LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Kota Ambon adalah ibukota Provinsi Maluku yang merupakan pusat administrasi
Pemerintah Daerah serta pusat perekonomian. Terletak di Pulau Ambon yang tergolong pulau
kecil dengan luas perairan lebih besar dari daratan, mengakibatkan potensi sumberdaya
perikanan dan kelautan di Kota Ambon cukup melimpah. Perairan Kota Ambon memiliki potensi
perikanan Sumberdaya Ikan (SDI) sebesar 484.532 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 387.324 ton/tahun (BPMD Provinsi, 2007).
Perairan Kota Ambon termasuk dalam WPP 714 (Laut Banda dan sekitarnya), dimana
produktivitas perairan ini cukup tinggi bagi kehidupan berbagai biota laut yang sangat berpotensi
dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan daerah melalui produksi hasil-hasil perikanan,
terutama jenis ikan pelagis kecil. Ikan pelagis merupakan kelompok ikan yang berada pada
lapisan permukaan perairan. Ikan berukuran kecil umumnya ditemukan pada lapisan permukaan
(Putri et al. 2018).
Salah satu sumberdaya perikanan di Kota Ambon yang memiliki nilai ekonomis penting dan
berpotensi untuk dimanfaatkan adalah ikan pelagis kecil seperti Layang (Decapterus spp), Selar
(Selaroides spp), Kembung (Rastrellinger spp), Tongkol (Auxis thazard) dan sebagainya. Jenis
ikan ini biasanya ditangkap dengan alat tangkap purse seine yang dikenal nelayan setempat
sebagai ‘jaring bobo’. Alat tangkap jenis ini banyak terdapat di beberapa negeri (desa) di Pulau
Ambon, seperti Latuhalat, Waai, Laha, Hitu dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Negeri-
negeri itupun sangat dikenal sebagai produsen produk perikanan segar di Pulau Ambon.
Sebagian besar kegiatan penangkapan menggunakan perahu bermotor, dan jenis alat
penangkapannya lebih bervariasi seperti usaha perikanan pukat cincin (purse seine)
(Unawekla,2009).
Negeri Laha terletak di pesisir pantai pulau Ambon dimana banyak beroperasi berbagai jenis alat
penangkapan ikan. Salah satu alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan di Negeri
Laha untuk melakukan penangkapan ikan adalah purse seine. Dalam mengembangkan kegiatan
perekonomian masyarakat Negeri Laha maka penduduk setempat banyak yang bermata
pencaharian utama sebagai nelayan dan penjual ikan. Pemanfaatan sumberdaya perikanan di
Negeri Laha dilakukan dengan menggunakan berbagai alat tangkap seperti hand line, purse
seine, maupun berbagai alat tangkap lainnya dengan jangkauan penangkapan yang terbatas.
Salah satu jenis alat tangkap yang beroperasi di daerah tersebut adalah jaring bobo (purse seine).
Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan purse seine yang sangat berperan penting
dalam keberhasilan operasi penangkapan. Umumnya nelayan yang bekerja pada purse seine
adalah laki-laki dewasa yang telah berumah tangga. Hal ini merupakan salah satu faktor yang
memotivasi mereka untuk bekerja, sehingga dapat memperoleh pendapatan bagi rumah
tangganya. Rumah tangga perikanan adalah rumah tangga yang melakukan kegiatan
penangkapan, pengelolahan, pemasaran ikan dengan tujuan sebagai atau seluruh hasilnya untuk
dijual. Hal ini menunjukan bahwa rumah tangga perikanan merupakan unit ekonomi dalam suatu
masyarakat. Selain itu, rumah tangga yang melakukan kegiatan penangkapan ikan meskipun ada
anggota rumah tangganya yang menjadi buruh perikanan, di kategorikan juga sebagai rumah
tangga perikanan tangkap ( DPPK, 2014). Dalam melakukan aktivitas rumah tangga perikanan
tangkap maupun budidaya perikanan dilakukan oleh laki-laki sedangkan pemasaran ataupun
pengolahan dilakukan oleh perempuan. Laki-laki cenderung untuk melakukan aktivitas melaut,
sedangkan perempuan tetap tinggal di daratan untuk pengolahan. Perempuan cenderung tidak
terlaku aktiv di bidang produktiv karena pengolahan dapat di lakukan di tempat sendiri dan tidak
bergantung kepada orang lain. Partisipasi perempuan dalam rumah tangga perikanan cenderung
lebih sedikit di bandingkan laki-laki.
