI T-12-1991-03
pembuangan sampah masih rendah b. Penyediaan TPS di sekitar lingkungan SNI T-11-1991-03
c. Sosialisasi pengelolaan persampahan
c. Curah hujan yang tinggi a. Normalisasi saluran dan sungai a. Normalisasi saluran dan sungai
d. Penyempitan badan sungai akibat b. Pengerukan saluran dan sungai b. Pengerukan saluran dan sungai
pemanfaatan untuk pemukiman c. Penertiban permukiman di bantaran sungai c. Sosialisasi/penyadaran dan relokasi
e. Sistem drainase yang kurang baik d. Penataan saluran dan sistem drainase d. Penataan saluran dan sistem drainase SNI T-07-1990-F
f. Pemeliharaan sistem drainase yang e. Mengembalikan fungsi situ dan danau e. Revitalisasi situ dan danau
kurang baik f. Pembuatan sumur resapan f. Pembuatan sumur resapan SNI T-14-1991-03
g. Permukiman terletak pada area dataran a. Sistem polder dan jaringan drainase, dilengkapi a. Pembuatan tanggul (polder), jaringan
rendah (cekungan) dengan sistem pengendali drainase, pintu pengendali/pompanisasi
b. Sistem saluran pengelak banjir b. Pembuatan saluran pengelak banjir
(sudetan)
c. Flood Proofing c. Meninggikan elevasi muka tanah
d. Meninggikan elevasi struktur bangunan
e. Menggunakan bahan bangunan tahan air
d. Memfungsikan kembali situ-situ dan danau f. Revitalisasi situ dan danau, serta kantong
air
e. Penataan saluran dan sistem drainase g. Penataan saluran dan sistem drainase SNI T-07-1990-F
h. Peil banjir tidak sesuai a. Pompanisasi a. Sistem pompanisasi
b. Penyediaan bangunan kontrol b. Bangunan kontrol berupa pintu-pintu air SNI M-18-1989-F
c. Revitalisasi kantong air c. Revitalisasi kantong-kantong air
d. Kontrol peil banjir terhadap infrastruktur yang ada d. Pengukuran dan kontrol peil banjir
e. Pembuatan syphon SNI S-02-1992-03
Katalog T-4107018
Keterangan : *) Tata Cara dan Spesifikasi Teknis pembuatan sesuai SNI, dapat diperoleh di Balitbang Departemen KIMPRASWIL
Tabel 4.16
REKAYASA TEKNIS DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN GEOMORFOLOGI DATARAN/DATARAN TINGGI)
Lanjutan …..
DATARAN/DATARAN TINGGI
Tata Guna Lahan
Penyebab Banjir Alternatif Penanganan/Rekayasa Teknik Bentuk Kegiatan Keterangan*)
Komersial a. Pengelolaan sampah yang kurang baik a. Perbaikan manajemen pengelolaan persampahan a. Pembuatan tempat pembuangan sampah SNI T-13-1990-F
b. Tingkat disiplin masyarakat dalam b. Penyediaan TPS di sekitar lingkungan (TPA) SNI T-12-1991-03
pembuangan sampah masih rendah b. Penyediaan TPS di sekitar lingkungan SNI T-11-1991-03
c. Sosialisasi pengelolaan persampahan
c. Pelanggaran/penyimpangan fasos-
fasum
d. Pelanggaran/penyimpangan
permukiman
e. Penyempitan badan sungai/saluran a. Normalisasi saluran dan sungai a. Normalisasi saluran dan sungai
b. Pengerukan saluran dan sungai b. Pengerukan saluran dan sungai
f. Kurangnya daerah resapan air a. Peningkatan pencapaian KDH a. Peningkatan pencapaian KDH
b. Pembuatan sumur resapan b. Pembuatan sumur resapan
c. Pembuatan taman kota dan penanaman pohon c. Pembuatan taman kota dan penanaman SNI T-14-1990-F
pelindung pohon pelindung
g. Sistem drainase yang kurang optimal a. Penataan sistem drainase a. Penataan sistem drainase dan prasarana
(kualitatif maupun kuantitatif) di pendukung
prasarana dan sarana jalan TOL, KA,
dan jalan raya
Pertanian a. Curah hujan yang tinggi a. Normalisasi saluran dan sungai a. Normalisasi saluran dan sungai
b. Kapasitas saluran dan sungai yang b. Pengerukan saluran dan sungai b. Pengerukan saluran dan sungai
tidak mencukupi
c. Sistem drainase yang kurang baik c. Penataan saluran dan sistem drainase c. Penataan saluran dan sistem drainase
d. Rusaknya bangunan pengendali d. Rehabilitasi d. Perbaikan bangunan/pengendali dan
prasarana pendukung
e. Rekayasa teknis vegetatif melalui:
- Penanaman tanaman penutup tanah (cover crop)
secara intensif
- Penanaman dengan sistem strip (strip cropping)
baris tanaman tegak lurus dengan lairan air
- Pergiliran tanaman
- Sistem pertanian hutan (agro-forestry=wana tani)
- Penanaman alur-alur aliran dengan rumput
Keterangan : *) Tata Cara dan Spesifikasi Teknis pembuatan sesuai SNI, dapat diperoleh di Balitbang Departemen KIMPRASWIL
Tabel 4.17
REKAYASA TEKNIS DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR
(KAWASAN GEOMORFOLOGI PEGUNUNGAN/PERBUKITAN)
PEGUNUNGAN/PERBUKITAN
Tata Guna Lahan
Penyebab Banjir Alternatif Penanganan/Rekayasa Teknik Bentuk Kegiatan Keterangan*)
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik a. Perbaikan manajemen pengelolaan persampahan a. Pembuatan tempat pembuangan sampah SNI T-13-1990-F
(TPA) SNI T-12-1991-03
b. Sosialisasi pengelolaan persampahan SNI T-11-1991-03
b. Run off tinggi a. Pembuatan sistem terasering a. Bronjong penahan tanah SNI 03-3441-1994
c. Penebangan/penggundulan hutan b. Reboisasi (vegetatif) lahan kritis/gundul b. Reboisasi (vegetatif) lahan kritis/gundul
d. Tanah labil c. Pembuatan turap penahan tanah c. Pembuatan turap penahan tanah (SKBI 2.3.06.1987)
SNI 1962-89-F
d. Pembuatan sumur resapan d. Pembuatan sumur resapan SNI T-14-1990-F
e. Pembuatan embung/situ e. Pembuatan embung/situ SNI T-02-1990-F/
f. Mengembalikan fungsi situ f. Mengembalikan fungsi situ SNI 03-2401-1991
e. Curah hujan tinggi a. Normalisasi saluran dan sungai a. Normalisasi saluran dan sungai
f. Kapasitas/daya tampung sistem b. Pengerukan sedimen b. Pengerukan sedimen
drainase tidak memadai c. Memperbesar luas penampang basah saluran c. Rehabilitasi dan special maintenance
sistem drainase
d. Pembuatan sumur resapan d. Pembuatan sumur resapan SNI T-14-1990-F
g. Sistem drainase yang tidak berfungsi e. Penataan sistem drainase e. Penetaan sistem drainase
dengan optimal, baik kapasitas maupun f. Perbaikan pengendalian kegiatan
sistem jaringan penambangan galian C
Keterangan : *) Tata Cara dan Spesifikasi Teknis pembuatan sesuai SNI, dapat diperoleh di Balitbang Departemen KIMPRASWIL