(135060500111004)
Yonatan Andreas
(135060500111044)
Fildzah Raihan K.
(135060500111050)
Dwiki Darmawan
(135060501111050)
Rizal Ardy F.
(135060507111028)
BAB I
KAJIAN PERTAPAKAN
1.1.
1.2.
Pemilihan Objek
Objek yang dicari adalah objek tunggal maupun sekelompok (bisa bangunan maupun
perkampungan, yang dirasa mumpuni untuk dikaji dari segi keilmuan arsitektur,
khususnya arsitektur lokal.
Oleh karena itu, kami memilih Rumah Sasak sebagai objek, dikarenakan latar
belakang kebudayaan suku Sasak sendiri yang sangat kental, lengkap dengan keunikan
kebudayaannya. Suku Sasak memiki banyak keunikan untuk dipelajari lebih lanjut,
terutama di bagian rumah adatnya yaitu Rumah Sasak yang sesuai dengan kriteria objek
yang akan dijadikan pembahasan utama pada tugas kali ini.
1.3.
Suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana terekam dalam kitab
Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab tersebut, suku
Sasak disebut Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi. Jika saat kitab tersebut dikarang suku
Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya untuk tetap
eksis sampai saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan
melestarikan tradisinya. Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan Sasak adalah bentuk
bangunan rumah adatnya
1.4.
Atap rumah Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek).
Lantainya dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu
jerami.Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk membuat rumah adat
tersebut di dapatkan dari lingkungan sekitar mereka, bahkan untuk menyambung bagianbagian kayu tersebut, mereka menggunakan paku yang terbuat dari bambu. Rumah adat
suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah dan tidak memiliki
jendela.
Untuk dindingnya, warga setempat membuat anyaman agar bisa digunakan sebagai
pembatas setiap ruangan atau dinding. Sedangkan bambu yang masih berbentuk batangan,
digunakan untuk tiang penyangga rumah.
kemudian diolesi dengan kotoran sapi di bagian permukaan lantai. Materi membuat lantai
rumah itu berfungsi sebagai zat perekat, juga guna menghindari lantai tidak lembab.
Bahan lantai itu digunakan, oleh warga di Dusun Sade, mengingat kotoran kerbau atau
sapi tidak bisa bersenyawa dengan tanah liat yang merupakan jenis tanah di dusun itu.
Orang Sasak sangat selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah.
Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang
menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan membangun rumah di atas bekas perapian,
bekas tempat pembuangan sampah, bekas sumur dan pada posisi jalan tusuk sate
atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah
dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, hal
tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget).
1.5.
1.6.
Lokasi
Objek studi berada di Lombok, Nusa Tenggara Barat.Pola hunian Suku Sasak
mengompleks meski lokasinya di tempat datar, seperti Dusun Segenter, atau
dataran tinggi sebagaimana di Dusun Limbungan dan Dusun Sade. Akan tetapi
objek studi kali ini berfokus di daerah Dusun Sade, Lombok Tengah. Dusun ini
dikenal sebagai dusun tradisional sekaligus dusun yang paling mempertahankan
adat suku Sasak.
Topografi
Wilayah Lombok Tengah yang membujur dari utara ke selatan tersebut
mempunyai letak dan ketinggian yang bervariasi mulai dari nol (0) hingga 2000
meter dari permukaan laut.
Jenis Tanah :
o
Aluvial : 2.764 Ha
o
Regusol Kelabu : 20.387 Ha
o
Kompleks Gromusol Kelabu Tua : 3.947 Ha
o
Gromusol Kelabu : 34.306 Ha
o
Regusol Coklat : 8.225 Ha
o
Brown Forest Soil : 9.575 Ha
o
Kompleks Mediteran Coklat : 41.635 Ha
Iklim
Berdasarkan klasifikasi Schmid dan Ferguson, Kabupaten Lombok Tengah
memiliki iklim D dan E yaitu Hujan Tropis dengan musim kemarau kering, yaitu
mulai bulan November sampai dengan Mei, sementara curah hujan berkisar
antara 1.000 hingga 2.500 mm pertahun.
o
1000 mm - 1750 mm : Kecamatan Janapria, Praya, dan Praya Tengah
o
1000 mm - 2000 mm : Kecamatan Janapria
o
1500 mm - 2500 mm : Kecamatan Batuklian Utara, Jonggat, Kopang,
Praya Barat Daya, dan Pringgarata
BAB II
KAJIAN ARSITEKTONIk
3.1. Konsep dan Filosofi
Rumah tinggal di Dusun Segenter dibangun dengan asas cermin, (pintu
rumah yang satu dengan rumah di depannya saling berhadapan dan diselingi
sebuah berugak di tengahnya), bukan saling membelakangi seperti rumah di
Dusun Limbongan maupun di Dusun Sade yang arahnya ada yang berhadapan,
ada pula yang saling membelakangi.
