Anda di halaman 1dari 11

Majas Perbandingan Dalam Novel “Tulisan Sastra”

Wardatul Asfiya, Rufayda Al Fatiya, Muassomah

Correpondence: 210301110014@student.uin-malang.ac.id, 210301110104@student.uin-


malang.ac.id, muassomah@bsa.uin-malang.ac.id

Abstract

The use of various types of comparative figures of speech in the novel


"Tulisan Sastra" in chapters one and two exceeds 2 types. In the study,
an analysis was conducted to identify the types of comparative figures
of speech and calculate the percentage of each type used in the novel
"Tulisan Sastra" in chapters one and two. This research uses qualitative
analysis method. Data collection was done through sampling technique,
collecting data by reading and taking notes. The results of this study
show that there are 5 types of comparative figures of speech used in
chapters one and two of the novel "Tulisan Sastra" with their respective
percentages. In these first and second chapters of the novel, simile is the
figure of speech that is most frequently used, followed by antonomasia,
personification, metaphor, and then depersonification.

Keywords: figures of speech, comparative, novel “Tulisan Sastra”

Abstrak

Penggunaan macam majas perbandingan pada novel “Tulisan Sastra” di


chapter pertama dan kedua terdapat lebih dari 2 jenis. Dalam penelitian
dilakukan analisis untuk mengidentifikasi jenis-jenis majas
perbandingan serta menghitung persentase penggunaan tiap jenis majas
perbandingan dalam novel “Tulisan Sastra” chapter pertama dan kedua.
Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Pengumpulan
data dilakukan dengan teknik sampling, mengumpulkan data dengan
membaca dan mencatat data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat 5 jenis majas perbandingan yang digunakan dalam novel
“Tulisan Sastra” chapter pertama dan kedua dengan persentase masing-
masing. Dalam chapter pertama dan kedua novel ini, majas simile adalah
majas yang paling banyak digunakan diikuti dengan majas antonomasia,
majas personifikasi, majas metafora, dan terakhir majas depersonifikasi.

Keywords: majas, perbandingan, novel “Tulisan Sastra”

AKSARA: Jurnal Bahasa dan Sastra 21:2 (2020), 102 – 114. DOI: dx.doi.org/10.23960/aksara/v21i1.pp102-114
P-ISSN: 1411-2051 / E-ISSN: 2620-3928 | Universitas Lampung
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/aksara
Wardatul Asfiya, Rufayda Al Fatiya, Muassomah

Pendahuluan

Majas seringkali dikaitkan dengan estetika penulisan untuk memperindah


karya sastra. Penggunaan majas tidak hanya pada karya puisi tetapi juga pada
karya novel. Kedekatan manusia dengan majas menjadikan manusia mudah
tertarik dengan kalimat-kalimat bermajas dalam sebuah cerita. Selain
menambah daya tarik pada cerita, penggunaan majas pada tulisan dapat
memperindah cerita. Majas sendiri merupakan cara pengungkapan pikiran
dengan cara yang khas, yang melibatkan kepribadian dan watak sang penulis
(Nafinuddin, 2020: 2). Majas perbandingan digunakan untuk menemukan
kesamaan antara 2 hal yang nantinya akan dibandingkan (Keraf, 2004: 136).

Studi terkait majas dengan karya sastra memperlihatkan 2 kecenderungan.


Pertama, untuk menganalisis bagaimana majas yang berada dalam karya sastra
tersebut (Fause, 2021) (Hakim, 2020) (Syam, 2022) (Siska, 2022). Analisis
dilakukan pada setiap kata yang berpotensi mengandung majas. Kedua,
mendeskripsikan makna pada majas dalam karya sastra yang diteliti (Farida,
2020) (Lestari, 2019). Peneliti mengambil penggalan-penggalan kalimat dalam
karya sastra dan menandai kata yang menampakkan tanda majas secara
tersurat maupun tersirat. Kemudian kalimat yang diambil dijelaskan makna
sebenarnya. Kedua kecenderungan tersebut masih pada karya sastra yang
berbeda-beda dan di sebagian jurnal tersebut belum memfokuskan pada majas
perbandingan saja.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis majas perbandingan dalam novel


“Tulisan Sastra” chapter 1 dan 2. Sejalan dengan itu 2 pertanyaan disusun: 1)
Apa saja bentuk majas perbandingan. 2) Berapa persentase penggunaan tiap
jenis majas perbandingan dalam novel “Tulisan Sastra” chapter 1 dan 2. Kedua
rumusan masalah tersebut telah menjadi fokus dalam penelitian ini.

