Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

WAWASAN KEMARITIMAN
“Sosial Budaya”

DOSEN PENGAMPU

Wa Ode Reni, S.Pd.,MH

OLEH

NAMA : NURHIDAYA

NIM : A1I1 19 009

KELAS : A

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
Makalah ini.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan
makalah ini. Atas perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Kendari, 26 Sertember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II : PEMBAHASAN

A. PERADABAN MARINTIM
B. SUMBER DAYA MANUSIA
C. KEMISKINAN MASYARAKAT PESISIR
D. NELAYAN TRADISIONAL TERPINGGIRKAN

BAB III : PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. KRITIK DAN SARAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lautan yang sangat luas oleh manusia sejak berabad-abad lamanya hanya
dipandang sebagai kawaasan perburuan untuk menangkap ikan dan sebagai media
lalu lintas belaka, namun pada akhir abad ke-20, kawasan laut telah menjadi kawasan
penjelajahan akhir di bumi sebagai upaya memanfaatkan untuk meningkatkan
kehidupan yang lebih baik.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang
maritime, manusia telah mampu mengelola kekayaan alam laut bagi kesejahteraan
umat manusia sendiri. Demikian pula persediaan bahan pangan di laut dapat
mengimbangi tuntutan kebutuhan pangan akibat pertumbuhan penduduk yang pesat.
Salah satu negara yang memiliki eksistensi bangsa dan negaranya sendiri adalah
Indonesia. Dalam catatan sejarah, terekam bukti bahwa nenek moyang kita
menguasai lautan nusantara, bahkan mampu mengarungi samudra luas sampai ke
pesisir madagaskar, namun belum ada bukti yang menunjukkan bahwa pengusasaan
atas laut itu didasarkan pada suatu kensepsi kewilayahan dan hokum. Penguasaan
wilayah laut leh nenek moyang kita lebih merupakan kekuasaan de fakto daripada
penguasaan yang berdasar pada de jure.
Dalam era globalisasi, perhatian bangsa Indonesia terhadap fungsi, peranan, dan
potensi wilayah laut semakin berkembang. Kecendrungan ini dipengaruhi oleh
perkembangan pembangunan yang dinamis yang mengakibatkan semakin terbatasnya
potensi sumberdaya nasional di darat. Pengaruh lainnya adalah perkembangan
teknologi maritime sendiri yang sangat pesat sehingga memberikan kemudahan
dalam pemanfaatan dan penegelolaan sumberdaya laut.
Di dasarkan pada konsepsi di atas penulis akan mengupas potensi atau eksistensi
Benua Maritim yang ada di Indonesia yang di tuangkan dalam paper ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Peradaban Marintim di Indonesia
2. Bagaimanan Sumber Daya Manusia
3. Bagaimanan Kemiskinan Masyarakat Pesisir
4. Bagaimana Nelayan Tradisional Terpinggirkan

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana peradaban marintim
2. Untuk mengetahui bagaimana sumber daya manusia
3. Untuk mengetahui bagaimana Kemiskinan masyarakat pesisisr
4. Untuk mengetahui bagaimana nelayan tradisional terpinggirkan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peradaban Marintim
Terdapat banyak bukti-bukti pra sejarah di mana bangsa Indonesia adalah bangsa
yang hebat di dunia maritim. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya lukisan perahu
di dalam gua di Sulawesi. Kehebatan pelaut-pelaut Indonesia dibuktikan dengan
adanya perubahan kebudayaan yang tadinya berorientasi pada daratan kemudian
memiliki kemampuan berlayar. Bahkan, pelaut hrdonesia sangat terujt, karena
mampu mengarungi lautan hingga ke Madagaskar.
Menurut Ali, di saat pelaut Yunani dan China Selatan datani ke Indonesia pada
periode 3000 sebelum masehi atau 5000 tahun yang lalu dan pelaut Belanda yang
jago mengelola budaya maritim baru datang 400 tahun sesudah masehi, bangsa
Indonesia sudah lebih dahulu berlayar ke luar.
Kekuatan maritim bangsa Indonesia sejak dahulu sudah tidak diragukan lagi. Itu
dibuktikan dengan adanya pelabuhan dan syahbandar. Bisa dikatakan bahwa karakter
maritim bangsa hrdonesia sudah kuat sejak dahulu sebelum kebudayaan Eropa.
Namun sayangnya nenek moyang bangsa Indonesia malas mencatat sejarah.
Pengetahuan yang sudah kita miliki, tapi karena tidak dicatat akhirnya diklaim orang
lain. Itu yang biasa dilakukan orang-orang Eropa. Kalau bicara pra sejaralr, bangsa
Eropa tidak memiliki bukti yang kuat bahwa mereka pandai melaut. Karena gambar-
gambar yang ditemukan hanya perburuan. Berbeda dengan Indonesia yang
gambamya ada perburuan dan laut.
Bahkaru pada abad ke-8, ditemukan kapal di Cirebon yang diduga milik bangsa
Indonesia. Meski tidak ada tanda-tanda, tetapi secara teknologi beda dengan kapal
Eropa. Kapal tersebut membawa macam-macam produk dari Arab dan China.
Kondisi di wilayah Asia berbeda dengan negara Eropa. Bumi khatulistiwa sejak
dulu terkenal tentram dan makmur "gemah ripah loh jinawa". Tidak ada tantangan
yang berat. Kondisi ini membuat kerajaan-kerajaan besar kala itu lengah. Mereka
sudah menjadi bangsa juragan.

