Anda di halaman 1dari 14

RETENSI ENERGI PADA IKAN

Oleh :
Nama : Isna Fitriana
NIM : B1A015024
Rombongan :V
Kelompok :3
Asisten : Sutri Handayani

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retensi energi ialah banyaknya energi pakan yang dikonsumsi makhluk hidup
yang dapat disimpan dalam tubuh. Retensi atau tingkat efisiensi energi dapat
dicerminkan dari rasio besarnya pertambahan energi tubuh terhadap jumlah energi
pakan yang dikonsumsi oleh ikan (Djayasewaka, 1990). Besarnya energi pakan yang
terkontribusi pada pertambahan energi tubuh energi tubuh juga digambarkan dengan
retensi energi (Lupatsch, 2010). Retensi energi pada ikan hanya sebagian kecil saja
yang dialokasikan untuk pertumbuhan dan separuh total energi yang diperoleh dari
pakan menjadi limbah dalam bentuk feses dan ekskresi. Energi yang dikonversi dari
pakan yang dikonsumsi, sebagian besar akan hilang dalam bentuk panas dan hanya
sekitar 1/5 dari total energi yang diperoleh dalam bentuk pertumbuhan. Retensi
energi mencerminkan seberapa besar energi pakan berkontribusi terhadap
pertambahan energi tubuh. Rasio besarnya pertambahan energi tubuh terhadap
jumlah energi pakan yang dikonsumsi akan mencerminkan tingkat efisiensi energi
pakan atau retensi energi. Metabolisme merupakan segala proses reaksi kimia yang
terjadi di dalam tubuh organisme yang meliputi anabolisme dan katabolisme.
Konsumsi oksigen merupakan salah satu parameter fisiologis yang dapat digunakan
untuk menaksir laju metabolisme secara tidak langsung, yaitu dengan mengukur
oksigen yang digunakan dalam proses oksidasi (Karim, 2007).
Pakan ikan merupakan campuran berbagai bahan pangan yang disebut dengan
bahan mentah atau bahan baku yang baik bagi pertumbuahan ikan, baik pakan yang
bersifat nabati maupun bersifat hewani, yang diolah sedemikian rupa sehingga
mudah untuk dimakan dan dicerna oleh tubuh ikan dan sebagai nutrisi bagi ikan.
Selain itu, pakan ikan adalah makanan yang khusus dibuat atau diproduksi agar
mudah dan tersedia untuk dimakan. Pakan ikan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan tubuh ikan serta bagi metabolisme maupun aktifitas
ikan secara keseluruhan. Kandungan dalam pakan ikan antara lain mengandung
komponen seperti protein, lemak, karbohidrat, dan sebagainya yang berguna bagi
pertumbuhan dan sumber energy ikan. Tingkat ketersediaan energi pakan dapat
diukur dengan nilai kalori pakan dengan komponen pada pakan ikan yang memilki
satuan energi yaitu kalori (Murtidjo, 2001).
Proporsi energi yang dialokasikan pada berbagai komponen anggaran energi
berubah dengan meningkatnya ukuran tubuh. Menurunnya laju pertumbuhan pada
ikan tidak hanya disebabkan oleh perubahan retensi energi, tetapi juga oleh beberapa
faktor yaitu menurunnya energi intake, meningkatnya proporsi energi yang hilang
melalui feses, meningkatnya energi yang hilang melalui urin, meningkatnya energi
yang dipakai untuk memproduksi panas, meningkatnya kandungan energi tubuh
relatif pada ikan yang berukuran relatif besar. Energi yang diperoleh dari pakan
digunakan untuk aktivitas voluntary dan mengganti jaringan yang rusak dan lainnya
hilang dalam bentuk feses dan sampah metabolisme yang diekskresikan (Elliot,
1997).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum retensi energi adalah untuk melihat seberapa besar
energi pakan yang dikonsumsi ikan yang dapat disimpan dalam tubuh (retensi
energi), dan juga mempelajari perbedaan kualitas pakan juga menghasilkan
perbedaan retensi energi.
II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum retensi energi adalah timbangan


