S
EJAK zaman kerajaan-kerajaan jauh sebelum Indonesia
merdeka, semangat maritim sudah menggelora di bumi
pertiwi tercinta ini, bahkan beberapa kerajaan zaman itu
mampu menguasai lautan dengan armada perang dan dagang yang
besar. Narnun, semangat maritim tersebut menjadi luntur tatkala
Indonesia mengalami penjajahan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Pola hidup dan orientasi bangsa "dibelokkan" dari orientasi mari•
time ke orientasi agraris (darat).
..
pemerintah kolonial Belanda saat menjajah bangsa Indonesia.
Orientasi dan semangat maritim bangsa Indonesia dibelokkan
dari orientasi maritime ke orientasi daratan untuk mengahasilkan
komoditas perdagangan rempah-rempah yang saat itu merupakan
primadona dunia yang sangat menguntungkan pihak penjajah.
Menjadi pertanyaan mendasar, mengapa era Orde Baru
melakukan
MARITIME
POLICY: LANGKAH MENUJU NEGARA
MARITIM
Luas laut Indonesia yang mencapai 5,8 juta km2, terdiri 0,3 juta
km2 perairan teritorial, 2,8 juta km2 perairan pedalaman dan
kepulauan, 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), dikelilingi
lebih dari 17.504 pulau, dengan panjang pantai 81.000 kilometer, ini
adalah potensi kekayaan yang luar biasa. Potensi ekonomi maritim
Indonesia diperkirakan lebih dari 100 miliar dolar AS per tahun.
Namun, yang dikembangkan kurang dari 10 persen.
Sayang, kekayaan alam yang luar biasa sebagai konsekuensi jati diri
bangsa tidak disertai dengan kesadaran dan kapasitas pengelolaan
yang sepadan. Bangsa Indonesia masih mengidap kerancuan identitas.
Di satu sisi masyarakat mempunyai persepsi kewilayahan tanah air,
tetapi secara kultural memposisikan diri sebagai bangsa agraris
dengan puluhan juta petani miskin yang tidak sanggup disejahterakan.
Sementara kegiatan industri modem sulit berkompetisi dengan
bangsa lain, karena budaya kerja yang berkultur agrarian konservatif,
diperparah inefisiensi birokrasi dan korupsi.
Visi dan program maritim hanya bisa sukses secara berkelanjutan jika
terdapat basis kultur yang terbuka, egaliter, haus pengetahuan dan
menyukai perubahan. Pada jangka pendek, program maritim bisa
berjalan dengan merekrut kalangan pengambil keputusan dan para
pelaku utama dari kalangan yang mempunyai kultur tersebut. Bisa
juga dengan mengundang investasi asing dari pihak yang lebih maju.
"Political freedom sudah ada, stabilitas politik juga ada, tapi yang
tidak ada adalah kapastian hukum atau kebijakan. Hari ini kebijakan
presiden yang satu A, besok presiden yang barn bilang B, kondisi
Dari sisi ekonomi, Juan Permata Adoe, Wakil Ketua Divisi Maritim
dari Kamar Dagang Indonesia dan Industri (Kadin), di berbagai
kesempatan mengemukakan, dalam menerapkan Maritime Policy
pemerintah tidak hanya harus fokus pada kebijakan laut, mereka juga
harus mendorong investor asing terlibat dalam usaha maritim di
dalam negeri.
Dalam konteks ini, kita harus jadi leader. Untuk menjadi leader
kita harus punya backup nasional yang kuat, serta punya kebijakan
nasional yang memadai. ltulah yang ingin kita jual. Karena konsep
berpikir maritim dalam konteks ini sudah diterima.
Melihat luas laut Indonesia yang mencapai 5,8 juta km2, terdiri
dari
0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 juta km2 perairan pedalaman dan
kepulauan, 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), dikelilingi
lebih 17.504 pulau, dengan panjang pantai 81.000 kilometer, ini
semua adalah sumber kekayaan yang luar biasa. Namun, di
usianya yang lebih dari setengah abad, Indonesia masih negara
berkembang dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan tinggi,
GNP per kapita kecil (2.300 dolar AS), serta daya saing ekonomi
rendah. Bahkan, The United Nations Development Programme
(UNDP) menempatkan Indonesia di peringkat 108 untuk indeks
pembangunan manusia (IPM).
Dalarn dernokrasi suara orang pintar dan orang idiot sarna. Karena
sebagian besar bangsa Indonesia masih baru melek huruf, maka
kebanyakan wakil dan pemimpin hasil pilihan rakyat tak rnarnpu
berbuat lebih baik dari orde baru. Presiden, Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota dan sampai Kepala Desa hampir setiap hari
rnenyerukan agar rakyat mernbuat dan rnenjaga keadaan supaya
tetap kondusif. Makna kestabilan dan kearnanan terasa makin
sangat berharga, tetapi kian sulit diciptakan.
Tidak hanya itu, sejak era orde baru, kebijakan pembangunan negara
kepulauan diubah menjadi negara agraris yang bervisi kontinental
(inward looking). Ini sudah salah arah. Negara kepulauan sejatinya
menganut visi maritim (outward looking).
II
I-
l f
Il
f
l
1
9PerspetifMenuj Mas DepanMaritimn Indonesia [Q