Anda di halaman 1dari 27

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsentrasi pembangunan wilayah pesisir di Sulawesi Selatan

telah mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah. Hal ini berdasar bahwa wilayah pesisir Sulawesi

Selatan bukan hanya menyimpan potensi kekayaan alam yang besar,

tetapi terdapat potensi sosial masyarakat yang akan mengelola

sumberdaya alam tersebut secara berkelanjutan. Potensi masyarakat ini

sangat penting karena sebagian besar penduduk yang tinggal di wilayah

pesisir dan hidup dari pengelolaan sumberdaya perikanan tergolong

miskin (Kusnadi, 2006). Salah satu unsur potensi sosial masyarakat

pesisir yang dimiliki adalah kaum perempuan pesisir khususnya istri-istri

nelayan, dimana kedudukan dan peranan istri nelayan sangat penting

karena kaum perempuan pesisir dapat mengambil alih sistem kegiatan

sosial dan ekonomi di darat ketika para laki-laki melakukan proses

penangkapan di laut.

Pandangan yang umum berlaku pada kehidupan masyarakat

pesisir pada umumnya adalah bahwa fungsi utama wanita dalam keluarga

adalah untuk membersarkan dan mendidik anak. Tingkat resiko pekerjaan

seorang nelayan yang tinggi ketika saat melaut menyebabkan peran

perempuan pesisir tidak dapat menyentuh secara langsung aspek

produksi yang berada di wilayah perairan. Selain itu pelabelan

(stereotype) terhadap kemampuan seorang perempuan berdampak pada


kehidupan masyarakat pesisir juga yang menganggap kelemahan fisik

dan fungsi utama seorang perempuan adalah bekerja hanya pada ranah

domestik saja mengakibatkan pembatasan aktivitas gerak perempuan

pesisir. Fakih (2002) menjelaskan bahwa ideology kaum laki-laki sebagai

pencari nafkah yang utuh mengakibatkan kaum perempuan terisolasi di

dalam rumah dan apabila perempuan kerja maka dianggapnya

pekerjaannya itu sebagai pencaharian uang tambahan saja, sehingga

upahnya boleh dibayar lebih rendah dari upah kaum laki laki yang

kemudian pelabelan tersebut memberikan pengaruh diskriminatif terhadap

praktek ketidakadilan sosial.

Kedudukan atau status perempuan pesisir berkaitan erat dengan

derajat otoritas dan atau kekuasaan yang dimilikinya di ranah domestic

dan publik. Blood dan Wolfe dalam Kusnadi (2006) menyimpulkan bahwa

kedudukan perempuan dalam distribusi dan alokasi kekuasaan dan dalam

atau di luar keluarga (rumah tangga), berkaitan erat dengan kebudayaan

masyarakatnya serta sumber daya pribadi yang disumbangkan pada

perkawinan atau keluarga oleh laki-laki dan perempuan. Besarnya

peranan perempuan pesisir dalam pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan

di bidang mencari nafkah tidak selalu bersamaan dengan besarnya

pengaruh perempuan pesisir di dalam dan di luar rumah tangganya.

Kehidupan masyarakat pesisir di Sulawesi Selatan yang masih

bersifat tradisional dan bertahan dengan pola-pola lama sebagai warisan

adat budaya turun temurun menjadi salah satu pengaruh cara berpikir
perempuan pesisir untuk tidak mau mencoba berkembang dan mencoba

melakukan peranan ganda (domestik dan publik) dalam kehidupan rumah

tangga masyarakat pesisir. Dominasi peranan domestik perempuan

pesisir adalah peranan sosial yang terkait dengan aktivitas internal rumah

tangga seperti memasak, mengurus anak dan melayani suami, mengatur

keuangan keluarga merupakan produk budaya lama yang masih dilakukan

oleh para perempuan pesisir di Sulawesi Selatan.