Pemilihan lokasi permukiman itu terkait dengan pola bercocok tanam
khas masyarakat agraris, kata M Yamin, pemerhati budaya Sasak, Lombok.
Mereka memerlukan air untuk irigasi maupun kegiatan rumah tangga yang
biasanya jadi sumber mata air, umumnya berada di dataran tinggi.
Gunung yang dekat dengan hutan memudahkan mereka mendapat sumber
makanan tiap hari. Mungkin juga ada kaitannya dengan kepercayaan tradisional bahwa
gunung dan dataran tinggi menjadikan "hubungan komunikasi" manusia dengan Sang
Pencipta "lebih dekat".
Karena letaknya di dataran tinggi, seperti Dusun Segenter dan Dusun
Limbungan, fungsi dapur juga sebagai penghangat, sedangkan penerangan pada
siang hari hanya dengan sinar matahari yang menyelinap dari balik pagar, yang
juga berfungsi sebagai sirkulasi udara, untuk keamanan bila ada serangan
binatang buas dan memantau orang yang bermaksud jahat terhadap tuan rumah.
Konstruksi rumah tradisional Sasak agaknya terkait pula dengan
perspektif Islam. Anak tangga sebanyak tiga buah diatas adalah simbol daur
hidup manusia: lahir, berkembang, dan mati, simbol keluarga batih (ayah, ibu,
dan anak), atau berugak bertiang empat simbol syariat Islam: Quran, Hadis,
Ijma, Qiyas).
Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi rumahnya. Rumah
orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul anak sulung dan anak bungsu berada
di tingkat paling bawah. Ini sebuah ajaran budi pekerti bahwa kakak dalam bersikap
dan berperilaku hendaknya menjadi panutan sang adik.
Rumah yang menghadap timur secara simbolis bermakna bahwa yang tua
lebih dulu menerima/menikmati kehangatan matahari pagi ketimbang yang muda yang
secara fisik lebih kuat. Juga bisa berarti, begitu keluar rumah untuk bekerja dan
mencari nafkah, manusia berharap mendapat rida Allah di antaranya melalui shalat,
dan hal itu sudah diingatkan bahwa pintu rumahnya menghadap timur atau berlawanan
dengan arah matahari terbenam (barat/kiblat). Tamu pun harus merunduk bila
memasuki pintu rumah yang relatif pendek. Mungkin posisi membungkuk itu secara
tidak langsung mengisyaratkan sebuah etika atau wujud penghormatan kepada tuan
rumah dari sang tamu.
tidak boros sebab stok logistik yang disimpan di dalamnya, hanya bisa diambil pada
waktu tertentu, misalnya sekali sebulan. Bahan logistik (padi dan palawija) itu tidak
boleh dikuras habis, melainkan disisakan untuk keperluan mendadak, umpamanya
guna mengantisipasi gagal panen akibat cuaca dan serangan binatang yang merusak
tanaman atau bahan untuk mengadakan syukuran jika ada salah satu anggota keluarga
meninggal.
Berugak yang ada di depan rumah, di samping merupakan penghormatan
terhadap rezeki yang diberikan Tuhan, juga berfungsi sebagai ruang keluarga,
menerima tamu, juga menjadi alat kontrol bagi warga sekitar. Misalnya, "Kalau
sampai pukul sembilan pagi masih ada yang duduk di berugak dan tidak keluar rumah
untuk bekerja di sawah, ladang, dan kebun, mungkin dia sakit," tutur Amak Yani,
warga Dusun Limbungan Timur.
Sejak proses perencanaan rumah didirikan, peran perempuan atau istri
diutamakan. Umpamanya, jarak usuk bambu rangka atap selebar kepala istri, tinggi
penyimpanan alat dapur (sempare) harus bisa dicapai lengan istri, bahkan lebar pintu
rumah seukuran tubuh istri. Membangun dan merehabilitasi rumah dilakukan secara
gotong-royong meski makan-minum, berikut bahan bangunan, disediakan tuan rumah.
Dipertahankannya bahan konstruksi dan bentuk rumah itu merupakan
ketentuan yang tidak bisa ditawar-tawar. Karenanya yang tinggal dalam kampung
mematuhi ketentuan itu, tetapi memilih lokasi agak jauh dari rumah orangtuanya.
