Anda di halaman 1dari 11

ESAI KULTUR IKAN HIAS DAN AKUASKAP

NAMA : MIFTAHUL JANNAH


NIM : L221 16 509
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN : MUHAMMAD ALWI
MUH. ASDAR

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


DEPRTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ikan hias adalah jenis ikan baik yang berhabitat di air tawar maupun di
laut yang dipelihara bukan untuk konsumsi melainkan untuk memperindah
taman/ruang tamu dan ruang lainnya. Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki potensi ikan hias cukup tinggi, baik ikan hias air tawar maupun ikan hias
laut. Hanya 10% ikan hias air tawar diperdagangkan diperoleh dari hasil
penangkapan, sisanya diperoleh dari kegiatan budidaya. Sedangkan jenis ikan laut
sebaliknya hampir 95% ikan hias yang diperdagangkan diperoleh dari hasil
tangkapan alam dan sedikit sekali yang dihasilkan dari budidaya, itupun hanya
bersifat membesarkan benih yang tertangkap oleh nelayan. Dua puluh persen dari
nilai perdagangan ikan hias disumbangkan dari ikan hias laut dan 80% dari ikan
hias air tawar, padahal potensi ikan hias laut sangat besar yang didukung dengan
luas terumbu karang yang kita miliki. Secara umum dicatat bahwa nilai
perdagangan ikan hias di dunia dari tahun ke tahun terus meningkat dan peringkat
Indonesia sebagai pengekspor ikan hias juga meningkat (Priono dan Ofri, 2014).
Salah satu komoditas ikan hias yang merupakan ikan ekonomi tinggi dan
komoditi ekspor di Indonesia adalah Amphiprion sp. (ikan badut) atau sering
disebut ikan clown. Ikan badut merupakan salah satu komoditas ikan hias air laut
yang banyak diminati oleh para penggemar ikan hias. Ikan ini termasuk famili
Pomacentridae yang memiliki persentase tertinggi dalam perdagangan
internasional ikan hias yaitu sebesar 42%. Ikan ini juga sering disebut ikan clown
biak, memiliki bentuk dan warna yang unik menjadi daya tarik para penggemar
ikan hias untuk memelihara dan mengoleksinya. Ikan badut merupakan salah satu
jenis ikan karang yang bersimbiosis dengan anemon (Manik, 2016).
Budidaya ikan hias kini mampu memberikan penghidupan yang layak bagi
pelakunya. Ikan clown atau biasa disebut dengan ikan badut/nemo banyak
digemari masyarakat terutama dikalangan anak-anak, lantaran karakter ikan clown
dalam film yang berjudul “finding nemo” sangat menarik dan perkasa sehingga
ikan clown menjadi ikan hias laut yang sangat populer dimasyarakat. Ikan Clown
adalah ikan hias laut yang lucu, jinak, selalu berpenampilan cantik dan mudah
untuk dibudidayakan, Ikan ini rata-rata berwarna cerah, kuning, jingga,
kemerahan atau kehitaman, memiliki tubuh yang lebar dan dilengkapi dengan
mulut yang kecil. Secara alami kehidupan ikan clown selalu berada dalan radius
kurang lebih 1 meter dari anemon, karena keduanya membentuk simbiosis
mutualisme. Ikan clown mendapatkan sumber-sumber makanan dari sekitar
anemon, dan sebaliknya anemon mendapat bahan makan dari kotoran (feces) ikan
clown. Disamping itu, anemon memberikan perlindungan yang efektif dengan
menghasilkan substansi toksin yang berbahaya bagi musuh-musuh ikan clown.
Anemon juga dimanfaatkan ikan clown sebagai breeding ground untuk meletakan
dan melindungi telur-telurnya (Darmawan dkk, 2014).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan praktikum kultur ikan
hias dan akuaskap agar memudahkan mahasiswa untuk memahami bagaimana
mengkultur ikan hias tersebut.

I.2 Masalah
Hampir 90% dari ikan hias air laut yang diperdagangkan diperoleh dari
hasil tangkapan alam dan sedikit sekali yang dihasilkan dari budidaya, itupun
hanya bersifat membesarkan benih yang tertangkap oleh nelayan. Ikan hias
Indonesia juga masih kalah jika dibandingkan dengan ikan hias luar dikarenakan
pembudidaya ikan hias di Indonesia yang kurang memahami teknik pemeliharaan
ikan tersebut.

I.3 Tujuan
Pemahaman terhadap teknik pemeliharaan dan pembenihan ikan hias, serta
aspek-aspek mengenai ikan hias yang akan dipelihara.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Klasifikasi
Menurut (Darmawan dkk, 2014) klasifikasi ikan giru sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Actynopterygii
Ordo: Perciformes
Famili: Fomacentridae
Subfamili: Amphiprionidae
Genus: Amphiprion
Spesies: Amphiprion ocellaris

II.2 Morfologi
Ikan giru atau ikan clown berasal dari famili Pomacentridae. Salah satu
famili terbesar yang berada dalam komunitas ikan karang. Bentuknya yang
cenderung membulat, ikan giru atau ikan clown umumnya berwarna kuning,
orange, kemerahan, hitam, dan putih dengan motif badan yang cenderung berupa
garis putih pada tubuhnya. Sisik ikan giru atau ikan clown ini relatif besar dengan
sirip dorsal yang begitu unik. Pola warna pada ikan giru atau ikan clown ini
sering dijadikan dasar dalam proses identifikasi mereka, disamping bentuk gigi,
kepala dan bentuk tubuh. Variasi warna pada ikan giru atau ikan clown sangat
unik dan bervariasi dan variasi warna pada ikan giru atau ikan clown ini dapat
terjadi pada spesies yang sama, khususnya yang berkenaan dengan lokasi sebaran
dari ikan giru atau ikan clown tersebut (Darmawan dkk, 2014).
Ikan badut sangat menarik karena variasi warna pada tubuhnya yang
sangat indah. Ikan badut memiliki corak warna jingga, coklat, kemerah-merahan
dan warna putih yang menyelimuti kepala, tubuh, dan pangkal ekornya serta ada
garis hitam disepanjang sisi bagian badan. ikan badut termasuk dalam famili
Pomacentridae, subfamili Amphiprionidae yang berasal dari perairan Samudera
Hindia dan Pasifik (Anggeni, 2017).
II.3 Habitat
Ikan Clown merupakan ikan karang tropis yang hidup diperairan hangat
pada daerah terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 50 cm dan berair
jernih. Daerah penyebaran meliputi Samudera Pasifik (Fiji), Laut Merah,
Samudera Hindia (Indonesia, Malaysia, Thailand, Maladewa, Burma), dan Great
Barrier Reef Australia. Ikan Clown merupakan ikan yang mempunyai penyebaran
relatif luas, terutama di daerah Indo Pasifik. Di alam ikan clown memilih anemon
tertentu untuk dijadikannya sebagai rumahnya, salah satu contoh ikan giru yang
lebih memilih anemon tertentu sebagai tempat tinggalnya adalah Amphiprion
ocellaris yang lebih memilih anemon karpet sebagai tempat tinggalnya
dibandingkan dengan harus memilih anemon lainnya (Darmawan dkk, 2014).

II.4 Kebiasaan Makan


Ikan badut (Amphiprion ocellaris) di alam mendapatkan makanan dari
sekitar anemon. Ikan badut merupakan ikan omnivore yang mengkonsumsi
zooplankton, invertebrate kecil (crustacean) dan parasit yang melekat pada tubuh
anemon serta alga bentik. Ikan badut biasanya menghabiskan sebagian besar
hidupnya untuk mencari makan, bermain, dan perpasangan dalam wilayah dan
tempat hidupnya. Ikan badut memakan sisa makanan dari anemon laut. Ikan badut
menunggu sampai anemon melumpuhkan dan memakan seekor ikan, kemudian
membantu memotong-motongnya sehingga anemone tersebut meninggalkan sisa-
sisa makanannya. Selain itu, ikan badut juga memakan tentakel pada anemon
yang telah mati (Anggeni, 2017).

II.5 Siklus Hidup


Diantara ikan-ikan yang berganti kelamin, ikan badut merupakan salah
satu ikan yang unik, ikan badut hidup bersimbiosis dengan anemon laut. Pada
kelompok ikan badut, ikan betina adalah ikan yang paling besar dan menunjukkan
sifat yang paling agresif dibandingkan anggota kelompok lainnya. Ikan yang besar
kedua akan menjadi jantan fungsional, dan sisanya akan menjadi individu yang
tidak berkembang biak. Jika induk betina mati atau menghilang dari kelompok
tersebut, maka induk jantan akan berubah kelamin menjadi betina, dan individu
yang paling besar akan berganti kelamin menjadi jantan fungsional. Ikan badut
yang belum matang gonadnya biseksual dan akan berubah menjadi jantan atau
betina sesuai dengan hirarki yang terbentuk (Anggeni, 2017).
Ikan giru atau ikan clown dapat memijah sepanjang musim dengan dalam
interval waktu rata-rata sekitar sepuluh hari atau bahkan tiga kali selama sebulan
untuk indukan ikan giru atau ikan clown yang roduktif. Ikan clown atau ikan giru
merupakan ikan yang dapat secara aktif meletakkan telurnya pada substrat didekat
anemon atau tempat tinggal dari ikan giru atau ikan clown dan mengeraminya
sendiri sampai menetas. Telur akan menetas sekitar 5 sampai 9 hari setelah
pembuahan tergantung jenis ikan giru atau ikan clown, kualitas telur yang akan
dihasilkan, dan kondisi lingkungan disekitar ikan giru berada. Biasanya telur ikan
giru akan terjadi penetas telur pada malam hari yaitu terjadi sekitar 2 jam setelah
matahari terbenam hingga dini hari (Darmawan dkk, 2014).

II.6 Teknik Pembenihan


Induk ikan nemo untuk pemijahan yang digunakan sebaiknya langsung
diambil dari habitatnyaInduk ikan nemo yang berasal dari proses budidaya
mempunyai kualitas yang kurang baik sehingga benih yang dihasilnya masih
belum seperti yang diharapkan. Induk yang sehat sebenarnya dapat memijah 1-3
kali/bulan, tetapi rata-rata pemijahan terjadi 2 kali/bulan untuk hasil benih yang
lebih baik. Jumlah telur yang dihasilkan sangat bervariasi berkisar antara 0-1.720
butir dengan rata-rata dapat mencapai 300-1.000 butir/pemijahan. Daya tetas pada
setiap pemijahan juga sangat bervariasi, sering terjadi fluktuasi baik mengalami
peningkatan maupun penurunan bahkan ada pula derajat tetas mencapai nol. Hal
ini diduga disebabkan karena ikan clown memijah terus-menerus setiap 9-14 hari
sekali sehingga jika kekurangan beberapa nurtrisi akan mengakibatkan penurunan
derajat tetas telur, sedangkan derajat tetas yang dapat mencapai nol disebabkan
karena ikan jantan sudah mulai berubah menjadi betina. Sintasan yang dihasilkan
selama pemeliharaan larva sampai menjadi benih (30 hari pemeliharaan) juga
sangat bervariasi yaitu dari 0%-90 % dengan rata-rata 50%. Sintasan tersebut
masih sangat rendah. Kualitas warna untuk benih yang dihasilkan masih kurang
cerah dan tajam untuk pasar ekspor. Berbagai upaya untuk meningkatkan
kecerahan warna benih ikan baik melalui penambahan astaxathin pada pakan
maupun pemberian pakan alami yang mengandung total karoten yang tinggi
seperti rotifera, nauplii Artemia, maupun kopepod (Kusrini, 2012).

II.7 Osmoregulasi Ikan Nemo


Tekanan osmosis air laut lebih tinggi daripada cairan tubuh sehingga
secara alami air akan mengalir dari dalam tubuh ke lingkungannya secara osmosis
melewati ginjal, insang, dan mungkin juga kulit. Sebaliknya, garam-garam akan
masuk ke dalam tubuh melalui proses difusi. Untuk mempertahankan konsentrasi
garam dan air dalam tubuh, ikan laut memperbanyak minum air laut dan
melakukan osmoregulasi. Ikan-ikan laut memelihara konsentrasi ion air laut.
Dengan memperbanyak minum air laut maka kehilangan air dalam tubuh ikan
dapat diganti. Namun, bersamaan dengan itu, sejumlah besar garam-garam juga
akan ikut masuk ke dalam usus dan garam-garam tersebut harus segera
dikeluarkan kembali dengan cepat (Kodri, 2008).
Urin yang dihasilkan mengandung konsentrasi air yang tinggi. Ikan nemo
memiliki konsentrasi garam yang tinggi di dalam darahnya dan cenderung untuk
kehilangan air di dalam sel-sel tubuhnya karena proses osmosis. Untuk itu, insang
ikan ini aktif mengeluarkan garam dari tubuhya. Untuk mengatasi kehilangan air,
ikan minum air laut sebanyak-banyaknya. Dengan demikian berarti pula
kandungan garam akan meningkat dalam cairan tubuh. Padahal dehidrasi dicegah
dengan proses ini dan kelebihan garam harus dihilangkan (Eduka, 2015).

II.8 Kendala Budidaya Ikan Nemo


Kendala utama dalam pembenihan ikan nemo atau clownfish adalah
tingkat mortalitas yang tinggi akbat infeksi dari bakteri dan tidak tersedianya
pakan alami dalam jumlah dan mutu yang sesuai kebutuhan. Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan stamina dan meningkatkan nilai sintasan
larva yaitu dengan pemberian pakan alami yang memiliki kandungan gizi tinggi
dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup larva. Pemilihan lokasi indoor
pada pemeliharaan larva diharapkan mampu menciptakan kondisi terkontrol baik
terhadap kualitas air maupun kesehatan larva. Zooplankton dipilih sebagai pakan
hidup larva karena sesuai dengan bukaan mulut larva, mudah dikultur atau
dibudidaya secara massal, dan mengandung nutrisi tinggi. Pakan alami yang
diberikan dalam pembenihan ikan nemo adalah Artemia yang memiliki
kandungan protein kasar mencapai 53,4%, karbohidrat 20%, lemak 15,8%, dan
abu 9,1%. Inovasi dalam bidang pakan alami baik fitoplankton maupun
zooplankton banyak dilakukan untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan alami
tersebut. Teknik pengkayaan Artemia dengan berbagai jenis fitoplankton dapat
meningkatkan daya tahan ikan nemo sehingga dapat mengatasi kendala kritis pada
fase larva ikan nemo dan dapat meningkatkan sintasan, pertumbuhan daya tahan
larva ikan nemo yang dipelihara indoor (Musdalifah, 2016).

II.9 Tingkah Laku dan Sifat Ikan Nemo


Diantara ikan-ikan yang berganti kelamin, ikan badut (genus Amphiprion)
merupakan salah satu ikan yang unik, dimulai dari kontrol sosialnya
hinggaperubahan seksual dengan sistem monogami. Ikan badut hidup
bersimbiosis dengan anemon laut. Di daerah tropis dibagian Indo-Pasifik, ikan
badut membentuk sebuah unit sosial secara konsisten dengan pasangan
monogami dan beberapa nonbreeder. Pada kelompok ikan badut, ikan betina
adalah ikan yang terbesar dan yang paling dominan pada kelompok tersebut. Ikan
betina atau ikan yang paling besar akan menunjukkan sifat yang paling agresif
dibandingkan anggota kelompok lainnya. Ikan ranking dua (ikan yang besar
kedua) akan menjadi jantan fungsional, dan sisanya akan menjadi individu yang
tidak berkembang biak. Jika induk betina mati atau hilang dari kelompok tersebut,
makainduk jantan akan berubah kelamin menjadi betina, dan individu yang paling
besar diantara ikan nonbreeder akan berganti kelamin menjadi jantan fungsional.
Ikan badut yang belum matang, gonadnya biseksual dan akan berubah menjadi
jantan atau betina sesuai dengan hirarki yang terbentuk (Anggeni, 2017).
Pada ikan badut secara konsisten ikan yang paling besar akan berubah
menjadi betina (a) dan yang kecil kedua (medium) akan menjadi jantan (ß) dan
seterusnya ikan-ikan kecil lainnya akan menjadi jantan nonbreeder (γ, d, e, ζ, dst)
dan akan tumbuh secara linier membentuk hirarki. Hirarki ini akan tumbuh
menjadi suatu sistem dalam populasi ikan. Hirarki sosial ini akan menyebabkan
ikan yang lebih kecil tidak akan berkembang biak. Status sosial yang terbentuk
pada ikan badut biasanya diasosiasikan dengan perbedaan status reproduksi dan
level hormon steroid. Penyebab terjadinya hirarki dalam suatu kelompok ikan
adalah kemampuan individu untuk memenangkan persaingan dan memonopoli
sumber makanan. Hal tersebut akan menjadikan ikan yang paling dominan akan
mendapatkan makanan yang lebih banyak dan tumbuh dengan cepat sedangkan
ikan yang tidak dominan akan lebih kecil atau pertumbuhannya tidak secepat ikan
yang dominan. Selain adanya hirarki sosial dalam kelompok ikan badut, terdapat
pula sifat monogami. Secara umum spesies monogami umumnya mempunyai
keistimewaan tempat, kesehatan, dan wilayah (Anggeni, 2017).
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi ikan hias
cukup tinggi, baik ikan hias air tawar maupun ikan hias laut. Salah satu komoditas
ikan hias yang merupakan ikan ekonomi tinggi dan komoditi ekspor di Indonesia
adalah Amphiprion sp. (ikan badut) atau sering disebut ikan clown. Ikan badut
merupakan salah satu komoditas ikan hias air laut yang banyak diminati oleh para
penggemar ikan hias. Ikan ini termasuk famili Pomacentridae yang memiliki
persentase tertinggi dalam perdagangan internasional ikan hias yaitu sebesar 42%.
Ikan ini juga sering disebut ikan clown biak, memiliki bentuk dan warna yang
unik menjadi daya tarik para penggemar ikan hias untuk memelihara dan
mengoleksinya. Ikan badut merupakan salah satu jenis ikan karang yang
bersimbiosis dengan anemon.

III.2 Saran
Saran saya kedepannya untuk lab kulkas, saya harap kedepannya
pelaksanaan praktikum kulkas pelaksanaanya dapat terstruktur dengan baik
sehingga dapat lebih efisien. Untuk asisten, agar kedepannya dapat lebih
mengontrol praktikannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anggeni, P. 2017 : Feminisasi Ikan Badut (Amphiprion ocellaris) Melalui Induksi


Hormonal Menggunakan 17β-Estradiol dan 17α-Metiltestotero
[Skripsi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Darmawan, A., N. Hartono., dan A. Gani. 2014. Budidaya Ikan Hias Clown. Balai
Perikanan Budidaya Laut. Ambon.
Eduka, T. T. 2015. Siap Tempur SBMPTN 2016 Saintek. Jakarta: Tangga
Pustaka.
Kodri, K. M. G. H. 2013. Budi Daya Nila Unggul. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Kusrini, E. 2012. Teknologi Produksi Benih Ikan Hias Laut Untuk Melestarikan
Sumber Daya genetiknya. Jurnal Media Akuakultur 7(2): 65-70.
Manik, L. 2016. Induksi Pematangan Gonad Ikan Bandut (Amphiprion percula)
Menggunakan Hormon Oodev dalam Pakan [skripsi]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Musdhalifah, A. 2016. Sintasan Dan Daya Tahan Larva Ikan Nemo (Amphiprion
percula) yang Diberi Artemia sp. Beku dan Dipelihara Indoor
[skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Priono, B dan Ofri J. 2014. Prospek Pengembangan Pembenihan Ikan Hias Laut
dan Upaya Pemanfaatannya. Jurnal Media Akuakultur 9(2): 91-96.

Anda mungkin juga menyukai