Anda di halaman 1dari 15

TUGAS 1 EVALUASI PURNA HUNI

PASAR TRADISIONAL

DI SUSUN OLEH :
ADI CAHYA BHUANA MERTA (1705522030)
I PUTU ERIK KUCERA (1705522031)
DEWA AGUNG DWIRAMADIVO P. (1705522038)
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rakhmatNyalah, kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Revitalisasi Pasar Kerta Waringin
dan dapat terselesaikan tepat pada waktu yang diharapkan.

Makalah ini kami susun guna melaksanakan kewajiban yang telah diberikan kepada mahasiswa
semester ganjil tahun ajaran 2019/2020 dalam mata kuliah Evaluasi Purna Huni. Kami
mengucapkan terima kasih atas peran serta pihak-pihak yang telah mendukung kami baik itu
dalam bentuk saran, bimbingan, maupun informasi yang sangat membantu penyusunan makalah
ini.

Karena terdapat keterbatasan waktu dalam penyusunan makalah ini serta keterbatasan
pengetahuan, kami hanya dapat menuangkan secara garis besar. Kami sadar sepenuhnya bahwa
makalah ini masih belum sempurna. Untuk itu, kami harapkan segala kritik dan saran yang
bersifat mendukung atau membangun guna menyempurnakan makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat
bagi kami semua khususnya mengenai pengetahuan tentang Revitalisasi Pasar Badung

Om Santhi, Santhi, Santhi Om.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan suatu wilayah dapat diukur dengan berbagai indikator, salah satunya
adalah tingkat perekonomian. Perekonomian wilayah dapat dipengaruhi oleh beberapa
aktivitas wilayah, seperti industri, pariwisata, dan perdagangan. Aktivitas perdagangan
membutuhkan ruang sebagai sarana dan prasarana yang memadai untuk mewadahi aktivitas
tersebut.Pasar adalah salah satu fasilitas bagi aktivitas perdagangan tersebut. Keberadaan
pasar di suatu wilayah selalu menjadi focus point yang berfungsi sebagai pusat pertukaran
barang-barang yang bermula dari sekumpulan pedagang di lokasi-lokasi strategis yang
menjual barang dagangannya secara berkelompok kemudian berkembang (Arianty, 2013).

Berdasarkan jenisnya, pasar terbagi atas pasar tradisional dan


pasarmodern.Keberadaanpasar tradisional dan pasar modern sudah menjadi bagian yang
tidak terlepaskan dalam kehidupan masyarakat perkotaan. Akan tetapi, yang terjadi akhir-
akhir ini keberadaan pasar modern yang muncul justru mengancam keberadaan pasar
tradisional. Hal ini disebabkan masyarakat cenderung lebih minat berbelanja di pasar
modern, karena tingkat kenyamanan yang lebih tinggi dibandingkan pasar tradisional
(Adinugroho, 2009). Apalagi hal ini diperparah oleh kondisi pasar tradisional yang tidak
tertata dengan baik, banyaknya tumpukan sampah yang berserakan, kotor dan tidak nyaman
pun seakan melekat sebagai gambaran pasar tradisional.

Melihat kondisi tersebut sangat perlu adanya upaya dari pemerintah setempat untuk dapat
mempertahankan eksistensi pasar tradisional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan ialah
mengembangkan dan melestarikan pasar tradisional dengan menjadikannya sebagai ikon
daerah (Setiyanto dalam Djau, 2009).

Pasar Badung merupakan pusat perekonomian kota dan merupakan pasar yang terbesar di
kota Denpasar, berlokasi di Jalan Gajah mada, yaitu jalan utama yang menjadi pusat pertokoan
ibu kota propinsi Bali sebelum berkembang seperti sekarang ini. Pasar Badung yg dibangun
tahun 1977 menjadi penyangga nadi ekonomi pedagang kecil dan penyedia kebutuhan pokok yg
murah meriah. 
Disebut Pasar Badung karena pasar ini berada di atas sungai dengan nama yg sama. Sungai yang
melintang panjang dari Gunung Batur sampai ke pantai Suwung. Pasar Badung telah ada sejak
jaman Belanda. Dulu namanya pasar periuk karena ditempat itu perajin periuk dari desa
Binoh Ubung menjual aneka macam

Aktivitas ekonomi yg tinggi sejalan citra Denpasar sebagai kota budaya yg ramai dikunjungi
wisatawan dalam dan luar negeri, secara tidak langsung turut berpengaruh terhadap peningkatan
jumlah penduduk,
kebutuhan pokok dan baranag. Pasar Badung, Senin (29/2/2016) petang dilalap api. Api yang
diduga berasal dari lantai dua ini cepat merambat ke seluruh ruangan dan seluruh lantai. Sulitnya
medan di lokasi membuat petugas pemadam yang mengerahkan sekitar 52 mobil pemadam dari
Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan ini nampak kesulitan untuk segera memadamkan api
hingga pasar ini ludes dilalap si jago merah. Kini Pasar Badung sudah beda dari yang dulu yang
sekarang telah diresmikan oleh Presiden Jokowi.

1.2 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu :

1. Mendeskripsikan profil Pasar Badung


2. Menganalisis kondisi bangunan, site, dan perilaku di Pasar Badung.
3. Mengkaji kelebihan dan kekurangan pada Pasar Badung.
4. Menyimpulkan dan memberi saran terkait eksistensi PasarBadung.

1.3. METODE PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam


penelitian EPH ini, maka proses EPH yang digunakan adalah investigatif dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data menggunakan
triangulasi: wawancara, pemetaan perilaku dan dokumentasi. Analisis data
menggunakan metode pengamatan behavioral mapping (Sommer,1980) dari
place centered mapping, person centered mapping, dan physical trace yang
digambarkan dalam bentuk sketsa atau diagram. Data yang digunakan meliputi
data in-depth interview, observasi, wawancara, dan kuesioner).

Penentuan sampe dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik sampling.


Sampling digunakan untuk mengambil sampel responden instansi pemerindah,
pedagang dan pengunjung.

BAB 2
2.1 TINJAUAN LITELATUR

Evaluasi purna huni (post occupancy evaluation) adalah proses evaluasi bangunan
dengan sistem dan cara yang ketat setelah bangunan selesai dibangun dan dihuni
selama beberapa waktu. Kegiatan ini fokus pada penghuni dan kebutuhan bangunan.
Pengetahuan ini membentuk dasar kuat untuk menciptakan bangunan yang lebih baik
di masa depan.

Konsep dari performa gedung adalah merupakan dasar filosofi dan dasar teoritis
dari POE yang mencakup aspek perilaku, kualitas, dan sarana yang ada di dalamnya
diukur dan dievaluasi secara seksama (Preiser, 1988:31). Konsep performa pada suatu
bangunan menggunakan prinsip pengukuran, perbandingan, evaluasi, dan feedback.
Hal-hal tersebut adalah bagian dari pendekatan sistematis untuk meningkatkan
kualitas lingkungan suatu bangunan di mana di dalamnya temasuk variasi dari
mekanisme yang ada untuk membuat suatu gedung lebih bersifat responsif terhadap
fungsi yang diinginkan dan terhadap kebutuhan dari pengguna bangunan
(Preiser,1988:36).

EPH berupa suatu evaluasi yang formal dan sistematik dan dapat terdiri dari
berbagai macam model tergantung dari kebutuhan. Model proses EPH terdiri dari tiga
bagian, yaitu indikatif, investigatif, dan diagnostik, yang perbedaannya didasarkan
pada perbedaan waktu, keterbatasan sumber, faktor manusia, kedalaman dan keluasan
penelitian, serta biaya (Preiser, 1988:53).
Elemen perilaku, menghubungkan kegiatan pemakai dengan lingkungan fisiknya.
Evaluasi perilaku adalah mengenai bagaimana kesejahteraan sosial dan psikologik
pemakai dipengaruhi oleh rancangan bangunan. Beberapa elemen perilaku yang perlu
diperhatikan misalnya interaksi, persepsi, citra, orientasi, privasi (Preiser, 1988:45).
Pada kajian ini, menggunakan model sistem lingkungan-perilaku (Weisman, 1981)
dalam menemukan atribut yang dihasilkan oleh siswa berkebutuhan khusus selama
memanfaatkan dan menggunakan ruang kelas persiapan. Dari atribut mengeluarkan
tolak ukur kinerja ruang kelas persiapan yang kemudian dibuat suatu rekomendasi
desain yang nantinya dapat menjadi masukan perancangan ruang kelas khusus ABK
kedepannya.

Model sistem perilaku - lingkungan dapat berfungsi sebagai sarana penataan


penelitian dan upaya intervensi (Windley & Weisman, 1977).

Gambar 1 Model Sistem Perilaku-lingkungan (PxE) Sumber: Weisman, G. D. (1981).


Modeling Environment Behavior System Journal of Man Environment Relation
Volume 1 Number 2. Pensylvania.

Suatu model sistem perilaku lingkungan dikonseptualisasikan dalam tiga


subsistem interaksi. Subsistem pertama dan kedua, mewakili pengguna dari sisi
persamaan ekologi, yaitu organisasi dan individu yang didefinisikan dengan dua
tingkatan: tujuan organisasi jangka panjang berfungsi untuk membentuk suatu
kebijakan, terdapat banyak pola perilaku individu yang dibentuk untuk tujuan yang
lebih tinggi. Kedua sub sistem di atas dan pengaturan fisik juga didefinisikan pada
dua tingkatan: (1) pengaturan komponen nyata (tampak) (misalnya struktur shell,
bahan, peralatan dan perabotan), dan (2) pengaturan sifat sensorik dan spasial
(misalnya suhu, pencahayaan, bentuk, dan ukuran).

Pusat model yang mewakili titik pertemuan dari tiga sub sistem adalah atribut dari
lingkungan sekitar, yang muncul dari interaksi individu, organisasi dan pengaturan
fisik. Atribut seperti kenyamanan, aktivitas, kesesakan, sosialitas, privasi,
aksesibilitas, kemampuan adaptasi, makna, legibilitas, rangsangan inderawi, control,
dan visibilitas merupakan komponen dari keseluruhan sistem. Jadi, Fenomena
perilaku merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan lingkungan (seting) fisik.
Dari bentuk interaksi akan menghasilkan apa yang disebut atribut. Atribut adalah
kualitas lingkungan yang dirasakan sebagai pengalaman manusia, merupakan produk
organisasi, individu, dan seting fisik (Weisman, 1981).

BAB 3

3.1 SEJARAH PASAR BADUNG

Pasar Payuk adalah sebuah nama pasar yang berada  tepat di atas tepian Tukad Badung yang kini
lebih dikenal sebagai Pasar Badung. Pasar yang telah ada sejak zaman kolonial Belanda tersebut
bernama Pasar Payuk karena menjadi tempat bagi perajin periuk dari desa Binoh Ubung menjual
aneka macam gerabah mulai dari pane, gebeh, periuk sampai celengan dan caratan. Pada masa
kemerdekaan nama Pasar Payuk kemudian diubah menjadi Pasar Badung. Memang dulu dikenal
sebagai Pasar Payuk karena banyak pengerajin yang menjajakan hasil kerajinannya, dan
keberadaan pasar ini tak lepas dari konsep pengembangan kerajaan zaman dahulu yang mengacu
pada keberadaan pura, puri dan pasar. Lebih lanjut dijelaskan, kala itu raja yang bertahta
memanfaatkan pasar sebagai sarana berkumpul. Selain itu, bertemunya raja untuk
menyampaikan informasi kepada rakyat dilaksanakan di pasar. Sehingga keberadaannya juga tak
bisa dilepaskan dari kerajaan-kerajaan di Bali, utamanya Puri Agung Denpasar.  

Pasar Badung menyimpan sejarah nan panjang. Konon Tukad Badung jadi lintasan
pasukan ekspedisi Belanda yg bergerak menuju Pamecutan dari Denpasar pada peristiwa
Puputan Badung 20. September 1906. Pasar Badung yang dibangun tahun 1977 menjadi
penyangga nadi ekonomi pedagang kecil dan penyedia kebutuhan pokok yg murah meriah.
Perubahan bentuk Pasar Badung dari bentuk semula menjadi bentuk bertingkat, diresmikan
tanggal 24 April 1984.Namun sayangnya, musibah kebakaran pada 29 Februari 2016
meluluhlantakan seluruh bangunan Pasar Badung. Barang-barang pedagang nyaris tak tersisa
hangus dilalap si jago merah. Pembangunan kembali Pasar Badung dimulai pada tanggal 29 Juli
2017 dengan menggunakan dana Tugas Pembantuan (TP) dari Kementrian Perdagangan yang
penyelesaiannya tuntas pada 21 Desember 2017. Dilanjutkan dengan pembangunan Tahap II
yang menggunakan dana APBD Kota Denpasar yang telah tuntas pengerjaanya pada 28
Desember 2018.

Kini seluruh pengerjaan telah rampung dan Pasar Badung menjadi Pasar Rakyat dengan kualitas
yang mumpuni dan telah diresmikan Presiden RI ke-7, Ir. H. Joko Widodo pada 24 Maret 2019
lalu. Pasar Badung kini rampung dengan kapasitas 6 lantai, terdiri dari 2 basement dan 4 lantai
untuk los dan kios.Beragam fasilitas turut melengkapi Pasar Badung, mulai dari fasilitas umum
yang ramah disabilitas dan ramah anak dengan ruang bermain anak. Terdapat juga Timbangan
Pos Ukur Ulang Reward Kota Denpasar sebagai Kota Tertib Ukur Tahun 2017 oleh Dirjen
Metreologi Kementrian Perdagangan RI. Selain itu, Sekolah bagi anak pedagang pasar, serta
yang paling fenomenal adalah Taman Kumbasari Tukad Badung sebagai inovasi yang
dirangkaikan dengan Smart Heritage Market Denpasar.

3.2 TINJAUAN OBJEK

Profil Pasar Badung:


Nama awal : Pasar Payuk

Nama Akhir : Pasar Badung

Alamat : Jalan Gunung Galunggung, Ubung Kaja, Denpasar Barat,

Padangsambian Kaja, Kec. Denpasar Bar., Kota Denpasar, Bali 80117

Nama Kepala Unit : I Gusti Estiwasa

Jumlah Kios : Terdaftar 1740 Kios


BAB IV

4.1 KONDISI PASAR BADUNG SEBELUM DIREVITALISASI

Pasar Badung termasuk pasar regional. Pasar yang terletak di pusat kota atau jalan-jalan
regional dengan pelayanan kota/regional dan mobilitas penduduknya tinggi. Barang yang
diperdagangkan umumnya lebih spesifik. Luas areal 900-1500 m2 dengan jumlah pedagang 450-
1.500 orang. Radius pelayanannya berkisar antara 2500-5000 meter. Pada tahun 2001 kembali
dilaksanakan renovasi akibat kebakaran dan menambahkan pintu masuk dan keluar (sirkulasi)
karena semakin berkembangnya waktu, maka jumlah masyarakat yang mengunjungi pasar
tradisional Badung pun kian meningkat tiap tahunnya, agar tetap tercipta kenyamanan maka,
alasan ditambahkan pintu masuk dan keluar pada site pun dilaksanakan agar sirkulasi dalam
maupun luar pasar tetap nyaman dan tidak saling mengganggu pengguna jalan lainnya maupun
pengunjung pasar. Berikut merupakan lokasi pintu keluar atau masuk pada site yang
ditambahkan.

Gambar Lokasi pintu keluar masuk site tahun 2001

Berdasarkan analisis orientasi, orientasi yang digunakan pada pasar tradisional Badung
tahun 2001, menggunakan orientasi dengan jenis sumbu kosmos. Orientasi dengan jenis
sumbu kosmos merupakan pertemuan antara sumbu bumi dan sumbu religi atau ritual yang
menghasilkan sumbu kosmos.Pertemuan antara sumbu bumi dan sumbu ritual ini didukung
dengan ditambahkannya pintu keluar-masuk pada site yang berada pada sisi barat laut.
Gambar Orientasi pada site pasar tradisional badung tahun 2001

BAB V

5.1 KONDISI PASAR BADUNG SUSUDAH DIREVITALISASI

Terdapat empat buah entrance pada tapak, yang terdiri dari main entrance dan side entrance
yang disesuaikan dengan akses sirkulasi dan aktivitas civitas. Untuk menghindari kemacetan
lalulintas di jalan Gajah Mada main entrance Pasar Badung dari sisi utara (Jl.Gajah mada)
khusus pengunjung yang datang dengan jalan kaki atau drop off. Site existing saat ini dibuat
menjorok kedalam dengan penempatan 2 buah jandi bentar dan signage pasar Badung ditengah
tengah dengan memanfaatkan lubang sirkulasi basement existing. Main Entrance yang disisi
timur adalah untuk kendaraan roda 2 dan 4 menuju basement 1 dan 2 di Pasar Badung. Bentuk
dan tampilan bangunan sesuai dengan tema dengan mengaplikasikan budaya lokal. Pasar Badung
ini akan menerapkan arsitektur Neo Vernacular yang menggabungkan arsitektur setempat dengan
arsitektur modern, terlihat pada penggunaan ornamen-ornamen Bali Bebadungan yang
digunakan. Wujud dan penampilan bangunan berorientasi ke ruang luar/taman yang ada.
Tampilan bangunan juga dirancang agar dapat mengoptimalkan pencahayaan dan penghawaan
alami pada bangunan. Tampilan Bangunan secara umum menggunakan konsep Tri Angga yaitu
bangunan yang memiliki bagian kepala, badan dan kaki. Kepala sebagai atap, badan sebagai
dinding/kolom, dan kaki sebagai bataran/dasar bangunan. Tampilan juga dibuat selaras dengan
bangunan di sekitar tapak. Kesinambungan terbentuk dari penutup atap, ornament-ornamen,dan
hiasan kolom dengan motif Bebadungan. Menggunakan bebadungan dalam rancangan masa kini
dapat menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan identitas kota di Bali atau khususnya di
Denpasar dan Badung. Penggunaan elemen bangunan arsitektur Bali khususnya langgam
bebadungan harus memahami esensi dari langgam tersebut, bukan hanya sekedar meniru atau
mememesiskan bentuk-bentuk lama. Bebadungkan adalah langgam yang melakukan permainan
konstruksi batu bata yang mengekspresikan karakter kokoh, kaku dan tidak rumit dan penggunan
material batu bata yang terbaca dominan.

Bentuk entrance pada bangunan utama menggunakan bentuk Bintang Aring dengan
ornament Bebadungan yang di desaian lebih kreatif dengan bebatelan di kiri kanan. Bintang
aring difilosofikan sebagai pintu yang bercahaya bagai bintang, terlihat monumental, berestetika
dan memiliki daya tarik tersendiri, kori bintang aring diharapkan menambah kesan oriental pada
bangunan dengan syle bebadungan. para pengunjung datang dan apabila bersama supir maka
akan turun didepan Bintang Aring ini berupa drop off dan naik langsung ke lantai ground Floor,
Lt. 1-4 Pasar Badung.

Gambar Pintu Masuk

Svastika digunakan sebagai lambang matahari atau visnu. Svastika juga menggambarkan
roda dunia, sehingga diterjemahkan kedalam desain dalam bentuk Void Bangunan sebagai
penyinaran secara sekala dan niskala dan lambang Svastika diterjemahkan kedalam bentuk
ornament.

Gambar Bentuk Paduraksa dipakai dalam bentuk denah bangunan

Menampung sekitar 1689 pedagang eksisting dalam gedung pasar dan fasilitas
penunnjang lainnya dengan detail sebagai berikut :
LANTAI BASEMENT 1
 Pump Room :1
 Ground tank :1
 R. Genset, MEP :1
 Toilet : 12
 Shaf :4
 Lift :3
 Gudang :1
 R. Menyusui :1
 Parkir Mobil : 91
 Smoking Area :1
 Tangga Darurat :2
LANTAI BASEMENT
 Toilet : 12
 Shaf :4
 Lift :3
 Gudang :1
 R. CCTV :1
 R. Menyusui :1
 Parkir Mobil : 30
 Parkir Sepeda Motor Existing : 261
 Parkir Mobil Existing : 67
 Smoking Area :1
 Tangga Darurat :2
 Daging Sayur dan Buah : 477
GROUND FLOOR
 Toilet : 12
 Shaf :4
 Lift :3
 Gudang :1
 R. CCTV :1
 R. Menyusui :1
 Parkir Mobil : 30
 Smoking Area :1
 Tangga Darurat :2
 Bumbu, Sembako, Sayur dan Buah : 318
LANTAI 1
 Toilet : 12
 Shaf :4
 Lift :3
 Gudang :1
 R. CCTV :1
 R. Menyusui :1
 Parkir Mobil : 30
 Parkir Sepeda Motor : 116
 Smoking Area :1
 Tangga Darurat :2
 Bumbu, Sembako, Kelontong dan Palen2 : 318
LANTAI 2
 Toilet : 12
 Shaf :4
 Lift :3
 Gudang :1
 R. CCTV :1
 R. Menyusui :1
 Smoking Area :1
 Tangga Darurat :2
 Kelontong, Palen2, Tekstil/ Sandang : 220
LANTAI 3
 Toilet : 12
 Shaf :4
 Lift :3
 Gudang :1
 R. CCTV :1
 R. Menyusui :1
 Smoking Area :1
 Tangga Darurat :2
 Alat Upacara, Tekstil/ Sandang : 318
LANTAI 4
 Toilet : 12
 Shaf :4
 Lift :3
 Gudang :1
 R. CCTV :1
 R. Menyusui :1
 Smoking Area :1
 Tangga Darurat :2
 Kosmetik dan Aksesoris : 15
 Alat Tulis :5
 Logam dan Emas :5
 Alat Listrik :1
 Bank :8
 R. Kepala Pasar :2
 R. Staff :1
 R. Rapat :1
 Koperasi :1
 Pos Kesehatan :1
 Kantin :4
 R. Tunggu :4
 Mushola :1
LANTAI ATAP
 Ruang Bersama/ Open Space
 Outdoor AC dan Tower
Bangunan ini menerapkan konsep Green Architecture dimana Konsep High Perfomance
Building & Earth Friendly dengan memanfaatkan cahaya dari atas dengan membuat void
berbentuk swastika sebagai filosophy konsep penyinaran sekala dan niskala. Void atap ditutupi
dengan atap kaca. Sirkulasi udara melalui samping. Konsep Sustainable diterapkan dengan
membagi bangunan menjadi 2 buah dan dengan meaksimalkan fungsi void sebagai sirkulasi
udara dan cahaya matahari. Konsep Future Healthly, Climate Supportly dan Esthetic Usefully
diterapkan dengan penempatan beberapa pohon perindang diareal site dan membuat void yang
tembus dari lantai atas sampai kebawah. Bagian atas di pasang rumput dan beberapa selasar
diberikan tanaman merambat.

Gambar Konsep Green Architecture

DAFTAR PUSTAKA
Weisman, G. D. (1981). Modelling Environment Behavior System. Journal Of Man
Environment Relation Volume 1 Number 2. Pensylvania.

Ardika.dlkk. 2012. Sejarah Bali dari Prasejarah Hingga Modern

Anda mungkin juga menyukai