Anda di halaman 1dari 15

KERAJAAN SAMUDERA PASAI SEBAGAI

KERAJAAN MARITIM

OLEH:

KELOMPOK 3

1. INDY RAHMAWATY ISKANDAR (A021201028)


2. DWI FITRIANI ANWAR (A021201034)
3. AFRILA FAUZIYA IRSAN (A021201040)
4. ZHODIQ ABDILLAH BASRI (A021201046)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ”Kerajaan Samudera Pasai sebagai
Kerajaan Maritim” .
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pemahaman mengenai
Kerajaan Samudera Pasai sebagai kerajaan maritim. Terselesainya makalah ini
tidak lepas dari dukungan beberapa pihak yang telah memberikan kepada penulis
berupa motivasi, baik materi maupun moril. Oleh karena itu, penulis bermaksud
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini.
Semoga makalah kami dapat bermanfaat bagi teman-teman sekalian
khususnya pada diri saya dan semua yang membaca makalah ini dan mudah-
mudahan juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kami mohon untuk
saran dan kritiknya.

Makassar, 21 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Kerajaan Samudera Pasai ...................................................... 3

B. Faktor-Faktor Pendukung Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai ........ 6

C. Pembangunan Benua Maritim Indonesia ........................................... 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 11

B. Saran .................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua pertiga


wilayahnya terdiri atas lautan dan kaya akan sumber daya alam laut. Indonesia
sebagai negara kepulauan yang terbesar di dunia yang terdiri dari 17.499 pulau
dari Sabang hingga Merauke. Luas total wilayah Indonesia adalah 7, 81 juta km2
yang terdiri dari 2,01 juta km2 daratan, 3,25 juta km2 lautan, dan 2,55 juta km2
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Adapun garis pantai sepanjang 95.181 km2 dan
terletak pada posisi sangat strategis antara benua Asia dan Benua Australia serta
Samudera Hindia dan Pasifik. Sebagai negara kepulauan yang memiliki laut yang
luas dan garis pantai yang panjang, sektor maritim dan kelautan menjadi sangat
strategis bagi Indonesia ditinjau dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, hukum, lingkungan, pertahanan, dan keamanan.

Pada zaman kerajaan–kerajaan di Nusantara dan zaman sebelumnya,


kehidupan masyarakat pada dasarnya bertumpu pada pertanian dan kegiatan yang
bersifat agraris. Beberapa komoditas yang dihasilkan di Nusantara antara lain
kapur barus, merica, pala, cengkeh, nila, mur, borax, kesturi, dan emas. Produksi
komoditas ini tersebar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Maluku
dan Papua (Nugroho, 2010). Masyarakat Indonesia pada masa itu kemudian
memanfaatkan laut untuk mengangkut berbagai hasil bumi ini ke wilayah
Nusantara lainnya ataupun ke India, Afrika, dan Cina.

Beberapa penemuan di beberapa negara di Asia dan Afrika menunjukkan


adanya peninggalan dari masyarakat Nusantara yang diperkirakan sudah berumur
ribuan tahun. Peninggalan arkeologi ini membuktikan bahwa masyarakat
Indonesia saat itu sudah memiliki ilmu dan teknologi perkapalan serta navigasi
yang baik sehingga mampu menyeberangi Samudera Hindia hingga ke
Semenanjung India bahkan sampai ke Timur Tengah dan Afrika. Hal ini
menunjukkan masyarakat Nusantara saat itu sudah mampu mengintegrasikan
pengelolaan wilayah darat, pesisir, dan laut sehingga aktivitas di ketiga wilayah
dapat saling mendukung satu sama lainnya.

Beberapa kerajaan Nusantara dengan kultur peradaban maritim antara lain


Kerajaan Kutai (abad ke-4), Sriwijaya (tahun 600an-1000an), Majapahit (1293-
1500), Ternate (1257-sekarang), Samudera Pasai (1267-1521), dan Demak (1475-
1548). Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tercatat sebagai kerajaan-kerajaan
Nusantara yang pada zaman keemasannya menjadi adidaya karena karakter
kemaritiman yang tertanam pada masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Kerajaan Samudera Pasai sebagai kerajaan maritim?
2. Apa saja faktor-faktor yang mendukung Kerajaan Samudera Pasai dalam
mencapai kejayaannya sebagai kerajaan maritim?
3. Bagaimana pembangunan Benua Maritim Indonesia saat ini?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah Kerajaan Samudera Pasai sebagai kerajaan
maritim.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung Kerajaan Samudera
Pasai dalam mencapai kejayaannya sebagai kerajaan maritim.
3. Untuk mengetahui pembangunan Benua Maritim Indonesia saat ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai yang berada di ujung barat Nusantara memiliki


peranan yang penting sebagai bandar pelabuhan kapal-kapal yang hendak menuju
Nusantara ataupun sebaliknya. Peranan penting ini terutama terjadi karena
menurunnya kekuatan maritim Kerajaan Sriwijaya yang juga terdapat di wilayah
Sumatera. Namun aktivitas maritim Kerajaan Samudera Pasai masih berada di
bayang-bayang Kerajaan Majapahit yang saat itu merupakan kerajaan maritim
Nusantara terbesar. Sejak merosotnya kekuatan Kerajaan Majapahit karena
konflik internal dan eksternal, Kerajaan Samudera Pasai membuat kebijakan
maritim sendiri dan tidak lagi bergantung kepada Kerajaan Majapahit. Kerajaan
Samudera Pasai menguasai aktivitas perdagangan dan pelayaran di Selat Malaka
hingga tahun 1521.

Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh dan merupakan kerajaan Islam


pertama di Indonesia. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kapan
berdirinya Kesultanan Samudera Pasai belum bisa dipastikan dengan tepat dan
masih menjadi perdebatan para ahli sejarah. Namun, menurut Uka Tjandrasasmita
(Ed) dalam buku Badri Yatim, menyatakan bahwa kemunculannya sebagai
kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke 13, sebagai
hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi
pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan seterusnya. Berdasarkan berita
dari Ibnu Batutah, dikatakan bahwa pada tahun 1267 telah berdiri kerajaan Islam,
yaitu kerajaan Samudra Pasai. Hal ini dibuktikan dengan adanya batu nisan
makam Sultan Malik Al Saleh (1297), Raja pertama Samudra Pasai.

Malik Al-Saleh, raja pertama kerajaan Samudera Pasai, merupakan pendiri


kerajaan tersebut. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan nama Malik Al-
Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk Islam
setelah mendapatkan seruan dakwah dari Syaikh Ismail beserta rombongan yang
datang dari Mekkah.

Kerajaan Samudra Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M., pada tahun
1521, kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang menduduki selama tiga tahun.
Kemudian, pada tahun 1524 M., dianeksasi oleh raja Aceh , Ali Mughayat Syah.
Selanjutnya, kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh kesultanan Aceh
yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.

Pendapat bahwa Islam sudah berkembang di sana sejak awal abad ke13 ,
didukung oleh berita China dan pendapat Ibnu Battutah yang mengunjungi
Samudera Pasai pada pertengahan abad ke 14 M (tahun 746 H/1345 M). Dalam
kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan Malikul
Zhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan mempunyai
perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan,
Malikul Zhahir tidak pernah bersikap sombong. Kerendahan hatinya itu
ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu Battutah.

Samudera Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan tempat
berkumpul ulama-ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagai
masalah keagamaan dan keduniaan. Selain itu, Sultan Malikul Zhahir juga
mengutus para ulama untuk berdakwah ke berbagai wilayah Nusantara.

Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan


kebudayaan Islam. Pemerintahannya berdasarkan ajaran Islam, rakyatnya
sebagian besar memeluk agama Islam. Raja-raja Pasai membina persahabatan
dengan Campa, India, Tiongkok, Majapahit dan Malaka.Selama abad 13 sampai
awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota dengan bandar
pelabuhan yang sangat sibuk. Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan
internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama. Bukan
hanya perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju,
Samudera Pasai mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya
yang terbuat dari emas dikenal sebagai uang dirham.
Armada Cheng Ho yang memimpin sekitar 208 kapal mengunjungi
Kerajaan Samudera Pasai berturut turut dalam tahun 1405, 1408 dan 1412.
Berdasarkan laporan perjalanan Cheng Ho yang dicatat oleh para pembantunya
seperti Ma Huan dan Fei Xin. Secara geografis Kesultanan Pasai dideskripsikan
memiliki batas wilayah dengan pegunungan tinggi disebelah selatan dan timur,
serta jika terus ke arah timur berbatasan dengan Kerajaan Aru, sebelah utara
dengan laut, sebelah barat berbatasan dengan dua kerajaan, Nakur dan Lide.

Menurut literatur sejarah Tiongkok seperti Ying Ya Sheng Lan dan Ming
Shi pada waktu itu ketika Cheng Ho berkunjung ke Samudra Pasai, Raja Samudra
Pasai di Aceh telah mangkat akibat terkena panah beracun dalam suatu
pertempuran dengan Raja Nakur di Batak. Dan sebagian besar wilayah Samudra
Pasai pun diduduki oleh Kerajaan Nakur. Karena putra mahkota Samudra Pasai
yang bernama Zainuk Abidin masih kecil dan belum mampu membalas dendam
untuk ayahnya, permaisuri Raja Samudra Pasai berjanji di hadapan umum bahwa
siapa pun yang berhasil membalaskan dendam untuk almarhum sang Raja
Samudra Pasai dan merebut kembali wilayahnya dari Raja Nakur, dialah yang
akan dinikahinya sebagai Raja Samudra Pasai yang memimpin seluruh
kerajaannya. Seketika itu juga tampillah seorang nelayan yang menyanggupi akan
menunaikan tugas itu.

Pada tahun Yong Le ke-15 (tahun 1417) armada Cheng Ho melanjutkan


kembali pelayarannya yang kelima. Cheng Ho mengadakan kunjungan muhibah
ke Samudra Pasai. Mereka dijemput oleh sang Raja Zainal Abidin sendiri. Kedua
belah pihak bertukar cinderamata dalam suasana penuh persahabatan. Sedangkan
Iskandar yang ingin mendapat ratna mutu manikam yang dibawa dari Tiongkok,
tetapi dia tidak diberi apa- apa oleh Cheng Ho. Iskandar menjadi marah dan mulai
mengerahkan puluhan ribu anak buahnya dan menyerang rombongan Cheng Ho.
Cheng Ho berkerjasama dengan Zainul Abidin dan mengadakan serangan balasan.
Iskandar kalah dalam pertempuran itu, lalu lari ke Lambri namun Cheng Ho
berhasil menawan Iskandar dan istrinya ketika akan melarikan diri. Sesudah itu
kerajaan Samudra Pasai menjadi tenang dan tentram kembali. Dan gudang yang
didirikan oleh Cheng Ho ketika pelayaran sebelumnya di Aceh pun diselamatkan.

Dalam pelayarannya yang keenam, armada Cheng Ho juga mengunjungi


kembali Samudra Pasai. Bila bertolak dari Kerajaan Samudra Pasai menuju
sebelah barat, kapal akan sampai di Kerajaan Lambri (Lamuri) setelah berlayar
kurang lebih 3 hari 3 malam di bawah angin buritan.76 Di pantai Lambri terdapat
lebih dari seribu kepala keluarga. Baik sang raja maupun rakyatnya adalah
seorang muslim. Di sebelah barat dan utaranya menghadap ke laut yang luas. Di
sebelah selatannya adalah gunung. Sebelah timurnya berbatasan dengan kerajaan
lain Samudra Pasai (Lide).

B. Faktor-Faktor Pendukung Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai

Kesultanan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaan pada awal abad ke-16.
Puncak kejayaan kerajaan samudra pasai ini ditandai dengan adanya
perkembangan dibidang-bidang kehidupan kerajaan Samudra pasai, seperti ;

a. Di bidang perekonomian dan perdagangan

Dalam segi ekonomi perkembangan kerajaan Samudra Pasai ini


ditandai dengan sudah adanya mata uang yang diciptakan sendiri untuk alat
pembayaran yang terbuat dari emas, uang ini dinamakan Dirham. Selain itu,
ditandai juga dengan berkembangnya Kerajaan Samudra Pasai menjadi pusat
perdagangan internasional pada masa pemerintahan Sultan Malikul Dhahir,
dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama.

Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000


bahara setiap tahunnya, selain komoditas lain seperti sutra, kapur barus, dan
emas yang didatangkan dari daerah pedalaman. Bukan hanya perdagangan
ekspor-impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju. Hubungan
dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras
dari Jawa ditukar dengan lada. Pedagang -pedagang Jawa mendapat
kedudukan yang istimewa di pelabuhan Samudera Pasai. Mereka dibebaskan
dari pembayaran cukai.

b. Di bidang sosial dan budaya

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur


menurut aturan–aturan dan hukum – hukum Islam. Dalam pelaksanaannya
banyak terdapat persamaan dengan kehidupan sosial masyarakat di negeri
Mesir maupun di Arab. Karena persamaan inilah sehingga daerah Aceh
mendapat julukan Daerah Serambi Mekkah. Kerajaan Samudera Pasai
berkembang sebagai penghasil karya tulis yang baik. Beberapa orang berhasil
memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam untuk menulis
karya mereka dalam bahasa Melayu, yang kemudian disebut dengan bahasa
Jawi dan hurufnya disebut Arab Jawi.

Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP).


Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP
menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara.
Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-
Singkili untuk menuliskan buku-bukunya. Selain itu juga berkembang ilmu
tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.

c. Di bidang agama

Sesuai dengan berita dari Ibn Battutah tentang kehadiran ahli-ahli


agama dari Timur Tengah, telah berperan penting dalam proses perkembangan
Islam di Nusantara. Berdasarkan hal itu pula, diceritakan bahwa Sultan
Samudra Pasai begitu taat dalam menjalankan agama Islam sesuai dengan
Mahzab Syafi’I dan ia selalu di kelilingi oleh ahli-ahli teologi Islam. Dengan
raja yang telah beragama Islam, maka rakyat pun memeluk Islam untuk
menunjukan kesetiaan dan kepatuhannya kepada sang raja. Karena wilayah
kekuasaan Samudra Pasai yang cukup luas, sehingga penyebaran agama Islam
di wilayah Asia Tenggara menjadi luas.
d. Di bidang politik

Pada masa pemerintahan Sultan Malik as-Shalih telah terjalin


hubungan baik dengan Cina. Diberitakan bahwa Cina telah meminta agar
Raja Pasai untuk mengirimkan dua orang untuk dijadikan duta untuk Cina
yang bernama Sulaeman dan Snams-ad-Din. Selain dengan Cina, Kerajaan
Samudra Pasai juga menjalin hubungan baik dengan negeri-negeri Timur
Tengah. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik az-Zahir, ahli agama
mulai dari berbagai negeri di Timur Tengah salah satunya dari Persi (Iran)
yang bernama Qadi Sharif Amir Sayyid dan Taj-al-Din dari Isfahan.
Hubungan persahatan Kerajaan Samudra Pasai juga terjalin dengan Malaka
bahkan mengikat hubungan perkawinan.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung


perkembangan kerajaan Samudera Pasai berkembang pesat yaitu:

1. Letaknya strategis yaitu di dekat selat Malaka yang menjadi perlintasan


perdagangan internasional, sehingga kemaritiman menjadi berkembang.
2. Mampu membina hubungan erat dengan India dan China. Buktinya, Ibnu
Battuta utusan India diterima baik dan menerima perlindungan Laksamana
Cheng Ho dari Tiongkok.
3. Adanya hasil bumi rempah-rempah sebagai produk ekspor seperti lada dan
kemiri.
4. Dipimpin oleh penguasa bijaksana yang bersikap ramah dan terbuka yang
terlihat dari diterimanya utusan India Ibnu Battula.

C. Pembangunan Benua Maritim Indonesia

Pentingnya peran sektor maritim untuk Indonesia menurut hemat penulis


sebenarnya merupakan renaissance Negara Republik Indonesia yang secara
historis pernah memiliki kejayaan maritim seperti Sriwijaya, Samudera Pasai,
Ternate dan Tidore, dan sebagainya. Perkembangan semakin memburuk setelah
proses penaklukan oleh kekuatan asing dari negara-negara Barat seperti Portugis,
Spanyol, dan Belanda yang berakibat memudarnya perhatian sektor maritim dan
pentingnya sektor darat. Hal ini terus berlangsung sampai periode kekuatan-
kekuatan asing dapat diusir dari bumi nusantara.

Pada perjuangan kontekstual kontemporer, perjuangan sebagai negara


maritim dimulai dengan Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 sampai
dengan ditetapkannya Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state)
dengan UNCLOS 1982 yang disahkan dengan UU No.17 tahun 1985. Kini
kebijakan poros maritim kembali mempertegas prioritas pembangunan sektor
kelautan dalam pembangunan nasional. Hal ini disadari atas potensi maritim dan
kelautan yang begitu besar disatu sisi merupakan berkah atas kondisi geografis
Indonesia, namun disisi lainnya dapat menimbulkan konflik bila tidak dikelola
dengan baik.

Saat ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo mengembalikan semangat


maritim dengan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Konsep Poros
Maritim Dunia dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Indonesia sebagai poros maritim dunia ditopang dengan lima pilar utama yaitu:
pertama, pembangunan kembali budaya maritim Indonesia; kedua, komitmen
menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan
pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan
nelayan sebagai pilar utama; ketiga, komitmen mendorong pengembangan
infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan
laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim; keempat,
diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama
pada bidang kelautan; dan kelima, membangun kekuatan pertahanan maritim.

Posisi strategis Indonesia dengan geopolitiknya yang berada diantara dua


benua dan dua samudera yang dilalui oleh ribuan kapal asing yang melintasi
ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) dan selat-selat penting, disatu sisi
menunjukkan strategisnya posisi geografis tersebut, namun disisi lain dapat
menimbulkan kerawanan dari aspek pertahanan dan keamanan khususnya
keamanan kemaritiman. Permasalahan yang dihadapi dalam aspek pertahanan dan
keamanan seperti: kesadaran konsepsi wawasan nusantara yang belum dipahami
sepenuhnya, keterbatasan infrastruktur dan alat utama sistem senjata, regulasi
bidang kemaritiman yang belum memiliki supremasi memberikan dampak
meningkatnya aktivitas ilegal menggunakan media maritim. Eksploitasi dan
kegiatan ilegal terhadap sumber daya maritim dilakukan oleh aktor lokal maupun
transnasional. Persoalan lainnya adalah delimitasi perbatasan maritim, kuantitas
dan kualitas sumber daya manusia maritim, lemahnya penegakan hukum, dan
terbatasnya infrastruktur maritim menambah daftar masalah kemaritiman di
Indonesia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kerajaan Samudera Pasai yang berada di ujung barat Nusantara memiliki


peranan yang penting sebagai bandar pelabuhan kapal-kapal yang hendak menuju
Nusantara ataupun sebaliknya. Peranan penting ini terutama terjadi karena
menurunnya kekuatan maritim Kerajaan Sriwijaya yang juga terdapat di wilayah
Sumatera. Kerajaan Samudera Pasai menguasai aktivitas perdagangan dan
pelayaran di Selat Malaka hingga tahun 1521. Adapun faktor pendukung
perkembangan kerajaan Samudera Pasai berkembang pesat yaitu
letaknya strategis, mampu membina hubungan erat dengan India dan China,
adanya hasil bumi rempah-rempah sebagai produk ekspor dan dipimpin oleh
penguasa bijaksana. Dari faktor-faktor tersebutlah, Kerajaan Samudera Pasai
mampu mencapai masa kejayaannya sebagai kerajaan maritim.

B. Saran

Keadaan maritim Indonesia saat ini telah mengalami penurunan karena


visi maritim yang tidak jelas dan ketidakmampuan masyarakat Indonesia melihat
potensi potensi dari posisi starategis nusantara. Oleh karena itu, sebaiknya sebagai
warga negara Indonesia, kita kembali kepada visi maritim yang dulu seperti yang
diterapkan nenek moyang kita. Selain itu, sebaiknya pemerintah mampu
menciptakan persepsi kelautan yang tepat bagi bangsa Indonesia, yaitu laut
sebagai tali kehidupan dan masa depan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Nur,Fauziah.2019.Evaluasi Isi/Materi Teks Mata Pelajaran Sejarah Indonesia


Kelas X Kurikulum 2013 Revisi 2017.Journal of Multidiciplinary Research
and Development, Vol.1 No.2
Susmihara.2018.Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam di Nusantara.Jurnal
Rihlah, Vol. 06 No. 01
Auliahadi,Arki dan Doni Nofra.2019.Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-
Kerajaan Islam di Sumatera dan Jawa.Majalah Ilmiah
Tabuah:Ta’limat,Budaya, Agama dan Humaniora, Vol. 23 No.1
Junef,Muhar.2019.Implementasi Poros Maritim dalam Prespektif Kebijakan.
Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol.19 No.3
Fauzan,Hafidh.2017.”Sejarah Pelayaran Cheng Ho di Indonesia pada Abad ke-15
dan Jejak Peradabannya”. Skripsi. Fakultas Adab dan Humaniora.Sejarah
Peradaban Islam. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Surabaya

Anda mungkin juga menyukai