PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
I.1.1. Sejarah Maritim Indonesia yang Terlupakan
Indonesia adalah Negara Maritim, tentunya istilah tersebut sudah lekat di telinga
masyarakat Indonesia pada umumnya. Dengan cakupan wilayah laut sekitar 75% dari
seluruh luasannya, maka Indonesia secara internasional dalam UNCLOS 1982 diakui
sebagai Negara Maritim.1
Gambar I. 2 Kiri: Ilustrasi Kehidupan Bangsa Proto-Melayu; Kanan: Lukisan Pelaut Makassar
Sumber: http://history1978.wordpress.com
1
Gambar I. 3 Kiri: Lukisan perahu di gua pulau Muna; Kanan : Lukisan Ikan pada dinding Gua Lasitae, Pangkep,
Sulawesi Selatan
Sumber: http://wacananusantara.org
Penemuan situs prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni yang
dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek moyang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut, selain itu ditemukannya kesamaan bendabenda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di Jawa menandakan bahwa
nenek moyang kita sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain yang tentunya
menggunakan kapal-kapal yang berlayar.
Kerajaan Sriwijaya (683M-1030M) memiliki armada laut yang kuat, menguasai jalur
perdagangan
laut
dan memungut
Pengaruhnya
kekuasaannya meliputi Asia Tenggara dikuatkan dengan catatan sejarah bahwa terdapat
hubungan erat dengan Kerajaan Campa yang terletak di antara Kamboja dan Laos.
Kerajaan Mataram kuno di Jawa Tengah bersama kerajaan lainnya seperti Kerajaan
Tarumanegara telah membangun Candi Borobudur yang pada relief dindingnya dapat
terlihat gambar perahu layar dengan tiang-tiang layar yang kokoh dan telah
menggunakan layar segi empat yang lebar.
Di saat
Kertanegara harus berhadapan dengan kekuatan armada Khu Bilai Khan, Raden Wijaya
memanfaatkan momentum ini untuk membelot melawan Kertanegara dan mendirikan
Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit (1293 M 1478 M) selanjutnya berkembang
menjadi kerajaan maritim besar yang memiliki pengaruh dan kekuasaan yang luas
meliputi wilayah Nusantara. Dengan kekuatan armada lautnya, Patih Gajah Mada mampu
berperang untuk memperluas wilayah kekuasaan, sekaligus menanamkan pengaruh,
melaksanakan hubungan dagang dan interaksi budaya. Bukti-bukti sejarah ini tidak bisa
dielakkan bahwa kejayaan bahari Bangsa Indonesia sudah bertumbuh sejak dahulu.
Berbagai dokumen tentang kejayaan bahari Bangsa Indonesia pada masa lalu telah
banyak diungkap, namun dalam perjalanannya, kejayaan bahari tersebut mengalami
keredupan. Setidaknya ada dua penyebab terjadinya hal itu, yaitu praktek kebaharian
kolonial Belanda pada masa lalu, dan kebijakan pembangunan bahari pada masa rezim
Orde Baru.
Pada masa kolonial Belanda, atau sekitar abad ke-18, masyarakat Indonesia dibatasi
berhubungan dengan laut, misalnya larangan berdagang selain dengan pihak Belanda,
padahal sebelumnya telah muncul beberapa kerajaan bahari nusantara, seperti BugisMakassar, Sriwijaya, Tarumanegara, dan peletak dasar kebaharian Ammana Gappa di
Sulawesi Selatan. Akibatnya, budaya bahari bangsa Indonesia memasuki masa suram.
Kondisi ini kemudian berlanjut dengan minimnya keberpihakan rezim Orde Baru untuk
membangun kembali Indonesia sebagai bangsa bahari. Akibatnya, dalam era kebangkitan
Asia Pasifik, pelayaran nasional kita kalah bersaing dengan pelayaran asing akibat
kurangnya investasi.
