Anda di halaman 1dari 11

Pendapatan Ekonomi Masyarakat Pesisir Indonesia Yang

Tidak Sesuai Realita

Ainul Yakin
D091191060

Dapartemen Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknik


Universitas Hasanuddin, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan
Telp: 085780602161. Email: wijayapinuntun@gmail.com

ABSTRAK
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504
pulau dengan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km. Di sepanjang garis
pantai ini terdapat berbagai potensi sumber daya alam seperti perikanan,
perkebunan, pertambangan dsb. Potensi-potensi tersebut perlu dikelola secara
terpadu agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Wilayah pesisir secara
ekologis merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat dan laut. Ke
arah darat meliputi bagian tanah, baik yang kering maupun yang terendam air
laut, dan masih dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik laut seperti pasang surut,
ombak dan gelombang serta perembesan air laut. Wilayah pesisir juga
memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Masyarakat yang tinggal di
wilayah pesisir, sejak dahulu juga telah menggantungkan hidupnya dari
pemanfaatan sumber daya alam yang terdapat di sekitar pesisir. Seiring dengan
berjalannya waktu, kehidupan masyarakat disekitar pesisir mengalami
keterpurukan. Masyarakat belum dapat mengelola sumber daya pesisit secara
optimal. Sentuhan pengetahuan akan pemanfaatan pengembangan Sumber
daya di wilayah pesisir sangat minim sekali. Masyarakat tidak mengenal cara
lain yang lebih efektif daninovatif untuk mengelola sumber daya pantai yang
mereka hasilkan. Kurangnya perhatian banyak orang terhadap kekayaan
kebudayaan dan kehiduaan sosial para masyarakat di daerah pesisir membuat
jatuhnya prekonomian di daerah pesisir, meskipun kekayaan yang di dapatkan
dari laut sangat banyak tapi kurangnya kepedulian terhadap kehidupan para
nelayan menjadi alasan terbesar jatuhnya perekonomian di daerah pesisir yang
mayoritas nelayan yang masih menggunakan metode-metode tradisional dalam
melakukan pekerjaan mereka sehingga hasil yang mereka dapatkan belum
maksimal. Artikel ini mengangkat judul "Pendapatan Ekonomi Masyarakat
Pesisir Indonesia Yang Tidak Sesuai Realita", yang didasarkan dari hasil
mengkaji dari berbagai literatur sebagai sumber rujukan dan mengobservasi
sebagai hasil penelitian. Kemudian, data yang diperoleh disajikan dalam
pemaparan deskriptif. Tujuan artikel ini yaitu untuk mengetahui kondisi
masyarakat pesisir di Indonesia yang kurang diperhatikan.

I. LATAR BELAKANG
Menurut Victor P.H. Nikijuluw (2001), masyarakat pesisir didefinisikan
sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan
perekonomianya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut
dan peisisir. Dilihat secara mata pencarian, masyarakat pesisir terdiri dari nelayan
pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang
ikan, pengolah ikan, serta supplier faktor sarana produksi perikanan. Namun,
adapula dari bidang non perikanan seperti penjual jasa pariwisata, penjual jasa
transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya
non hayati laut dan pesisir untuk menyokong kehidupannya.
Namun, Victor P.H. Nikijuluw (2001) berpendapat bahwa definisi
masyarakat pesisir yang luas ini tidak seluruhnya diambil tetapi hanya difokuskan
pada kelompok nelayan dan pembudidaya ikan serta pedagang dan pengolah ikan.
Kelompok ini langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan
melalui kegiatan penangkapan dan budidaya. Kelompok ini pula yang
mendominasi permukiman di wilayah pesisir di seluruh Indonesia. Sehingga
perekonomian masyarakat pesisir lebih dispesifikkan kedalam perkonomian para
nelayan dan pembudidaya ikan. Sebagian masyarakat nelayan pesisir merupakan
pengusaha kecil dan menengah, dimana lebih banyak dari mereka yang bersifat
subsisten, yaitu dengan menjalani usaha dan kegiatan ekonominya untuk
menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu kecil sehingga hasilnya
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka waktu pendek.
Dari sisi skala usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir miskin
diantaranya terdiri dari rumah tangga perikanan yang menangkap ikan tanpa
menggunakan perahu, menggunakan perahu tanpa motor dan perahu bermotor
tempel. Dengan skala usaha ini, rumah tangga ini hanya mampu menangkap ikan
di daerah dekat pantai. Dalam kasus tertentu, memang mereka dapat pergi jauh
dari pantai dengan cara bekerjasama sebagai mitra perusahaan besar. Namun
usaha dengan hubungan kemitraan seperti tidak begitu banyak dan berarti
dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang begitu banyak. Sehingga
menyebabkan kemiskinan masyarakat pesisir tidak dapat dihindarkan. Oleh
Karena itu, perlu adanya identifikasi lebih lanjut mengenai (1) apa penyebab
tertinggalnya pendapatan ekonomi masyarakat pesisir indonesia (2) bagaimana
cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi pesisir indonesia
II. PEMBAHASAN

II. 1 Penyebab Tertinggalnya Pendapatan Ekonomi Masyarakat Pesisir


Indonesia

Victor P.H. Nikijuluw (2001) berpendapat kemiskinan merupakan


indicator ketinggalan masyarakat pesisir ini disebabkan oleh tiga hal utama yaitu,
kemiskinan structural, kemiskinan super structural dan kemiskinan kultural.
 Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena pengaruh
faktor atau variable eksternal di luar individu. Variable-variabel tersebut adalah
struktur sosial ekonomi masyarakat, ketersedian insentif atau disentif
pembangunan, ketersediaan fasilitas pembangunan, ketersedian teknologi, dan
ketersedian sumberdaya pembangunan khususnya sumber daya alam.
Hubungan antara variable-variabel ini dengan kemiskinan umumnya bersifat
terbalik. Artinya semakin tinggi intensitas, volume, dan kualitas variable-
variabel ini maka kemiskinan akan semakin berkurang.
 Kemiskinan super struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena
variable-variabel kebijakan makro yang tidak begitu kuat berpihak pada
pembangunan nelayan. Variable-varibel tersebut diantaranya adanya
kebijakann fiscal, kebijakan moneter, ketersedian hokum dan perundang-
udangan, serta kebijakan pemerintah yang diimplementasikan dalam proyek
dan program pembangunan.
 Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variable-
variabel yang melekat, inheren, dan menjadi gaya hidup tertentu. Akibatnya
sulit untuk individu bersangkutan keluar dari kemiskinan itu karena tidak
disadari atau tidak diketahui oleh individu yang bersangkutan. Variable-
variabel penyebab kemiskinan kultural antara lain tingkat pendidikan,
pengetahun, adat, budaya , kepercayaan, kesetiaan pada pandangan-pandangan
tertentu, serta ketaatan pada panutan.

Menurut para pakar ekonomi sumberdaya, melihat bahwa kemiskinan


masyarakat pesisir, khususnya nelayan lebih banyak disebabkan karena faktor-
faktor sosial ekonomi yang terkait karakteristik sumberdaya serta teknologi yang
digunakan. Faktor-faktor tersebut tetap membuat nelayan bertahan pada
kemiskinannya.
Smith (1979) yang mengadakan kajian pembangunan perikanan di
berbagai Negara Asia serta Anderson ( 1979) yang melakukannya di negara-
negara Eropa dan Amerika Utara yaitu pada kesimpulan bahwa kekakuan asset
perikanan adalah alasan utama kenapa nelayan tetap tinggal atau bergelut dengan
kemiskinan dan sepertinya tidak ada upaya mereka untuk keluar dari kemiskinan
itu. Kekakuan asset tersebut adalah karena sifat asset perikanan yang begitu rupa
sehingga sulit untuk dilikuidasi atau diubah bentuk dan fungsinya untuk
digunakan bagi kepentingan lain. Akibatnya pada saat produktivitas asset tersebut
rendah, sehingga nelayan tidak mampu untuk mengalihfungsikan atau
menglikuidasi asset tersebut, oleh sebab itu, meskipun produktivitas rendah,
nelayan tetap melakukan operasi penangkapan ikan yang sesungguhanya tidak
lagi efisien secara ekonomis.
Subade dan Abdullah (1993) mengajukan argument lain yaitu bahwa
nelayan tetap tinggal pada industry perikanan karena rendahnya opportunity cost
mereka. Opportunity cost nelayan, menurut definisi, adalah kemungkinan atau
alternative kegiatan atau usaha ekonomi lain yang terbaik yang dapat diperoleh
selain menangkap ikan. Dengan kata lain, opportunity cost adalah kemungkinan
lain yang bias dikerjakan nelayan bila saja mereka tidak menangkap ikan. Bila
opportunity cost rendah maka nelayan cenderung tetap melaksanakan usahanya
meskipun udaha tersebut tidak lagi menguntungkan dan efisien.
Selain itu, terdapat argument lain yang mengatakan bahwa opportunity
cost nelayan, khususnya negara berkembang, sangat kecil dan cenderung
mendekati nihil. Bila demikian maka nelayan tidak punya pilihan lain sebagai
mata pencahariannya. Sehingga apapun yang terjadi, nelayan tetap bekerja
sebagai nelayan karena hanya itu yang bisa dikerjakannya.
Kemudian, Panayotou (1982) mengatakan bahwa nelayan tetap mau
tinggal dalam kemiskinan karena kehendaknya untuk menjalani kehidupan itu.
Pendapat ini dikalimatkan oleh Subade dan Abdullah (1993) dengan menerangkan
bahwa nelayan lebih senang memiliki kepuasan hidup yang diperolehnya dari
mengangkap ikan dan bukan berlaku sebagai pelaku yang semata-mata
berorientasi pada peningkatan pendapatan.
Dalam rangka mengentaskan kemiskinan masyarakat pesisir, berbagai
program, proyek, dan kegiatan telah dilakukan. Namun, berdasarkan Statistik
Perikanan Indonesia (2000) jumlah nelayan miskin makin terus bertambah.
Keseluruhan program dan pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan
pendapatan nelayan dan mengentaskan kemisikinan tidak memiliki dampak yang
berarti. Dengan demikian, terdapat sesuatu yang salah terhadap program-program
tersebut atau tidak dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Victor P.H. Nikijuluw (2011), kebutuhan yang selama ini tidak
dipenuhi yaitu kurang dilibatkannya masayarakat pesisir dalam pembangunan.
Keterlibatan yang dimaksudkan disini ialah keterlibatan secara total dalam semua
aspek program pembangunan yang mengangkut diri mereka, yaitu sejak
perencanaan program, pelaksanaanya, evaluasinya, serta prevelensiannya. Dengan
kata lain, kekurangan yang dimiliki selama ini tidak ada partisipasi masyarakat
dalam pembangunan diri mereka sendiri.

II. 2 Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah Ekonomi


Pesisir Indonesia

Program pemberdayaan masyarakat telah menjadi mainstream upaya


peningkatan kesejahteraan serta pengengentasan kemiskinan. Dengan
pemberdayaan masyarakat maka pembangunan tidak mulai dari titik nadir, tetapi
berawal dari sesuatu yang sudah ada pada masyarakat. Pemberdayaan berarti apa
yang telah dimiliki oleh masyarakat adalah sumberdaya pembangunan yang perlu
dikembangkan sehingga makin nyata kegunaannya bagi masyarakat sendiri.
Berdasarkan konsep pembangunan masyarakat yang menekankan pada
pemberdayaan maka ditetapkan sasaran pemberdayaan masyarakat pesisir,
khusunya nelayan dan petani ikan yang tinggal di kawasan pesisir, yaitu sebagai
berikut:
 Tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang terdiri dari
sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan.
 Tersedianya prasarana dan sarana produksi secara local yang memungkinkan
masyarakat dapat memperolehnya dengan harga murah dan kualitas yang baik.
 Meningkatnya peran kelembagaan masyarakat sebagai wadah aksi kolektif
untuk mencapai tujuan tujuan individu.
 Terciptanya kegiatan kegiatan ekonomi produktif di daerah yang memiliki ciri
ciri berbasis sumber daya local, memiliki pasar yang jelas dilakukan secara
berkelanjutan dengan memperhatikan kapasitas sumber daya.

Dalam melaksanakan tujuan pemberdayaan masyarakat pesisir, maka


terdapat lima pendekatan pemberdayaan masyarakat pesisir. Kelima pendekatan
tersebut ialah sebagai berikut.
1) Terciptanya lapangan kerja alternative sebagai sumber pendapatan lain
bagi keluarga
Pengembangan mata pencaharian alternatif ini diarahkan untuk
mengalihkan profesi nelayan atau sebagai tambahan pendapatan. Dengan kata
lain, program diversifikasi pendapatan layan untuk dikembangkan, yang dapat
diarahkan bukan saja untuk nelayan tetapi juga untuk anggota keluarganya,
teristimewa istri atau perempuan nelayan yang memang besar potensinya.
Pengembangan mata pencaharian alternatif bukan saja dalam bidang perikanan,
seperti pengolahan, pemasaran, atau budidaya ikan, tetapi patut diarahkan ke
kegiatan non-perikanan. Smith (1983) berargu-mentasi bahwa bila kondisi
akses terbuka masih saja terjadi maka apapun upaya peningkatan kesejahteraan
yang dilakukan, baik pada kegiatan penangkapan ikan maupun pada kegiatan
yang berkaitan seperti pada pengolahan dan pemasaran ikan tidak akan
memberikan hasil peningkatan kesejahternaan. Jadi masalah utamanya adalah
perlunya penataan sumberdaya perikanan secara lebih baik sehingga drama
akses terbuka tidak terjadi.
2) Mendekatkan masyarakat dengan sumber modal dengan penekanan pada
penciptaan mekanisme menandai diri sendiri

Strategi ini sangat penting karena pada dasarnya saat ini masyarakat
pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya ikan sangat sulit untuk
memperoleh modal. Sifat bisnis perikanan yang musiman, ketidakpastian serta
resiko tinggi sering menjadi alasan keengganan bank menyediakan modal bagi
bisnis ini. Sifat bisnis perikanan seperti ini yang disertai dengan status nelayan
yang umumnya rendah dan tidak mampu secara ekonomi membuat mereka
sulit untuk memenuhi syarat-syarat perbankan yang selayaknya diberlakukan
seperti perlu adanya collateral, insurance dan equity. Departemen Kelautan dan
Perikanan (DKP) melalui Direktorat Pemberdayaan Masyarakat (DPM) telah
berupaya menjalin hubungan dengan berbagai lembaga perbankan nasional dan
daerah untuk menggugah perhatian mereka agar masuk ke sektor perikanan.
Tetapi sayangnya belum banyak hasilnya, dibandingkan dengan begitu
besarnya kebutuhan. Upaya yang sama telah juga dilakukan dengan
menghubungi lembagalembaga lain, tetapi sama hasilnya. Beberapa
perusahaan negara dan swasta telah mulai menunjukkan keinginan mereka
untuk membantu masyarakat di sektor ini dengan cara menyisihkan sebagian
keuntungan mereka untuk membantu usaha skala kecil dan menengah di sektor
ini. Program ini dinamakan Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK)
yang adalah merupakan penyisihan sekitar 5% keuntungan perusahaan,
utamanya BUMN, bagi pengembangan usaha kecil dan menengah. Dengan
memperhatikan kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir akan modal ini
maka salah satu alternatif adalah mengembangkan mekanisme pendanaan diri
sendiri (selffinancing mechanism). Bentuk dari sistem ini tidak lain adalah
pengembangan lembaga keuangan mikro, dan nantinya makro, yang
dikhususkan dalam bidang usaha di pesisir, utamanya bidang perikanan.
Meskipun masih dalam tahapan konsep, wacana, dan ujicoba, saat ini telah
dirintis dan dimulai pengembangan mekanisme pendanaan oleh diri sendiri
yang dikenal dengan nama Lembaga Mikro Mitra Mina, Mina Ventura, dan
Asuransi Nelayan.
3) Mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih
berhasil dan berdaya guna
Teknologi yang digunakan masyarakat pesisir, khususnya nelayan, pada
umumnya masih bersifat tradisional. Karena itu maka produktivitas rendah dan
akhirnya pendapatan rendah. Upaya meningkatkan pendapatan dilakukan
melalui perbaikan teknologi, mulai dari teknologi produksi hingga pasca
produksi dan pemasaran. Berkaitan dengan teknologi yang digunakan, terdapat
juga sifat masyarakat (nelayan) yang menentukan atau ditentutukan oleh
penggunaan teknoloi tersebut. Untuk itu maka upaya pemberdayaan
masyarakat melalui perbaikan teknologi harus juga mempertimbangkan sifat
dan karakteristik masyarakat Kesulitan lain dalam hal akses teknologi yaitu
kurangnya atau tidak adanya penyuluh atau mereka yang berfungsi sebagai
fasilitator dan katalisator. Pada awalnya memang ada penyuluh perikanan yang
memerankan tugas ini. Namun dengan DKP sebagai suatu lembaga baru,
konsolidasi yang dilakukan untuk memfungsikan penyuluh perikanan dalam
menyediakan akses teknologi bagi masyarakat belum sepenuhnya berjalan
dengan baik. Sebagai upaya dalam mengatasi kurangnya tenaga penyuluh
perikanan, melalui proyek PEMP tahun 2001 ini, telah diadakan pelatihan bagi
sekitar 500 tenaga pendamping desa yang nantinya akan bertugas membantu
masyarakat dalam membangun daerah pesisir. Tenaga pendamping desa ini
direkruit dari LSM lokal, berijazah minimum D3, memiliki pengalaman dalam
pembangunan masyarakat, serta bersedia tinggal di desa selama masa proyek.
4) Mendekatkan masyarakat dengan pasar
Untuk mengembangkan pasar bagi produk-produk yang dihasilkan
masyarakat pesisir maka upaya yang dilakukan adalah mendekatkan
masyarakat dengan perusahaan-perusahaan besar yang juga adalah eksportir
komoditas perikanan. Untuk itu maka kontrak penjualan produk antara
masyarakat nelayan dengan perusahaan ini dilaksanakan. Keuntungan dari
hubungan seperti ini yaitu masyarakat mendapat jaminan pasar dan harga,
pembinaan terhadap masyarakat terutama dalam hal kualitas barang bisa
dilaksanakan, serta sering kali masyarakat mendapat juga bantuan modal bagi
pengembangan usaha.
5) Membangun solidaritas serta aksi kolektif ditengah masyarakat.
Upaya pengembangan aksi kolektif yang dilakukan selama ini yaitu
melalui pengembangan kelompok yang berbasis agama seperti koperasi pondok
pesantren. Juga dikembangkan kelompok-kelompok yang beraliansi dengan
LSM tertentu yang memang memiliki staf dan dana untuk pembangunan
masyarakat pesisir. Kelompok yang juga mendapat perhatian adalah kelompok
wanita atau perempuan. Untuk itu juga sedang dicari suatu format
pemberdayaan perempuan dengan penekanan pada peranan mereka dalam
usaha meningkatkan ekonomi keluarga. Aplikasi model grameen bank dengan
fokus pada wanita nelayan telah dikembangkan di Bekasi dan Kepulauan
Seribu pada tahun 2000, dan pada tahun 2001 ini dikembangkan juga di Tual
(Maluku Tenggara), Brebes (Jawa Tengah) dan Kupang (Nusa Tenggara
Timur). Selain itu juga dikembangkan aksi kolektif wanita pengolah ikan di
Gunung Kidul (Yoyakarta) dan Cirebon (Jawa Barat) sehingga mereka dapat
dengan mudah memperoleh input produksi dan dengan mudah pula menjual
hasil olahannya dengan harga yang lebih baik.
Kelima pendekatan ini dilaksanakan dengan memperhatikan secara
sungguh–sungguh mengenai aspirasi, keinginan, kebutuhan, pendapatan, dan
potensi sumberdaya yang dimiliki masyarakat pesisir. Selanjutnya, dari
pendekatan tersebut maka didapat strategi dalam penganggulangan kemiskinan
masyarakat pesisir.

Untuk menanggulangi masalah kemiskinan harus dipilih strategi yang


dapat memperkuat peran dan posisi perekonomian rakyat dalam perekonomian
nasional, sehingga terjadi perubahan struktural yang meliputi pengalokasian
sumber daya, penguatan kelembagaan, pemberdayaan sumber daya manusia
(Sumodiningrat, 1998). Program yang dipilih harus berpihak dan memberdayakan
masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan peningkatan perekonomian
rakyat. Program ini harus diwujudkan dalam langkah-langkah strategis yang
diarahkan secara langsung pada perluasan akses masyarakat miskin kepada
sumber daya pembangunan dan menciptakan peluang bagi masyarakat paling
bawah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, sehingga mereka mampu
mengatasi kondisi keterbelakangannya.
Untuk merealisir arah baru pembangunan tersebut, maka pemerintah perlu
lebih mempertajam fokus pelaksanaan strategi pembangunan yaitu melalui
penguatan kelembagaan pembangunan masyarakat maupun birokrasi. Penguatan
kelembagaan pembangnan masyarakat dilaksanakan dengan menggunakan model
pembangunan partisipatif yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas
masyarakat dan kemampuan aparat birokrasi dalam menjalankan fungsi lembaga
pemerintahan yang berorientasi pada kepentingan rakyat (good governance).
Model pembangunan yang partisipatif mengutamakan pembangunan yang
dilakukan dan dikelola langsung oleh masyarakat lokal. Model yang demikian
itu menekankan pada upaya pengembangan kapasitas masyarakat dalam
bentuk pemberdayaan masyarakat (Sumodiningrat, 1999).

III. KESIMPULAN

Berdasarkan model pembangunan tersebut, suatu proyek atau program


dapat digolongkan ke dalam model pembangunan partisipatif apabila program
dikelola sendiri oleh masyarakat yang bersangkutan, bukan oleh aparat
pemerintah. Pada gilirannya keberdayaan masyarakat menjadi baik sebagai akibat
dari meningkatnya kemampuan dan kapasitas masyarakat. Penguatan
kelembagaan disini tidak hanya berarati penguatan secara fisik saja, seperti
bangunan, struktur, atau hanya kelengkapan organisasi, tetapi lebih kepada
penguatan fungsi dan perannya sebagai lembaga/organisasi yang diserahi tugas
dan wewenang melaksanakan, memantau, atau menjaga program pembangunan di
wilayahnya. Dengan menguatnya kelembagaan masyarakat setempat terutama
berkaitan dengan fungsi dan peran sebagai lembaga masyarakat, maka partisipasi
masyarakat untuk mensukseskan program tersebut dapat dijamin tinggi.
Partisipasi masyarakat akan terjadi apabila pelaku atau pelaksana program
pembangunan di daerahnya adalah orang-orang, organisasi, atau lembaga yang
telah mereka percaya integritasnya, serta apabila program tersebut menyentuh inti
masalah yang mereka rasakan dan dapat memberikan manfaat terhadap
kesejahteraannya. Menguatnya kemampuan masyarakat miskin untuk
meningkatkan taraf hidupnya, adalah hasil atau dampak dari semua aktivitas
program penanggulangan kemiskinan masyarakat pesisir.
DAFTAR PUSTAKA

Suparlan, Parsudi (Ed), 1993, Kemiskinan Di Perkotaan, Yayasan Obor Indonesia,


Jakarta

Supriatna, Tjahya, 2000, Strategi Pembangunan Dan Kemiskinan, Rineka Cipta,


Jakarta

Sholeh, Maimun, 2012, Telaah Kemiskinan dan Beberapa Strategi


Penanggulangannya, Jakarta : UNY
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132316484/penelitian/Kemiskinan+
+Telaah+Dan+Beberapa+Strategi+Penanggulangannya.pdf

Bengen, D.G. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara Terpadu,


Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Makalah pada Sosialisasi
Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat. Bogor, 21-22 September
2001.

Adil M. Firdaus, Julham MS. Pelupessy, dan Jimmi RP. Tampubolon. 2016.
Strategi Penyelesaian Masalah Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Di
Kepulauan Banda Neira, Kabupaten Maluku Tengah
http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/sosek/article/view/3172

DKP RI, 2003. Pedoman umum pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.


Direktorat pemberdayaan masyarakat pesisir Ditjen pesisir dan pulau-pulau
kecil. Departemen kelautan dan perikanan RI . Jakarta .
https://media.neliti.com/media/publications/225636-evaluasi-program-
pemberdayaan-ekonomi-ma-f0cbb455.pdf

Nugroho Matheus,2016. Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat


Pesisir (PEMP) Di Kabupaten Pasuruan
http://eprints.undip.ac.id/12918/

Kristiyanti, Mariana,2016. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Pantai Melalui


Pendekatan ICZM ( Integrated Coastal Zone Management)
https://media.neliti.com/media/publications/174943-ID-none.pdf

Anda mungkin juga menyukai