Anda di halaman 1dari 4

KASUS MARK DOWN UKURAN KAPAL DI INDONESIA

Lingga Ananda Riyani


230110180164

1. Latar Belakang
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua pertiga luas
lautan lebih besar daripada daratan. Hal ini terlihat dengan panjangnya garis pantai yang
membentang di hampir setiap pulau di Indonesia (± 81.000 km) yang menjadikan
Indonesia menempati urutan kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki garis
pantai terpanjang di dunia. Hal tersebut menjadi salah satu potensi besar untuk
memajukan perekonomian Indonesia.
Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya laut yang melimpah, khususnya
di sektor perikanan. Namun beberapa kajian dan laporan hasil penelitian menunjukkan
telah terjadi gejala overfishing di beberapa perairan di dunia, salah satunya terjadi di
Indonesia. Dalam pembangunan perikanan yang berkelanjutan mengisyaratkan
pemanfaatan harus mengikuti kaidah-kaidah pemanfaatan yang optimal dan efisien. Salah
satu permasalahan utama terkait pengelolaan perikanan yang sustainable adalah adanya
praktik Illegal, Unreported dan Unregulated Fishing (IUU Fishing). Penyalahgunaan
perizinan merupakan salah satu praktik IUU fishing yang banyak terdapat di wilayah
perairan Indonesia. Salah satu kategori penyalahgunaan perizinan yaitu pelaporan ukuran
GT kapal yang lebih kecil dari seharusnya (mark down).
Mark down ukuran GT kapal dapat didefinisikan sebagai praktik menurunkan
ukuran GT kapal penangkapan ikan yang dilaporkan dalam dokumen, dimana data
dokumen tidak sesuai dengan kondisi fisik (ukuran panjang, lebar dan dalam) kapal
sebenarnya.

2. Tujuan
Untuk lebih memahami praktik mark down ukuran kapal. Mengetahui penyebab
terjadinya praktik mark down ukuran kapal di Indonesia, juga pengaruhnya terhadap
sumber daya ikan dan keberlanjutan pengelolaan perikanan di Indonesia
3. Analisis Hasil dan Pembahasan
Potensi sumber daya laut Indonesia membuat sebagian masyarakatnya
menggantungkan hidup pada potensi tersebut. Semakin banyaknya persaingan antar
nelayan untuk mendapatkan tangkapan yang lebih, juga besarnya permintaan pasar akan
hasil tangkapan ikan. Menjadikan nelayan melakukan segala upaya dalam meningkatkan
hasil tangkapan ikan, yang mungkin dilakukan adalah meningkatkan kapasitas hasil
tangkapan atau memperbesar ukuran kapal. Ukuran kapal biasa disebut Gross Tonnage
(Tonase Kotor) atau disingkat GT, juga dapat dikatakan sebagai daya tampung/volume
dari sebuah kapal. Dalam meningkatkan kapasitas hasil tangkapan atau memperbesar
ukuran kapal, terkendala oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan PERMEN KP
No. 42/ Permen-KP/2014 Pasal 23 Ayat 6, yaitu Izin Penempatan Alat Penangkapan Ikan
(API) Cantrang diberikan kepada kapal perikanan dengan ukuran sampai dengan 30 GT
(Gross Tonnage) di jalur penangkapan II (4 mil laut - 12 mil laut) dan jalur penangkapan
III (12 mil laut ke atas).
Untuk menghindari halangan atau batasan tersebut, sebagian nelayan melakukan
kegiatan illegal salah satunya manipulasi surat izin kapal berkaitan dengan kapasitas
kapal (Mark Down).Ada berbagai macam penyebab terjadinya praktik “mark down
ukuran GT kapal” yang dilakukan oleh pelaku usaha antara lain adalah untuk kemudahan
perizinan (seharusnya perizinan pusat menjadi daerah) dan menghindari pajak.
Kurangnya pengawasan di lapangan juga merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya
praktik “mark down”.
Praktik mark down bukan saja terjadi pada saat ini, namun sudah berlangsung cukup
lama. Jumlah kapal penangkap ikan yang melakukannya pun tidak sedikit. Praktik mark
down kapal penangkapan ikan merupakan fenomena ekonomi sebagai respon terhadap
kebijakan perijinan dan fenomena ini telah berlangsung cukup lama.
Diduga penyebab terjadinya praktik “mark down ukuran GT kapal” yang dilakukan
oleh pelaku usaha antara lain adalah untuk kemudahan perizinan (yang seharusnya
perizinan pusat menjadi daerah) dan menghindari pajak. Kurangnya pengawasan di
lapangan juga merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya praktik “mark down”.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja
(Sukmana, 2015) Ada beberapa penyebab yang melatarbelakangi praktik manipulasi
ukuran kapal :
1) Kapal yang dimanipulasi ini bertujuan untuk mendapatkan izin menggunakan
alat tangkap cantrang. Karena jika kapal besar menggunakan alat tangkap
cantrang, akan memberikan dampak terhadap ekologi laut. Sehingga generasi-
generasi berikutnya dikhawatirkan tidak dapat menikmati hasil laut dengan
maksimal.
2) Tidak membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
3) Ingin mendapatkan subsidi BBM.
4) Melanggar jalur penangkapan ikan.
Praktik “mark down” ukuran GT Kapal penangkap ikan di Indonesia telah
memberikan tekanan terhadap sumber daya ikan di perairan Indonesia. Adanya praktik
“mark down” telah menyebabkan deplesi sumber daya ikan atau pengurangan aset sumber
daya ikan di perairan Indonesia. Deplesi sumber daya ikan dapat menjadi indikator telah
terjadinya over fishing dan akhirnya dapat mengancam pengelolaan perikanan tangkap
yang berkelanjutan. Praktik mark down memberikan dampak kerugian ekonomi yang
sangat besar dan jika praktik “mark down” tetap berlanjut, maka akan berdampak pada
keberlanjutan sumber daya ikan di perairan Indonesia.
Besarnya kerugian terhadap sumber daya ikan dapat mengancam keberlanjutan
pengelolaan perikanan di Indonesia. Perbaikan tata kelola pemanfaatan sumber daya
perikanan tangkap menjadi hal yang sangat penting untuk segera dilakukan. Pemerintah
dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu mengambil langkah:
1) Mempercepat proses pengukuran ulang setiap kapal penangkap ikan yang
beroperasi di perairan Indonesia dengan prioritas kapal kategori > 20 GT (pada
dokumen). Hal ini dilakukan untuk mendukung Gerakan Nasional
Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA) dan meningkatkan penerimaan
negara dari sektor perikanan;
2) Dalam rangka mempercepat proses pengukuran ulang kapal penangkap ikan,
maka pelaksanaan program Gerai Pelayanan Perizinan Kapal Penangkap Ikan
harus dilaksanakan secara menyeluruh pada Pelabuhan Perikanan yang ada
diseluruh provinsi di Indonesia, dan;
3) Perlu dilakukan pemberian sangsi yang tegas bagi pelanggar ketentuan yang
berlaku melalui pencabutan perijinan yang diberikan.
4. Referensi
Firdaus, M. 2017. Kerugian Sumber Daya Ikan Akibat Praktik Mark Down Kapal
Penangkapan Ikan di Indonesia, 12 (2): 133-141.
Yulianto, Adi., F. T. A. Lolo. 2017. Analisis Occupational Crime Terhadap Praktik
Mark Down dalam Dokumen Kapal Penangkapan Ikan, 67-81

Anda mungkin juga menyukai