Gender merupakan konsep sosial yang membedakan peran antara
laki-laki dan perempuan yang didukung pula oleh aspek budaya di masyarakat, bukan hanya
aspek biologi kodrati semata. Dalam sektor perikanan baik pria maupun wanita telah memainkan
peran penting dalam memberikan kontribusi bagi pendapatan keluarga. Menurut Wafi, 2017,
budaya patriarki masih terlihat sangat mengikat di dalam masyarakat nelayan. Pembagian kerja
dalam masyarakat nelayan masih sangat terpengaruh dengan jenis kelamin, yaitu laki-laki
berperan dalam ranah produktif sedangkan perempuan dalam ranah reproduktif. Hal seperti ini
disosialisasikan secara turun temurun dalam masyarakat, laki-laki mengikuti langkah ayah
sedangkan anak perempuan mengikuti langkah ibu. Keterbatasan ekonomi pada masyarakat
nelayan menyebabkan perempuan tidak hanya bekerja dalam sektor reproduksi tetapi mereka
dituntut juga untuk bekerja pada sektor produksi. Kondisi seperti ini juga dialami dalam
kehidupan nelayan purse seine di Negeri Laha. Keterlibatan laki-laki dan perempuan dapat
dioptimalkan sehingga akan berdampak pada kehidupan keluarga yang semakin membaik.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka penelitian dengan judul : Identifikasi Peran
Gender Dalam Usaha Perikanan Purse Seine di Negeri Laha Kota Ambon menjadi penting
untuk diteliti.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini jumlah responden sebanyak 15 RTP dimana laki-
laki berjumlah 7 orang dan perempuan berjumlah 8 orang. Profil RTP purse seine di Negeri Laha
meliputi : umur, Pendidikan terakhir, jumlah tanggungan keluarga, status dalam usaha perikanan
dan pengalaman bekerja.
5.1.1 Umur
Umur merupakan salah satu faktor dalam melakukan aktivitas usaha karena semakin
bertambah umur maka kekuatan dalam melakukan operasional usaha padanelayan tradisional
akan semakin berkurang. Umur diklasifikasikan berdasarkan produktifitasnya, yakni umur
belum produktif (0-14 tahun), umur produktif (15-64 tahun) dan umur tidak produktif (>65
tahun) (BPS Kota Ambon,2016).
Jumlah 15 100
Sumber : Data primer diolah, 2022
Pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang penting untuk menunjang manusia
dalam mengembangkan usahanya dan memudahkan seseorang agar semakin maju dalam
keterampilan berusaha. Dalam penelitian ini tingkat Pendidikan formal yang pernah dicapai
responden di bangku sekolah adalah tingkat sekolah dasar (SD), tingkat menengah pertama
(SMP) dan tingkat sekolah menengah atas (SMA). Tingkat pendidikan responden usaha
perikanan purse seine di Negeri Laha dapat dilihat pada Tabel
Pada Tabel dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden yang pendidikan
terakhirnya adalah SD berjumlah 5 orang, SMP berjumlah 6 orang, SMA berjumlah 4 orang,
total responden 15 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden telah melewati
jenjang Pendidikan sekolah dasar sehingga dapat membaca dan berhitung secara baik terutama
responden laki-laki. Keterbatasan Pendidikan yang dimiliki umumnya Wanita papalele atau isteri
tidak memiliki keterampilan lain selain aktivitas yang dilakukan, keadaan ini menyebabkan sulit
untuk mendapatkan pekerjaan di sektor formal, akhirnya mereka harus tetap menekuni pekerjaan
di sektor informal yaitu sebagai papalele ikan.
Tingkat Pendidikan dapat dijadikan sebagai salah satu indicator untuk mengetahui
kesejahteraan suatu penduduk dimana tingkat Pendidikan yang tinggi dapat membentuk manusia
terampil dan produktif sehingga dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan penduduk (BPS
Sumut, 2013). Semakin tinggi Pendidikan akan semakin besar peluang untuk mendapatkan
penghasilan yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
5.1.3 Jumlah Anggota Keluarga
Hasil penelitian tentang banyaknya anggota keluarga dalam usaha perikanan purse seine
di Negeri Laha menunjukkan >4 orang. Rata-rata jumlah anak dalam keluarga berkisar 3 orang
dan tergolong keluarga kecil sesuai dengan program pemerintah tentang keluarga berencana
(KB).
Berdasarkan data-data pada tabel terlihat jelas bahwa Sebagian besar atau 46,6%
responden memiliki jumlah anggota keluarga antara 5-9 orang. Hal ini menunjukkan beban
ekonomi di keluarga nelayan cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
nelayan.
Tanggungan keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang terdiri dariistri, dan
anak, serta orang lain yang tinggal dalam satu rumah dan makan bersama yang menjadi
tanggungan kepala keluarga. Jumlah tanggungan keluarga responden usaha perikanan purse
seine dapat dilihat pada Tabel
Nelayan ABK memiliki status sosial paling rendah dibandingkan dengan nelayan
pemilik. Nelayan ABK ini memiliki modal tenaga sebagai sumbangan dalam struktur kerja
kelompok, tetapi tidak memiliki modal finansial, kapal atau alat tangkap. Nelayan pemilik kapal
memiliki status sosial sedang atau menengah dimana nelayan ini memiliki alat produksi berupa
kapal dan alat tangkap, tetapi biasanya tidak memiliki cukup modal finansial untuk kebutuhan
operasional melaut sehingga adakalanya masih memerlukan bantuan pinjaman modal maupun
input produksi dalam bentuk natura dari pihak lain (Saleha, 2013).
Pengalaman dalam melakukan aktivitas sebagai ABK dan berjualan ikan segar sangat
menentukan keberhasilan usaha tersebut. Hal ini disebabkan karena pengalaman merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan usaha yang sementara ini ditekuni oleh responden.
Pengalaman melaut sangat bergantung pada berapa lama pekerjaan nelayan tersebut telah dilalui
nelayan. Semakin lama profesi sebagai nelayan dijalani maka pengalaman melaut nelayan akan
semakin tinggi begitupula dengan papalele.
5 2 - 13.3 -
<5 3 - 20 -
Jumlah 15 - 100 -
Pengalaman
berjualan :
>5 - 9 - 60
5 - 3 - 20
<5 - 3 - 20
Jumlah - 15 - 100
Sumber : Data primer diolah, 2022
5.2 Identifikasi Peran Gender Dalam Usaha Perikanan Purse Seine Di Negeri Laha
5.2.1 Peran Publik
Peran publik, yaitu segala aktivitas manusia yang biasanya dilakukan diluar rumah dan
bertujuan untuk mendatangkan penghasilan. Peran-peran di wilayah publik mempunyai
karakteristik menantang,dinamis, leluasa, independen, diatur dengan jam kerja, prestasi, gaji,
jenjang karier, kemudian dikenal dengan peran produksi yang langsung menghasilkan uang.
Hasil penelitian tentang peran publik dalam usaha purse seine di Negeri Laha
menunjukkan curahan waktu kerja antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri) adalah sama.
Peran publik terdiri dari aktivitas social dan ekonomi diluar rumah yang di lakukan laki-laki
(suami) dan perempuan (istri) serta berdampak terhadap kesejahteraan rumah tangga.
- Kegiatan Keagamaan
Jumlah 6 12,5 100 100
Sumber : Data primer diolah, 2022
Aktivitas social kemasyarakatan adalah kegiatan diluar rumah, tidak bernilai ekonomis
tapi mempunyai nilai-nilai social dalam bermasyarakatan. Hal tersebut seperti kegiatan
keagamaan ( majelis ta’lim), kegiatan kemasyarakatan ( kegiatan PKK, pelayanan terpadu balita
dan lansia, arisan dll) serta kegiatan social lainnya. Aktivitas ekonomi meliputi pengangkapan
ikan oelj laki-laki (suami) dan penjualan ikan oleh perempuan (istri).
Waktu operasional penangkapan ikan berkisar 5-6 jam dimana waktu persiapan untuk
pergi melaut dimulai dari pukul 02.00-04.00 WIT. Waktu penangkapan dimulai dari pukul
04.30-06.30 WIT, dengan lokasi fishing ground sekitar perairan laha dan latuhalat. Hasil
tangkapan berupa ikan kawalinya ( ikan tongkol), lema (ikan selar), make, momar (ikan layang),
anatatari dan komu. Distribusi hasil tangkapan dilakukan diatas kapal pada waktu 07.00-07.45
WIT selanjutnya pembagian tugas dimana ABK melakukan pembersihan alat tangkap dan
sebagian lainnya melakukan penjualan ikan kepada penjual ikan pada pukul 08.00-08.15 WIT.
Aktivitas penjualan ikan oleh perempuan (istri) dimulai dengan persiapan dengan
menunggu hasil tangkapan dipinggir pantai tempat masuk dan keluar kapal yang dilakukan pada
pukul 07.00. WIT. Transaksi jual beli yang terjadi antara ABK dengan penjual ikan berlangsung
sampai mendapatkan kesepakatan bersama.
Para penjual ikan didominasi oleh perempuan (istri) baik yang tinggal di negeri laha
ataupun yang didaerah sekitarnya. Penjualan ikan tergantung pada banyaknya hasil tangkapan
yang diperoleh, apabila hasil tangkapannya sedikit maka dipasarkan dalam pasar local sempat
dan bila hasil tangkapannya banyak maka akan dipasarkan ke pasar kota ambon (arumbai).
Akitivitas papalele ikan yaitu para penjual ikan membeli dari ABK dan selanjutnya di pasarkan
oleh konsumen. Ada 2 bentuk papalele ikan yaitu pertama dengan cara berkeliling (baronda) di
dalam kapung (negeri) sambil menawarkan ikan dan bentuk ke dua adalah duduk pada pusat-
pusat perbelanjaan yang terletak di kota ambon sambil menawarkan ikan.
Waktu yang ditempuh dalam perjalanan menggangkut ikan ke pasar kota ambon rata-rata
45 menit dari negeri laha. Waktu yang dibutuhkan untuk menjual ikan di pasar kota ambon
sekitar 6 jam, setelah selesai penjualan ikan maka dilanjutkan dengan membelanjakan kebutuhan
rumah tanggah sekitar 1 jam. Perjalan pulang ditempuh sekitar 45 menit lamanya dan rata-rata
tiba di rumah sekitar pukul 05.00 WIT, dilajutkan dengan mengurus rumah dan istirahat.
Peran domestic, yaitu aktivitas yang dilakukan di dalam rumah dan biasanya tidak
dimaksudkan untuk mendatangkan penghasilan, melainkan untuk melakukan kegiatan kerumah
tanggaan.
Hasil penelitian tentang peran domestic dalam RTP purse seine di negeri laha pada
hakekatnya dapat dikerjakan oleh laki-laki (suami) dan perempuan (istri) namun hamper seluruh
pekerjaan tersebut didominasi oleh perempuan (istri). Pekerjaan domestic merupakan tanggung
jawab perempuan (istri) sebagai ibu rumah tangga, seperti: mencuci pakaian, memasak,
membersihkan rumah, menyetrika pakaian, ataupun kegiatan lainnya termasuk mengasuh anak.
Hal ini sesuai dengan hasil kajian ilmiah bahwa aktifitas social domestic rumah tangga
didominasi oleh perempuan (istri) dimana laki-laki (suami) hanya sekedar membantu pekerjaan
perempuan (istri) (Tandy, dkk. 2017).
5.2.3 Istirahat
Hasil penelitian tentang waktu istirahat menunjukkan bahwa waktu laki-laki (suami)
untuk berisstirahat lebih besar dibandingkan dengan waktu istirahat perempuan (istri). Sebagian
besar kegiatan nelayan responden diluar penangkapan ikan dalam satu hari digunakan laki-laki
(suami) untuk tidur 4 jam dan untuk perempuan (istri) satu hari digunakan untuk tidur sebesar 3
jam.
Alokasi waktu untuk istirahat merupakan alokasi waktu yang paling banyak diantara
seluruh aktivitas responden. Hal ini disebabkan karena waktu persiapan operasional
penangkapan berlangsung pada waktu subuh, oleh karena itu setelah selesai operasional
penangkapan maka laki-laki (suami) akan kembali beristirahat.