A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Desa Muara-Binuangeun merupakan desa nelayan yang terletak di pantai selatan pulau Jawa,
tepatnya di Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Desa ini tidak hanya
memiliki potensi alam, tetapi juga keragaman sosial budaya yang dikembangkan oleh
masyarakat desa tersebut. Kehidupan nelayan di Desa Muara-Binuangeun dapat dikatakan tidak
saja belum berkecukupan, melainkan juga masih terbelakang, termasuk dalam hal pendidikan.
Keterbatasan sosial yang dialami nelayan memang tidak terwujud dalam bentuk keterasingan,
karena secara fisik masyarakat nelayan tidak dapat dikatakan terisolasi atau terasing. Namun
lebih terwujud pada ketidakmampuan mereka dalam mengambil bagian dalam kegiatan ekonomi
pasar secara menguntungkan, yang ditunjukkan oleh lemahnya mereka mengembangkan
organisasii keluar lingkungan kerabat mereka atau komunitas lokal.
Gambaran kondisi kemiskinan nelayan Desa Muara-Binuangeun antara lain secara nyata
dapat dilihat dari kondisi fisik berupa kualitas pemukiman mereka. Umumnya desa nelayan
miskin akan mudah diidentifikasi dari kondisi rumah hunian mereka. Rumah-rumah mereka yang
umumnya sangat sederhana, yaitu berdinding bambu, berlantai tanah, serta dengan fasilitas dan
keterbatasan perabot rumah tangga. Selain gambaran fisik, identifikasi lain yang menonjol di
kalangan nelayan miskin adalah rendahnya tingkat pendidikan anak-anak, pola konsumsi sehari-
hari, dan tingkat pendapatan mereka. Di desa nelayan ini memang ada beberapa rumah yang
tampak megah dengan fasilitas yang memadai, itulah yang merupakan rumah-rumah pemilik
perahu, pedagang perantara atau pedagang ikan.
Kondisi keterbatasan sosial dan kemiskinan yang diderita masyarakat nelayan Desa Muara-
Binuangeun disebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks. Faktor-faktor tersebut tidak hanya
berkaitan dengan fluktuasi musim ikan, keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan modal,
kurangnya akses, dan jaringan perdagangan ikan yang cenderung eksploitatif terhadap nelayan
sebagai produsen, serta dampak negatif modernisasi perikanan yang mendorong terkurasnya
sumber daya laut secara cepat dan berlebihan, serta terbatasnya peluang dan kesempatan nelayan
untuk melakukan diverisifikasi pekerjaan, terutama di luar kegiatan pencarian ikan di laut.
Hal inilah yang kemudian menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut, yaitu mengenai
bagaimana kehidupan sosial-budaya dan kehidupan sosial-ekonomi keluarga nelayan pada lokasi
penelitian yaitu Desa Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten. Maka dari itu, penulis mencoba memberikan gambaran tersebut dengan melakukan
penelitian yang berjudul “30 Hari Menjadi Anak Nelayan : Kajian Tentang Kehidupan
Sosial Keluarga Nelayan di Desa Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Lebak –
Banten”.
2. Rumusan Masalah
Penelitian ini memfokuskan pada kajian tentang “kehidupan sosial keluarga nelayan” di
bagian selatan Provinsi Banten, tepatnya pada keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun,
Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Persoalan pokok yang hendak dikaji
di dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah konteks dan aspek-aspek sosial-budaya
masyarakat setempat secara resiprokal berkaitan/berpengaruh pada aktivitas ekonomi nelayan
tradisional setempat, serta bagaimanakah struktur perekonomian masyarakat setempat dibangun
dan dikembangkan atas dasar kehidupan sosial-budaya mereka”.
Kemudian dengan mengacu pada persoalan pokok diatas, maka masalah-masalah yang
menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah :
3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka informasi yang akan dicari untuk menjawab
rumusan masalah tersebut antara lain adalah konteks dan aspek-aspek sosial-budaya keluarga
nelayan yang terdapat di wilayah penelitian, dan mengidentifikasi keberkaitan dan atau
keberpengaruhan secara resiprokal dari konteks dan aspek-aspek sosial-budaya setempat pada
aktivitas perekonomian masyarakat nelayan di Desa Muara-Binuangeun.
Untuk mengetahui hal tersebut, maka tujuan dari mengkaji permasalahan di atas adalah :
Kajian tentang kehidupan sosial keluarga nelayan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua
kalangan masyarakat. Adapun manfaat-manfaat tersebut adalah:
1. Bagi peneliti : dapat menganalisis bagaimana kehidupan sosial keluarga nelayan di Desa
Muara-Binuangeun.
2. Bagi akademisi : dapat dijadikan sebagai sumber informasi ataupun referensi bahan
perbandingan untuk penelitian selanjutnya. Disamping itu juga dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan untuk yang membacanya.
4. Bagi pemerintah : penelitian ini dapat dijadikan informasi yang diharapkan dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan pembangunan.
B. KAJIAN TEORI
Sebagaian besar nelayan yang ada di Indonesia tergolong nelayan tradisional dan buruh
nelayan (Kusnadi, 2007:1). Posisi sebagai nelayan tradisonal dan buruh nelayan ini membuat
mereka menjadi sebagai masyarakat yang memiliki akses terbatas terhadap Sumber Daya
Perairan (SDP) dan masih dikendalikan oleh nelayan besar. Misalnya saja nelayan besar yang
memakai teknologi baru membuat nelayan tradisional kesulitan dalam menangkap ikan dan
buruh nelayan yang bekerja pada nelayan besar, seolah dibuat tidak bisa lepas dari kekuasaan
nelayan besar tersebut. Hal inilah yang kemudian menjadi masalah sosial-ekonomi yang sulit
diselesaikan oleh para nelayan di Indonesia. Salah satu implikasinya adalah kemiskinan.
Satria (2009b: 25) menggambarkan posisi nelayan di Indonesia dalam sebuah tabel dibawah
ini:
Didalam bukunya yang lain, Satria (2009a: 336), menyebutkan bahwa secara sosiologis
karakteristik masyarakat nelayan berbeda dengan karakteristik masyarakat petani dalam
pengelolaan atau dalam memanfaatkan lahan untuk mencari nafkah. Nelayan menghadapi
sumber daya yang tidak terkontrol dimana pada saat hasil tangakapan berkurang, maka nelayan
tersebut harus mencari lahan baru. Artinya adalah nelayan lebih dipengaruhi oleh kondisi alam
dan produktifitas mereka mencari nafkah. Sementara masyarakat petani dapat mengontrol atau
berada pada lahan yang terkontrol. Pada saat penghasilan mulai berkurang petani dapat
melakukan usaha peningkatan lahan melalui intensifikasi pertanian, mekanisasi pertanian, dan
sebagainya dalam satu lahan yang sama.
Secara garis besar, merujuk pada penjelasan sebelumnya kemiskinan pada masyarakat
nelayan dapat di klasifikasikan menjadi tiga berdasarkan faktor penyebabnya yaitu kemiskinan
struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural adalah
kemiskinan yang disebabkan oleh struktur sosial, ekonomi dan sistem politik yang tidak kondusif
dan selalu berubah – ubah seiring perubahan yang terjadi pada sistem pemerintahan. Kemiskinan
kultural lebih banyak disebabkan oleh faktor kebudayaan masyarakat misalnya kemalasan, sifat
konsumtif, berfikir fatalistik, dan sebagainya sehingga kondisi masyarakat cenderung lemah.
Sedangkan kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alam yang
tidak dapat dikontrol dan sumber daya alam yang terbatas untuk dimanfaatkan oleh masyarakat
nelayan (Satria, 2009:25). Ketiga jenis kemiskinan ini saling berkaitan satu sama lain. Ketiga
jenis kemisikinan ini pulalah yang mengakibatkan “sistem patron-klien” dalam sistem pola
nafkah nelayan sampai saat ini berkembang dengan baik. Dimana sistem patron-klien ini bukan
memberikan kesejahteraan, malah memperburuk keadaan nelayan.
Sistem mata pencaharian masyarakat nelayan yang umumnya tertuju pada sektor perikanan
laut, memaksa mereka selalu selaras dengan alam. Dimana kondisi ini menyebabkan para
nelayan bergantung dan dipengaruhi oleh alam. Karakteristik inilah yang kemudian berimplikasi
pada tingkat pendapatan dan resiko yang mungkin bisa terjadi saat penangkapan ikan di laut.
Untuk mengantisipaasi masalah tersebut, maka jaringan atau relasi patron-klien yang sangat
kuat, beragam, dan mencakup semua segi ekonomi masyarakat tumbuh dan berkembang dengan
baik pada masyarakat nelayan. Relasi patron-klien ini lebih kuat jika dibandingkan dengan
masyarakat lain diluar nelayan (Kusnadi, 2007: 9).
Relasi patron-klien ini juga berkembang karena sampai dengan saat ini nelayan masih belum
menemukan lembaga/institusi yang mampu menjamin dan mampu mengakomodasi kebutuhan
sosial-ekonomi nelayan. Satria (2009a), mengutip kembali legg (1983) dalam Masyhuri (1999),
mengungkapkan bahwa hubungan patron-klien secara umum berkaitan dengan:
2. Hubungan yang bersifat khusus merupakan hubungan pribadi yang mengandung kekerabatan.
Masalah kemiskinan ini menjadi akar permasalah dari berbagai permasalahan yang timbul
pada masyarakat nelayan. Sehingga pembangunan yang dikembangkan pada nelayan disamping
harus menyentuh aspek-aspek kelestarian lingkungan, juga harus melihat bagaimana
menyelesaikan fenomena kemiskinan masyarakat nelayan. Disamping model pembangunan itu
harus berangkat dari kearifan lokal yang dimiliki masyarakat nelayan.
C. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pemilihan metode ini didasarkan pada jenis
data yang ingin diperoleh yaitu data kualitatif. Disamping itu, untuk mengetahui gambaran
kehidupan sosial keluarga nelayan baik kehidupan sosial-budaya maupun sosial-ekonomi di Desa
Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dengan
mengacu pada rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka metode kualitatif dianggap
paling cocok untuk digunakan dalam penelitian ini.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data
sekunder yang diperlukan merupakan dokumen yang terkait dengan karakteristik masyarakat di
lokasi penelitian, seperti data dari pemerintah setempat. Data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari pemerintah desa Muara-Binuangeun berupa data profil desa, sumber
daya yang dimiliki oleh desa, luas dan batas-batas desa, serta sarana yang dimiliki oleh desa.
Sedangkan data primer diperoleh melalui pendekatan kualitatif, yaitu dengan wawancara
mendalam (in depth interview) dengan informan atau narasumber. Teknik yang kedua adalah
observasi partisipasi dimana peneliti tinggal di tiga keluarga yang merupakan subyek penelitian
selama 30 hari dan terlibat dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan,
sehingga dapat melihat dan merasakan apa yang terjadi di lapangan untuk selanjutnya dapat
mendeskripsikan hasil dari observasi yang dilakukan. Kemudian teknik yang ketiga adalah
dokumentasi melalui foto-foto di lapangan. Sementara teknik yang keempat yaitu teknik
triangulasi yang dilakukan/digunakan pada saat data yang diperoleh terkesan simpang siur atau
validitas dan kredibilitasnya diragukan.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian pada awalnya adalah peneliti sendiri kemudian setelah fokus penelitian
menjadi jelas, peneliti mengembangkan instrumen lain seperti foto untuk dokumentasi, panduan
pertanyaan pengarah, catatan harian dan sarana untuk pengetikan. Dengan instrumen sederhana
ini, diharapkan dapat mempertajam dan melengkapi data yang diperoleh di lapangan.
Teknik analisis data pada penelitian ini disesuaikan dengan metode penelitian yang
digunakan, yaitu penelitian kualitatif. Analisis data ini mengikuti konsep Miles and Huberman
dan Spradley. Miles and Huberman (1984) dalam Sugiyono (2009: 91), mengemukakan bahwa
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus dengan
selesai sehingga data yang diperoleh bersifat jenuh. Aktifitas dalam analisis data ini diantaranya
adalah data reduction, data display, dan data conclusiondrawing/verification.
Pada saat turun lapang pertama, diperoleh data yang bermacam-macam dan tidak tersusun
dengan benar. Data tersebut tetap dikumpulkan dan dikoleksi sebanyak-banyaknya. Kemudian
data yang beranekaragam dan terkumpul secara tidak beraturan tersebut direduksi. Setelah
dilakukan reduksi data, selanjutnya data tersebut dijabarkan satu persatu menurut kebutuhan data
penelitian dan diurutkan secara sistematis sehingga akan lebih mudah dipahami dan akan
menentukan arah penelitian selanjutnya. Tahap ini biasanya disebut dengan tahap penentuan
fokus penelitian, aktifitasnya adalah dengan mendisplaykan data sehingga diperoleh gambaran
umum fokus penelitian yang akan dikaji lebih dalam. Setelah fokus penelitian ini menjadi lebih
jelas, maka penelitian dilanjutkan berdasarkan fokus penelitian tadi. Data-datanyapun terfokus
pada aspek yang menjadi fokus penelitian.
Tahap selanjutnya yaitu tahap selection, aktifitas analisis data pada tahap ini membuat suatu
kesimpulan dari data yang diperoleh, memilih data yang diperlukan, membuat kategorisasi data
yang diperlukan dan membuang data yang tidak dipakai. Aktifitasnya biasa disebut
dengan conclusion drawing/veryfying. Berikut ini adalah gambar aktifitas analisis data menurut
Miles and Huberman.
DAFTAR PUSTAKA
Kusnadi. 2007. Strategi Hidup Masyarakat Nelayan. Jember : Tim Pemberdayaan Masyarakat
Pesisir (PSKP).
Masyhuri dan Mochammad Nadjib. 2000. Pemberdayaan Nelayan Tertinggal : Sebuah Uji
Model Penanganan Kemiskinan. Jakarta : Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan – LIPI.
Nawawi, Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
________. 2009b. Pesisir dan Laut Untuk Rakyat. Bogor : IPB Press.
(http://fendi-wiranata.blogspot.co.id/2012/03/contoh-proposal-penelitian-lkir-dikutip.html)
STRUKTUR TEKS PROPOSAL
BAB I. PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
A. Kajian Teoretis
B. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
A. Jenis Penelitian
B. Metode Penelitian
E. Instrumen Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Bagian-bagian Penting dalam proposal
2. Observasi partisipasi
10 Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Muara-
Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten
Lebak, Banten
12 Teknik Analisis Data Data reduction, data display, dan data conclusion
drawing/verification.
1. Banyak meggunakan istilah ilmiah, baik berkenaan dengan kegitan itu sendiri ataupun
tentang istilah-istilah berkaitan dengan bidang keilmuannya..
abstrak
pantai
analisis data
nelayan
hipotesis
perahu
instrumen
musim ikan
latar belakang
laut
metode penelitian
nelayan tradisional
pegolahan data
buruh nelayan
penelitian lapagan
nelayan besar
pengumpulan data
desa Pesisir
populasi
sistem patron-klien
sampel
teknik penelitian
3. Menggunakan kata-kata yang menyatakan pendefnisan, yang ditandai oleh penggunaan kata
merupakan, adalah, yaitu, yakni.
4. Menggunakan kata-kata yang bermakna perincian, seperti selain itu, pertama, kedua, ketiga.
5. Menggunakan kata-kata yang bersifat “keakanan”, seperti akan, diharapkan, direncanakan.
Hal itu sesuai dengan sifat proposal itu sendiri sebagai suatu usulan, rencana, atau rancangan
program kegiatan.
6. Menggunakan kata-kata bermakna lugas (denotatif). Hal ini penting guna menghindari
kesalahan pemahaman antara pihak pengusul dengan pihak tertuju/penerima proposal.