Penelitian ini berpendapat bahwa majas perbandingan dalam novel “Tulisan


Sastsra” chapter 1 dan 2 telah menambah daya tarik bagi novel. Hal tersebut
terjadi dikarenakan penggunaan majas dalam sebuah tulisan dapat menaikkan
nilai estetika tulisan.

116 | 11
Majas Perbandingan Dalam Novel “Tulisan Sastra”

Data analysis

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa kata-kata, kutipan, dan kalimat yang terdapat dalam novel
“Tulisan Sastra” dan buku acuan yang berhubungan dengan penelitian.

Penulis menggunakan novel “Tulisan Sastra” sebagai sumber data kualitatif.


Chapter pertama “Kolase Keluarga Sastra” dan chapter kedua “Sebuah Korelasi
Klasik” digunakan sebagai sumber data primer penelitian. Majas perbandingan
dijadikan objek penelitian pada Chapter pertama dan kedua novel “Tulisan
Sastra” untuk mengetahui jumlah pemakaian majas perbandingan dalam kedua
Chapter. Penggunaan majas meningkatkan daya tarik kalimat dalam novel.

Adapun teknik yang digunakan yaitu teknik sampling, teknik sampling yang
digunakan adalah purposive sampling yaitu teknik mengumpulkan data
menggunakan teknik baca dan teknik catat. Teknik baca merupakan teknik yang
paling penting yang digunakan dalam mengumpulkan data dengan cara
membaca. Dilanjutkan dengan teknik catat yang merupakan teknik dengan cara
mengumpulkan dan mencatat data. Teknik catat yang digunakan dalam
penelitian ini bersifat mengamati hasil temuan data yang dianalisis kemudian
melakukan pencatatan atau pengumpulan data sesuai dengan penggunaan gaya
bahasa.

Metode yang bersifat mengamati hasil temuan data yang akan dianalisis,
kemudian melakukan pencatatan atau pengumpulan data sesuai dengan
penggunaan abreviasi bahasa. Adapun langkah-langkah yang dilakukan penulis
untuk memulai pemerolehan data dengan (1) mengunjungi laman wattpad, (2)
melakukan scrolling pada laman wattpad, (3) mencari novel yang akan penulis
teliti, serta mencari majas dalam novel tersebut, (4) mencatat mengumpulkan
temuan tersebut dengan di ketik, (5) menyimpan hasil temuan dalam satu file
untuk memudahkan pencarian hasil temuan.

Setelah semua data terkumpul selanjutnya penulis melakukan analisis


deskriptif dari data tersebut berdasarkan abreviasi dan juga pola abreviasi
tersebut. Cara yang ditempuh meliputi (1) mengidentifikasikan majas beserta
penggunaanya gaya bahasa, (2) mengelompokkan dan mengklasifikasi majas
berdasarkan jenis-jenisnya, (3) menganalisis berbagai pola yang terdapat dalam
jenis-jenis penggunaan gaya bahasa tersebut.

117 | 11
Wardatul Asfiya, Rufayda Al Fatiya, Muassomah

Hasil dan pembahasan

1. Bentuk-Bentuk Majas Perbandingan Dalam Novel “Tulisan


Sastra”

Majas perbandingan memiliki berbagai macam bentuk. Di antaranya adalah


simile, metafora, antonomasia, personifikasi, depersonifikasi, dan lain-lain.

No Kutipan Chapter Kode

1. Lagian dia sama Kak Rosnya 01# Kolase Simile


Upin Ipin gak jauh beda. Keluarga Sastra
2. Tidak akan berhenti sampai 02# Sebuah Metafora
waktu sendiri yang Korelasi Klasik
memintaku terbit di ufuk
timur.
3. Dia dan Jaya adalah korelasi 01# Kolase Depersonifikasi
warna yang harus selalu Keluarga Sastra
berdampingan untuk
menghasilkan pelangi yang
indah.
4. Sastra si pujangga 02# Sebuah Antonomasia
merangkap pengagum Korelasi Klasik
rahasia tiba-tiba berubah
menjadi seseorang yang
selalu ada saat Sahara butuh
tempat bersandar.
5. Jam dinding pun tertawa, 02# Sebuah Personifikasi
karna ku hanya diam dan Korelasi Klasik
membisu

Tabel 1. Bentuk majas perbandingan

Tabel 1 menunjukkan bentuk-bentuk majas perbandingan yang digunakan


dalam novel “Tulisan Sastra” chapter 1 dan 2. Terdapat 5 Bentuk majas
perbandingan.

Pertama, simile. Majas simile disebut juga sebagai majas persamaan. Simile
adalah majas perbandingan yang menampakkan perbandingan secara eksplisit,
yaitu menyatakan secara langsung bahwa terdapat sebuah persamaan (Keraf,
2004: 138). Penggunaannya dengan menyebutkan kata-kata perbandingan
seperti sama, bagaikan, bak, dan sebagainya.

118 | 11
Majas Perbandingan Dalam Novel “Tulisan Sastra”

Majas simile memiliki 2 kategori, simile terbuka dan simile tertutup. Simile
terbuka merupakan persamaan yang tidak mengandung detail dari sifat
persamaan, sedangkan simile tertutup merupakan persamaan yang
mengandung detail dari sifat persamaan (Keraf, 2004: 138). Contoh:

Simile Tertutup: “Lagian dia sama Kak Rosnya Upin Ipin gak jauh beda.
Sama-sama galak, tukang ngadu, tukang nyuruh-nyuruh, bawel,...”
(01# Kolase Keluarga Sastra).

Simile Terbuka: “Lagian dia sama Kak Rosnya Upin Ipin gak jauh beda.” (01#
Kolase Keluarga Sastra).

Kedua, Majas metafora. Kata metafora, berasal dari kata Yunani metafora, yang
artinya bergerak. Istilah metafora berasal dari kata meta yang berarti di atas
dan pherein yang berarti membawa (Tarigan, 1993: 141). Sebuah kiasan yang
sering menambah kekuatan kalimat. Kiasan-kiasan membantu orang yang
berbicara atau menulis untuk menggambarkan sesuatu dengan jelas dengan
membandingkan satu hal dengan hal lain yang memiliki kualitas dan
karakteristik yang sama. Contohnya sebagai berikut:

“Tidak akan berhenti sampai waktu sendiri yang memintaku terbit di ufuk
timur”. (02# Sebuah Korelasi Klasik)

Ketiga, majas depersonifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat


suatu benda tak bernyawa pada manusia atau insan. Biasanya memanfaatkan
kata-kata: kalau, sekiranya, jikalau, misalkan, bila, seandainya, seumpama.
Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati
atau tidak bernyawa. Depersonifikasi adalah majas yang berupa perbandingan
manusia dengan bukan manusia atau dengan benda. Menurut Zaimar (2002),
depersonifikasi menampilkan manusia sebagai benda-benda lain seperti
binatang, atau alam, atau benda lainnya. Majas ini mirip dengan majas
metafora . Contohnya sebagai berikut:

“Dia dan Jaya adalah korelasi warna yang harus selalu berdampingan untuk
menghasilkan pelangi yang indah.” (01# Kolase Keluarga Sastra)

Keempat, majas antonomasia. Antonomasia adalah bentuk dari sinekdoke yang


menggunakan sebuah frasa untuk menggantikan nama diri dengan gelar resmi
atau jabatan (Keraf, 2004: 142). Frasa yang digunakan juga mencakup Salah
satu sifat dari benda atau orang yang dimaksud (Nafinuddin, 2020: 13)
sehingga majas antonomasia bisa disebut gaya bahasa yang menyebutkan
julukan dari sesuatu. Contoh majas antonomasia adalah:

119 | 11
Wardatul Asfiya, Rufayda Al Fatiya, Muassomah

“Sastra si pujangga merangkap pengagum rahasia tiba-tiba berubah


menjadi seseorang yang selalu ada saat Sahara butuh tempat bersandar.”
(02# Sebuah Korelasi Klasik).

Kelima, majas personifikasi. Personifikasi memiliki nama lain, prosopopoeia.


Personifikasi adalah gaya bahasa penginsanan yang berarti mengiaskan benda-
benda mati seolah memiliki sifat-sifat manusiawi. Personifikasi adalah bentuk
dari metafora yang menyamakan benda mati dan manusia dengan menjadikan
benda mati berperilaku layaknya manusia, baik dalam bertindak, perasaan, dan
watak (Keraf, 2004: 140-141). Contoh:

“Jam dinding pun tertawa, karna ku hanya diam dan membisu.” (02#
Sebuah Korelasi Klasik).

2. Persentase Penggunaan Tiap Jenis Majas Perbandingan

Untuk mengetahui jumlah penggunaan majas perbandingan akan disajikan


pada grafik batang sebagai berikut:

18
16
14
12
10 Jumlah
8
6
4
2
0

Figur 1. Grafik batang penggunaan majas perbandingan

Untuk mengetahui persentase penggunaan tiap bentuk majas perbandingan


akan disajikan data dari kutipan dalam novel “Tulisan Sastra” beserta
pembagian bentuk majasnya.

Pertama, simile. Data kalimat-kalimat dalam novel: berupa, “Seperti Bang


Toyib, Bang Tama jarang pulang.”, “Lagian dia sama Kak Rosnya Upin Ipin gak

120 | 11
Majas Perbandingan Dalam Novel “Tulisan Sastra”

jauh beda”, “sama seperti Bang Tama”, “rambut kelimis ala oppa-oppa korea.
“Cetta ini sebelas-duabelas sama Nana”, “Ibarat pelangi,”, “Karena si Cetta
ini orangnya gampang sewot kayak Kak Ros”, “mama sama bapak menyerah
juga memberi nama anaknya sepanjang jalan tol”, “Kin Dhananjaya sama
seperti anak-anak bungsu lainnya”, “mereka menuruni tangga dengan
kecepatan setara Orochimaru mengejar musuh”, “dia seperti cicak yang mati
dan menempel di tembok”, “Kak Ros memiting kepalanya seperti kambing
yang hendak disembelih”, “tapi tenaganya bapak kalau dihiperbolakan mungkin
sebanding dengan 4 ekor kerbau saat membajak sawah” (01# Kolase Keluarga
Sastra). “Hal yang sama seperti yang pernah dikatakan bapak di suatu sore di
teras rumah”, “Kata Cetta, salim sama mama seperti anak paling baik dengan
budi pekerti yang luhur.”, “Sebab kebahagiaan Suyadi bersaudara juga berarti
kebahagiaan mama.”, “Semua Suyadi bersaudara sama populernya.”, “Nadanya
muram, seirama gemuruh yang kembali menggelegar di ujung langit.” (02#
Sebuah Korelasi Klasik).

Di atas termasuk simile dikarenakan termasuk perbandingan yang


menampakkan perbandingan secara eksplisit, yaitu menyatakan secara
langsung bahwa terdapat sebuah persamaan.

Kedua, metafora. Data kalimat-kalimat dalam novel: berupa, “Tidak akan


berhenti sampai waktu sendiri yang memintaku terbit di ufuk timur”,
“Pintu itu arus hidup. Lo harus siap didatangi, ditinggal, diterpa panas,
diterpa dingin. Itulah kenapa cinta aja nggak cukup. Hidup ini nggak
sesederhana itu buat didefinisikan hanya soal cinta.”, “Soalnya Bang Tama
punya kemampuan mengomel dengan durasi 3 sinetron india sekaligus’’,
“Lalu Sahara. Dalam sebuah tata surya, maka Sahara adalah bumi.
Sementara Sastra adalah matahari yang tak pernah lelah berotasi
mengelilinginya’’, “Sastra masih saja merasa bahwa hubungan mereka tak
ubahnya lagu Kekasih Tak Dianggap-nya Pinkan Mamboo.’’ (02#
Sebuah Korelasi Klasik)

Di atas termasuk metafora dikarenakan termasuk kiasan-kiasan yang


menggambarkan sesuatu dengan jelas dengan membandingkan satu hal dengan
hal lain yang memiliki kualitas dan karakteristik yang sama.

Ketiga, depersonifikasi. Data kalimat-kalimat dalam novel: berupa, “Dia dan


Jaya adalah korelasi warna yang harus selalu berdampingan untuk
menghasilkan pelangi yang indah’’. (01# Kolase Keluarga Sastra) “Sahara
boleh mengeluh kepanasan dan jengkel setiap saat, tapi tetapi Sastra tidak
akan pernah berhenti menyinarinya” (02# Sebuah Korelasi Klasik)

121 | 11
Wardatul Asfiya, Rufayda Al Fatiya, Muassomah

Di atas termasuk depersonifikasi dikarenakan melekatkan sifat-sifat suatu


benda tak bernyawa pada manusia atau insan.

Keempat, antonomasia. Data kalimat-kalimat dalam novel: berupa, “Si


bungsu” (julukan untuk Jaya), “Si sulung namanya Adhitama Abelvan.”,
“Don Juan kelas kakap, penakluk hati wanita-wanita ibukota.”, “mahasiswa
abadi”, “Mas Jovan, Sastra, dan si nomor lima kebetulan satu kampus tapi
pantang bagi Mas Jovan untuk ditebengi curut-curut kampret itu.”, “Kita
bahas si nomor enam saja.”, “Tapi Sastra curiga kalau bocil alias bocah cilik
itu benar-benar berbakat dalam hal menghayal dan melamun”, “Gue nanya jam
berapa monyet!”, “Santai aja dong, Babi!”, “kedelai hitam” (julukan untuk
kekasih Jovan). (01# Kolase Keluarga Sastra). “Kakak ketiga Sastra itu sejak
awal tidak tahu harus mengambil jurusan apa,”, “Tidak mau kalah dengan
bledek di kanal sebelah, Suyadi bersaudara membuat kanal youtube yang
berisi video-video talenta mereka.”, “Sastra berhasil bertahan sampai Sahara
akhirnya putus dengan si Jancuk Jeffery.”, “Sastra si pujangga merangkap
pengagum rahasia” (02# Sebuah Korelasi Klasik).

Di atas termasuk majas antonomasia dikarenakan menggunakan frasa-frasa


untuk menggantikan nama diri dengan gelar resmi atau jabatan.

Kelima, personifikasi. Data kalimat-kalimat dalam novel: berupa, “Sastra tidak


suka bagaimana cuaca bekerja sangat ekstrem saat musim penghujan tiba”,
“rokok akan selalu menang. Sampai suatu masa, rokok jugalah yang sudah
membunuh bapak.”, “rumah jadi miskin asupan komedi seperti ini.”,
“kumpulan kedelai itu jatuh tersungkur ke dalam wajan.”, “Justru mama
bersyukur sebab rumah akan selalu hidup meskipun setelah kepergian
bapak.”, “Satu tindakan yang berhasil menyulut kekesalan Jovan.”, “Satu
kebodohan Jovan yang mengundang gelak tawa seisi rumah.” (01# Kolase
Keluarga Sastra). “Tidak akan berhenti sampai waktu sendiri yang
memintaku terbit di ufuk timur”, “Kata mama, setiap tangan yang
berjabat akan meruntuhkan setiap dosa-dosa antar orang tersebut.”,
“hujan masih enggan datang.”, “Jam dinding pun tertawa,”. (02# Sebuah
Korelasi Klasik).

Di atas termasuk personifikasi dikarenakan mengiaskan benda-benda mati


seolah memiliki sifat-sifat manusiawi.

Berdasarkan data-data tersebut, dapat diketahui total majas perbandingan yang


digunakan pada novel “Tulisan Sastra” chapter 1 dan 2 adalah 73. Untuk
masing-masing cabang majas digunakan= Simile: 17, Metafora: 6,

122 | 11
Majas Perbandingan Dalam Novel “Tulisan Sastra”

Depersonifikasi: 2, Personifikasi: 12, dan Antonomasia: 16. Maka untuk


menghitung persentase masing-masing cabang majas:

No. Jenis Majas Jumlah Persentase


1. Simile 17 32,1
2. Metafora 6 11,3
3. Depersonifikasi 2 3,8
4. Personifikasi 12 22,6
5. Antonomasia 16 30,2
Total 73 100

Tabel 2. Persentase penggunaan majas perbandingan

Hasil persentase dari tiap-tiap majas adalah= Simile: 32,1%, Metafora: 11,3%,
Depersonifikasi: 3,8%, Personifikasi: 22,6%, Antonomasia: 30,2%.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan jenis majas dalam novel "Tulisan Sastra"
chapter pertama dan kedua dapat disimpulkan terdapat 5 jenis majas
perbandingan yang digunakan dengan total 73 kalimat yang mengandung majas
perbandingan. Majas tersebut adalah 1) Majas simile terdapat pada 17 kalimat,
2) Majas metafora terdapat pada 6 kalimat, 3) Majas Depersonifikasi terdapat
pada 2 kalimat, 4) Majas Personifikasi terdapat pada 12 kalimat, 5) Majas
antonomasia terdapat pada 16 kalimat. Majas yang paling banyak digunakan
adalah majas simile karena majas ini memiliki persentase sebanyak 32,1% dari
total keseluruhan penggunaan majas perbandingan di novel "Tulisan Sastra"
pada chapter 1 dan 2. Setelah majas simile diikuti majas antonomasia sebanyak
30,2%, kemudian majas personifikasi sebanyak 22,6%, majas metafora
sebanyak 11,3%, dan majas depersonifikasi sebanyak 3,8%.

Penelitian ini memiliki keterbatasan, sumber data novel “Tulisan Sastra” yang
digunakan berupa bentuk elektronik yang tidak memiliki nomor halaman dan
hanya bisa diakses secara daring atau mengakses secara luring dengan masuk
ke akun Wattpad untuk mengaktifkan mode luring pada novel. Dan
menyarankan penelitian selanjutnya untuk menggunakan novel “Tulisan

123 | 11
Wardatul Asfiya, Rufayda Al Fatiya, Muassomah

Sastra” yang berbentuk fisik sehingga pendataan dapat dilakukan dengan lebih
mudah. Persentase penggunaan majas perbandingan juga akan lebih akurat jika
penelitian difokuskan pada novel “Tulisan Sastra” seutuhnya tanpa terbatas
pada chapter 1 dan 2.

Daftar rujukan

Farida, C. M. N. (2020). Majas Perbandingan Dalam Kumpulan Puisi Saudara


Seperguruan Kopi Karya Evan Moch., dkk. Diklastri: Jurnal Pendidikan,
Pembelajaran, Linguistik, Bahasa Indonesia, dan Sastra Indonesia, 1(1),
35-47.
https://jurnal.stkippgritrenggalek.ac.id/index.php/diklastri/article/view/
65

Fausen, F. (2021). Majas Perbandingan Dalam Antologi Puisi Jangan Lupa


Bercinta Karya Yudhistira Anm Massardi (Doctoral Dissertation, STKIP
PGRI Bangkalan). http://repo.stkippgri-bkl.ac.id/id/eprint/1393

Hakim, F. I., Lestari, R. D., & Mustika, I. (2020). Analisis Majas Perbandingan
Dalam Puisi “Rock Climbing” Karya Juniarso Ridwan. Parole: Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 3(4), 871-880.
https://doi.org/10.22460/p.v3i6p871-880.5630

Keraf, G. (2004). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. SUN.

Lestari¹, S. P., Amalia, S. N., & Sukawati, S. (2019). Analisis Majas Dalam Lirik
Lagu “Hingga Ujung Waktu” Karya Eross Candra.
https://doi.org/10.22460/p.v2i1p%25p.1883

Nafinuddin, S. (2020). Majas (Majas Perbandingan, Majas Pertentangan, Majas


Perulangan, Majas Pertautan). http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/a8rwt

124 | 11
Majas Perbandingan Dalam Novel “Tulisan Sastra”

Siska, A., & Rio, R. (2022). Majas Perbandingan dan Sindiran dalam Novel
Warisan Karya Chairul Harun (Doctoral dissertation, Universitas Bung
Hatta). http://repo.bunghatta.ac.id/id/eprint/7994

Syam, A. J., & Niampe, L. (2022). Majas Perbandingan dalam Puisi Surat Cinta
Karya WS Rendra. Journal on Teacher Education, 4(2), 705-713.
https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/3192256

Tarigan, H. G. (1993). Dasar-dasar Kurikulum Bahasa. Bandung: Penerbit


Angkasa.

Zaimar, O. K. S. (2002). Majas dan Pembentukannya. Makara Human Behavior


Studies in Asia, 6(2), 45-57. https://doi.org/10.7454/mssh.v6i2.38

125 | 11

Anda mungkin juga menyukai