Dominasi peran domestik yang didapatkan pada perempuan pesisir

tersebut secara tidak langsung menciptakan tanggung jawab yang besar

pada kehidupan masyarakat pesisir. Kegagalan dalam mengurus anak

ataupun pengelolaan keuangan rumah tangga pesisir akan berdampak

langsung pada pandangan negatif yang ditujukan pada istri nelayan

sebagai pemegang dominasi peran domestik tersebut. Berdasarkan hal

tersebut maka pada budaya masyarakat bugis masyarakat derajat

seorang ibu memiliki kedudukan yang sama dengan seorang laki-laki

karena peran domestik yang dimiliki oleh seorang perempuan akan sangat

berpengaruh pada kehidupan keluarga mereka tersebut. Hal ini juga

menjadi sangat penting terhadap kehidupan rumah tangga nelayan,

dimana masyarakat pesisir yang dianggap masih dalam kondisi miskin,

keputusan pengelolaan keuangan yang dilakonkan oleh para istri nelayan

dapat menjadi penentu keberlangsungan hidup rumah tangga nelayan

tersebut. Kusnadi (2006) menggambarkan bahwa pembagian kerja

masyarakat pesisir dan tidak adanya kepastian penghasilan setiap hari


dalam rumah tangga nelayan telah menempatkan perempuan sebagai

salah satu pilar penyangga kebutuhan hidup rumah tangga, dimana

menghadapi kerentanan ekonomi dan kemiskinan masyarakat nelayan,

pihak yang paling terbebani dan bertanggung jawab untuk mengatasi dan

menjaga kelangsungan hidup rumah tangga adalah kaum perempuan (istri

nelayan).

Kehidupan masyarakat pesisir khususnya keluarga nelayan di

pulau-pulau kecil memiliki perbedaan secara sosiologi dengan masyarakat

pertanian atau yang memiliki pekerjaan di darat. Konsentrasi pekerjaan

para istri nelayan yang berkutat hanya di wilayah domestik saja

menciptakan termarjinalnya pola hidup perempuan pesisir, yang dimana

dapat dilihat dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan khususnya kaum perempuan di pulau-pulau kecil masih sangat

rendah. Hal ini berpengaruh pada pola berpikir perempuan pesisir

khususnya para istri nelayan dalam mengelola keuangan rumah tangga

mereka.

Fenomena kehidupan masyarakat pesisir dengan sumberdaya

yang melimpah serta kemudahan akses dalam mendapatkan sumberdaya

tersebut secara fakta belum dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pesisir dimana dapat dilihat secara kasat mata kehidupan

para nelayan di daerah pesisir masih dalam kondisi taraf yang miskin.

Beberapa penelitian mengenai kehidupan masyarakat pesisir

menggambarkan bahwa salah satu penyebab kemiskinan tersebut karena


faktor dominasi laki-laki yang hanya bekerja dalam rumah tangga nelayan

tanpa melibatkan para istri atau para perempuan pesisir. Pada sisi lain

apabila menelaah lebih dalam, terdapat sebuah kesalahan dalam

pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir. Fermadi

(2016) menunjukkan bahwa adanya ketimpangan dalam pengelolaan

keuangan dimana lebih tingginya alokasi anggaran yang digunakan oleh

rumah tangga nelayan dalam memenuhi kebutuhan non pangan mereka

dibandingkan memenuhi kebutuhan pangan keluarga nelayan. Hal ini

sesuai dengan hukum Engel (teori konsumsi) yang menjelaskan bahwa

semakin besar pendapatan yang didapatkan maka semakin kecil bagian

pendapatan yang digunakan untuk konsumsi dan sebaliknya semakin

kecil pendapatan yang didapatkan maka semakin besar pula pendapatan

yang digunakan untuk konsumsi. Berdasarkan hukum ini maka pada sisi

lain dapat dikatakan bahwa pendapatan rumah tangga nelayan berada

pada level yang tinggi.

Pulau tanakeke adalah pulau yang memiliki tingkat kepadatan

penduduk yang tinggi dimana perbandingan penduduk berjenis kelamin

laki-laki sebesar 49% dan penduduk berjenis kelamin perempuan sebesar

51%. Mata pencaharian masyarakat pulau Tanakeke yang telah sedikit

bergeser dari mata pencaharian sebagai nelayan tangkap, telah menjadi

sebagai pembudidaya rumput laut. Pekerjaan sebagai pembudidaya

rumput laut memaksa masyarakat pulau Tanakeke bukan hanya saja

dilakukan oleh kaum pria saja tetapi juga pekerjaan yang dapat dilakukan
juga oleh kaum perempuan dan data demografis yang mendukung

presentase jumlah penduduk masyarakat pulau Tanakeke lebih banyak

adalah perempuan. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Peran Istri Nelayan

dalam Pengambilan Keputusan dan Pengelolaan Keuangan Rumah

Tangga Nelayan Pulau-Pulau Kecil (Studi Kasus Pulau Tanakeke)”.