Pada era kolonialisme terjadi pengikisan semangat bahari Bangsa Indonesia yang
dilakukan oleh kolonial dengan menggenjot masyarakat indonesia untuk melakukan
aktivitas agraris untuk kepentingan kolonial dalam perdagangan rempah-rempah ke
Eropa.
Mengembalikan semangat bahari itu tidak mudah, diperlukan upaya yang serius
dari semua elemen bangsa. Optimalisasi UNCLOS 1982 yang merupakan peluang terbesar
negara kepulauan harus segera dilakukan, namun lemahnya perhatian dan keberpihakan
pemerintah di laut menimbulkan banyak kerugian, seperti lepasnya Pulau Sipadan dan
Ligitan pada tahun 2002 dengan alasan ineffective occupation atau wilayah yang
diterlantarkan.
Posisi strategis Indonesia memberikan manfaat setidaknya dalam tiga aspek, yaitu;
alur laut kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent passage, transit passage,
dan archipelagic sea lane passage) berdasarkan ketentuan IMO; luas laut territorial yang
dilaksanakan sejak Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan UNCLOS 1982 yang
mempunyai sumber daya kelautan demikian melimpah, dan sumber devisa yang luar
biasa jika dikelola dengan baik.
Gambar I. 8 Potensi Eksotis Pantai-Pantai Indonesia, Raja Ampat, Bunaken, dan Pangandaran
Sumber: http://www.divenorthsulawesi.com/; http://www.flickriver.com
Letak geografis Indonesia yang diapit dua benua dan dua samudra memunculkan
keanekaragaman luar biasa indah di pantai-pantainya. Sangat disayangkan ketika potensi
besar tersebut kemudian tidak banyak terjamah. Pengelolaan negara yang sampai saat ini
masih beorientasi negara daratan atau land-state, bukan maritime-state, mengandung
konsekuensi pada timpangnya pembangunan negara kelautan Indonesia, yang pada
kenyataannya, laut tidak menjadi wahana pemersatu, tetapi laut tampak seolah sebagai
pemisah antar daratan.4 Hal itu berujung pada menjamurnya lingkungan kumuh di
Daerah Tepian Pantai Indonesia.
Gambar I. 9 Daerah Pesisir Kumuh, Pantai Air Manis, Padang, dan Pantai Marunda, Jakarta Utara
Sumber: http://www.minangkabaunews.com; http://gayahidup.plasa.msn.com/
Selain itu, sebagai negara kepulauan terbesar dengan karakteristik alam yang luar
biasa, Indonesia memiliki sumber energi alternatif laut yang berlimpah. Potensi kelautan
yang dimiliki Indonesia bisa terbilang sebagai sumber energi yang baik dan besar di
dunia. Cadangan minyak, sebagai sumber energi utama yang dimiliki Indonesia selama ini
diperkirakan tinggal 25 tahun lagi. Selanjutnya, dari mana negara ini mendapatkan energi
alternatif? Jawabannya adalah ada di laut.
Wilayah Indonesia sekitar 7,7 juta kilometer persegi, terdiri dari 25 persen
teritorial daratan (1,9 juta km2) dan 75 persen adalah teritorial laut (5,8 juta km2). Dari
luas laut tersebut, 2,8 juta km2 merupakan perairan nusantara (perairan kepulauan) dan
0,3 juta km2 laut teritorial, serta 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Energi laut merupakan sumber energi baru yang potensial untuk dikembangkan.
Salah satunya dikonversi menjadi energi listrik, di mana potensi energi laut ini mampu
memenuhi empat kali kebutuhan dunia. Tidak mengherankan bila negara-negara maju
berlomba memanfaatkan energi laut sebagai sumber energi alternatif. Sayangnya upaya
pengembangan energi alternatif ini belum dikaji secara serius.
Gambar I. 10 Potensi Energi Laut Meliputi Energi Ombak, Energi Tidal, dan Energi Thermal
Sumber: http://www.solarpowerwindenergy.org/
Gambar I. 11 Interior Museum Didesain Sedemikian Rupa untuk Menarik Minat Pengunjung; Kiri Atas: Denver
Art Museum; Kanan Atas: Senckenberg Museum of Natural History; Kiri Bawah: Estonian Maritime Museu;
Kanan Bawah: Netherland Museum
Sumber: http://www.bodew.com; http://www.bestourism.com; http://www.cross-innovation.eu;
http://www.flickr.com
Gambar I. 12 Interior yang Kurang didisplay; Kiri: Museum Kota Makassar; Kanan: Museum Sonobudoyo, DIY
Sumber: http://majalahversi.com; http://indonesia.travel
Berikut ini adalah beberapa contoh data statistik tentang minat kunjungan museum
di Indonesia tahun 2006 hingga 2008:
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa angka kunjungan museum mengalami
penururan yang cukup signifikan pada tahun 2006 hingga 2008. Sedangkan tahun 20010
dan selanjutnya, setelah adanya program gerakan cinta museum yang dicanangkan
pemerintah, maka kunjungan museum pun mengalami peningkatan. Sehingga untuk
mendukung program tersebut, museum yang akan dibangun diharapkan memberikan
kesan yang lebih menarik agar kecintaan masyarakat indonesia terhadap museum
semakin besar.
I.2.
Masalah
I.2.1. Non-Arsitektural
Indonesia adalah negara maritim yang sempat berjaya pada masa kerajaan di tahun
sekitar 1030M. Memiliki kapal dagang yang besar dan armada laut yang hampir
menguasai seluruh daratan austronesia. Kisah keberaniannya terukir jelas dalam
bangunan bersejarah yang besar dan tak terlupakan, Borobudur. Sayangnya kejayaan
maritim itu sudah tidak banyak dirasakan sekarang. Sehingga perlu adanya suatu wadah
atau bangunan yang bisa mengingatkan kembali masyarakat Indonesia tentang kebesaran
maritimnya, hingga kembali tergerak untuk menghidupkan bahari Indonesia. Selain itu
juga mendukung program Cinta Museum yang sedang digarap oleh Wakil Menteri
bidang Pariwisata.
Selain itu telah diketahui bahwa Indonesia sedang mengalami krisis energi, sumber
daya minyak bumi yang tersedia hanya cukup untuk 25 tahun ke depan. Sehingga perlu
adanya penggunaan energi alternatif, melihat potensi besar yang ada di Indonesia.
I.2.2. Arsitektural
a.
b.
I.3.
b.
Mengubah pola pikir dan orientasi masyarakat indonesia untuk lebih peduli dan
terus berupaya membangun daerah tepian pantai yang lebih baik.
c.
I.3.2. Sasaran
a.
Menciptakan bangunan museum maritim dengan konsep fungsi rekreasi dan edukasi
tentang sejarah, perkembangan dan ide futuristik transportasi maritim Indonesia
untuk mendukung program wisata.
b.
I.4.
Manfaat
I.4.1. Terhadap Masyarakat
Bangunan museum sebagai pusat sumber informasi dasar dan sebagai salah satu
sumber daya yang ada di kawasan wisata bahari.
I.4.2. Terhadap Pembangunan
Museum dapat dijadikan sebagai media pemantik perkembangan, mengalihkan
sudut pandang kepada potensi yang awalnya tidak terjamah. Selanjutnya menjadi dasar
pertimbangan langkah yang akan diambil di kemudian hari.
I.4.3. Terhadap Ilmu Pengetahuan
Merupakan pusat penelitian dan pengembangan iptek tepat guna, pusat pengalihan
ilmu pengetahuan dan teknologi dari kalangan ilmiah kepada masyarakat umum.
10
I.5.
Lingkup Pembahasan
I.5.1. Lingkup Pembahasan Non-Arsitektural
Lingkup Pembahasan non-arsitektural dibatasi pada sejarah transportasi maritim
dunia, sejarah dan perkembangan transportasi maritim di Indonesia. Serta pemanfaatan
energi laut yang merupakan energi terbarukan yang sangat potensial di Indonesia.
I.5.2. Lingkup Pembahasan Arsitektural
Pembahasan utama dalam lingkup arsitektural terutama mengenai teknik display
dan visualisasi objek untuk menarik perhatian pengunjung. Serta bentukan luar bangunan
yang didesain dengan pendekatan biomimikri. Sedangkan bidang lain adalah pendukung.
I.6.
Metode Pembahasan
Untuk menguraikan permasalahan yang ditemukan dalam perencanaan dan
perancangan museum, penulis menggunakan tahapan sebagai berikut:
a. Tahap pengumpulan data, merupakan tahap inventarisasi data tentang museum
Maritim, baik pengamatan maupun studi literatur.
b. Tahap analisis data, yaitu menganalisis data dan informasi yang telah terkumpul
untuk mendapatkan gambaran, prediksi permasalahan dan langkah penyelesaiannya.
c. Tahap Sintesis, yaitu penyusunan kerangka hasil analisis yang kemudian dijadikan
landasan perencanaan dan perancangan museum maritim dengan pendekatan
Biomimikri
I.7.
Sistematika Penulisan
Agar dapat memberikan informasi secara sistematis dan mudah dipahami, maka
sistematika penulisan Tugas Akhir ini disusun sebagai benkut:
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang sebagai dasar pengajuan
judul, permasalahan baik secara umum, maupun khusus, tujuan dan sasaran
penulisan, lingkup pembahasan, metode pembahasan, sistematika penuIisan, dan
keaslian penulisan.
Bab II Tinjauan Umum
Berisi tentang tinjauan umum transportasi maritim, sejarah dan kondisi
transportasi maritim Indonesia, dan pengembangan ke depan.
Bab Ill Tinjauan Pustaka
Uraian dan tinjauan umum museum, tinjauan pemanfaatan energi Laut
Indonesia, studi kasus museum dan tinjauan khusus museum maritim.
Bab IV Pendekatan Konsep Perencanaan dan Perancangan
Berisi tentang kondisi tapak terpilih, pendekatan program bangunan,
pendekatan pola geometri dan pendekatan arsitektur.
11
Keaslian penulisan
Penulisan dan desain museum dengan penggabungan rekreasi dan edukasi telah
banyak dijumpai. Namun penulisan dengan tema Museum Transportasi Maritim hingga
disusunnya tulisan ini, penulis belum menjumpai dalam Tugas Akhir di Jurusan Teknik
Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, sedangkan pada
tema desain yang mengangkat pendekatan biomimikri belum banyak diangkat oleh
mahasiswa, sehingga penulis menyatakan keaslian dari tulisan berjudul Museum
Transportasi Maritim, Mengembalikan Kejayaan Bahari Indonesia di Masa
Mendatang
Berikut beberapa Tugas Akhir yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan dan
desain museum:
1. Mandala, Dheny, 2007. Museum Sungai dengan Fasilitas Watertreatment
2. Primasetra, Anjar, 2009. Museum Sejarah Peradaban Islam Jawa Mataram di Kotagede.
3. Chasani, Rachmad Sujud, 2007. Museum Karst Gunungsewu
12
Kepariwisataan
Potensi dan permasalahan
wisata museum, dan
kebutuhan pengembangan
fasilitasnya
Edukatif
Komunikatif
Rekreatif
Potensi Energi
Permasalahan
krisis energi, dan
potensi luar biasa
Indonesia
Penggunaan
energi alternatif
Kebutuhan fasislitas
edukasi yang rekreatif
tentang Maritim
Indonesua berupa
museum dengan
penggunaan energi
alternatif
Museum Transportasi
Maritim
PERMASALAHAN
Bahasan Tentang
Perkembangan Transportasi
Maritim dan Kemaritiman
Indonesia
Pengertian
Batasan
Potensi
Pengertian
Fungsi
Pemakai
Kegiatan yang diwadahi
Standar Persyaratan
Bahasan tentang
penggunaan energi
alternatif
Pilihan energi
Penggunaan
Cara kerja
13