Anda di halaman 1dari 5

T1.

Ruang Kolaborasi Etno Sasmbo


Nama Anggota Kelompok:
1. Gita Puspa Herlinda ( E4R12310008 )
2. I Putu Wahyu Paramartha ( E4R12310012 )
3. Lina Nuriyanti ( E4R12310016 )
4. M. Hamdi ( E4R12310017 )
5. Nurul Zahrah ( E4R12310023 )

RUMAH TINGGAL BALE TANI


Suku Sasak adalah penduduk asli dan suku mayoritas di Lombok, Nusa Tenggara Barat,
Indonesia. Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana
terekam dalam kitab Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Salah satu bentuk
dari bukti kebudayaan Sasak adalah bentuk bangunan rumah adatnya.
Rumah mempunyai posisi penting dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai tempat
individu dan keluarganya berlindung secara jasmani dan memenuhi kebutuhan spiritualnya. Atap
rumah Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek). Lantainya dibuat dari
tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu jerami. Campuran tanah liat dan kotoran
kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen. Pengetahuan membuat lantai dengan cara
tersebut diwarisi dari nenek moyang mereka. Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu)
untuk membuat rumah adat Sasak didapatkan dari lingkungan sekitar mereka, bahkan untuk
menyambung bagian-bagian kayu tersebut, mereka menggunakan paku yang terbuat dari bambu.
Rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, dan tidak
memiliki jendela. Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profan
duniawi) secara bersamaan. Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan
berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang
merupakan manifestasi dari keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk), epen
bale (penunggu rumah), dan sebaginya. Perubahan pengetahuan masyarakat, bertambahnya jumlah
penghuni dan berubahnya faktor-faktor eksternal lainya (seperti faktor keamanan, geografis, dan
topografis) menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat.
Peralatan yang harus dipersiapkan untuk membangun rumah, diantaranya adalah:
• Kayu-kayu penyangga
• Bambu
• Bedek, anyaman dari bambu untuk dinding
• Jerami dan alang-alang, digunakan untuk membuat atap
• Kotaran kerbau atau kuda, sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai
• Getah pohon kayu banten dan bajur
• Abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai.
Rumah mempunyai fungsi penting dalam kehidupan masyarakat Sasak, oleh karena itu perlu
perhitungan yang cermat tentang waktu, hari, tanggal dan bulan yang baik untuk memulai
pembangunannya. Untuk mencari waktu yang tepat, mereka berpedoman pada papan warige yang
berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq. Oleh karena tidak semua orang mempunyai
kemampuan untuk menentukan hari baik, biasanya orang yang hendak membangun rumah
bertanya kepada pemimpin adat.
Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun rumah
adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan
bulan Zulhijjah pada kalender Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama orang
yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan) untuk
membangun rumah adalah pada bulan Muharram dan bulan Ramadlan. Pada kedua bulan ini,
menurut kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun cenderung mengundang
malapetaka, seperti penyakit, kebakaran, sulit rizqi, dan sebagainya. Selain persoalan waktu baik
untuk memulai pembangunan, orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat
pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik
kepada yang menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan membangun tumah di atas bekas
perapian, bekas tempat pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau
susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan
ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, melanggar konsep
tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget).
Salah satu contoh rumah adat yang ada di suku sasak adalah Bale Tani. Bale Tani merupakan
salah satu dari empat rumah adat milik Suku Sasak yang berada di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Rumah adat lain yang dimiliki Suku Sasak antara lain Bale Lumbung, Bale Jajar, dan Berugaq
Sekenam. Bale Tani merupakan rumah tempat tinggal masyarakat Sasak yang memiliki ciri-ciri
fisik hanya memiliki satu pintu sempit berukuran rendah dan tidak memiliki jendela. Material yang
digunakan untuk Bale Tani adalah jerami untuk bahan atap dan anyaman bambu untuk dinding
rumah. Selain itu, lantainya terbuat dari campuran tanah liat, kotoran kerbau dan abu jerami.
Penggunaan material lokal tersebut bersumber dari apa yang sudah tersedia di sekitar wilayah
tempat tinggal mereka. Hal ini membuat rumah tradisional Sasak memiliki nilai lokal yang unik
dan memiliki makna tersendiri.
Sumber: https://fitanisya.files.wordpress.com/2015/03/rumah-sasak-217x300.jpg
Bale Tani sendiri pada awalnya terdiri dari satu bale dalem dan satu serambi. Bale dalem
diisi dengan ruang tidur khusus untuk wanita dan pawon/ dapur pada ruang sebelahnya. Sedangkan
bagian serambi (sesangkok) digunakan sebagai ruang tamu dan ruang tidur untuk pria. Bale dalem
dan bagian serambi dihubungkan dengan tangga.

Denah Bale Tani

Sumber: Lukita, 2016


Sumber : Julita, 2019
Analisa teks arsitektur Bale Tani atau Bale Gunung Rata
1. Arah rumah tidak boleh menghadap utara atau Selatan, karena Letak gunungdan laut
berada di utara dan selatan pulau Lombok, apabila rumah langsung menghadap kea rah
utara atau Selatan, penghuni rumah tersebut dianggap menentang dewa dan dapat
mendatangkan kesialan.
2. Bentuk atap di bagian belakang lebih tinggi, kemudia menurun dan rata di bagian depan
melambangkan Tuhan yang menganggap semua manusia memiliki kedudukan yang sama
3. Pintu rumah dibuat rendah dengan maksud bahwa manusia harus bersikap rendah hati dan
menghargai sesama
4. Jendela dan pintu hanya ada di bagian depan rumah karena bukaan pintu/ jendela harus
menghadap barat dan timur karena gunung dan laut berada di utara dan Selatan
5. Anak tangga berjumlah empat melambangkan Masyarakat suku sasak menghormati Tuhan
Yang Maha Esa, Leluhur, Orang Tua dan Sekitarnya
6. Letak bale dalem lebih tinggi dari bale luar yang diamksudkan sebagai tempat
dilakukannya upacara kelahiran dan menyimpan harta adalah tepat yang suci dan sacral
7. Kamar tidur anak Perempuan yang sudah dewasa berada di bale dalem mengartikan bahwa
Perempuan yang masih perawan dianggap sebagai harta yang harus disimpan dengan baik

Nilai-nilai yang ingin disampaikan dari bentuk bale tani adalah ungkapan rasa syukur
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta tidak melupakan asal usul (nenek moyang, leluhur).
Bentuk pada Bale Tani atau Bale Gunung Rata juga menggambarkan kesamarataan derajat
semua manusia di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, dan ajaran untuk selalu rendah hati atau
saling menghargai sesama. Pembagian ruangan dari interior Bale Tani atau Bale Gunung Rata,
terbagi menjadi Bale Luar dan Bale Dalem. Bale Luar menggambarkan hubungan antar
manusia untuk saling menghormati dan mempertahankan sikap kekeluargaan, juga
mengajarkan kerendahan hati atau saling menghargai sesama. Sedangkan Bale Dalem yang
lebih privat, memperlihatkan peran wanita yang sangat penting dalam sebuah keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Julita, I., & Hidayatun, M. I. (2019). Perubahan Fungsi, Bentu dan Material Rumah Adat sasak
Karena Modernisasi. Jurnal Atrium 5(2), 105-112. https://doi.org/10.21460/atrium.v5i2.90
Lukita, I. G. A. V., Tulistyantoro, L., & Kattu, G.S., (2016). Studi Semiotik Ruang Hunian
Tradisional Suku Sasak (Studi Kasus Dusun Sade, Lombok Tengah). Jurnal Dimensi
Interior 14(2), 72-77. https://doi.org/10.9744/interior.14.2.72-77

Anda mungkin juga menyukai