B. Rumusan Masalah

Kondisi kaum perempuan masyarakat pesisir khususnya di Pulau

Tanakeke, dibandingkan dengan masyarakat lain, memiliki kedudukan

dan peranan sosal yang penting baik di sektor domestic maupun di sektor

public. Kaum perempuan di desa nelayan merupakan potensi sosial yang

sangat strategis untuk mendukung kelangsungan hidup masyarakat

nelayan secara keseleruhan. Oleh karene itu, potensi sosial-ekonomi

kaum perempuan ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Berdasarkan pada

latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah :

1. Bagaimana tingkat pendapatan keluarga nelayan di Pulau

Tanakeke?

2. Faktor apa saya yang mempengaruhi istri nelayan dalam

pengambilan keputusan terhadap pengelolaan keuangan rumah

tangga nelayan di Pulau Tanakeke ?


C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui besarnya pendapatan yang didapatkan dalam rumah

tangga nelayan di Pulau Tanakeke Kab. Takalar.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan

keputusan istri nelayan dalam pengelolaan keuangan rumah

tangga nelayan di Pulau Tanakeke Kab. Takalar.

D. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan praktis, diharapakan dapat memberikan penambahan

pemahaman tentang bagaimana peran dan posisi perempuan

pesisir dalam lingkungan masyarakat pesisir.

2. Kegunaan strategis, diharapkan dapat menjadi pertimbangan

maupun masukan dalam pemberian kebijakan bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat pesisir.

3. Kegunaan akademis, diharapkan dapat memperkaya referensi

tentang praktek-praktek pengembangan kesejahteraan pada

kelompok - kelompok nelayan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gender Dan Pembangunan

Istilah “gender” dikemukakan oleh para ilmuwan sosial dengan

maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang

mempunyai sifat bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya

(konstruksi sosial). Seringkali orang mencampuradukkan ciri-ciri manusia

yang bersifat kodrati (tidak berubah) dengan yang bersifat non-kodrati

(gender) yang bisa berubah dan diubah. Perbedaan peran gender ini juga

menjadikan orang berpikir kembali tentang pembagian peran yang

dianggap telah melekat, baik pada perempuan maupun laki-laki.

Membahas permasalahan gender berarti membahas permasalahan

perempuan dan juga laki – laki dalam kehidupan masyarakat. Dalam

pembahasan mengenai gender, termasuk kesetaraan dan keadilan

gender dikenal adanya 2 aliran atau teori yaitu teori nurture dan teori

nature. Namun demikian dapat pula dikembangkan satu konsep teori yang

diilhami dari dua konsep teori tersebut yang merupakan kompromistis atau

keseimbangan yang disebut dengan teori equilibrium.

Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan

perbedaan peran perempuan dan laki- laki dalam masyarakat. Secara

umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran, tanggung

jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana manusia beraktifitas.

Sedemikian rupanya perbedaan gender itu melekat pada cara pandang


masyarakat, sehingga masyarakat sering lupa seakan – akan hal itu

merupakan sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen

dan abadinya ciri – ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki –

laki. Secara sederhana perbedaan gender telah melahirkan pembedaan

peran. Sifat dan fungsi yang berpola sebagai berikut:

 Konstruksi biologis dari ciri primer, skunder, maskulin, feminim.

 Konstruksi sosial dari peran citra baku (stereotype).

 Konstruksi agama dari keyakinan kitab suci agama.

Anggapan bahwa sikap perempuan feminim dan laki – laki

maskulin bukanlah sesuatu yang mutlak, semutlak kepemilikan manusia

atas jenis kelamin biologisnya. Perbedaan gender tidak akan

menimbulkan konflik apabila setiap laki-laki dan perempuan menghargai

perbedaan dalam diri mereka dan memperlakukan peran gender secara

fleksibel. Konflik gender terjadi akibat pemikiran yang bias mengenai

gender. Pemikiran tersebut adalah prasangka atau konstruksi sosial dan

budaya yang berupaya mendudukan perempuan dalam sosok tradisional,

lebih lemah disbanding pria, serta cenderung dieksploitasi atas potensi

fisiknya saja (Fakih, 2002).

Analisis gender mengambil peran penting untuk membantu para

pembuat kebijakan pembangunan sehingga dapat menyesuaikan dengan

kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, pembahasan gender berkaitan

erat dengan kesuksesan kebijakan. Paradigma pembangunan yang telah

mengacu pada pemberdayaan masyarakat, mengharuskan kebiakan


tersebut memasukkan analisis gender sebagai bagian dari prosesnya.