analitik, termometer, heater, alumunium foil, mortar, pestle, pencetak pelet,
akuarium, oven, baki, gunting dan bom calorimeter.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum retensi energi adalah ikan lele
(Clarias gariepinus), air, dan pelet pakan ikan.
2.2 Cara Kerja
1. Dua buah akuarium disiapkan lalu diisi dengan air setinggi 25 cm, heater
ditempatkan diantara akuarium.
2. Ikan ditimbang dan ditebarkan dengan kepadatan 3-4 ekor ikan pada tiap
akuarium.
3. Pemberian pakan dilakukan pada hari ke 3 setelah ikan ditebar sebanyak 2,5 %
dari bobot total ikan pada masing-masing akuarium. Pemberian pakan dilakukan
selama 14 hari pemeliharaan.
4. 3-4 ekor dari stok (telah dipuasakan 24 jam) diambil dan ditimbang kemudian
dikeringkan dalam oven 1 minggu dan setelah kering ditimbang lagi untuk
mengetahui bobot kering ikan dan diblender hingga berbentuk tepung.
5. Bobot kering ikan awal (langkah 2) dihitung dengan cara mengkalikan bobot
basah ikan awal dengan prosentase bobot kering ikan dan blender ikan hingga
berbentuk tepung.
6. Pada hari ke 14 pemeliharaan ikan dipuasakan selama 24 jam, selanjutnya ikan
ditimbang bobotnya dan dikeringkan dalam oven 1 minggu dan setelah kering
ditimbang kembali bobotnya dan diblender hingga berbentuk tepung.
7. Dilakukan pengukuran nilai kalori pakan, sampel ikan awal dan ikan akhir
dengan menggunakan bomb calorimeter.
8. Retensi diakulasi dengan rumus menurut Shiau and Liang (1994) sebagai
berikut: ANER (Apparent Net Energy Retention) = { (energi tubuh akhir (kkal)
energy tubuh awal (kkal) / jumlah pakan yang dikonsumsi (kkal) }x 100.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Diketahui :

a. Bobot basah ikan awal : 8 gram


b. Bobot kering ikan awal : 1,68 gram
c. Bobot basah ikan akhir : 50 gram
d. Bobot kering ikan akhir : 13 gram
e. Lama pemeliharaan : 14 hari
f. Energi bom pakan : 3983,67 kal/gram
g. Energi bom ikan awal : 6299,3477 kal/gram
h. Energi bom ikan akhir : 6872,5503 kal/gram
Ditanya : retensi energi?
Jawab:
energi ikan awal = bobot kering ikan awal x energi bom ikan awal
= 1,68 x 6299,3477 = 10582,904136 kal/gr
energi ikan akhir = bobot kering ikan akhir x energi bom ikan akhir
= 13 x 6872,5503 = 89343,1539 kal/gr
energy pakan yang dikonsumsi = 2,5% x bobot basah ikan awal x hari
= 2,5% x 8 x 14 = 2,8 gram
energi pakan = energi pakan di konsumsi x energi bom pakan
= 2,8 x 3983,67 = 11154,276 kal

ANER = energi ikan akhir energi ikan awal x 100 %


energi pakan yang dikonsumsi
= 89343,1539 kal/gr 10582,904136 kal/gr x 100%
11154,276 kal
= 7,06 %
3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum acara retensi energi yang telah dilakukan


kelompok 3 telah diperoleh data. Data awal didapatkan bobot kering ikan awal dan
bobot kering ikan akhir secara berurutan sebesar 1,68 gram dan 13 gram. Bobot
basah ikan awal dan bobot basah ikan akhir secara berurutan 8 gram dan 50 gram.
Selain itu, didapatkan pula hasil pengamatan energi bom ikan awal sebesar
6299,3477 kal/gr dan energi bom ikan akhir 6872,5503 kal/gram serta energi bom
pakan 3983,67 kal/gram. Berkaitan dengan data tersebut hasil retensi energi ikan lele
(Clarias gariepinus) diperoleh setelah dimasukkan ke dalam rumus ANER (Apparent
Net Energy Retention) sebesar 7,06 %.
Nilai retensi energi diperoleh dengan cara melakukan penghitungan jumlah
energi ikan akhir dikurangi jumlah energi ikan awal dibagi dengan jumlah energi
pakan kemudian dikali 100%. Alat yang digunakan untuk mengetahui jumlah energi
ikan maupun pakan adalah bom kalorimeter. Ikan yang dipelihara didalam akuarium
dengan pemberian pakan 2,5% dari bobot tubuh dibentuk menjadi pelet dengan cara
ikan dikeringkan selama satu minggu, kemudian dihaluskan dan diambil 1 gram
untuk dibentuk pelet. Pelet ikan tadi diukur jumlah energinya melalui alat bom
kalorimeter. Energi pakan yang dikonsumsi ikan juga harus diketahui terlebih dahulu
dengan menentukan berapa lama pemberian pakan dan berapa persen pakan yang
dikonsumsi ikan. Pakan ikan juga harus diketahui energinya dengan menggunakan
alat bom kalorimeter. Setelah didapatkan semua data, kemudian dapat dilakukan
perhitungan dengan menggunakan rumus yang sudah tersedia. Rumus digunakan
untuk menghitung ANER (Apparent Net Energy Retention) (Kalita et al., 2008).
Hasil yang didapat dari perhitungan rumus ANER menunjukkan nilai 7,06 %.
Hasil ini didapatkan setelah sebelumnya dicari jumlah energi tubuh ikan awal,
jumlah energi tubuh ikan akhir dan jumlah energi pakan yang dikonsumsi. Menurut
Yuwono & Purnama (2001), sebagian besar energi yang dikonversi dari pakan yang
dikonsumsi hilang dalam bentuk panas dan hanya sekitar seperlima total energi dari
pakan yang diperoleh dalam bentuk pertumbuhan. Retensi energi adalah besarnya
energi pakan yang dikonsumsi ikan yang dapat disimpan di dalam tubuh. Menurut
Lupatsch (2010) menyatakan bahwa retensi energi normal adalah 60-68%,
sedangkan dari hasil praktikum, presentasenya sebesar yaitu 7,06%, tidak sesuai
teori.
Nilai konsumsi yang sama pada media yang berbeda ternyata memberikan laju
pertumbuhan, retensi protein dan retensi lemak yang berbeda pada ikan nila merah.
Hal ini berkaitan erat dengan pemanfaatan energi pakan, dimana efisiensi pakan
tertinggi (118,19%) terdapat pada ikan nila yang dipelihara di media bersalinitas
20%, sedangkan efisiensi pakan pada media bersalinitas 15% sama dengan
pemeliharaan ikan nila di air tawar (0%) yaitu berkisar antara 81,91-94,15%.
Walaupun efisiensi pakan ikan pada pemeliharaan media bersalinitas 10% relatif
sama dengan media 5%, yaitu lebih rendah dibandingkan lainnya, namun nilai
efisiensi pakannya masih cukup baikyaitu 77,87% (Setiawati, 2003)
Berkaitan dengan nilai tersebut kemungkinan karena energi yang dihasilkan
sedikit penggunaan untuk metabolisme, aktivitas reproduksi, biosintesis dan hilang
dalam bentuk panas. Energi yang disimpan dimanfaatkan dalam sintesis komponen
sel dan digunakan sebagai bahan bakar dalam produksi energi sel (Villee & Barnes,
1988). Menurut Kumar & Tembre (1997), retensi energi berhubungan dengan kadar
protein pakan, karena pakan selain mengandung karbohidrat dan lemak, juga
mengandung protein yang berguna sebagai sumber energi dan pertumbuhan.
Menurut Ningrum (2008), kebutuhan paling tinggi ikan justru terletak dari asupan
lipid (lemak) dan protein didalam pakan ikan. Keduanya berpengaruh sekali terhadap
pertumbuhan, bobot kering maupun bobot basah ikan. Pergerakan ikan sendiri diatur
oleh asupan lemak yang terdapat dan otot ikan. Fungsi pakan antara lain untuk
kepentingan struktural, fungsional pertumbuhan, respirasi jaringan, proses
reproduksi, kelulusan hidup normal hewan dan untuk memelihara kesehatan hewan.
Pakan berfungsi untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Pakan
mengandung berbagai macam nutrisi antara lain karbohidrat, lemak, protein, vitamin
dan mineral. Protein, lemak dan karbohidrat dalam pakan apabila dikonsumsi ikan
setelah mengalami proses digesti dan absorpsi akan digunakan sebagai sumber untuk
aktivitas voluntari, mengganti jaringan tubuh yang rusak, reproduksi dan
pertumbuhan. Salah satu zat makanan yang dibutuhkan ikan dan perlu dipenuhi
untuk mencapai pertumbuhan yang optimal adalah protein, karena protein
merupakan bagian terbesar dari daging ikan dan dalam menentukan kebutuhan
nutrisi (Halves, 1987). Ikan mencerna nutrisi yang ada pada pakan yang nantinya
akan digunakan sebagai sumber energinya untuk berbagai aktivitas tubuhnya
(Afzriansyah, 2014).
Retensi energi adalah besarnya energi pakan yang dikonsumsi ikan yang dapat
disimpan di dalam tubuh. Para ahli nutrisi telah menstandarisasikan pemakaian asam
benzoat murni sebagai standar untuk analisis energi total menggunakan bom
kalorimeter. Energi total pada umumnya dilakukan dengan menggunakan adiabatik
bom kalorimeter Bom kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur
jumlah kalori (nilai kalori) yang dibebaskan pada pembakaran sempurna (dalam
O2 berlebih) suatu senyawa, bahan makanan, bahan bakar. Sejumlah sampel
ditempatkan pada tabung beroksigen yang tercelup dalam medium penyerap kalor
(calorimeter), dan sampel akan terbakar oleh api listrik dari kawat logam terpasang
dalam tabung. Bom kalorimeter adalah alat untuk menentukan nilai kalor zat
makanan karbohidrat, protein atau lemak (Ningrum, 2008).
Jumlah pakan yang diberikan pada ikan hendaknya 5-10% dari berat total dan
frekuensi pemberian pakan sebanyak 2-4 kali sehari. Jumlah tersebut dapat berubah-
ubah tergantung pada suhu lingkungan, semakin rendah suhu maka jumlah makanan
yang dikonsumsi semakin sedikit. Pakan yang diberikan pada ikan, normalnya harus
mengandung protein, karbohidrat dan lemak dalam kualitas yang baik serta
kandungan gizi yang cukup, karena ketiganya akan diubah menjadi energy untuk
aktivitasnya (Djayasewaka, 1990). Ketika terjadi penurunan jumlah konsumsi
diindikasi karena adanya palabilitas pakan yang semakin berkurang. Palabilitas
dipengaruhi oleh performa pakan yang beberapa hal diantaranya adalah bentuk,
warna, tekstur dan ukuran maupun kimiawi yang membentuk rasa dan aroma
(Suprayudi, 2013).
Menurut Mujiman (1985), retensi energi dipengaruhi beberapa faktor, antara
lain:
1. Kualitas pakan. Ikan yang diberi pakan yang berbeda-beda menunjukkan
pertumbuhan yang berbeda pula. Umumnya ikan memerlukan protein sekitar
20-60% dari pakan yang diberikan dan kadar optimumnya adalah 30-36%.
Bila kadar protein dalam makanan kurang dari 6% berat basah, ikan tidak
dapat tumbuh dengan baik.
2. Umur ikan. Ikan muda relatif membutuhkan protein yang lebih banyak
daripada ikan dewasa, sebab ikan muda membutuhkan banyak nutrisi untuk
bergerak dan tumbuh.
3. Ukuran tubuh Proporsi energi yang didistribusikan pada berbagai komponen
retensi energi berubah dengan meningkatnya ukuran tubuh.
Selain faktor internal, faktor eksternal seperti suhu juga berpengaruh terhadap retensi
energi. Menurut Halver (1989), pada temperatur 30 40 oC akan terjadi peningkatan
metabolisme yang sangat cepat dan juga akan menghasilkan peningkatan retensi
energi juga. Namun pada temperatur yang tinggi akan terjadi denaturasi protein.
Faktor yang mempengaruhi retensi energi adalah ukuran tubuh. Proporsi energi
yang dialokasikan pada berbagai komponen anggaran energi berubah dengan
meningkatnya ukuran tubuh ikan (Kumar dan Tembhre, 1997). Retensi energi juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya menurunnya energi intake, meningkatnya
proporsi energi yang hilang melalui feses, urine, meningkatnya energi yang
dipakaiuntuk produksi panas, meningkatnya kandungan energi tubuh, relatif pada
ikan yang berukuran lebih besar (Cui & Zhu, 1996). Pertumbuhan terhambat dan
konversi nutrisi selama kondisi stress telah ditandai perubahan dalam metabolisme.
Efek ini didasari atas asumsi bahwa pengaruh stres yang meningkat menyebabkan
energi ikan hilang, seharusnya untuk pertumbuhan. Sebaliknya penurunan konsumsi
pakan, interaksi perilaku dan kualitas air kemungkinan menuntut peningkatan
metabolisme dan penambahan pemakaian energi terjadi pada biaya untuk tumbuh.
Tentu saja, dalam waktu singkat, penggunaan metabolis cepat menghubungkan
kondisi stress naiknya kebutuhan oksigen, yang mana ukuran langsung laju
metabolisi, di sisi lain, kondisi stress yang parah menyebabkan pengaruh nafsu
makan dan pertumbuhan (Lupatsch, 2010).
Temperatur merupakan salah satu faktor fisik penting yang mempengaruhi
pertumbuhan hewan, hal ini didasarkan karena ketika kondisi dengan temperatur
yang optimum, energi makanan akan banyak diambil oleh ikan (Bowyer, 2013).
Apabila temperatur naik, maka proses metabolisme juga akan naik dansemakin
banyak pula energi yang tersimpan. Menurut Elliot (1997) pada temperatur 30-40 0C
akan terjadi peningkatan metabolisme yang sangat cepat yang akan meningkatkan
retensi energi. Namun pada temperatur yang sangat tinggi akan terjadi denaturasi
protein. Karbohidrat adalah merupakan sumber energi yang murah dalam pakan ikan.
Spesies yang berbeda mempunyai kemampuan memanfaatkan karbohidrat yang
berbeda pula. Adanya perbedaan kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat
pakan antar spesies antara lain disebabkan oleh perbedaan dalam menghasilkan
enzim yang mencerna karbohidrat (a-amylase) ataupun produksi insulin (Mokoginta,
2004).
Fungsi alat dan bahan yang digunakan antara lain kalorimeter bom merupakan
alat yang berguna untuk mengetahui jumlah energi dalam tubuh ikan, dan mampu
mengukur panas dalam tubuh ikan yang ditimbulkan oleh pembakaran. Oven
berfungsi untuk memanaskan bahan uji dengan prinsip kerja dehidrasi pada hewan
uji dan terjadi kekeringan pada sampel. Timbangan berfungsi untuk mengetahui
bobot ikan dan akuarium untuk menyimpan hewan uji berupa hewan air. Selain itu,
alat berupa pinset berfungsi untuk mengambil atau menjepit sampel. Pengukur waktu
digunakan untuk mengatur waktu yang diperlukan. Pencetak pellet berfungsi untuk
membentuk bentuk pellet dengan bahan uji yang telah menjadi tepung. Saringan ikan
berfungsi untuk mengambil ikan dari akuarium, aluminium foil berfungsi untuk
menutupi ikan saat diletakkan pada oven dan terakhir. Blender berguna untuk
mengubah bentuk bahan yang sebelumnya berbentuk padat menjadi berbentuk
tepung (Anggorodi, 1979). Bahan yang digunakan seperti pellet berfungsi sebagai
pakan atau makanan bagi hewan uji dalam hal ini hewan ikan, sedangkan ikan lele
(Clarias gariepinus), berfungsi sebagai hewan percobaan dalam praktikum Retensi
Energi. Sementara fungsi air berguna sebagai media bagi ikan agar tetap hidup
(Anggorodi, 1979).
Retensi energi dapat diukur menggunakan Bom Kalorimeter. Komponen bom
kalorimeter diantaranya adalah tabung oksigen untuk menampung oksigen,
kondensor untuk mempertahankan suhu, water handling system untuk penyeimbang
suhu bom kalorimeter, recorder untuk merekam dan mencetak hasil, dan home
sample untuk meletakkan sampel yang akan dibakar. Ikan yang telah dikeringkan
dengan oven dihancurkan dengan mortal dan plate, dibentuk menjadi pelet yang
berbentuk tablet. Berat pelet tidak boleh melebihi 1 gram, kemudian ditimbang
dengan timbangan analitik. Pelet dimasukkan dalam tabung bom, dengan kawat
wolfram yang dibentuk huruf U, pelet diletakkan sampai seimbang. Komponen
tabung bom dipasang, tabung bom dimasukkan dalam mesin utama dan diisi dengan
oksigen setelah itu diisi dengan akuades. Kalorimeter bom adalah alat yang
digunakan untuk mengukur jumlah kalor (nilai kalori) yang dibebaskan pada
pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) suatu senyawa, bahan makanan, bahan
bakar. Sejumlah sampel ditempatkan pada tabung beroksigen yang tercelup dalam
medium penyerap kalor (kalorimeter), dan sampel akan terbakar oleh api listrik dari
kawat logam terpasang dalam tabung. Kalorimeter bom terdiri dari tabung baja tebal
dengan tutup kedap udara. Sejumlah tertentu zat yang akan diuji ditempatkan dalam
cawan platina dan sebuah "kumparan besi yang diketahui beratnya (yang juga akan
dibakar) ditempatkan pula pada cawan platina sedemikian sehingga menempel pada
zat yang akan diuji. Kapasitas panas (atau harga air) bom, kalorimeter, pengaduk,
dan termometer ditentukan dengan percobaan terpisah dengan menggunakan zat
yang diketahui panas pembakarannya dengan tepat (Biasanya asam benzoat). Ketika
pelet tidak menyentuh kawat, otomatis proses pembakaran dan pembacaan hasil tidak
akan berhasil (Mudjiman, 1989).
Kalorimeter bom merupakan suatu piranti lain yang banyak di gunakan untuk
penentuan nilai kalorbahan padat dan cair. Pengukuran calorimeter bomb dilakukan
pada kondisi volume konstan tanpa aliran atau dengan kata lain reaksi pembakaran di
lakukan tanpa menggunakan nyala api melainkan menggunakan gas oksigen sebagai
pembakar dengan volume konstan atu tegangan tinggi. Prinsip kerjanya ialah contoh
bahan bakar yang akan di ukur dimasukan kedalam benjana logam yang kemudian di
isi oksigen pada tekanan tinggi. Bom tersebut di tempatkan di dalam bejana berisi
airb dan bahan bakar itu di nyalakan dengan sambungan listrik dari luar. Suhu di
ukur sebagai fungsi waktu setelah penyalaan.Pada saat pembakaran suhu bom tinggi
oleh karena itu keseragaman suhu air di sekeliling bom harus di jga dengan suatu
pengaduk .Selain itu dalam beberapa hal tertentu di berikan pemanasan dari luar
melalui selubung air untuk menjaga supaya suhu seragam agar kondisi bejana air
adiabatic (Anggorodi, 1979).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :


1. Hasil perhitungan nilai retensi energi pada ikan lele (Clarias gariepinus)
kelompok 3 rombongan IV adalah sebesar 7,06 %.
2. Perbedaan kualitas pakan yang diberikan berpengaruh pada nilai retensi pada
ikan, ketika kualitas pakan menurun, otomatis nilai retensi energi (selian
dipengaruhi faktor lain) akan ikut menurun.
DAFTAR REFERENSI

Afzriansyah, Saifullah, Putra, A. Noerkhaerin. 2014. Aplikasi Prebiotik Untuk


Meningkatkan Nilai Kecernaan Pakan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus).
Jurnal Perikanan dan Kelautan. 4 (4) : 235-242.

Anggorodi, R. 1979. Ilmu makanan ternak umum. Jakarta: PT. Gramedia.

Bowyer, Jenna N., Qin, Jian G., Stone, David A. J. 2013. Protein, Lipid And Energy
Requirements of Cultured Marine Fish in Cold, Temperate And Warm Water.
Reviews in Aquaculture. (5): 1032.

Cui, Y, Hung, S & Zhu, X. 1996. Effect of Ration and Body Size on the
Energy Budget of Juvenile White Sturgeon. Journal Fish, Biol.
Djayasewaka, H. 1990. Pakan Ikan. Jakarta: CV Yasaguna.
Elliot, W.H and Elliot, D.C.1997. Biochemistry and Molecular Biology. New York:
Oxford University Press.
Halver, J. A. 1989. Fish Nutrition. New York: Academic Press.
Halves, Z. E. 1987. Protein and Amino Acid In Fish Feed Technology. UN
Development Progame, Feed and Agriculture Organ of The UN, rose: p324-
350.
Kalita, P., Mukhopadhyay, P. K., Mukherjee, K. 2008. Supplementation of Four
Non-conventional Aquatic Weeds to the Basal Diet of Catla catla and
Cirrhinus mrigala Fingerlings: Effect on Growth, Protein utilization and Body
Composition of Fish. Journal of ACTA Ichthyologica et Piscatoria. 38(1), pp.
21-27.
Karim, M. Y. 2007. Pengaruh Salinitas dan Bobot Terhadap Konsumsi Kepiting
Bakau (Scylla serrata Forsskal). Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Unhas, 7 (2), pp. 85 92.
Kumar, S & Tembhre. 1997. Anatomy and Physiology of Fishes. New Delhi: Vikas
Publishing House Private Limited.
Lupatsch et al. 2010. Effect of stocking density and feeding level on energy
expenditure and stress responsiveness in European sea bass Dicentrarchus
labrax. Aquaculture, 298(1), pp. 245250.
Mokoginta, I., F. Hapsyari, & M. A. Suprayudi. 2004. Peningkatan Retensi Protein
Melalui Peningkatan Efisiensi Karbohidrat Pakan yang Diberi Chromium pada
Ikan Mas Cyprinus carpio Linn. Jurnal Akuakultur Indonesia. 3 (2), pp. 37-41.
Mudjiman, A. 1989. Makanan Ikan. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Mujiman, A. 1985. Makanan Ikan. Bogor: PT Penebar Swadaya.
Murtidjo, A. B. 2001. Pedoman Meramu Ikan. Yogyakarta : Kanisius.
Ningrum S dan Reza S. Pemanfaatan Pakan Iso Protein Dengan Kadar Karbohidrat
dan Lemak yang Berbeda Untuk Pertumbuhan Benih Ikan Patin JAMBAL
(Pangasius djambal). 2008. Journal Ris akuakultur, 3 (2), pp. 215-224.
Setiawati, M. Suprayudi. 2003. Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Nila Merah
(Oreochromis sp.) yang Dipelihara pada Media Bersalinitas. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 2(1), pp. 27-30.

Suprayudi, M. Agus, Irawan, W. Styani, Utomo, N B Priyo. 2014. Evaluasi Tepung


Bungkil Biji Karet Difermentasi Cairan Rumen Domba pada Pakan Ikan Patin.
Jurnal Akuakultur Indonesia. 13 (2): 146151.

Villee,C & R.D. Barnes.1988. Zoologi Umum. Jakarta: Erlangga.


Yuwono, E. & Purnama S. 2001. Fisiologi Hewan Air. Jakarta: CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai