Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau di
Indonesia kurang lebih 17.491, dan yang sudah dibakukan dan didaftarkan ke PBB sejumlah
16.671 pulau dan luas perairan laut pedalaman dan perairan kepulauan Indonesia
3.110.000 km2; luas laut teritorial Indonesia adalah 290.000 km 2; luas zona tambahan
Indonesia 270.000km2; luas zona ekonomi eksklusif Indonesia 3.000.000 km 2; Luas landas
kontinen Indonesia 2.800.000 km2 dengan panjang garis pantai Indonesia 108.000 km.
Besarnya wilayah perairan Indonesia juga dibuktikan bahwa semua provinsi di Indonesia
mempunyai pantai. Hal ini mengindikasikan besarnya potensi maritim di Indonesia terutama
sektor perikananNamun kenyataan yang terjadi bahwa sektor ini belum berkembang dengan
baik di Indonesia. Indikasi pertama bahwa kontribusi sektor ini hanya 2,65 % dari PDB
Indonesia dan Perikanan tangkap di Laut Indonesia hanya sekitar 6,7 Juta Ton di tahun 2018
(Badan Pusat Statistik, 2020).
Arrazy dan Primadini (2021) menyatakan bahwa sebenarnya potensi perikanan laut dan
perikanan tidak terlalu buruk, salah satunya bisa dilihat bahwa Nilai Tukar petani
subsektor perikanan/Budidaya Ikan nilainya sekitar 106,94. Artinya menjadi petani pada
sektor ini masih memiliki keuntungan karena nilainya berada diatas 100. Nilai Tukar pada
sektor ini juga lebih bagus daripada Nilai Tukar Petani secara umum yang berkisar 103,21.
Nilai Tukar sub sektor lainnya juga lebih rendah dibanding sektor perikanan selain sektor
peternakan. Sektor perikanan tangkap masih menyumbang sebagian besar (> 50%) dari
produksi perikanan nasional (KKP, 2018). Begitu pula dengan produksi perikanan di Provinsi
Banten.
Posisi wilayah Banten yang strategis dengan tiga perairan berbeda (Laut Jawa, Selat
Sunda, dan Samudera Hindia) menjadikan Banten sebagai wilayah yang sangat potensial di
bidang perikanan tangkap (DKP Provinsi Banten, 2018). Potensi lestari perairan Banten
sekitar 1,5 juta ton per tahun, dengan rincian sekitar 847.500 ton per tahun dengan tingkat
pemanfaatan yang belum optimal (Rizal, 2013). Kondisi tersebut memberikan peluang yang
besar bagi Provinsi Banten dalam penyediaan protein ikani untuk memenuhi kebutuhan
pangan masyarakat. Produksi perikanan tangkap Provinsi Banten pada tahun 2017 mencapai
58 ribu ton lebih dengan tingkat konsumsi ikan baru mencapai 9,2 kg/kapita/tahun (DKP
Provinsi Banten, 2018). Tingkat konsumsi ikan tersebut masih lebih rendah dari rekomendasi
lembaga pangan dunia (FAO) yaitu sebesar 29 kg/kapita/tahun. Sektor perikanan tangkap
baik di laut maupun di perairan umum dapat menjadi tumpuan utama penyediaan ikan bagi
masyarakat. Peningkatan pemanfaatan dan pengelolaan yang berkelanjutan diharapkan dapat
meningkatkan peran sektor ini dalam mendukung terwujudnya ketahanan pangan perikanan
di Provinsi Banten (Susanto et al., 2020).
Ikan merupakan salah satu komoditas produk segar yang mudah rusak. Kerusakan pada
ikan dindikasikan adanya penurunan mutu pada ikan. Penurunan mutu ikan disebabkan
beberapa aktivitas yang dimulai dari penangkapan hingga ke konsumen terutama pada proses
rantai distribusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ikan selama distribusi adalah
sanitasi, hygienitas, transportasi dan cara penanganan oleh petugas (Afiyah et al. 2019).
Permasalahan yang mendasar yaitu permintaan hasil tangkapan ikan yang
meningkat dengan harga jual tinggi, mengakibatkan nelayan berlomba-lomba
