Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH KEMISKINAN NELAYAN DI PESISIR PANTAI

INDONESIA

Disusun oleh
Nama : Putri Dwi Julianti

NIM : L1C02107
Prodi : Ilmu Kelautan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN


TEKNOLOGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU


KELAUTAN
PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas Pengantar Ilmu Ekonomi “ penganti nilai UAS. Dan saya
mengambil makalah dengan judul “Kemiskinan Nelayan di Pesisir Pantai Indonesia”.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya mengharapkan kritik serta
saran dari Pak Teuku Junaidi, SE.,M.Pi selaku dosen PIE untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Palembang, 06 Desember 2021

Putri Dwi Julianti


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum masyarakat nelayan desa pesisir identik dengan kemiskinan, yang
disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan
akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan infrastruktur. Di samping itu,
kurangnya kesempatan berusaha yang disebabkan rendahnya pendidikan, kurangnya
akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan seperti nelayan yang meminjam
uang kepada pemilik modal, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros,
menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah.
Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang berpihak pada
masyarakat pesisir sebagai salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir desa
tabuyung. Kurangnya kepedulian pemerintah setempat sehingga nelayan asing mudah
masuk ke daerah pesisir tempat nelayan mencari ikan dimana nelayan asing yang
datang melakukan penangkapan ikan dengan cara merusak lingkungan tempat para
nelayan biasa mencari ikan atau melaut. Keterbatasan akses terhadap modal,
rendahnya posisi tawar dalam proses pemasaran, keterbatasan sarana dan prasarana
pendukung, dan rendahnya penanganan hasil tangkapan. kemiskinan pada masyarakat
nelayan dan keberadaan masyarakat nelayan selalu terabaikan dalam proses
pembangunan nasional, meskipun keberadaan sub sektor ini telah menjadi
"primadona" dalam pembangunan perikanan nasional.Rahardjo (2002), memberikan
pengertian berbeda tentang masyarakat nelayan. Menurutnya, masyarakat desa
nelayan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu di satu pihak adalah kelompok kaya
dan kaya sekali, dan kelompok ekonomi sedang, miskin, miskin sekali.
Pemakaian kata desa nelayan telah mengantarkan kepada pemahaman bahwa
nelayan dapat dilihat sebagai masyarakat yang mempunyai ciri-ciri sendiri dan
bertempat tinggal di wilayah tepi pantai, sehinngga dapat juga disebut sebagai
masyarakat yang berdiam di desa pantai perkampungan nelayan, yang menjadikan
perikanan sebagai mata pencahariannya yang terpenting.
1.2 Tujuan

1. Menjelaskan tentang pembagian dimensi penyebab kemiskinan masyarakat


nelayan.
2. Menjelaskan tentang beberapa faktor terjadinya kemiskinan pada masyarakat
nelayan.
BAB II
PEMBAHASAN

Dimensi Kemiskinan nelayan

Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi


kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan. Atau bisa dikatakan serba kekurangan dalam aspek apapun dan tidak hanya
dilihat dari sisi ekonomi saja melainkan dari segi sosial, budaya, dan politiknya.

Dalam dimensi ekonomi, kemiskinan sangat mudah dilihat dari berbagai


kebutuhan dasar manusia. Dalam kaitannya denga_n masyarakat nelayan, kemiskinan
dalam dimensi ini dapat dilihat pada kondisi perumahan yang kumuh dengan
perabotan rumah yang juga seadanya dan kemampuan memenuhi kebutuhan pangan
dan kesehatan yang rendah dan Pendidikan yang juga rendah. Secara kuantitatif,
pendapatan seorang nelayan hanya sekitar Rp. 250.000 – Rp. 400.000 per bulan. Dan
bahkan masih banyak yang lebih kecil dari itu.

Dalam dimensi sosial budaya, mereka terjebak dalam suatu budaya di


lingkungannya yaitu budaya kemiskinan Lewis (Djamaludin Ancok, 1995:165)
misalnya, menyatakan adanya respon tertentu yang dilakukan oleh masyarakat miskin
dalam menyikapi hidup, seperti boros dalam membelanjakan uang, mudah putus asa,
merasa tidak berdaya, dan apatis. Walaupun tidak sepenuhnya benar.

Begitu pun dalam dimensi politik, bersikap apatis terhadap program-program


yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tujuannya untuk membangun dan
menyejahterakan hidup nelayan. Para nelayan sulit percaya dengan pemerintah
ataupun pihak lain, kecuali sudah terbukti membawa manfaat bagi mereka. Ini terjadi
karena sudah banyak program yang selama ini tidak membawa implikasi bagi
perbaikan ekonomi mereka.

Sebagaimana yang dikutip oleh Loekman Soetrisno (Loekman, 1995:19),


menyebutkan adanya dua hal utama yang terkandung dalam kemiskinan, yaitu
kerentanan dan ketidak-berdayaan, yang sering mengakibatkan orang miskin menjadi
lebih miskin. Dengan kerentanan yang dialami, orang miskin akan mengalami
kesulitan untuk menghadapi situasi darurat. Ini dapat dilihat pada nelayan perorangan
misalnya, mengalami kesulitan untuk membeli bahan bakar untuk keperluan melaut,
karena sebelumnya tidak ada hasil tangkapan yang bisa dijual, dan tidak ada dana
cadangan yang bisa digunakan untuk keperluan yang mendesak. Belum lagi jika ada
salah satu anggota keluarga yang sakit atau ada sesuatu hal yang buruk lainnya. Hal
yang sama juga dialami oleh nelayan buruh, mereka merasa tidak berdaya di hadapan
para juragan yang telah mempekerjakannya, walaupun bagi hasil yang diterimanya
dirasakan tidak adil.

Beberapa faktor dan situasi tersebut telah membuat terpuruknya masyarakat


nelayan dalam jerat kemiskinan. Hal lain yang juga memperparah keadaan mereka
adalah adanya keterbatasan teknologi dalam kegiatan nelayan dan adanya
keterbatasan dalam pemasaran hasil tangkapan.

Keterbatasan Teknologi Sebagai Pemicu Awal Kemiskinan

Satu hal penting dalam kehidupan nelayan adalah teknologi penangkapan, baik
dalam bentuk alat tangkap maupun alat bantu penangkapan (perahu). Ketergantungan
nelayan terhadap teknologi penangkapan itu sangat tinggi, karena selain kondisi
sumberdaya perikanan yang bersifat mobile, yaitu mudah berpindah dari satu tempat ke
tempat lain. Dari segi jenisnya, teknologi penangkapan dapat dibedakan dalam dua
kategori, yaitu yang bersifat tradisional dan modern.

Ukuran modernitas itu bukan semata-mata karena penggunaan motor untuk


menggerakkan perahu, melainkan juga besar kecilnya motor yang digunakan serta
tingkat eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan (Husein Sawit 1988: 67-87). Selain
itu, wilayah tangkap juga menentukan ukuran modernitas suatu alat. Teknologi
penangkapan yang modern akan cenderung memiliki kemampuan jelajah sampai di
lepas pantai dan jauh lebih berefek besar dalam hasil penangkapan, sebaliknya yang
tradisional wilayah tangkapnya terbatas yaitu hanya di sekitaram perairan pantai.
Penggunaan teknologi yang berbeda itulah yang memunculkan konsep nelayan
tradisional dan nelayan modern.

Para nelayan sebenarnya selalu berusaha untuk meningkatkan penghasilannya


melalui teknologi yang mereka tingkatkan. Pada umumnya para nelayan masih
mengalami keterbatasan teknologi penangkapan.

Dengan alat tangkap yang sederhana, wilayah penagkapan pun menjadi terbatas,
hanya di sekitar perairan pantai. Selain itu juga ketergantungan terhadap musim sangat
tinggi, sehingga tidak setiap saat nelayan bisa turun melaut, terutama pada musim
ombak, yang bisa berlangsung sampai lebih dari satu bulan. Belum lagi pada saat
terjadi badai laut yang bisa terjadi kapan saja yang dapat menghambat penangkapan
mereka. Akibatnya, selain hasil tangkapan menjadi terbatas, dengan kesederhanaan alat
tangkap yang dimiliki pada musim tertentu sampai tidak ada hasil tangkapan yang bisa
diperoleh oleh para nelayan. Kondisi ini merugikan nelayan, karena secara riil rata-rata
pendapatan per bulan menjadi lebih kecil dan pendapatan yang diperoleh pada saat
musim ikan akan habis dikonsumsi pada saat paceklik.
BAB III

PENUTUP DAN KESIMPULAN

Kesimpulan

Penyebab utama bagi munculnya kemiskinan yang dihadapi nelayan adalah


keterbatasan teknologi penangkapan. Dengan teknologi yang terbatas, maka
ketergantungan terhadap musim menjadi sangat tinggi, dan wilayah tangkapnya tentu
terbatas. Dan berakibat pada hasil tangkapan yang sesdikit. Selain itu, kondisi
sumberdaya perikanan yang bersifat milik umum telah mengakibatkan terjadinya
persaingan dalam memperebutkan sumberdaya, sehingga para nelayan tradisional itu
akan selalu kalah dalam persaingan.

Kondisi inilah yang mengakibatkan pendapatan nelayan menjadi rendah. Keadaan


itu menjadi lebih buruk pada buruh nelayan, yang mengandalkan pada bagi hasil yang
diperoleh dari para juragan. Dengan sistem bagi hasil yang cenderung timpang, maka
kesenjangan pendapatan antara buruh nelayan dengan juragannya juga tidak dapat
terhindarkan.

Tidak kalah pentingnya dalam pengembangan nelayan adalah bagaimana


menjadikan nelayan sebagai subyek dari setiap program pengembangan. Itu berarti
bahwa mereka perlu diajak serta untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi, serta
mencari alternatif pemecahannya. Hal ini perlu dilakukan karena merekalah yang lebih
tahu dan merasakan permasalahan yang dihadapi. Adapun tugas pihak luar adalah
membantu agar alternatif pemecahan itu bisa dilaksanakan, di samping mencari
alternatif-alternatif lain yang belum ditemukan, untuk didiskusikan dengan para
nelayan. Dengan cara yang demikian, maka mengembangkan masyarakat nelayan
bukan saja bermakna meningkatkan pendapatannya, melainkan juga membantu
meningkatkan harga diri nelayan.
DAFTAR PUSTAKA

Mafruhah, Izza. 2009. Multidimensi Kemiskinan. Hal 7. 4 makalah kemiskinan nelayan DKI
Jakarta

Budi, Usman. 2009. Pengentasan Masyarakat Daerah Pesisir Laut Indonesia.Jurnal


Kemiskinan Nelayan Indonesia, Yogyakarta.

Imron, Masyhuri. (2003). Jurnal masyarakat dan budaya. Kemiskinan dalam masyarakat
nelayan.

Anda mungkin juga menyukai