Anda di halaman 1dari 36

SEJARAH SOSIAL DAN BUDAYA MARITIM

NUSANTARA

KELOMPOK 2

OLEH:
AJENG ZAHROTUL M 180210302008
AJENG NUR ISNAINI 180210302021
APRILLITA PELA ALVIRA 180210302029
ADELEA WARDAH KARTIKA 180210302032
FIRA FERONICA 180210302041
Sosial Masyarakat Pesisir Nusantara

Masyarakat pesisir adalah


sekumpulan manusia yang hidup
bersama-sama mendiami wilayah
pesisir, membentuk dan memiliki
kebudayaan yang khas yang terkait
dengan ketergantungan pada
pemanfaatan sumberdaya dan
lingkungan pesisir. Jika ditinjau dari konteks
pengembangan masyarakat
(community development),
masyarakat pesisir merupakan
kelompok masyarakat yang
berdomisili di wilayah pesisir yang
hidupnya masih tertinggal.

(Fama, 2016)
Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pesisir

Masyarakat nelayan menurut Wahyuningsih (1997), dapat dibagi tiga jika dilihat dari sudut
pemilikan modal, yaitu sebagai berikut:
• Nelayan juragan. Nelayan ini merupakan nelayan
pemilik perahu dan alat penangkap ikan yang
mampu mengubah para nelayan pekerja sabagai
pembantu dalam usahanya menangkap ikan di
laut.

• Nelayan pekerja, yaitu nelayan yang tidak


memiliki alat produksi dan modal, tetapi
memiliki tenaga yang dijual kepada nelayan
juragan untuk membantu menjalankan usaha
penangkapan ikan di laut.

• Nelayan pemilik merupakan nelayan yang


kurang mampu. Nelayan ini hanya mempunyai
perahu kecil untuk keperluan dirinya sendiri dan
alat penangkap ikan sederhana, karena itu
disebut juga nelayan perorangan atau2018)
(Dewi, nelayan
miskin.
Pengelolaan Sumberdaya Alam Oleh Masyarakat Pesisir

Pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir telah ada sejak jaman nenek moyang
mulai memanfaatkan sumberdaya alam tersebut untuk menunjang kehidupan mereka.
Beberapa ciri dari pengelolaan sumberdaya alam secara tradisional antara lain adalah:

pengelolaan sumberdaya alam struktur pihak


cenderung berkelanjutan masih sed

bentuk pemanfaatannya
terbatas dan termasuk skala
kecil

komponen pen
tipe masyarakat dan
kegiatannya relatif homogen (manajemen)
berakar pada
(Wahyudin, 2003)
Aturan-aturan yang digunakan Aturan-aturan dan kebijakan ini
kemudian ditetapkan, dikukuhkan,
umumnya timbul dan berakar
dan disepakati bersama oleh
dari permasalahan-
masyarakat sebagai suatu undang-
permasalahan yang dihadapi undang atau hukum yang lebih
oleh masyarakat. dikenal sebagai hukum adat.

Hal yang sangat menunjang efektivitas


pelaksanaan dan pengawasan dari
hukum-hukum tersebut, dikarenakan
adanya rasa memiliki dan ketergatungan
dari masyarakat akan keberadaan
sumberdaya alam yang ada dalam
menunjang kehidupan mereka.

(Wahyudin, 2003)
Faktor Kesejahteraan Sosial Masyarakat Pesisir

Jaringan (Network)
Kesejahteraan masyarakat pesisir terutama diperoleh melalui kekuatan
jaringan, yaitu hubungan-hubungan yang tersusun akibat interaksi sosial antar
individu baik di dalam maupun di luar kelompok masyarakat pesisir.

Kepercayaan (Trust)
Kesejahteraan yang diperoleh juga diperankan oleh tingginya tingkat
kepercayaan masyarakat baik antar individu rnaupun antar komunitas,
yang tidak lain sebagai akibat perilaku jujur yang dimiliki sebagian besar
individu masyarakat pesisir.

Timbal Balik (Reciprocity)


Kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam kelompok
masyarakat pesisir (Reciprocity) juga merupakan dimensi yang memberikan
penguatan terhadap modal sosial di dalam perannya meningkatkan
kesejahteraan bersama

(Savitri, 2016)
Kelompok (Group)

Tingkat partisipasi anggota dalam kelompok seperti banyaknya jumlah anggota, frekuensi
partisipasi di dalam pertemuan dan pengambilan keputusan.

