Anda di halaman 1dari 14

KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA AENG BATU-

BATU KABUPATEN TAKALAR SULAWESI SELATAN


POVERTY OF FISHERMAN SOCIETY IN AENG BATU-BATU VILLAGE
TAKALAR DISTRICT SOUTH SULAWESI

Tini Suryaningsi
Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar Alamat Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km.7 Makassar
Telepon (0411) 885119, 883748, Faksimile (0411) 865166 Pos-el:tea4_thinie@yahoo.com

Diterima 7 Juni 2017 Disetujui tanggal 17 November 2017

ABSTRACT

This study aims to explain the poverty of fishing communities in the Aeng Batu-batu village, District of North
Galesong, Takalar in 2016. The method used is qualitative method by interview, observation, and literature studies.
The results showed that fishermen poverty caused by lack of attention from the government on the lives of the
fishermen in the village of Aeng Batu-batu. Government programs have not touched all of the poor because of the
lack of information about the culture of the people. This causes the only class of people who feel the government
programs in order to alleviation poverty. In addition, fishing community in the village of Aeng Batu-batu has a
cultural behavior which the circumstances that occurred in their lives is regarded as a destiny that can only be so
defeatist. The fishing communities assume that in abundance gained an opportunity to meet their needs without
setting aside pending earned income to sudden financial needs.

Keywords: poverty, fishing society, poor culture.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang kemiskinan pada masyarakat nelayan yang
berada di Desa Aeng Batu-batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar tahun 2016. Metode
yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara, pengamatan, dan studi pustaka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan nelayan disebabkan oleh kurangnya keberpihakan dari
pemerintah terhadap kehidupan nelayan di Desa Aeng Batu-batu. Program pemerintah belum
menyentuh seluruh lapisan masyarakat miskin karena kurangnya informasi tentang budaya
masyarakatnya. Hal tersebut menyebabkan hanya segolongan masyarakat saja yang merasakan program
pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan. Selain itu, masyarakat nelayan di Desa Aeng Batu-
batu memiliki budaya perilaku di mana keadaan yang terjadi dalam kehidupan mereka dianggap sebagai
sebuah takdir sehingga hanya bisa bersikap pasrah. Masyarakat nelayan beranggapan bahwa rezeki yang
banyak diperoleh merupakan suatu kesempatan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tertunda
tanpa menyisihkan pendapatan yang diperoleh untuk kebutuhan yang sifatnya mendadak.

Kata kunci: kemiskinan, masyarakat nelayan, dan budaya miskin.

49
50 Handep, Volume 1, Nomor 1, Desember 2017, Hal. 49-62

A. PENDAHULUAN

Laut merupakan faktor lingkungan yang nelayan itu sesungguhnya suatu ironi,
dalam banyak hal mempunyai pengaruh mengingat Indonesia memiliki wilayah laut
yang berarti dalam membangun citra yang sangat luas, lebih luas dari daratan. Di
budaya bangsa, termasuk di dalamnya dalam wilayah laut juga terdapat berbagai
berbagai satuan budaya suku bangsa sumber daya yang memiliki potensi ekonomi
dengan citra khasnya masing-masing. Laut tinggi, yang semestinya dapat dimanfaatkan
di sekitar lahan hunian pasti mempunyai untuk menjamin kesejahteraan hidup nelayan
pengaruh tersendiri kepada orang dalam dan keluarganya.
satuan-satuan sosial yang tinggal di hunian Ciri masyarakat nelayan menurut Husen
yang bersangkutan. Pengaruh itu berada dapat dilihat sebagai berikut, dari segi mata
dalam berbagai ranah kehidupan pencaharian, nelayan adalah me reka yang
(Sedyawati, 2014: 109). Dengan potensi yang segala aktivitasnya berkaitan de ngan
besar, kesejahteraan bagi masyarakat di lingkungan laut dan pesisir, atau me reka yang
wilayah pesisir justru sangat minim dan menjadikan perikanan sebagai mata
identik dengan kemiskinan. pencaharian (Husen, 2014: 1). Dari segi cara
Masyarakat nelayan secara geografis hidup, masyarakat nelayan adalah masyarakat
adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan gotong-royong, kebutuhan gotong-royong
berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu atau tolong menolong terasa sangat penting
kawasan transisi antara wilayah darat dan untuk mengatasi keadaan yang menuntut
laut. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan pengeluaran biaya besar dan pengerahan
terdiri atas kategori-kategori sosial yang tenaga yang banyak. Seperti saat berlayar,
membentuk kesatuan sosial. Menurut membangun rumah atau tanggul penahan
Sebenan, bahwa masya rakat di kawasan gelombang di sekitar desa. Dari segi kete-
pesisir sebagian besar berprofesi sebagai rampilan, meskipun pekerjaan ne layan adalah
nelayan yang diperoleh secara turun-temurun pekerjaan berat namun pada umumnya
dari nenek moyang mereka (Sebenan dalam mereka hanya memiliki kete rampilan
Wasak, 2012: 1339). Karakteristik masyarakat sederhana.Kebanyakan mereka bekerja
nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sebagai nelayan adalah profesi yang
sumber daya yang digarapnya, sehingga diturunkan dari orang tua bukan yang
untuk mendapatkan hasil tangkapan yang dipelajari secara profesional.
maksimal, nelayan harus berpindah-pindah. Selain hal tersebut di atas, Kusnadi menjelaskan
Selain itu, risiko usaha yang tinggi menye- bahwa penggolongan sosial masyarakat nelayan
dibagi ke dalam tiga sudut pandang, yaitu: dilihat dari
babkan masyarakat nelayan hidup dalam
segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan
suasana alam yang keras, yang selalu diliputi tangkap (perahu, jaring, dan perlengkapan lainnya),
ketidakpastian dalam menjalankan usahanya. struktur masyarakat ini terbagi menjadi kategori
Menurut Imron, nelayan adalah suatu nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan
buruh yang tidak memiliki alat-alat produksi dan
kelompok masyarakat yang kehidupannya
dalam kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan
tergantung langsung pada hasil laut, baik buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya
dengan cara melakukan penangkapan ataupun dengan memeroleh hak-hak yang sangat terbatas
budidaya (Imron, 2003: 63). Mereka pada (Kusnadi dalam Suyanto,
umumnya tinggal di pinggir pantai, seluruh
lingkungan permukiman yang dekat dengan
lokasi kegiatannya. Citra kemiskinan
Kemiskinan Masyarakat Nelayan.....(Tini Suryaningsi) 51

2013: 53). Dari skala investasi modal caharian yang diterima dalam bekerja. Me
usahanya, struktur masyarakat nelayan nurut Suyanto, ciri-ciri kemiskinan yaitu:
terbagi menjadi nelayan besar di mana 1) mereka yang hidup di bawah garis
jumlah modal yang diinvestasikan dalam hal kemiskinan pada umumnya tidak memiliki
perikanan relatif banyak, dan nelayan kecil faktor produksi sendiri, 2) pada umumnya
justru sebaliknya. Dari tingkat teknologi tidak mempunyai kemungkinan untuk
peralatan tangkap ikan, yang terbagi memeroleh aset produksi dengan kekuatan
menjadi nelayan modern yaitu nelayan yang sendiri. Pendapatan tidak mencukupi untuk
menggunakan teknologi penangkapan yang memeroleh modal usaha, 3) tingkat
lebih canggih dari nelayan tradisional. pendidikan golongan miskin umumnya
Perbedaan ini membawa implikasi pada rendah, tidak sampai tamat sekolah, 4)
tingkat pendapatan dan kemampuan atau banyak di antara mereka yang tinggal di
kesejahteraan sosial-ekonomi. Di dalam daerah pedesaan dan tidak memiliki tanah
stratifikasi yang ada dibandingkan nelayan garapan, atau kalaupun ada relatif kecil
pemilik, tingkat kehidupan sosial-ekonomi sekali (Suyanto, 2013: 5). Sebagian besar
nelayan buruh sangat rendah dan bahkan hasil kajian akademis telah menempatkan
dapat dikatakan sebagai lapisan sosial yang masyarakat pesisir, khususnya masyarakat
paling miskin di desa-desa pesisir. nelayan, sebagai masyarakat yang memiliki
Masalah utama yang dihadapi oleh sejumlah keterbatasan sosial ekonomi,
masyarakat nelayan adalah kemiskinan yang seperti keterbelakangan sosial, kemiskinan,
perlu mendapat perhatian lebih khusus dan dan tingkat kesejahteraan yang rendah.
terfokus. Kemiskinan yang mereka alami Hanya sebagian kecil masyarakat pesisir
merupakan suatu realita atau fakta yang tak yang taraf kehidupannya di atas rata-rata,
terbantahkan. Fenomena kehidupan sosial seperti pedagang perantara dan pemilik
masyarakat miskin di sekitar pesisir, khu perahu yang sukses. Sangat jarang, bahkan
susnya kehidupan nelayan tradisional, sering sulit ditemukan adanya sebuah desa nelayan
diidentifikasi sebagai kehidupan kelompok yang memiliki kemakmuran ekonomi secara
masyarakat khusus yang selama ini kental merata (Kusnadi, 2013: 48).
dengan karateristik memiskinannya: ting gal Kemiskinan pada nelayan setidaknya
di perkampungan kumuh, memiliki aspirasi dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk
dan akses yang rendah terhadap pelayanan kemiskinan berdasarkan faktor pembentuk
sosial dasar seperti pendidikan dan kesehatan nya. Pertama, kemiskinan struktural. Kemis
serta bantuan sosial lainnya. Kondisi kinan ini diderita oleh segolongan nela yan
kehidupan sosial seperti itu dapat disebut karena kondisi struktur sosial yang ada
sebagai ketidakterjaminan sosial struktural menjadikan mereka tidak dapat ikut
(structural insecurity) yang antara lain menggunakan sumber-sumber pendapat an
disebabkan oleh tingkat pembangunan yang sebenarnya tersedia, juga akibat tatanan
ekonomi yang tidak memadai (Pusat Pene kebijakan yang lebih menguntung kan
litian Permasalahan Kesejahteraan Sosial & golongan pemilik modal (nelayan besar).
Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin, Kekuatan-kekuatan di luar rumah tangga
2005: 1). nelayan kecil menjadikan mereka
Kemiskinan dalam kehidupan masya terpinggirkan dan hidup dalam belenggu
rakat pada umumnya dihubungkan dengan kemiskinan. Jadi persoalannya adalah ke
faktor ekonomi di mana ketidakmampuan tidakmerataan akses pada sumberdaya karena
dalam pemenuhan kebutuhan hidup dalam struktur sosial yang ada. Kedua, kemiskinan
arti rendahnya penghasilan atau mata pen kultural yang melihat kemiskinan terjadi
52 Handep, Volume 1, Nomor 1, Desember 2017, Hal. 49-62

karena faktor budaya seperti kemalasan dikaitkan dengan kesuksesan dalam meng
yang bersumber pada nilai-nilai lokal yang entaskan kemiskinan lebih terjebak pada
memang tidak kondusif bagi suatu angka-angka statistik yang sama sekali tidak
kemajuan. Kemiskinan ini tidak lepas dari diikuti pula kenaikan pendapatan di sektor
tata nilai yang dianut rumah tangga nelayan riil (Setiadi, 2011: 788).
yang bersangkutan dalam menjalani hidup. Penanggulangan kemiskinan selama ini
Ketiga, kemiskinan alamiah terjadi di mana telah ditangani melalui berbagai kebijakan dan
kondisi alam yang tidak mendukung mekanisme, misalnya Bantuan Langsung
mereka melakukan kegiatan ekonomi Tunai (BLT), namun kurang efektif karena
produktif ataupun perilaku produksi yang banyak yang salah sasaran, bahkan membuka
tidak produktif akibat sifat sumber daya peluang penyalahgunaan dana sehingga
yang bersangkutan. Dalam konteks berakibat konflik sosial. Konsep kuantitatif
masyarakat nelayan, dapat digambarkan dengan sistem pendataan penduduk miskin
akibat laut dipandang sebagai common belum sepenuhnya menjangkau masyarakat
property dan akses terbuka menjadikan sehingga pembangunan menjadi terhambat
perikanan laut dieksploitasi secara berlebih karena penyajian data yang selalu tidak
bahkan dengan alat dan bahan terlarang. akurat. Kenyataan yang terjadi adalah ke
Para nelayan berperilaku untuk saling bijakan negara mengakibatkan adanya ke
mendahului dan berupaya memeroleh hasil lompok masyarakat yang terjebak dalam
tangkapan lebih banyak dibanding nelayan kemiskinan. Kelompok miskin tidak dapat
lain. Bahkan sebagian dari mereka dijangkau dengan pendekatan kuantitatif
menggunakan alat atau bahan terlarang namun harus secara keseluruhan dengan
tanpa berfikir masalah keberlanjutan melihat dengan pendekatan kualitatif ma
sumberdaya ikan yang ada (Tain, 2011: 3). syarakatnya berdasarkan pengetahuan lokal
Banyak pendekatan yang digunakan (Pattinama, 2009: 2).
untuk membahas tentang kemiskinan ini. Ada Kelompok masyarakat yang selama ini menjadi
sebagian pihak membuat batasan bahwa taraf fokus penelitian karena menyangkut kemiskinan
adalah masyarakat nelayan. Keadaan masyarakat
hidup di bawah garis kemiskinan dilihat dari nelayan yang selalu diidentikkan dengan masalah
kondisi gizi yang rendah, pendidikan yang kemiskinan perlu mendapat perhatian yang serius
serba memprihatinkan, perikehidupan yang mengenai sebab-sebab yang membuat mereka
dilingkari kemelaratan, yang sering mewarnai dikatakan miskin. Bukan saja secara struktural,
namun secara kultural juga memengaruhi kehidupan
daaerah-daerah yang terkena bencana. Dalam
masyarakat nelayan sehingga dikondisikan sebagai
dinamika pembangunan, di satu sisi memang masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan.
telah terjadi bersamaan dengan itu juga Kondisi ini terjadi pula pada masyarakat nelayan yang
terdapat penduduk miskin yang absolut. bermukim di Desa Aeng Batu-Batu yang dikategorikan
Kondisi ini merupakan indi kator bahwa sebagai perkampungan nelayan miskin. Dari
penjelasan tersebut yang menjadi permasalahan
pendekatan nasional masih belum terdistribusi
dalam penelitian ini adalah bagaimana kemiskinan
secara merata. Menu rut Bank Dunia, proporsi pada masyarakat nelayan di Desa Aeng Batu-Batu
pembagian pen dapatan nasional di negara- Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar.
negara berkem bang senantiasa menunjukkan Adapun
sebuah ke tidakberimbangan antara warga
miskin yang berjumlah besar dan warga kaya
yang ber jumlah lebih kecil. Selain itu,
keberhasilan pembangunan yang berpedoman
pada peningkatan pendapatan nasional yang
Kemiskinan Masyarakat Nelayan.....(Tini Suryaningsi) 53

tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui 208). Observasi dilakukan dengan melihat
kemiskinan pada masyarakat nelayan di Desa aktivitas masyarakat nelayan serta kondisi
Aeng Batu-Batu Kecamatan Galesong Utara, atau keadaan di lingkungan tempat tinggal
Kabupaten Takalar. Kajian ini diharapkan mereka. Selain itu dilakukan pengamatan
dapat menambah pengetahuan sebagai bekal terhadap jenis perahu yang digunakan serta
dalam mengaplikasikan pengetahuan teoritik alat tangkapnya. Wawancara dilakukan di
terhadap masalah penelitian dan diharapkan lingkungan tempat para nelayan tinggal, yakni
dapat menjadi acuan bagi siapa saja, khu- informan yang mengetahui banyak tentang
susnya bagi pemerintahan dalam kebijakan obyek penelitian. Wawancara dilakukan secara
penanggulangan kemiskinan bagi masyarakat santai namun serius agar informasi yang
nelayan. diperoleh bisa mengalir dan mendapatkan
Penelitian masalah kemiskinan nelayan data yang dibutuhkan. Sedang kan data
diungkapkan pula oleh Arifin (2014) dalam sekunder berupa studi pustaka, melalui
bukunya mengenai perangkap kemiskin an literatur yang telah ada untuk di jadikan
dan kekerasan struktural bagi nelayan di tinjauan pustaka sebagai acuan penelitian ini.
Takalar berkenaan dengan relasi kerja Pada penelitian ini, verifikasi data dilakukan
pinggawa dan sawi. Namun hanya dikhu secara terus menerus se panjang proses
suskan pada kemiskinan yang bersifat struk penelitian dilakukan. Sejak pertama memasuki
tural saja. Sedangkan dalam tulisan ini lapangan dan selama proses pengumpulan
menjelaskan tentang kemiskinan yang dilihat data, peneliti berusaha untuk menganalisis
tidak hanya secara struktural saja namun juga dan mencari makna dari data yang
dilihat secara kultural yaitu pengaruh budaya dikumpulkan. Pada akhirnya, data akan
masyarakatnya sehingga mereka tidak bisa diinterpretasikan dalam kaitannya dengan
keluar dari lingkaran kemiskinan. materi penelitian. Hasil analisis data
Penelitian ini dilaksanakan di Desa merupakan jawaban terhadap masalah yang
Aeng Batu-Batu, Kecamatan Galesong Utara, dikemukakan dalam penelitian ini.
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, tahun
2016. Penelitian ini adalah penelitian yang B. HASIL DAN BAHASAN
bersifat deskriptif dengan memfokuskan
pada penyebab terjadinya kemiskinan pada
masyarakat nelayan di Desa Aeng Batu-Batu 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
baik secara struktural maupun kul tural. Kabupaten Takalar secara astronomis
Penyebab tersebut merupakan hal yang terletak antara 5,3 – 5,38 Lintang Selatan dan
penting untuk diungkapkan secara 119,02 – 119,39 Bujur Timur mempunyai batas-
deskriftif kualitatif. Metode penelitian yang batas wilayah, yaitu sebelah Utara berbatasan
digunakan adalah metode kualitatif. Metode dengan Kotamadya Makassar dan Kabupaten
ini diharapkan dapat mengungkap Gowa, sebelah Timur berbatasan dengan
permasalahan yang berhubungan dengan Jeneponto dan Kabupaten Gowa, sebelah
penelitian ini. Penelitian difokuskan pada Selatan berbatasan dengan Laut Flores, dan
penyebab kemiskinan yang terjadi pada sebelah Barat berbatasan dengan Selat
masyarakat nelayan. Data yang Makassar. Ibukota Kabupaten Takalar adalah
dikumpulkan berupa data primer dan data Pattallassang, terletak 29 km arah selatan dari
sekunder. Data primer berupa observasi dan kota Makassar Ibukota Propinsi Sulawesi
wawancara. Observasi dilakukan pada saat Selatan. Luas wilayah Kabupaten Takalar
terjadi aktivitas budaya dan wawancara adalah 566,51 km2, di mana 240,88
secara mendalam (Endraswara, 2012:
54 Handep, Volume 1, Nomor 1, Desember 2017, Hal. 49-62

km2 diantaranya merupakan wilayah pesisir dipengaruhi oleh kebiasaan atau budaya
dengan panjang garis pantai sekitar 74 km. dari masyarakatnya sendiri. Oleh sebab itu
Topologi wilayah Kabupaten Takalar pentingnya untuk mengetahui penyebab
terdiri dari daerah pantai, dataran dan per dari kemiskinan yang ada di masyarakat
bukitan. Di bagian barat adalah daerah pantai nelayan khususnya yang terdapat di Desa
dan dataran rendah dengan kemiringan antara Aeng Batu-Batu, Kecamatan Galesong Utara,
0 – 3 derajat sedang ketinggian ruang Kabupaten Takalar. Kemiskinan pada
bervariasi antara 0 – 25 m, dengan bantuan masyarakat nelayan di Desa Aeng Batu-Batu
penyusun geomorfologi dataran di dominasi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
endapan alluvial, endapan rawa pantai, batu kemiskinan struktural dan kemiskinan
gamping terumbu dan tufa serta beberapa kultural. Adapun penjelasan tentang kemis
tempat bantuan lelehan basal. Secara hidro kinan tersebut adalah sebagai berikut:
logis Takalar beriklim tropis dengan dua
musim, yaitu musim hujan dan musim a. Kemiskinan Struktural
kemarau. Musim hujan biasanya terjadi antara Kemiskinan secara struktural merupakan
bulan November hingga bulan Mei. Rata-rata jenis kemiskinan di mana terjadi karena tidak
curah hujan bulanan pada musim hujan berfungsinya dengan baik sistem sosial yang
berkisar antara 11,7 mm hingga 653,6 bisa memberikan ruang dan kesempatan bagi
mm dengan curah hujan tertinggi rata-rata masyarakat yang dikategorikan miskin untuk
harian adalah 27,9oC (Oktober) dan terendah bisa mengembangkan diri sesuai dengan
26,5oC (Januari – Februari). Temperatur udara kemampuan yang dimiliki bahkan dengan
terendah rata-rata 22,2 hingga 20,4oC pada jalan mempelajarinya. Ketidakmampuan
bulan Februari – Agustus dan tertinggi 30,5 – mereka dalam mengelola sumber daya alam
33,9oC pada bulan September – Januari. dikarenakan kurangnya dukungan dan sa rana
Kabupaten Takalar dengan jumlah yang bisa menolong mereka lewat bantuan
penduduk 240.578 jiwa mempuyai jumlah dan kebijakan yang menjadi harapan
penduduk miskin sejumlah 50.912 jiwa, atau masyarakat miskin. Kemiskinan struktural
21,16% dari jumlah penduduk. Jumlah bisa dikatakan disebabkan oleh berbagai
penduduk miskin tersebut terbagi dalam kebijakan yang diberikan akan tetapi dalam
15.228 KK. Kecamatan Polongbangkeng pelaksanaannya tidak seimbang, kesempatan
Utara merupakan kecamatan yang yang tidak sama serta keikutsertaan masya
mempunyai jumlah penduduk termiskin rakatnya dalam program kebijakan yang tidak
(16.625 jiwa) diikuti oleh Mangarabombang merata. Beberapa penyebab kemiskinan secara
(13.525 jiwa), Galesong Utara (7.952 jiwa), struktural, diurai sebagai berikut :
Polongbangkeng Selatan (6.770 jiwa),
Pattallasang (6.636 jiwa), dan terkecil pada a.1 Perahu Bukan Milik Sendiri
Mappakasunggu (4.148 jiwa), (Kantor Desa Kepemilikan perahu nelayan di Desa
Aeng Batu-Batu, 2015). Aeng Batu-Batu hanya milik pemodal yang
besar. Nelayan kecil hanya mampu membeli
2. Penyebab Kemiskinan jala sendiri, sedangkan perahu masih me
Kemiskinan tidak akan terjadi begitu saja, minjam karena keterbatasan modal untuk
akan tetapi memiliki asal-muasal ataupun memiliki perahu sendiri. Oleh karena itu,
penyebab-penyebab sehingga dikatakan untuk pembagian hasil harus dibagi dengan
miskin. Selain faktor yang sifatnya alami, pemilik perahu.
seperti kondisi cuaca yang menyebabkan Bantuan pemerintah yang diharapkan juga tidak
nelayan tidak dapat melaut, akan tetapi juga nampak, sehingga nelayan hanya
Kemiskinan Masyarakat Nelayan.....(Tini Suryaningsi) 55

bisa mengusahakan jaring untuk dapat Koperasi yang biasanya ada pada kelom pok
dipakai melaut. Nelayan berharap mereka nelayan, di Desa Aeng Batu-Batu sendiri
mendapat bantuan berupa perahu sendiri tidak nampak. Hal tersebut menjadi sulit
agar mereka bisa memeroleh hasil yang karena mereka akan berusaha mendapatkan
tidak harus dibagi lagi kepada pemilik pinjaman ke tempat lain. Pemerintah sebagai
perahu tempat mereka meminjam. Karena pemerhati masyarakat belum memberikan
hal tersebut merupakan salah satu kendala wadah yang dapat membantu para nelayan
bagi masyarakat nelayan di Desa Aeng Batu- berkaitan dengan pinjaman sebagai
Batu untuk bisa mendapatkan hasil yang modal dengan bunga yang sangat rendah.
lebih banyak dan bisa memeroleh Keadaan tersebut seperti terabaikan dengan
pendapatan yang lebih baik. kurangnya bantuan diberikan kepada
masyarkat nelayan di Desa Aeng Batu-Batu.
Menurut salah seorang nelayan H.Pa’bi
(58 tahun), mengatakan bahwa bantuan pe
merintah hanya berupa beras raskin saja,
sedangkan itu pembagiannya tidak jelas,
terkadang sebulan sekali, dua sampai tiga
bulan juga baru mereka dapatkan. Keter
batasan yang ada menjadikan nelayan juga
sulit keluar dari kehidupan yang kurang
baik dan menguntungkan bagi mereka.
Mereka masih mengandalkan pemodal besar
dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Nelayan terkadang ingin beralih profesi
menjadi pengusaha rumput laut akan tetapi
Gambar 1. Jenis Perahu Nelayan
di Desa Aeng Batu-batu
mereka juga terkendala dengan modal yang
banyak untuk mengusahakan lahan tempat
Sumber foto: Dokumentasi pribadi.
berkembangbiaknya tanaman rumput laut
Pinjaman dengan bunga tinggi merupa seperti yang terdapat di desa tetangga. Ka
kan salah satu kendala bagi nelayan di Desa rena hal tersebut, nelayan di Desa Aeng
Aeng Batu-Batu untuk bisa memperbaiki Batu-Batu terkadang memungut rumput-
kehidupannya sehari-hari. Nelayan di De sa rumput laut yang hanyut dari milik orang
Aeng Batu-Batu mengandalkan hidupnya di lain untuk menambah penghasilan dalam
laut, akan tetapi tidak akan memenuhi keluarga.
kebutuhannya jika ada masalah dengan Kabupaten Takalar berdasarkan data
peralatan untuk digunakan dalam melaut. BPS (Nahdyah, 2014: 82) menunjukkan
Seperti perbaikan jala, alat tangkap, yang sebaran perahu di wilayah mereka sebanyak
dianggap sudah tua sangat sulit dilakukan 2.734 unit. Sebaran perahu tersebut terdapat
karena masyarakatnya hanya bisa meng di beberapa wilayah desa, yaitu perahu
usahakannya sendiri. Seperti nelayan Parere tanpa motor sebanyak 730 unit, yang terdiri
yaitu nelayan sehari-hari, yang setiap hari dari 325 perahu jukung, 405 perahu papan.
nya turun melaut hanya menangkap ikan 1.379 unit perahu motor tempel, dan kapal
yang kecil-kecil seperti tembang untuk hasil motor 625 unit.
tangkapan mereka. Untuk kesemuanya itu
diperlukan dana yang tidak sedikit agar
peralatan melaut bisa digunakan lagi.
56 Handep, Volume 1, Nomor 1, Desember 2017, Hal. 49-62

a.2 Kurangnya Hasil Tangkapan motongan pendapatan yang diperoleh


Karena penggunaan alat tangkap yang selama melaut. Oleh sebab itu relasi yang
tradisional, nelayan pun hanya memeroleh terjalin antara pinggawa dan sawi sangat erat
hasil yang sangat sedikit setiap harinya. Untuk karena pinggawa dianggap sebagai penolong
hasil tangkapan yang diperoleh setelah turun mereka ketika mereka sangat membutuhkan
melaut, ada yang dipakai untuk konsumsi uang. Dan sawi akan merasa berutang budi
bagi keluarganya dan ada pula yang atas kebaikan pinggawa walaupun memang
dijual.Jika hasil tangkapan sedikit, biasanya mereka akan membayar lewat potongan dari
hanya dikonsumsi di rumah saja. Terkadang pendapatan yang mereka peroleh. Oleh
hasil tangkapan yang diperoleh langsung sebab itu terkadang uang hasil tangkapan
dijual kepada pengumpul ikan. ditambah dengan potongan dari pinggawa
Hasil tangkapan, banyak maupun se menyebabkan nelayan merasa pas-pasan
dikit harus dilakukan pembagian dengan dalam memenuhi kebutuhannya.
pinggawa mereka dengan sistem 90 banding a.3 Kurangnya Keberpihakan dari
10. Yaitu pembagian hasil dengan sistem Pemerintah
90% untuk pinggawa, dan 10% untuk sawi
nya. Ketika sawi merapat ke pantai setelah Salah satu harapan masyarakat dalam
melaut, maka mereka akan langsung men mengatasi kesulitan hidupnya adalah dari
jual hasil tangkapan mereka ke tempat pemerintah sebagai pihak yang bertanggung
pelelangan ikan. Tempat pelelangan ikan jawab atas kesejahteraan rakyat. Melalui
tempat mereka menjual hasil tangkapan kebijakan dari pemerintah, masyarakat
yaitu di Beba. Jika hasil tangkapan sudah di berharap bisa memperbaiki hidupnya ke
jual di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) maka arah yang lebih baik dari kehidupan
dilakukan pembagian kepada Pinggawa dan sebelumnya baik melalui program
Sawi. Jika hasil tangkapan dalam sehari pembangunan infrastruktur maupun
adalah Rp.1.000.000; maka pinggawa akan bantuan pangan dan modal usaha.
mendapatkan 90% dari hasil tangkapan Nelayan sebenarnya setempat memiliki
maka pinggawa akan mendapatkan Rp. keinginan untuk memiliki modal usaha
900.000; karena pinggawa yang pemilik pe sendiri. Rasa takut dan tidak berani untuk
rahu, dan yang menyediakan bahan bakar meminjam modal pada orang lain atau pada
dan alat tangkap. Sedangkan sawi hanya pinggawa dalam jumlah yang besar di karenakan
bunga yang tinggi, menyebabkan nelayan tidak mau
mendapat 10%, atau sisanya dari perolehan
mengambil resiko. Oleh karena sikap yang demikian
pinggawa. Sawi yang terdiri dari beberapa menjadikan salah satu penyebab nelayan di Desa
orang harus dibagi dalam hasil 10% tersebut Aeng Batu-Batu pasrah dengan nasib dan rasa
tidak mencukupi maka nelayan/sawi akan menerima keadaan yang ada.
menggantungkan hidupnya kepada pe milik
modal atau pinggawa. Oleh sebab itu terjadi
relasi atau hubungan sosial di mana
pinggawa dianggap sebagai dewa
penyelamat bagi sawinya ketika mereka
sangat membutuhkan bantuan keuangan,
seperti keperluan berobat apabila anggota
keluarga mereka sakit, membantu dalam
membangun rumah, atau memberi pinjaman
tanpa bunga, dan dibayarkan melalui pe
Kemiskinan Masyarakat Nelayan.....(Tini Suryaningsi) 57

dilihat secara holistik. Perlunya perhatian


yang menyeluruh dalam menyikapi setiap
kebijakan yang diberikan apakah sudah
tepat sasaran dan sesuai dengan harapan
dari masyarakat.
Berdasarkan data dari Dinas Perikanan
Kabupaten Takalar 2015, peran pemerintah
terhadap nelayan di Takalar yaitu dengan
memberikan bantuan berupa sarana dan
prasarana perikanan, peningkatan kualitas
sumber daya manusia khususnya nelayan
melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, dan
Gambar 2. Kondisi bagunan nelayan penyuluhan.
di Aeng Batu-batu
Program pengentasan kemiskinan
Sumber foto: Dokumentasi pribadi. dinilai oleh masyarakat hanya bersifat instan
saja karena hasil yang diperoleh hanya
Bantuan pemerintah masih berfokus
dinikmati sesaat saja. Seperti bantuan raskin
pada sarana umum dan infrastruktur desa.
yang hanya bisa dinikmati sesaat saja karena
Seperti pembangunan sekolah dasar, mesjid,
jika beras telah habis mereka akan merasa
kantor desa, jalan desa, jembatan, sarana air
berat lagi dalam memenuhi kebutuhan
bersih, puskesmas pembantu. Untuk
hidup mereka. Hal ini membuktikan bahwa
pembangunannya, dilakukan secara gotong-
program yang digulirkan belum efektif di
royong oleh seluruh masyarakat setempat.
masyarakat. Keinginan masyarakat nelayan
Secara struktural, kemiskinan yang terjadi
bertumpu pada bantuan modal yang bisa
pada masyarakat nelayan di desa Aeng
dipakai sebagai modal usaha.
Batu-Batu merupakan tanggung jawab dari
Masalah raskin yang belum bisa meme
pemerintah selaku pemegang kekuasaan.
nuhi harapan masyarakat di Desa Aeng batu-
Pemerintah berperan penting untuk bisa
Batu menjadi kendala bagi masyarakat untuk
untuk mensejahterakan masyarakatnya
bisa memenuhi kebutuhan hidupnya apalagi
melalui kebijakan yang berorientasi pada
jika terjadi musim paceklik yaitu musim di
masyarakat miskin dalam pembangunan
mana nelayan terkadang tidak melaut karena
kesejahteraan secara menyeluruh.
cuaca yang tidak bersahabat. Program raskin
Banyak program yang telah dilakukan
menurut masyarakat terkadang tersendat-
oleh pemerintah dalam menanggulangi ke
sendat dan pembagiannya yang harus
miskinan pada masyarakat akan tetapi
mendapat potongan sehingga dalam tiga bulan
sampai sekarang belum bisa mengangkat
baru mendapat raskin dengan hanya diperoleh
ekonomi masyarakat miskin secara menye
15 – 20 kilo.
luruh. Bisa dikatakan program-program pe
merintah belum berhasil mensejahterakan b. Kemiskinan Kultural
masyarakatnya. Karena kebijakan yang di
Permasalahan kemiskinan merupakan
berikan bersifat seragam pada seluruh
permasalahan yang tidak dilihat semata-
lapisan masyarakat miskin, sehingga
mata hanya menyangkut besaran ekonomi
kebijakan yang diberikan tidak optimal
tetapi harus dilihat secara menyeluruh, yaitu
karena permasalahan yang dihadapi oleh
dengan mempertimbangkan faktor budaya
masyarakat lebih kompleks, tidak hanya
yang melekat pada masyarakat setempat
permasalahan teknis semata tetapi lebih
yang justru menyebabkan mereka menjadi
58 Handep, Volume 1, Nomor 1, Desember 2017, Hal. 49-62

miskin karena budaya yang memengaruhi hasil tangkapan mereka habis pada saat itu
gaya berkehidupan mereka. juga karena untuk memenuhi kebutuhan
Kemiskinan kultural merupakan kemis hidup mereka sehari-hari. Menurut Pak
kinan yang muncul akibat adanya nilai-nilai, Lallo, nelayan (55 tahun),
kebiasaan, sikap atau tindakan yang dianut “doe na gappayya takkulei na boli, ka jai
oleh orang-orang miskin seperti malas, mudah inji parrallo na balli iyya’na passambung
menyerah pada nasib, kurang memiliki etos tallasa”.
kerja. Ciri dari kebudayaan kemiskinan ini
adalah enggan mengintegrasikan dirinya Artinya:
dalam lembaga-lembaga utama, sikap apatis, Uang yang diperoleh tidak dapat
curiga, terdiskriminasi oleh masyarakat luas. disimpan, karena masih banyak
keperluan yang ingin dibeli, sebagai
Kebudayaan kemiskinan biasanya merupakan
penyambung hidup.
efek domino dari belenggu kemiskinan
struktural yang menghinggapi masyarakat Jika hasil tangkapan hari ini banyak,
terlalu lama sehingga membuat masyarakat maka uangnya akan dipakai untuk membeli
apatis, pasrah, berpandangan jika sesuatu kebutuhan yang tidak sempat dibeli seperti
yang terjadi adalah takdir dari Tuhan. panci, pakaian, ember, piring, dan peralatan
lainnya yang termasuk dalam kebutuhan
Laut adalah sumber kehidupan masyara sekunder. Karena mereka berpikir kapan
kat Nelayan Desa Aeng Batu-Batu. Mata lagi bisa membeli apa yang diinginkan jika
pencaharian utama mereka adalah nelayan kebetulan ada uang. Seperti penuturan Ibu
Oleh karena itu masyarakat setempat tidak Tima (45 tahun):
dapat terpisahkan dari kehidupan “kalau suami dapat banyak rejeki karena
kemaritiman. Karena kehidupan mereka yang tangkapannya banyak, bisa dipakai
turun-temurun adalah nelayan, me nyebabkan uangnya untuk beli baju sama celana di
mereka hanya berfokus pada sektor kelautan. pasar, kebetulan lagi ada uang...”
Tidak adanya keinginan untuk mencoba suatu
Mereka juga mempersiapkan diri dengan
kegiatan yang lain di luar sektor kelautan
membeli persiapan jika nelayan tidak pergi
sebagai bentuk per ubahan nasib kearah yang
melaut akibat cuaca buruk atau sakit. Karena
lebih baik. Berikut penyebab kemiskinan
pengalaman mereka setiap tahunnya harus
secara kultural:
menghadapi musim paceklik, maka mereka
b.1 Pola Hidup Konsumtif hanya bisa mempersiapkan diri dengan
membeli beberapa sembako untuk di simpan
Pengertian konsumtif ialah keinginan
sebagai makanan pokok.
untuk mengkonsumsi barang-barang yang
Uang hasil penjualan ikan juga digunakan untuk
sebenarnya kurang diperlukan secara ber membeli minuman keras (miras) yang bertujuan
lebihan untuk mencapai kepuasan yang untuk menghangatkan badan di waktu malam.
maksimal. Konsumtif merujuk pada peri Biasanya para nelayan minum bersama-sama dengan
laku konsumen yang memanfaatkan nilai mengumpulkan uang dari tiap-tiap nelayan yang
uang lebih besar dari nilai produksinya memiliki uang, kemudian miras dibeli di pasar atau
untuk barang dan jasa yang bukan menjadi toko-toko di kota. Kebiasaan mengkonsumsi
minuman keras sangat memengaruhi pendapatan
kebutuhan pokok.
nelayan. Uang hasil kerjanya hari itu juga dipakai
Hasil penelitian yang telah dilakukan untuk minum bersama nelayan yang
menunjukkan bahwa nelayan di desa Aeng
Batu-Batu memiliki pola hidup yang
konsumtif. Hal ini dapat kita lihat dari uang
Kemiskinan Masyarakat Nelayan.....(Tini Suryaningsi) 59

lain. Kebiasaan tersebut menurut nelayan laut. Oleh karena kehidupan mereka sangat
setempat sebagai bentuk kesetiakawanan akrab dengan laut, membuat mereka sangat
dan kekeluargaan antar nelayan. Sambil mengandalkan laut dalam memenuhi segala
minum, para nelayan akan bercerita tentang kebutuhan mereka. Kecintaan mereka akan
pengalaman mereka melaut. dunia kemaritiman menyebabkan mereka
Ditinjau dari segi ekonomi, kebiasaan enggan untuk berpikir bekerja di sektor lain di
mengkonsumsi minuman beralkohol ter luar sektor kelautan. Seperti penjelasan berikut
masuk dalam kebiasaan hidup boros. Aco (28 tahun), nelayan, menuturkan:
Dengan pendapatan setiap hari yang minim, “Sangat susah untuk bisa beralih
mereka menyisipkan uangnya untuk pekerjaan selain sebagai nelayan karena
membeli minuman tanpa berpikir untuk dari kecil sudah dididik secara turun
menyimpan uang tersebut untuk kebutuhan temurun hidup dengan laut dan susah
lainnya yang tidak terduga. Pak Duni (58 beralih ke usaha di darat karena tidak ada
pengetahuan dan keterampilan untuk
tahun) mengatakan:
pekerjaan di darat”
“Panggappanna anne alloa, ni pakei allo
annea tong, ammuko kulleji ni boya Kendala yang dihadapi adalah tidak
ammotere”. Artinya: selamanya laut akan memberikan kehidupan
Penghasilan hari ini digunakan hari bagi nelayan. Banyak halangan dan
ini juga, besok bisa dicari kembali. rintangan yang harus dihadapi oleh nelayan
untuk bisa menikmati setiap hasil dari laut.
Kutipan di atas, bagaimana nelayan Seperti kendala cuaca yang tidak menentu
menggunakan pendapatan mereka tiap hari ataupun kondisi di mana laut tidak
nya, penghasilan yang di peroleh hari ini memberikan hasil. Dengan kondisi laut yang
adalah untuk memenuhi kebutuhan hari ini kadang tidak berpihak kepada nelayan,
juga. Pemikiran yang seperti itu sangat menyebabkan para nelayan hanya bisa
berpengaruh dalam pemenuhan kebutuh an pasrah dengan keadaan yang ada. Mereka
hidup yang serba kekurangan. Jika ada hanya bisa menunggu hingga cuaca bisa
kebutuhan yang mendesak, nelayan me kembali bersahabat bagi mereka untuk bisa
minjam uang kepada pinggawa. kembali menangkap ikan. Ataupun jika hasil
Padahal jika dicermati, nelayan di Desa tangkapan yang diperoleh sangat sedikit
Aeng Batu-Batu memiliki etos kerja yang atau bahkan tidak ada sama sekali, mereka
baik, karena mereka pergi melaut di waktu hanya bisa menerima sebagai takdir di mana
subuh dan pulang di waktu sore. Perlu rejeki hari ini tidak ada. Seperti penuturan
adanya perubahan pandangan dari Diman (27 tahun), nelayan :
masyarakat nelayan dalam hal pengelolaan
“kami hanya bisa pasrah kalau cuaca lagi
keuangan yang bisa dikondisikan di waktu buruk, karena kami tidak bisa juga
normal ataupun di waktu paceklik. De ngan memaksakan diri untuk pergi melaut
pengalaman bertahun-tahun dalam karena sangat berbahaya bagi keselamatan
menghadapi musim paceklik, mereka harus kami. Yang ada hanya menunggu hingga
bisa mengelola keuangan dengan sebaik- cuaca baik kembali walaupun sampai
baiknya agar bisa tetap bertahan hidup. seminggu tidak turun menangkap ikan”

b.2 Sikap Pasrah Pada Keadaan Pernyataan tersebut di atas menunjukkan


tidak adanya upaya lain yang bisa dilakukan
Nelayan di Desa Aeng Batu-Batu hidup oleh nelayan selama cuaca tidak bersahabat.
nya bergantung kepada laut. Sehingga rejeki Mereka hanya bisa menanti hingga cuaca
mereka semuanya ditentukan oleh bersahabat kembali agar mereka bisa kembali
60 Handep, Volume 1, Nomor 1, Desember 2017, Hal. 49-62

melaut. Nelayan menyadari bahwa untuk


bisa merubah nasib atau memperbaiki hidup
kearah yang lebih baik tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan. Kemiskinan
yang terjadi pada nelayan dipengaruhi oleh
latar belakang pendidikan yang rendah,
keterampilan yang sangat terbatas, tidak
adanya modal usaha, yang pada akhirnya
mereka berpikir secara realistis dengan
pasrah menerima keadaan dan hanya bisa
berpikir bagaimana caranya agar tetap ber
tahan hidup daripada berpikir bagaimana
memperbaiki taraf hidup mereka. Gambar 3. Nelayan Aeng Batu-Batu sedang
memperbaiki jaringnya.
b.3 Rendahnya Teknologi Penangkapan Sumber foto: Dokumentasi pribadi.
Ikan
Nelayan di Desa Aeng Batu-Batu adalah
Penggunaan alat tangkap sangat
nelayan tradisional, maka sulit bagi mereka
memengaruhi nelayan dalam memeroleh hasil
untuk mendapatkan alat-alat tangkap yang
tangkapan. Alat tangkap yang masih
lebih modern dan perahu bermesin karena
tradisional dan sederhana, maka hasil
ketidakmampuan mereka untuk mendapat
tangkapan yang diperoleh tentu jauh berbeda
kan uang agar bisa mengganti alat tangkap
dengan penggunaan alat tangkap yang lebih
mereka yang lebih modern. Mereka sangat
modern. Nelayan di desa Aeng Batu-Batu
berharap adanya bantuan dari pemerintah
merupakan nelayan yang masih banyak
agar mereka bisa menggunakan alat tangkap
menggunakan alat tangkap tradisional.
yang bisa menghasilkan ikan lebih banyak
Mereka masih menggunakan pancing dan
sehingga ekonomi mereka bisa lebih baik.
jaring untuk menangkap ikan di laut. Hal
Rendahnya teknologi penangkapan ikan
tersebut memengaruhi hasil tangkapan
juga disebabkan oleh kurangnya sumber
nelayan sehari-hari. Jika hasil tangkapan
daya manusia yang terampil dan memiliki
sedikit maka akan memengaruhi pendapatan
kemampuan yang dibutuhkan untuk me
dalam keluarga sehingga kebutuhan hidup
ningkatkan hasil dalam menangkap ikan.
sulit untuk terpenuhi dengan baik.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat
Kebanyakan nelayan juga masih meng
pendidikan yang dimiliki nelayan di desa
gunakan perahu yang masih bersifat tradi
tersebut. Hal ini dikarenakan tujuan utama
sional. Ada yang sudah menggunakan mesin
mereka hidup adalah mencari makan le wat
dan ada juga yang belum menggunakan
sumber laut maka hal dalam bidang
mesin. Jika mereka menggunakan perahu
pendidikan sedikit terabaikan oleh nelayan.
tanpa mesin maka tempat menangkap ikan
nya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal
mereka. Tapi jika memakai perahu dengan C. PENUTUP
menggunakan mesin maka tempat penang Penyebab kemiskinan yang dialami oleh
kapan relatif jauh. Hal ini juga didukung oleh masyarakat nelayan di Desa Aeng Batu-Batu terbagi
faktor alam yaitu cuaca. atas dua ketegori yaitu kemiskinan struktural dan
kemiskinan kultural. Kemis kinan struktural bisa
dikatakan disebabkan
Kemiskinan Masyarakat Nelayan.....(Tini Suryaningsi) 61

oleh berbagai kebijakan yang diberikan akan pendapatannya untuk situasi yang
tetapi dalam pelaksanaannya tidak se imbang, mendadak atau musibah yang menimpa dan
kesempatan yang tidak sama serta harus segera diatasi. Faktor infrastruktur,
keikutsertaan masyarakatnya dalam program untuk sarana infrastruktur bisa dikatakan
kebijakan yang tidak merata. Kegiatan pe masih sangat minim di Desa Aeng Batu-
nanggulangan kemiskinan yang dilakukan Batu.
pemerintah melalui berbagai program belum Penyebab awal kemiskinan adalah faktor
mampu mengeluarkan masyarakat nelayan budaya masyarakat yang bersikap pasrah akan
dari keterpurukan ekonomi. Berbagai pro keadaan dan boros ketika memiliki rejeki dari
gram penanggulangan kemiskinan yang telah hasil melaut. Budaya tersebut menyebabkan
dilakukan di Desa Aeng Batu-Batu sedikit kurangnya keinginan untuk merubah perilaku
dapat meringankan beban hidup masyarakat yang menyebabkan mereka menjadi tidak bisa
misal pembangunan pemukiman, sarana air mengatur keuangan de ngan baik apalagi
bersih dan berbagai infrastruktur yang mem untuk keadaan yang tidak dapat diprediksi.
beri kemudahan masyarakat nelayan dalam Kemudian pemerintah melihat situasi tersebut
beraktivitas. Pemberian bantuan melalui dana dengan memberikan program bantuan yang
bergulir, bantuan raskin dan kesehatan gratis juga belum tepat sasaran sehingga kemiskinan
belum menyentuh keseluruhan dari nelayan sampai saat ini belum bisa dapat
masyarakat. Bantuan ini sifatnya instan dan ditanggulangi dengan semestinya.
tidak efektif sehingga menjadikan keter
gantungan yang membuat mereka selalu
berharap, bukan memberi motivasi bagi dalam
DAFTAR SUMBER
berusaha untuk lebih giat.
Kemiskinan kultural merupakan kemis Arifin, Ansar. 2014. Perangkap Kemiskinan
kinan yang muncul akibat adanya nilai-nilai, dan Kekerasan Stuktural di Balik Relasi
kebiasaan, sikap atau tindakan yang dianut Kerja Pinggawa Sawi. Jakarta: Orbit.
oleh orang-orang miskin seperti malas, mudah Endraswara, Suwardi. 2012. Metode
menyerah pada nasib, kurang memiliki etos Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta:
kerja. Ada beberapa faktor penyebab Gadjah Mada University Press.
kemiskinan pada masyarakat ne layan di Desa
Husen, Ishak S. 2014. ”Dinamika Perubahan
Aeng Batu-Batu di antaranya adalah faktor
Sosial Masyarakat Nelayan dalam
pendidikan, masyarakat ne layan di desa ini
Peningkatan Taraf Hidup di Kelu
belum memiliki pendidikan yang layak.
rahan Mafututu, Kota Tidore Ke
Tingkat pendidikan yang sangat rendah,
pulauan” Jurnal Holistik diunduh
masyarakat nelayan di Desa Aeng Batu-Batu
dari ejournal.unsrat.ac.id.
belum tersentuh oleh teknologi yang modern
karena ketidaktahuan mereka untuk Imron, Mayuri. 2003. Kemiskinan dalam
memanfaatkan teknologi yang bisa membantu Masyarakat Nelayan.
mereka untuk memeroleh hasil yang lebih Jurnal Masyarakat dan Budaya 5 (1), hlm:
baik. Pendapatan yang ren dah menyebabkan 63-82.
keluarga nelayan tidak bisa hidup jauh dari Kusnadi. 2013. Membela Nelayan. Yogyakarta:
batas kemiskinan dan tidak mampu Graha Ilmu.
mengembangkan dirinya. Dengan pendapatan
Pattinama, Marcus J. 2009. Pengentasan
yang rendah menye babkan mereka tidak bisa
Kemiskinan dengan Kearifan Lokal
menyisihkan
(Studi Kasus di Pulau Buru-Maluku
62 Handep, Volume 1, Nomor 1, Desember 2017, Hal. 49-62

dan Surade Jawa Barat). Jurnal Tain, Anas. 2011. Penyebab Kemiskinan
Makara, Sosial Humaniora”. Volume Rumah Tangga Nelayan di Wilayah
13 (1), hlm. 1-12. Tangkap Lebih Jawa Timur. Jurnal
Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Humanity. Volume 7 (1), hlm. 1-10.
Sosial & Lembaga Penelitian Uni Wasak, Martha. 2012. Keadaan Sosial-
versitas Hasanuddin. Kajian Sekuritas Ekonomi Masyarakat Nelayan di
Sosial bagi Keluarga Nelayan Miskin di Desa Kinabuhutan, Kecamatan
Kota Parepare Provinsi Sulawesi Selatan, Likupang Barat, Kabupaten Mina
Kota Baubau Provinsi Sulawesi hasa Utara, Sulawesi Utara. Pasific
Tenggara, dan Kotamadya Ternate Journal. Vol. 1 (7), hlm. 1339-1342.
Provinsi Maluku Utara. 2005. Wawancara Aco, 28 tahun, Aeng Batu-Batu,
Sedyawati, Elly. 2014. Kebudayaan di Nusan 3 Mei 2015.
tara, Dari Keris, Tor-tor, sampai Wawancara Diman, 27 tahun, Aeng Batu-
Industri Budaya. Depok: Komunitas Batu, 4 Mei 2015.
Bambu.
Wawancara Duni, 28 tahun, Aeng Batu-Batu,
Setiadi, Elly & Usman Kolip. 2011. Pengantar 10 Mei 2015
Sosiologi. Jakarta: Kencana.
Wawancara H. Pa’bi, 58 tahun, Aeng Batu-
Suyanto, Bagong. 2013. Anatomi Kemiskinan Batu, 7 Mei 2015.
dan Strategi Penanganannya. Malang:
Wawancara Lallo, 55 tahun, Aeng Batu-Batu,
In-TRANS Publishing.
10 Mei 2015.

Anda mungkin juga menyukai