Pertimbangannya,"Khawatir, jangan sampa ibu saya ngomong biasa misalnya,
didengar dan salah dimengerti oleh istri saya, membuat hubungan kami dengan
orangtua jadi keruh," ucap Suparman, Kepala Dusun Limbungan.
2.2.
Bangunan Pendukung
Hal lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah
pola pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan
dengan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan
tidak semata-mata untuk mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga
kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah, maka komplek perumahan adat
Sasak tampak teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduk
setempat.
Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa
macam,diantaranya adalah: Bale Tani, Bale Jajar ,Berugaq/Sekepat, Sekenam,
Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah, dan Bale Tajuk. Nama bangunan tersebut
disesuaikan dengan fungsi dari masing-masing tempat.
A. Bale Tani
Bale Tani adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang
berprofesi sebagai petani. Bale Tani berlantaikan tanah dan terdiri dari beberapa
ruangan, yaitu: satu ruang untuk serambi (sesangkok) dan satu ruang untuk kamar
(dalem bale). Walaupun dalem bale merupakan ruangan untuk tempat tidur, tetapi
kamar tersebut tidak digunakan sebagai tempat tidur. Dalem bale digunakan sebagai
tempat menyimpan barang (harta benda) yang dimilikinya atau tempat tidur anak
perempuannya, sedangkan anggota keluarga yang lain tidur di serambi. Untuk
keperluan memasak (dapur), keluarga Sasak membuat tempat khusus yang disebut
pawon.
Fondasi bale tani terbuat dari tanah, Design atapnya dengan sistem jurai
yang terbuat dari alang-alang di mana ujung atap bagian serambi (sesangkok)
sangat rendah, tingginya sekitar kening orang dewasa. Dinding rumah bale tani
pada bagian dalem bale terbuat dari bedek, sedangkan pada sesangkok tidak
menggunakan dinding. Posisi dalem bale lebih tinggi dari pada sesangkok oleh
B. Bale Jajar
Bale jajar merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi
menengah ke atas. Bentuk bale jajar hampir sama denganbale tani, yang membedakan
adalah jumlah dalem balenya. Bale jajar mempunyai dua kamar (dalem bale) dan satu
serambi (sesangkok), kedua kamar tersebut dipisah oleh lorong/koridor dari sesangkok
menuju dapur di bagian belakang. Ukuran kedua dalem bale tersebut tidak sama,
posisi tangga/pintu koridornya terletak pada sepertiga dari panjang bangunan bale
jajar.
Bahan yang dibutuhkan untuk membuat bale jajar adalah tiang kayu, dinding
bedek dan alang-alang untuk membuat atap. Penggunaanalang-alang, saat ini, sudah
mulai diganti dengan menggunakan genteng tetapi dengan tidak merubah tata ruang
dan ornamennya. Bangunan bale jajar biasanya berada dikomplek pemukiman yang
luas dan ditandai oleh keberadaan sambi yang menjulang tinggi sebagai tempat
penyimpanan kebutuhan rumah tangga atau keluarga lainnya. Bagian depan bale jajar
ini bertengger sebuah bangunan kecil (disebut berugaq atau sekepat) dan pada bagian
belakangnya terdapat sebuah bangunan yang dinamakan sekenam, bangunan
sepertiberugaq dengan tiang berjumlah enam.
C. Berugaq / Sekepat
Berugaq/sekepat mempunyai bentuk segi empat sama sisi (bujur sangkar) tanpa
dinding, penyangganya terbuat dari kayu, bambu dan alang-alang sebagai atapnya.
Berugaq atau sekepat biasanya terdapat di depan samping kiri atau kanan bale jajar
atau bale tani. Berugaq/sekepat ini didirikan setelah dibuatkan pondasi terlebih dahulu
kemudian didirikan tiangnya. Di antara keempat tiang tersebut, dibuat lantai dari
papan kayu atau bilah bambu yang dianyam dengan tali pintal (Peppit) dengan
ketinggian 4050 cm di atas permukaan tanah.
Fungsi dan kegunaan berugaq/sekepat adalah sebagai tempat menerima tamu,
karena menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah.
Berugaq/sekepat juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima
pemuda yang datang midang (melamar).
D. Sekenam
Sekenam bentuknya sama dengan berugaq/sekepat, hanya saja sekenam
mempunyai mempunyai tiang sebanyak enam buah dan berada di bagian belakang
rumah. Sekenam biasanya digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata
krama, penanaman nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.