Norma (Norms)

Kepatuhan terhadap aturan-aturan (Norms) juga merupakan indikator modal sosial yang turut menjadi penyebab meningkatnya kesejahteraan
masyarakat pesisir. Kebanyakan dari aturan tersebut tidak tertulis namun secara umum telah dipahami oleh setiap anggota komunitas.

(Savitri, 2016)
Kebudayaan
Masyarakat Pesisir
Suku Sangihe dan Talaud di Sulawesi Utara

Mereka memberi nama perahu dengan


menggunakan nama-nama khas dalam
bahasa Sasahara, bahasa terdiri atas kata-kata
khusus yang sering dipakai oleh orang yang
Sangihe sewaktu berlayar.
Suku Orang Bajau

Kebanyakan keluarga Bajau hidup di perahu yang


mereka sebut bido. Tidur, memasak, dan
melahirkan keturunan, mereka lakukan di atas
perahu.

Orang Bajau bersifat nomaden,


berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat lain. Mereka
termasuk nelayan tulen
sekaligus pelaut ulung di mana
laut merupakan sahabat
hidupnya.
Lanjutan..

Keyakinan yang lekat terpatri dalam budaya Orang


Bajau menganggap tidak akan bahagia apabila
hidup di darat

Orang Bajau beranggapan, lebih penting


memberikan pelajaran menangkap ikan kepada
anaknya dari pada menyekolahkan.
Suku Orang Ameng Sewang

pesisir perairan timur Pulau Sumatera sekitar


Pulau Belitung

Mereka juga hidup di perahu dengan berpindah


dari saru tempat ke tempat lain, dari satu pulau ke
pulau lainnya.
Suku Orang Sekak

Hampir separuh hidupnya dihabiskan


untuk mengarungi lautan demi
memperoleh hasil tangkapan ikan.
Pemimpin Suku Orang Sekak sebagian
besar memiliki kekuatan gaib sehingga
dipercaya untuk memimpin tiap hari dari
hasil tangkapan ikan.
Suku Orang Bugis

Semangat bahari Suku Orang Bugis dapat


diketahui dari daya jelajah perahu-perahu
phinisi mereka yang berhasil melalang
buana di wilayah perairan Nusantara
maupun mancanegara.

‘Sompe‘ atau semangat berlayar yang


mengakar pada jiwa pelaut-pelaut Bugis
telah mengantar mereka menjelajahi
samudera dan lautan di nusantara.
Lanjutan..

Filosofi Suku Bugis yakni “kogisi monro


sore loppie, kositu tomallabu sengereng“
yang artinya dimana perahu terdampar, di
sanalah kehidupan ditegakkan.
Maju atau mundurnya kehidupan
masyarakat dalam kaitannya dengan
proses pembangunan yang sedang
berlangsung.
(Soekanto, 2003)

DINAMIKA SOSIAL MASYARAKAT MARITIM

Kelompok nelayan beserta


kelompok lain yang terkait, serta
kelompok orang-orang yang
meskipun tidak berdomisili di
wilayah pantai atau pesisir tetapi
menggantungkan kehidupannya
kepada aktivitas kemaritiman,
Konsep
Posi Penti
Masyarakat Pen ngny
Nelayan ggol si a
ong Nela Pem
yan bang
an unan
dala
Mas Perik
m anan
yara
Mas bagi
kat yara masy
Nel kat araka
aya Pesi
t
Nelay
n sir an
1.
Pengertian
Masyarakat
Nelayan
Masyarakat nelayan adalah
masyarakat yang hidup, tumbuh
dan berkembang di kawasan
pesisir, yakni suatu kawasan Dari segi mata
transisi antara wilayah darat dan Ciri pencaharian
laut. Kelom
(Kusnadi, 2009) pok Dari segi cara hidup
Nelaya
n:
Dari segi keterampilan

(Sastrawidjaya. 2002
2. Penggolongan
Masyarakat Nelayan

Charles (dalam Widodo


2006) membagi kelompok
nelayan dalam empat
kelompok yaitu:
1. Nelayan subsisten
(subsistence fishers 3. Posisi Nelayan dalam Masyarakat Pesisir
2. Nelayan asli
(native/indigenous/abo Masyarakat pesisir terkelompok sebagai berikut :
riginal fishers) 1. Pemanfaat langsung sumberdaya
3. Nelayan rekreasi 2. Pengolah hasil ikan atau hasil laut lainnya
(recreational/sport 3. Penunjang kegiatan ekonomi perikanan
fishers)
4. Nelayan komersial (Kusnadi, 2009)
(commercial fishers
Pentingnya Pembangunan Perikanan
bagi masyarakat Nelayan
Pembangunan perikanan pada
dasarnya merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional yang dilaksanakan
dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya, dalam hal ini
diperlukan modernisasi untuk mengubah
sikap mental para nelayan untuk membuka
diri terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Dinamika Sosial
Masyarakat Maritim
Karakteristik Sosial Budaya Masyarakat Nelayan