Pengertian pemberdayaan yang telah jelas terlihat bahwa objek yang

akan diberdayakan adalah masyarakat sehingga tidak melihat dari aspek

jenis kelaminnya. Perempuan sebagai bagian dari masyarakat sangat

jelas untuk mendukung kemampuan perempuan untuk diberdayakan juga.

Surasdisastra (1998) dalam Wastutiningsih (2011) menjelaskan bahwa

pendekatan gender dan pembangunan (gender and Development)

memusatkan perhatian pada hubungan antar gender namun tetap

berupaya memunculkan peranan perempuan dalam proses

pembangunan. Dengan Demikian, kajian antara peranan laki-laki dan

perempuan dalam pembangunan dapat lebih komprenhensif.

Kesetaraan gender merupakan kesamaan kondisi bagi laki-laki dan

perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai

manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,

ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional serta

kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Namun demikian,

kenyataan di lapangan tidak selalu berjalan sesuai dengan yang

diharapkan. Heru (2003) menyebutkan beberapa faktor penyebab

kesenjangan gender adalah :

 Masih kuatnya pengaruh budaya patriarkhi, menyebabkan

kondisi dan pandangan terhadap perempuan termarjinilisasi

dan tersubordinasi.
 Kebijakan, program, kegiatan pembangunan yang ditujukan

untuk peningkatan pemberdayaan perempuan masih bersifat

sebagai upaya pemenuhan kebutuhan sesaat, belum

bersifat strategis sebagai penganggulangan jangka panjang.

 Masih rendahnya sensitivitas masyarakat (laki-laki dan

perempuan) terhadap kesenjangan gender di berbagai

aspek kehidupan dan pembangunan yang mampu

merespons untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan

gender.

 Kesadaran, kemauan dan konsistensi perempuan.

Keterlibatan perempuan dalam proses pembangunan merupakan

suatu implikasi dalam pengimplementasian sistem gender dalam

pembangunan. Dengan adanya gender dalam pembangunan diharapkan

menciptakan keadilan dan kesetraan gender yang menyangkut perbaikan

kualitas (kondisi) dan peranan (posisi) laki-laki dan perempuan pada

setiap proses pengambilan keputusan dalam keluarga dan masyarakat.

Dengan adanya keteribatan perempuan dalam gender dan pembangunan

akan menghpus citra seorang perempuan karena terdapat kemungkinan

yang dapat dicapai wanita sangat luas. Hanya keterbatasan kebiasaan,

norma, dan nilai yang hidup dalam masyarakat itulah yang menghambar

berbagai kemungkinan untuk merelisasikan potensinya (Yuarsi, 2003).

B. Teori Peran
Dalam kehidupan suatu masyarakat, setiap individu memiliki fungsi

yang berbeda-beda yang mereka perankan untuk dapat tetap beradaptasi

dalam masyarakat tersebut. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1984)

mendefinisikan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang

yang mempunyai suatu status, dimana status didefinisikan sebagai

seperangkat hak dan kewajiban. Setiap perilaku individu dalam

masyarakat memiliki arti peran di dalamnya karena setiap peran

mengandung hak dan kewajiban yang akan dijalankannya dalam

bermasyarakat. Peran individu dalam bermasyarakat tidak terlepas dari

faktor budaya yang berada di sekitarnya yang mengontrol tingkah laku

individu tersebut dalam bertindak. Horton dan Hunt (1984) selanjutnya

menjelaskan bahwa norma-norma kebudayaan dipelajari terutama melalui

belajar peran, walaupun beberapa norma berlaku bagi semua anggota

masyarakat, sebagian besar norma berbeda sesuai dengan status yang

diisi, karena apa yang benar bagi suatu status adalah salah bagi status

lainnya.

Posisi individu dalam masyarakat merupakan unsur yang dapat

berubah-ubah menunjukkan tempat individu dalam masyarakat tersebut

sehingga peranan individu dalam kehidupan masyarakat statis. Horton

(1984) menjelaskan bahwa konsep peran mengandaikan seperangkat

harapan, dimana individu diharapkan untuk bertindak dengan cara tertentu

dan mengharapkan orang lain untuk bertindak dengan cara-cara tertentu

pula. Setiap individu dalam berperilaku yang diharapkan dari seseorang


dalam suatu status tertentu mungkin dapat berbeda dari perilaku peran

yang diharapkan karena beberapa alasan. Selanjutnya Horton (1984)

menjelaskan seseorang mungkin tidak memandang suatu peran dengan

cara yang sama sebagaimana orang lain memandangnya karena ada sifat

kepribadian tiap individu mempengaruhi orang itu merasakan peran

tersebut dan tidak semua orang yang mengisi suatu peran merasa sama

terikatnya kepada peran tersebut karena hal ini dapat bertentangan

dengan peran lainnya.

Peran wanita dalam masyarakat sangat beragam layaknya peran

seorang laki-laki, wanita tidak hanya berdiam diri sebagai ibu rumah

tangga (domestic sector) tetapi wanita pedesaan juga memiliki banyak

kegiatan yang dilakukan di luar rumah. Salah satu contoh adalah bekerja

di luar rumah yang pada intinya untuk menstabilkan ekonomi keluarga.

Wanita pedesaan memiliki semangat yang tinggi dalam hal bekerja, tidak

seperti wanita di perkotaan pada khususnya. Wanita pedesaan sebagai

penopang ekonomi keluarga begitu besar, bahkan ada yang menjadi

tulang punggung keluarga. Wanita dalam perannya sebagai ibu rumah

tangga terkandung fungsi pengelolaan dan manajemen. Peran utama

wanita adalah mengatur dan merencanakan kebutuhan rumah tangga,

hidup sederhana, tidak kikir dan berorientasi ke masa depan sehingga

fungsi sebagai dominan sektor domestik bisa dipenuhi dengan baik.

Pengelolaan peran wanita sebagai pekerja domestik dalam rumah tangga

mengharuskan wanita dapat mengelola barang, manusia, dan uang.


Dalam pengelolaan barang tercakup di dalamnya mengurus rumah

(terlepas apakah dikerjakan sendiri atau oleh pembantu), sirkulasi barang,

pemenuhan kebutuahan berdasarkan skala prioritas dan lain-lain. Dalam

pengelolaan oran, tercakup di dalamnya pemberian tugas, kewajiban, hak

dan wewenang setiap anggota keluarga. Sedangkan dalam pengelolaan

uang tercakup di dalamnya penggunaan berdasarkan kebutuhan prioritas,

sumber keuangan dan keluarga sebagai muara penggunaannya.

C. Peran Istri Nelayan

Peran fungsi istri nelayan dalam meningkatkan ekonomi keluarga

merupakan salah satu usaha istri agar kebutuhan hidup sehari – hari

dapat terpenuhi. Akibat kondisi pendapatan suami yang minim

menyebabkan istri ikut mencari nafkah, dan dari penghasilan yang

terbatas tersebut istri juga harus mampu mengambil keputusan dalam

mengelola keuangan keluarga agar teratu.

Pada dasarnya peran dan fungsi istri yang dilakukan memiliki

hubungan yang erat dengan keharmonisan keluarga, sebagai yang

dikemukakan Talcott Parsons (Ritzer, 2008:125) bahwa “Kombinasi pola

orientasi nilai diperoleh pada tingkat yang sangat penting, harus menjadi

fungsi dari struktur peran fundamental dan nilai dominan sistem sosial”.

Berdasarkan dari kutipan pendapat persons bahwa peran seorang istri

yang membantu meningkatkan kebutuhan hidup ekonomi keluarga

sebagai salah satu upaya untuk menambah penghasilan rumah tangga


dalam keluarganya. Disamping itu secara fundamental dapat dikatakan

istri juga berfungsi sebagai ibu yang mengatur kebutuhan anak – anaknya,

dan sebagai istri dapat melayani kebutuhan suami yang menjadi salah

satu bentuk terciptanya keharmonisan rumah tangga.

Keputusan dalam keluarga sangat penting diperhatikan khususnya

untuk mengelola pendapatan suami. Dengan adanya keputusan yang

diambil secara bersama – sama tentunya hubungan rumah tangga akan

tetap berjalan dengan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Sajogyo

(2007:77) menuliskan bahwa : “Sesuai dengan pola hubungan masing –

masing pelaku dalam rumah tangga dan dalam masyarakat yang lebih

luas, wanita dan pria dapat mempunyai posisi dan peranan yang berbeda

dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan di bidang

produksi misalnya tidak selalu mutlak dilakukan oeh pria saja atau wanita

saja. Orang akan mengira bahwa segala sesuatu hanya diputuskan oleh

pria, padahal sebenarnya dalam wanitapun mempunyai peranan yang

setara. Dalam bidang konsumsi sebagai pelaku menentukan segala

sesuatunya wanita berada pada posisi yang kuat, tetapi hal ini tidak berarti

bahwa pria tidak turut menentukan, ternyata priapun turut terlibat dalam

kegiatan konsumsi”.

Pengambilan keputusan dalam pengelolaan keuangan rumah

tangga tergantung dari kebutuhan keluarga dan ditentukan dari

kesepakatan antara suami istri. Sebagai mana yang disebutkan Siagian

(1997:50) bahwa “Sesuatu keputusan merupakan keputusan yang tidak


baik apabila alternatif – alternatif penting tidak dipertimbangkan, terdapat

kekeliruan dalam memperkirakan keadaan yang akan timbul pada

lingkungan, ketidak tepatan dalam memperhitungkan hasil yang secara

potensial munngkin di peroleh, pilihan dijatuhkan pada alternatif yang tidak

paling tepat, dan bahkan kesalahan dalam menetapkan tujuan dan

berbagai sasaran yang ingin di capai.

D. Kerangka Penelitian

Proses pembangunan di wilayah pesisir merupakan suatu sistem

terpadu yang melibatkan seluruh aspek yang terdapat di dalamnya, baik

dari aspek pemerintah pusat, daerah maupun lokal serta melibatkan

seluruh individu di dalamnya baik laki-laki maupun perempuan. Paradigma

pembangunan masyarakat pesisir yang lebih mengutamakan kepada

kondisi perekonomian saja tanpa memperhatikan aktivitas sosial yang

terdapat di wilayah pesisir khususnya di Pulau Tanakeke menciptakan

ketimpangan pembangunan yang belum dapat menyentuh keseluruhan

aspek elemen di masyarakat.

Pemberdayaan perempuan pesisir, pada saat ini dianggap sebagai

salah satu cara yang dapat digunakan pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat pesisir. Ironi dari pemberdayaan perempuan belum

menyentuh pada aspek domestic yang dilakukan oleh perempuan tersebut

khususnya istri nelayan sehingga program-program pemberdayaan belum

menemui sasaran yang tepat. Berangkat dari permasalahan tersebut,


penelitian ini mencoba untuk melihat dan menganalisis kontribusi

perempuan dalam pengambilan keputusan pengelolaan keuangan dalam

rumah tangga nelayan sebagai penentu keberlangsungan roda

perekonomian dalam kehidupan rumah tangga nelayan di Pulau Tanakeke

Kabupaten Takalar. Berikut kerangka pemikiran dalam penelitian ini :

Rumah Tangga Nelayan

Tingkat Pendapatan
rumah Tangga Nelayan

Faktor Internal : Faktor Eksternal :


Peran Istri Nelayan
a. Tingkat Pendidikan a. Norma dan Budaya
b. Jumlah Tanggungan b. Alokasi Waktu
Keluarga aktivitas Publik
c. Gaya Hidup (Life
Style)

Pengambilan Keputusan
Pengelolaan Keuangan

Gambar 1. Kerangka Penelitian

E. Definisi Operasional

1. Nelayan : orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap

ikan, baik secara langsung, maupun secara tidak langsung (seperti juru
mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, juru mesin kapal, juru

masak kapal penangkap ikan) sebagai mata pencaharian.

2. Rumah Tangga Nelayan : Keluarga yang mata pencaharian pokoknya

sebagai penangkap ikan di laut dan biasanya mereka tinggal di daerah

pesisir pantai atau tidak jauh dari bibir pantai.

3. Istri Nelayan : Perempuan yang merupakan pendamping hidup

seorang nelayan secara sah dalam rumah tangga nelayan.

4. Tingkat Pendapatan : Hasil yang didapatkan oleh rumah tangga

nelayan setelah mengurangi dari biaya produksi yang dikerjakan oleh

nelayan.

5. Tingkat Pendidikan : Lama pendidikan atau sekolah istri nelayan

yang diukur berdasarkan lama pendidikan yang pernah diempuh.

6. Tanggungan Keluarga : Jumlah dari individu yang tinggal dalam satu

rumah tangga nelayan, dan dibiayai secara langsung oleh kepala

keluarga dalam rumah tangga nelayan.

7. Gaya Hidup : Perilaku istri nelayan yang ditunjukkan dalam aktivitas,

minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk

merefleksikan status sosialnya.

8. Norma dan Budaya : aturan-aturan lama yang berlaku di lingkungan

masyarakat pesisir sebagai pedoman perilaku individu yang terdapat

dalam masyarakat pesisir tersebut.


9. Alokasi Waktu Aktivitas Publik : Jumlah waktu yang digunakan oleh

istri nelayan untuk beraktivitas di luar rumah baik yang bersifat

produksi maupun non produksi.


III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-april 2017 di Pulau

Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Penentuan

lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purpossive) dengan

pertimbangan pada pulau ini mayoritas penduduknya adalah perempuan

dan aktivitas perikanan yang lebih dilakukan adalah budidaya rumput laut

sehingga dapat melihat keterlibatan peran dalam proses produksi

tersebut.

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode dasar dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan

pendekatan metode penelitian mix method yang mengabungkan penelitian

kualitatif dan kuantitatif . Metode penelitian ini didasarkan pada bahwa

untuk mengungkapkan proses-proses dalam faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan istri nelayan dalam pengelolaan keuangan

rumah tangga nelayan tersebut diperlukan pemahaman atas beberapa

gejala yang terjadi dalam rumah tangga nelayan tersebut sehingga tidak

cukup untuk dapat dijelaskan dengan kecenderungan yang dilakukan

secara kuantitatif maka harus didukung dengan pendekatan kualitatif..

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah studi

kasus. Creswell (2010) menjelaskan bahwa dalam studi kasus adalah

penelitian di dalamnya peneliti menyelediki secara cermat suatu program,


peristiwa, aktivitas, proses atau sekelompok individu dan kasus-kasus

dibatasi oleh waktu dan aktivitas sehingga peneliti mengumpulkan

informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur

pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan.

C. Pengelolaan Peran sebagai Peneliti

Rancangan dan pelaksanaan penelitian bersifat responsif dan

kreatif sesuai dengan bentuk ritme dan kemungkinan yang ada di

lapangan. Dalam kajian ini, peneliti melakukan pengamatan terlibat aktif

dengan cara menggali informasi kepada masyarakat, mengintensifkan

observasi dan wawancara yang dilakukan sedalam mungkin (in-depth).

Untuk menghindari subyektifitas jawaban informan karena interaksi

langsung dengan peneliti, materi pertanyaan yang diberikan sifatnya tidak

menilai atau mengintervensi, tetapi lebih kepada materi pertanyaan yang

mengarahkan informan untuk mengungkapkan pengalaman yang dialami

atau pernah dialami yang diantaranya melalui life-history

(Koentjaraningrat, 1994).

D. Sumber Data

Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh dari hasil wawancara dan observasi, sedang data sekunder

bersumber dari instansi-instansi terkait serta hasil-hasil laporan, penelitian

sebelumnya yang dapat mendukung kajian penelitian.


Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui penentuan informan

didasarkan pada informasi awal mengenai keterlibatan perempuan atau

istri nelayan dalam proses produksi maupun ekonomi rumah tangga

nelayan. Kepada informan sebagai tineliti yang telah diwawancarai

ditanyakan tentang warga komunitas yang dapat dijadikan informan

berikutnya (teknik bola salju; efek snowball). Disamping itu ada juga

informan yang ditentukan sendiri oleh peneliti, seperti tokoh masyarakat,

pemuka agama, tokoh pemuda dan sebagainya.

Demikian proses ini berlangsung sehingga data yang terkumpul

mencapai tingkat kecukupan. Perulangan wawancara untuk informan

tertentu dapat dilakukan, apabila informan tersebut dianggap potensil

mengungkap banyak hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Prinsip

triangulasi pengumpulan data juga dipraktekkan, dalam arti suatu tema

pertanyaan tidak hanya diandalkan pada satu sumber informasi saja,

melainkan kebenaran informasi disandarkan pada beberapa informan, hal

ini dimaksudkan untuk menghindari subyektifitas jawaban yang diberikan

oleh informan.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam studi kasus, sejumlah data tertentu dikumpulkan dan

dipadukan dalam proses analisis, serta disajikan sedemikian rupa untuk

mendukung tema utama yang menjadi fokus penelitian, sehingga

merupakan suatu konstruksi tersendiri sebagai suatu produk interaksi


antara responden atau informan dengan peneliti. Adapun teknik

pengumpulan data yang digunakan meliputi :

1. Wawancara Mendalam (In-depth Interview)

Wawancara mendalam (in-depth interview) dilakukan melalui

sejumlah pertemuan dengan informan yang didalamnya berlangsung

tanya jawab dan pembicaraan terlibat mengenai berbagai aspek

permasalahan yang akan dicari dalam penelitian. Dalam prosesnya,

selain informan menjelaskan informasi mengenai dirinya, seperti riwayat

usaha, aktivitas usaha, kehidupan keluarga, atau pandangan hidupnya;

juga dituntun untuk menjelaskan hal di luar dirinya seperti kondisi

komunitas, hubungan produksi dalam kelompok kerja maupun

hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat terutama pada

penekanan relasi sosial ekonomi yang dibangun baik dalam kelompok

maupun di luar kelompok. Penggunaan life-history dipraktekkan untuk

beberapa informan kunci. Pencatatannya dilakukan pada saat

wawancara berlangsung.

2. Pengamatan (observation)

Pengamatan dilakukan dengan dua cara yaitu, pengamatan biasa

dan berpartisipasi. Data yang dikumpulkan melalui pengamatan biasa

adalah data yang dapat diamati oleh peneliti tanpa menuntut keterlibatan

secara langsung. Jenis data yang diperoleh dengan cara ini adalah

antara lain, keadaan pemukiman penduduk, jenis peralatan dalam

aktifitas usahanya, pola aktivitas dan kegiatan sehari-hari penduduk.


Sedangkan pengamatan berpartisipasi (full observation participation)

dilakukan untuk memperoleh data yang menuntut keterlibatan peneliti

dalam setting yang diteliti, seperti perilaku dan aktivitas istri nelayan

yang berhubungan dengan kerja suaminya ataupun kehidupan rumah

tangga nelayan tersebut serta hal-hal yang menyangkut substansi

permasalahan dalam penelitian.

A. Teknik Analisis Data

1. Validitas (Keabsahan) Data

Dalam penilaian keabsahan atau validitas data dalam penelitian ini

dilaksanakan selama proses penelitian dilakukan. Pada penelitian ini

memvalidasi (keabsahan) data menggunakan metode triangulasi. Dalam

Creswell (2012) menjelaskan strategi yang digunakan untuk melakukan

validitas (keabsahan data) adalah dengan mengtriangulasi (triangulate)

sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang

berasa dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk

membangun justifikasi tema-tema secaha koheren. Selanjutnya Creswell

(2012) menjelaskan menerapkan member cheking untuk mengetahui

akurasi hasil penelitian dengan membawa laporan akhir atau deskripsi-

deskripsi spesifik ke hadapan partisipan untuk mengecek apakah mereka

merasa bahwa deskripsi tersebut sudah akurat.


2. Analisis Data

Pada penelitian ini untuk menjawab rumusan masalah pertama

maka menggunakan rumus analisis pendapatan. Berikut rumus analisis

pendapatan yang tersaji di bawah ini :

¶ = TR – TC

Keterangan:

¶ = Pendapatan usaha

TR = Penerimaan total (total revenue)

TC = Biaya total (total cost)

Dengan kriteria:

TR > TC : Usaha menguntungkan

TR = TC : Usaha pada titik keseimbangan (titik impas)

TR < TC : Usaha mengalami kerugian

Dalam menjawab rumusan masalah kedua pada penelitian ini maka

digunakan analisis interval kelas. Analisis ini digunakan untuk menguji

rumusan masalah kedua, dengan penentuan interval kelas pada masing-

masing tingkatan relasi social dan relasi ekonomi yaitu tinggi, sedang,

rendah dengan menggunakan rumus sebagaimana dikemukakan oleh

Nazir (2003) sebagai berikut :

R
K
I

Dimana :
K = Interval Kelas

R = Range/Jangkauan (Nilai maksimal – nilai minimal)

I = Jumlah Interval kelas

Analisis data kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dimulai pada

saat memulai penelitian dengan mengumpulkan data dan diolah secara

sistematis yang dilakukan secara reduksi data dimana data yang diperoleh

diseleksi, difokuskan, disederhanakan dan diabstraksikan sesuai catatan

lapangan yang didapatkan. Kemudian penyajian data diklasifikasikan

sesuai dengan kategori berdasarkan variabel yang dilihat dan terakhir

adalah penarikan kesimpulan atau interpretasi serta verivikasi data dari

hasil penyajian data yang diklasifikasikan. Miles dan Haberman dalam

Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa aktivitas data dalam analsisis data

kualitatif dilakukan secara terus menerus dimana langkah-langkah analisis

datanya sebagai berikut :

1. Reduksi data, mengidentifikasi satuan (unit) dari bagian terkecil

yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan

dengan focus dan masalah penelitian.

2. Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, hubungan

antar kategori dan teks yang bersifat naratif, sehingga mengetahui

apa isi yang disajikan.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan

masih bersifat sementara, kesimpulan-kesimpulan final mungkin tidak


muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya

kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan data,

dan metode pencarian ulang yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai