Anda di halaman 1dari 4

Peningkatan Ekonomi dan Kesejahteraan Nelayan Melalui Pengolahan Ikan

Berbasis Industri Bisnis dengan Teknologi Vacuum Frying

Sektor perikanan memiliki peluang besar sebagai ladang industri bisnis. Hal
ini sangat mungkin diwujudkan mengingat perkembangan sektor perikanan
nasional menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Menurut Menteri Kelautan dan
Perikanan Susi Pudjiastuti, Produk Domestik Bruto (PDB) perikanan Indonesia
terus meningkat dari tahun 2012 hingga 2016. Pada tahun 2016, sektor perikanan
menyumbang PDB sebesar Rp. 317,09 triliun rupiah dan berkontribusi sebesar
2,56% terhadap PDB nasional. Namun, tingginya perkembangan sektor perikanan
tidak sebanding dengan tingkat kesejahteraan nelayan Indonesia. Tingkat
kesejahteraan nelayan Indonesia masih terbilang memprihatinkan. Hal tersebut
dikarenakan kurangnya fasilitas dan infrastruktur yang diberikan pemerintah
kepada nelayan. Selain itu, harga ikan sering mengalami fluktuasi yang akhirnya
mempengaruhi pendapatan nelayan. Fluktuasi harga dipengaruhi oleh kuantitas
ikan yang ditangkap nelayan, ketika jumlah ikan yang ditangkap melimpah, maka
harga ikan cenderung turun begitupun sebaliknya. Harga jual ikan juga tidak bisa
dipatok melebihi harga maksimal yang telah ditentukan, sebab jalur pendistribusian
ikan masih panjang, yaitu melalui pengepul hingga pengecer. Nelayan yang
mematok harga tinggi menyebabkan harga ikan menjadi mahal ketika sampai di
tangan pengecer, hal ini menyebabkan ikan menjadi lebih sulit terjual.

Tujuan dari penulisan esai ini adalah untuk mengetahui permasalahan pada
nelayan Indonesia, menganalisis masalah yang terjadi, mencari solusi dari
permasalahan tersebut, serta membuat analisis pada solusi yang ditawarkan.
Masalah yang dihadapi oleh nelayan disebabkan karena nelayan tidak mampu
mengatur harga pasar. Masalah tersebut dapat dipecahkan dengan pembuatan
industri bisnis pengolahan ikan, dimana nelayan tidak hanya bertindak sebagai
produsen, namun juga sebagai pengolah. Pengolahan tersebut akan menghasilkan
produk perikanan, dimana harga jualnya dapat ditentukan sendiri, sehingga nelayan
dapat berperan dalam menentukan harga pasar. Di Indonesia, nelayan memiliki
peluang besar sebagai pengolah hasil tangkapan laut, menurut Marthin Hadiwinata
selaku Ketua Dewan Pimpinan Pusat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia
menyatakan bahwa dari 13 juta tenaga kerja di sektor perikanan, hanya 11% yang
bekerja di sektor pengolahan.

Pengolahan sangat dibutuhkan karena ikan memiliki beberapa kelemahan,


yaitu mudah busuk, mudah terpengaruh oleh faktor lingkungan, serta rentan
terhadap kontaminasi mikroorganisme. Kelemahan tersebut membuat umur simpan
ikan menjadi pendek. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, biasanya
nelayan melakukan treatment berupa penggaraman, pendinginan atau pembekuan.
Namun treatment tersebut memiliki kelemahan, yaitu membutuhkan area yang luas
serta menghasilkan limbah cair yang dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu,
dibutuhkan pengolahan ikan yang dapat memperpanjang umur simpan dan bersifat
ramah lingkungan namun tidak membutuhkan area yang luas. Pengolahan yang
baik juga harus mempertahankan kualitas produk, seperti kandungan nutrisi, aroma,
rasa, serta warna produk. Dengan demikian, vacuum frying dirasa tepat untuk
menjadi teknologi dalam industri bisnis pengolahan ikan.

Vacuum frying merupakan mesin untuk menggoreng berbagai produk


pangan dengan penggorengan hampa. Teknik penggorengan hampa dilakukan pada
tekanan rendah sekitar -70 cmHg. Rendahnya tekanan udara, menyebabkan titik
didih minyak menurun dari 110º C – 200º C menjadi 80º C – 100º C, sehingga dapat
mencegah terjadinya perubahan rasa, aroma, dan warna bahan (Lastriyanto, 2006).
Penggorengan vakum dapat menurunkan kadar air bahan, sehingga tidak mudah
terkontaminasi oleh mikroba. Menurut Nufzatussalimah (2012) kadar air yang
rendah menjadikan kualitas produk menjadi lebih baik. Keunggulan-keunggulan
produk tersebut dapat menjadi modal utama untuk bersaing dengan produk pasar
yang sejenis, bahkan dapat mengalahkan produk-produk perikanan yang tidak bisa
mempertahankan warna, rasa, aroma asli dari produk. Selain itu, panjangnya umur
simpan produk menjadi kunci untuk mengatur dan menstabilkan harga pasar,
sehingga produk tidak mudah mengalami fluktuasi harga. Umur simpan yang
panjang juga memberikan keuntungan lain yaitu, ketika jumlah ikan tangkap
melimpah maka ikan yang diolah dapat disimpan terlebih dahulu dan dapat dijual
sewaktu-waktu. Produk perikanan dengan penggorengan vakum dapat berupa abon
ikan, kripik ikan, tepung ikan dan lain-lain.
Produk perikanan yang dihasilkan dapat meningkatkan pendapatan dan
menciptakan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut akan mudah diwujidkan jika
terdapat sistem kolaborasi antar nelayan untuk membangun bisnis bersama. Bisnis
dengan sistem kolaborasi menjadi solusi yang lebih tepat sasaran, dimana menurut
Badan Diklat DIY (2014) kolaborasi bertujuan untuk memecahkan masalah,
menciptakan sesuatu, dan menemukan sesuatu di dalam sejumlah hambatan.
Konsep tujuan tersebut sangat cocok untuk diimplementasikan dalam industri bisnis
pegolahan ikan, dimana awalnya para nelayan memiliki berbagai masalah yang
harus dipecahkan, dan dengan adanya kolaborasi, ditemukan solusi untuk
menciptakan inovasi, lalu bersama-sama menemukan solusi baru jika di kemudian
hari timbul masalah kembali. Selain itu, kolaborasi antar nelayan dapat
meringankan biaya investasi sehingga usaha lebih mudah untuk dijalankan.

Ditinjau dari aspek ekonomi, vacuum frying bukanlah teknologi yang mahal
untuk diterapkan pada industri dengan sistem kolaborasi nelayan. Produk yang
dihasilkan juga memiliki nilai jual yang tinggi. Misalnya, produk abon ikan
memiliki harga jual rata-rata yaitu Rp. 32.000 per 100 gram. Harga jual produk
yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan ekonomi nelayan sebagai pelaku
usaha. Selain aspek ekonomi, aspek sosial dan lingkungan perlu dipertimbangkan
dalam menciptakan sebuah usaha. Ditinjau dari aspek sosial, industri ini dapat
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, baik nelayan maupun non nelayan.
Lapangan kerja baru akan mengurangi tingkat pengangguran. Dari aspek
lingkungan, industri ini tidak menimbulkan limbah yang dapat mengganggu
ekosistem lingkungan, bahkan dapat mengurangi limbah yang biasanya digunakan
untuk treatment ikan secara konvensional, seperti limbah garam dan bahan-bahan
kimia. Limbah berupa waste dari ikan seperti tulang, ekor dan kepala ikan dapat
diolah menjadi pakan ternak atau pupuk yang dapat menjadi value added. Minyak
goreng dalam penggorengan vakum dapat digunakan berulang kali, bahkan hingga
60 kali (Ayustaningwarno, 2007). Hal tersebut dapat menurunkan limbah minyak
dalam satu kali proses serta menekan biaya produksi. Dengan demikian, analisis
dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan menunjukkan bahwa industri ini layak
untuk diimplementasikan.

DAFTAR PUSTAKA
Ayustaningwarno, Fitriyono. 2007. Vacuum Frying Tingkatkan Keanekaragaman
Pangan. Persepsi Gorontalo Post. 20 Juni 2007. hlm 1
Badan Diklat DIY. 2014. Koordinasi dan Kolaborasi. Lembaga Administrasi
Negara Republik Indonesia. http://diklat.jogjaprov.go.id. Diakses pada 21 Maret
2018
Hadiwinta, Marthin. 2017. Pemberdayaan Nelayan Tradisional, Ini yang
Diharapkan. http://semarang.bisnis.com. Diakses pada 21 Maret 2018
Lastriyanto, Anang. 2006. Mesin Penggoreng Vakum (Vacuum Fryer). Lastrindo
Engineering: Malang
Nufzatussalimah. 2012. Optimation of Vacuum Frying Process for Tongkol Fish
Chip. Skripsi. Department of Mechanical and Biosystem Engineering: Bogor
Agricultural University
Pudjiastuti, Susi. 2017. PDB Perikanan Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara.
http://news.metrotvnews.com. Diakses pada 21 Maret 2018

Anda mungkin juga menyukai