Anda di halaman 1dari 6

Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628

TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING


KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG

Olvi Cristianawati
Program Magister Sumberdaya Pantai
Universitas Diponegoro Semarang

Abstract
Bejalen village is located in Ambarawa subdistrict which has 470,720 hectars. There are
14,040 hectars of ponds and about 86 hectars rice fields as a good source for fish and
agritultural production. The agricultural output reached 14,040 tons of crops and the
production of fish amounted 1,533 tons. The Livelihood of community is fishermen. They work
everyday based on the old generation tradition. The research purpose has gained more
information about the fishermen culture, such as social, economic, and organisational
condition.
Keywords: culture, fishermen, swamp, social, economic, and organisational condition

1. Pendahuluan paling penting adalah pangan. Menurut


1.1. Latar Belakang Kusnadi (2006), adanya jaminan
Desa Bejalen terletak di Kecamatan pemenuhan kebutuhan pangan setiap hari
Ambarawa, Kabupaten Semarang yang berperan besar untuk menjaga
mempunyai wilayah desa seluas 470,720 kelangsungan hidup mereka.
ha dengan batas-batas desa, di sebelah Menurut Satria (2002),
utara terdapat kelurahan lodoyong, keterbelakangan dan kemiskinan bukanlah
kelurahan kupang dan kelurahan Tambak cerita baru bagi masyarakat pesisir.
Boyo. Di bagian selatan terdapat desa Berdasarkan ukurannya, kemiskinan dibagi
Banyu Biru, di sebelah timur juga terdapat menjadi dua kemiskinan absolute dan
desa Tuntang dan di sebelah barat terdapat kemiskinan relative. Kemiskinan absolute
kelurahan Pojok Sari. Di sana terdapat adalah masyarakat yang secara alamiah
tambak dan sawah dengan luas areal benar-benar miskin berdasarkan ketentuan
tambak sebesar 14.040 ha dan sawah ukurannya. Sementara itu, kemiskinan
sebesar 86 hektar yang digunakan sebagai relative merupakan kemiskinan dan suatu
sumber produksi ikan yang baik. Hasil kelompok pendapatan bila dibandingkan
pertanian mencapai 14.040 ton palawija dengan kelompok pendapatan lainnya.
dan produksi ikan/tambak berjumlah 1.533 Aspek struktural menyebabkan
ton. lemahnya posisi nelayan atau
Kajian penelitian ini tertuju pada pembudidaya ikan dalam pemasaran.
sebagian besar kehidupan sosial ekonomi Proses tawar menawar menyebabkan para
dan masyarakat nelayan khususnya yang nelayan sangat lemah dan tidak berdaya
tergolong nelayan buruh atau nelayan- karena hasil produksi mereka yang masih
nelayan kecil yang hidup dalam minim. Selain itu, desakan kebutuhan yang
kemiskinan. Kemiskinan nelayan memaksa nelayan untuk menerima tawaran
merupakan salah satu masalah sosial yang harga dan pasar meskipun harga tersebut
sangat serius, yang selalu tumbuh pada sangat merugikan nelayan. Dengan
setiap dimensi dari sendi-sendi (Setyorini, demikian kajian tentang pemberdayaan
2013). Kemampuan mereka untuk untuk mengatasi masalah para nelayan,
memenuhi kebutuhan dasar minimal kemiskinan dan keterbelakangan sangat
kehidupan sehari-hari sangat terbatas. Bagi penting.
masyarakat nelayan, di antara beberapa
jenis kebutuhan pokok, kehidupan yang
TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN
KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 155
Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628

1.2. Tujuan 2.2. Dimensi Sosial Masyarakat


Penelitian ini bertujuan untuk Perikanan
mengetahui tradisi masyarakat nelayan Soekanto (1995) menyatakan bahwa
yang meliputi dimensi sosial, ekonomi, stratifikasi sosial adalah pembedaan
budaya, dan kelembagaan. penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-
kelas secara bertingkat atau sistem
1.3. Waktu dan Tempat berlapis-lapis dalam masyarakat.
Kegiatan penelitian Sosiologi Stratifikasi sosial merupakan konsep
Masyarakat Perikanan dilaksanakan di sosiologi, dalam artian kita tidak akan
Desa Bejalen, Ambarawa, Propinsi Jawa menemukan masyarakat seperti kue lapis,
Tengah. tapi pelapisan adalah suatu konsep untuk
menyatakan bahwa masyarakat dapat
2. Tinjauan Pustaka dibedakan secara vertikal menjadi kelas
2.1 Pengertian Masyarakat Perikanan atas, menengah, dan bawah berdasarkan
Definisi masyarakat menurut kriteria tertentu. Jadi, stratifikasi sosial
Hortono et. al (1991) adalah sekumpulan adalah dimensi vertikal dan struktur sosial
manusia yang secara relatif mandiri, cukup masyarakat, dalam artian melihat
lama hidup bersama, mendiami suatu perbedaan masyarakat berdasarkan
wilayah tertentu, memiliki kebudayaan pelapisan yang ada, apakah berlapis-lapis
yang sama, dan melakukan sebagian besar secara vertikal dan apakah pelapisan
kegiatannya di dalam kelompok tersebut. tersebut terbuka atau tertutup.
Menurut Sitorus et. al (1998), masyarakat
sebagai kelompok manusia telah lama 2.3. Dimensi Ekonomi Masyarakat
hidup dan bekerja sama cukup lama. Perikanan
Sementara itu Soekanto (1990) merinci 2.3.1. Pendapatan dan Pengeluaran
unsur-unsur masyarakat sebagai berikut: Menurut Badan Pusat Statistik
1. manusia yang hidup bersama; (2005), pengeluaran rumah tangga
2. bercampur dalam waktu yang lama; merupakan salah satu indikator yang dapat
3. sadar sebagai suatu kesatuan; dan memberikan gambaran keadaan
4. sadar sebagai suatu sistem hidup kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi
bersama. pendapatan, maka porsi pengeluaran akan
Wilayah pesisir adalah daerah bergeser dan pengeluaran untuk makanan
pertemuan antara darat dan laut, dengan ke pengeluaran bukan makanan.
batas ke arah darat meliputi bagian Pergeseran pola pengeluaran terjadi karena
daratan, baik kering maupun terendam air elastisitas permintaan terhadap barang
yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat bukan makanan pada umumnya tinggi.
laut seperti angin laut, pasang surut, Pendapatan dan pengeluaran yang
perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan diperoleh masyarakat pesisir dalam satu
oleh vegetasinya yang khas, sedangkan bulan berbeda-beda, ada masyarakat yang
batas wilayah pesisir ke arah laut mampu mencukupi kebutuhan hidupnya
mencakup bagian atau batas terluar dari dalam satu bulan, namun ada juga
daerah paparan benua (continental shelf), masyarakat pesisir yang tidak dapat
di mana ciri-ciri perairan ini masih mencukupi kebutuhan hidupnya,
dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi dikarenakan keterbatasan biaya, dan
di darat seperti sedimentasi dan aliran air banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi
tawar, maupun proses yang disebabkan (Nurmalasari, 2005).
oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran 2.3.2. Pola Kegiatan
(Pagorray, 2003). Pola kegiatan adalah pola kerja
yang dilakukan masyarakat perikanan

TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN


KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 156
Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628

sehari-hari, mencakup seberapa lama sistem kepercayaan, bahasa dan kesenian


mereka melakukan kegiatan kerja, baik serta melaksanakan pola-pola hidup
penangkapan, pengolahan ikan, maupun sendiri. Hal inilah yang menunjukkan
pembudidayaan dan kegiatan non kerja karakterisitik budaya masyarakat
seperti istirahat, tidur, dan kegiatan perikanan itu sendiri. Setiap masyarakat
lainnya. Pola kegiatan akan dapat akan mengembangkan kearifan lokal
menggambarkan jam kerja masyarkat sesuai dengan kondisi lingkungan
perikanan (Kistanto, 1997). sosialnya maupun lingkungan alamnya
serta sistem pengetahuan yang dimilikinya.
Contoh kearifan lokal yang terdapat di
etnis Bengkulu, seperti: pada etnik
Enggano yang berdomisili di wilayah
berekosistem pulau/pesisir mempunyai
kearifan lokal dalam pengelolaan
sumberdaya hutan dan kelautan (Dahuri,
1999).
Kearifan lokal berfungsi untuk
menjaga kelestarian dan kesinambungan
Gambar 1. Kegiatan sehari-hari nelayan aset yang dimiliki suatu masyarakat
desa Bejalen sehingga masyarakat dapat terpenuhi
kebutuhannya dan generasi hingga
2.3.3. Peran Wanita generasi berikutnya, tanpa menghabiskan
Istri nelayan umunmya hanya aset tersebut. Karena itu, kearifan lokal
menjalankan fungsi domestik dan ekonomi selalu dijadikan pedoman atau acuan oleh
dan tidak sampai pada wilayah sosial masyarakat dalam bertindak atau
politik. Namun, sebenarnya istri nelayan berperilaku dalam praktis kehidupannya,
kreatif juga dalam menghasilkan pranata merupakan wujud dari kesadaran terhadap
sosial yang penting bagi stabilitas sosial hukum kausalitas (sebab-akibat) dan
komunitas nelayan. Peran wanita pemahaman terhadap hubungan yang
merupakan faktor penting dalam bersifat simbiosis mutualis (Dahuri, 1999).
menstabilkan ekonomi di beberapa
masyarakat perikanan. Istri nelayan 3. Materi dan Metode
biasanya dominan dalam mengatur Materi yang digunakan dalam
pengeluaran rumah tangga sehari-hari penelitian ini adalah masyarakat perikanan
sehingga sudah sepatutnya peranan istri baik penangkap (nelayan), pembudidaya,
masyarakat perikanan menjadi salah satu maupun pengolah ikan dilihat dari dimensi
pertimbangan dalam setiap program sosial, ekonomi, budaya, dan
pemberdayaan (Nurmalasari, 2005). kelembagaan.
2.4. Dimensi Budaya Masyarakat 3.1. Alat
Perikanan Alat yang digunakan untuk
2.4.1. Kearifan Lokal penelitian ini adalah alat tulis yang
Kearifan lokal merupakan bagian berfungsi untuk mencatat hasil wawancara,
dari sistem budaya, biasanya berupa kertas folio untuk tempat mencatat hasil
larangan-larangan yang mengatur wawancana, kamera untuk
hubungan sosial maupun hubungan mendokumentasikan kegiatan penelitian,
manusia dengan lingkungan alamnya. motor untuk transportasi menuju tempat
Setiap masyarakat perikanan memiliki penelitian, dan jas almamater untuk tanda
unsur kebudayaan seperti sistem pengenal atau identitas diri.
kemasyarakatan, sistem mata pencaharian,

TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN


KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 157
Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628

3.2. Bahan mudah mendapatkan data. Data primer


Bahan yang digunakan pada yang dikumpulkan adalah data mengenai
penelitian ini adalah kuesioner yang karakteristik masyarakat perikanan yang
digunakan sebagai bahan untuk dilihat dari dimensi sosial, ekonomi,
mengajukan pertanyaan, responden budaya, dan kelembagaan. Data sekunder
sebagai narasumber untuk mengisi diambil dengan cara mencatat data dari
kuesioner, buku referensi berfungsi untuk desa atau kelurahan mengenai potensi desa
bahan referensi dalam pembuatan laporan atau kelurahan tersebut.
dan laporan monografi kelurahan berfungsi
sebagai data keadaan wilayah desa 4. Hasil dan Pembahasan
Bejalen, kabupaten Ambarawa. 4.1. Potensi Desa
Pemberdayaan masyarakat di desa
3.3. Metode Bejalen difokuskan pada potensi perikanan
Metode yang digunakan dalam setempat guna membangun perekonomian
penelitian ini meliputi penentuan lokasi, dan meningkatkan pembangunan.
yaitu survei lokasi yang telah ditentukan Beberapa bidang yang ditekuni yaitu
(tambak jauh dari lokasi industri); dan tertuju pada mata pencaharian sebagai
pelaksanaan penelitian dengan mengambil nelayan perikanan tangkap, perikanan
data sekunder melalui wawancara. budidaya dan pengolahan perikanan.
Menurut Nazir (1999), metode survei Program pemberdayaan masyarakat
adalah kegiatan mencari tahu yang dapat dilakukan melalui pendidikan dan
diadakan untuk mencari keterangan- kesehatan dan menciptakan iklim investasi
keterangan dari suatu kelompok atau yang kondusif bagi dunia usaha.
daerah secara faktual, baik tentang institusi Pengembangan potensi ekonomi lokal
sosial, ekonomi ataupun politik. dengan menjamin keberpihakan kepada
Wawancara ini dilakukan dengan cara rakyat kecil, meningkatkan ketersediaan
mendatangi dari rumah ke rumah dan kualitas infrastruktur,
penduduk untuk mendapatkan data. Data mengembangkan perikehidupan yang
yang didapat kemudian dianalisis secara agamis, berbudaya, berkesetaraan jender
deskriptif. Metode deskriptif yaitu ramah lingkungan serta mengembangkan
menggambarkan atau melukiskan keadaan wisata yang berbasis perikanan dan budaya
subyek/obyek penelitian (seseorang, setempat seperti memanfaatkan rawa
masyarakat dan lain-lain) berdasarkan pening sebagai tempat wisata bagi
fakta-fakta yang tampak sebagaimana masyarakat setempat dan masyarakat luar.
adanya.
4.2. Hubungan Patronage
3.4. Pengumpulan Data Menurut Mulyadi (2005), hubungan
Pengumpulan data primer (baik patronage adalah hubungan yang
kualitatif maupun kuantitatif) dilakukan didasarkan pada asas untuk saling
dengan wawancara. Wawancara dilakukan memberi dan saling menerima. Pola
dengan menggunakan daftar pertanyaan hubungan ini lebih disebabkan oleh
yang telah terpola dan sesuai dengan pendapatan masyarakat perikanan yang
tujuan penelitian yaitu mengetahui tidak teratur, lebih banyak diliputi dengan
karakteristik profil masyarakat perikanan ketidakpastian (uncertainty), sehingga
yang meliputi dimensi sosial, ekonomi, adaptasi yang dikembangkan dalam
budaya, dan kelembagaan. Pendekatan ini komunitasnya lebih pada semacam
dipilih karena menurut Rush (1995), asuransi sosial yang diperoleh melalui
penelitian dengan metode survei dan hubungan patronage.
pengumpulan data dengan menggunakan Scoot (1993), melihat hubungan
kuesioner akan lebih terarah dan lebih patron-klien sebagai fenomena yang

TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN


KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 158
Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628

terbentuk atas dasar ketidaksamaan dan peringatan Isra’ Miraj, dan Maulid Nabi.
sifat fleksibilitas yang tersebar sebagai Apabila terdapat masyarakat yang
sebuah sistem pertukaran pribadi. Dalam mempunyai hajat perkawinan, biasanya
pertukaran itu, berarti ada arus dari patron warga akan membantu dalam hal tenaga.
klien dan sebaliknya. Masyarakat Desa Bejalen tidak memiliki
Hubungan antara nelayan dengan tradisi yang disebut sedekah laut atau yang
patron yang menguasai sumberdaya tidak berhubungan dengan konservasi. Menurut
sama. Artinya, parton menguasai Koentjaraningrat (1990), kearifan lokal
sumberdaya modal jauh lebih besar yang ada di masyarakat merupakan suatu
daripada nelayan. Dengan ketidaksamaan bentuk budaya dan masyarakat yang telah
penguasaan sumberdaya itu, terjadilah terjadi secara turun temurun menjadi suatu
ikatan patron-klien. Masyhuri (1999) kebiasaan yang tidak dapat dilanggar.
menyatakan bahwa pada saat hasil Kearifan lokal berperan penting
tangkapan kurang baik, nelayan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
kekurangan uang. Pada akhirnya, ia Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa,
melepas barang-barang yang mudah dijual Kabupaten Semarang. Hubungan antar
dengan lebih murah kepada patron. warga dapat berjalan dengan baik,
Masyarakat perikanan setempat baik harmonis, dan berkesinambungan. Hal ini
itu yang bermata pencaharian sebagai dikarenakan terdapat rasa saling
nelayan mendapatkan dana untuk melaut menghormati antar warga sekitar.
berasal dari dana sendiri, pengolah hasil Kesadaran untuk mematuhi norma dan
perikanan mendapatkan dana atau modal adat istiadat yang berlaku sudah tertanam
untuk mengolah hasil perikanan dan dana dan dijalankan dengan baik. Kearifan lokal
sendiri, sedangkan pembudidaya berfungsi untuk menjaga kelestarian dan
mendapatkan dana untuk pembudidayaan kesinambungan aset yang dimiliki suatu
ada yang berasal dari bantuan anggota masyarakat, sehingga masyarakat dapat
keluarga, ada pula yang berasal dari terpenuhi kebutuhannya dan generasi
tengkulak. Kalau dana berasal dari hingga generasi berikutnya, tanpa
tengkulak tersebut, maka hasil budidanya menghabiskan aset tersebut.
akan dibagi dua antara pembudidaya
dengan tengkulak. 5. Penutup
Adapun hasil yang ingin diperoleh
4.3. Kearifan lokal yang Ada di dari hasil penelitian Sosiologi Masyarakat
Msyarakat Perikanan yang dilaksanakan di Desa
Terdapat beberapa tradisi yang Rawa Pening, Ambarawa, berdasarkan
berhubungan dengan pengelolaan SDI di karakteristik profil masyarakat, yaitu:
desa Bejalen, sehingga tidak ada peraturan 1. Menciptakan kebijakan dan aplikasi
adat dan pengaturannya secara tertulis. pembangunan kawasan pesisir dan
Masyarakat di sana hanya mengandalkan masyarakat nelayan yang terintegrasi
sanksi secara lisan atau teguran apabila ada atau terpadu di antara para pelaku
warganya yang bertolak belakang atau pembangunan.
melanggar peraturan. Adapun adat istiadat 2. Menciptakan konsistensi kuantitas
mengenai kelahiran antara lain adalah produksi (hasil tangkap) sehingga
brokohan, puputan dan selapanan. Apabila aktivitas sosial ekonomi perikanan di
ada kematian, maka warga sekitar desa-desa nelayan berlangsung terus.
mengadakan rukun kematian, yakni 3. Mengatasi masalah isolasi geografis
membatu perlengkapan yang dibutuhkan desa nelayan, sehingga menyulitkan
seperti pengadaan kursi, meja, dan lain- keluar masuk barang, jasa, kapital, dan
lain. Untuk adat istiadat dalam hal manusia. Berimplikasi melambatkan
keagamaan biasanya diadakan pengajian,

TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN


KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 159
Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628

dinamika sosial, ekonomi, dan budaya Masyhuri (ed). 1999. “Pemberdayaan


masyarakat nelayan. Nelayan Tertinggal dalam
4. Meminimalisir modal usaha atau Mengatasi Krisis Ekonomi: Telaah
investasi sehingga tidak menyulitkan terhadap sebuah Pendekatan.”
nelayan meningkatkan kegiatan Jakarta: Puslitbang Ekonomi dan
ekonomi perikanannya. Pembangunan LIPI.
5. Menciptakan relasi sosial ekonomi Mulyadi S. 2005. Ekonomi Kelautan.
eksploitatif dengan pemilik perahu Jakarta: Rajawali Press.
dan pedagang perantara (tengkulak) Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian.
dalam kehidupan masyarakat nelayan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
6. Meningkatkan tingkat pendapatan Nurmalasari, Yessy. 2005. ”Analisis
rumah tangga nelayan yang rendah, Pengelolaan Wilayah Pesisir
berdampak sulitnya peningkatan skala Berbasis Masyarakat.”
usaha dan perbaikan kualitas hidup. htty.//www.stmikim. ac.
7. Menciptakan kesejahteraan sosial bagi id/userfiles/jurnal%20yessy.pdf.
nelayan yang berpenghasilan rendah (30 Mei 2009).
untuk mobilitas sosial mereka. Pagorray, Henny. 2003. “Lingkungan
Pesisir dan Masalahnya sebagai
Daftar Pustaka Daerah Aliran Buangan Limbah.”
http://www.yahoo.com/hennypagor
Badan Pusat Statistik. 2005. “Persentase ay yahoo.com (23 November
Pengeluaran Rumah Tangga: 2003).
Distribusi dan Pengeluaran Rumah Rusli.S. 1995. Metodologi Identifikasi
Tangga Kota Surabaya.” Badan Golongan Miskin. Grasindo,
perencanaan pembangunan Kota Jakarta.
Surabaya. Satria, Arif. 2002. Pengantar Sosiologi
Dahuri, Rochmin. 1999. “Perencanaan Masyarakat Pesisir. Jakarta:
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Cidesindo.
Terpadu Berbasis Masyarakat.” Setyorini, Heny Budi. 2013. “Budaya
Prosiding Rapat Kordinasi Proyek Kemiskinan Nelayan di
dan Kegiatan Pengelolaan Mangunharjo Semarang.: Sabda,
Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Volume 8, Tahun 2013: 7-17.
Indonesia. Direktorat Jenderal Sitorus, Felix, Endriatmo Setiawan
Pembangunan Daerah. Coastal Soetarto dan Ivanovich Agusta.
Resources Management Project. 1998. Sosiologi Umum. Bogor.
Horton, Paul B dan Chester L Hunt. 1991. Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi: Suatu
Sosiologi. Jakarta. Pengantar. Jakarta: Radjawali Pers.
http://famirania.wordpress.com/200/fakta- _________ 1995. Sosiologi: Suatu
sosial/trackback/ Pengantar. Jakarta: Radjawali Pers.
Kistanto. 1997. “Kondisi Sosial Budaya
Masyarakat Jawa. Makalah
Pelatihan Peran Serta Masyarakat
Dalam Pengelolaan Wilayah
Pesisir.” Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup, Lembaga
Penelitian. UNDIP. Semarang.
Koentjaraningrat. 1990. Kebudayaan dan
Mentalitas. Gramedia: Jakarta
Kusnadi. 2006. Perempuan Pesisir.
Yogyakarta> LKIS.

TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN


KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 160

Anda mungkin juga menyukai