untuk mendapatkan tangkapan sebanyak mungkin agar keuntungan lebih banyak.
Namun disisi lain kurangnya pengetahuan tentang penangkapan dan
penanganan ikan secara baik menyebabkan tangkapan berjumlah banyak, tetapi
berkualitas rendah dengan harga jual minimal. Hal ini tidak hanya merugikan
secara ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada pemborosan sumber daya (Litaay et al. 2020).
Litaay et al. (2020) menyatakan bahwa penanganan primer terkait pencucian,
pensortiran dan penirisan perlu dilakukan, selain itu jumlah es dan lamanya waktu
pendinginan perlu diperhatikan. Faktor perbandingan antara ikan dan es
sangat menentukan kualitas ikan. Perbandingan 1:2 merupakan perbandingan
penggunaan es dan banyaknya ikan dalam proses penanganan yang dilakukan
nelayan. Perbandingan ini menyangkut suhu ikan yang ingin dicapai, suhu ikan
harus tetap pada suhu 0°C sampai ikan berada di tangan konsumen. Apabila jumlah
es terlalu sedikit, maka suhu tidak mampu mempertahankan tingkat kesegaran ikan
dalam jangka waktu lama. Sedangkan apabila jumlah es terlalu banyak, maka
bongkahan/pecahan es batu akan dapat merusak ikan. Perbaikan cara
penanganan ikan di atas kapal perlu dilakukan seperti proses mematikan ikan
dengan segera sesaat setelah ikan ditangkap, mencegah agar ikan tidak
meronta/menggelepar agar ikan tidak stress sehingga tidak kehilangan kandungan
glikogen, dan penanganan pendinginan yang cepat oleh ABK yang khusus
menangani proses penyimpanan ikan di dalam palka setelah proses penangkapan.
Penanganan di pusat pendaratan ikan juga perlu diperhatikan seperti proses pembongkaran
ikan di dalam palka dengan baik dan proses pendinginan tetap dilakukan untuk
mengatasi penurunan kualitas ikan, sehingga ikan tetap segar sampai dikonsumsi.
Rekomendasi kebijakan yang dibutuhkan yaitu pertama, perlu adanya pengawasan dan
bimbingan secara berkala dari Pemerintah Daerah dan pihak pelabuhan kepada stakeholder
yang terlibat dalam penanganan ikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 57 Tahun 2015
Tentang Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan bahwa pengendalian mutu
ikan dari mulai ikan ditangkap sampai dengan ikan di konsumen. Kedua, pengadaan
penyuluhan terhadap stakeholder yang terlibat dalam penanganan ikan dengan cara
menerapkan sistem rantai dingin (cold chain system) sesuai dengan pedoman GHP (good
handling practice) guna mendukung salah satu aspek terkait program Sistem logistik Ikan
Nasional (SLIN) dan TPI higienis dalam menjaga sinergi dari hulu ke hilir dan persaingan
global ke Pasar Internasional. Ketiga, Perlu adanya penyuluhan terhadap pelaku distribusi
terkait pentingnya menjaga kualitas ikan hasil tangkapan dari penangkapan, proses distribusi
sampai ke konsumen yang akan berimplikasi terhadap harga ikan (Afiyah et al., 2019).
Penulis memilih tempat Praktik Kerja Lapangan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Serang, Banten karena salah satu jalan untuk memperbaiki penyimpan ikan untuk
masyarakat, para nelayan perlu kita pikirkan teknologi penanganan (handling) ikan sementara
yang dapat menjamin mutu dan kualitas ikan segar yang alami. Hal ini merupakan sarana
strategis dalam proses pembentukan kemampuan dan kompetensi yang di miliki mahasiswa
sebagai tenaga kerja profesional dalam dunia kerja. Ilmu, informasi , dan wawasan yang
diperoleh penulis pada perusahaan dapat dijadikan pembelajaran yang berharga sehingga
dapat menambah pengalaman penulis.

1.2 Tujuan Kegiatan Praktik Magang


1. Tujuan umum kegiatan magang ini adalah:
a. Meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai hubungan antara teori dan
implikasinya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat menjadi
bekal bagi mahasiswa ketika terjun ke masyarakat setelah lulus.
b. Mahasiswa memperoleh pengalaman dan sikap yang berharga serta mengenali
kegiatan-kegiatan di lapangan kerja yang ada di bidang pertanian secara luas.
c. Mahasiswa memperoleh ketrampilan kerja yang praktis yaitu secara langsung
dapat menjumpai, merumuskan serta memecahkan permasalahan yang ada di
bidang perikanan, khususnya Agribisnis
d. Meningkatkan hubungan antara perguruan tinggi, pemerintah, instansi swasta,
perusahaan dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan mutu pelaksanaan Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
2. Tujuan khusus kegiatan magang ini adalah:
a. Meningkatkan pemahaman antar teori dan implikasi lapangan mengenai
pengadaan proses handling bahan baku dengan metode sistem rantai dingin (cold
chain system) sesuai dengan pedoman GHP (good handling practice) dan
pemasaran produk.
b. Mengetahui proses handling ikan di atas kapal dan proses handling dengan
pendinginan menggunakan es di darat yang berlokasi di TPI Serang, Banten
c. Meningkatkan keterampilan dan pengalaman kerja dalam merumuskan dan
memecahkan permasalahan yang ada di TPI Serang, Banten.

1.3 Manfaat Praktik kerja Lapangan (PKL)


Manfaat dalam melaksanakan Praktik kerja Lapangan bagi mahasiswa, bagi Universitas
Terbuka , dan bagi stakeholder yaitu:

1.3.1. Bagi Mahasiswa


Bagi mahasiswa manfaat dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan adalah sebagai
berikut:
1. Mahasiswa dapat mengakomodasikan antara konsep teori yang di peroleh dari
perkuliahan dengan kenyataan operasional lapangan kerja sesungguhnya
2. Mahasiswa dapat meningkatkan dan memantapkan sikap profesional untuk masuk ke
lapangan pekerjaan yang sebenarnya
3. Sebagai media pengenal antara lingkungan kerja kampus

1.3.2. Bagi Universitas Terbuka (UT)


Bagi Universitas Terbuka manfaat dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan
adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan evaluasi kurikulum yang telah di tetapkan.
2. Merupakan sarana komunikasi langsung antara pihak fakultas dengan stakeholder
yang terlibat cold chain system dalam penanganan ikan
3. Sebagai media kerja sama antara lingkungan kerja dan kampus
1.3.3 Bagi Stakeholder
Bagi stakeholder manfaat dalam menyelenggarakan Praktik Kerja Lapangan adalah
sebagai berikut :
1. Memberikan masukan dan pertimbangan untuk lebih meningkatkan kualitas handling
ikan dengan cold chain system sampai ke tangan konsumen, serta ikut memajukan
pembangunan dalam bidang pendidikan
2. Membantu menyelesaikan pekerjaan stakeholder yang terlibat dalam handling dan
pemasokan ikan dalam cold chain system

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup pada penelitian ini adalah menguji karakteristik ikan-ikan hasil
tangkapan para nelayan beserta prosedur penanganan yang dilakukan agar
mendapatkan produk berkualitas dan terjamin keamanannya. Obsevasi yang
dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Pengawasan penanganan hasil selama proses pengolahan hingga ke konsumen.
2. Pengujian organoleptik kesegaran ikan-ikan hasil tangkapan dengan score sheet
3. Pengamatan dengan pendekatan bagaimana para stakeholder menerapkan cara
berproduksi yang baik dan benar (GMP) serta bagaimana menerapkan sanitasi
(SSOP).

perpindahan panas pada dinding penyekat ruangan dengan jenis bahan material isolasi
dari kayu, styrofoam, dan fiber dengan ketebalan dinding 4 cm. Pengujian yang divariasikan
adalah: 1. Material dinding yang digunakan adalah kayu, styrofoam dan fiber 2. Ukuran es
batu adalah 2 cm, 5 cm dan 10 cm hydrolik diameter 3. Ttata letak ikan pada kotak
penyimpan

Anda mungkin juga menyukai