Pada 1400 masehi Majapahit sudah sangat maju. Ada di prasastinya, dan itu
akurat. Bahkaru Sumatera terkenal sebagai pulau emas. Kondisi ini membuat bangsa
kita kala itu lengah. Karena semua sumber kehidupan sudah ada, seperti ikan, hasil
tani dan perkebunary emas, serta minyak di bawah perut bumi.

1) Jejak – Jejak Peradaban Nusantar


Sejarah mencatal bangsa Indouesia sudah dikenal dunia sebagai bangsa maritim
yang memiliki peradaban maju. Bahkan bangsa ini pemah mengalami masa keemasan
sejak awal abad masehi. Menggunakan kapal bercadik, rnereka berlayar mengelilingi
dunia dan menjadi bangsa yang disegani. Berbekal alat navigasi seadanya, bangsa
Indonesia mampu berlayar ke utara, memotong lautan Hindia-Madagaskar, dan
berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah. Seiring perjalanan waktu, ramainya alur
pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya
kerajaankerajaan di Nusantara yang memiliki armada laut besar.
Puncak kejayaan maritim Nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-
L478). Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit
berhasil mernguasai dan mempersatukan Nusantara. Penganruhnya bahkan sampai ke
negara-negara asing, seperti Siam, Ayuthia, Iagor, Champa (Kamboja), dan China

Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa Sriwijaya dan Majapahit pemah
menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia.
Kilasan sejarah itu memberi gambaran, betapa besamya kerajaan-kerajaan di
Nusantara. Mereka mampu menyatukan wilayah Nusantara dan disegani bangsa lain.
Paradigma masyarakatrya mampu menciptakan visi maritim sebagai bagian utama
dari kemajuan budaya ekonomi, politik dan sosial.
Fakta sejarah lain yang menandakan bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa
maritim, dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah di beberapa
belahan pulau. Penemuan situs prasejarah di gua-gua Pulau Muna Seram dan Arguni
yang dipenuhi lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek moyang
Bangsa trdonesia merupakan bangsa pelaut. Selain itq ditemukan kesamaan benda-
benda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di ]awa. Ini menandakan
bahwa nenek moyang bangsa hrdonesia telah memiliki hubungan dengan bangsa lain.
Ironisnya dalam perjalanan bangsa lrdonesia, visi maritim seperti
ditenggelamkan. Sejak masa kolonial Belanda abad ke-18, masyarakat di tanah air
mulai dibatasi berhubungan dengan laut, misalnya larangan berdagang selain dengan
pihak Belanda. Padahal, sebelumnya telah muncul beberapa kerajaan maritim
nusantara, seperti Bugis-Makassar, Sriwijaya, Tarumanegara dan peletak dasar
kemaritimanAmmana Gappa di Sulawesi Selatan. Belum lagi, PenSkisan semangat
maritim bangsa ini dengan menggiring bangsa ini hanya berkutat sektor agraris demi
kepentingan kaum kolonialis. Akibatry+ budaya maritim bangsa Lrdonesia memasuki
masa surarn.

2) Perahu Bukti Seiarah


Para pakar sejarah menduga perahu telah lama memainkan peran penting di
wilayah Nusantara, jauh sebelum prasasti dan naska-naska kunomenyabutnya. Bukti
tertulis paling tua mengenai pemakaian perahu sebagai saranai trasportasi laut
tercatat dalam prasasti kedukan Bukti (16 juli 682 Masehi).
Pada sekitar awal pertamam Masehi diduga telaha ada jaringan perdagangan
antara Nusantara dan India. Bukti-bukti tersebut berupa barang tembikar dari india
(Arikamedu, karaikadu dan Anuradha-pura) yang ditemukan di Jawa barat
(Patenggang) dan Bali (Sembiran). Keberadaan barang-barang tembikar tersebut
diangkut menggunakan perahu atau kapal yang mampu mengarungi samudra.

Pada masa yang sama, dalam relief candi Borobudur (abad ke 7-8 Masehi)
dipahatkan  beberapa macam bentuk kapal dan perahu. Dari relief ini dapat
direkonstruksi dugaan bentuk-  bentuk perahu atau kapal yang sisanya banyak
ditemukan di beberapa tempat di Nusantara, asalnya di Sumatera.

3) Bukti Arkeologis
Bukti-bukti arkeologis transportasi laut banyak ditemukan di berbagai wilayah
Nusantara, berupa PaPan-Papan kayu yang merupakan bagian dari sebuah perahu dan
daun kemudi, yang ukurannya cukup besar.
Pertama, Situs Samirejo secara administrative terletak di Desa Samirejo,
kecamatan Mariana, kabupaten Musi Banyuasin (Sumatera Selatan). Dari lahan rawa
basah ini pada Agustus 1987 ditemukan sisa-sisa perahu kayu. Sisa perahu yang
ditemukan terdiri dari sembilan  bilah papan dan sebuah kemudi. Dari Sembilan bilah
papan tersebut dua diantaranya berasal dari sebuah perahu, dan tujuh bilah lainnya
berasal dari perahu lain.
Sisa perahu yang ditemukan tersebut dibangun secara tradisional di daerah Asia
Tenggara dengan teknik yang disebut “papan ikat dan kupingan pengikat” ( sewn-
plank dan lashed-lug technique), dan diperkuat dengan pasak kayu atau bambu Papan
kayu yang terpanjang  berukuran panjang 9,95 meter dan terpendek 4,02 meter; lebar
0,42 meter; dan tebal sekitar 3,5 cm.
Kedua, situs Kolam Pinisi. Situs ini terletak di kaki sebelah barat Bukit Siguntang
sekitar 5 km ke arah barat dari kota Palembang. Ekskavasi yang dilakukan pada 1989
ditemukan lebih dari 60 bilah papan sisa sebuah perahu kuno.
Papan-papan kayu yang ditemukan berukuran tebal sekitar 5 cm dan lebar antara
20-30 cm. Seluruh papa4 ini mempunyai kesamaan dengan papan yang ditemukan di
Situs Samirejo yaitu tembuko yang terdapat di salah satu permukaannya dan lubang-
lubang yang ditatah pada tembuko-tembuko tersebut seperti halrrya pada tepian
papan untuk memasukkan tali iiuk yang menyatukan PaPan perahu dengan gading-
gading serta menyatukan papan satu dengan lainnya. Pada bagian tepi papan terdapat
lubang-lubang yang digunakan untuk menempatkan pasak kayu atau bambu untuk
memperkuat badan perahu. Pertanggalan karbon C-14 menghasilkan pertanggalan
kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi.

4) Tehnik Rancangan Perahu


Belurn ada data yang menyebutkan nenek moyang bangsa Indonesia mengenal
pembuatan perahu. Hanya sedikit data arkeologi dan sejarah yang berhasil
mengungkapkan tentang hal itu. Satu-satunya data arkeologi yang sedikit
mengungkapkan teknologi pembangunan perahu adalah dari lukisan gua. Di situ
terlihatbagaimana bentuk purt" pada masa prasejarah.
Pada zaman prasejarah, perahu bercadik memainkan Peranan yang besar dalam
hubungan perdagangan antar pulau di Indonesia dengan daratan Asia Tenggara.
Karena adanya hubungan dengan daratan Asia Tenggara, maka terjadilah tukar
menukar informasi teknologi dalam segala bidang misahrya dalam pembangunan
candi, pembangunan kota dan tentu saja pembangunan perahu.
Teknologi pembuatan perahu yang ditemukan, antara lain teknik ikat; teknik
pasak kayu atau bambu; teknik gabungan ikat dan pasak kayu atau bambu; serta
perpaduan teknik pasak kayu dan paku besi. Melihat teknologi rancang-bangun
perahu tersebut, dapat diketahui pertanggalannya. Bukti tertulis tertua yang
berhubungan dengan Penggunaan pasak kayu dalam pembuatan perahu atau kapal di
Nusantara berasal dari sumber Portugis awal abad ke-L6 Masehi.
Dari sekian banyak perahu kuno yang ditemukan di perairan Nusantara, sebagian
besar dibangun dengan teknik tradisi Asia Tenggara. Keturunan dari kapal-kapul
yang dibangun dengan teknik tradisi Asia Tenggara adalah kapal pinisi dan beberapa
perahu tradisional di berbagai daerah di Nusantara. Pada kapal pinisi, teknik papan
ikat dan kupingan pengikat dengan an tali ijuk sudah tidak dipakai lagi. Para pelaut
Bugis sudah an teknik yang lebih modem, tetapi masih mengikuti teknik tradisi Asia
Tenggara.

B. Sumber Daya Manusia


Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan sumber daya alam berlimpah,
bangsa Indonesia belum mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Kondisi ini
terjadi karena rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang maritim.
Salah satunya, Indonesia masih kekurangan tenaga pelaut.
Krisis tenaga pelaut di Tanah Air hingga kini masih menjadi masalah serius.
lumlah, lulusan pendidikan tersebut belum seimbang dengan kebufuhan di bidang
pelayaran. Di sektorangkutan laut kondisinya minim tenaga pelaut. Para lulusan
pelaut di tingkat perwira hampir 75 persen memilih bekerja di kapal asing atau
berbendera asing ketimbang mengabdikan diri untuk perusahaan pelayaran nasional
dengan alasan yang masuk akal yakni penghasilan yang lebih besar.
Dalam lima tahun ke depan, kebubuhan pelaut nasional mencapai 43.806 orang
atau 8.600 orang setiap tahunnya, yang terdiri dari 78.774 pelaut kelas perwira dan
25.032 pelaut kelas dasar. Namun, suplai pelaut saat ini di Tanah Air baru mencapai
3-000 orang per tahun karena kapasitasnya yang belum mencukupi. Namun begitu
jumlah tersebut bisa segera bertambah dengan peningkatan jumlah sekolah yang akan
direalisasikan dua tahun mendatang.
Pelaksanaan asae,cabotage di Indonesia selama enam tahtrn terakhir telah memicu
terjadi peningkatan kebutuhan pelaut hingga mencapai 55.000 orang. lonjakan
kebutuhan pelaut nasional itu menyrusul meningkatnya jumlah armada niaga
nasional.
Rendahnya SDM bangsa ini terjadi karena fokus pembangunan pemerintah masih
berkiblat pada sektor darat atau agraris. Pemerintah tidak berupaya mengubah arah
pembangunan sesuai dengan kondisi geografis yang dimiliki bangsa ini.
Karena itu, perlu mengubah paradigma pembangunan SDM dengan konsep
kebudayaan maritim. Yaihr, pengetahuan kebudayaan maritim modem yang memiliki
semangat keterbukaaru kemandirian, dan keberanian,dalam mmgfudapi era modem
dengan ditunjang kecerdasan masy4rakatrya. Keterbukaan yang dimaksud adalah
sikap mau membuka diri terhadap perubahan zaman dan nilai-nilai lain. Mereka mau
menghargai kebudayaan bangsa lain yang acap kali melakukan adaptasi inovatif
untuk rnemperkuat budayanya. Apalagi dalam konteks sekrang dunia dikatakan
sebagai global ttillage, pertemuan budaya antar bangsa yang menjadi sangat mudah
dan cepat.
Sumber daya hayati dan non hayati harus dapat dikelola secara optimal. Potensi
itu meliputi potensi perikanan, sumber daya wilayah pesisir, bioteknologi, wisata
bahari, minyak bumi dan transportasi. Dalam mengelolanya diperlukan sumber daya
manusia berkualitas yang memahami danmengerti terhadap potensi laut yang
dlmilitinya.
Melihat besarnya potensi laut nusantara, Indonesia mestinya mempunyai
infrastruktur maritim yang kuat seperti pelabuhan yang lengkap dan moderry sumber
daya manusia di bidang maritim berkualitas serta kapal berkelas, mulai untuk jasa
pengangkutan manusia, barang, migas, kapal penangkap ikan sampai dengan armada
TNI Angkatan Laut. Apabila hal ini dikelola dengan baik, potensi kelautan Indonesia
diperkirakan dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