E. Bale Bonter
Bale bonter merupakan bangunan tradisional Sasak yang umumnya dimiliki
oleh para perkanggo/Pejabat Desa, Dusun/kampong. Bale bonter biasanya dibangun di
tengah-tengah pemukiman dan atau di pusat pemerintahan Desa/kampung. Bale bonter
dipergunakan sebagaitemopat pesangkepan/persidangan adat, seperti: tempat
penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat, dan sebagainya.
Bale bonter juga disebut gedeng pengukuhan dan tempat menyimpanan bendabenda bersejarah atau pusaka warisan keluarga. Bale bonterberbentuk segi empat bujur
sangkar, memiliki tiang paling sedikit 9 buah dan paling banyak 18 buah. Bangunan
ini dikelilingi dindingbedek sehingga jika masuk ke dalamnya seperti aula, atapnya
tidak memakai nock/sun, hanya pada puncak atapnya menggunakan tutup berbentuk
kopyah berwarna hitam.
Dan sebagainya.
G. Bale Tajuk
Bale tajuk merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah
tinggal yang memiliki keluarga besar. Bale tajuk berbentuk segi lima dengan tiang
berjumlah lima buah dan biasanya berada di tengah lingkungan keluarga Santana.
Tempat ini dipergunakan sebagai tempat pertemuan keluarga besar dan pelatihan
macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama.
I. Sambi
Sambi merupakan tempat menyimpan hasil pertanian masyarakat. Ada beberapa
macam bentuk sambi, antara lain sambi sejenis lumbung berbentuk rumah panggung.
Bagian atas sambi ini dipergunakan sebagai tempat menyimpan hasil pertanian,
sedangkan bagian bawahnya dipergunakan sebagai tempat tidur atau tempat menerima
tamu. Ada juga sambi yang atapnya diperlebar sehingga pada bagian bawahnya dapat
digunakan sebagai tempat menumbuk padi (lilih) dan juga tempat duduk-duduk,
berupa bale-bale yang alas duduknya dibuat dari bilah bambu dan papan kayu.
Pada umumnya, sambi mempunyai empat, enam atau delapan tiang kayu.
Sambi dengan enam tiang seringkali disebut ayung, karena pada bagian atasnya sering
digunakan untuk tempat tidur. Bangunan sambi yang bertiang delapan terkadang
disebut sambi jajar karena berbentuk memanjang. Semua sambi selalu dilengkapi
dengan tangga untuk naik dan didalamnya juga memiliki tangga untuk turun ke dalam.
J. Alang
Alang sama dengan lumbung, berfungsi untuk menyimpan hasil pertanian.
Hanya saja alang mempunyai bentuk yang khas, yaitu beratapkan alang-alang dengan
lengkungan kira-kira lingkaran namun lonjong dan ujungnya tajam ke atas.
Konstruksi bawahnya menggunakan empat tiang yang ujung tiang bagian atasnya
dipadu dengan jelepeng (diikat menjadi satu). Bagian bawah bangunan alangbiasanya
digunakan sebagai tempat beristirahat baik siang atau malam hari. Alang biasanya
diletakkan di halaman belakang rumah atau dekat dengan kandang hewan.
K. Lumbung
Lumbung adalah tempat untuk menyimpan segala kebutuhan. Lumbung tidak
sama dengan sambi dan alang, karena lumbung biasanya diletakkan di dalam
rumah/kamar atau di tempat khusus diluar bangunan rumah. Lumbung berbentuk
bulat, dibuat dari gulungan bedekkulitan dengan diameter 1,5 meter untuk lumbung
yang ditempatkan di dalam rumah dan berdiameter 3 meter jika diletakkan di luar
rumah.
Bahan untuk membuat lumbung adalah bambu, bedek, dan papan kayu sebagai
lantai. Di bawah papan lantainya dibuatkan pondasi dari tanah dan batu pada empat
sudutnya. Atapnya disangga dengan tiang kayu atau bambu berbentuk seperti atap
rumah tinggal.
BAB III
KAJIAN ESTETIKA
Rumah adat sasak terdiri
dari 2 komponen bangunan, yang
diantaranya yaitu Rumah untuk
tempat tinggal dan juga terdapat
Lumbung Padi. Dari kedua jenis
bangunan
tersebut,
ternyata
memiliki karakteristik bangunan
yang berbeda. Hal ini terlihat
sekilas dari bentuk bangunannya
yang
menandakan
memiliki
konstruksi yang berbeda pula.
Adapun detail arsitekturalnya
adalah sebagai berikut:
3.1.
Rumah Tinggal
3.1.1 Eksterior
Konstruksi atap pada rumah sasak menggunakan material atap berupa alang-alang
yang diikat menjadi bagian yang kecil lalu diikatkan pada bambu yang sudah dibelah
kecil-kecil dengan daun kere.
