MASYARAKAT PESISIR
OLEH:
ADHAR
G2T121009
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. atas berkat rahmatnya dan hidayahNya
sehingga kami bias menyelesaikan makalah yang berjudul “ SOSIAL DAN BUDAYA
MARITIM MASYARAKAT PESISIR”. Dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha
semaksimal mungkin sesui dengan kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, kami tidak
luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tehnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi
walaupun demikian kami sebisa mungkin menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat
sederhana.Untuk itu kami meminta kerjasama antara dosen dengan teman-teman agar dapat
memberikan masukan yang bermanfaat bagi kami demi tersusunnya makalah ini. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak tersebut diatas yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca pada umumnya. Kami
mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………….........................………………………………….i
Kata Pengantar……………………………….…………………………………ii
Daftar Isi……………………………………………………………….……….iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………….......
B. Rumusan Masalah………….…………………………….............................
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………....
D. Manfaat penulisan...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Peradaban Maritim di Indonesia……………………………….....................
B. Sumber Daya Manusia…………………………………………....................
C. Kemiskinan Masyarakat Pesisir………………………………………………
D. Karakteristik Masyarakat Pesisir..................................................................
E. Budaya Tradisi Sedekah Laut Masyarakat Pesisir........................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas wilayah 5,8 juta per segi
dan panjang garis pantai 95.181 km, sudah sepatutnya Indonesia memiliki strategi
maritime yang baik. Hal tersebut mencakup aspek ekonomi, social, budaya, politik,
keamanan dan pertahanan. Jika di petakan belahan bumi lain, luas wilayah nusantara
sama dengan jarak antara Irak hingga Inggris ( Timur-Barat ) atau Jerman hingga Aljazair
( Utara-Selatan ). Letaknya yang seksi, di topang sumber daya alam yang melimpah,
khatulistiwa. Tak heran, ancaman dan gangguan terus menerpa Negara Kesatuan
lingkungan maritime. Hal itu dibutuhkan karena bangsa Indonesia sekarang tidak lagi
memiliki budaya bahari. Sehingga, perlu di bangun kembali upaya penyadaran. Upaya ini
harus sampai pada penyadaran efektif terhadap segala sesuatu yang menyangkut
lingkungan maritime merupakan hal vital bagi keamanan, keselamatan, ekonomi dan
lingkungan hidup bangsa Indonesia, serta menunjang upaya menegakkan harga diri
bangsa. Dari aspek social dan budaya sejarah menunjukan bangsa Indonesia pada masa
lalu memiliki pengaruh besar di wilayah Asia Tenggara. Terutama melalui kekuatan
maritime di bawah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Tak heran, wilayah laut Indonesia
dengan luas dua pertiga Nusantara di warnai banyak prguluman kehidupan di laut
Indonesia pernah dikenal sebagai Negara Maritim karena budaya kelautan yang
sangat maju di zaman dahulu, seperti suku Bugis yang dikenal juga dengan suku pelaut
yang menjelajah hingga ke mancanegara, atau armada laut Sriwijaya dan Majapahit yang
perkasa. Selain kebudayaan Maritim, Indonesia juga memiliki kekayaan laut yang
termasuk paling besar di dunia, karakter topografi laut Indonesia yang sangat beragam
negara-negara lain, Namun, seiring berjalannya waktu, dengan kekayaan yang melimpah
tersebut, identitas Maritim negara ini seperti terlupakan. Dewasa ini semakin
“Nenekku seorang pelaut” bak lantunan yang sumbang. Berbagai permasalahan maritim
kian lama kian menumpuk. Menjadi fakta pahit yang menyedihkan ketika pulau sipadan
dan ligitan terkelupas dari Indonesia, dua pulau yang memiliki keindahan dan kekayaan
hayati. Belum lagi pulau ambalat yang mempunyai cadangan minyak mentah yang
melimpah masih menjadi sengketa. Saat ini Budaya Maritim Indonesia sama seperti
sebuah kapal yang tak bernahkoda, jika kesadaran Maritim tidak segera
diciptakan/dibangun kembali.
B. RumusanMasalah
2. Bagaimana Keberadaan Sumber Daya Manusia Terhadap Aspek Sosial dan Budaya
Maritim.
3. Bagaimana Masyarakat Pesisir di Indonesia.
B. Tujuan
C. Manfaat penulisan
Selain tujuan daripada penulisan makalah, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat
yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah dapat menambah khazanah
keilmuan terutama di wawasan kemaritiman dan semoga keberadaan makalah ini dapat memberi
PEMBAHASAN
Sejarah mencatat bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Dengan alat
navigasi seadanya, mereka telah mampu berlayar ke utara, lalu ke barat memotong lautan
Hindia hingga Madagaskar dan berlanjut ke timur hingga pulau Paskah. Dengan kian
kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak Maritim dan memiliki armada laut yang besar.
Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah Negara besar
yang di segani di kawasan Asia maupundi seluruh dunia. Sebagai kerajaan maritime yang
kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada
penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis
yang di gunakan sebagai pangkalan kekuatan lautnya. Tidak hanya itu, ketangguhan maritime
kita juga ditunjukkan oleh Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13.
Dengan kekuatan armada laut yang tiada tandingannya, pada tahun 1275 Kertanegara
mengirimkan ekspedisi bahari kekerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan
agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara.
Tahun 1284, ia menaklukan Bali dalam ekspedisi laut ke timur. Puncak kejayaan maritime
Nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478 M). Di bawah pimpinan Raden
wijaya, Hayam wuruk dan Patih Gaja Mada, Majapahit berhasil menguasai dan
mempersatukan Nusantara.
Lagor,Kamboja, Anam, India, Filipina dan Cina. Kilasan sejarah itu tentunya memberikan
dan di segani bangsa lain karena , paradigm masyarakatnya yang mampu menciptakan visi
Maritim sebagai utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial. Bukti kebesaran
Indonesia, Ali Akbar. Menurutnya, sejarah kekuatan maritime di tanah airsudah ada sejak
zaman dahulu, dan sentralnya berada di wiayah pesisir dan laut. Namun, banyak juga kerajaan
yang berdiri dan hidup di wilayah pedalaman. Misalnya, Banten yang bias Berjaya selain
karena di dalamnya kuat, juga tidak terlepas dari kekuatan maritime. Menurut Ali Akbar yang
menjabat sebagai Ketua Kajian Pendirian M useum Maritim, dahulu sistim religi yang dianut
sebagai kerajaan tidak lepas dengan gunung dan dewa. Bahkan, dewa tertinggi mereka
percaya ada di ketinggian, yaitu gunung-gunung. Kehidupan religi zaman dulu sangat kuat.
Tapai, kemudian beberapa manusia menyadari, kehidupan itu bukan hanya religi, harus ada
interaksi dengan dunia luar. Terdapat banyak bukti-bukti prasejarah dimana bangsa Indonesia
adalah bangsa yang hebat di dunia maritim. Hal ini dapat di buktikan dengan adanya lukisan
adanya perubahan kebudayaan yang tadinya berorientasi pada daratan kemudian memiliki
kemampuan berlayar. Menurut Ali, di saat pelaut Yunani dan Cina Selatan datang ke
Indonesia pada periode 3000 sebelum masehi atau 5000 ribu tahun yang lalu dan pelaut
Belanda yang jago mengelola budaya maritim baru datang 400 tahun sesudah masehi, bangsa
Indonesia sudah lebih daulu berlayar keluar. Itu di buktikan dengan adanya pelabuhan
syahbandar. Bisa dikatakan bahwa karakter maritim bangsa Indonesia sudah kuat sejak dahulu
Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia dengan sumber daya alam yang melimpah,
bangsa Indonesia belum mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Kondisi ini terjadi
karena rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang maritim. Salah satunya,
Indonesia masih kekurangan tenaga pelaut. Krisis tenaga pelaut di Tanah Air hingga kini masih
menjadi masalah serius. Jumlah lulusan pendidikan tersebut belum seimbang dengan kebutuhan
di bidang pelayaran. Di sector angkatan laut minim tenaga pelaut. Para lulusan pelaut tingkat
perwira hamper 75% memilih bekerja di kapal asing atau berbendera asing ketimbang
mengabdikan diri untuk perusahaan pelayaran nasional dengan alas an yang masuk akal yakni
Kondisi ini seperti membuat miris dan menjadi perhatian penuh Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementrian Perhubungan. Lima tahun kedepan, kebutuhan
pelau nasional mencapai 43.806 atau 8.600 orang setiap tahunnya, yang terdiri dari 18.774 pelaut
kelas perwira dan 25.032 pelaut kelas dasar. Namun, suplai pelaut saat ini di Tanah Air baru
mencapai 3.000 orang pertahun karena kapasitasnya yang belum mencukupi. Namun begitu,
jumlah tersebut bias segera bertambah dengan peningkatan jumlah sekolah yang akan di
realisasikan dua tahun mendatang. Rendahnya SDM bangsa ini karena focus pembangunan
pemerintah masih berrientasi pada sector darat atau agraris. Pemerintah tidak berupaya
mengubah arah pembangunan sesui kondisi geografis yang dimiliki bangsa ini. Berpijak pada
sejarah bangsa Indonesia yang pernah Berjaya di masa Kerjaan Sriwijaya dan Majapahit
menggambarkan bahwa masyarakat ini maju sebagai Negara maritime, bukan Negara agraris.
Selama ini kebudayaan di Indonesia di konsep dengan format kebudayaan agraris, yang
cenderung terpaku pada alam,kekuatan adikodrati, feodalistik, yang membagi masyarakat pada
sastra-sastra kekuasaan.
Bicara mengenai laut, tidak lepas dari segala sumber kekayaan alam yang belum
dirnanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat Indonesia. Setrarusnya, sumber alam yang
Padahal,laut Indonesia dapat menghasilkan ratusan triliun devisa dengan berbagai potensi
energi terbarukan. Negeri ini juga memiliki sumber daya hayati beranekaragam, meliputi 2.000
spesies ikan, lebih dari 80 genera terumbu karang atau sekitar 17,95 persen di dunia, 850 jenis
sponge, padang lamun, dan hutan mangrove yang menyimpan potensi 5,5 juta ton ikan (dapat
dimanfaatkan nelayan 5,01 juta ton ikan di hamparan laut seluas 5,8 juta km persegi).
dengan meningkatkan penguasaan teknologi penangkapan ikan, sehingga negara ini mengalami
kerugian lebih dari Rp100 miliar per tahun. Acla dua faktor paling mendasar yang diperlukan
dalam membangun sektor kelautan, yaitu SDM dan kemampuan teknologi. Pengalaman beberapa
negara dan wilayah lain yang sukses membangun sektor kelautan, karena bertumpu pada kedua
Norwegia dan Chili dapat menjadi acuan dalam pengembangan sektor kelautan. Norwegia
pada mulanya adalah negara miskin di Erop+ yang hanya mengandalkan minyak bumi. Tapi,
perlahan negara tersebut semakin maju. Norwegia saat ini menjadi penghasil ikan salmon
terbesar di dunia.
Produl perikanannya dihasilkan melalui proses budidaya Salmon yang didukung kegiatan
penelitian dan pengembangan SDM. Tidak heran, mereka mampu menghasilkan devisa negara
Demikianhalnya dengan Chili. Saatini Chili mampu memproduksi vaksin untuk perikanan
budidaya memiliki pakan sendiri, dan produk perikanannya berstandar internasional. Produk
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan sumber daya alam berlimpah, bangsa
Indonesia belum mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Kondisi ini terjadi karena
rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang maritim. Salah satunya, Indonesia
Krisis tenaga pelaut di Tanah Air hingga kini masih menjadi masalah serius. lumlah, lulusan
pendidikan tersebut belum seimbang dengan kebufuhan di bidang pelayaran. Di sector angkutan
laut kondisinya minim tenaga pelaut. Para lulusan pelaut di tingkat perwira hampir 75 persen
memilih bekerja di kapal asing atau berbendera asing ketimbang mengabdikan diri untuk
perusahaan pelayaran nasional dengan alasan yang masuk akal yakni penghasilan yang lebih
besar.
Kondisi seperti itu membuat miris dan menjadi perhatian penuh Badan Pengembangan
Mamahit mengemukakan perlu ada restandar gaji dan ada perbaikan gaji bagi para pelaut.
Bekerjasama dengan Kementerian Tenaga Kerja perlu dikaji ulang agar pelaut nasional tidak
bekerja di kapal asing. Meskipun terdapat perbedaan penghasilan yang cukup jautr, tiga hing ga
empat kali lipat dengan penghasilan pelaut kita di Tanah Air. Dalam lima tahun ke depan,
kebufuhan pelaut nasional mencapai 43.806 orang atau 8.600 orang setiap tahunnya, yang terdiri
dari 78.774 pelaut kelas perwira dan 25.032 pelaut kelas dasar. Namun, suplai pelaut saat ini di
Tanah Air baru mencapai 3-000 orang per tahun karena kapasitasrrya yang belum mencukupi.
Namun begitu jumlah tersebut bisa segera bertambah dengan peningkatan jumlah sekolah yang
akan direalisasikan dua tahun mendatang. Pelaksanaan asae'cabotage di Indonesia selama enam
tahtrn terakhir telah memicu terjadi peningkatan kebutuhan pelaut hingga mencapai 55.000
orang. Ketua Umum hrdonesia National Shipowner Association (INSA), Carmelita Hartoto,
mengatakan lonjakan kebutuhan pelaut nasional itu menyrusul meningkatnya jumlah armada
niaga nasional. Dia menjelaskan selama 2005 hingga 2019 perhrmbuhanjumla! kapal niaga
nasional mencapai lebih dari 50 persen atau ada penambahan tidak kurang dari 3.300 unit kapal.
Selama periode itu, kebutuhan pelaut untuk mengisi kapal-kapal niaga nasional bertambah
Ia menambahkan untuk saat ini, pelaku usaha pelayaran nasional iu"tn, mengalami krisis
pelaut akibat produksi pelaut dalam negeri tidak bisa mengimbangi pertumbuhan permintaan.
Bahkan kondisi ini sudah berlangsung sejak tiga tahun terakhir menyusul lonjakan jumlah kapal
niaga nasional dan ketentuan wajib diawaki oleh awak berkebangsaan hrdonesia. Rendahnya
SDM bangsa ini terjadi karena fokus pembangunan pemerintah masih berkiblat pada sektor darat
atau agraris. Pemerintah tidak berupaya mengubah arah pembangunan sesuai dengan kondisi
geografis yang dimiliki bangsa ini. Berpijak pada sejarah bangsa Indonesia yang pemah iaya di
masa to"1uar, soi*ilaya dan Majapahit menggambarkanbahwa masyarakat ini maiu sebagai
negara maritim,-bukan negara agraris' Selama ini kebudayaan Indonesia di konsepsengan format
kebudayaan agraris, yang cenderung terpaku pada alam, kekuatan adikodrati, feodalistik' yang
membagi masyarakat pada strata-strata kekuasaan Budaya tersebut sengaja dihembuskan kaum
lupa atas kekuatarmya di bida5rslmaritiln. Alhasil, bangsa ini menjadi budak, kuli dan buruhrdi
negerinya sendiri. Kehormatan mereka sebagai bangsa maritim ya4g kUat terampas Karena itu,
perlu mengubah paradigma pembangunan SDM dengan konsep kebudayaan maritim. Yaihr,
membuka diri terhadap perubahan zaman dan nilai-nilai lain. Mereka mau menghargai
kebudayaan bangsa lain yang acap kali melakukan adaptasi inovatif untuk rnemperkuat
budayanya. Apalagi dalam konteks sekrang dunia dikatakan sebagai global ttillage, pertemuan
budaya antar bangsa yang menjadi sangat mudah dan cepat. Terkait hal ini, sikap kemandirian
merupakan pagar pelindung bagi bangsa maritim. Perdagangan merupakan pencarian utama
masyarakat maritirn. Kebudayaan maritim modem yang hendak dicapai adalah mencoba
melepaskan diri dari kungkungan konsumerisme, yaitu bangsa pemakai dari barang-barang orang
lain. Hal ini diupayakan dengan kolaborasi Penguasaan pasar bersama pembuatan hasil produksi
di dalam negeri. Sifat agraris masyarakat Indonesia yang mayoritas petani dapat diberdayakan
dalam konteks ini. Pertanian dan industri dikembangkan secara modem, tidak hanya
menghasilkan barang mentah, tapi produksi barang jadi. Sehingga produk ini didistribusikan
pedagang ke seantero dunia rnelalui kemampuannya bemegosiasi dan merambah pelosok negari
lain melalui perdagangan laut. Keberanian menjadi ciri khas dari masyarakat maritim. Saat
berlayar banyak hambatan alam yang ditemui. Gelombang badai, keterasingan di tengah laut,
perompak atau bajak laut, dan ancaman binatang laut menjadi hal biasa. Tantangan ini begitu
berat dibandingkan dengan mengelola pertanian. Sehingga masyarakat maritim secara psikologis
adalah bangsa yang berani. Mereka tidak mau takluk dengan alam, tapi berusaha bersahabat
dengan alam. Fenomena alam mereka pelajari dan dijadikan sebagai penunjuk dalam berlayar.
Terlebitu abad ini telah teqadi pergeseran besar dalam pendekatan bagaimana memvisualisasikan
lautan dan profesi pelaut. Lahimya teknologi canggih, kapalhi-tech menuntut kualitas SDM yang
Sumber daya hayati dan non hayati harus dapat dikelola secara optimal. Potensi itu meliputi
potensi perikanan, sumber daya wilayah pesisir, bioteknologi, wisata bahari, minyak bumi dan
transportasi. Dalam mengelolanya diperlukan sumber daya manusia berkualitas yang memahami
danmengerti terhadap potensi laut yang dlmilitinya. Tenaga Ahli Bidang SDM Bahari dan Iptek
Kelautan, Dewan Kelautan Indonesia, Bonar Simangunsong mengatakan, Indonesia tidak bisa
baik. SDM kelautan berorientasi global diperlukan karena laut menganut hukum nasional dan
intemasionaf human heritage, dan masa depzm dunia ada di laut. Menurut Bonar, kini
pembangunan kelautan diarahkan untuk mewujudkan potensi laut menjadi kenyataan yang
(pembangunan darat), pelayaran nasional hanya 54 persen, sisanya masih dipegang perusahaan
asing. Masih banyak yang belum kita capai dalam pengelolaan dan pemanfaatannya. SDM
diperlukan sehingga dapat tersebar baik dipemerintahan maupirn masyarakat serta akademisi.
SDM Bahari harus menjadi salah'satu fokus karena mereka yang mengelola dan memanfaatkan
potensi laut. Dalam hal ini, DEKIN merumuskan rekomendasi urnum mengenai kelautan kepada
Presiden. Untuk SDM Baha{ Bonar sendiri ingin segera melakukan pendataan yang memadai
berapa dan di mana saja potensi SDM tersebut berada. Selama ini DEKIN sendiri telah beberapa
kali membentuk kelompok kerja. Dengan adanya kelompok Le4u, y^gdapat rnempertemukan
antar stakeholder sehingga koordinasi dapat terjalin. Melihat besarnya potensi laut nusantara,
Indonesia mestinya mempunyai infrastruktur maritim yang kuat seperti pelabuhan yang
lengkap dan moderry sumber daya manusia di bidang maritim berkualitas serta kapal berkelas,
mulai untuk jasa pengangkutan manusia, barang, migas, kapal penangkap ikan sampai dengan
armada TNI Angkatan Laut. Apabila hal ini dikelola dengan baik, potensi kelautan Indonesia
diperkirakan dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Saat ini industri maritim di
Indonesia sekarang bergerak menuju tahap yang lebih maju, tidak hanya terfokus-pada
perdagangan domestik, namun juga bergerak lebih menuju perdagangan internasional. Lrntuk itu
perlu adanya ekspansi armada nasional dalam hal jumlah dan teknologi maritim. Sementara itq
Sekretaris ]enderal DPP PPNSI (Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia), Riyono,
mengharapkan agar pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Kelautan untuk
meningkatkan sumber daya manusia di bidang maritim, karena dengan minimnya kebijakan yang
dibuat pemerintah, negeri ini tidak memiliki arah yang jelas untuk membangun dunia kelautan
Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang terjadi pada seluruh negara baik negara
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial, dan standar kehidupan yang lain (Herbert, 2001
dalam Iskandar, 2012). Hingga saat ini Negara Indonesia masih tetap didera oleh begitu
masalah yang yang sering dilihat diantaranya: 1) kemiskinan, kesenjangan sosial, dan
tekanan-tekanan ekonomi yang datang setiap saat, 2) keterbatasan akses modal, teknologi, dan
ekonomi yang ada, 4) kualitas sumber daya manusia yang rendah sebagai akibat keterbatasan
baik di kawasan pesisir, laut, maupun pulau-pulau kecil, dan 6) belum kuatnya kebijakan yang
kemiskinan bukanlah suatu gejala baru bagi masyarakat Indonesia. Selama puluhan tahun,
kondisi kemiskinan itu selalu nyata di tengah-tengah masyarakat, baik di kota maupun di
desa. Masyarakat pesisir dengan komunitas rumah tangga petani nelayan merupakan bagian
dari masyarakat Indonesia yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dalam kebijakan
pembangunan. Jika pada masyarakat petani terdapat berbagai program subsidi, seperti subsidi
pupuk dan benih, maka pada masyarakat nelayan subsidi seperti itu hampir tidak pernah
mereka peroleh. Memang di beberapa daerah kadang ada semacam bantuan peralatan tangkap
untuk nelayan, namun sering tidak bisa dimanfaatkan oleh nelayan, karena kendala yang
bersifat struktural seperti keharusan adanya agunan yang tidak mereka miliki serta sistem
angsuran yang tidak sesuai dengan pola pendapatan mereka. Akibatnya, walaupun beberapa
pesisir namun tetap saja kehidupan masyarakat pesisir masih akrab dengan kemiskinan,
menghadapi sejumlah masalah politik, sosial dan ekonomi yang kompleks. Sebagai negera
maritim, Indonesia tercatat sebagai negara kepulauan dengan jumah pulau sebanyak 17.508
buah yang dikelilingi oleh garis pantai sepanjang 81.000 Km dan luas laut sekitar 5,8 juta
kilometer persegi dengan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2.78 juta Km2. Ada sekitar 60 juta
Penduduk Indonesia bermukim di wilayah Pesisir dan penyumbang sekitar 22 persen dari
pendapatan brutto nasional. Tak bisa dipungkiri di tengah potensi besar lautan justru
menyebabkan kemiskinan nelayan baik secara alamiah, struktural, maupun kultural. Secara
alamiah laut memang sulit diprediksi. Gelombang tinggi, angin kencang atau badai, serta
rusaknya alam membuat hasil tangkapan semakin sedikit. Di satu sisi masyarakat nelayan
mempunyai kelemahan secara struktural. Kemampuan modal yang lemah, manajemen rendah,
kelembagaan yang lemah, di bawah cengkeraman tengkulak, dan keterbatasan teknologi. Kita
mengetahui nelayan termasuk warga negara kita yang berekonomi lemah, kontras dengan
perannya sebagai pahlawan protein bangsa. Kondisi kultural juga bisa mendorong nelayan
semakin terjun ke jurang kemiskinan. Kekayaan alam yang besar sering meninabobokan kita
semua. Ketergantungan pada sumber daya laut mengakibatkan terjadi kepasrahan, dan ini
berakibat tidak adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Yang selanjutnya,
Kemiskinan merupakan suatu konsep yang cair dan bersifat multidimensional. Para pakar
banyak disebabkan karena faktor-faktor sosial ekonomi yang terkait karakteristik sumberdaya
serta teknologi yang digunakan. Hal-hal inilah yang menyebabkan masyarakat yang
berprofesi nelayan dalam kondisi kemiskinan. Kusnadi (2009), perangkap kemiskinan yang
masyarakat pesisir terdiri atas nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pedagang hasil
perikanan, pelaku usaha industri dan jasa maritim serta masyarakat lainnya yang bermukim di
daerah pesisir dan pulaupulau kecil merupakan segmen anak bangsa yang pada umumnya
masih tergolong miskin (DKP, 2008). Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir
secara terencana dan terstruktur telah dilaksanakan oleh pemerintah melalui program yang
sumber daya pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan. Ciri umum yang melekat
pada masyarakat pesisir Indonesia adalah akses permodalan yang lemah. Permodalan
merupakan unsur utama dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat
pesisir itu sendiri. Kekurangan modal ini sangat mengurangi aktivitas usaha masyarakat
(Kasryno, 1984).
Badan Pusat Statistik (2018) merilis bahwa ekonomi Indonesia periode 2015-2018
ketimpangan. Pada 2018, ekonomi domestik berhasil tumbuh 5,17% dari tahun sebelumnya.
serta program bantuan sosial yang diterapkan berhasil menurunkan angka kemiskinan dan
ketimpangan dalam empat tahun. Badan Pusat Statistik juga memberikan informasi bahwa
pertumbuhan itu tersembunyi persoalan sensitif yang dapat menimbulkan konflik horizontal
dan vertikal di tengah bangsa. Sudah seharusnya pemerintah Indonesia berupaya mencapai
sejahtera adalah masyarakat yang memiliki kualitas hidup yang baik, diukur antara lain dari
pemerintah dalam pengentasan kemiskinan terdapat penurunan. Dalam 4 (empat) tahun per 20
Oktober 2018 pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, jumlah
penduduk miskin di Indonesia berkurang sebanyak 1,78 juta jiwa menjadi 25,95 juta jiwa
pada Maret 2018 dibanding 27,73 juta jiwa pada akhir pemerintahan sebelumnya. Penurunan
jumlah penduduk miskin tersebut membuat angka penduduk miskin juga turun 1,14% menjadi
9,82% dari 10.96% pada September 2014. Persentase penduduk miskin satu digit ini
merupakan yang pertama kali pasca terjadinya krisis moneter 1998. Jumlah penduduk miskin
Pada akhir Maret 2018, jumlah penduduk miskin mencapai 15,81 juta jiwa atau sebesar
13,2% dari total populasi. Sementara penduduk miskin diperkotaan hanya 10,14 juta jiwa atau
sekitar 7,02% dari total populasi. Namun oleh beberapa pemerhati mengatakan bahwa
turunnya angka kemiskinan tersebut masih dianggap semu. Pasalnya penurunan tersebut
karena kebijakan instan pemerintah pemberian bantuan sosial seperti program Kartu
Indonesia Pintar dan Program Keluarga Harapan, dan bukan dari meningkatnya produktivitas
masyarakat (BPS 2018 dan databoks.co.id). Berangkat dari kondisi dan data di atas, catatan
yang menjadi fokus permasalahan adalah bagaimana rumah tangga nelayan yang 90%
mendiami wilayah pesisir dapat menikmati kehidupan yang seperti dinikmati oleh rata-rata
menimbulkan pro dan kontra di antara pihak-pihak yang peduli dengan permasalahan
kemiskinan dan masyarakat pesisir. Sejumlah permodelan yang diungkap oleh peneliti-
peneliti tentang pengentasan kemiskinan daerah pesisir yang berprofesi sebagai nelayan,
hingga saat ini belum mampu mengangkat kesejahteraan nelayan. Program pemberdayaan
oleh pemerintah belum cukup mengentaskan rumah tangga nelayan dari masalah kemiskinan.
Sejumlah hasil penelitian tentang kemiskinan dan nelayan telah banyak dipublikasikan,
tradisional. Ayu Diah Amalia (2015) mengungkapkan bahwa kemiskinan dapat dipecahkan
dengan modal sosial yang berkaitan dengan jaringan sosial. Muhammad Risal (2016),
yang memiliki perekonomian yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya
perhatian dari pemerintah terhadap masyarakat nelayan di desa Bonde menyebabkan faktor
Kemiskinan struktur terjadi oleh adanya faktor yakni adanya patron-klien dan
perkembangan modernisasi. Bentuk strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh masyarakat
nelayan di desa Bonde yakni dengan mengurangi pola konsumsi kehidupan keluarga, bekerja
di sektor yang lain secara kreatif sebagai bentuk melawan kemiskinan struktur. Rosni (2017)
yaitu 63,63% tergolong dalam prasejahtera, 31,81% tergolong dalam sejahtera I, dan 4,56%
tergolong dalam sejahtera II. Terkait dengan upah minimum Kabupaten Batubara tahun 2016
sejahtera I Rp.1.149.000, dan masyarakat sejahtera II Rp. 1.470.000. Iin Indarti (2015),
dengan penguatan modal sosial. Demikian halnya dengan Ali Imron HS (2012), Yenida, Elni
miskin khususnya di wilayah pesisir diperlukan strategi dan upaya yang efektif melalui
pembelajaran ekonomi, kerjasama dan keterlibatan secara terus menerus oleh pemerintah.
Oleh Peter Garlans Sina (2012), Neti Budiwati (2014), Lilik Sri Hariani (2015), Dias
diperlukan kecakapan atau literasi ekonomi sebagai upaya memperbaiki pola konsumsi, gaya
Penelitian tentang masyarakat nelayan sebagian besar berfokus pada aspek sosial
ekonomi. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa masyarakat nelayan merupakan salah satu
kelompok sosial dalam masyarakat kita yang sangat intensif didera kemiskinan. Kemiskinan
ini disebabkan oleh faktor-faktor kompleks yang saling terkait serta merupakan sumber utama
kesejahteraan sosialnya. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan salah satu isu utama dalam
pembangunan kawasan pesisir (Kusnadi et al. 2007). Oleh Hisbullah (2006) menjelaskan
salah satu variable positif yang mempengaruhi kesejahteraan adalah adanya modal komunitas
sebagai modal sosial yang dimiliki oleh komunitas masyarakat pesisir. Beberapa indikasi
modal sosial yang tergambar menunjukkan bahwa indikator seperti partisipasi sosial
masyarakat di dalam komunitas; tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial;
perasaan saling mempercayai dan aman; jaringan dan koneksi dalam komunitas; jaringan dan
koneksi antar teman dan keluarga; toleransi dan kebhinekaan; nilai hidup dan kehidupan;
koneksi / jaringan kerja di luar komunitas; partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar
komunitas.
partisipasi dalam suatu jaringan; resiprocity; trust; norma sosial; nilai-nilai; dan tindakan yang
proaktif. Pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat yang bersumber pada kekuatan
modal sosial masyarakat sendiri telah terbukti dapat mengurangi sikap selfish dan free rider,
dan akhirnya cenderung lebih efektif mendorong ke arah pemanfaatan sumberdaya yang
sustainable (Nasution et al. 2007). Modal sosial dapat menjadi modal stimulan yang dimiliki
oleh komunitas nelayan untuk terbukanya peluang dan potensi modal lainnya. Konsep modal
sosial, yang awalnya dipahami sebagai suatu bentuk dimana masyarakat menaruh
kepercayaan terhadap komunitas dan individu sebagai bagian di dalamnya, mereka membuat
kesepakatan bersama sebagai suatu nilai dalam komunitasnya. Modal sosial diartikan pula
sebagai stock kepercayaan sosial, norma dan jaringan dimana masyarakat dapat
dasar dan penentu kehidupan masyarakat yang teratur dan sejahtera. Modal sosial dapat
merupakan potensi sekaligus energi dalam menjembatani dan memperkuat bahkan menstimuli
potensi modal lainnya dalam suatu komunitas. Pada intinya modal sosial menjadi potensi
yang dapat dioptimalkan oleh individu dalam suatu komunitas untuk keluar dari permasalahan
yang dihadapi.
Selain modal sosial, upaya memberikan penguatan bagi rumah tangga petani/nelayan
dapat berupa proses pembelajaran yang bertujuan memberikan kecakapan dalam kajian
ekonomi yang terkait dengan pemanfaataan dan pengelolaan sumber daya ekonomi yang
efisien dan efektif serta ekonomis. Pembelajaran yang sementara ini masih secara formal
Konsep literasi ekonomi diartikan sebagai melek ekonomi yang dimaknai konsumen atau
rumah tangga konsumsi dapat berpikir dan bertindak secara rasional dalam aktivitas ekonomi.
Yunus, dkk. (2010) melakukan penelitian tentang literasi ekonomi, yang bertujuan untuk
hubungan dengan literasi ekonomi dan untuk mengukur sejauh mana pendidikan ekonomi,
ekonomi dilakukan melalui pengalaman dan penanaman sikap, untuk membentuk individu
sebagai pelaku ekonomi yang efektif dan efisien di lingkungan keluarga. Pembelajaran ini
bersifat nonformal, yang dicirikan oleh rencana yang tidak sistematis, tidak terjadwal dan
Berdasarkan pemaparan singkat di atas, buku ini menyajikan hasil dan temuan penelitian
yang mengkaji dan mengembangkan model pengentasan kemiskinan berbasis literasi ekonomi
dan modal sosial dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat pesisir di
kabupaten Minahasa Utara. Perspektif literasi ekonomi ditinjau dari kemampuan rumah
tangga nelayan memahami dan mengimplementasikan konsep ilmu ekonomi secara praktis.
Sedangkan modal sosial ditinjau dari dimensi partisipasi dalam jaringan, resiprocity, trust,
norma sosial, nilai-nilai, dan tindakan yang proaktif. Dan kesejahteraan ekonomi ditinjau dari
perikanan. Jika produktifitas tinggi, tingkat penghasilan nelayan akan meningkat sehingga aya
beli masyarakat yang semakin besar nelayan juga akan meningkat. Sebaliknya, jika produktifitas
rendah, tingkat penghasilan nelayan akan menurun sehingga tingkat daya beli masyarakat
semakin rendah. Kondisi demikian sangat mempengaruhi kuat lemahnya kegiatan perekonomian
Maksud dan tujuan pokok dari tradisi sedekah laut adalah memberikan persembahan dan
penghormatan yang berupa sesaji yang ditujukan kepada roh-roh para leluhur dan penguasa laut
yang dianggap telah menjaga dirinya dan bumi pertiwi yang ditempati dalam keadaan aman,
tentram, sejahtera jauh dari segala macam persoalan-persoalan dan masalah.Nilai-nilai filosofis
yang menarik untuk dipelajari antara lain nilai solidaritas, etis, estetis, kultural, dan religius yang
terungkap dalam ekspresi simbolis dari upacara-upacara yang disajikan melalui bentuk tari-
tarian, nyanyian, doa-doa, dan ritual-ritual lainnya. Pemahaman terhadap nilai-nilai itudapat
ditransformasikan dalam membangun kehidupan masyarakat kelautan ketaraf yang lebih maju
dan lebih baik-baik dari sisi pendidikan, ekonomi maupun solidaritas sosial budaya.
Dalam konteks relasi sosial, lanjutnya, tradisi sedekah laut (nadran) dapat meningkatkan
persaudaraan antar warga desa yang selama ini tinggal di sekitar pesisir, dan dikenal memiliki
watak dan karakter yang keras. Larung Sesaji juga merupakan salah satu kekayaan budaya dan
estetika simbolis masyarakat yang berakar pada nilai dan norma sosial kultural antara manusia
dan Sang Pencipta yang menyimpan nilai mulia. Larung Sesaji terus dilakukan setiap tahunnya
guna melestarikan budaya nenek moyang serta nilai-nilai spiritual yang telah ada sejak dahulu
dan hampir punah. Di dalam ritual Larung Sesaji juga tersimpan nilai-nilai leluhur di dalamnya.
alam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia sebagai Negara maritime yang kuat di ungkapkan oleh ahli sejarah dari
Air sudah ada sejak zaman dahulu, dan sentralnya berada di wilayah pesisir dan laut.
Namun, namun banyak juga kerajaan yang berdiri dengan kerajaan maritimnya seprti
Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Selain itu ada juga kerajaan yang yang berdiri dan
didunia dengan sumber daya alam berlimpah, bangsa Indonesia belum mampu
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang maritime. Salah satunya Indonesia
mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang
B. Saran
mulai dari yang terkecil sampai terbesar. Maka dari itu pemerintah , terutama yang menjaga
keutuhan NKRI ( TNI ) harus lebih teliti lagi menjaga keutuhanya negara, dan tak lupa pula
bahwa indonesia memiliki banyak potensi kekayaan alamnya mulai dari sumber daya
manusia maupun sumberdaya alamnya yang melimpah ruah. Maka kita sebagai warga,
masyarakat Indonesia mari kita gunakan kekayaan ini untuk membangun bangsa dan negara.
Akhirulqalam kami dari tim kelompok (Vl) enam mengucapkan terimakasih banyak, lebih
Sumber dari :
Akbar, Muhammad Amin Idrus. Aspek sosial Budaya Masyarakat Pesisir. Jakarta,
1969.
Ali Akbar. Perekonomian dan Sumber Daya Laut. Cet, 2010.
Burger, D.H. 1980. Sejarah Sosiologis-Ekonomis Indonesia. Jakarta: Prajnyaparamita.
Koentjaraningrat. 1969.
BPS 2011 Statistik Indonesia
Kusnadi. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Pusat Penelitian Wilayah
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Jember: Lembaga Penelitian Universitas Jember.