Anda di halaman 1dari 5

Anggita Tiara Pebriyanti

230110200065
Perikanan A 2020

POLEMIK TATA KELOLA PERIKANAN TANGKAP

Prof. Dr. Zuzy Anna, M. Si

Ocean Wealth : Indonesian Marine and Coastal Potency

1. Capture Fisheries
2. Aqua/Brackish/Mari-Culture
3. Fisheries Product/Processing Industry
4. Biotechnology Industry/obat- wilayah. obatan, Industri kelautan baru berkelanjutan
5. Marine Tourism
6. Mineral and energy /pertambangan
7. Marine Transportation
8. Industry and Maritime
9. Small Islands
10. Coastal forestry
11. Non-conventional resources

POTENSI LAUT INDONESIA

 Laut Menghasilkan barang jasa senilai US$ 2,5 Triliyun/tahun.


 Berpotensi mengungguli pertumbuhan ekonomi global baik dari sisi nilai tambah maupun
penyerapan tenaga kerja

 Potensi Panjang pantai 95,181 km kedua terpanjang dunia, luas perairan laut mencapai 5,8
juta kilometer persegi, yang merupakan 71% dari keseluruhan wilayah
 Jumlah pulau 17.504 terdaftar di PBB (sudah bernama $ berkoordinat) 14.572 pulau.
 Potensi kekayaan dari Indonesia yang sudah diketahui saja mencapai lebih dari Rp 1.700
Triliun atau setara dengan 93% dari total APBN Indonesia tahun 2018 (P2OLIPI, 2019)
 Kekayaan wilayan pesisir menyumbang kekayaan terbesar laut Indonesia, yakni
mencapai
Rp 560 triliun. Lalu disusul potensi kekayaan bioteknologi sebesar Rp 400 triliun, kekayaan

 Perikanan sebesar Rp 312 triliun, kekayaan minyak dan bumi sebesar Rp 210 triliun,
dantransportasi laut Rp 200 triliun
 Hampir 37% kekayaan biodiversity hayati laut ada di Indonesia

REALITA
 Kontribusi sector perikanan terhadap PDD sangat rendah
 Sumberdaya banyak mengalami kerusakan, hamper 71% mangrove rusak dan terumbu
karang
MASALAH PELAKU PERIKANAN TANGKAP
• Pendapatan Rendah
• Kemiskinan Rp. 82.000 – 225.000 Per Kapita (Per Bulan di Bawah UMR)
• Living with Uncertainly
• Nelayan di Indonesia rata-rata bergerak di pesisir, jauh berbeda dengan perikanan
luar

POLEMIK TATA KELOLA PERIKANAN

 Distorsi dalam memandang SDA Lingkungan


 Menggunakan Kerangka teoritis yang incomplete
 Mismanagement dalam pengelolaan SDAL
 Free rider phenomena
 Too few no-go areas for fishing : terdapat area terlarang untuk memancing yang jumlahnya
terlalu sedikit
 Failure to follow scientific advice
 Inadequate Fisheries Regulation : tidak memadainya peraturan perikanan
 Lack of implementation/enforcement : kurangnya penegakkan

RINGKASAN
• Kompleksitas Industri perikanan tangkap menyebabkan rezim tatakelola perikanan sangat
mahal tergantung dari tipe pengelolaan yang diimplementasikan, biaya dari mulai riset,
pengelolaan enforcement, monitoring, control dan surveillance mencapai 1 sampai 14
percent dari nilai landings (Schrank, Arnason, and Hannesson 2003; Kelleher 2002).
• Sunken Billions report (World Bank and FAO 2009), menyatakan hanya sebagian kecil dari
biaya ini berasal dari nelayan, sebagain besar dari public sector, sementara benefits
terkonsentrasi pada nelayan, yang relative lebih sedikit.
• Science based management tetap menjadi utama
• Mengelola sda lebih pada mengelola masyarakat yang memanfaatkan sda, karena ada
masalah "equity" yang harus diselesaikan.

• Pengelolaan bersifat path depencence: menangani sumber daya (stock assessment; stock
valuation) dan penanganan input ekstrasi sdi (capital, nelayan, kapal, disb) • Fokus pada
permasalahan yang ada (real problem): inefisiensi, irrasional use, area based, • 3 rezim
pengelolaan penting: scientific assessment of the stock, limiting . fishing pressure, and
enforcing regulations.
• Aturan-aturan pengelolaan perikanan kelautan diikuti dengan pengelolaan sisi sosial
ekonomi masyarakat
• Pengembangan instrumen ekonomi dan sosial dalam pengelolaan sumber daya perikanan
dan kelautan
• Remember Murphy's Law

Anda mungkin juga menyukai