Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PENGGANTI MID

Nama : Muh. Refaqi Irhamsyah

Nim : H1A122336

Kelas : G

Matkul: Wawasan Kemaritiman

BAB I

Pasang Surut Kejayaan Maritim

Siapa menguasai laut dialah pemilik dunia. Itulah yang dialami Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan
Majapahit tempo dulu. Jauh sebelum pesawat terbang tercipta, kapal laut menjadi satu- satunya sarana
transportasi, baik antarpulau, antarnegara, maupun antarbenua. Jadi, siapa yang mampu menguasai
teknologi perkapalan, navigasi, dan pemetaan, dialah yang layak menjadi penguasa dunia. Prestasi itulah
yang diukir oleh para pendahulu kita jauh sebelum kejayaan bangsa Eropa datang dan menjajah
Indonesia. Lagu berjudul Nenek Moyangku Seorang Pelaut merupakan cerminan dari betapa hebatnya
mereka menaklukkan samudra luas, menguasai perniagaan, serta menjalin diplomasi politik dengan
berbagai negara di penjuru dunia.

Era Kerajaan Sriwijaya

Abad ke-7 merupakan masa-masa awal kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Para pelaut utusan
Sriwijaya dengan gagah berani membentangkan layar, mengatur terpaan angin, dan mengubahnya
menjadi energi gerak agar kapal dapat berlayar sesuai tujuan. Menurut Sejarawan Prancis, Prof George
Coedes (1918), kekuasaan dan kemakmuran Kerajaan Sriwijaya disebabkan mereka mampu menguasai
jalur laut perdagangan utama di Selat Malaka. Secara geografis, Selat Malaka adalah jalur paling strategis
bagi pelayaran antarbangsa dan menjadi jalur perdagangan di kawasan Asia Tenggara, termasuk di
pedalaman Nusantara. Secara alami, gelombang laut di Selat Malaka juga relatif lebih tenang
dibandingkan dengan perairan barat Pulau Sumatra yang menghadap Samudra Hindia. Ketenangan inilah
yang memudahkan kapal untuk mampu merapat ke pelabuhan dengan aman dan melakukan bongkar-muat
barang secara mudah. Itulah sebabnya Selat Malaka telah menjadi jalur sutra bagi perdagangan dunia
sejak dulu kala.

Kerajaan Majaphit

Kalau wilayah Sriwijaya masih sebatas Asia Tenggara, lain lagi dengan kiprah Kerajaan
Majapahit pada abad ke-14. Kapal-kapal Jong Majaphit yang gagah perkasa itu berkelana mengarungi
samudra luas. Jauh sebelum bangsa Eropa mampu membuat kapal laut, para pendahulu kita malah sudah
dapat mencipta kapal dan melayarkan- nya ke berbagai benua, mulai dari Australia, Asia, dan Afrika.
Menurut Irawan Djoko Nugroho dalam bukunya Majapahit Peradaban Maritim, Ketika Nusantara
Menjadi Pengendali Pelabuhan Dunia (2011), jumlah armada Jong Majapahit pada abad ke-15 mencapai
400 kapal. Ban- dingkan dengan armada kapal yang dimiliki VOC (Belanda), Spanyol, dan Portugis pada
masa-masa sesudahnya (tahun 1674). Ketika Majapahit berkuasa, kapal-kapal layar tiang tinggi berbobot
500 ton dan berukuran panjang sekitar 70 meter itu mampu mengangkut 600 penumpang dan berton-ton
barang niaga seperti hasil pertanian (beras), perkebunan (lada), garam, dan pertambangan (emas). Hal ini
menandakan Majapahit adalah negara agraris yang memiliki kemampuan ketahanan pangan sekaligus
menguasai teknologi maritim di jalur perdagangan internasional. Kesejahteraan dan kemakmuran
Majapahit tersebut juga tercatat dalam sejarah seorang biarawan Katolik Roma dari Italia, Odorico da
Pordenone yang mengunjungi keraton Majapahit pada tahun 1328. Odorico pernah melakukan kunjungan
muhibah ke Jawa pada tahun 1321. Ketika berada di lingkungan istana Raja Jawa, ia kaget. Istana tersebut
bergelimang berbagai jenis perhiasan seperti emas, perak, dan permata.

Meninggalkan Jejak

Sriwijaya telah meninggalkan jejak berharga. Sebagai manusia beradab, kita dituntut secara arif
dan bijaksana mengambil hal-hal positif dari perjalanan sejarah tersebut. Pengalaman pahit Sriwijaya
tampaknya belum menjadi pelajaran bagi kerajaan di Jawa di kemudian hari. Popularitas Jawa
(Nusantara) pun meredup ketika para penguasa melupakan lautnya. Itulah yang tercatat dalam sejarah
perjalanan bangsa. Dominasi niaga laut Jawa berakhir saat panglima Pajang Senapati memberontak
terhadap ahli waris sah Kerajaan Pajang. Hal ini pula yang mendorong bangsa Eropa, khususnya Belanda,
dengan mudah menaklukkan Jawa. Sebagaimana dikatakan Raja Mongol, Kubilai Khan, jika pasukan
Mongol mampu mengalahkan Jawa maka negara-negara lain akan tunduk dengan sendirinya. Ia yakin
dengan ucapannya itu karena memang tidak mudah menaklukkan tentara dan dominasi niaga yang
dibangun Jawa. Sepanjang kariernya, Mongol kalah telak melawan pasukan perang dari Jawa.

Bertumpu pada Kelautan

Kesadaran membangun bangsa bertumpu pada kelautan sebenarnya juga menjadi gagasan salah
satu Bapak pendiri bangsa, yakni Muhammad Yamin. Pada sidang BPUPKI, 31 Mei 1945, ia
mengingatkan bahwa calon negara yang tengah dipersiapkan bernama Indonesia) terutama berupa daerah
lautan. Oleh karena itu, kata Yamin, “Membicarakan daerah Negara Indonesia dengan menumpahkan
perhatian pada pulau dan daratan sesungguhnya berlawanan dengan keadaan sebenarnya”. Indonesia
adalah negara kepulauan (Archipelagic State), laut ibarat mata-telinga sekaligus sumber pengharapan
terhadap masa depan yang lebih baik. Yamin mengingatkan bahwa laut Nusantara adalah sumber
kemakmuran bagi Indonesia. Sejarawan maritim, Prof. Dr. Adrian Bernard Lapian berpendapat, yang
disebut dengan daerah inti (heartland) dalam negara kepulauan Indonesia bukanlah pulau atau daratan,
namun wilayah maritim yang memegang peranan sentral. Menurut Nakhoda Sejarah Maritim Asia
Tenggara yang pada 5 Juli 2011 lalu dianugerahi gelar Sejarawan Utama itu, laut harus dilihat sebagai
faktor utama pembangunan kebudayaan bangsa. Pembangunan kelautan dan perikanan mulai serius
dikembang- kan saat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur diangkat menjadi Presiden ke-4 Republik
Indonesia pada tahun 1999. Gus Dur menyadari, 2/3 luas wilayah Indonesia berupa laut. Namun
sayangnya, sampai se- jauh itu pembangunan kelautan belum mendapat perhatian yang serius.Karena
itulah Gus Dur membentuk kementerian baru (Departemen Eksplorasi Laut) yang secara khusus
mengelola sumber daya kelautan dan perikanan. Berdasarkan terobosan itulah, oleh media pers, Gus Dur
layak dinobatkan sebagai Bapak Kelautan Nasional.
BAB II

Mengenal Potensi Laut, Pesisir, Dan Pulau-Pulau

Kecil Dengan Berbagai Permasalahannya

Penggalan bait lagu yang dinyanyikan Koes Plus dengan sangat apik dan populer di atas
menggambarkan betapa potensi laut Indonesia sangat beragam dan kaya raya. Laut Indonesia seluas
6.315.222 km2 dengan panjang pantai sekitar 99.093 km itu ditaburi keanekaragaman jenis biota
(biodiversity) sangat tinggi. Begitu pula dengan keindahan panorama dasar laut. Himpunan aneka jenis
terumbu karang dengan ikan-ikan karang penuh warna menjadi mozaik alam yang elok memikat. Kondisi
ini menarik minat para penyelam (diver) untuk menikmati keindahannya. Tentu saja masih banyak
potensi lainnya yang menghampar di laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil yang tersebar di seluruh penjuru
Nusantara.

Transportasi Laut

Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau membutuhkan transportasi laut
sebagai sarana penghubung, baik untuk melayani kebutuhan domestik maupun kegiatan ekspor- impor
barang. Praktis, jasa transportasi laut memiliki potensi yang sangat tinggi. berbagai persoalan, niscaya
akan lahir terobosan-terobosan baru agar kita mampu mengubah potensi tersebut menjadi nilai tambah
baru yang aktual. Upaya utama yang harus dilakukan adalah pemerintah dan swasta perlu bergandengan
tangan untuk berinvestasi membangun infrastruktur dan sarana serta prasarana transportasi laut seperti
pembangunan kapal-kapal pengangkut kargo berukuran besar maupun kapal-kapal untuk melayani
kegiatan domestik. Kegiatan ini dapat dilakukan di galangan kapal nasional yang tersebar di beberapa
daerah seperti Surabaya, Makassar, dan lain-lain.

Industri Maritim

Saat ini, masih berada dalam tahap inisiasi untuk menggerakkan dan menguasai transportasi laut.
Akan tetapi, efek domino dari menggeliatnya industri di sektor ini sudah mulai terasa. Industri maritim
nasional yang saat ini berjumlah sekitar 240 perusahaan dapat tumbuh dan berkembang. Mereka terbukti
mampu merancang dan membangun kapal-kapal, baik kapal tanker, kapal kargo, kapal kontainer, kapal
penangkap/pengangkut ikan, maupun kapal penumpang serta membangkitkan roda industri kecil dan
menengah yang menjadi pendukung dari industri perkapalan tersebut.

Perikanan

Kita juga memiliki potensi perikanan yang tinggi namun Produk Domestik Bruto (PDB) kelautan
dan perikanan hanya 3,2%. Potensi perikanan tangkap mencapai 7,3 juta ton/tahun tetapi belum mampu
menyejahterakan sebagian besar nelayan. Di samping itu kawasan budidaya laut seluas sekitar 12,5 juta
hektare yang baru dimanfaatkan hanya sekitar 10%.

Tak hanya itu, saat ini terdapat sekitar 65.000 unit pengolahan ikan. Sayangnya sebagian besar masih
berskala kecil. Di sisi lain lebih dari 40% industri pengalengan ikan tidak beroperasi. Industri yang
beroperasi di bawah kapasitas lantaran kekurangan bahan baku. Kinerja produksi dan daya saing negara-
negara kompetitor semakin pesat. Sebaliknya, produksi dan daya saing nasional hampir tidak bergerak.
Bioteknologi Kelautan

Bioteknologi kelautan di Indonesia bagai mutiara terpendam; memiliki potensi tersembunyi yang
siap menyejahterakan dan me- makmurkan bangsa. PKSPL IPB mendata, potensi bioteknologi dari laut
Indonesia diperkirakan mencapai US$ 800 miliar per tahun. Yang lebih mengejutkan lagi adalah sekitar
35.000 spesies biota laut berpotensi sebagai penghasil obat-obatan. Dari angka itu, ternyata yang baru
dimanfaatkan sekitar 5.000 spesies. Inilah peluang industri farmasi nasional yang siap memutar roda
perekonomian bangsa.

Wisata Bahari

Indonesia memang dikaruniai keelokan pantai bernuansa iklim tropis yang memukau dan
menghangatkan. Didukung dengan kein- dahan alam nan permai, pantai-pantai berpasir putih itu cocok
untuk berjemur, bermandikan sinar surya, dan berleha-leha bermanja ria. Menyelam ke dasar laut, kita
juga dibuat terpana dengan keelok- an terumbu karang beserta keragaman hayatinya. KKP mencatat, laut
Indonesia seluas sekitar 6.315.222 km2 itu dihuni oleh sekitar 700 jenis terumbu karang dan 263 jenis
ikan hias.

Bangunan Laut

Potensi bangunan laut yang terdiri dari anjungan minyak lepas pantai (oil rig), kabel dan pipa
bawah laut, serta pelabuhan perikanan juga tak boleh diremehkan. Saat ini ada sekitar 450 anjungan lepas
pantai untuk menunjang aktivitas eksplorasi dan eksploitasi sumber Migas. Dalam membangun anjungan,
kabel dan pipa bawah laut jelas membutuhkan jasa para profesional. Begitu pula untuk mendukung
pengembangan usaha per- ikanan, hingga tahun 2014 pemerintah telah membangun 968 unit pelabuhan
perikanan di seluruh Indonesia. Aktivitas ini jelas membu- tuhkan jasa profesional yang berkualitas dan
trampil.

Jasa Kelautan

Indonesia juga memiliki potensi jasa kelautan yang menarik. Di antaranya benda muatan dari kapal
tenggelam (BMKT) dan air laut dalam (deep ocean water atau DOW). Berdasarkan catatan Badan Riset
Kelautan dan Perikanan (2004), ada sekitar 463 lokasi kapal tenggelam di seluruh perairan Indonesia.
Sebanyak 245 kapal di antaranya milik perusahaan dagang Belanda, VOC.

Reklamasi Wilayah Pesisir

Disadari atau tidak, populasi manusia dunia terus bertambah, tak terkecuali Indonesia. Pada tahun
2015 jumlah penduduk kita sekitar 250 juta jiwa. Dengan asumsi pertumbuhan penduduk sekitar 2,5
persen per tahun, maka pada 2025 populasi penduduk Indonesia diperkirakan bertambah menjadi sekitar
300 juta jiwa. Kian berjubelnya populasi manusia membuat daratan kian sesak. Hal ini berpengaruh
terhadap meningkatnya kebutuhan penduduk baik berupa pangan, sandang, papan, maupun barang dan
jasa inferior (luks).
BAB III

Sdm Dan Iptek Sebagai Pilar Membangun Kejayaan Maritim

Kalau hasil perjuangan pendiri bangsa pada abad ke-20 adalah kemerdekaan, maka sekarang ini
pada abad ke-21 perjuangan kita adalah membangun ekonomi untuk kesejahteraan bangsa,
mengembangkan jati diri bangsa, serta memerangi kemiskinan. Kunci dari keunggulan Indonesia pada
abad ke-21 terletak pada sumber daya manusia yang berbudaya dan mampu menguasai Iptek. Dengan
kata lain, masa kejayaan pada abad ke-21 terletak pada sampai sejauh mana bangsa kita menguasai
inovasi. Pengalaman menunjukkan, bangsa-bangsa yang maju, sejahtera, dan bermartabat adalah mereka
yang unggul dalam penguasaan teknologi inovasi. Dengan inovasi pula, mereka dapat menjadi bangsa
yang kompetitif dan terhormat.Budaya unggul perlu dikembangkan di birokrasi, perguruan tinggi, dan
swasta (industri) agar melahirkan inovator-inovator yang kreatif. Cara lain adalah dengan
mengembangkan enterpreneurship. Di negara maju seperti AS, Jepang, Korea, Singapura misalnya,
inovasi tumbuh pesat seiring dengan menjamurnya enterpreneurship. Kita optimis, Indonesia mampu
membangkitkan kejayaan maritim seperti yang pernah terjadi pada abad ke-7 dan abad ke-14.
Bermodalkan keunggulan komparatif berupa potensi sumber daya alam laut yang sangat berlimpah dan
budaya lokal yang dikelola dengan sentuhan Iptek maka kita dapat berjaya.

Kekuatan Pasar Sangat Besar

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia sebenarnya
memiliki kekuatan pasar dalam negeri yang sangat besar. Bisa dibayangkan kalau mayoritas penduduk
Indonesia menggunakan produk buatan dalam negeri, perekonomian Indonesia dapat tumbuh secara pesat
dan kuat. Lebih dari itu, produk-produk dalam negeri pada saatnya nanti juga mampu memiliki daya saing
yang kuat di antara produk-produk impor. Hal ini dapat terjadi karena produk dalam negeri tersebut dapat
membiayai kegiatan penelitian dan pengembangan yang menjadi ujung tombak sebuah produk dengan
inovasi tinggi.

Membentuk SDM yang Unggul dan Kreatif

Dibukanya Fakultas Kelautan di setiap provinsi diharapkan mampu mengatasi masalah tersebut.
Para alumni dari Jurusan Planologi Kelautan nantinya dapat mempercepat pekerjaan tata ruang, baik
provinsi (0 – 12 mil dari garis pantai), maupun nasional (di atas 12 mil dari garis pantai). Jelas bahwa
kiprah perguruan tinggi sangat penting dalam melahirkan SDM profesional untuk mendorong tersusunnya
tata ruang laut guna mengakselerasi pembangunan kelautan sebagai prime mover pembangunan ekonomi
nasional. Jika saja hal itu tercapai maka potensi sumber daya laut Indonesia yang sangat kaya dan
melimpah yang dapat dijadikan sebagai keunggulan kompetitif (competitive advantages) bangsa dan
prime mover pembangunan ekonomi nasional. Kemitraan antara perguruan tinggi, pemerintah daerah dan
pusat, serta dunia usaha perlu lebih direkatkan.

Mendongkrak Nilai Tambah Melalui Penguasaan Iptek

Fakta membuktikan, Iptek menempati posisi strategis dalam meningkatkan nilai tambah (added
value) suatu produk sehingga memiliki daya saing tinggi. Pengalaman negara maju menunjukkan, siapa
menguasai Iptek dalam pengolahan produk dan jasa maritim maka ia mampu berkompetisi di kancah
internasional.Ada tiga strategi utama dalam membangun poros maritim yang andal.

Anda mungkin juga menyukai