C. Kemiskinan Masyarakat Pesisir


Sebanyak 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia dalam
kondisi miskin, dan rentan menjadi miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2008
menyebutkan bahwa penduduk miskin di Indonesia mencapai 34,96 juta jiwa dan
63,47 persen di antaranya adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan
pedesaan.
Kemiskinan masyarakat pesisir dilatarbelakangi oleh beberapa macarn persoalan
yang saling berhubungan satu sama lain. Dikategorikan menjadi kemiskinan
struktural, kemiskinan superstruktural, dan kemiskinan kultural. Beberapa pakar
ekonomi mengatakan bahwa nelayan tetap mau untuk tinggal dalam lingkaran
kemiskinan karena kehendaknya untuk menialani hidup (Panayotou, 1982).
Etos kerja dari para nelayan, lemahnya tingkat pendidikan, kurangnya aksesibili-
tas terhadap informasi dan teknologi yang masuk, kurangnya biaya untuk modal
semakin mernbuat masyarakat Pesisir menjadi melemah. Di saat bersamaan kebijakan
pemerintah tidak memihak kepada masyarakat pesisia akibatnya kemiskinan semakin
bertambah.
Kemiskinan yang terjadi pada nelayan menjadi salah satu sumber ancaman
potensial bagi kelestarian sumber daya pesisir dan lautan. Berbagai macarn sebab
salah satunya yakni desakan ekonomi dan tuntutan hidup memuntut masyarakat untuk
memperoleh pendapatan melalui usaha ekstraksi strmber daya perairan dan kelautan
dengan menghalalkan segala cara tanpa mempedulikan akibatnya. Sudah menjadi
suatu keharusan bahwa pemberdayaan masyarakat pesisir menjadi salah satu agenda
perrting di wilayah pesisir, mengingat masyarakat yang tinggul di daerah tersebut
adalah para nelaya.
Kelangkaan ketersediaan tenaga kerja terampil menjadi masalah tersendiri dalam
proses pengembangan sektor kelautan. Wilayah perairan yang luas dengan areal
penangkapan yang sangat besar membutuhkan tenaga-tenaga handal. Nelayan sudah
saatrrya mengerti bahwa pengetahuan tentang laut itu tidak hanya pada pengetahuan
yang bersifat turun-temurun. Tetapi kearifan tradisional yang ditransformasi menjadi
sebuah keterampilan, sehingga mendorong penirgkatan produktivitas.

D. Nelayan Tradisional Terpinggirkan


Sepanjang tahun 2011 kasus penangkapan nelayan Indonesia oleh negara
Malaysia meningkat. Mereka ditangkap atas tuduhan memasuki perairan negeri jiran.
Sikap pemerintah atas penangkapan nelayan ini tidak mampu untuk melindungi
warganya.
Nelayan tradisional yang telah menangkap ikan di perairan secara turun-temurun
harus mendapatktm semacarn dispensasi atau ganti rugi karena mereka memang
memiliki batas wilayah perairan sendiri. Batas wilayah perairan secara adat
tradisional itu seharusnya dapat diakui dan dihargai oleh masing-masing negara yang
wilayahnya beririsan dengan perairan tersebut.
Kementerian Luar Negeri juga dinilai kurang memberikan perlindungan terhadap
warga negara di luar negeri. Lemahnya koordinasi antara Kedutaan Indonesia di
Malaysia dan Pemerintah Malaysia dituding memperlambat proses pemulangan
warga Indonesia yang ditangkap. Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla)
juga dinilai lalai dan gagal melindungi batas-batas perairan laut Indonesia.
Karena itu, pemerintah sebaiknya segera meiningkatkan kualitas dan kuantitas
patroli Pengamanan laut di wilayah perairan Indonesia, memberikan informasi dan
pemahaman mengenai hak-hak nelayan dan batas wilayah Indonesia dengan 10
negara tetangga melalui pelatihan secara berkala kepada nelayan, serta memberikan
pelatihan advokasi hukum bagi organisasi nelayan di berbagai wilayah khusus di
perbatasan.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Organisasi sosial adalah organisasi yang di bentuk oleh anggota masyarakat.
Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang di bentuk oleh masyarakat, bai
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai
sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan Bangsa dan Negara. Sebagai
makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membangun organisasi sosial
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
Pengertian organi sosial juga dapat di luhat dari berbagai pendekatan disiplin ilmu,
diantaranya: Pendekatan Antropologi Sosial dan Pendekatan Sosiologi.

B.Saran
Kami sadar atas keterbatasan pengetahuan kami. Untuk itu besar harapan bagi
kami atas kritik dan saran dari pembaca guna perbaikan makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai