Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH KEMARITIMAN

Sejarah mencatat bahwa kebesaran bangsa Indonesia dibangun karena kekuatan


maritim. Sebut saja kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, mereka bisa menguasai kawasan Asia
Tenggara. Fakta itu, hingga kini tidak terbantahkan. Keliru jika bangsa ini tidak belajar dari
sejarah untuk kembali menjadi bangsa yang besar dan disegani.
Menurut Ali Akbar yang menjabat sebagai Ketua Kajian Pendirian Museum Maritim,
dahulu sistem religi yang dianut sebagian kerajaan tidak lepas dengan gunung dan dewa.
Bahkan, dewa tertinggi mereka percaya ada di ketinggian, yaitu gunung-gunung' Kehidupan
religi zaman dulu sangat kuat. Tapi, kemudian beberapa manusia menyadari, kehidupan itu
bukan hanya religi, harus ada interaksi dengan dunia luar. Hal ini yang dikenal perdagangan,
dimulainya interaksi dengan Vietnam dan China.
Terdapat banyak bukti-bukti pra sejarah di mana bangsa Indonesia adalah bangsa
yang hebat di dunia maritim. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya lukisan perahu di dalam
gua di Sulawesi. Kehebatan pelaut-pelaut Indonesia dibuktikan dengan adanya perubahan
kebudayaan yang tadinya berorientasi pada daratan kemudian memiliki kemampuan berlayar.
Bahkan, pelaut hrdonesia sangat terujt, karena mampu mengarungi lautan hingga ke
Madagaskar.
Menurut Ali, di saat pelaut Yunani dan China Selatan datani ke Indonesia pada
periode 3000 sebelum masehi atau 5000 tahun yang lalu dan pelaut Belanda yang jago
mengelola budaya maritim baru datang 400 tahun sesudah masehi, bangsa Lrdonesia sudah
lebih dahulu berlayar ke luar. Kekuatan maritim bangsa indonesia sejak dahulu sudah tidak
diragukan lagi. Itu dibuktikan dengan adanya pelabuhan dan syahbandar.
Bisa dikatakan bahwa karakter maritim bangsa hrdonesia sudah kuat sejak dahulu sebelum
kebudayaan Eropa. Namun sayangnya nenek moyang bangsa indonesia malas mencatat
sejarah. Pengetahuan yang bicara 140-an masehi ada yang namanya perang salib. Jauh
sebelumnya, perang dilakukan urtuk menunjukkan eksistensi bahwa mereka bangsa yang
hebat. Tak heran, dalarn sejarah tercatat kerajaan-kerajaan di benua biru kerap melakukan
perebutan kekuasaan dan wilayah Bahkan, karena seringnya mereka kehabisan sumber daya
kehidupan. Tidak heran, Eropa menjadi bangsa miskin. Karena kemiskinannya mereka
menjadi bangsa barbar. Tak ada cara lain buat mereka selain memaksa keluar mencari
kehidupan di negeri nan jauh di sana.
.
Hingga akhimya menernukan dunia baru yang mereka sebut sebagai tanah kosong. Di
sana terjadi kehidupan yang makmur dan memiliki sistem kehidupan yang lebih maju.
Perjalanan inilah liang memaksa Eropa menjadi bangsa pencuri, penipu dan penjajah.
Tujuannya hanya satu, merebut berbagai sumber kehidupan untuk kepentingan bangsa
mereka.
Tanah emas sumber kehidupan baru itu adalah wilayah Asia. Kondisi di wilayah ini
berbeda dengan negara Eropa. Bumi khatulistiwa sejak dulu terkenal tentram dan makmur
"gemah ripah loh jinawa". Tidak ada tantangan yang berat. Kondisi ini membuat kerajaan-
kerajaan besar kala itu lengah. Mereka sudah menjadi bangsa juragan. Pada 1400 masehi
Majapahit sudah sangat maju. Ada di prasastinya, dan itu akurat. Bahkaru Sumatera terkenal
sebagai pulau emas. Kondisi ini membuat bangsa kita kala itu lengah. Karena semua sumber
kehidupan sudah ada, seperti ikan, hasil tani dan perkebunan, emas, serta minyak di bawah
perut bumi.

1. Jejak-jejak Peradaban Nusantara

Puncak kejayaan maritim Nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-
L478). Di bawah Raden Wijay+ Hayam Wuruk danvPatih Gajah Mada, Majapahit berhasil
mertguasai dan mempersatukan Nusantara. Penganrhnya bahkan sampai ke negara-negara
asing, seperti Siam, Ayuthi a, I-agog Campa (Kamboia), krdia China.
Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa Sriwijaya dan Majapahit pernah
menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia. Kilasan
sejarah itu memberi gambaran, betapa besarya kerajaan-kerajaan di Nusantara. Mereka
mampu menyatukan wilayah Nusantara dan disegani bangsa lain. Paradigma masyarakatrya
mampu menciptakan visi maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya ekonomi,
politik dan sosial.

2. Bukti Arkeologis

Bukti-bukti arkeologis transportasi laut banyak ditemukan di berbagai wilayah


Nusantara, berupa Papan-Papan kayu yang merupakan bagian dari sebuah perahu dan daun
kemudian, yang ukurannya cukup besar.
Pertama, Situs Samirejo secara administratif terletak di Desa Samirejo Kecamatan
Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatera Selatan). Situs ini berada di suatu tempat
lahan gambut. Sebagian besar areahrya merupakan rawa-rawa. Beberapa batang sungai
yang berasal dari daerah rawa bermuara di Sungai Musi. Kedua, situs Kolam Pinisi. Situs ini
terletak di kaki sebelah barat.Bukit Siguntang sekitar 5 km ke arah barat dari kota Palembang.
Ekskavasi yang dilakukan pada 1989 ditemukan lebih dari 60 bilah papan sisa sebuah perahu
kuno. Meskipun-ditemukan dalam jumlah banyak, namun keadaannya sudah rusak akibat
aktivitas penduduk di masa lampau untuk mencari harta karun. Papan-papan kayu tersebut
pada ujungnya dilancipkan kemudian ditancapkan ke dalam tanah untuk memperkuat lubang
galian.Papan-papan kayu yang ditemukan berukuran tebal sekitar 5 cm dan lebar antara 20-30
cm. Seluruh papan ini mempunyai kesamaan dengan papan yang ditemukan di Situs Samirejo
yaitu tembuko yang terdapat di salah satu permukaannya dan lubang-lubang yang ditatah
pada tembuko-tembuko tersebut seperti halnya pada tepian papan untuk memasukkan tali ijuk
yang menyatukan Papan perahu dengan gading-gading serta menyatukan papan satu dengan
lainnya.

Teknologi pembuatan perahu yang ditemukan, antara lain teknik ikat teknik pasak
kayu atau bambu; teknik gabungan ikat dan pasak kayu atau bambu; serta perpaduan teknik
pasak kayu dan paku besi. Melihat teknologi ranang-bangun perahu tersebut, dapat diketahui
pertanggalannya. Bukti tertulis tertua yang berhubungan dengan Pensunan pasak kayu dalam
pembuatan perahu atau kapal di Nusantara berasal dari sumber Portugis awal abad ke-16
Masehi. Dalam sumber tersebut disebutkan perahu-perahu niaga orang Melayu dan Jawa
disebut yang (berkapasitas lebih dari 500 ton), dibuat tanpa sepotong besipun di dalamnya.
Untuk menyambung papan maupun gading-gading hanya digunakan pasak kayu buru
pembuatan perahu dengan teknik tersebut masih tetap ditemukan di Nusantara, seperti yang
terlihat pada perahu-perahu niaga, dari Sulawesi dan Madura yang kapasitasnya lebih dari
250 ton.

