Anda di halaman 1dari 276

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya hingga laporan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir dapat diselesaikan, pekerjaan ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Tembilahan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dengan PT. Rimasyada Engineering Consultant. Laporan ini merupakan laporan antara dari keseluruhan pekerjaan, yang mencakup pendahuluan, pemahaman RTBL, identifikasi kawasan rencana, tinjauan teori, analisis pengembangan Kota Tembilahan, dan konsep awal pengembangan sebagai bagian dari kesepakatan kerjasama antara pemberi kerja dan konsultan perencana sebagai tahapan pekerjaan selanjutnya dari penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atas kepercayaan yang telah diberikan.Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak terkait yang telah banyak membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Riau, Agustus 2010

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN

1.

LATAR BELAKANG

Perkembangan sebuah kota atau kawasan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari seiring dengan perkembangan jaman. Prinsip utama dalam perencanaan pembangunan kota adalah usaha menciptakan kesejahteraan penghuninya melalui penciptaan lingkungan pemukiman yang habitable dengan sarana penghidupannya melalui rangkaian tindakan pendayagunaan fungsi alam (tanah), atas dasar keseimbangan hubungan antara manusia dan alamnya. Tindakan perencanaan kota bukanlah pada bentuk rencana fisik saja, melainkan terkait di dalamnya rangkaian tindakan dengan faktor-faktor sosial ekonomi kota. Kota merupakan ruang (wadah utama) aktivitas manusia.Kota merupakan tempat yang dipandang dan dirasakan dari berbagai sudut pandang yang menggambarkan keaktifan, keberagaman dan kompleksitasnya. Ruang sebagai wadah dari keseluruhan interaksi sistem sosial (yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya) dengan ekosistem (sumber daya alam dan sumber daya buatan) berlangsung dan pada umumnya interaksi ini tidak selalu secara otomatis berlangsung seimbang dan saling menguntungkan berbagai pihak yang ada karena adanya perbedaan kemampuan, kepentingan, dan adanya sifat perkembangan ekonomi yang akumulatif. Ruang perlu ditata agar dapat memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan yang nyaman terhadap manusia serta makhluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal. Dalam penataannya perlu didasarkan pada potensi dan masalah yang ada di daerah tersebut baik itu kondisi alam, perkembangan kegiatan sosial ekonomi, serta tuntutan kebutuhan peri kehidupan saat ini dan kelestarian lingkungan hidup pada masa akan datang. Dengan ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir No. 29 Tahun 2005 mengenai Rencana Teknik Ruang Kota Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir, maka kegiatan penataan ruang dianggap sangat diperlukan dalam proses pembangunan di Kabupaten Indragiri Hilir. Hal ini dilakukan guna menciptakan wilayah yang tertata dengan baik dan serasi sesuai dengan arah pembangunan dan perkembangan Kabupaten Indragiri Hilir.

2.

MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Pelabuhan Parit 21, Tembilahan adalah membentuk, menyelaraskan, dan mengendalikan ruang kota terhadap proses perkembangan yang terjadi guna terwujudnya ruang publik yang berkualitas. Secara khusus tujuan dari penyiapan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan adalah: a. Terarahnya penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan Pelabuhan Parit 21 sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagaimana diamanatkan oleh UU RI No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung. b. Sebagai panduan pengembangan fisik bagi pelaku pembangunan pemerintah, swasta maupun masyarakat dalam kawasan perencanaan. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan dapat mengintegrasikan kepentingan semua pihak serta membentuk keharmonisan, keserasian lingkungan. c. Mengantisipasi perkembangan kegiatan dalam kawasan perencanaan dengan memanfaatkan lahan secara efesien. d. Memberikan panduan pengembangan bangunan sehingga dapat memberikan konstribusi positif bagi pengembangan arsitektur urban, dan pada akhirnya dapat menumbuhkan citra kawasan yang berkarakter. Citra kawasan yang positif ini akan memberikan dampak positif bagi pengembangan Kawasan Pelabuhan Parit 21, Tembilahan.

3.

GAMBARAN UMUM KAWASAN

Kabupaten Indragiri Hilir dengan Ibu Kota Tembilahan adalah sebuah daerah dengan perkebunan kelapa terluas di Indonesia bahkan di dunia yang terletak di bagian selatan Provinsi Riau.Daerah ini terkenal dengan julukan "Negeri Seribu Parit" karena daerah ini terdiri dari perairan, sungai, rawa-rawa, dan perkebunan kelapa yang dipisahkan oleh ribuan parit. Secara geografis daerah ini berada pada 036' LU, 107' LS dan antara 10232' dan 10410 BT, dengan luas daerah 13.798,37 km, lautan 6,318 dan perairan umum 888,97 km yang berbatasan dengan daerah sebagai berikut:

Utara : Kabupaten Tanjung Jabung, Provinsi Jambi Selatan : Kabupaten Pelalawan Barat : Kabupaten Indragiri Hulu Timur : Kabupaten Kepulauan Kepri

Jumlah penduduk Kabupaten Indragiri Hilir mencapai 647.512 jiwa yang terdiri dari sejumlah suku/ etnik, seperti Banjar dari Kalimantan, Bugis dari Sulawesi, dan Melayu dari Jambi. Sementara ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir bersandar pada sektor perkebunan yang meliputi tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan kehutanan. Berdasarkan aktifitas bisnis/ sumber kehidupan, Kabupaten Indragiri Hilir terdiri dari 69.01% sektor pertanian, 8.58% pelayanan, 7.74% perdagangan, 1.54% industri dan yang lain-lain 1.54%. Luas areal untuk sektor pertanian adalah 38.181 Ha, sementara sektor perkebunan memiliki lahan seluas 607.708 Ha. Secara umum kondisi tanah terdiri dari tanah gambut dan rawa-rawa yang sangat cocok untuk perkebunan kelapa hybrida, itulah sebabnya Kabupaten Indragiri Hilir berperan sebagai lumbung kelapa di Provinsi Riau bahkan di Indonesia. Posisi Indragiri Hilir yang strategis memainkan peranan penting untuk perkembangan daerah dimasa depan karena daerah ini didukung oleh 2 pelabuhan laut yang diperuntukkan bagi aktifitas ekspor lintas batas yaitu Pelabuhan Sungai Guntung dan Kuala Enok.

4.

RUANG LINGKUP RENCANA


1. Lingkup Kawasan Rencana

Kegiatan Penyusunan RTBL Kawasan Pelabuhan Parit 21, Tembilahan, Kab. Indragiri Hilir, Provinsi Riau ini dilaksanakan di Kab. Indragiri Hilir, dengan ketentuan bahwa Instansi Teknis Kota/Kabupaten bersangkutan dan Instansi Teknis Provinsi merupakan Tim Teknis dan Narasumber bagi Pelaksana dalam melakukan kegiatannya. Pelaksana dapat melakukan kegiatan

penyusunan RTBL ini di tempat sesuai dengan kota/kabupaten kedudukannya, dan tetap melakukan koordinasi dengan Pemberi Tugas yaitu Satuan Kerja Non-Vertikal Tertentu Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Riau.

2.

Lingkup Subtansi

Lingkup pekerjaan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, meliputi: 1. Pendataan Data yang dikumpulkan adalah segala jenis informasi yang diperlukan untuk melakukan analisis kawasan dan wilayah sekitarnya. Dari hasil pendataan ini akan diperoleh identifikasi kawasan dari segi fisik, sosial, budaya, dan ekonomi, serta identifikasi atas kondisi di wilayah sekitarnya yang berpengaruh pada kawasan perencanaan.

2. Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan Analisis adalah penguraian atau pengkajian atas data yang telah berhasil dikumpulkan. Analisis dilakukan secara berjenjang dari tingkat kota; tingkat wilayah sekitar kawasan; sampai pada tingkat kawasan, dengan komponen analisis: sosialkependudukan, prospek pertumbuhan ekonomi, daya dukung fisik dan lingkungan, aspek legal konsolidasi lahan, daya dukung prasarana dan fasilitas, kajian aspek historis. Dari hasil analisis ini akan diperoleh arahan solusi atau konsep perencanaan atas permasalahan yang telah diidentifikasikan pada tahap pendataan.

3. Penyususnan Konsep Program dan Lingkungan

Hasil tahapan analisis program bangunan dan lingkungan akan memuat gambaran dasar penataan pada lahan perencanaan yang akan ditindaklanjuti dengan penyusunan konsep dasar perancangan tata bangunan yang merupakan visi pengembangan kawasan. Penetapan konsep disesuaikan dengan karakter wilayah kajian dan hasil analisis.

4. Penyusunan Rencana Umum dan Panduan Rancangan Rencana umum dan panduan rancangan merupakan ketentuan tata bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan yang bersifat lebih detail dan bersifat sebagai panduan atau arahan pengembangan. Panduan rancangan bersifat melengkapi dan menjelaskan secara lebih rinci rencana umum yang telah ditetapkan sebelumnya, meliputi ketentuan dasar implementasi rancangan dan prinsip-prinsip pengembangan rancangan kawasan.

5. Penyusunan Rencana Investasi Rencana Investasi disusun berdasarkan dokumen RTBL yang memperhitungkan kebutuhan nyata para pemangku kepentingan dalam proses pengendalian investasi dan pembiayaan dalam penataan lingkungan/kawasan. Rencana ini menjadi rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk menghitung kelayakan investasi dan besaran biaya suatu program penataan, ataupun sekaligus menjadi tolak ukur keberhasilan investasi.Secara umum rencana investasi mengatur tentang besaran biaya yang dikeluarkan dalam suatu program penataan kawasan dalam suatu kurun waktu tertentu, tahapan pengembangan, serta peran dari masing-masing pemangku kepentingan.

6. Penyusunan Ketentuan Pengendalian Rencana

Ketentuan Pengendalian Rencana bertujuan untuk mengendalikan berbagai rencana kerja, program kerja maupun kelembagaan kerja pada masa pemberlakuan aturan dalam RTBL dan pelaksanaan penataan suatu kawasan, dan mengatur pertanggungjawaban semua pihak yang terlibat dalam mewujudkan RTBL pada tahap pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan. Ketentuan pengendalian rencana disusun sebagai bagian proses penyusunan RTBL yang melibatkan masyarakat, baik secara langsung (individu) maupun secara tidak langsung melalui pihak yang dianggap dapat mewakili (misalnya Dewan Kelurahan, Badan Keswadayaan Masyarakat/BKM dan Forum Rembug Desa). Ketentuan Pengendalian Rencana menjadi alat mobilisasi peran masing-masing pemangku kepentingan pada masa pelaksanaan atau masa pemberlakuan RTBL sesuai dengan kapasitasnya dalam suatu sistem yang disepakati bersama, dan berlaku sebagai rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk mengukur tingkat keberhasilan kesinambungan pentahapan pelaksanaan pembangunan. 7. Penyusunan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan Pedoman pengendalian pelaksanaan dimaksudkan untuk mengarahkan perwujudan pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan/kawasan yang berdasarkan dokumen RTBL, dan memandu pengelolaan kawasan agar dapat berkualitas, meningkat, dan berkelanjutan. Pengendalian pelaksanaan dilakukan oleh dinas teknis setempat atau unit pengelola teknis/UPT/badan tertentu sesuai kewenangan yang ditetapkan oleh kelembagaan pemrakarsa penyusunan RTBL atau dapat ditetapkan kemudian berdasarkan kesepakatan para pemangku kepentingan. Pedoman pengendalian pelaksanaan dapat ditetapkan dan berupa dokumen terpisah tetapi merupakan satu kesatuan dengan dokumen RTBL, berdasarkan kesepakatan para pemangku kepentingan, setelah mempertimbangkan kebutuhan tingkat kompleksitasnya.

5.

METODOLOGI PENDEKATAN

Sebagaimana diketahui bahwa RTBL adalah jembatan antara tata ruang detail sistem bangunan. Jadi RTBL merupakan kelanjutan dari Rencana Tata Ruang, oleh karena itu RTBL akan berorientasi pada Rencana Tata Ruang Kota yang telah dibuat sebelumnya. Selain itu RTBL juga berfungsi untuk melihat sejauh mana pelaksanaan Rencana Tata Ruang tersebut diimplementasikan di lapangan.Hal ini dilakukan untuk mrncapai keterpaduan antara teori yang ada, aturan yang telah diberlakukan, rencana pengembangan kawasan yang telah disusun serta pengembangan di lapangan. Secara khusus pendekatan perencanaan RTBL ini mencakup 3 aspek, yaitu kualitas fungsional, kualitas visual dan kualitas lingkungan. a. Tahap Persiapan 1. Melakukan pendalaman pemahaman akan lingkup pekerjaan dan lingkup tugas sesuai Kerangka Acuan Kerja (KAK); 2. Melakukan telaah/ kajian materi dan lingkup permasalahan dalam penyelenggaraan bangunan dan lingkungan, dalam lingkup kondisi saat ini dan potensi permasalahan yang timbul; 3. Menyusun kerangka kerja langkah-langkah penanganan tugas secara keseluruhan dan pentahapan pelaporan.

b. Tahap Survei dan Analisis 1. Melakukan kajian kepustakaan, peraturan perundangan, standar dan pedoman teknis terkait dengan peraturan penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk didalamnya peraturan-peraturan yang sudah ada, maupun komparasi dari peraturan sejenis dari luar negeri; 2. Pelaksanaan survey dan pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber yang diharapkan memperkaya masukan akademis maupun komparasi dari sumber data lainnya. 3. Identifikasi permasalahan-permasalahan, inventarisasi data primer dan sekunder, identifikasi dan tabulasi potensi dan hambatan terkait; 4. Analisis atas permasalahan.

c. Tahap Penyusunan Pedoman Teknis

Tahap penyusunan pedoman teknis penyusunan RTBL dapat dilihat dalam table di bawah ini:

1.

Diagram Metodologi Penyusunan RTBL Sumber: Analisis, 2010

1.

BAB II PEMAHAMAN RTBL

1.

PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN RTBL


1. Pengertian Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Rencana tata ruang yang merupakan rencana pemanfaatan ruang kota disusun untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan serta menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka penyusunan pengendalian program-program pembangunan kota dalam jangka panjang. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah ditetapkan bahwa pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dititikberatkan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu. Pemerintah Daerah adalah pelaksana utama pembangunan, termasuk melaksanakan penataan ruang kota yang mencakup perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. RTBL mempunyai pengertian yang bermacam-macam, diantaranya adalah: 1. RTBL adalah rencana teknik dan program tata bangunan serta pedoman pengendalian pembangunan, sebagai salah satu alat pengendalian pemanfaatan ruang yang diberlakukan secara khusus pada bangunan atau kelompok bangunan pada suatu lingkungan/kawasan. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bangunan Khusus (PBK). 2. RTBL merupakan suatu rencana yang didalamnya menuangkan beberapa panduan rancang bangun (design guidance) suatu lingkungan bangunan, untuk mengendalikan suatu koridor tertentu dalam rangka menciptakan dan mengendalikan wujud struktural pemanfaatan ruang kota dan dilengkapi dengan pedoman penataan yang bersifat lebih detail seperti pengendalian terhadap ketinggian bangunan, jarak antar bangunan, garis langit dan sebagainya. 3. RTBL adalah rencana yang memberikan rancangan spesifik pada bangunan dan lingkungan pada kawasan perencanaan yang memuat rencana detail dan rencana pengelolaannya, sehingga secara teknis akan siap dijadikan pegangan pokok bagi pelaksanaan pembangunan dan menjadi instrumen pengendalian bagi Pemerintahan Daerah, pihak swasta dan masyarakat dalam pembangunan kota.

4. RTBL adalah suatu dokumen yang memuat penetapan penggunaan lahan, bangunan di dalam maupun di luar kapling, blok, lengkap dengan intensitas dan kapasitasnya secara detail, terperinci serta rencana utilitas lingkungan, wujud bangunan dan ruang terbuka. Dokumen ini merupakan landasan bagi pemberian IMB. Inti dari perencanaan tata ruang kota adalah untuk mengatur penggunaan ruang. Kriteria perencanaan kota berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Dua Pedoman Bidang Penataan Ruang, yaitu: 1. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan mempunyai wilayah perencanaan yang mencakup sebagian atau seluruh kawasan tertentu yang dapat merupakan satu atau beberapa unit lingkungan perencanaan. 2. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan berisi tentang rumusan rencana tapak pemanfaatan ruang kota, pra rencana teknik jaringan utilitas, pra rencana teknik jaringan jalan, pra rencana teknik bangunan gedung, pra rencana teknik bukan bangunan gedung dan ruang terbuka beserta rencana indikasi proyek. Berikut ini adalah penjabaran dari masing-masing rumusan rencana tersebut yang menjelaskan kedalaman materi, yaitu : a. Rencana tapak pemanfaatan ruang, mencakup rumusan geometrik tata letak bangunan dan bangunan pada setiap blok peruntukan dan jaringan pergerakan serta utilitas b. Pra rencana pola dan konstruksi jaringan jalan, mencakup arahan geometrik pra detail kerekayasaan jaringan jalan untuk setiap ruas jalan yang digambarkan secara terinci bagi setiap jenis jalan dan kelas jalan. c. Pra rencana bentuk dan konstruksi jaringan utilitas, mencakup arahan geometrik pra detail kerekayasaan jaringan air bersih, jaringan air kotor, jaringan gas, jaringan listrik, jaringan telephone pada setiap blok peruntukan. d. Pra rencana bentuk dan konstruksi bangunan gedung, mencakup arahan geometrik pra detail kerekayasaan bangunan gedung untuk setiap blok peruntukan yang digambarkan secara rinci bagi setiap bangunan. e. Pra rencana bentuk dan konstruksi bangunan bukan gedung, mencakup arahan geometrik pra detail kerekayasaan bangunan bukan gedung untuk setiap blok peruntukan yang digambarkan secara terinci bagi setiap bangunan.

2.

Kedudukan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan dapat memberikan suatu kebijaksanaan khusus yang perlu diambil untuk memberikan kejelasan rencana secara teknis, dimana cakupan wilayahnya lebih spesifik dan mendetail daripada rencanarencana tata ruang yang lain seperti RDTRK maupun RTRW. Dengan kata lain RTBL merupakan penjabaran dari rencanarencana tersebut. Namun RTBL dapat disusun tanpa mengikuti hirarki rencana tata ruang seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 tahun 1987 dimana penyusunannya disesuaikan menurut kebutuhan dan kepentingan dengan syarat harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri. RTBL sebagai dokumen yang mempunyai konsep atau strategi umum untuk menangani atau mengendalikan bentuk pola atau tata bangunan, memiliki konsep dasar, yaitu konsep peruntukan lahan, konsep kebutuhan bangunan dan lingkungan, konsep sirkulasi (antar lingkungan dan bangunan) untuk kendaraan, pejalan kaki dan parkir, konsep ruang terbuka hijau, serta konsep bangunan dan lingkungan. Sehingga laporan ini lebih bersifat detail pada bentuk persil dari tiap-tiap bangunan yang ada.

2. 1. Diagram Kedudukan RTBL dalam Rencana Tata Ruang Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007

RTBL sebagai dokumen yang mempunyai konsep atau strategi umum untuk menangani atau mengendalikan bentuk pola atau tata bangunan, memiliki konsep dasar, yaitu konsep peruntukan lahan, konsep kebutuhan bangunan dan lingkungan, konsep sirkulasi (antar lingkungan dan bangunan) untuk kendaraan, pejalan kaki dan parkir, konsep ruang terbuka hijau, serta konsep bangunan dan lingkungan. Sehingga laporan ini lebih bersifat detail pada bentuk persil dari tiap-tiap bangunan yang ada.

2.

PENDEKATAN PERENCANAAN RTBL

RTBL adalah jembatan antara tata ruang dengan detail desain bangunan. Jadi RTBL merupakan kelanjutan dari rencana tata ruang, maka RTBL akan berpayung pada rencana tata ruang yang telah dibuat sebelumnya. Selain RTBL juga berfungsi untuk melihat sejauh mana pelaksanaan rencana tata ruang tersebut diimplementasikan di lapangan.Hal ini dilakukan untuk mencapai keterpaduan antara teori yang ada, aturan yang telah diberlakukan, rencana pengembangan kawasan yang telah disusun serta perkembangannya di lapangan.Secara khusus pendekatan perencanaan RTBL ini mencakup 3 aspek, yaitu kualitas fungsional, kualitas visual dan kualitas lingkungan (lingkungan fisik dan lingkungan sosial).

1.

Pendekatan Kualitas Fungsional

Secara garis besar penyusunan RTBL ini menitikberatkan pada suatu usaha merumuskan strategi secara konseptual penataan ruang dua dimensi dan tiga dimensi.Pengembangan konsep tata ruang dua dimensi merupakan suatu strategi peningkatan kualitas fungsional kawasan perencanaan yang dipergunakan sebagai landasan kebijaksanaan dalam menentukan langkah-langkah pelaksanaannya.

Aspek-aspek yang tercakup dalam peningkatan kualitas fungsional antara lain rencana pengembangan kegiatan, penggunaan lahan, sistem transportasi, intensitas pemanfaatan lahan, intensitas kegiatan dan penggunaan lahan, struktur ruang kawasan, sistem transportasi dan pergerakkan (linkage sistem yang meliputi jalan, parkir, intermoda, dll)

2.

Pendekatan Kualitas Visual

Pengembangan tata ruang tiga dimensi merupakan tindak lanjut dari perencanaan dua dimensi yang mencakup pola tata bangunan dan lingkungan. Aspek-aspek yang terkait dengan peningkatan kualitas visual antara lain arsitektur bangunan, ruang terbuka hijau, pengaturan building set back, streetscape dan street furniture. Kajian terhadap aspek perancangan kota menyangkut elemen-elemen pembentuk ruang kota antara lain jalur pedestrian, open space, landmark, vista, vegetasi, dan signage. Aspek-aspek yang terkait dengan tata bangunan mencakup bentuk massa bangunan, ketinggian bangunan, jarak antar bangunan (kepadatan bangunan), arsitektur bangunan dan struktur serta utilitas bangunan. Disamping itu juga menyangkut aspek non fisik yang meliputi dampak sosiologi, psikologi, dan ekonomi.Dalam kerangka yang lebih sempit kajian tentang tata bangunan juga mencakup aspek orientasi, sirkulasi udara, sinar matahari, view, teksture, resapan air dan topografi. Untuk mencapai misi pengembangan kawasan, maka disusun rencana tata bangunan dan lingkungan dengan memperhatikan: 1. Aspek Tema Dalam kaitannya dengan produk akhir yang dihasilkan dimana kawasan perencanaan akan memiliki karakter yang khusus dibandingkan dengan kawasan kota lainnya, maka aspek tema menjadi sangat penting. Aspek tema ini selanjutnya akan mempengaruhi bentuk-bentuk arsitektur bangunan yang akan direncanakan.

2. Aspek Fungsi Setelah menentukan tema selanjutnya direncanakan fungsi-fungsi yang akan dikembangkan di dalamnya. Fungsi-fungsi tersebut dikelompokkan pada fungsi yang lebih mikro (spesifik) misalnya toko kain, toko elektronik, toke; plastik, dan sebagainya. 3. Aspek Budaya dan Teknologi Pendekatan budaya dilakukan untuk menyesuaikan kebiasaan masyarakat setempat.Hal ini dimaksudkan agar setiap komponen yang akan direncanakan dapat berfungsi secara optimal. Selain itu dengan mengetahui kebiasaan masyarakat akan dapat ditentukan jenis komponen-komponen yang diperlukan. Pendekatan teknologi juga penting untuk memastikan bahwa sistem konstruksi yang direncanakan sesuai dengan kondisi alam kawasan perencanaan seperti klimatologis, topografi, hidrotogi, dan sebagainya.

3.

Pendekatan Kualitas Lingkungan

Pendekatan kualitas lingkungan menyangkut lingkungan fisik dan lingkungan non fisk. Aspek-aspek yang terkait dengan peningkatan kualitas lingkungan fisik antara lain kondisi fisik alam (topografi, klimatologi, hidrologi, geologi, dan sebagainya). Sedangkan aspek-aspek yang terkait dengan peningkatan kualitas lingkungan non fisik meliputi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Kajian sosial ekonomi masyarakat lebih dititikberatkan pada pola sosial ekonomi masyarakat dalam kawasan perencanaan pada khususnya dan wilayah studi pada umumnya. Hat ini merupakan dasar bagi pengembangan ruang yang terkait dengan

kemampuan sosial-ekonomi masyarakat (misalnya kemampuan investasi masyarakat untuk rnembangun, kebutuhan ruang sosial yang sesuai dengan pola hidup masyarakat).

3.

DASAR HUKUM

Penyusunan Dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didasarkan pada: 1. UU RI NO. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman 2. UU RI NO. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya 3. UU RI NO. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang 4. UU RI NO. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup 5. UU RI NO. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 6. UU RI NO. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang no 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. 8. Peraturab Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang no 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 9. Peraturan Menteri PU No. 29/PRT/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung 10. Peraturan Menteri PU No. 30/PRT/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan. 11. Peraturan Menteri PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. 12. Permen PU No. 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan perkotaan. 13. Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan. 14. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

15. Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Tembilahan tahun 2005-2014.

4.

RUANG LINGKUP RTBL


1. Ruang Lingkup Materi

Batasan materi dalam penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan adalah tetap mengacu pada kebijaksanaan tata ruang yang lebih tinggi yaitu RTRW, RUTRK, RDTRK, RTRK dan produk rencana yang ada, akan tetapi harus dikaji kesesuaiannya dengan prospek pengembangan wilayah perencanaan. Lebih rinci muatan materi yang akan dibahas di dalam kegiatan penyusunan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahanadalah: 1. Identifikasi karakteristik Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan, yang meliputi: a. Mengetahui tata guna lahan sepanjang Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan berdasarkan fungsi guna lahan dan perpetakan bangunan. b. Mengetahui intensitas pembangunan dengan mengetahui:

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dengan cara menghitung luas lahan dan luas bangunan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dengan cara menghitung jumlah lantai, luas lantai keseluruhan, luas kapling Garis Sempadan Bangunan (GSB) dengan cara menghitung jarak muka bangunan dengan as jalan Garis Muka Bangunan (GMB) dengan cara menghitung jarak muka bangunan dengan pagar Garis Sempadan Samping Bangunan (GSsB) dengan cara menghitung jarak bangunan dengan kapling Garis Sempadan Belakang Bangunan (GSbB) dengan cara menghitung jarak bangunan belakang dengan kapling Fisik bangunan dengan cara mengetahui tampilan bangunan yaitu dilihat dari fasade bangunan, mengetahui kesan bangunan dan lingkunagan, sifat dan kondisi bangunan, bentuk estetika dan struktur bangunan.

c. Mengetahui sirkulasi di sepanjang Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan baik sirkulasi kendaraan maupun sirkulasi pejalan kaki. Untuk sirkulasi kendaraan dengan cara mengetahui laju harian rata-rata (LHR) kendaraan, volume kendaraan, arah lalu lintas, dan moda yang melalui koridor jalan. Sedangkan untuk sirkulasi pejalan kaki dengan cara mengetahui laju harian rata-rata (LHR) pejalan kaki, volume pejalan kaki, arah pejalan kaki, penyediaan pedestrian yang berupa trotoar, ukuran dan kapasitas trotoar. d. Mengetahui tempat parkir dengan cara mengetahui peletakan parkir, kapasitas parkir, elemen- elemen parkir, bangkitan dan tarikan. e. Mengetahui tempat penyebrangan yang ada disepanjang Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan seperti zebra cross. f. Mengetahui karakter jalan sepanjang koridor dengan cara mengetahui geometrik jalan (Rumaja, Rumija, Ruwisja), panjang jalan, hirarki jalan, jalur dan lajur, median jalan, marka jalan, dan persimpangan. g. Mengetahui unsur-unsur penunjang bangunan dan lingkungan yang ada di sepanjang Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan, meliputi signage, penghijauan dan street furniture(halte, penerangan jalan, bis surat, boks telepon, PKL, tempat sampah, rambu-rambu lalu lintas, traffict light). h. Mengetahui Ruang Terbuka Hijau yang ada di sepanjang Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan, baik itu di dalam tapak maupun di luar tapak. i. Mengetahui jaringan utilitas yang masih ada di sepanjang Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan. Utilitas yang perlu diketahui adalah:

Jaringan Listrik; yang terdiri dari seluruh jaringan kabel listrik, lokasi gardu induk, lokasi tiang listrik, jarak antar tiang, jumlah tiang. Jaringan air bersih; yang terdiri dari Jaringan pipa, lokasi menara penampungan, lokasi hydran umum, lokasi hydran kebakaran, lokasi kran umum.

Jaringan telepon; yang terdiri dari seluruh jaringan kabel telpon, lokasi tiang, jarak antar tiang Jaringan drainase; lokasi saluran, hirarki saluran, bentuk saluran 1. Konsep Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang digunakan sepanjang Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan terdiri dari: a. Konsep Rencana Penggunaan Lahan di Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan

b. Konsep Rencana Perpetakan Lahan di Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan c. Konsep Rencana Intensitas Pembangunan d. Konsep Rencana bangunan dan lingkungan e. Konsep Rencana Sirkulasi dan Linkage Sistem f. Konsep Rencana Street Furniture g. Konsep Rencana Ruang Terbuka Hijau h. Konsep Rencana Penataan Jaringan Utilitas di Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan i. Konsep Pengembangan Wilayah 3. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang digunakan sepanjang Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan terdiri dari: a. Rencana Penggunaan Lahan di Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan b. Rencana Perpetakan Lahan di Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan c. Rencana Intensitas Pembangunan d. Rencana bangunan dan lingkungan e. Rencana Sirkulasi dan Linkage Sistem f. Rencana Street Furniture g. Rencana Ruang Terbuka Hijau h. Rencana Penataan Jaringan Utilitas di Kawasan Pelabuhan Parit 21 Tembilahan i. Rencana Program-program pembangunan

BAB III IDENTIFIKASI WILAYAH

1.

KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

VISI Berdasarkan kondisi masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir saat ini, tantangan yang dihadapi dalam 20 tahun mendatang serta dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir dan amanat pembangunan Kabupaten Indragiri Hilir adalah menjadikan : INDRAGIRI HILIR BERJAYA DAN GEMILANG TAHUN 2025 Keberhasilan Kabupaten Indragiri Hilir dalam mengembangkan wilayahnya yang memiliki kekhasan sebagai wilayah pasang surut dan bergambut, menjadi sebuah wilayah yang telah berkembang, maju, dan terbuka adalah merupakan bukti bahwa di wilayah lahan marginal telah dapat diwujudkan suatu kehidupan yang menjadikan bagi masa depan daerah dan masyarakat yang setara dengan daerah-daerah lainnya yang sifat lahan wilayahnya jauh lebih berpotensial. Tingkat kemajuan yang akan dicapai oleh Kabupaten Indragiri Hilir, dapat diukur dengan menggunakan ukuran-ukuran yang lazim digunakan dalam melihat tingkat kemakmuran yang tercermin dari pada tingkat pendapatan dan distribusinya dalam masyarakat. Semakin tinggi pendapatan yang diperoleh masyarakat dan semakin meratanya distribusinya pendapatan tersebut dalam masyarakat, maka akan semakin maju tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Demikian pula dari sisi mutu sumberdaya manusianya dengan menggunakan indikator sosial budaya yang dapat dilihat dari tingkat penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang tercermin melalui tingkat pendidikan masyarakat terendah, dan budaya masyarakat, sedangkan untuk derajat kesehatan masyarakat dilihat dari angka harapan hidup yang semakin panjang. Disamping indikator - indikator ekonomi dan sosial budaya tersebut, juga indikator politik, hukum, keamanan dan ketertiban adalah merupakan sesuatu yang mutlak untuk dapat dijadikan indikator dalam mengukur kemajuan daerah. Suatu kemajuan yang hebat (gemilang) akan dapat dicapai melalui pengelolaan yang lebih baik terhadap sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan pembangunan yang bersinergi, sistematis dan konseptual antara kesejahteraan masyarakat, memperkuat

struktur perekonomian daerah, penyelenggaraan pemerintah dan kehidupan politik yang semakin berkualitas dan berkembangnya tatanan sosial dan budaya masyarakat.

MISI Dalam rangka mewujudkan visi tersebut diatas, maka akan ditempuh melalui misi sebagai berikut: 1. Mewujudkan daya saing daerah: adalah memperkuat perekonomian daerah yang berbasis pada potensi dan keunggulan daerah, meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan kekayan sumberdaya alam secara efisien dan efektif dengan tetap memegang prinsipprinsip keberlanjutan (sustainable) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang mampu menguasai IPTEK dengan tetap memiliki nilai-nilai moral religius dan kultural, pembangunan infrastruktur yang maju dan mampu diakses secara merata. 2. Mewujudkan suasana kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan pemerintah yang demoktratis: adalah menjadikan suasana kemasyarakatan dan penyelenggaraan pemerintah yang dinamis sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila dan konsitusi negara dalam koridor NKRI, semakin mantapnya kelembagaan politik, masyarakat fan kebudayaan, semakin dinamisnya komunikasi dan interaksi antara masyarakat dan pemerintah dalam mempaerjuangkan dan mewujudkan kepentingan publik yang lebih luas, serta semakin berkembangnya dengan mantap dan mapannya suasanan kehidupan yang menjunjung hukum dan perwujudan penegakan hukum yang adil, konsisten, serta tindak diskriminasi. 3. Mewujudkan pemerataaan pembangunan dan hasil-hasilnya: adalah agar seluruh wilayah Kabupaten Indragiri hilir dan seluruh kelompok masyarakat dapat berkembang, maju dan sejahtera secara bersama-sama tanpa ada yang tertinggal ataupun ditinggalkan, keberpihakan pembangunan kepada kelompok rentan harus menjadi prioritas, berkembangnya aksesbilitas di seluruh wilayah, dan menjangkau ke seluruh wilayah dan kelompok masyarakat, serta hilangnya diskriminasi termasuk gender. 4. Mewujudkan suasana aman, dama, dan harmonis yang bermoral beretika dan berbudaya: adalah dengan menciptakan keadaan kondusif yang pada berbagai aspek seperti asepek ekonomi, sosial budaya dan politik sebagai daerah yang pada awalnya memiliki tingkat heterogenitas namun telah melebur dalam satu nilai kurtural yang dijunjung secara bersama yakni melayu maka harmonisasi dalam kehidupan masyarakat yang telah terwujud harus dapat dipertahankan terus dan dikembangkan agar mampu menjadi filter

yang handal untuk menangkal masuknya nilai-nilai asingyang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada dan mengakomodir nilai-nilai yang mampu membawa perubahan masyarakat pada kondisi yang lebih baik dan lebih sejahtera. 5. Mewujudkan daerah yang memiliki peran penting pada tingkat regional nasional dan internasional: adalah merupakan upaya untuk menjadikan Kabupaten Indragiri Hilir sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem kenergaraan dan sistem sosial, ekonomi, dan kebudayaan pada tataran regional nasional dan internasional sehingga perlu semakin dimantapkan infentitas dan integrasi yang dapat menjadikan kebanggaan tersendiri sebagai masyarakat indragiri hilir, mendorong meningkatkan dan mengembangkan kerjasama yang saling menguntungkan di berbagai dengan berbagai pihak di dalam maupun di luar daerah pada skala regional, nasional dan internasional. 1. Geografis

1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir resmi menjadi Daerah Tingkat II berdasarkan Undang-undang No. 6 Tahun 1965 tanggal 14 Juni 1965 (LN RI No. 49). Daerah ini terletak dibagian selatan Propinsi Riau dengan luas wilayah 18.812,97 Km2 yang terdiri dari luas daratan 11.605,97 km2, luas perairan laut 7.207 Km2 dan luas perairan umum 888,97 Km2 dan laut 6.318 km2 serta memiliki garis pantai sepanjang 339,5 Km dalam posisi:

0,36' Lintang Utara 1,07' Lintang Selatan 104,10' Bujur Timur 102,30' Bujur Timur

3. 1. Peta Administratif Kabupaten Indragiri Hilir Sumber: RDTRK Tembilahan 2004

Dengan batas-batas wilayah Kabupaten Indragiri Hilir sebagai berikut:


Sebelah Utara berbatas dengan Kabupaten Pelalawan. Sebelah Selatan berbatas dengan Kab. Tanjung Jabung Prop. Jambi. Sebelah Barat berbatas dengan Kabupaten Indragiri Hulu. Sebelah Timur berbatas dengan Propinsi Kepulauan Riau.

2. Fisiografi Sebagian besar dari luas wilayah atau 93,31% daerah Kabupaten Indragiri Hilir merupakan daerah dataran rendah, yaitu daerah endapan sungai, daerah rawa dengan tanah gambut (peat), daerah hutan payau (mangrove) dan terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil dengan luas lebih kurang 1.082.953,06 hektar dengan rata-rata ketinggian lebih kurang 0-3 Meter dari permukaan laut. Sedangkan sebagian kecilnya 6,69% berupa daerah berbukit-bukit dengan ketinggian rata-rata 6-35 meter dari permukaan laut yang terdapat dibagian selatan Sungai Reteh Kecamatan Keritang, yang berbatasan dengan Propinsi Jambi . Dengan ketinggian tersebut, maka pada umumnya daerah ini dipengaruhi oleh pasang surut, apalagi bila diperhatikan fisiografinya dimana tanah-tanah tersebut terbelah-belah oleh beberapa sungai, terusan, sehingga membentuk gugusan pulau-pulau. Sungai yang terbesar di daerah ini adalah Sungai Indragiri Hilir yang berhulu di penggunungan Bukit Barisan (Danau Singkarak), sungai Indragiri mempunyai tiga muara ke Selat Berhala, yaitu di Desa sungai Belu, Desa Perigi Raja dan Kuala Enok.

Sedangkan sungai-sungai lainnya adalah: Sungai Guntung, Sungai kateman, Sungai Danai, Sungai Gaung, Sungai Anak Serka, Sungai Batang Tuaka, Sungai Enok, Sungai Batang, Sungai Gangsal, yang hulunya bercabang tiga yaitu Sungai Gangsal, Sungai Keritang, Sungai Reteh, Sungai Terap, Sungai Mandah, Sungai Igal, Sungai Pelanduk, Sungai Bantaian, dan sungai Batang Tumu.Pulau-pulau yang terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir pada umumnya telah di diami penduduk dan sebagian diusahakan penduduk untuk dijadikan kebun-kebun kelapa, persawahan pasang surut, kebun sagu dan lain sebagainya. Gugusan pulau tersebut meliputi : Pulau Kateman, Pulau Burung, Pulau Pisang, Pulau Bakong, Pulau Air Tawar, Pulau Pucung, Pulau Ruku, Pulau Mas, Pulau Nyiur dan pulau-pulau kecil lainnya. Disamping gugusan pulau tersebut maka terdapat pula selat-selat/terusan kecil seperti: Selat/Terusan Kempas, Selat/Terusan Batang. Selat/Terusan Concong.Selat/Terusan Perawang, Selat/Terusan Patah Parang, Selat/Terusan Sungai Kerang, dan Selat/Terusan Tekulai. Selain selat/terusan alam terdapat pula terusan buatan antara lain : Terusan Beringin, Terusan Igal, dan lain-lain Selain itu di daerah ini juga terdapat danau dan tanjung yakni Danau Gaung, Danau Danai dan Danau Kateman, sedangkan tanjung yang ada di Indragiri Hilir adalah Tanjung Datuk dan Tanjung Bakung.

3. Tanah Pada umumnya struktur tanah di Kabupaten Indragiri Hilir terdiri atas tanah Organosol (Histosil), yaitu tanah gambut yang banyak mengandung bahan organik.Tanah ini dominan di Wilayah Indragiri Hilir terutama daratan rendah diantara aliran sungai.Sedangkan disepanjang aliran sungai umumnya terdapat formasi tanggul alam natural river leves yang terdiri dari tanah-tanah Alluvial (Entisol) dan Gleihumus (Inceptisol).

1. 2. 3. 1. KECAMATAN 1. Keritang 2. Reteh 3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 10. Gaung 11. Mandah 12. Kateman 07M 59,112 55,374 88,086 72,156 67,192 37,799 105,568 105,025 61,275 7 25 M 8,979 Ketinggian Tempat di Kabupaten Indragiri Hilir 25 100M 17,851 100 500 M 20,951 JUMLAH 106,893 55,374 88,086 72,156 67,192 37,799 105,568 105,025 61,275

102,174 147,924 211,311

102,174 147,924 211,311

Kab. Inhil (Ha) %

1.195,88 95,88

8,979 0,77

17,851 1,54

20,951 1,81

1.160,597 100,00

Sumber: Kantor Bappeda Kab. Indragiri Hilir tahun 1997

4. Vegetasi Vegetasi alami dari daerah tanah-tanah organosol, alluvial dan gleihumus adalah hutan pematang, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan pasang surat, penggunaan lahan untuk hutan lebat, belukar dan sejenisnya pada tahun 1994 seluas 841.242 hektar. Luas areal perkebunan meningkat dari 379.760 hektar menjadi 464.802 hektar atau meningkat 8,50% dibandingkan dengan periode sebelumnya sedangkan total produksi hasil perkebunan juga mengalami peningkatan dari 283.266 ton menjadi 416.690 ton naik sebesar 133.424 ton atau 13,34%. 5. Iklim Topograpi daerah Indragiri Hilir terdiri dari daratan dan perairan yang beriklim tropis basah, curah hujan tertinggi 1300 mm, hujan turun antara bulan oktober sampai maret setiap tahunnya. Sedangkan musim kemarau kadang-kadang hujan tidak turun selama 3 (tiga) bulan lamanya.Sehingga menimbulkan kesulitan air bersih, pengairan dan sebagainya. Angin yang bertiup sepanjang tahun adalah angin utara dan angin selatan. Pada waktu musim angin utara terjadi musim gelombang, serta air pasang yang cukup tinggi, yang membawa air laut berkadar garam kehulu sungai, sehingga membawa pengaruh terhadap tingkat kesuburan bagi tanam-tanaman tertentu yang tidak tahan terhadap kadar air dengan tingkat keasinan tinggi.

6. Pengairan Secara geografis wilayah Kabupaten Indragiri Hilir memiliki potensi perairan laut dan perairan umum yang cukup luas serta daratan yang dapat dikembangkan usaha budidaya perikanan, berpeluang bagi Investor untuk menanamkan investasi baik dibidang penangkapan khususnya di perairan lepas pantai dan dibidang budidaya perikanan (tambak, keramba, budidaya kerang anadara dan kolam).

2.

Peta Kondisi Tanah Kabupaten Indragiri Hilir

Sumber: RDTRK Tembilahan 2004

Disamping sungai-sungai dan selat di Kabupaten Indragiri Hilir banyak terdapat parit-parit baik keberadaannya secara proses alami atau yang dibuat manusia dimana sebagian besar berfungsi sebagai drainase pengairan dan transportasi bagi masyarakat. Sehingga kabupaten ini disamping dikenal dengan julukan Bumi Sri Gemilang, juga dikenal dengan sebutan Negeri Seribu Parit.

7. Jarak Ibukota Kabupaten dengan Ibukota Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir 2. Jarak Ibukota Kabupaten dengan IbukotaKecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir IBUKOTA KABUPATEN TEMBILAHAN IBUKOTA KECAMATAN Kota Baru Selesen Pulau Kijang Enok Kuala Enok Sapat Tembilahan Tembilahan Hulu Sungai Salak JARAK LURUS (KM) 165 175 101 88 53 23 0 1 40

Sungai Piring Teluk Pinang Kuala Lahang Khairiah Mandah Sungai Guntung Pulau Burung Saka Rotan Pelangiran Concong Harapan Tani Benteng

22 65 75 97 168 170 165 160 18 15 85

Sumber: BPS Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka 2. Penduduk

Kabupaten Indragiri Hilir ibaratnya Indonesia Mini, tempat bermukimnya berbagai suku bangsa, diantaranya populasi dengan jumlah yang cukup besar adalah suku Melayu, suku Bugis/Makasar, dan Banjar.Suku Melayu merupakan penduduk yang telah lama bermukim di daerah ini, kemudian dalam perjalanan waktu komunitas ini berassimilasi dengan komunitas lainnya yang datang kemudian. Kedatangan orang Bugis/Makasar dan Banjar berhasil bersama orang Melayu membuka perkebunan-perkebunan kelapa dan ladang-ladang padi yang luas dari hutan-hutan rawa yang sangat subur dengan

membangun parit-parit yang jumlahnya sangat banyak, sehingga Indragiri Hilir di kenal juga dengan sebutan negeri seribu parit, negeri penghasil kelapa terbesar dan sebagai lumbung padi. Suku-suku lainnya seperti Minang, Jawa, Tapanuli dan sebagainya datang sebagai pedagang, buruh dan pegawai pemerintah yang pada umumnya tinggal di kota-kota dan pasar-pasar.Semua suku bangsa yang hidup di Indragiri Hilir ini dengan budaya dan tradisinya masing-masing hidup dengan damai berdampingan.Budaya mereka saling terjaga dan perlahanlahan mulai berbaur menjadi pendukung budaya nasional. Mereka juga telah menjadi suatu generasi baru dengan cara pandang yang semakin maju dan ingin secara bersama-sama membangun tanah kelahirannya sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak tertinggal dari daerah lainnya. Masalah pendudk di Kabupaten Indragiri Hilir sama halnya seperti daerah lain di Indonesia, dimana untuk mencapai manusia yang berkualitas dengan jumlah penduduk yang tidak terkendali akan sulit tercapai. Program kependudukan yang meliputi pengendalian kelahiran, menurunkan tingkat kemaian bayi dan anak, perpanjangan usia dan harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang harus ditingkatkan. Penduduk Indragiri Hilir tahun 2006 berjumlah 647.512 jiwa yang terdiri dari 342.821 jiwa penduduk laki-laki dan 304.691 jiwa penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 113 jiwa, bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di tahun 2005 maka di kabupaten ini mengalami pertumbuhan penduduk sebesar 1,3 %, pertumbuha ini diimbangi pula dengan pertambahan jumlah rumah tangga sebanyak 3.573 rumah tangga dengan demikian maka rata-rata jiwa per rumah tangga di Kabupaten ini dari tahun 2005 ke tahun 2006 tidak mengalami perubahan, dan tetap sebesar 4 jiwa per rumah tangga. Kepadatan penduduk di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2006 sebesar 56 jiwa per km2 secara keseluruhan di kabupaten ini dari tahun 2005 ke tahun 2006 hanya mengalami pertambahan sebesar 1 jiwa per km2, akan tetapi bila dilihat pertambahan per Kecamatan maka Kecamatan Tembilahan menempati penambahan tertinggi yaitu sebesar 5 jiwa per km2 dari 315 jiwa per km2 tahun 2005 menjadi 320 jiwa per km2 tahun 2006, hal ini dikarenakan Kecamatan Tembilahan merupakan pusat Ibukota Kabupaten Indragiri Hilir.

3.

Banyaknya Desa, Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga (RMT)dan Jumlah Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2006

Kecamatan

Jumlah Desa 13 10 12

Luas (km) 543,45 407,75 880,86

Rumah Tangga LK

Penduduk PR 30.285 22.818 17.190 Jumlah 58.282 46.304 35.943

1. Keritang 2. Reteh 3. Enok

14.727 27.997 11.704 23.486 9.087 18.753

4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 10. Gaung 11. Mandah 12. Kateman 13. Kemuning 14. Tembilahan hulu 15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong 18. Concong

10 8

721,56 511,63

7.738 18.432 4.697 12.625

16.022 8.296

35.454 20.921

6 7

197,37 691,19

14.846 33.644 6.865 13.997 5.213 12.248 5.781 11.510

29.430 13.140 11.975 11.354

63.074 27.137 24.223 22.864

11 1.050,25 8 612,75

11 1.021,74 12 1.479,24 8 11 4 561,09 525,48 180,62

8.986 21.068 10.353 32.759 10.015 23.440 3.233 7.247

20.703 14.581 22.151 7.458 17.788

41.771 47.340 45.591 14.705 35.620

8.367 17.832

15 4 13

520,00 531,22 499,00

7.745 15.784 7.206 16.448 3.875 7.786

14.073 14.186 6.790

29.857 30.634 14.576

160,29

2.950

6.611

6.510

13.121

19. Kempas 20. Sungai batang Jumlah Tahun 2005

8 6

364,49 145,99

7.055 14.303 3.156 6.851

13.611 6.330

27.914 13.181 647.512 639.330

193 11.605,97 153.600 342.821 304.691 193 11.605,97 150.027 332.066 307.264

Sumber: BPS Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka 4. Kecamatan (Km) 1. Keritang 2. Reteh 3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak 543,45 407,75 880,86 721,56 511,63 197,37 691,19 1.050,25 612,75 % 4,68 3,51 7,59 6,22 4,41 1,70 5,96 9,05 5,28 58.282 46.304 35.943 35.454 20.921 63.074 27.137 24.223 22.864 Perbandingan Luas Wilayah dan Penyebaran Penduduk di Kabupaten Indragiri Hilir Luas Wilayah Penduduk

Serka 10. Gaung 11. Mandah 12. Kateman 13. Kemuning 14. Tembilahan hulu 15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong 18. Concong 19. Kempas 20. Sungai batang Jumlah 1.021,74 1.479,24 561,09 525,48 8,80 12,75 4,83 4,53 41.771 47.340 45.591 14.705

180,62 520,00 531,22

1,56 4,48 4,58

35.620 29.857 30.634

499,00 160,29 364,49 145,99 11.605,97

4,30 1,38 3,14 1,26 100,00

14.576 13.121 27.914 13.181 647.512

Sumber: BPS Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

5.

Kepadatan Penduduk Kabupaten Indragiri Hilir Dirinci per Kecamatan Tahun 2006

Kecamatan

Luas Wilayah (Km)

Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk

1. Keritang 2. Reteh 3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 10. Gaung 11. Gaung 10. Mandah 12. Kateman 13. Kemuning

543,45 407,75 880,86 721,56 511,63 197,37 691,19 1.050,25 612,75 1.021,74

58.282 46.304 35.943 35.454 20.921 63.074 27.137 24.223 22.864 41.771

107 114 41 48 41 320 39 23 37 41

1.479,24 561,09 525,48

47.340 45.591 14.705

32 81 28

14. Tembilahan hulu 15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong 18. Concong 19. Kempas 20. Sungai batang Jumlah Tahun 2005

180,62 520,00 531,22 499,00 160,29 364,49 145,99 11.605,97 11.605,97

35.620 29.857 30.634 14.576 13.121 27.914 13.181 647.512 639.330

197 57 58 29 82 77 90 56 55

Sumber: BPS Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

6. Kecamatan

Rata-rata Penduduk / Jiwa per Rumah Tangga di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 Jumlah Penduduk Rumah Tangga 14.727 11.704 Rata-rata Jiwa per Rumah Tangga 4 4

1. Keritang 2. Reteh

58.282 46.304

3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 10. Gaung 11. Mandah 12. Kateman 13. Kemuning 14. Tembilahan hulu 15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong

35.943 35.454 20.921 63.074 27.137 24.223

9.087 7.738 4.697 14.846 6.865 5.213

4 4 4 4 4 4

22.864 41.771 47.340 45.591 14.705

5.781 8.986 10.353 10.015 3.233

5 5 5 5 4

35.620 29.857 30.634

8.367 7.745 7.206

4 4 4

14.576

3.875

18. Concong 19. Concong 20. Kempas 21. Sungai batang Jumlah Tahun 2005

13.121 27.914 13.181 647.512 639.330

2.950 7.055 3.156 153.600 150.027

4 4 4 4 4

Sumber: BPS Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

3.

Sosial

Berhasil atau tidaknya pembangunan suatu bangsa banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduknya. Semakin maju pendidikan, berarti akan membawa berbagai pengaruh positif bagi masa depan berbagai bidang kehidupan. Demikian pentingnya peranan pendidikan, tidaklah mengherankan kalau pendidikan senantiasa banyak mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat. Gambaran secara umum perkembangan pendidikan di Kabupaten Indragiri Hilir sebagai berikut : Pada tahun 2006 Sekolah Dasar berjumlah 494, murid 80.951 dan guru 4.808 dengan ratio murid terhadap guru 16.84 dan murid terhadap sekolah 163.87. Data statistik pendidikan menengah bersumber pada SLTP dan SMU dilingkungan Dinas Pendidikan dan Departemen Agama Kabupaten Indragiri HIlir. Pada tahun 2006 terdapat 98 SLTP umum dan 30 SMU dengan jumlah murid SLTP 14.505 dan jumlah murid SMU 11.134 sedangkan rasio murid terhadap guru SLTP 12,81 rasio murid terhadap guru SMU 14,06. Angka-angka tersebut cukup baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pembangunan bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara merata dan murah. Dengan tujuan tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan yang baik, yang pada gilirannya memperoleh kehidupan yang sehat dan produktif. Pada yahun 2006 terdapat 1 buah rumah sakit, 23 puskesmas, 115 puskesmas pembantu, sedangkan jumlah paramedic 71 orang yang terdiri dari 6 dokter spesialis, 59 dokter umum dan 6 dokter gigi.

1. Pendidikan

7. Kecamatan SD 1. Keritang 2. Reteh 37 38 SLTP 7 11

Banyaknya Sekolah di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 Jumlah

Sekolah SMU/SMK 2 3

46 52

3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 10. Gaung 11. Mandah 12. Kateman 13. Kemuning 14. Tembilahan hulu 15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong 18. Concong 19. Kempas

34 21 22 35 32 22

6 6 3 6 2 5

2 1 1 5 2 1

42 28 26 46 36 28

21 26 47 23 18

5 5 6 4 3

2 1 1 1 1

28 32 54 28 22

16 22 20

4 7 4

2 2 -

22 31 24

17 14 19

6 2 3

2 1

25 16 23

20. Sungai batang Jumlah Tahun 2005

10 494 490

3 98 63

30 24

13 622 577

Sumber: BPS Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

8. Kecamatan SD 1. Keritang 2. Reteh 3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 6.387 4.604 4.133 3.713 2.576 8.578 4.695 2.732

Banyaknya Siswa / Pelajar di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 Sekolah SLTP 1.036 1.330 451 1.017 353 1.824 381 380 SMU/SMK 661 1.074 436 652 147 3.244 725 157 8.084 7.008 5.020 5.382 3.076 13.646 5.801 3.269 Jumlah

3.057

622

653

4.332

10. Gaung 11. Mandah 12. Kateman 13. Kemuning 14. Tembilahan hulu 15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong 18. Concong 19. Kempas 20. Sungai batang Jumlah Tahun 2005

4.862 6.441 5.519 3.438

687 478 835 171

328 490 716 214

5.877 7.409 7.070 3.823

3.875 3.472 3.611

1.632 961 214

838 401 -

6.345 4.834 3.825

2.350 1.760 4.101 1.047 80.951 76.675

445 283 1.260 145 14.505 11.937

140 258 11.134 7.473

2.935 2.043 5.619 1.192 106.690 96.085

Sumber: BPS Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

9.

Banyaknya Murid Sekolah Negeri dan Swasta menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005/2006

Jumlah Murid Jenjang Pendidikan Negeri Sekolah Taman Kanak-kanak (STK) Sekolah Dasar (SD) 107 80.951 14.505 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Sekolah Menengah Atas / Kejuruan (SMA/SMK) Swasta 1.647 6.363 2.037

11.134

1.661

Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

10. Banyaknya Sekolah Negeri dan Swasta menurut Jenjang Pendidikandi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 Jumlah Murid Jenjang Pendidikan Negeri Sekolah Taman Kanak-kanak (STK) Sekolah Dasar (SD) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 1 453 37 Swasta 24 41 28

Sekolah Menengah Atas / Kejuruan(SMA/SMK)

11

10

Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

11. Banyaknya Sekolah Madrasah Ibtidayah, Murid dan Gurudi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 Kecamatan 1. Keritang 2. Reteh 3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri Sekolah 33 29 26 3 8 Murid 2.663 1.925 1.944 695 453 Guru 274 243 196 28 41

6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 10. Gaung 11. Mandah 12. Kateman 13. Kemuning

4 9 10 5 21 21 14 1

317 370 1.375 299 2.300 1.596 1.538 149

45 76 101 46 145 174 90 8 128

14. Tembilahan hulu 15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong 18. Concong 19. Kempas 20. Sungai batang Jumlah Tahun 2005

9 1 16 1 1 4 10 226 225

1.461 120 1.449 78 55 341 715 19.843 19.490

128 8 103 5 4 40 85 1.840 1.593

Sumber: Kandepag Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

12. Banyaknya Sekolah Madrasah Tsanawiyah, Murid dan Guru di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 Kecamatan 1. Keritang 2. Reteh 3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 10. Gaung 11. Mandah 12. Kateman Sekolah 16 16 12 4 5 6 4 9 6 Murid 1.434 966 887 332 186 1.254 658 921 603 Guru 217 192 150 46 57 134 110 117 87

12 15 5

920 1.377 1.059

134 176 74

13. Kemuning 14. Tembilahan hulu 15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong 18. Concong 19. Kempas 20. Sungai batang Jumlah Tahun 2005

2 5

337 573

32 69

4 7 2

343 667 140

54 82 31

2 6 5 143 143

210 480 446 13.793 13.346

20 82 80 1.944 1.368

Sumber: Kandepag Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

13. Banyaknya Sekolah Madrasah Aliyah, Murid dan Gurudi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006

Kecamatan 1. Keritang 2. Reteh 3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 10. Gaung 11. Mandah 12. Kateman 13. Kemuning 14. Tembilahan hulu 15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong

Sekolah 5 6 4 2 2 3 3 2 3 2 2 1 3 1 1 -

Murid 476 423 334 144 186 337 399 158 136 277 327 78 1.142 90 124 -

Guru 67 106 42 29 26 28 47 25 30 37 34 17 81 14 15 -

18. Concong 19. Kempas 20. Sungai batang Jumlah Tahun 2005

1 5 46 43

45 397 5.073 3.392

18 57 673 628

Sumber: Kandepag Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

2. Kesehatan 14. Jumlah Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling Menurut Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 Puskesmas Keliling Roda Perahu 4 1 1 1 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 10. Gaung 11. Mandah 1 1 5 6 1 -

Kecamatan

TT Puskesmas Puskesmas Puskesmas RRI Puskesmas Pembantu

1. Keritang 2. Reteh 3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan

2 1 2 2 1 1

1 1 1 -

10 10 10 -

9 7 8 5 5 5

1 1 1

1 -

10 -

5 9 11

12. Kateman 13. Kemuning 14. Tembilahan hulu 15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong 18. Concong 19. Kempas 20. Sungai batang Jumlah

1 1

1 1

10 10

5 8

1 1 1

10

2 4 4

1 1 1 1 23

1 8

10 80

2 5 7 3 115

1 5

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

15. Jumlah Rumah Sakit dan Fasilitas Penunjang Kesehatandi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006

Milik / Owner Fasilitas Kesehatan Pemerintah 1. Rumah Sakit 2. Tempat Tidur 3. Rumah Bersalin 4. Tempat Tidur Rumah 5. Bersalin 6. Balai Pengobatan 7. Dokter Praktek 8. Optikal 9. Apotik 10. Toko obat 11. Gudang Farmasi 12. Puskesmas 1 113 TNI/ Swasta Polri 5 1 113 5 Jumlah

25 7

25 7

6 4 6 58 -

6 4 6 58 1

23 115

23 115

13. Puskesmas Pembantu 14. Posyandu

449

449

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

3. Religion 16. Banyaknya Sarana Ibadah Bagi Umat Beragamadi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 Kecamatan 1. Keritang Masjid 67 Suarau 141 Mushola 4 Gereja Vihara -

2. Reteh 3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 10. Gaung 11. Mandah 12. Kateman 13. Kemuning 14. Tembilahan hulu 15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong 18.

72 64 18 32 34 77 37 25

104 56 20 49 33 78 40 32

2 3 1 13 1 3

1 -

1 -

62 77 38 22 28

34 100 61 4 25

1 1 60 6 8

1 2 1 -

24 39 26

20 20 12

1 2 1

1 -

14

13

19. Concong 20. Kempas 21. Sungai batang Jumlah 13 13 782 13 8 863 107 115 5

Sumber: Departemen Agama Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

4.

Pertanian

Pertanian mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir naik dalam pembentukan PDRB maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja.Sejalan dengan pembangunan di segala bidang, pemerintah berupaya meningkatkan perekonomian serta kesejahteraan petani yang sebagian besar berada di daerah pedesaan.

1. Penggunaan Lahan Data penggunaan lahan Kabupaten Indragiri Hilir dikumpulkan setiap tahun, meliputi: 1. Lahan sawah yang mencakup sawah pengairan (irigasi), tadah hujan, pasang surut, lebak, dan sebagainya.

2. Lahan kering meliputi pekarangan, tegal / kebun, lading / huma, pengembalaan, dan sementara tidak diusahakan. 3. Luas tanam dan panen a. Luas tanam adalah luas tanaman yang betul-betul ditanam sebagai tanaman baru selama setahun yang lalu, baik penanaman yang bersifat normal maupun penanaman yang dilakukan untuk mengganti tanaman yang rusak. b. Luas panen adalah luas tanaman yang dipungut hasilnya setelah tanaman tersebut cukup umur. c. Lainnya.

17. Perkembangan Luas Lahan Sawah Dirinci per Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 Irigasi Teknis D 1. Keritang 2. Reteh 3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 10. Gaung 11. Mandah 12. Kateman 13. Kemuning Sederhana PU Irigasi non PU Tadah Hujan TD 525 Pasang Lebak Jumlah Surut D 7.422 7.091 259 100 603 TD 4.829 468 234 50 2.063 D TD D 7.422 7.091 259 100 603 Jumlah (D+TD) TD 4.829 468 881 50 2.063 12.251 7.559 1.140 150 2.666

Kecamatan

TD -

D -

TD -

D -

TD 125 -

1.176 325 263

925

1.543 1.483 3.128 918

1.037 2.788 4.306 1.115

1.543 2.659 4.693 1.181

1.037 2.788 4.306 1.115

2.580 5.447 8.999 2.296

- 315

485 -

2.558 143 15

2.068 57 333 55

3.043 143 15

2.068 57 333 1.035

5.111 200 333 1.050

14. Tembilahan hulu 15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong 18. Concong 19. Kempas 20. Sungai batang Jumlah

749

1.474

522

2.223

522

2.745

980 -

185 -

185 -

185 -

2.998

125

925

1.502

26.737

20.110

30.975

21.737

52.712

- 315

Sumber: Dinas Pertanian Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka Keterangan : - D : Diusahakan - TD : Tidak Diusahakan

18. Luas Penggunaan Lahan Kering Dirinci per Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 Kecamatan Pekarangan Tegal/ Kebun Ladang/ Huma Padang rumput Tidak DiusaHutan Rakyat Hutan Negara Perkebunan Lainlain Rawa tidak Tambak Kolam Jumlah

hakan 1. Keritang 2. Reteh 3. Enok 4. Tanah Merah 5. Kuala Indragiri 6. Tembilahan 7. Tempuling 8. Batang Tuaka 9. Gaung Anak Serka 10. Gaung 11. Mandah 12. Kateman 13. Kemuning 14. Tembilahan hulu 1.408 2.837 4.377 761 5.750 6.247 3.902 65 7.500 7.238 3 72 19.828 29.644 8.370 24.605 42.230 44.730 41.436 35.689 2.554 2.450 13.839 5.431

Ditanami 1.700 287 255 100 9 15 11 12 5 42.094 47.815 86.946 72.006 64.526

1.300 8.650 3.980 3.099

2.780 11.450 27.883 1.459

2.300 -

1.784 24.56 3,274

654 43.850 16.831 18.260

10.082 30.193 21.223

2.329 3.627 20.190 8.870

510 2.786

12 57 275 8

17.157 100.121 96.026 58.979

1.549 6.382 4.279 1.185 1.294

3.043 8.887 3.272 1.023 2.503

630 -

250 -

1.157 475 319 1.200

15.000 6.700 85 -

20.000 37.800 9.544 28.478 -

45.715 38.025 36.239 19.074 6.474

6.796 49.425 2.426 450 3.844

3.800 -

3 11 4 -

97.063 147.724 55.776 51.498 15.317

15. Pulau Burung 16. Pelangiran 17. Teluk Belengkong 18. Concong 19. Kempas 20. Sungai batang Jumlah

1.602 2.260 1.816

1.320 2.070 1.527

622 -

7.310 10.272 13.024

40.035 36.227 32.099

1.720 1.480 1.426

5 6 5

52.000 52.937 49.900

52.529

84.958

630

2.550

40.711

21.785

263.865

8.796

699

429

1.107.885

504.076 126.857

Sumber: Dinas Pertanian Kab. Indragiri Hilir dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

2. Produksi a. Perkebunan Kebun kelapa identik dengan Indragiri Hilir dan Indragiri Hilir adalah sentra kebun kelapa paling luas di Indonesia, menjadi hamparan kebun kelapa dunia.Di sini pohon-pohon kelapa tumbuh dengan suburnya dari lahanlahan yang semula hutan rawa-rawa. Sebagai negara pemilik kebun kelapa terluas di dunia, Indonesia mempunyai perkebunan seluas 3,7 juta hektar yang tersebar di kepulauan kelapa. Wilayah Kateman atau yang lebih di kenal dengan sebagai Sungai Guntung adalah kecamatan yang memiliki kebun kelapa paling luas disana.Kebun-kebun ini adalah milik PT. Pulau Sambu, sebuah perusahaan agrobisnis yang memiliki kebun sekaligus pabrik minyak kelapa di Indragiri Hilir. Kebun kelapa disana dikelola secara profesional.Hamparan kebun itu bukan hanya subur, produktif dan dihandalkan, tapi juga indah mengasyikan.Kebun kelapa Guntung sudah menjadi objek wisata atau agrowisata yang luar biasa. Dan inilah kebun kelapa raksasa dan daya tarik wisata yang tiada tara. Kabarnya disekitar pantai akan dibuat badan jalan, sepanjang tepi kanal dan tanggul akan dapat dilalui kendaraan.Panjang kanal disambung-sambung akan mencapai 32.000 kilometer Luar biasa! itulah potret sekilas Negeri Sejuta Kelapa di Negeri Seribu Parit ini. Pada tahun 2006, produksi buah-buahan di Kabupaten Indragiri Hilir mencapai 37.894 ton, dimana buah nanas merupakan buah yang paling banyak diproduksi dan buah yang paling sedikit diproduksi adalah buah alpukat sebanyak 0.26 ton. Buah duku, jeruk, pisang diproduksi sekitar 2.000 ton sampai 5.000 ton.Sedangkan untuk buahbuahan lainnya seperti belimbing, durian, jambu biji, jambu air, mangga, manggis, nangka, pepaya, rambutan, sawo, sirsak, semangka, sukun dan kuini diproduksi antara 10 ton sampai 1.000 ton. b. Pertanian

Pembangunan bidang pertanian diarahkan pada upaya pemanfaatan dan pengolahan lahan pertanian seoptimal mungkin untuk meningkatkan produksi yang diharapkan memberi dampak bagi pemenuhan kebutuhan pangan rakyat, peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani, serta penciptaan lapangan pekerjaan dan berusaha. Potensi lahan pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir ada seluas 126.372 hektar yang terdiri dari lahan sawah tadah hujan seluas 52.712 hektar, dan lahan kering seluas 73.660 hektar. Lahan pertanian yang sudah dimanfaatkan baru sebanyak 62.502,27 hektar yang terdiri lahan sawah tadah hujan 36.732 hektar dan lahan kering seluas 25.770,27 hektar.Dengan demikian masih ada lahan yang belum termanfaatkan seluas 63.689,73 hektar. Program-program Pembangunan Bidang Pertanian :

Program Pengembangan dan Pengelolaan Trio Tata Air. Program Pengembangan Sumberdaya dan Kelembagaan. Program Pengembangan Tanaman Pangan dan Holtikultura. Program Peningkatan dan Pengembangan Produksi Peternakan. Program Pengembangan Kemitraan dan Kawasan Agribisnis. Program Peningkatan Ketahanan Pangan. Komoditi pangan / beras di Kabupaten Indragiri Hilir diproduksi sebanyak 66.825,1 ton pertahun.Dan komoditi pangan yang paling sedikit di produksi adalah kacang tanah yaitu sebanyak 13.3 ton pertahun.

c. Peternakan

Potensi lahan yang dapat dikembangkan untuk usaha ternak pada sub sektor peternakan seluas 225.863 ha, dengan daya tampung 902.452 ekor dipergunakan untuk ternak besar (sapi). Adapun jumlah ternak besar saat ini 5.975 ekor, ternak kecil (kambing dan domba) 5.227 ekor, Ayam Buras 540.250 Ekor, Ayam Ras Pedaging 4.288 ekor dan Itik 34.172 ekor sedangkan untuk kebutuhan daging di Kabupaten Indragiri Hilir 3.213.547 kg dan kebutuhan telur 464.440 kg. sedangkan aneka ternak lainnya seperti: puyuh, angsa, merpati, kelinci dan kalkun memiliki populasi sekitar 20 sampai 1.200 ekor. Komoditi pangan yang paling banyak diproduksi di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2006 adalah telur sebanyak 508.012 ton per tahun dan daging sebanyak 338.266 ton pertahun.

d. Perikanan / kelautan Program kerjapembangunan perikanan di Kabupaten Indragiri Hilir telah mengacu pada 4 (empat) usaha pokok, yaitu intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi,serta terus meningkatkan peranan perusahaan swasta dalam dunia perikanan dalamrangka pemerataan dan peningkatan pendapatan nelayan/petani ikan melaluipeningkatan produksi dan produktifitas usaha, memenuhi kebutuhan konsumen ikandalam negeri, penyediaan bahan baku industri dan peningkatan ekspor. Disampingitu, sekaligus dapat diarahkan untuk pemerataan kesempatan berusaha sertapenyerapan tenaga kerja dengan tetap menjaga sumber daya dan lingkungan hidup perairan. Mengacu kepada tujuanpembangunan perikanan Riau dengan memperhatikan kondisi dan potensi perikanan didaerah ini, maka program kerja pembangunan perikanan Indragiri Hilir dirumuskansebagai berikut : 1. Peningkatan produksi dan produktifitas nelayan serta pengembangan usaha budidaya pertambakan dalam rangka peningkatan pendapatan. 2. Peningkatan institusi pemasaran dan pemerataan distribusi perikanan untuk mempermudah suplai ikan bagi masyarakat yang bermukim di pedalaman.

3. Peningkatan ekspor sekaligus menekan impor komoditas perikanan. 4. Pemanfataan seefesien mungkin serta pemeliharaan kelestarian sumber daya dan lingkungan perairan. 5. Meningkatkan peranan sub sektor perikanan dalam kegiatan dan pembangunan pedesaan terutama dalam hal menciptakan peluang bekerja dan berusaha. Evaluasi pelaksanaantugas subsektor perikanan Indragiri Hilir disusun berdasarkan realisasi kegiatanyang dilaksanakan oleh Dinas Perikanan Indragiri Hilir serta kegiatan-kegiatanyang dilaksanakan oleh nelayan/petani ikan di daerah ini sehingga akan tergambarpencapaian sasaran target berdasarkan yang telah diprogramkan. Luas lahan potensialuntuk usaha pengembangan budidaya air payau (tambak) sekitar 13.000 hektar,sedangkan untuk budidaya air tawar (kolam) sekitar 1.657 Ha. Jumlah pendudukyang berusaha di bidang perikanan baik secara langsung maupun tidak langsung/sambilan.

19. Luas Panen dan Produksi Padi dan Palawija di Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2007 Komoditi Luas Panen (Ha) 33,663 33,040 4,634 Produksi (Ton) 121,399 120,208 11,880,32

1. Padi Sawah 2. Padi Ladang 3. Jagung

4. Kedelai 5. Kacang Tanah 6. Kacang Hijau 7. Ubi Kayu 8. Ubi Jalar 9. Talas

245 6 71 411 161 44

436,68 14,58 84,42 3.257,49 734,70 292,20

Sumber: http://inhilkab.go.id

20. Luas Panen dan Produksi Sayur-sayuran di Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2006 Komoditi 1. Kucai 2. Petsal/Sawi 3. Kacang Panjang 4. Cabe Merah 5. Cabe Rawit 6. Toamat Luas Panen (Ha) 10 25 248 160 61 36 Produksi(Ton) 76 229,6 438,7 232,7 266,7 221,2

7. Terong 8. Katu 9. Ketimun 10. Kangkung 11. Bayam 12. Labu Siam 13. Buncis

77 154 68 75 36 1

638,2 1.651,1 704,1 149,2 195,9 14,0

Sumber: http://inhilkab.go.id 21. Luas Panen dan Produksi Buah-buahan di Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2006 Komoditi 1. Alpukat 2. Belimbing 3. Duku 4. Durian 5. Jambu Biji 6. Jeruk 7. Mangga Luas Panen (Ha) 0,23 0,34 111,89 90,33 6,00 526,76 39,25 Produksi (Ton) 0,26 10,22 2.149,50 174,25 87,40 5.847,67 123,99

8. Manggis 9. Nangka 10. Nenas 11. Pepaya 12. Pisang 13. Rambutan 14. Kuini 15. Sawo 16. Sirsak 17. Sukun 18. Cempedak 19. Semangka 20. Jambu Air 21. Salak

21,63 44,12 336,87 6,43 185,71 50,66 17,62 65,16 3,74 7,60 40,98 98,00 15,02 0,02

83,15 183,79 25.479,32 218,30 2.086,77 221,92 27,63 268,67 53,74 43,42 185,01 787,00 47,42 -

Sumber: http://inhilkab.go.id

22. Luas Panen dan Produksi Tanaman Obat-obatan di Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2006 Komoditi Luas Panen (Ha) 22,81 13,96 13,28 14,08 2,08 1,51 Produksi (Ton) 498,43 439,23 224,10 334,46 51,00 34,61 -

1. Jahe 2. Laos 3. Kencur 4. Kunyit 5. Lempuyang 6. Temu lawak 7. Temu ireng 8. Keji Beling 9. Dringo 10. Kapu laga

Sumber: http://inhilkab.go.id

5.

Perdagangan

Perkembangan harga 9 bahan pokok dan barang penting lainnya mengalami sedikit kenaikan jika dibanding tahun sebelumnya, hal ini sebagai dampak dari kenaikan harga pembelian gabah oleh Pemerintah, naiknya harga kopra dan pengaruh musim yang mempengaruhi kelancaran angkutan barang. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: harga kelapa dan hasilhasilnya; 2 Pengadaan 9 bahan pokok dan barang penting lainnya. Sampai saat ini di Kabupaten Indragiri Hilir belum ada distributor yang khusus terhadap barang strategis. Sub penyalur khusus gula pasir yang ditunjuk yaitu KUD Karya Baru di Concong Luar dan KUD Hidup baru di Teluk Kelasa, Keritang, tidak menjalankan fungsinya. Namun pengadaan 9 bahan pokok dan barang penting tetap lancar dan tidak terganggu.

1. Perdagangan Antar Pulau Perdagangan antar pulau yang membawa barang-barang tetap dalam pengawasan, yakni minyak kelapa dan minyak goreng selama mengalami kenaikan hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya pemakaian kopra dan minyak kelapa sebagai bahan baku pabrik minyak goreng lokal. Perdagangan kopra meningkat 25,09 persen, minyak kelapa naik 32,7 persen dan minyak goreng turun 48,47 persen.

2. Perdagangan Luar Negeri Pengawasan mutu barang ekspor di daerah ini dilakukan oleh petugas pengambil contoh dari Balai Pengujian dan Sertifikat Mutu Barang (BPSMB) Departemen Perdagangan Pekanbaru dan Petugas pengambil contoh untuk komoditas udang unggul beku dilakukan oleh Dinas Perikanan Tinggkat II Indragiri Hilir. Ada 5 (lima) jenis komoditas yang diawasi mutu ekspornya, yaitu sebagai berikut :

Bungkil Kopra, bungkil kopra diproduksi oleh PT. Pulau sambu Cabang Kuala Enok, petugasnya dari BPSMB

Minyak Kelapa, Komoditas minyak kelapa diproduksi oleh PT. Pulau Sambu dan CV. AE Brother's Company, petugas pengambil contoh dilakukan oleh BPSMB Pekanbaru.

Minyak Goreng, Komoditas minyak goreng diproduksi oleh PT. Sambu Cabang Kuala Enok dengan petugas pengambil contoh dari BPSMB Pekanbaru

Bungkil Inti Kelapa, Komoditas bungkil inti kelapa sawit diproduksi oleh PT. Pulau Sambu dengan petugas pengambil contoh dari BPSMB Pekanbaru

Udang beku, Komoditas udang beku diproduksi oleh Perusahaan Karya Utama di Concong Luar dengan petugas pengambil contoh dari Dinas Perikanan Tingkat II Indragiri Hilir.

Statistik perdagangan luar negeri meliputi barang yang di ekspor ke luar negeri dan yang di impor dari luar negeri malalui wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Nilai ekspor Indragiri Hilir pada tahun 2006 adalah sebesar US $ 150.274.893,55. Nilai ekspor terbesar Kabupaten Indragiri Hilir yaitu sebesar US $ 61.915.447,35 ke Negara Singapura dan sebesar US $ 44.459.386,76 ke Negara Malaysia. Untuk data ekspor Liminiting tahun 2006 tercatat sebanyak 1.304.312.524 m3 dengan nilai US $ 150.312.893,55.

23. Realisasi Eksport Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Negara Tujuan tahun 2006 Negara Tujuan Malaysia Swedia Singapore Taiwan Nilai US $ 44.459.386,76 2.021.593,84 61.915.447,35 778.789,11 Share (%) 29,5783 1,3450 41,1916 0,5181

Australia Rotherdam Spanyol China Korea Jepang Pakistan Belanda Thailand India Italy Jumlah

3,038.382,85 543.496,06 834.000,00 5.387.382,08 5.752.356,84 1.808.952,00 1.113.056,00 209.667,25 89.733,00 20.297.315,41 2.025.335,00 150.274.893,55

2,0214 0,3616 0,5549 3,5842 3,8270 1,2035 0,7405 0,1395 0,0597 13,5036 1,3474 100,00

Sumber : Disperindag dan Penanaman Modal Kab. Inhil dalam Indragiri Hilir Dalam Angka
6. Perhubungan

Dari laporan pelabuahan laut Tembilahan diperoleh informasi bahwa pada tahun 2005 banyaknya barang-barang antar pulau yang dibongkar berjumlah 7.792 ton, 108.988 ton BBM.Dan yang dimuat berjumlah 5.901 ton. Untuk tahun 2006, arus muat barang tingkat Pelayaran Nasional melalui pelabuhan Tembilahan tercatat sejumlah 109.083 ton BBM dan 8.470 ton lainnya dan untuk arus muat tercatat sebanyak 6.841 ton barang lainnya.

24. Kunjungan Kapal dan Arus Penumpang Melalui Pelabuhan Tembilahan tahun 2006 Pelayaran Rakyat Bulan Tiba Berangkat 1. Januari 2. Februari 3. Maret 4. April 5. Mei 6. Juni 7. Juli 8. Agustus 9. September 10. Oktober 11. November 12. Desember Jumlah 84 79 72 77 77 78 75 74 83 82 78 90 949 84 79 72 77 77 78 75 74 83 82 78 90 949 Tiba Berangkat 95 83 80 78 102 102 103 100 96 88 97 93 1.117 Tiba Berangkat 624 305 367 223 490 692 811 629 1.007 1.186 963 892 8.189 Pelayaran Nasional Penumpang

95 83 80 78 102 102 103 100 96 88 97 93 1.117

1.253 1.084 1.047 679 1.119 1.361 1.809 1.225 1.134 1.430 1.861 1.237 15.239

Sumber: Kantor Adpel Tembilahan dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

25. Bongkar / Muat Tingkat Pelayaran Nasional Melalui Pelabuhan Tembilahan tahun 2006 Bongkar Bulan BBM (ton) 9.400 10.405 5.600 7.930 8.711 9.831 11.215 12.401 10.532 6.526 9.464 Lainlain (ton/m3) 516 529 605 1.189 871 480 810 803 899 311 595 CPO (ton) CArnel (ton) Muat Kayu Gergaji (ton/m3) Lain-lain (ton/m3) 624 305 367 223 490 692 811 629 1.007 1.186 963

1. Januari 2. Februari 3. Maret 4. April 5. Mei 6. Juni 7. Juli 8. Agustus 9. September 10. Oktober 11. November

12. Desember Jumlah

7.068 109.083

862 8.470

892 6.841

Sumber: Kantor Adpel Tembilahan dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

26. Jarak dan Waktu Tempuh Jalan Sungai dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan dan Desa di Kab. Inhil Jarak Tempuh (KM) Tembilahan Rumbai Jaya Tembilahan Teluk Kiambang Tembilahan Sungai Salak Tembilahan Sapat 32 44 24 23 Waktu Tempuh Kapal Motor (jam) 3 4 2,5 2

Dari Ke

Speed Boat (jam)

0,45 1 0,3 0,3

Tembilahan Sungai Piring Tembilahan Kuala Enok Tembilahan Pualu KIjang Tembilahan Kota Baru Tembilahan Enok Tembilahan Kuala Gaung Tembilahan Teluk Pinang Tembilahan Kuala Lahang Tembilahan Concong Luar Tembilahan Perigi Raja Tembilahan Concong Dalam Tembilahan Igal Tembilahan Bekawan Tembilahan Mandah Tembilahan Kuala Tungkal Tembilahan Teluk Lanjut Tembilahan Sungai Guntung

27 53 101 165 88 45 65 68 85 43 48 89 83 97 97 116 168

2,2 4 8 9 7 4,5 5,5 5,5 7 3,5 3 5 7 6 8 8,5 10

0,3 1,25 2,25 3,5 2 1,25 1,5 1,5 2 1,5 1,5 2 2 2 2 2,5 3,25

Tembilahan STI (TI. Belengkong)

182

12

Sumber: Kantor Adpel Tembilahan dalam Indragiri Hilir Dalam Angka

3.

Peta Pola Pergerakan Kabupaten Indragiri Hilir Sumber: Survey, 2010

7.

Isu-Isu Permasalahan

Ada beberapa identifikasi issue dan permasalahan secara umum Kabupaten Indragiri Hilir yang merupakan hipotesa awal sebagai berikut : 1. Secara fisik, geomorfologi wilayah merupakan daerah yang landai dengan dikelilingi banyak aliran sungai sehingga jika tidak dilakukan penataan pemanfaatan ruang yang seimbang antara kawasan lindung dan kawasan budidaya, maka dimungkinkan akan dapat mengganggu kelestarian ekosistem tata air yang dapat berpotensi mengakibatkan banjir. 2. Dengan adanya kebijaksanaan Pemerintah Daerah melaksanakan pemekaran wilayah administrative dari 12 Kecamatan menjadi 17 Kecamatan, maka hal ini mempunyai dampak konsekuensi yang logis terhadap perubahan pola pemanfaatan ruang. Karena Kabupaten Indragiri Hilir merupakan wilayah belakang atau hinterland dari pasar dunia, mengingat secara geografis berdekatan dengan Singapura dan Malaysia. 3. Proyek pembangunan jembatan Rumbai Jaya, mempunyai dampak positif di dalam meningkatkan aksesibilitas wilayah ini khususnya perhubungan darat antara kota Rengat dan kota Tembilahan. Perbaikan infrastruktur ini mempunyai konsekuensi logis terhadap pesatnya perkembangan kota Tembilahan, hal ini akan berpengaruh terhadap pola pemanfaatan ruang wilayah. 4. Adanya pertumbuhan penduduk yang cukup pesat pada wilayah ini, maka akan bertambah pula kegiatannya yang pada akhirnya akan membutuhkan kawasan budidaya dan prasarana pendukungnya. Oleh sebab itu diperlukan suatu rencana tata ruang yang dapat dijadikan sebagai acuan di dalam pengendalian pemanfaatan ruang agar tidak menimbulkan permasalahan spatial dan ekosistem baik saat ini maupun mendatang.

4.

Survey Kota Tembilahan

Sumber: Survey, 2010


2. 3. 4. 1. 1. 1. 2. 3. 4. Kawasan Parit 21 merupakan pengembangan Kawasan Pelabuhan baru sebagai area relokasi pelabuhan lama yang sudah tidak mampu mewadahi semua aktifitas di dalamnya.Munculnya berbagai permasalahan di kawasan Pelabuhan Kota Tembilahan merupakan faktor pemindahan kawasan pelabuhan tersebut. Adapun permasalahan-permasalahan tersebut adalah: 1. Kemacetan lalu lintas dan rawan kecelakaan pada area pelabuhan lama 2. Dampak negatif lingkungan akibat kegiatan/ aktivitas bongkar muat barang pada pelabuhan lama 3. Kurangnya kenyamanan penumpang akibat terganggu aktifitas yang berada pada satu lokasi dengan pelabuhan kargo atau gudang penumpukan 4. Lokasi pelabuhan lama tidak sesuai lagi dengan penataan Kota Tembilahan

GAMBARAN KAWASAN PARIT 21

Sejalan dengan kondisi dan permasalahan yang timbul, maka Pemerintah Daerah mengharapkan pengembangan kawasan pelabuhan yang baru dengan konsep kawasan tepian air sehingga mampu mengantisipasi kecenderungan terhadap kerusakan ekologi lingkungan. Sedangkan kawasan pelabuhan lama hanya akan dikembangkan sebagai pelabuhan penumpang.

Kawasan Parit 21 sebagai area pelabuhan baru berjarak 5 Km dari kawasan pelabuhan lama dengan luas wilayah pengembangan 12 Ha.Relokasi pelabuhan lama ke lokasi baru (kawasan Parit 21) bertujuan meningkatkan sarana dan prasarana perhubungan laut atau sungai dalam kerangka upaya peningkatan ekonomi masyarakat. Dari laporan pelabuahan laut tembilahan diperoleh informasi bahwa pada tahun 2005 banyaknya barang-barang antar pulau yang dibongkar berjumlah 7.792 ton, 108.988 ton BBM.Dan yang dimuat berjumlah 5.901 ton. Untuk tahun 2006, arus muat barang tingkat Pelayaran Nasional melalui pelabuhan Tembilahan tercatat sejumlah 109.083 ton BBM dan 8.470 ton lainnya dan untuk arus muat tercatat sebanyak 6.841 ton barang lainnya. Data tersebut, aktifitas pelabuhan parit 21 sangat berpotensi sebagai pembangkit perekonomian kawasan sekitar pelabuhan baru yang akan terbentuk untuk mendukung rencana dan tujuan pemerintah meningkatkan ekonomi masyarakat.

5.

Peta Pelabuhan Parit 21 dengan Kota Tembilahan

Sumber: RDTRK Kota Tembilahan Tahun 2005-2014

1.

Tinjauan Kawasan Parit 21 terhadap Kota Tembilahan

6.

Perkembangan Struktur Ruang Kota Tembilahan

Sumber: RDTR Kota Tembilahan Tahun 2005-2014

Dengan pertimbangan konsentrasi kegiatan dan pemanfaatan ruang kota saat ini serta beberapa potensi dan kebijakan pengembangan kota di masa mendatang, maka struktur kota yang terbentuk terbagi dalam beberapa cluster wilayah kota yang dapat menjadi embrio pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK). Cluster-cluster yang diarahkan menjadi BWK adalah: A. Kawasan Pusat Kota B. Kawasan Pengembangan Pelabuhan Baru dan Terusan Mas C. Kawasan Tembilahan Hulu D. Kawasan Tembilahan Hilir dan sebagain Sungai Beringin E. Kawasan Pekan Arba F. Kawasan Sungai Beringin-Kuala Getek G. Kawasan Seberang Tembilahan Ditinjau dari struktur ruang kota Tembilahan, Kawasan Parit 21 merupakan pengembangan BWK VI, dimana kawasan ini terkonsentrasi sebagai pelabuhan terpadu dan pusat bisnis dengan arahan fungsi kegiatan penunjang sebagai:

Industri Pergudangan Wisata, olah raga, dan hutan kota Kawasan pusat kepemudaan (youth center) Permukiman

Dalam hal ini Parit 21-Parit 22 dimana kawasan rencana berada terdapat di BWK VI dengan pelabuhan barang terpadu dan pusat bisnis sebagai arahan kegiatan utamanya. Sedangkan tujuan pengembangan kawasan fungsional sebagai:

Mewujudkan kawasan dengan pengelolaan terpadu untuk pusat perdagangan dan jasa komersial (bisnis modern), kegiatan pelabuhan barang, kawasan industri (industrial state/zone)dan pergudangan.

Mewujudkan pelayanan publik baik dalam skala kota maupun regional, seperti fasilitas transportasi, pendidikan, kesehatan, perdagangan, jasa, pelayanan umum, dan sebagainya.

Mewujudkan keterpaduan antar kegiatan kota baik kegiatan ekonomi (dominasi kegiatan industri dan pertanian), sosial, dan budaya.

1.

Gambaran Eksisting Kawasan Parit 21

1. Struktur Kawasan

7.

Kondisi eksisting ruang kawasan parit 21 Sumber: Survey, 2010

Dilihat dari kondisi eksisting kawasan, Tata bangunan di Parit 21 belum memiliki pola penataan dengan kondisi kepadatan yang sangat rendah. Dimana bentuk permukiman masih berupa bangunan semi permanent.Hal tersebut merupakan potensi dalam penataan ruang kawasan baru yang lebih baik.

2. Jaringan Infrastruktur

8.

Kondisi eksisting jaringan infrastruktur jalan kawasan parit 21 ( 1 ) Sumber: Survey, 2010

9.

Kondisi eksisting jaringan infrastruktur jalan kawasan parit 21 ( 2 ) Sumber: Survey, 2010

Dari hasil observasi lapangan, ditemukan kondisi eksisting jaringan infrastuktur kawasan (jalan) yang menghubungkan kawasan Parit 21 dengan daerah sekitarnya yang belum memenuhi standar untuk kelancaran arus transportasi menuju kawasan. Kondisi fisik jalan yang ada juga menjadi bentuk pertimbangan dalam program investasi pengembangan kawasan, dimana jalur transportasi merupakan factor utama dalam perkembangan kawasan.

3. Karakteristik Bangunan

10. Gedung Pemerintahan Kota Tembilahan Sumber: Survey, 2010

Bangunan pemerintahan yang berada di Kota Tembilahan dengan ciri khas arsitektur tradisional setempat dapat dijadikan acuan dalam memperkuat karakter visual kawasan yang akan terbentuk.

4. Struktur Tanah Dilihat dari kondisi bangunan yang ada di kota Tembilahan dan dari data struktur lahan pada kawasan Tembilahan, dapat disimpulkan bahwa kondisi tanah secara umum di kawasan merupakan tanah yang labil (tanah gambut). Pembangunan dengan cara mereklamasi kawasan berdampak pada ketidak seimbangan ekosistem kawasan, dimana fungsi kawasan yang memiliki banyak kanal atau parit yaitu sebagai badan pelimpahan air pasang surut sungai.

11. Kondisi eksisting bangunan komersial Kota Tembilahan Sumber: Survey, 2010

12. Survey Kawasan Parit 21

Sumber: Survey, 2010

BAB IV TINJAUAN TEORI

1.

LATAR BELAKANG

Dalam Bab III Tinjauan Teori akan diuraikan beberapa teori urban design (perancangan kawasan) yang relevan terhadap kawasan perencanaan RTBL Kawasan Parit 21 Kota Tembilahan untuk melakukan analisis terhadap seluruh data / hasil survey yang mencakup aspek natural-ekologis, aspek fisik terbangun, aspeksosio-ekonomi dan sosio-budaya, aspek teknis - rekayasa serta aspek estetika- desain. Beberapa teori perancangan kawasan yang digunakan adalah : 1. Teori Perancangan Ruang Kawasan (Theories of Urban Spatial Design) Roger Trancik yang mencakup teori Figure Ground, teori Linkage dan teori Place. 2. Teori Gordon Cullen yang membahas mengenai kebutuhan akan karakter ruang kota yang kuat. 3. Teori Kevin Lynch yang mencakup lima elemen pembentuk kota/kawasan mencakup path, edge,nodes, district dan landmarks. Ketiga teori tersebut digunakan dalam rangka untuk menciptakan struktur ruang kota/kawasan yang memiliki suatu tatanan (order), keindahan (beauty) dan skala (scale). Sedangkan langkah-langkah perancangan kawasan dilakukan berdasarkan kepada enam langkah proses pemahaman dan perancangan rangka kerjaruang kota (six-stage process for understanding and shaping the spatialframework) yang dikemukakan oleh Hugh Barton , Marcus Grant dan Richard Guise dalam buku berjudul Shaping Neighbourhoods : A Guide for Health, Sustainability and Vitalitiy (2003).

2.

STRUKTUR RUANG KOTA


Sebelum menguraikan muatan tentang struktur ruang Kota maka terlebih dahulu akan dijelaskan tentang pengertian struktur ruang kota dan berbagai komponen utama pembentuk struktur. 1. Pengertian

Larry S. Bourne (Larry S. Bourne : Internal Structure of the City, 1982) mendefinisikan struktur ruang kota sebagai berikut : 1. Urban form atau bentuk Kota adalah pola ruang atau tatanan dari setiap unsur yang berada dalam area perkotaan, baik bangunan maupun guna lahan (secara kolektif membentuk lingkungan terbangun) termasuk juga tatanan kelompok-kelompok sosial, kegiatan ekonomi dan institusi publik. 2. Urban interaction adalah interrelasi, keterkaitan, aliran yang mengintegrasikan pola dan perilaku guna lahan, kelompok dan kegiatan ke dalam entitas fungsi, dalam berbagai sub-sistem. 3. Urban spatisial struktur atau struktur ruang kota adalah kombinasi dari kedua hal tersebut di atas dalam sub-sub system dengan seperangkat aturan formal yang mengkaitkan semua sub system tersebut ke dalam sistem kota. 4. 2. Komponen pembentukstruktur Menurut S. Bourne ada beberapa unsur yang membentuk struktur ruang Kota antara lain: (1) density, (2) diversity (homogeneity), (3) concentricity, (4) sectorality, (5) conentivity (linkages), (6) directionality. Sedangkan J.E Gibson ( J.E Gibson: Designing The New City, 1977) menyebutkan bahwa urban form, atau spatial organization ditentukan oleh 6 unsur, yaitu (1) size (ukuran atau besaran penduduk atau geografis kota), (2) population density (pola persebaran penduduk) (3) geometric arrangement (pola jaringan jalan ), (4) grain (dalam konteks ini dimaksudkan sebagai diversity in urban environment, contohnya disebutkan bahwa setiap distrik itu sebaiknya minimal mempunyai 2 fungsi utama atau lebih; blok-blok harus lebih pendek agar sirkulasi lebih mudah dan cepat ; setiap distrik sebaiknya terdiri dari bangunan dari berbagai usia dan kondisi; harus memiliki konsentrasi penduduk yang cukup), (5) accessibility ( adalah kemampuan penduduk, barang atau informasi untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain ) dan (6) character ( menyangkut corak atau kesan estetis suatu lokasi ). Gibson menyebutkan bahwa dari keenam faktor tersebut pola geometric arrangement yang paling menentukan dalam memberikan ciri atau bentuk kota secara fisik.

Pandangan penulis sebagai seorang praktisi yang berkecimpung hampir 30 tahun dalam bidang penataan kota menyimpulkan bahwa struktur ruang kota adalah apa yang disebut sebagai NADI kota. Mengapa disebut nadi kota ? Karena pada hakekatnya struktur ruang kota terdiri dari 4 komponen pembentuk struktur, yaitu N (network), A ( activity), D (distribution of population /density ) dan I ( Intensity ). Materi teknis peraturan zonasi pada hakekatnya adalah mengatur setiap komponen pembentuk struktur tersebut. 1. Network. Adalah gambaran tentang pola geometris dari sistim jejaring kota terutama jaringan jalan yang akan menampung berbagai macam infrastruktur lain seperti jaringan distribusi supply listrik dan air bersih, jaringan drainage dan sewerage kota , jaringan komunikasi dan lain sebagainya. Secara umum menurut Gibson kurang lebihnya ada 6 pola bentuk kota seperti yang terbentuk dari geographic arrangement yaitu seperti tergambar dalam diagram berikut :

4. 1.

Enam Pola Bentuk Kota, Gibson


Sumber: imazu.wordpress.com/2009/05/

2. Aktifitas Adalah gambaran tentang ruang kegiatan penduduk kota yang tercermin dari pola-pola zonasi atau guna lahan. Secara umum pola-pola zonasi kurang lebihnya meliputi 3 teori, yaitu; Pertama adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Burgess (1925) tentang concentric zone theory, kedua Hommer Hoyt tentang sector theory dan ketigaHarris and Ullman tentang multiple nuclei theory. Concentric zone theory hanya cocok dikembangkan pada kota-kota kecil. Dalam konsep ini pola zonasi disusun dalam sabuk berlapis, mirip-mirip kue lapis legit begitu, dengan hanya ada satu pusat kegiatan utama (single majority center). Sector theory atau sering juga disebut concentric sectoral theory juga sebetulnya hanya cocok dikembangkan pada kota-kota kecil atau sedang. Dalam konsep ini juga hanya ada satu pusat kegiatan utama. Pola zonasi disusun sedemikian rupa agar setiap zona kegiatan punya singgungan langsung dengan pusat kegiatan utama, atau kurang lebihnya mirip-mirip payung fantasi warna-warni. Dengan konsep ini akan dapat dihindari bercampur baurnya pergerakan lalulintas menuju pusat kegiatan dari berbagai zona. Multiple nuclei theory pada hakekatnya adalah konsepsi pengembangan multi center yang menjadi dasar dalam pengembangan kota-kota metropolitan. Dalam konsep ini pola zonasi tidak lagi dalam kelompok yang utuh seperti dalam konsep-konsep sebelumya tetapi lebih sporadis dan tersebar di seluruh wilayah kota. Secara diagramatis ketiga teori tersebut dapat digambarkan dalam diagram berikut.

2.

Tiga Teori Ruang Kegiatan Penduduk Kota

Sumber: imazu.wordpress.com/2009/05/

3. Density Adalah gambaran tentang persebaran penduduk atau tingkat kepadatan penduduk kota pada setiap distrik atau wilayah perencanaan. Secara umum tingkat kepadatan penduduk sangat bergantung pada posisi geografis suatu lokasi terhadap pusatpusat kegiatan. Semakin dekat lokasinya dengan pusat kegiatan maka akan semakin tinggi kepadatannya.

3.

Korelasi Antara Kepadatan, Kebutuhan Lahan, dan Perpetakan Sumber: imazu.wordpress.com/2009/05/

Pola-pola kepadatan juga akan menentukan besarnya kebutuhan sarana dan prasarana kota dan penentuan jenisjenis perpetakan dan luasannya. Diagram di bawah ini menunjukkan korelasi antara tingkat kepadatan, proporsi kebutuhan dan dimensi perpetakan. Diagram merupakan hasil simulasi dari berbagai faktor antara lain standar kebutuhan sarana dan standar dimensi jalan yang sifatnya hirarkis. 4. Intensitas

Adalah gambaran tentang pola pengendalian pengembangan lahan dan pola sifat lingkungan. Pola pengendalian pengembangan lahan meliputi batasan-batasan tentang koeffisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, koeffisien tapak basement, koeffisien dasar hijau, ketinggian bangunan dan lain sebagainya. Sedangkan pola sifat lingkungan menggambarkan tentang tingkat kepadatan bangunan suatu kawasan. Keempat komponen tersebut harus tergambar dengan jelas pada setiap jenjang rencana. Sedangkan tingkat kedalaman muatannya akan sangat berbeda di setiap jenjang. Semakin rendah jenjang rencananya akan semakin rinci muatannya.

1.

Materi struktur ruang kota pada berbagai jenjang rencana

1. Pada tingkatan rencana makro; Struktur ruang kota digambarkan dalam peta-peta yang sifatnya diagramatis di atas peta teresteris maupun fotogrametris pada skala kecil berkisar dari skala 1 : 20.000 sd 1 : 50.000 tergantung dari besar kota bersangkutan Sistem jejaring, menggambarkan konsepsi pengembangan jaringan makro kota di masa mendatang, meliputi jaringan makro transportasi darat dan air, jaringan makro utilitas, sistim drainage dan sewerage kota , dan lain sebagainya.

Aktifitas digambarkan dalam bentuk pengembangan zona-zona utama dan sistim pusat kegiatan, baik yang utama maupun penunjang.

Persebaran penduduk digambarkan dalam bentuk target prediksi penduduk setiap wilayah administrasi atau unit perencanaan. Intensitas pembangunan menggambarkan pola kebijakan intensitas dan pola sifat lingkungan. Pola kebijakan intensitas dibedakan atas dasar (1) kawasan yang intensitasnya ditahan sebagaimana adanya ( terutama pada kawasan kota tua / heritage ), (2) kawasan yang intensitasnya dibatasi sampai besaran tertentu tetapi transfer of development right berlaku, (3) kawasan yang intensitasnya dibatasi

sampai besaran tertentu tetapi transfer of development right tidak berlaku, (4) kawasan yang intensitasnya dilepas sepanjang infrastruktur yang direncanakan mendukung. Pola sifat lingkungan dibedakan atas lingkungan padat, sedang dan rendah. 2. Pada tingkatan rencana meso; Struktur ruang kota digambarkan dalam peta teresteris ataupun fotogrametris skala 1: 5000 atau paling kecil skala 1: 10.000, meliputi;

Sistim jejaring, meggambarkan tentang konsepsi pengembangan jaringan sub makro kota, baik jaringan transportasi, utilitas, seweragre dan drainase.

Aktifitas sudah harus digambarkan dalam pembagian zona zona spesifik, karena sesungguhnya pada tingkatan inilah muncul apa yang disebut zoning plan

Persebaran penduduk sudah harus digambarkan dalam rencana kepadatan penduduk per hektar untuk setiap distrik ataupun unit perencanaan.

Intensitas pembangunan menggambarkan batasan nilai rata-rata bruto tiap unit perencanaan.

3. Pada tingkatan rencana mikro. Struktur ruang kota digambarkan pada peta teresteris skala 1 : 1.000 atau paling kecil skala 1 : 2000, meliputi ;

Sistem jejaring, menggambarkan tentang konsepsi pengembangan jaringan sampai dengan tingkat mikro, baik jaringan transportasi, utilitas, sewerage dan drainasi. Khusus untuk jaringan jalan sudah tergambar dimensi-dimensi teknis antara lain lebar jalan (right of way), saluran dan sungai, garis sempadan bangunan.

Aktifitas digambarkan dalam paket penggunaan, pembagian blok dan perpetakan. Pada tingkatan inilah muncul apa yang disebut land use planning/ subdivision plan.

Kepadatan penduduk diterjemahkan ke dalam dimensi perpetakan. Intensitas digambarkan dalam bentuk KLB, KDB, KDH, TB, Type bangunan dll.

Aplikasi perencanaan struktur ruang dalam setiap jenjang rencana adalah seperti terlihat dari tabel berikut:

1. 2. 3. 4. 1. KOMPONEN Aplikasi Perencanaan Struktur Ruang Kota Menurut Jenjang Rencana RENCANA MESSO RENCANA MIKRO s.d. struktur jaringan mikro (jaringan lokal) GSJ dan GSB Paket penggunaan

RENCANA MAKRO

N: Network

Struktur jaringan makro kota (arteri primer dan sekunder)

Sampai dengan struktur jaringan meso (jaringan kolektor)

A: Activity

Zona utama sistem pusat kota dan penunjang

Zona spesifik

D: Dist. Of Alokasi target Rencana kepadatan Population/Density penduduk kota tiap tiap unit wilayah perencanaan/distrik administrassi/wilayah perencanaan I: Intensity Pola pengendalian intensitas Pola sifat lingkungan Batasan nilaia

Jenis-jenis perpetakan hunian dan luasannya

Batasan nilai intensitas

intensitas Bruto per zone

Netto per blok/per petak

Sumber: imazu.wordpress.com/2009/05/

3.

MORFOLOGI KOTA
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan perubahan suatu kawasan dan sekitarnya sebagai bagian dari suatu kawasan perkotaan yang lebih luas, menurut Gallion dalam buku The Urban Pattern disebutkan bahwa perubahan suatu kawasan dan sebagian kota dipengaruhi letak geografis suatu kota. Hal ini sangat berpengaruh terhadap perubahan akibat pertumbuhan daerah di kota tersebut, apabila terletak di daerah pantai yang landai, pada jaringan transportasi dan jaringan hubungan antar kota, maka kota akan cepat tumbuh sehingga beberapa elemen kawasan kota akan cepat berubah. Dalam proses perubahan yang menimbulkan distorsi (mengingat skala perubahan cukup besar) dalam lingkungan termasuk didalamnya perubahan penggunaan lahan secara organik, terdapat beberapa hal yang bisa diamati yaitu:

Pertumbuhan terjadi satu demi satu, sedikit demi sedikit atau terus menerus. Pertumbuhan yang terjadi tidak dapat diduga dan tidak dapat diketahui kapan dimulai dan kapan akan berakhir, hal ini tergantung dari kekuatan-kekuatan yang melatar belakanginya.

Proses perubahan lahan yang terjadi bukan merupakan proses segmental yang berlangsung tahap demi tahap, tetapi merupakan proses yang komprehensif dan berkesinambungan.

Perubahan yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan emosional (sistem nilai) yang ada dalam populasi pendukung. Faktor-faktor penyebab perubahan lainya adalah vision (kesan), optimalnya kawasan, penataan yang maksimal pada kawasan dengn fungsi-fungsi yang mendukung, penggunaan struktur yang sesuai pada bangunan serta komposisi tapak pada kawasan. (Cristoper Alexander, A New Theory Of Urban Design, 1987, 14:32-99).

Uraian diatas sesuai dengan kondisi kawasan penelitian yang berada di kawasan bencana alam, yaitu adanya perubahan pola tata ruang lingkungan permukiman (kampung kota) mengarah kepada tatanan kawasan mitigasi bencana alam yang nantinya melalui tahapan proses terus menerus yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan manusianya. Dalam kaitanya dengan kota dan arsitektur, morfologi memiliki dua aspek yaitu aspek diakronik yang berkaitan dengan perubahan ide dalam sejarah dan aspek sinkronik yaitu hubungan antar bagian dalam kurun waktu tertentu yang dihubungkan dengan aspek lain. Aspek metamorfosis adalah sejarah individual dari bangunan dan kota, kesemuanya harus dilakukan dalam analisis morfologi. Karya arsitektur merupakan salah satu refleksi dan perwujudan kehidupan dasar masyarakat menurut makna yang dapat dikomunikasikan (Rapoport, 1969). Keseragaman dan keberagaman sebagai ungkapan perwujudan fisik yang terbentuk yaitu citra dalam arti identitas akan memberikan makna sebagai pembentuk citra suatu tempat (place). Ada tiga komponen struktural yang dapat dikaji (Schultz, 1984):

Tipologi: menyangkut tatanan sosial (sosial order) dan pengorganisasian ruang (spatial organization) yang dalam hal ini menyangkut ruang (space) berkaitan dengan tempat yang abstrak.

Morfologi: menyangkut kualitas spasial figural dan konteks wujud pembentuk ruang yang dapat dibaca melalui pola, hirarki, dan hubungan ruang satu dengan yang lainya.

Tipologi lebih menekankan pada konsep dan konsistensi yang dapat memudahkan masyarakat mengenai bagian-bagian arsitektur. Sedangkan morfologi lebih menekankan pada pembahasan bentuk geometris, sehingga untuk memberi makna pada ungkapan ruang harus dikaitkan dengan nilai ruang tertentu, nilai ruang sangat berkaitan dengan organisasi ruang, hubungan

ruang dan bentuk ruang, perwujudan spasial fisik merupakan produk kolektif perilaku budaya masyarakat serta pengaruh kekuasaan tertentu yang melatarbelakanginya. Karakteristik suatu tempat dalam hal ini penggunaan suatu lingkungan binaan tertentu bukan hanya sekedar mewadahi kegiatan fungsional secara statis, melainkan menyerap dan menghasilkan makna berbagai kekhasan suatu tempat antara lain setting fisik bangunan, komposisi dan konfigurasi bangunan dengan ruang publik serta kehidupan masyarakat setempat. Perubahan morfologi tidak lepas dari pendukung kegiatan (activity support) karena adanya keterkaitan antara fasilitas ruangruang umum kawasan dengan seluruh kegiatan yang menyangkut penggunaan ruang yang menunjang keberadaan ruang-ruang umum. Kegiatan dan ruang-ruang umum merupakan hal yang saling mengisi dan melengkapi, keberadaan pendukung kegiatan mulai muncul dan tumbuh, bila berada diantara dua kutub kegiatan yang ada di kawasan tersebut keberadaan pendukung kegiatan tidak lepas dari tumbuhnya fungsi kegiatan publik yang mendominasi penggunaan ruang kawasan, semakin dekat dengan pusat kegiatan semaking tinggi intensitas dan keberagaman kegiatan.

4.

ELEMEN-ELEMEN FISIK KOTA


Dalam desain perkotaan (Shirvani, 1985) terdapat elemen-elemen fisik Urban Design yang bersifat ekspresif dan suportif yang mendukung terbentuknya struktur visual kota serta terciptanya citra lingkungan yang dapat pula ditemukan pada lingkungan di lokasi penelitian, elemen-elemen tersebut adalah: 1. Tata Guna Tanah Tata guna lahan dua dimensi menentukan ruang tiga dimensi yang terbentuk, tata guna lahan perlu mempertimbangkan dua hal yaitu pertimbangan umum dan pertimbangan pejalan kaki (street level) yang akan menciptakan ruang yang manusiawi.

Peruntukan lahan suatu tempat secara langsung disesuaikan dengan masalah-masalah yang terkait, bagaimana seharusnya daerah zona dikembangkan, Shirvany mengatakan bahwa zoning ordinace merupakan suatu mekanisme pengendalian yang praktis dan bermanfaat dalam urban design, penekanan utama terletak pada masalah tiga dimensi yaitu hubungan keserasian antar bangunan dan kualitas lingkungan. Jika kita melihat dilokasi penelitian bisa dilihat dari zona mitigasi tiap-tiap wilayah kaitanya dalam menyiapkan daerah yang masuk dalam wilayah bencana alam siap menghadapinya dan juga membentuk kualitas hidup lingkungan dan bersifat kawasan yang manusiawi.

2.

Bentuk Dan Massa Bangunan Menyangkut aspek-aspek bentuk fisik karena setting, spesifik yang meliputi ketinggian, besaran, floor area ratio,

koefisien dasar bangunan, pemunduran (setback) dari garis jalan, style bangunan, skala proporsi, bahan, tekstur dan warna agar menghasilkan bangunan yang berhubungan secara harmonis dengan bangunan-bangunan lain disekitarnya. Prinsip-prinsip dan teknik Urban Design yang berkaitan dengan bentuk dan massa bangunan meliputi:

Scale, berkaitan dengan sudut pandang manusia, sirkulasi dan dimensi bangunan sekitar. Urban Space, sirkulasi ruang yang disebabkan bentuk kota, batas dan tipe-tipe ruang. Urban Mass, meliputi bangunan, permukaan tanah dan obyek dalam ruang yang dapat tersusun untuk membentuk urban space dan pola aktifitas dalam skala besar dan kecil. 3. Sirkulasi dan Parkir Elemen sirkulasi adalah satu aspek yang kuat dalam membentuk struktur lingkungan perkotaan, tiga prinsip utama pengaturan teknik sirkulasi adalah:

Jalan harus menjadi elemen ruang terbuka yang memiliki dampak visual yang positif. Jalan harus dapat memberikan orientasi kepada pengemudi dan membuat lingkungan menjadi jelas terbaca. Sektor publik harus terpadu dan saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.

4.

Ruang Terbuka

Ian C. Laurit mengelompokkan ruang terbuka sebagai berikut:


Ruang terbuka sebagai sumber produksi. Ruang terbuka sebagai perlindungan terhadap kekayaan alam dan manusia (cagar alam, daerah budaya dan sejarah). Ruang terbuka untuk kesehatan, kesejahteraan dan kenyamanan. Ruang terbuka memiliki fungsi:

Menyediakan cahaya dan sirkulasi udara dalam bangunan terutama di pusat kota. Menghadirkan kesan perspektif dan visa pada pemandangan kota (urban scane) terutama dikawasan pusat kota yang padat. Menyediakan arena rekreasi dengan bentuk aktifitas khusus. Melindungi fungsi ekologi kawasan. Memberikan bentuk solid foid pada kawasan. Sebagai area cadangan untuk penggunaan dimasa depan (cadangan area pengembangan). Aspek pengendalian ruang terbuka pusat kota sebagai aspek fisik, visual ruang, lingkage dan kepemilikan dipengaruhi beberapa faktor:

Elemen pembentuk ruang, bagaimana ruang terbuka kota yang akan dikenakan (konteks tempat) tersebut didefinisikan (shape, jalan, plaza, pedestrian ways, elemen vertikal).

Faktor tempat, bagaimana keterkaitan dengan sistem lingkage yang ada. Aktifitas utama. Faktor comfortabilitas, bagaimana keterkaitan dengan kuantitas (besaran ruang, jarak pencapaian) dan kualitas (estetika visual) ruang. Faktor keterkaitan antara private domain dan public domain.

1.

Jalur Pejalan Kaki

Sistem pejalan kaki yang baik adalah: Mengurangi ketergantungan dari kendaraan bermotor dalam areal kota. Meningkatkan kualitas lingkungan dengan memprioritaskan skala manusia. Lebih mengekspresikan aktifitas PKL mampu menyajikan kualitas udara.

6.

Activity Support Muncul oleh adanya keterkaitan antara fasilitas ruang-ruang umum kota dengan seluruh kegiatan yang menyangkut

penggunaan ruang kota yang menunjang akan keberadaan ruang-ruang umum kota. Kegiatan-kegiatan dan ruang-ruang umum bersifat saling mengisi dan melengkapi. Pada dasarnya activity supportadalah:

Aktifitas yang mengarahkan pada kepentingan pergerakan (importment of movement). Kehidupan kota dan kegembiraan (excitentent). Keberadaan aktifitas pendukung tidak lepas dari tumbuhnya fungsi-fungsi kegiatan publik yang mendominasi penggunaan ruang-ruang umum kota, semakin dekat dengan pusat kota makin tinggi intensitas dan keberagamannya.

Bentuk actifity support adalah kegiatan penunjang yang menghubungkan dua atau lebih pusat kegiatan umum yang ada di kota, misalnya open space (taman kota, taman rekreasi, plaza, taman budaya, kawasan PKL, pedestrian ways dan sebagainya) dan juga bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum.

7.

Simbol dan Tanda

Ukuran dan kualitas dari papan reklame diatur untuk:


Menciptakan kesesuaian. Mengurangi dampak negatif visual. Dalam waktu bersamaan menghilangkan kebingungan serta persaingan dengan tanda lalu lintas atau tanda umum yang penting. Tanda yang didesain dengan baik menyumbangkan karakter pada fasade bangunan dan menghidupkan street space dan memberikan informasi bisnis. Dalam urban design, preservasi harus diarahkan pada perlindungan permukiman yang ada dan urban place, sama seperti tempat atau bangunan sejarah, hal ini berarti pula mempertahankan kegiatan yang berlangsung di tempat itu.

5. 6.

TEORI PERANCANGAN KAWASAN


1. 2. 3. 1. Teori RogerTrancik

Pendekatan perancangan kawasan dalam teori urban spatial design yang dikemukakan oleh Roger Trancik (Finding Lost Space, 1986) berfungsisebagai jembatan antara perancangan suatu site dengan berbagaibangunan yang spesifik, serta antara site dengan rencana tata guna lahankawasan. Seluruh pendekatan tersebut menurut Trancik berpusat padakonsep urbanisme sebagai sebuah sikap penting yang harus dimiliki dalammerancang kawasan. Ketiga pendekatan teori yang diuraikan oleh Roger Trancik merupakan sebuah hasil penelitian terhadap berbagai perubahan/evolusi ruang-ruang kawasan pada masa modern. Roger Trancik tidak saja menguraikan tentang pendekatan perancangan kawasan secara fisik (figure ground theory, linkage theory), namun juga memberikan rekomendasi bagi seorang Arsitek atau seorang Urban Designer untuk mempertimbangkan berbagai aspek kontekstual site, yaitu kebutuhan manusia/masyarakat lokal, nilai-nilai sejarah, budaya, tradisi lokal dan elemen-elemen alam, yang kemudian diintegrasikan ke dalam proses perancangan (place theory).

4.

Proses Perancangan Kawasan Perkotaan Menurut Trancik Sumber: Proses dan Metoda Perancangan, MDKB-UGM, 2007

Figure ground theory dibangun berdasarkan kajian terhadap ketertutupan lahan (land coverage) yang relatif dari suatu bangunan sebagai massa solid (figure) terhadap ruang terbuka void (ground). Setiap lingkungan kota memiliki pola eksisting solid-void, dimana pendekatan figure-ground merupakan sebuah usaha untuk memanipulasi hubungan soild-void tersebut dengan teknik menambah (adding to), mengurangi (substract from), atau dengan mengubah pola geometri fisik suatu kawasan. Tujuan dari usaha manipulasi tersebut adalah untuk memperjelas struktur ruang suatu kawasan atau membangun sebuah hirarki ruang dengan ukuran yang berbeda-beda dan yang secara individual tertutup, namun tetap

diatur sedemikian rupa sehingga tetap berkaitan dengan elemen sekitar. Penggambaran figure-ground adalah merupakan alat grafis yang penting untuk menggambarkan hubungan antara massa bangunan (solid) dengan ruang terbuka (void) dan sebuah abstraksi 2 dimensional yang memperjelas struktur dan pola sebuah ruang kawasan. Linkage theory berasal dari kata dasar lines (garis-garis) yang menghubungkan satu elemen dengan elemen lain. Garisgaris penghubung tersebut dibentuk oleh jalan, jalur pejalan kaki, ruang terbuka linear, atau elemen penghubung lainnya yang secara fisik menghubungkan seluruh bagian kota/kawasan. Arsitek yang mengaplikasikan teori tersebut berusaha mengorganisasikan sebuah sistem koneksi (connection system) atau sebuah jaringan (network) dalam rangka membangun struktur ruang atau menata ruang. Penekanan desain dengan pendekatan linkage theory adalah terletak pada diagram sirkulasi dan bukan sekedar berupa diagram ruang menurut pendekatan figure-ground theory. Sistem pergerakan dan efisiensi suatu infrastruktur merupakan preseden penting dalam menentukan pola ruang luar yang jelas. Place theory menambahkan sebuah komponen baru, yaitu berupa kebutuhan manusia dan budaya, konteks sejarah dan alam lingkungan ke dalam urban design theory. Pendukung place theory memberikan nilai tambah pada fisik ruang dengan memasukkan bentuk-bentuk unik dan detail lokal kepada lingkungan sekitar. Respon terhadap konteks site mencakup elemen-elemen waktu dan sejarah, dengan berusaha meningkatkan kesesuaian antara desain baru dengan kondisi eksisting. Setiap pendekatan desain tersebut memiliki nilai tersendiri, tetapi yang paling optimal adalah apabila Arsitek dan Urban Designer menerapkan kombinasi dari ke-3 teori tersebut, dengan memberikan struktur pada solidvoid, mengorganisasikan hubungan/links antara bagian-bagian kawasan dan merespon kebutuhan manusia serta elemen-elemen tertentu dari site.

5.

Tiga Layer Teori Urban Design menurut Trancik Sumber: Trancik, 1986

A. Teori Figure Ground Ruang merupakan media untuk mengalami sebuah kawasan yang menyediakan sekuens antara wilayah publik dengan kepentingan privat. Agar sekuens dapat berjalan lancar, berbagai penghalang dalam sirkulasi atau celah dalam kontinuitas harus dapat diminimalisir atau dihilangkan. Orientasi ruang harus ditekankan dengan jelas melalui konfigurasi blok-blok

kawasan yang secara kolektif akan membentuk sebuah distrik dan lingkungan permukiman. Artikulasi dan pembedaan solid-void akan memberikan bentuk bagi struktur kawasan, membangun sekuens fisik dan orientasi visual antara berbagai tempat. Teori figure-ground selain bertujuan untuk mengidentifikasi mana yang merupakan public domain atau private domain, juga bertujuan untuk mengenali struktur kawasan serta urban grain (butiran kawasan). Teori figure-ground yang dikemukakan oleh Roger Trancik (Finding LostSpace:Theories of Urban Design,1986) mengungkapkan suatu bentuk kawasan secara kolektif sebagai sebuah kombinasi antara pola solid-void yang memiliki beberapa konfigurasi seperti orthogonal/diagonal overlay (grid yang dimodifikasi), organic yang acak (dihasilkan oleh elemen-elemen alami), dan nodal concentric (linear dan bentuk-bentuk pembungkus dengan pusat aktivitas).

6.

Berbagai konfidurasi Figure Ground kawasan

Sumber: Trancik, 1986 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Roger Trancik terhadap ruang-ruang pada kota tradisional, terdapat 3 tipe urban solid yang meliputi monument publik dan institusi (A), blok-blok dominan dalam suatu kawasan (predominant field of urban blocks), dan deret massa bangunan sebagai batas suatu kawasan (edge-defining building). Sedangkan kelima elemen void meliputi entry foyer (D) sebagai gerbang yang dilalui antara ruang privat dengan ruang publik, inner block void (E) sebagai zona transisi semiprivat, jaringan jalan dan squares (F) yang berhubungan dengan predominant fieldsof blocks dan berisi kehidupan publik yang aktif suatu kota, taman (G) berperan sebagai nodes / titik simpul yang kontras terhadap bentuk kota arsitektura sedangkan sistem terbuka linear (H) biasanya berasosiasi dengan fitur alamiah seperti jalur sungai, waterfronts, wetlands, yang membelah distrik kawasan untuk membentuk batas kawasan dan menciptakan koneksi lama skala besar.

7.

Urban Solid-Void Sumber: Trancik, 1986

B. Teori Linkage Teori Linkage pada dasarnya mencakup suatu organisasi garis yang berperan menghubungkan seluruh bagian pada suatu kota/kawasan atau berupa desain datum sebuah ruang melalui bentukan garis dengan fungsi sebagai penghubung antara bangunan dengan ruang. Konsep datum dalam desain ruang kawasan dapat dianalogikan dengan nada-nada dalam music yang dikomposisikan ke dalam sejumlah cara tertentu. Sebuah datum dalam ruang dapat berupa garis site/tapak, alur pergerakan, sebuah axis yang terorganisasi (organisational axis) atau batas luar dari bangunan. Fumihiko Maki mengidentifikasi tiga tipe formal dari ruang kawasan berdasarkan linkage theory, yaitu bentuk komposisional (compositionalform), megaform dan group form.

8.

Tiga tipe formal kawasan berdasarkan Teori Linkage Sumber: Trancik, 1986

Compositional form terbentuk oleh bangunan-bangunan individual dalam pola abstrak yang mengisi sebuah rencana/denah 2 dimensional. Elemen-elemen linkagecenderung bersifat statis dan formal dalam lingkungannya. Tipe kedua dari linkage menurut Fumihiko Maki adalah megaform/megastructure. Komponen-komponen individual dalam megaform diintegrasikan ke dalam rangka kerja yang lebih besar dalam sebuah hirarki, open-ended dan sistem saling terhubung (interconnected system). Dalam tipe megaform, linkage secara fisik sengaja didesain untuk membentuk struktur kawasan. Group form adalah merupakan hasil dari akumulasi incremental elemen-elemen ruang dan secara khusus merupakan tipe organisasi ruang pada kota-kota bersejarah. Dalam group form, linkage tidak secara sengaja didesain melainkan secara alami bertindak sebagai bagian yang penting dari bentuk kawasan organik. Group formdikarakterisasikan sebagai sebuah konsistensi dari material dan seringkali dianggap dramatis dalam merespon kondisi topografinya, memiliki perbedaan dalam skala manusia, dan dalam sekuens ruang, group form ditentukan dan dibentuk oleh keberadaan bangunan-bangunan, dinding dan gerbang kawasan.

C. Teori Place Esensi dari place theory adalah terletak pada pemahaman terhadap karakteristik budaya dan manusia yang berada pada ruang-ruang fisik suatu kawasan. Dalam pengertian abstrak, ruang dipahami sebagai yang memiliki batas sehingga harapan

akan sebuah void yang kontekstual dengan berbagai potensi fisiknya guna menciptakan sebuah tempat hanya dapat tercapai bila void diberikan sebuah makna yang bersumber dari muatan budaya atau muatan lokal. Tipe-tipe ruang biasanya hanya ditentukan berdasarkan ketegori dan tipologi elemen-elemen fisiknya saja, namun ruang hanya akan menjadi unik jika didasarkan kepada karakter lingkungan sekitar. Masyarakat membutuhkan sebuah sistem yang stabil dalam sebuah tempat dimana mereka dapat membangun dirinya, kehidupan sosial dan budaya. Kebutuhan tersebut akan mengakibatkan ruang-ruang buatan manusia memiliki muatan emosional, yaitu sebagai sebuah tampilan yang bukan sekedar berbicara dalam tataran fisik saja.

9.

Sebagai tempat khusus, bentuk kurva di Kota Bath (Inggris) memiliki makna sebagai respon terhadap lingkungan sekitar yang membantu dalammengarahkan bentuk ruang Kota. Sumber: Trancik, 1986 2. Teori Gordon Cullen (Concise the Townscape)

Ruang kontekstual sebagai sebuah kompleks villagelike dengan efektif diilustrasikan oleh Gordon Cullen dalam bukunya berjudul Townscape (1975). Sketsa gambar memperlihatkan usaha Cullen dalam menangkap berbagai sensasi selama pergerakan berlangsung dengan melewati ruang kota. Dalam meningkatkan persepsi tempat dan image ruang, Cullen secara implisit menyampaikan muatan/isi eksterior kota dan hubungan antara objek dengan pergerakan, seperti halnya pengalaman dalam peristiwa kedatangan atau meninggalkan ruang kota. Illustrasi Cullen mengenai lingkungan pedesaan dan perkotaan memperjelas tempat dan konteksnya serta menyediakan ruang bagi kritik dan analisis perancangan.

10. Illustrasi kota oleh Cullen sebagai sebuah demonstrasi kuat akan kebutuhan untuk memahami karakter individual kota secara grafis serta memahami sekuens ruang publik dalam sebuah lingkungan binaan. Sumber: Cullen, 1975

3.

Teori Kevin Lyhch Prinsip ruang kota yang dikemukakan oleh Kevin Lynch dalam bukunya the Image of the City (1960), merupakan

sebuah presentasi usahanya dalam menjelaskantheory of place. Kelima prinsip dalam desain ruang kota menurut Lynch adalah: 1. Legibiltas, yaitu gambaran mental kota yang disimpan di dalam benak para pengguna jalan. Kota secara visual diidentifikasi sebagai pola yang saling terhubung antara berbagai simbol yang dikenali. 2. Membangun Citra, yaitu image kawasan terbentuk sebagai sebuah produk akibat dari proses 2 arah antara pengamat dengan objek (bagianbagian dari kota). Kawasan memperlihatkan adanya perbedaan dan hubungan sehingga pengamat dengan kemampuan adaptasi-nya akan melakukan seleksi, organisasi dan pemaknaan terhadap objek yang diinderanya. Image suatu objek dapat berbedabeda bagi setiap orang karena dipengaruhi oleh latar belakang si pengamat sendiri. 3. Struktur dan Identitas, yaitu bahwa kawasan mudah dikenali dengan adanya pola koheren dari berbagai blok kawasan, antara bangunan dengan ruang. Image suatu kawasan dapat dianalisis ke dalam 3 komponen, yaitu :

Identitas, yaitu bahwa identifikasi suatu objek yang memperlihatkan keper-beda-annya dari objek lainnya, sebuah pengakuan terhadap suatu objek sebagai entitas yang terpisah dari objek sekitar.

Struktur, yaitu bahwa image harus mencakup ruang dan relasi pola-pola dari suatu objek dengan si pengamat dan dengan objek lainnya.

Meaning/makna, yaitu bahwa objek harus memiliki makna bagi si pengamat, baik secara praktis maupun emosional dimana pemaknaan menunjukkan adanya relasi antara si pengamat dengan objek yang diamati.

4. Imageability, yaitu hasil persepsi pengguna saat bergerak menyusuri kawasan dan bagaimana pengguna kemudian mengalami seluruh ruang dalam kota. Kualitas fisik pembentuk imageability antara lain dapat berupa bentuk, warna, susunan yang mendukung penciptaan suatu objek kawasan sehingga jelas dikenali, terstruktur dengan kuat dan membentuk gambaran mental yang kuat tentang suatu kawasan.

Image publik terhadap suatu kota pada dasarnya adalah sebuah tumpukan (overlap)dari seluruh gambaran mental yang dimiliki oleh setiap individu. Imagepubliksangat penting agar seseorang memperoleh keberhasilan untuk bergerak secarabebas di dalam lingkungannya dengan cara bekerja sama dengan kerabatnya. Imageability memberikan pengaruh kepada makna sosial, fungsi, sejarah kawasan dan bahkan nama kawasan. Dalam praktek desain yang sesungguhnya, bentuk justru harus digunakan untuk dapat mendukung sebuah makna .

Kelima elemen fisik pembentuk image kota menurut Kevin Lynch, antaralain adalah: 1. Paths 2. Edges 3. Districts 4. Nodes

5. Landmarks

11. Lima elemen pembentuk image kawasan guna membangun place theory menurut Lynch. Sumber: Lynch, 1960

6.

ENAM TAHAP PROSES PEMAHAMAN & PERANCANGAN RANGKA KERJA RUANGKAWASAN


Dalam rangka membangun sebuah pola kawasan yang berkelanjutan maka diperlukan sebuah pendekatan perancangan yang dimulai dengan sistem transportasi publik dan sistem ruang hijau kawasan meskipun pendekatan terhadap tata guna lahan spesifik dan sistem jalan utama tetap harus menjadi pendekatan perancangan yang penting. Model pendekatan tersebut dapat diterapkan secara efektif baik bagi kawasan perkotaan eksisting maupun pada kawasan pemekaran wilayah suatu kota (urban extension).

Rangka kerja ruang yang dihasilkan akan dapat menyediakansebuah gambaran menyeluruh yang menyatukan kawasan-kawasan yang sebelumnya saling terpisah berdasarkan informasi yang diperoleh dari kajian potensi kawasan.

12. Enam Tahap Proses Perancangan Kawasan Sumber: Shaping Neighbourhoods, 2003

1.

Rute Transportasi Umum dan Simpul Kawasan Identifikasi rute transportasi umum utama eksisting,ke-efektifan-nya, ketersediaan dan tingkat fleksibilitas sirkulasi

dalam rute tersebut. Konsultasikan dan ramalkan pengembangan potensial dari sistem/rute transportasi umum tersebut. Identifikasi simpul-simpul/nodes transportasi umum eksisting dan yang potensial, tentukan:

hubungan antar kota dan koneksi lokal ke seluruh jalan utama koneksi lokal yang baik ke seluruh jalan utama koneksi yang biasanya digunakan secara teratur namun tidak secara komprehensif

13. Contoh Identifikasi Tahap ke-1 Enam Langkah Proses Perancangan Kawasan Sumber: Shaping Neighbourhoods, 2003 2. Sistem Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru

Identifikasi elemen-elemen lingkungan kritis bagi pengembangan lingkungan kawasan yang berhubungan dengan keanekaragaman hayati, lansekap, air dan manajemen polusi Identifikasi ruang terbuka hijau dan jalur rute transportasi yang dinilai baik dan diusulkan dalam proyek.

14. Contoh Identifikasi Tahap ke-2 Enam Langkah Proses Perancangan Kawasan

Sumber: Shaping Neighbourhoods, 2003 3. Analisis Aksesbilitas Pejalan Kaki Petakan aksesbilitas pejalan kaki ke perhentian bus dan pusat-pusat kawasan, idenifikasi hambatan terhadap pergerakan pejalan kaki. Analisis aksesbilitas pejalan kaki ke rute-rute transportasi yang baru atau ke pusat kawasan dan simpul-simpul/nodes. Evaluasi pencapaian lokal potensial dari rute alternatif yang berhubungan dengan sistem ruang terbuka hijau dan biru kawasan.

15. Contoh Identifikasi Tahap ke-3 Enam Langkah Proses Perancangan Kawasan Sumber: Shaping Neighbourhoods, 2003 4. Pola Tata Guna Lahan dan Ti ngkat Kepadatan

Lengkapi dan evaluasi intensitas lahan dan pola tata guna lahan, menghubungkan pola-pola tersebut dengan analisis ruang terbuka dan aksesbilitas secara langsung, serta bedakan 4 tingkatan kepadatan kawasan. 1. Aktivitas Pusat Kawasan : retail, hiburan, bisnis, bangunan publik, dan pengembangan permukiman dengan kepadatan tinggi. 2. Jalan utama lokal dan lingkungan : fungsi moxed-use tingkat renah (retail, dsb.), dengan pengembangan permukiman dengan kepadatan sedang sampai tinggi. 3. Pencapaian lokal : area dengan kemudahan pencapaian ke pusat pelayanan transportasi umum dan simpul kawasan, terutama di permukiman dengan kepadatan sedang dengan fungsi lain yang sesuai. 4. Sistem Ruang Terbuka Hijau : area yang ditujukan untuk air, ekologi, rekreasi dan lansekap dimana bangunan baru akan dikembangkan.

16. Contoh Identifikasi Tahap ke-4 Enam Langkah Proses Perancangan Kawasan Sumber: Shaping Neighbourhoods, 2003

1.

Jaringan Utama Jalan dan Rute

1. Lengkapi jaringan jalan distributor berdasarkan pola grid yang dimodifikasidan menyesuaikan dengan kontur lahan, dapat dilalui/ditembus, danmemberikan pemusatan alami ke pusat kawasan. 2. Rencanakan jaringan jalan bagi pengendara sepeda dan pejalan khakidengan prinsip 200 m grid, mengguanakan rute jalan yang aman bebasdari kendaraan sedangkan pada jalan-jalan distributor denganmemberikan batasan kecepatan bagi kendaraan (20 mph) 3. Identifikasi lingkungan permukiman, berdasarkan asosiasi terhadap sejarah atau pola jalan dan pencapaian jika belum dimiliki oleh lingkungan tersebut.

17. Contoh Identifikasi Tahap ke-5 Enam Langkah Proses Perancangan Kawasan Sumber: Shaping Neighbourhoods, 2003 6. Rangka Kerja Hubungan antar Ruang Kawasan

Rangka kerja hubungan antar ruang kawasan merupakan kombinasi antara pola tata guna lahan dengan jaringan jalan utama kawasan. Rangka kerja tersebut harus dapat memperlihatkan hubungan antar ruang kawasan secara menyeluruh (eksisting dan rencana/usulan ) dengan ruang terbuka sekitar serta memperlihatkan bagaimana permukiman dihubungkan dengan seluruh kawasan. Rangka kerja tersebut juga harus dapat menjelaskan : 1. Prinsip utama yang menjadi dasar perancangan berupa berbagai criteria bahan pertimbangan dalam perancangan 2. Tingkat kepadatan lahan dan aktivitas yang sesuai dengan setiapintensitas fungsi lahan 3. Jaringan jalan ditributor bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda,transportasi umum dan lalu lintas umum 4. Lahan-lahan spesifik bagi rencana pengembangan yang baru (sekolah,taman, bioskop) dimana mereka akan dapat diidentifikasi. 5. Manifestasi ruang dari kebijakan rekreasional, satwa liar, air, energi danlansekap budaya. 6. Area yang membutuhkan masterplan detail dan sebuah ringkasanpembangunan dengan indikasi tahapan pengembangan yang sesuai. 7. Rona lingkungan setiap fungsi lahan dengan karakter kawasan, eksisting maupun rencana/usulan.

6.

TINJAUAN WATERFRONT CITY


1. PengertianWaterfront

Waterfront diambil dari istilah bahasa asing yang berarti daerah yang berhadapan dan berbatasan langsung dengan perairan baik sungai, danau, pantai, maupun perairan lainnya (Hornby, 1992, dalam Wuryanto, 1997). Sedangkan di dalam kumpulan artikel majalah Sketsa (1993) dijelaskan beberapa pengertian Waterfront: a. Tempat pertemuan antara daratan dan perairan yang mengandung berbagai potensi yang mempunyai daya tarik tersendiri dan mempunyai sifat perkembangan yang dinamis; b. Lingkupnya tidak terbatas pada tepian muara sungai atau pesisir pantai dan laut saja, tetapi telah mencakup segala macam perairan, seperti rawa, situ-situ, danau, sungai, maupun lepas pantai; c. Bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik berdekatan dengan air, baik itu berupa sungai, pantai, maupun danau; d. Area yang mempunyai image/citra tersendiri yang bertumpu pada karakter atau ciri khas air. Dari bebagai pengertian di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa secara umum pengertian dari Waterfront adalah suatu lahan dan merupakan bagian dari kota yang secara fisik maupun visual berbatasan dengan perairan (mencakup segala macam perairan) serta memiliki sifat perkembangan yang dinamis dengan image tersendiri berupa karakter air. Berbicara tentang pengembangan kawasan Waterfront, biasanya terkait dengan proses revitalisasi, peremajaan atau revisited kawasan . Karena pada dasarnya upaya menciptakan Waterfront city tersebut mencakup kegiatan-kegiatan penataan kawasan, yang merupakan wujud dari proses revitalisasi dan peremajaan. Atau dengan kata lain, Waterfront city merupakan tujuan akhir dari proses revitalisasi kawasan. Sehingga proses revitalisasi, dan peremajaan pada kawasan Waterfrontmenjadi suatu tuntutan baru. Bahkan di luar negeri, Waterfront

development biasanya merupakan revitalisasi lingkungan bersejarah seperti pelabuhan tua, atau bekas permukiman yang paling awal dari sebuah kota.

2.

Motivasi Waterfront Development

Ada kecenderungan pada kultur masyarakat perkotaan saat ini, dimana masyarakatnya tertarik untuk memanfaatkan air sebagai elemen lansekap dan arsitektur yang dinamis, kontemplatif, sejuk dan segar di tengah suasana kota yang terlalu bising, padat dan membeton (Ardjo, 1993). Berkembangnya area tepian air atau biasa disebut Waterfront ini dimotivasi oleh beberapa faktor antara lain: a. Preservasi Berdasarkan catatan sejarah, titik awal pertumbuhan kota-kota besar di dunia berawal dari daerah tepian air, seperti pesisir pantai ataupun sungai. Sehingga tidak heran jika saat ini banyak ditemukan berbagai artefak peninggalan sejarah/budaya kota yang menunjukan identitas kota tersebut. Namun seiring berkembangnya wilayah Perkotaan terkadang artefak urban ini mengalami penurunan kualitas bangunan padahal ini merupakan aset kota yang perlu dipelihara. Kondisi inilah yang memotivasi adanya upaya-upaya untuk mengembangkan daerah tepian air. b. Pemanfaatan Ruang Kota Ketika perkembangan kota mulai merambah dan bahkan berkembang pesat di daerah daratan, ternyata kompetisi untuk rnendapatkan lahan di pusat kota semakin sulit. Hal ini memicu beberapa investor untuk mencoba mendayagunakan dan memanfaatkan daerah tepian air kembali untuk dikembangkan menjadi daerah yang potensial baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Terlebih lagi dengan karakter khas yang dimiliki dan perkembangan teknologi saat ini yang dapat lebih mendukung Waterfront development.

c. Pemecahan Masalah Perkotaan Permasalahan yang kerap terjadi pada kawasan tepian air adalah masalah ekologis seperti banjir, drainase, sampah, air bersih, dan masalah tata ruang kota seperti jalur pedestrian yang tidak memadai, akses menuju Waterfront yang sulit, sirkulasi tidak optimal, tidak tersedia area servis (parkir dan jalan), penggunaan lahan yang tidak semestinya (hunian kumuh), kurangnya ruang terbuka kota dan lain sebagainya. Dengan pengembangan daerah tepian air melalui desain arsitektur kawasanWaterfront, diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan perkotaan yang ada. d. Tujuan Pariwisata Telah disinggung sebelumnya bahwa daerah Waterfront memiliki peninggalan sejarah perkembangan kota dan image yang khas yaitu karakter air. Tentunya hal tersebut merupakan potensi kawasan vang dapat dikembangkan obyek wisata menarik. Kondisi inilah yang mendorong banyak kota untuk mengeksploitasi dan mengembangkan area Waterfront sebagai daerah wisata tepian air.

3.

Aspek-Aspek Pengembangan Kawasan Tepian Sungai

Pada prinsipnya, upaya pengembangan kawasan tepian sungai harus tetap mengacu pada kondisi alam (pengembangan yang berwawasan lingkungan). Sehingga tidak mengganggu kelangsungan kehidupan yang sudah ada sebelumnya. Menurut M.Ichsan (1993), hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan kawasan tepian sungai, antara lain adalah: a. melestarikan lingkungan yang ada dengan tidak melakukan pengubahan alam, kecuali menambah kualitas visual b. sedapat mungkin tidak mengubah kontur, namun pembangunannya mengikuti kontur alam yang ada, kecuali apabila dipadukan untuk penyesuaian drainase

c. reklamasi pantai tidak dianjurkan sebab akan mengurangi kemiringan atau kelandaian seluruh jaringan saluran kota, yang dapat menyebabkan terhambatnya aliran jaringan saluran tersebut d. pengurugan terhadap danau, situ, atau sungai tidak dianjurkan karena akan mengurangi daya tampung air yang dapat meningkatkan aliran permukaan. Sedangkan menurut I. Azeo Torre (1989), aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dasar dalam upaya pengembangan kawasan tepian sungai, meliputi tema, citra, fungsi, pengalaman dan teknologi. a. Tema Membentuk kawasan tepian air yang mempunyai karakter khas antara lokasi tepian air yang satu dengan lokasi tepian air lainnya. Karakter khas ini bisa didapat dari unsur sosial budaya, sejarah, iklim, ekologi, dll. b. Image Menciptakan citra/image dan memberikan keindahan visual pada daerah tepian air adalah hal yang sangat penting. Hal ini bertujuan agar berbagai fasilitas dan pelayanan kegiatan yang disediakan memiliki citra yang baik dan menarik. c. Pengalaman Area Waterfront harus mampu memberikan pengalaman mengasyikan dan pengetahuan yang khas terkait dengan karakter atau ciri-ciri khas air. Memberikan akses ke air dan obyek wisata menarik melalui ruang-ruang terbuka publik.

d. Fungsi Pengembangan kawasan tepian air harus dapat memberikan / menjalankan fungsinya secara baik seperti menjamin adanya aksesibilitas menuju kawasan, sistem sirkulasi yang baik, sarana pedestrian yang nyaman dan memadai,

menyediakan fasilitas kegiatan yang memadai dan menarik juga menciptakan lingkungan ekologis yang memenuhi persyaratan. e. Membentuk Opini Masyarakat Untuk menghindari konflik interest dengan masyarakat, maka pembangunan kawasan tepian air ini harus melalui sosialisasi yang jelas, transparan dan lengkap (tema, citra, fungsi, manajemen, pembiayaan, AMDAL). Sehingga rencana pengembangan Waterfront ini dapat mudah dan mendapat dukungan dari masyarakat luas karena melalui proses partisipasi berbagai pihak. f. Teknologi Pemanfaatan/penerapan teknologi sangat dibutuhkan dalam penyelesaian tepian atau pertemuan daratan dan perairan, pematangan lahan, pengolahan limbah, pengaturan air dan lainnya. Kesemuanya disesuiakan dengan karakter air dan lokasi (daerah air tawar/air laut). g. Analisis Dampak Lingkungan Penelitian akan dampak lingkungan yang timbul akibat pembangunan kawasan tepian air harus dilakukan secermat mungkin. Hal ini dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada lingkungan sekitar, menghindari dampak negatif dan agar dapat dicari solusi permasalahan dengan segera. h. Pembiayaan dan Pengelolaan Aspek pembiayaan adalah hal yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan proyek terkait dengan kebijaksanaan moneter pemerintah dan respon masyarakat. Kemudian pengelolaannya pun harus dilakukan secara professional, mulai dari operasional, perawatan fasilitas-fasilitas yang ada, promosi sampai dengan koordinasi dengan instansi terkait.

4.

Potensi Tepian Air

Daerah tepian air seperti sungair pantai dan lingkungan di sekitarnya memiliki karakter air yang unik dalam persepsi manusia, antara lain seperti aliran air, riak air, terpaan air terhadap batuan, bunyi percikan air, vegetasi tepian air dan lain sebagainya. Karakter-karakter khas tersebut memiliki potensi besar untuk diolah menjadi obyek dan daya tarik wisata tepian air. Adapun berbagai obyek dan daya tarik wisata yang dapat dikembangkan dari sumber daya air ini adalah: canoe, rafting, selancar,boating, selam, renang, mancing, restoran terapung, dan lain sebagainya.

5.

Klasifikasi Waterfront

Berdasarkan sifat dan jenis kegiatan yang diwadahi, Waterfront diklasifikasikan sebagai berikut (Breen and Rigby,1994): a. Cultural dan Educational Watertront Kegiatan yang diwadahi dalam cultural Waterfront meliputi aktivitas budaya, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Fasilitas yang dikembangkan antara lain: Waterfront plaza dengan sculpture (Detroit Waterfront), aquarium, hutan buatan dan fasilitas Waterfront lain yang digunakan untuk acara khusus seperti festival perahu tradisional. b. Environment Waterfront Dalam pengembangan kawasan tepian air ini, keaslian dan potensi lingkungan alam disekelilingnya menjadi modal utama, namun pengembangan tersebut tetap mempunyai misi penting dalam preservasi dan konservasi lingkungan yang telah mengalami degradasi. Misalnya penanggulangan abrasi pantai, penyelamatan keberadaan hutan bakau dan melindungi habitat spesies flora dan fauna tertentu.

Kegiatan-kegiatan berwawasan lingkungan ditampilkan dalam fasilitas-fasilitas berupa pedestrian, area piknik, dan taman bermain. c. Historic Waterfront Pengembangan kawasan tepian air ini terutama dimungkinkan pada daerah-daerah yang memiliki potensi peninggalan sejarah di sekitar kawasan tersebut. Sehingga pada dasarnya pengembangan tersebut merupakan upaya untuk melestarikan, memperbaiki, dan melestarikan potensi sejarah di kawasan tersebut, melalui pemanfaatan keberadaan artefak dan bangunan bersejarah sebagai daya tarik dan orientasi kawasan. Dari pengembangan tersebut, yaitu dengan masuknya fungsi-fungsi baru ke dalam kawasan, diharapkan kawasan tersebut dapat berkembang sekaligus mempunyai peran-peran baru yang akan mendorong pada terciptanya lingkungan yang berkualitas. d. Mixed-Used Waterfront Jenis Waterfront ini merupakan yang paling umum, terutama di daerah perkotaan. Kawasan tepian air ini menampung kegiatan yang berbeda-beda karaktemya, dalam satu ruang kawasan. Kegiatan-kegiatan yang ditampilkan pada dasarnya merupakan bentuk-bentuk kegiatan rutin masyarakat perkotaan, yang diwadahi dengan fasilitas-fasilitas fisik seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, rekreasi, perumahan, transportasi, wisata dan olah raga. e. Recreational Waterfront Merupakan kawasan yang mewadahi berbagai kegiatan yang bersifat rekreasi, sebagai tempat bagi warga yang ingin menikmati kenyamanan istirahat dan mencoba melepaskan diri dari rutinitas sehari-hari. Kegiatan-kegiatan rekreasi tersebut diwujudkan dalam fasilitas-fasilitas dan rekreasi seperti taman-taman, dermaga perahu/kapal pesiar, dll. f. ResidentWaterfront

Merupakan kawasan Waterfront dengan fasilitas perumahan sebagai fungsi utamanya. Kawasan tepian air ini didominasi oleh permukiman penduduk kawasan setempat. Salah satu contoh yang umum, terutama di perairan Indonesia, adalah perkampungan nelayan. Karena sesuai dengan pekerjaan pokoknya, nelayan biasanya membangun permukimannya di kawasan tepian. Namun dimungkinkan juga bahwa permukiman tepian air di suatu kawasan, tidak berkaitan langsung dengan mata pencaharian penghuninya. Dari keseluruhannya, pengembangan kawasan tepian air ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan permukiman yang sehat, nyaman, layak, dengan mutu yang baik, sehingga dapat menjadi daya tarik tersendiri pada kawasan tersebut. g. WorkingWaterfront Merupakan kawasan tepian air yang menampilkan aktivitas pekerjaan didalamnya sebagai pembentuk karakter kawasan. Pada kawasan tepian air dibentuk ruang-ruang bagi kegiatan atau pekerjaan tertentu, misalnya perkantoran, bengkel/perbaikan kapal, industri, penyewaan sampan atau alat-alat olah raga perairan, dan sebagainya. Masingmasing jenis perkerjaan tersebut mempunyai karakter-karakter tertentu yang akan mempengaruhi karakter kawasan. Pengembangan kawasan pekerjaan di tepian air seperti itu, bertujuan menyediakan fasilitas-fasilitas ruang yang berkualitas, sehingga setiap pekerjaan dapat dilakukan sesuai persyaratan keamanan, kenyamanan, tetap mempertimbangkan pemeliharaan lingkungan, dan secara keseluruhan menjadi ciri kawasan tepian air tersebut.

6.

Prinsip-prinsip Pengembangan Waterfront

Ada beberapa hal yang menjadi prinsip dalam pengembangan kawasan Waterfront (Torre, 1994, dalam Utami, 2004) antara lain:

a. Mendapatkan kembali aset lama atau memanfaatkan aset lama sebagai daya tarik. b. Memperbaiki kembali Waterfront dengan menangani masalah landuse, zoning, akses dan sirkulasi. c. Mengembangkan kawasan Waterfront dengan pendekatan "kompromi", dimana pembangunan kawasan dilakukan dengan pertimbangan aspek lingkungan, sosial budaya, ekologi, dan ekonomi. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan tepian air (termasuk didalamnya kawasan reklamasi) adalah konteks perkotaan dari pengembangan tersebut. Secara garis besar dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori (Wiliany,1999):

a. Konteks historis Konteks kesejarahan ini perlu dipelihara karena akan memberikan identitas khusus pada kawasan dan justru melahirkan daya tarik tersendiri b. Kaitannya dengan kota disekitarnya Membuat link-visual maupun kegiatan antara kawasan Waterfront dengan bagian kota lainnya serta memberikan akses yang mudah menuju kawasan Waterfront, hal ini bertujuan untuk mengikatkan" dari dengan bagian kota lainnya. Secara visual diujudkan dalam bentuk view koridor yang menghubungkan antar bagian-bagian penting di kawasan tepian air dengan pusat-pusat kegiatan kota. c. Akses publik ke kawasan Waterfront Memberikan hak publik seluas-luasnya untuk mengakses kawasan Waterfront melalui upaya penjagaan dan pencegahan terhadap pembatasan daerah tepian air agar jangan dikuasai secara privat, misaInya dengan membangun public promenade, jalan tepian pantai (sea boulevard) Waterfront plaza / park, dll.

Selain itu pembangunan rangkaian taman (continous park) juga merupakan salah satu upaya penciptaan open space linier sebagai ruang terbuka hijau di sepanjang pantai. Open space linier yang berfungsi sebagai pedestrian only ini merupakan sarana yang efektif untuk menjamin tersedianya akses publik ke kawasan tepian air yang nyaman bagi pejalan kaki.

6.

GARIS SEMPADAN SUNGAI


Dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang SumberDaya Air, dinyatakan bahwa sungai merupakan salahsatu bentuk alur air permukaan yang harus dikelola secara menyeluruh, terpadu berwawasan lingkungan hidup dengan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Dengan demikian sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan kemanfaatannya, dan dikendalikan dampak negatif terhadap lingkungannya.Dalam rangka mewujudkan kemanfaatan sungai serta mengendalikan kerusakan sungai, perlu ditetapkan garis sempadan sungai, yaitu garis batas perlindungan sungai. Garis sempadan sungai ini selanjutnyaakan menjadi acuan pokok dalam kegiatan pemanfaatan dan perlindungan sungai serta sebagai batas permukiman di wilayah sepanjang sungai. Lebar sempadan sungai, dapat ditentukanberdasarkan hitungan banjir rencana dan berdasarkan kajian fisik ekologi, hidraulik dan morphologi sungai langsung di lapangan.Penentuan lebar sempadan sungai dengan metode banjir rencana pada umumnya mengalami kesulitan implementasi di masyarakat, karena masyarakat kesulitan dalam memahami arti hitungan banjir rencana.Sementara di era otonomi, fihak yang berwenang tidak dapat mengimplementasikan segala sesuatu tanpa persetujuan masyarakat.Penentuan berdasarkan data ekologi, morphologi dan hidraulik, dapat lebih mudah dimengerti oleh masyarakat, karena batasan morphologi, ekologi dan hidraulik dapat dilihat secara langsung di lapangan.

1.

Penentuan Lebar Garis Sempadan Sungai

Beberapa metode penetapan lebar sempadansungai yang diperoleh dari studi literatur adalah sebagai berikut: 1. Lebar sempadan yang diperlukan untukperbaikan fungsi ekologi aquatik dan terestrial,kualitas air, hidraulik dan morphologi sungai.

Hasil studi literatur mengenai sempadan sungaiberdasarkan fungsi ekologi, kualitas air, hidraulikdan morphologi serta tujuan ditetapkannya disajikandalam tabel 1, 2 dan 3 berikut ini.

2.

Lebar Sempadan Sungai untuk Berbagai Tujuan Pada Berbagai Publikasi Lebar Sempadan (tidak termasuk bantaran keamanan) dengan tujuan konservasi

Publikasi

Lokasi Perbaikan kualitas air 30,48 m (kemiringan 150) 12,19 24,38) m (tergantung kemiringan)

Perbaikan habitat aquatik

Perbaikan habitat biota terestrial

CRJC, 2000

Connecticut river

30,48 m

91,44 m

SCSRP, 2004 Fischer & Fischenich, 2000 Schueler, 1995

South Carolina

(30,48 91,44) m

(5-30) m

(3-10) m

(30-500) m

Urban rivers

30,48 m

Resume

(5-30) m

(3-30,48) m

(30-500) m

3. Lebar Sempadan Sungai untuk Berbagai Tujuan Pada Berbagai Literatur Lebar Sempadan Sungai Terkait Dengan Perlindungan Kualitas Air Publikasi/ Autor Lebar Dasar Dasbonnet et al. 1994 82 ft = 25 m 150 ft = 45 Keterangan Menghilangkan 80% sedimen Melindungi kualitas air dari

m 197 ft = 30 m 279 ft = 80 m Wong & Mc Cuuen, 1991 dalam Divelbiss, 1994 Jacobs & Gillram, 1985 150 ft = 45 m

sedimen dan pulusi Menghilangkan suspended solid dan nitrogen Menghilangkan 80% polutan Mengurangi angkutan sedimen 90%

15 m

Menghilangkan nitrat dari air buangan pertanian Meningkatkan kualitas

Resume

15 80 m

4. Publikasi/ autor

Lebar Sempadan Sungai untuk Berbagai Tujuan PadaBerbagai Literatur

Lebar sempadan sungai terkait pemberian ruang untuk meandering dan perlindungan banjir Lebar dasar Keterangan Untuk memberikan ruang untuk meandering

Smardon & Felleman, 1996

2 kali lebar kanopi pohon sisi sungai

Very, 1992 dalam Divelbiss, 1994 Bertulli, 1981 dan Castelle et al, 1994 Lynch & Corbett, 1990

150 ft = 45 m

Perlindungan banjir

50 90 m

Perlindungan banjir 100 tahunan

115 ft = 30 m

Di daerah hutan dapat menurangi peningkatan fluktuasi maka air dan suhu sungai karena pembangunan hutan. Menjaga stabilitas system aquatic sungai di hutan, lebar sempadan setara dengan dua kali lebar kanopi pohon ( 2x18 m) di sempadan. Perlindungan gerakan meander dan banjir

Lewis, 1998

120 ft = 36 m (dua kali diameter kanopi pohon = 2x18 m = 36)

Resume

5 90 m

Kajian literatur pada tabel 1, 2 dan 3 tersebut menunjukkan bahwa ketentuan lebar sempadansungai (dalam hal ini sungai kecil dan menengahkarena contoh-contoh sungainya adalah sungai kecildan menengah) dari berbagai sumber literatur masihsangat bervariasi.Namun dari literatur-lieraturtersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat sempadansungai terhadap konservasi sungai (baik ekologi,hidraulik dan morphologinya) sangat signifikan.Lebar

sempadan untuk konservasi perbaikan kualitasair, dengan manfaat seperti ditunjukkan pada tabel 2,adalah 5 m sampai 80 m, untuk konservasi habitataquatik 3 m sampai 30,48 m dan untuk konservasihabitat terestrial adalah 30 m sampai 500 m.Sedangkan untuk memberikan ruang meandering danperlindungan terhadap banjir diperlukan sempadansungai 5 m sampai 90 m. Dari literatur tersebutdapat disimpulkan bahwa lebar sempadan sungaiyang memenuhi syarat untuk berbagai tujuan sepertipada tabel 1, 2 dan 3 adalah antara 3 90 m. Khususuntuk perlindungan vegetasi terestrial diperlukansempadan sungai dari 3 500 m.

2. Penetapan garis sempadan sungai berdasarkanmorphologi melintang dan hidraulik banjir Lebar sempadan sungai menurut literatur padatabel 1, 2 dan 3 ditentukan secara langsung tanpamembagi daerah sempadan sesuai dengan fungsibagian-bagianya. Sedang penetapan lebar sempadanmenurut Maryono (2005); didasarkan prosesperubahan fisik morphologi, hidraulik, ekologi dansosial/keamanan masyarakat. Sempadan sungaiselanjutnya dibagi menjadi bantaran banjir (floodplain), bantaran longsor (sliding plain), bantaranekologi penyangga dan bantaran keamanan.

1. 5. Tipikal Potongan Melintang Sungai

Korelasi Kedalaman dan Lebar Sungai

Kriteria Penetapan Lebar Sempadan Sungai Menurut Permen PU 63/1993 Diluas kawasan Perotaan Kriteria Lebar Min. Di dalam kawasan perkotaan Pasal Kriteria Lebar min.

No

Tipe Sungai

Sungai bertanggul (diukur dari kaki tanggul sebelah luar) Sungai tak

5m

3m

Pasal 6

Sungai

100m

Kedalaman

30m

Pasal 7 &

bertanggul (diukur dari tepi sungai)

besar (luas DPS < 500km2

> 20m

Kedalaman 3m-20m Sungai kecil (luas DPS < 500km2 Sungai yang terpengaruhi pasang surut air laut ( dari tepi sungai)

15m

Pasal 7 & 8

50m

Kedalaman sd. 3m

10m

Pasal 7 & 8

100m

100m

Pasal 10

2.

FUNGSI UTAMA SEMPADAN SUNGAI

Fungsi Utama Sempadan Sungai Daerah sempadan sungai memiliki fungsi penting yaitu: 1. Membantu infiltrasi (penyerapan) aliran air hujan ke dalam tanah dan mencegah banjir. Daerah bervegetasi alami di bantaran sungai akan menghambat arus aliran air hujan dan tanahnya akan menyerap sebagian air, sehingga mengurangi volume air yang mengalir ke sungai dan mencegah banjir. Setelah air terserap masuk ke dalam akuifer, air tanah akan mengalir ke sungai melarutkan dan mengencerkan limbah dalam air sungai serta meningkatkan kapasitas penyerapan limbah oleh air sungai terutama pada musim kemarau. 2. Memberi naungan di sekitar sungai dan mencegah meningkatnya suhu air. Suhu yang tinggi meningkatkan aktivitas metabolisme dan meningkatkan kebutuhan oksigen, sedangkan oksigen yang tersedia sangat terbatas. Hal ini dapat menyebabkan kematian biota perairan karena kekurangan oksigen dan timbulnya bau akibat pesatnya pertumbuhan mikroba patogen dan bakteri, 3. Menyediakan habitat dari berbagai jenis biota sungai seperti serangga, molluska (keongkeongan), cacing dan ikan. Setiap organisme memiliki peranan penting dalam ekosistem sungai antara lain dalam meningkatkan kesuburan tanah dan menjaga keseimbangan populasi serangga hama. Daerah di bawah permukaan tanah bantaran sungai adalah daerah yang penting bagi perlindungan organisme sungai terutama hewan invertebrata pada saat adanya gangguan (banjir, kekeringan dan sebagainya). Daerah ini berkaitan dengan reproduksi ikan dan menjadi sumber energi dan nutrien yang penting.

BAB V ANALISIS PENGEMBANGAN KOTA TEMBILAHAN

1.

ANALISIS DELINIASI KAWASAN


1. Rencana tata Ruang Kota Tembilahan

Kawasan Parit 21 sebagai area pelabuhan baru berjarak 5 Km dari kawasan pelabuhan lama dengan luas wilayah pengembangan 12 Ha. Relokasi pelabuhan lama ke lokasi baru (kawasan Parit 21) bertujuan meningkatkan sarana dan prasarana perhubungan laut atau sungai dalam kerangka upaya peningkatan ekonomi masyarakat. Ditinjau dari struktur ruang kota Tembilahan, Kawasan Parit 21 merupakan pengembangan BWK VI, dimana kawasan ini terkonsentrasi sebagai pelabuhan terpadu dan pusat bisnis dengan arahan fungsi kegiatan penunjang sebagai:

Industri Pergudangan Wisata, olah raga, dan hutan kota Kawasan pusat kepemudaan (youth center) Permukiman

5.

2.

Deliniasi Kawasan Perencanaan

Berdasarkan pendekatan akademik bahwa batas-batas kawasan yang akan dirancang harus ditentukan berdasarkan batasbatas fisik / geografis kawasan berupa jalan, sungai, laut dan sebagainya. Mengacu pada RDTR Kota Tembilahan, kawasan perencanaan ditentukan dari rencana peruntukan lahan terbangun yang merupakan daerah pengembangan dalam BWK VI. Kawasan perencanaan mencakup wilayah pelabuhan baru dan kawasan yang menghubungkan Pelabuhan baru menuju kota Tembilahan. Berdasarkan batas-batas fisik kawasan perencanaan RTBL kawasan pelabuhan Parit 21, maka kawasan perencanaan memiliki batas-batas:

Sebelah Utara : Rencana Pengembangan Jalan Lingkungan Sebelah Selatan : Sungai Indragiri Sebelah Barat : Parit 17 Sebelah Timur : Parit 21

1. Rencana Pengembangan Wilayah Kota Tembilahan 2. Sumber: Analisis, 2010

3. 2. Deliniasi Kawasan Perencanaan Sumber: Analisis, 2010

4.

5. 2.

ANALISIS TINGKAT KOTA TEMBILAHAN


1. Fungsi-fungsi Utama Kota

Struktur Kota Tembilahan berbentuk memanjang di sepanjang tepian Sungai Indragiri membentuk pola linear dimana fungsi perdagangan dan pergudangan dominan disana. Fungsi lain yang berkembang pada pusat kota Tembilahan adalah pemerintahan, transportasi, dan permukiman. Hal ini disebabkan faktor sosial budaya masyarakat yang menyesuaikan dengan kondisi fisik alam daerah ini, yaitu menjadikan daerah perairan (sungai/laut) sebagai jalur transportasi dan orientasi berbagai kegiatan, sehingga pemukiman penduduk juga tumbuh di sepanjang sungai. Dengan pertimbangan konsentrasi kegiatan dan pemanfaatan ruang kota saat ini serta beberapa potensi dan kebijakan pengembangan kota di masa mendatang, maka struktur kota yang terbentuk terbagi dalam beberapa cluster wilayah kota yang dapat menjadi embrio pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK). Cluster-cluster yang diarahkan menjadi BWK adalah:

Kawasan Tembilahan Hulu Kawasan Pusat Kota Kawasan Tembilahan Hilir dan sebagain Sungai Beringin Kawasan Pekan Arba Kawasan Sungai Beringin-Kuala Getek Kawasan Pengembangan Pelabuhan Baru dan Terusan Mas Kawasan Seberang Tembilahan

2.

Jaringan Pergerakan

Transportasi perairan merupakan sistem pergerakan utama di Kabupaten Indragiri Hilir pada umumnya. Transportasi sungai digunakan untuk jalur keluar masuk barang dan manusia Kota Tembilahan dengan berkembangnya beberapa pelabuhan. Sehingga perkembangan kota di masa yang akan datang akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan transportasi jenis ini. Jaringan jalan merupakan prasarana yang penting dalam mengarahkan perkembangan. Melalui pembentukan sistem jaringan jalan akan didapatkan suatu bentuk perkembangan fisik kota yang diinginkan. Prasarana jalan merupakan penarik dan stimulan bagi bangkitnya kegiatan perekonomian dan perkembangan daerah. Kondisi tanah gambut pada Kota Tembilahan yang kurang stabil. Biaya yang cukup tinggi menjadikan menjadikan pembangunan infrastruktur jalan belum menjangkau seluruh daerah. 6. Perencanaan jaringan transportasi darat yang menghubungkan pusat kota Tembilahan dengan kawasan rencana belum terkondisikan dengan dengan baik. Untuk perencanaan ke depan, akan diutamakan membangun jalur jalan kolektor primer yang menghubungkan antar sub kota. 7. Perencanaan pola jalan lingkungan dengan sistem grid akan memudahkan mobilitas penduduk. Hal itu akan membutuhkan dana yang sangat tinggi dikarenakan struktur tanah yang kurang stabil. 8. 9. 10. 11. 12. 1. Rencana-rencana Terkait Perencanaan transportasi air pada Kota Tembilahan terdapat dua pelabuhan, yaitu pelabuhan orang di pusat kota Tembilahan dan pelabuhan barang kebutuhan sehari-hari di kawasan perencanaan.

Pembangunan pelabuhan baru untuk memisahkan antara pelabuhan orang dengan pelabuhan barang sehari-hari kota. Kawasan pusat kota Tembilahan cukup padat untuk pemenuhan seluruh kebutuhan kota. Perencanaan pengembangan Parit 21 sebagai pelabuhan barang dengan fasilitas-fasilitas pendukungnya diharapkan dapat menjadi embrio baru pengembangan daerah lain dalam dan pemerataan pembangunan kota dan mengurangi kepadatan pusat kota Tembilahan. Perkembangan linier kota mungkin akan tetap ada dengan adanya jalur transportasi ringroad. Namun pengembangan kota berikutnya dapat ditarik masuk ke daratan seiring dengan berkembangnya jalur transportasi darat. Perencanaan ini harus didukung dengan infrastuktur jalan yang baik untuk menghubungkan kota satu dengan kota lainnya serta memudahkan distribusi barang dari pelabuhan.

Rencana pengadaan transportasi publik Transportasi publik dimaksudkan untuk mempermudah mobilitas masyarakat. Sehingga hal itu akan menarik perkembangan kota tidak hanya pada pusat kota tapi pada daerah sekitarnya. Perlu dukungan dari perbaikan infrastuktur jalan agar transportasi publik dapat menjangkau daerah-daerah pinggiran. Sehingga perkembangan pusat kota hanya untuk fungsi publik seperti perdagangan, jasa, dan campuran.

13.

3.

Fungsi-fungsi utama kota

Sumber: Analisis, 2010

14. 1. Pengembangan Kota Tembilahan dalam BWK

15. Sumber: Analisis, 2010 16. 17. 18.

1.

Peta Posisi Kawasan Terhadap Rencana Jaringan Pergerakan Dalam Kota 19. Sumber: Analisis, 2010

1.

Perencanaan Pengembangan Kota 20. Sumber: Analisis, 2010

21.

3.

ANALISIS TINGKAT KAWASAN PARIT 21


1. Rencana-rencana Terkait

Sistem transportasi Dalam pengembangan sistem transportasi, kawasan parit 21 akan dibangun dan dikembangkan berbagai jalur sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi dan perhubungan antar kawasan dengan kawasan luar. Dilihat dari gambar eksisting, kawasan perencanaan memiliki potensi dalam pencapaian langsung menuju kota Tembilahan. Jalan arteri sekunder tingkat kota Kota Tembilahan dapat menjadi embrio awal pergerakan utama kawasan perencanaan. Pengembangan sistem transportasi sekitar kawasan tidak hanya pada jalur darat namun juga melalui jalur air yang merupakan potensi pergerakan wilayah sekitar kawasan.

Transportasi perairan Transportasi perairan merupakan sistem pergerakan utama di Kabupaten Indragiri Hilir pada umumnya, sehingga perkembangan kota di masa yang akan datang akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan transportasi jenis ini.

Transportasi darat Jaringan jalan merupakan prasarana yang penting dalam mengarahkan perkembangan. Melalui pembentukan sistem jaringan jalan akan didapatkan suatu bentuk perkembangan fisik kota yang diinginkan. Prasarana jalan merupakan penarik dan stimulan bagi bangkitnya kegiatan perekonomian dan perkembangan daerah.

Sistem transportasi sekitar kawasan sangat mendukung perkembangan dan aksesibilitas kendaraan menuju kawasan. Jalan arteri sekunder dan kolekter sekunder yang direncanakan menjadi potensi embrio pergerakan utama dalam dan menuju kawasan. Sistem pergerakan sekitar kawasan yang direncanakan sangat mendukung aksesibilitas transportasi darat menuju kawasan, baik dari arah Barat (kota Tembilahan) melalui jalur utama yaitu arteri sekunder dan kolektor sekunder (ring road), dari arah Utara (Sungai Beringin) melaui jalur lingkungan yang terkoneksi menuju kawasan dan jalur arteri sekunder, serta dari arah Timur yaitu jalur Ring Road yang akan menghubungkan kawasaperencanaan dengan kawasan sekitar. Selain itu, jalur perairan ditunjang dari adanya prasarana transportasi berupa pelabuhan dan kawasan perencanaan berada pada tepian sungai yang merupakan jalur utama lalu lintas perairan.

2.

Kehidupan Sosial-Budaya

Fasilitas sosial yang telah ada pada kawasan sekitar (kota Tembilahan) yaitu; pusat Pemerintahan, gedung olahraga, rumah ibadah, sekolah (SD, SMP, SMU, dan Pergutuan Tinggi), serta prasarana pelayanan kesehatan yaitu Rumah Sakit, Puskesmas (baik pusat maupun pembantu) dan apotek. Dalam pengembangan kawasan perencanaan, maka kebutuhan akan fasilitas sosial masyarakat akan disesuaikan guna mendukung laju pertumbuhan penduduk dan daya dukung kawasan perencanaan. Rasio penyediaan prasarana sosial masyarakat di kawasan perencanaan dapat dihitung dari korelasi jumlah penduduk kota tembilahan dan fasilitas sosial yang tersedia.

3.

Kepadatan dan Profil Penduduk

Jumlah penduduk kota Tembilahan yaitu 63.074 jiwa. Kecamatan Tembilahan menempati penambahan tertinggi yaitu sebesar 5 jiwa per km2 dari 315 jiwa per km2 tahun 2005 menjadi 320 jiwa per km2 tahun 2006, hal ini dikarenakan Kecamatan Tembilahan merupakan pusat Ibukota Kabupaten Indragiri Hilir. Pusat Kota Tembilahan merupakan sentral / pusat pertumbuhan di dalam kecamatan tembilahan. Dari kondisi eksisting, tembilahan hilir memiliki potensi terbesar dalam memecah kepadatan penduduk dalam kpusat kota. Hal tersebut didukung oleh embrio jaringan jalan yang telah terbentuk dengan fungsi jalur arteri sekunder kabupaten dan kolektor kota yaitu ring road. Sebagai kawasan baru dengan fungsi menarik / memecah kepadatan pusat kota Tembilahan, kawasan perencanaan berpotensi menjadi pusat kota ke dua dan menjadi pusat pertumbuhan baru di kota Tembilahan.

4.

Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian kota Tembilahan berpusat pada Pusat kota Tembilahan. Dimana, potensi perekonomian berupa jalur perdagangan yang menjadi penggerak perekonomian kota Tembilahan khususnya dan Kabupaten Indragiri Hilir pada umumnya. Dalam pengembangan sistem transportasi, kawasan parit 21 akan dibangun dan diekmbangkan berbagai jalur sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi dan perhubungan antar kawasan dan dengan kawasan luar. Dengan adanya pembangunan pelabuhan baru Parit 21, maka perkembangan ekonomi kawasan pusat kota Tembilahan akan tertarik linier sepanjang jalur yang menghubungkan pusat distribusi (pelabuhan). Sehingga, jalur perekonomian akan terbentuk disepanjang jalur penghubung tersebut. Dampak terhadap kawasan perencanaan yaitu kawasan akan berkembang linier pada jalan utama kawasan. Sehingga pusat kegiatan linier tersebut dapat menjadi penggerak bagi perkembangan kawasan disekitarnya.

5.

Perubahan Penggunaan Lahan

Dari kondisi yang ada, kawasan pusat kota yang merupakan pusat pembangunan memiliki kecendrungan perkembangan searah tepi sungai (menuju hilir) dank e bagian dalam kawasan (bagian utara). Dalam RDTRK, kawasan perencanaan merupakan bagian dari kawasan BWK VI. Dengan kecendrungan sebagai pusat pengembangan kota baru yang terpadu dengan pelabuhan barang dan kawasan industri dan pariwisata, maka di BWK VI akan dikembangkan pusat perdagangan dan jasa komersial atau pusat bisnis modern yang meliputi mal, pertokoan, perkantoran, dan jasa akomodasi (hotel, restoran). Penggunaan lahan lebih cendrung kea rah pemanfaatan lahan pertanian/ perkebunan dan hutan lindung di sekitar kawasan perencanaan yang termasuk dalam lingkup BWK VI.

6.

Jaringan Pergerakan dan Akses ke Kawasan Dengan adanya pemekaran wilayah Kota Tembilahan di Kabupaten Indragiri Hilir, maka kawasan Parit 21 menjadi salah

satu pengembangan kawasan pelabuhan yang baru. Permasalahan umum yag sering dijumpai dalam pengembangan kawasan baru adalah belum adanya konektivitas terhadap kawasan di sekitarnya, baik berupa pola jaringan pergerakan sirkulasi maupun akses. Sistem pergerakan dan akses terkait secara langsung terhadap sistem transportasi dan pola kegiatan dan aktivitas dalam kawasan tersebut. Hubungan yang mendasar dalam aspek transportasi adalah keterkaitan antara guna lahan dan transportasi. Hubungan ini memiliki sifat yang saling mempengaruhi. Pola pergerakan, volume, dan distribusi moda angkutan merupakan fungsi dari distribusi guna lahan. Sebaliknya, pola guna lahan dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas sistem transportasi.

Sistem transportasi dipengaruhi oleh sistem kegiatan, sistem pergerakan dan sistem jaringan. Adanya sistem kegiatan akan mengakibatkan pembentukan sistem jaringan melalui perubahan tingkat pelayanan dan sistem pergerakan. Munculnya sistem jaringan akan mempengaruhi sistem peningkatan mobilitas dan aksesibilitas.Sistem pergerakan dalam mengakomodir kelancaran lalu lintas akan mempengaruhi sistem kegiatan dan sistem jaringan.

7.

Sistem Transportasi Sumber: Analisis, 2010

Proses analisis jaringan pergerakan (kendaraan dan pedestrian) serta akses ke wilayah sekitar kawasan Parit 21 ini dilakukan guna mendapatkan pola pergerakan wilayah di sekitar kawasan Parit 21 dan mampu memberikan beberapa alternatif pilihan akses menuju kawasan perencanaan. Dari gambar di atas terlihat pengembangan dan perencanaan akses kawasan Kabupaten Indragiri Hilir. Sistem pergerakan dan akses kawasan Parit 21 telah terhubung dengan kawasan di sekitarnya. Hal ini terlihat dengan adanya Jalan kolektor sekunder yang menghubungkan kawasan Parit 21 dengan Kota Tembilahan dan jalan arteri sekunder yang menghubungkan dengan kawasan lain di sebelah utara Kawasan Parit 21. 7. Intensitas Penggunaan Lahan Pengendalian penggunaan lahan sangat diperlukan dalam perencanaan kawasan baru guna mengkontrol pengembangan dan peralihan fungsi-fungsi dalam kawasan tersebut. Kondisi eksisting di sekitar kawasan Parit 21 masih didominasi oleh lahan

pertanian dan perkebunan. Sedangkan sebelah barat kawasan ini merupakan pusat Kota Tembilahan dengan kondisi pemukiman yang sudah padat. Ditinjau dari struktur ruang kota Tembilahan, Kawasan Parit 21 merupakan pengembangan BWK VI, dimana kawasan ini terkonsentrasi sebagai pelabuhan terpadu dan pusat bisnis dengan arahan fungsi kegiatan penunjang sebagai:

Industri Pergudangan Wisata, olah raga, dan hutan kota Kawasan pusat kepemudaan (youth center) Permukiman Intensitas penggunaan lahan yang dikenali dari Koefisien lantai Bangunan (KLB) dari kawasan di sekitar Parit 21 dapat mewakili karakter visual kawasan (dengan melihat skyline kawasan). Dengan melihat kondisi intensitas penggunaan lahan di sekitar kawasan, maka dalam proses analisis intensitas penggunaan lahan kawasan Parit 21 dapat menyesuaikan dengan kondisi di sekitar kawasan tersebut. Dalam Rencana Detil Tata Ruang Kota Tembilahan menyebutkan adanya dominasi pengembangan Kawasan Perindustrian dan pergudangan. Akan tetapi dalam pengembangan kawasan yang baru perlu memperhatikan penataan tata guna lahan guna menjaga pengembangan sustainability kawasan secara keseluruhan.

8.

Jaringan Ruang Terbuka dan RTH

RTH kota adalah bagian dari ruang ruang terbuka suatu wilayah perkotaan (urban spaces) yang diisi oleh vegetasi guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. RTH fungsi penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, untuk ke-indahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota. Berdasarkan sifat dan ekologisnya diklasifikasi menjadi:

a. Bentuk RTH kawasan (areal, non linear) Meliputi RTH yang berbentuk hutan (hutan kota, hutan lindung, hutan rekreasi), taman, lapangan O, Kebun Raya, kebun Pembibitan, Kawasan Fungsional (RTH kawasan perdagangan, RTH kawasan perindustrian, RTH kawasan permukiman, RTH kawasan pertanian), RTH kawasan khusus (Hankam, perlindungan tata air, plasma nutfah, dan sebagainya). b. Bentuk RTH jalur (koridor, linear) Meliputi RTH koridor sungai, RTH, sempadan danau, RTH sempadan pantai, RTH tepi jalur jalan, RTH tepi jalur kereta, RTH Sabuk hijau (green belt), dan sebagainya.

Analisis jenis dan pola persebaran ruang terbuka dan RTH yang sesuai untuk kawasan perencanaan dengan memperhatikan/ menyesuaikan pada jenis-jenis dan pola persebaran ruang terbuka serta RTH di wilayah sekitar. Dengan melihat kondisi RTH eksisting kawasan di sekitar kawasan Parit 21, maka pengembangan ruang hijau dapat terpola dengan baik.

Dalam kasus kawasan Tembilahan Hilir ini, kondisi wilayah dengan banyak parit memberikan potensi jalur hijau linier di sepanjang parit tersebut. 9. Jaringan Utilitas

Pengkajian analisis mengenai jaringan utilitas sangat diperlukan guna mendapatkan gambaran tuntutan kebutuhan pembuatan jaringan baru, perbaikan serta penambahan kapasitas jaringan utilitas di kawasan perencanaan. Proses analisis dapat dilakukan dengan tahap identifikasi jaringan di kawasan sekitar kawasan Parit 21 sehingga dalam perencanaannya nanti mampu memanfaatkan adanya kemungkinan jaringan-jaringan yang sudah tersedia dan berpotensi dalam pengembangannya. Analisis pengembangan jaringan utilitas umum sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan, termasuk sistem makronya. Meneliti kemungkinan dimensi, lokasi, pemanfaatan ruang jalan sebagai jalur distribusi, dengan mempertimbangkan topografi, volume, debit, lokasi/lingkungan perencanaan, tingkat pelayanan, dsb. Komponen analisis pada utilitas umum ini meliputi: a. Air Minum, yaitu pengaturan dan penentuan kebutuhan jaringan dan fasilitas air minum, sehingga tercipta ruang yang ekonomis, sehat, dan produktif. b. Drainase, yaitu melakukan kajian terhadappemenuhan kebutuhan untuk mengalirkan air permukaan ke badan airpenerima atau bendungan resapan buatan, agar terhindar pengikisan aliran hujanterhadap badan jalan dan genangan air hujan pada kawasan tertentu. c. Air limbah, yaitu melakukan kajian terhadap pemenuhan kebutuhan untuk mengalirkan air limbah domistik yang berasal dari perumahan dan non perumahan. d. Persampahan, yaitu melakukan kajian terhadap pemenuhan kebutuhan untuk pembuangan limbah non B3 yang berasal dari perumahan dan non perumahan. e. Kelistrikan, yaitu melakukan kajian terhadap pemenuhan kebutuhan penerangan melalui sistem pelayanan jaringan,dan komponen prasarana kelistrikan.

f. Telekomunikasi, yaitu melakukan kajian terhadap pemenuhan kebutuhan telekomunikasi melalui sistem pelayanan jaringan telepon, dan komponen prasarana telepon.

Pembahasan dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan jaringan-jaringan utilitas untuk kawasan Parit 21 kemungkinan dapat dipenuhi oleh jaringan-jaringan dari kawasan di sekitarnya. Sedangkan untuk kebutuhan instalasi dan penambahan kapasitas dapat dilakukan sesuai dengan perencanaan penataan fungsi kawasan Parit 21 nantinya.

8.

Jalur Sistem Transportasi Eksisting Sekitar Kawasan Sumber: Analisis, 2010

9.

Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Sekitar Kawasan Sumber: Analisis, 2010

10. Sebaran Fasilitas Sosial Kawasan / Kota Tembilahan Sumber: Analisis, 2010

22. 11. Arah Perkembangan Penduduk Kota Tembilahan Sumber: Analisis, 2010

12. Arah Perkembangan Ekonomi Kota Tembilahan Sumber: Analisis, 2010

13. Arah Perkembangan Pembangunan Sumber: Analisis, 2010

14. Kecendrungan perkembangan pembangunan Sumber: Analisis, 2010

15. Analisis Jaringan Pergerakan di Wilayah Sekitar Kawasan Perencanaan Sumber: Analisis, 2010

16. Analisis Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Sekitar Parit 21 Sumber: Analisis, 2010

17. Analisis Peta Rencana RTH Kawasan Sekitar Parit 21 Sumber: Analisis, 2010

18. Analisis Peta Rencana Utilitas Kawasan Sekitar Parit 21 Sumber: Analisis, 2010

4.

ANALISIS TINGKAT KAWASAN


1. Sistem Transportasi Kawasan

Sistem transportasi kota tembilahan yang direncanakan melalui kawasan perencanaan merupakan potensi awal pengembangan jaringan transportasi dalam kawasan. Pengembangan jaringan transportasi pada kawasan lebih bertumpu pada jaringan / jalan utama yang akan terbentuk. Pengembangan jalur transportasi juga mempertimbangkan kondisi lahan yang memiliki modul linier tegak lurus jalan utama dengan adanya parit-parit yang membelah kawasan. Sehingga, bentuk pengembangan dengan sistem culdesac di setiap modul kawasan. Penggunaan sistem jaringan culdesac sangat cocok untuk mempertimbangkan efisiensi biaya yang mahal bila pembangunan dilakukan dengan modul grid keseluruh kawasan. Hal tersebut merupakan pertimbangan dari jenis tanah pada kawasan yang merupakan tanah labil, sehingga membutuhkan struktur yang mahal dalam konstruksinya.

2.

Pembagian Persil Kawasan

Dari kondisi geogrfis kawasan,pembagian zonasi kawasan dapat dipertimbangkan dari pembagian kawasan oleh paritparit yang membelah kawasan.Kawasan lebih cendrung berkembang secara linier yang akan menjadi pusat dari kawasan. Jalan utama yang membelah kawasan menjadi penggerak awal perkembangan menuju dalam kawasan.Batas-batas fisik kawasan yang memisahkan antar blok / persil besar kawasan berpotensi sebagai area transisi dan ruang terbuka pada kawasan.

3.

Pusat Kawasan

Pusat kawasan ditentukan berdasarkan embrio pembentuk awal kawasan. Yaitu persinggungan antara jalur arteri sekunder dan jalur kolektor skunder kota Tembilahan yang merupakan Ring Road kota.Inti kawasan sebagai pusat kegiatan nantinya diharapkan dapat menjadi generator bagi pengembangan seluruh kawasan. Selain potensi pengembangan dari RDTR, pusat kawasan yang direncanakan di tengah-tengah kawasan dengan pertimbangan pusat kawasan sebagai penentu arah perkembangan kawasan dan akan cepat member pengaruh kepada kawasan sekitarnya. Selain itu dengan membagi kawasan diharapkan dapat memudahkan pengawasan dan koordinasi Pemerintah Daerah ke seluruh kawasan sekitarnya.

4.

Potensi Pengembangan Kawasan

Dalam penentuan zonasi kawasan, pertimbangan awal yaitu alur pergerakan inti kawasan yaitu pada jalan utama yang berkemungkinan besar untuk berkembang sebagai area komersial. Zona pelabuhan merupakan lokasi eksisting pembangunan pelabuhan parit 21 yang kemudian di dekatkan dengan area pergudangan dan industry sebagai zona pendukung kawasan pelabuhan. Dalam perkembangan kota linier, fungsi permukiman diletakkan pada lapisan kedua setelah komersial. Fungsi lahan komersial dan industry memiliki karakter kebisingan dan polusi tinggi, sehingga diletakkan pada jalur utama pada kawasan. Zona pesisir sungai merupakan kawasan lindung yang dapat dimanfaatkan sebagai area hijau kota dan agrowisata alami kawasan. Selanjutnya penempatan area campuran pada inti kawasan untuk mempermudah pencapaian yang merupakan

fasilitas penunjang kawasan (perkantoran, pelayanan masyarakat, fasilitas social lainnya). Serta ruang terbuka hijau kota yang berfungsi sebagai taman rekreasi dan untuk keseimbangan ekologi perkotaan. 5. Prospek Public Transport dalam Kawasan

Untuk mendukung kenyamanan pejalan kaki dan pengguna kawasan, maka direncanakan halte-halte / tempat pemberhentian kendaraan umum pada titik-titik strategis kawasan sehingga penduduk dapat mencapai halte dari tempat asalnya dalam radius kenyamanan pejalan kaki ( 400m). Rute transportasi tentunya melalui jalur utama kawasan (jalur arteri sekunder dan kolektor sekunder perencanaan pengembangan system transportasi kota Tembilahan) yang menghubungkan kawasan perencanaan dengan kota Tembilahan. Lokasi halte sebagai bagian dari infrastruktur kawasan ditentukan berdasarkan jarak nyaman pejalan kaki dari masing masing zona kawasan. Halte ditempatkan dilokasi paling strategis yaitu di sepanjang jalankolektor sekunder (Ring Road) kawasan.

6.

Area Hijau Kawasan

Ruang hijau kawasan yang direncanakan dengan konsep connectibility green way. Dimana pengolahan zona hijau yaitu pada area / kawasan lindung (tepian sungai dan parit) serta kawasan umum / zona kegiatan. Kawasan hijau bersifat square dan linier, dimana kawasan yang direncanakan antara lain:

Kawasan ekowisata dengan memanfaatkan kawasan lindung yang berada disepanjang tepian sungai Indragiri dan parit dalam kawasan.

Taman kota sebagai paru-paru kota yang difungsikan sebagai area rekreasi untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekitar. Lapangan olahraga yang disediakan pada permukiman dan sarana pusat kota / kawasan.

Simpul-simpul pergerakan kawasan dengan fasilitas penunjang pergerakan yang ada didalamnya. Serta jalur / koridor kendaraan umum yang berpotensi sebagai pembentuk ruang terbuka hijau linier Kota / kawasan.

19. Jaringan Transportasi Kawasan Sumber: Analisis, 2010

20. Modul Kawasan Berdasarkan Parit Sumber: Analisis, 2010

21. Modul Kawasan Berdasarkan Parit Sumber: Analisis, 2010

22. Potensi inti / pusat kawasan perencanaan Sumber: Analisis, 2010

23. Potensi pengembangan zona kawasan Sumber: Analisis, 2010

24. Potensi Pergerakan Transportasi Umum Kawasan Sumber: Analisis, 2010

25. Potensi ruang terbuka hijau kawasan perencanaan Sumber: Analisis, 2010

5.

ANALISIS SWOT 1. Strength

o o o

Merupakan kawasan baru sehingga memungkinkan pengembangan sebagai daerah pertumbuhan kawasan baru. Merupakan kawasan pelabuhan barang dan pergudangannya yang memiliki peranan untuk Kota Tembilahan. Kawasan perencanaan sebagian besar masih berupa daerah pertanian penduduk dan masih jarang adanya bangunan sehingga memudahkan untuk perencanaan kawasan baru.

1.

Weakness

Merupakan lahan gambut dengan kondisi tanah kurang stabil sehingga membutuhkan biaya ekstra untuk pengembangannya. Infrastruktur jalan yang menjangkau kawasan perencanaan masih belum memadai. Pembangunan pelabuhan barang di daerah waterfront dapat merusak ekosistem tepian sungai.

1.

Opportunity

Berpotensi sebagai pusat pengembangan kawasan baru selain pusat Kota Tembilahan itu sendiri.

Membuka peluang investor turut mengembangkan kawasan baru ini dengan adanya pelabuhan barang yang memungkinkan hubungan dengan daerah luar.

1.

Threat

Pusat kawasan baru ini berpotensi menjadi kota yang tidak terstruktur jika berkembang seperti pusat Kota Tembilahan. Pengaruh dari luar dengan mudah akan masuk ke kawasan yang memungkinkan perubahan dalam sosial budaya.

BAB VI KONSEP AWAL PENGEMBANGAN KOTA TEMBILAHAN

4.

1.

VISI AWAL PERENCANAAN

Dalam hal ini kawasan rencana yang terdapat di BWK VI dengan dikembangkan menjadi kawasan baru dengan pelabuhan barang terpadu dan pusat bisnis sebagai arahan kegiatan utamanya. Dimana konsep perencanaan ini mendukung tujuan pengembangan BWK VI secara lengkap adalah sebagai berikut:

Mewujudkan kawasan dengan pengelolaan terpadu untuk pusat perdagangan dan jasa komersial (bisnis modern), kegiatan pelabuhan barang, kawasan industri (industrial state/zone)dan pergudangan sehingga menjamin pengolahan dan pemasaran komoditas regional serta perdagangan antar wilayah.

Mewujudkan pelayanan publik baik dalam skala kota maupun regional dengan penyediaan berbagai fasilitas kota seperti fasilitas transportasi, rekreasi, olah raga, pendidikan, riset, kepemudaan, perdagangan, jasa, pelayanan umum, dan sebagainya.

Mewujudkan keterpaduan antar kegiatan kota baik kegiatan perekonomian (dominasi kegiatan industri dan pertanian), sosial, dan budaya; serta keterpaduan dengan keseimbangan lingkungan kota sehingga terwujud kenyamanan, kelestarian, dan keberlanjutan pembangunan kota pada masa mendatang.

Pelabuhan barang menjadi kegiatan utama pada kawasan rencana ini sehingga visi awal konsep perencanaannya adalah kawasan waterfront. Kawasan waterfront berfungsi sebagai perantara antara perairan dan daratan, kawasan waaterfront perlu menempatkan diri sebagai bagian dari kota induknya, antara lain melalui pencapaian yang mudah dan jelas serta struktur lingkungan (pola jalan, susunan massa, dan lain sebagainya) yang menghargai struktur bagian kota yang berdekatan. Selain itu juga perlu mempertahankan ciri kota yang bersangkutan, melalui pelestarian potensi budaya yang ada serta pelestarian bangunan yang bernilai sejarah atau bernilai arsitektur tinggi. Kawasan perairan mempunyai kondisi alamiah beserta ekosistemnya yang spesifik, maka perlu diperhatikan agar faktor-faktor lingkungan ini tetap terjaga keseimbangannya. Perlu dibuatkan prasarana untuk mencegah erosi pantai, serta perlu diadakan

pengaturan sirkulasi air untuk mencegah terjadinya banjir di areal yang dibangun atau kawasan sekitarnya. Habitat setempat seperti jenis-jenis burung adan ikan perlu mendapatkan perhatian agar tidak mengalami kepunahan.

1. 5. 6. 7. 1. 2.

KONSEP AWAL PERENCANAAN

1.

Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan

Konsep perancangan struktur tata bangunan dan lingkungan adalah suatu gagasan perancangan dasar pada skala makro, mulai dari intervensi desain struktur tata bangunan dan lingkungan yang akan dicapai pada kawasan perencanaan. Hal ini terkait dengan struktur keruangan yang terintegrasi terhadap kawasan sekitarnya secara luas dengan mengintegrasikan seluruh komponen perancangan kawasan yang ada. Dalam konsep perancangan struktur tata bangunan dan lingkungan, pembahasan diklarifikasikan menjadi beberapa aspek perancangan, antara lain:

Jaringan jejalur kawasan (sirkulasi dan akses kawasan) Perkembangan pusat kawasan Perkembangan aktivitas kawasan (kawasan pelabuhan dan pergudangan serta hunian. Penataan massa kawasan (ketinggian bangunan berdasar aspek fungsi) Konektivitas jaringan hijau kawasan

A. Jaringan Jejalur Kawasan

Jalur arteri kawasan, dimana pengembangan jalur tersebut merupakan awal pengembangan kawasan secara keseluruhan. Hal ini mengakibatkan perkembangan kawasan memiliki kecenderungan untuk bersifat linier. 1. 2. 3. 4. 5. Dari potensi jejalur sirkulasi dan akses kawasan, maka dapat terlihat potensi titik persimpangan antara jalur arteri kawasan dan jalur kolektor primer. Titik tersebut memiliki potensi besar dalam pengembangan pergerakan dan pusat kawasan. Titik persimpangan tersebut merupakan konektivitas terhadap pusat Kota Tembilahan yang menjadi basic perkembangan Kabupaten Indragiri Hilir.

B. Perkembangan Pusat Kawasan Pusat kawasan, dimana pusat kawasan Parit 21 ini nantinya akan dikembangkan sebagai pelabuhan baru dan pusat pergudangan dengan area pemukiman sebagai pendukung kawasan. Agar kegiatan pendistribusian barang dapat merata, maka dibentuk titik area sebagai sentra perniagaan sekunder yang juga berperan sebagai magnet baru dalam pengembangan kawasan. Penataan fungsi kawasan juga sangat berperan penting dalam perkembangan kawasan. Oleh karena itu, fungsi perniagaan dan perdagangan jasa menjadi kawasan inti sedangkan area permukiman sebagai kawasan pendukung untuk kawasan yang sustainable.

C. Pola Tata Massa Bangunan

Dalam penataan massa bangunan, kawasan akan dibagi dalam pola fungsi ruang, dimana kawasan ini akan didominasi oleh fungsi pelabuhan dan pergudangan. Pembagian fungsi-fungsi tersebut berpengaruh terhdap visual kawasan dalam membentuk skyline kawasan (dari ketinggian bangunan).

6. 1. Konsep Ketinggian Bangunan dalam Kawasan Sumber: Analisis, 2010

Jika dilihat dari letak kawasan yang berada di tepian sungai Indragiri, maka perencanaan ketinggian bangunan di sesuaikan dengan fungsi bangunan, dimana fungsi perniagaan dan perdagangan jasa menjadi pusat perkembangan dengan ketinggian bangunan lebih dari 5 (lima) lantai. Sedangkan untuk fungsi hunian dan fasilitas pendukung kawasan dengan ketinggian bangunan yang relative lebih rendah di dominasi di area dalam kawasan (area sebelah utara pengembangan jalur kolektor sekunder kawasan), yaitu pengembangan di sepanjang aliran parit.

D. Konektivitas Jalur Hijau Kawasan Ruang Terbuka Hijau yang berfungsi sebagai penambah nilai kualitas lingkungan kawasan dapat ditempatkan dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya (yaitu sebagai fungsi estetika, rekreatif, dan pendukung arsitektur kota). Penataan pola jalur hijau difokuskan pada kawasan lindung yang berada di sepanjang parit, sedangkan ruang terbuka hijau yang memusat berupa open space terbentuk oleh persimpangan antar jalur primer kawasan dan jalur parit. Dengan memaksimalkan potensi kawasan diharapkan mampu menciptakan RTH yang mampu menjaga kualitas ekologi dan lingkungan kawasan.

2.

Konsep Komponen Perancangan Kawasan

Konsep komponen perancangan kawasan sebagai berikut:


o

Kawasan dikembangkan secara linier mengikuti jalur jalan arteri sekunder sebagai pusat aktifitas kawasan. Kemudian pengembangan selanjutnya mengarah ke dalam daratan untuk pengembangan permukiman penduduk.

o o o

Pelabuhan barang dan pergudangannya berada di ujung kawasan yang berfungsi untuk menarik pertumbuhan kawasan ini. Dalam kawasan perencanaan diberikan magnet-magnet kawasan untuk menarik pertumbuhan ke arah kawasan baru. Blok-blok kawasan dibagi sesuai dengan komposisi parit-parit sebagai pemisah antar blok, sehingga terbentuk pengembangan ke arah dalam. Dalam satu blok akan dikembangkan tidak hanya untuk satu fungsi, tetapi berdampingan dengan fungsi pendukung lainnya.

Sepanjang parit dan tepian sungai sebagai zona bakau yang berfungsi sebagai konservasi kawasan perairan. Antara lahan bakau dengan bangunan akan diberikan sempadan sungai untuk menjaga kelestarian area hijau tersebut.

23.

1.

Blok-Blok Pengembangan Kawasan dan Program Penanganannya

24. Pengembangan kawasan rencana terdiri 3 tahap yang mewakili tiap kawasan pengembangan, yaitu: 25. 26. 27. 1. Pengembangan 1

28. Tahap pengembangan pertama adalah kawasan pelabuhan barang dan pergudangan. Hal ini akan menciptakan ruang aktifitas baru pada kawasan. 2. Pengembangan 2

29. Tahap pengembangan kedua adalah kawasan perdagangan dan jasa dan campuran. Pembangunan pelabuhan baru akan menciptakan peluang baru terhadap berkembangnya kawasan komersial. 3. Pengembangan 3

30. Tahap pengembangan ketiga adalah kawasan permukiman. Ketika aktifitas kota telah terbentuk, muncul kebutuhan masyarakat terhadap hunian untuk dekat dengan tempat aktifitas tersebut. 31. 32. Program penanganan pengembangan kawasan:

Menyediakan infrastruktur jalan yang memadai terutama yang menghubungkan antar pusat aktifitas kota sehingga memudahkan mobilitas penduduk.

Pengembangan magnet-magnet kawasan pada titik-titik tertentu untuk menarik pertumbuhan kawasan perencanaan ini. Waterfront dibentuk sebagai kawasan hijau dengan hutan bakau sebagai barrier kawasan dan menjaga ekosistem sungai.

33.

34.

2.

Konsep pengembangan Berdasar Jejalur Kawasan Sumber: Analisis, 2010

35.

3.

Konsep Pengembangan Pusat Kawasan Kawasan Sumber: Analisis, 2010

4.

Konsep Ruang Terbuka Hijau Kawasan Sumber: Analisis, 2010

1.

Komponen Perancangan Kawasan 36. Sumber: Analisis, 2010

37.

1.

Konsep Blok-Blok Pengembangan Kawasan 38. Sumber: Analisis, 2010

PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN PELABUHAN PARIT 21 TEMBILAHAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

23

Anda mungkin juga menyukai