keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan
Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah). Peraturan ini dipakai untuk menjerat para pelaku destructive
fishing seperti pengguna bahan peledak dan bius, namun celahnya terbuka lebar pada 2
hal, yaitu (1) barang bukti harus ditemukan di atas perahu atau kapal dan (2) barang
buktinya harus dalam keadaan sudah terakit dalam wujud alat bantu penangkapan ikan.
Sehingga, meski diketahui suatu kapal melakukan operasi penangkapan ikan dengan
menggunakan bahan peledak, tapi bila diperiksa kapal tersebut dan tidak ditemukan alat
yang sudah terakit utuh sebagai sebuah bom ikan, melainkan masih dalam bentuk bahan
dasarnya yaitu berupa pupuk, botol dan sumbu secara terpisah, maka ia tidak dapat
dijerat dengan undang-undang ini.
http://wajah-bahariku.blogspot.co.id/2013/05/solusi-alternatif-mengatasiover_13.html
Overfishing (penangkap ikan berlebihan) merupakan salah satu penyebab kemiskinan nelayan. Oleh sebab
itu saatnya dilakukan pengaturan pembatasan penangkapan ikan agar ada waktu bagi biota laut untuk
pulih.
Hal itu diungkapkan Pigoselpi Anas dalam ujian terbuka doktor di Institut Pertanian Bogor (IPB) Jumat
(30/12) petang. Istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Prof Dr Rokhmin Dahuri MSc ini berhasil
menjawab pertanyaan yang diajukan para penguji: Dr Ir Dedy H Sutisna MS, Dirjen Perikanan Tangkap
Kementrian Kelautan dan Perikanan dan Prof Dr Mulyono Baskoro Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB pada ujian terbuka di Kampus IPB Bogor.
Sedang bertindak sebagai Komisi Pembimbing adalah Dr Ir Luky Adrianto sebagai ketua, Prof Dr Ir Ismudi
Muchsin dan Dr Arif Satria SP MSi sebagai anggota. Pada ujian itu perempuan kelahiran Payakumbuh,
Sumatera Barat 20 Februari 1960 ini, berhasil mempertahankan disertasi berjudul Studi Keterkaitan
Antara Sumberdaya Ikan dan Kemiskinan Nelayan sebagai Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten
Cirebon Provinsi Jawa Barat.
Seperti hasil penelitian saya, di Kabupaten Cirebon Jawa Barat, kemiskinan disebabkan faktor alamiah.
Kondisi sumber daya ikan sudah overfishing dan juga alat tangkap dari 13 alat tangkap yang digunakan para
nelayan Cirebon ada delapan alat tangkap yang sudah berlebih, tandas Epi, begitu ia akrab disapa.
Karena itu, ibu empat anak ini berpandangan agar Pemerintah Daerah Cirebon mengeluarkan pengaturan
penangkapkan ikan yang sudah overfishing. Selain itu ada dua alternatif yang diusulkan Epi. Bisa ditambah
armadanya, bisa juga ditambah tripnya. Maksud saya waktu penangkapan ikannya dapat diperlama,
ujarnya.
Dalam penelitiannya sejak Oktober 2010 hingga Maret 2011 terhadap kehidupan nelayan di Kabupaten
Cirebon Jawa Barat, Epi melihat bagaimana kateristik para nelayan di wilayah tersebut. Dalam penelitian
tersebut saya juga menemukan kebanyakan nelayan di Cirebon bersedia untuk melaut lebih dari satu hari.
Artinya, kalau pemerintah serius mengatasi kemiskinan ini, tentunya bisa memberikan bantuan kepada
nelayan di Cirebon berupa alat tangkap yang lebih canggih, yang bisa operasi lebih dari 12 mil laut lepas,
paparnya.
Hanya saja, imbuh Epi, pemberian alat tangkap yang canggih ini tidak hanya diberikan begitu saja tapi juga
harus ada pembekalan sumber daya manusianya dengan pelatihan, sehingga ilmu mereka bertambah.
Jangan sampai, pemerintah hanya memberikan alat tangkap canggih kemudian membiarkan nelayan
berjalan sendiri tanpa bimbingan ilmu dan teknologi, tandasnya mengingatkan.
Epi optimis, pemberian alat tangkap yang canggih ini bisa menjadi salah satu langkah untuk mengatasi
masalah kemiskinan di lingkungan nelayan. Dia berpandangan faktor lainnya yang menyebabkan
kemiskinan cukup banyak. Hanya saja usulannya tersebut bisa menjadi salah satu langkah dalam mengatasi
masalah kemiskinan di lingkungan nelayan di Kabupaten Cirebon.
Menjawab kenapa terjadi overfisihing, menurut dia, karena alat tangkapnya sangat banyak. Kita tahu,
laut itu merupakan open akses, punya semua orang. Semua orang bisa menangkap ikan. Saya pikir harus
ada ketegasan dari Pemerintah Daerah untuk membatasi penangkapan ikan di suatu daerah. Seperti yang
kita lihat di negara-negara maju, musim tangkap ikan diatur dengan begitu baiknya, sehingga tidak terjadi
overfishing. Kapan kita boleh menangkap ikan dan kapan kita tidak boleh menangkap ikan? Pembatasan ini
saya pikir harus tegas diatur Pemerintah Daerah. Dengan begini memberi waktu kepada biota yang di laut
untuk pulih, tandasnya.
Sedang mengenai alasan pemilihan tema, menurut Epi, kemiskinan nelayan menjadi isu yang tidak pernah
berhenti dari dulu hingga sekarang. Saya tertarik, apa sih sesungguhnya yang menjadi faktor penyebab
timbulnya kemiskinan di lingkungan nelayan? Apalagi kita tahu, negara maritim tapi nelayan kita miskin.
Potensi sumber daya alam sangat tinggi, tapi nelayan yang menggali potensi sumber daya alamnya tetap
miskin.
Ketua DPR RI Marzuki Alie yang mengikuti jalannya ujian terbuka sejak awal hingga akhir mengatakan,
supaya memberikan manfaat, siapa saja yang terkait dengan kemiskinan nelayan, diundang menghadiri
ujian terbuka doktor seperti ini. Saya sampaikan usulan supaya yang terkait dengan masalah kemiskinan
nelayan diundang untuk menghadiri ujian doktor terbuka seperti kali ini. Kenapa? Bisa saja dari hasil
penelitian ini bisa menjadi kebijakan dari apakah pemerintah pusat atau pemerintah daerah atau legislasi
dalam menyelesaikan udang-undang. Karena banyak sekali penelitian yang membutuhkan waktu lama dan
biaya cukup besar, selesai penelitian hanya masuk almari, tegasnya.
Sementara itu, salah seorang dosen pembimbing Dr Arif Satria SP, MSi menilai, penelitian yang dilakukan
Pigoselpi Anas sangat menarik. Ini menarik karena di penelitian ini menggabungkan antara bagaimana
sebenarnya kemiskinan dilihat dari kondisi sumber daya alamnya. dan itu yang belum ada. Selama ini
penelitian yang ada adalah masih penelitian persepsi. Kalau tadi kelihatan ternyata memang ikan yang
sudah overfishing bisa berpengaruh terhadap kondisi nelayan, jelasnya usai ujian terbuka.
Ia setuju perlunya yang terkait dengan nelayan diundang menghadiri ujian terbuka. Saya setuju. Apalagi
ini ujian terbuka, promosi. Nah, dalam ujian promosi ini mestinya steakholder dari kelautan datang
sehingga bisa menentukan kebijakan yang akan diambil. Kalau kita tahu ternyata faktor alam bisa
memengaruhi terhadap kemiskinan nelayan, salah satu solusinya alamnya harus dijaga, tandasnya.
Sayangnya, sambung Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB ini, selama ini yang diurus hanya uang. Kasih
kredit, kasih bantuan kapal dan lain sebagainya. Padahal, ikannya sudah semakin terkuras. Sumber daya
alam tidak pernah kita jaga. Menurut saya ini hasil penelitian yang sangat bagus, papar Arif.
Menurut Arif, seharusnya ada pembatasan dari pemerintah daerah sehingga tak terjadi overfishing.
Pengaturannya selama ini masih rendah. Tugas pemerintah adalah mengatur berapa jumlah kapal yang
boleh beroperasi, idealnya berapa? Kalau begitu tidak ada ijin baru? Tidak ada kapal baru. Solusi kedua
adalah mendorong nelayan untuk bisa melaut hingga di atas 12 mil dengan kapal yang lebih canggih. Itu
yang paling bagus, tandas Arif.(ris)