3. Sumber Daya Manusia

Bicara mengenai laut, tidak lepas dari segala sumber kekayaan alam yang belum
dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat Indonesia. Seharusnya, sumber alam yang
berlimpah ini bisa memberikan andil besar bagi kesejahteraan rakyat. Padahal,laut Indonesia
dapat menghasilkan ratusan triliun devisa dengan berbagai potensi energi terbarukan. Negeri
ini juga memiliki sumber daya hayati beranekaragam, meliputi 2.000 spesies ikan, lebih dari
80 genera terumbu karang atau sekitar 17,95 persen di dunia, 850 jenis sponge, padang
lamun, dan hutan mangrove yang menyimpan potensi 5,5 juta ton ikan (dapat dimanfaatkan
nelayan 5,01 juta ton ikan di hamparan laut seluas 5,8 juta km persegi). Sebaliknya negeri
tetangga, Malaysia banyak memanfaatkan potensi kelautan Indonesia dengan meningkatkan
penguasaan teknologi penangkapan ikan, sehingga negara ini mengalami kerugian lebih dari
Rp100 miliar per tahun. Acla dua faktor paling mendasar yang diperlukan dalam membangun
sektor kelautan, yaitu SDM dan kemampuan teknologi. Pengalaman beberapa negara dan
wilayah lain yang sukses membangun sektor kelautan, karena bertumpu pada kedua faktor
tersebut sumber daya manusia berkualitas dan perkembangan teknologi. Sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia dengan sumber daya alam berlimpah, bangsa Indonesia belum
mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Kondisi ini terjadi karena rendahnya
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang maritim. Salah satunya, Indonesia masih
kekurangan tenaga pelaut.
Krisis tenaga pelaut di Tanah Air hingga kini masih menjadi masalah serius. jumlah,
lulusan pendidikan tersebut belum seimbang dengan kebufuhan di bidang pelayaran. Di
sektor angkutan laut kondisinya minim tenaga pelaut. Para lulusan pelaut di tingkat perwira
hampir 75 persen memilih bekerja di kapal asing atau berbendera asing ketimbang
mengabdikan diri untuk perusahaan pelayaran nasional dengan alasan yang masuk akal yakni
penghasilan yang lebih besar.
Dalam lima tahun ke depan, kebutuhan pelaut nasional mencapai 43.806 orang atau
8.600 orang setiap tahunnya, yang terdiri dari 78.774 pelaut kelas perwira dan 25.032 pelaut
kelas dasar. Namun, suplai pelaut saat ini di Tanah Air baru mencapai 3-000 orang per tahun
karena kapasitasnya yang belum mencukupi. Namun begitu jumlah tersebut bisa segera
bertambah dengan peningkatan jumlah sekolah yang akan direalisasikan dua tahun
mendatang.
Pelaksanaan asae'cabotage di Indonesia selama enam tahun terakhir telah memicu
terjadi peningkatan kebutuhan pelaut hingga mencapai 55.000 orang. Ketua Umum indonesia
National Shipowner Association (INSA), Carmelita Hartoto, mengatakan lonjakan kebutuhan
pelaut nasional itu menyrusul meningkatnya jumlah armada niaga nasional.
Dia menjelaskan selama 2005 hingga 2019 pertumbuhan jumlah Kapal niaga nasional
mencapai lebih dari 50 persen atau ada penambahan tidak kurang dari 3.300 unit kapal.
Selama periode itu, kebutuhan pelaut untuk mengisi kapal kapal niaga nasional bertambah
hingga 55.000 orang dan belum termasuk mesin dan nahkoda Karena itu, perlu mengubah
paradigma pembangunan SDM dengan konsep kebudayaan maritim. Yaitu, pengetahuan
kebudayaan maritim modem yang memiliki semangat keterbukan kemandirian, dan
keberanian,dalam menghadapi era modern dengan ditunjang kecerdasan masyarakatrya.
Keterbukaan yang dimaksud adalah sikap mau membuka diri terhadap perubahan zaman dan
nilai-nilai lain. Mereka mau menghargai kebudayaan bangsa lain yang acap kali melakukan
adaptasi inovatif untuk rnemperkuat budayanya. Apalagi dalam konteks sekarang dunia
dikatakan sebagai global tillage, pertemuan budaya antar bangsa yang menjadi sangat mudah
dan cepat. masyarakat maritim secara psikologis adalah bangsa yang berani. Mereka tidak
mau takluk dengan alam, tapi berusaha bersahabat dengan alam . SDM kelautan berorientasi
global diperlukan karena laut menganut hukum nasional dan internasional human heritage,
dan masa depan dunia ada di laut.

4. Kemiskinan Masyarakat Pesisir

Sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai sepanjang
81.000 km, sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah pesisir. Sebanyak 108,78
juta orang atau 49 persen dari total penduduk indonesia dalam kondisi miskin, dan rentan
menjadi miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) pada menyebutkan bahwa penduduk miskin di
Indonesia mencapai 34,96 juta jiwa dan 63,47 persen di antaranya adalah masyarakat yang
hidup di kawasan pesisir dan pedesaan. (BPS) pada tahun 2008 disebutkan pula bahwa
penduduk miskin di Indonesia mencapai 34,96 juta jiwa dan 63,47 persen diantaranya adalah
masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan pedesaan.
Tugas Individu

WAWASAN KEMARITIMAN

OLEH :

I PUTU ARYA WIBAWA

A1F118005

PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2018

Anda mungkin juga menyukai