Alang-alang yang sudah diikatkan pada bilah-bilah bambu ditopang oleh rusuk
yang berfungsi sebagai kasau. Rusuk
menggunakan bahan bambu hutan
(gerang). Rusuk-rusuk ini kemudian
digapit dengan bambu yang dibelah
dua, dan diikat menggunakan tali ijuk.
Penggapit rusuk yang terbuat dari
bambu ini disebut kelokop bukal.
Untuk bagian puncak atap, rusuk-rusuk
ditopang oleh titi tikus dengan bahan
bambu hutan. Titi tikus ini berfungsi
sebagai bubungan.
Selain ditopang oleh tonjang, sun-sun juga diperkuat oleh kayu kecil
bersilangan yang disebut simeime. Tonjang dan simeime ditopang oleh balok kayu
yang disebut lampen. Untuk atap ada bagian sangkok, rusuk-rusuk yang sudah digapit
ditopang oleh langkar mempunyai fungsi yang sama, yaitu sebagai murplat yang
berfungsi sebagai tumpuan rusuk (kasau). Perbedaan anatara keduanya yaitu, lempen
merupakan murplat pada bagian dalam bangunan, sedangkan langkat merupakan
murplat pada bagian luar bangunan.
Pondasi pada rumah sasak berfungsi sebagai lantai ruangan dan juga sebagai
tangga. Pondasi terbuat dari adukan tanah, dedak dan kotoran sapi atau kerbau yang
kemudian dicampurkan dengan air. Pondasi dibuat secara berlapis lapis, sehingga
mempunyai kekuatan dan ketahanan yang tinggi.
.1.2.
Interior
Dinding pada rumah sasask befungsi sebagai penutup ruangan dan bukanlah
merupakan bagian struktur bangunan (non bearing wall). Dinding ini terbuat dari
anyaman bilah bambu. Anyaman bambu yang renggang-renggang berfungsi juga
sebagai sirkulasi udara ke dalam rumah.
Untuk tiang pada rumah sasak berfungsi untuk menyalurkan gaya-gaya dari
atap ke pondasi. Tiang terbuat dari bahan kayu gelondong yang disebut tekan. Di atas
teken terdapat lempengan kayu segi empat yang disebut ampak. Ampak berhubungan
langsung dengan lampen dan langkar yang mempunyai fungsi sebagai murplat.
Rumah adat suku Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu
(bedek). Lantai dari tanah liat yang dicampur kotoran kerbau dan abu jerami.
Campuran tanah liat dan kotoran kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras
semen. Cara membuat lantai seperti itu sudah diwarisi sejak nenek moyang mereka.
Lumbung padi pada rumah sasak konstruksinya tidak jauh berbeda. Hal yang
membedakan adalah dalam lumbung padi ini menggunkana konstruksi lengkung yang
berasal dari material bambu yang memiliki tingkat kelenturan cukup tinggi.
BAB IV
Ke-Kini-an Arsitektur Nusantara
Rumah sasak memiliki konsep hirarki ruang dimana ruang privat yang terletak
di bagian tengah ruang memiliki posisi yang lebih tinggi dibanding ruang yang lebih
publik seperti tekan.
Di bagian depan rumah terdapat teras yang merupakan ruang publik. Untuk
mencapai ruang yang privat (kamar), seseorang perlu menaiki tangga yang biasanya
setinggi tiga anak tangga.
Susunan yang mirip bisa ditemukan pada desain Satu House. Di lantai dasar
terdapat ruang bersama yang bersifat lebih publik. Untuk mencapai kamar-kamar
pemilik rumah, terdapat sebuah tangga yang menghubungkan lantai dasar dengan
lantai di atasnya.
Selain itu, pada rumah sasak pula, penggunaan anyaman bambu pada
dindingnya memiliki kemampuan mengalirkan udara dari luar secara langsung dengan
tetap menjaga privasi antar ruang. Pada Satu House pula konsep ini digunakan dalam
bentuk dinding partisi yang materialnya kurang lebih sama, yaitu kayu.
Kehidupan pada Desa Sade memiliki konsep hidup bersama alam, yaitu
dengan membangun komunitas yang tidak merusak hutan di sekitarnya dan
menggunakan hutan sebagai tempat tinggalnya pula. Konsep hidup bersama alam
ada pada aplikasinya pada Satu House, yaitu dengan memberikan elemen alam berupa
kolam dan pohon di dalam bangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Soerot, Myrtha. 2003. Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia. Jakarta:
Ghalia Indonesia
BERKALA TEKNIK Vol. 1 No. 6 November 2010 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Palembang