Masyarakat nelayan yang sepenuhnya


kategori karakteristik sosial menggantungkan hidupnya di laut
budaya dalam kaitan dengan
dinamika proses sumberdaya
ekonomi, maka masyarakat Masyarakat nelayan yang terbentuk dalam
nelayan dapat dibagi atas 3 aktivitas kelompok
Kategori yaitu :
Masyarakat yang usahanya menyediakan
(Husen, 2014) peralatan
Pola Dan Tradisi Serta Kepercayaan

• Secara sosial pola dan


tradisi serta bentuk
kepercayaan yang secara
permanen
• Laut dan wilayah pesisir
menjadi modal utama
dalam pengembangan
usaha mencari nafkah untuk
keperluan keluarganya.
(Husen, 2014)
KEMAJUAN USAHA

TEKNOLOGI
KEMAJUAN USAHA
1. Industri:

Tekstil dan berbagai jenis pakaian merupakan salah satu komoditi


perdagangan yang tertua di kawasan Nusantara sebelum kedatangan bangsa-
bangsa Barat.

Aktivitas perdagangan Indonesia kuno, berbagai jenis kain dan perhiasan


merupakan alat tukar utama dalam perdagangan.

Umumnya di Nusantara bahwa pekerjaan memintal benang dan menenun


kain merupakan pekerjaan wanita pada tingkat industri rumah tangga.

Burkhanuddin dkk,
2003.
Lanjutan

pekerjaan ini di mulai dari sejak penanganan bahan mentah yang berupa
kepompong ulat sutera dan kapas hingga pada penyelesaian tahap akhir dari
kain sutera dan kain katun itu sendiri sudah ada.

Di samping sutera dan tekstil yang cenderung dihasilkan oleh kaum wanita,
berbagai daerah di Nusantara juga menghasilkan kerajinan yang merupakan
pekerjaan laki-laki yaitu membuat kapal/perahu, dsb.

Burhanuddin dkk,
2003.
Kerajinan logam biasanya berkaitan erat dengan kekuasaan. Pada masa pra-
kolonial, barang-barang logam merupakan barang yang menjadi incaran para
penguasa.

Berkaitan dengan kenyataan bahwa pada masa itu, bahan logam merupakan bahan
yang penting untuk membuat persenjataan.

Dalam hubungan ini para pandai besi memiliki posisi yang sangat penting untuk
produksi persenjataan (seperti pembuatan keris, pedang, tombak, dan sebagainya)
yang merupakan sumber yang vital bagi kekuasaan .

Burhanuddin dkk,
2003.
2. Perdagangan:
Munculnya kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim hampir bisa
dipastikan berkaitan erat dengan perdagangan internasional antara India dan
Cina dan perdagangan regional di antara beberapa daerah di Nusantara.

Seperti diketahui jika suatu negara hidup dari perdagangan berarti


penguasanya harus menguasai jalur perdagangan dan pelabuhan tempat
barang dagangan itu ditimbun untuk diperdagangkan.

Mungkin Sriwijaya sendiri tidak begitu strategis letaknya karena agak jauh
dari Selat Malaka, namun dengan kekuatan armadanya ia menguasai daerah dkk,
Buharuddin
yang potensial untuk menjadi pesaingnya dan dapat mengontrol
2003.jalur
perdagangan yang berada di bawah kekuasaannya )
Lanjutan

Sebagai sebuah negara maritim, Sriwijaya telah


mengembangkan strateginya untuk survive dan sekaligus
meneguhkan serta mengembangkan kekuasaannya

Diplomasi internasional dengan negara-negara adidaya di


sekitarnya yang diperkirakan memiliki kemampuan untuk
menghancurkannya, yaitu India dan Cina.
Ketika orang-orang Cina sudah mulai ramai datang sendiri
ke pelabuhan Sriwijaya, peranan para pedagang Sriwijaya
tentunya mulai merosot pada tingkat sebagai pedagang
lokal yang melayani pedagang asing.

(Burhanuddin dkk,
2003).
Lanjutan

Ini terjadi karena para pedagang Cina membawa sendiri


komoditi dari negerinya ke beberapa pelabuhan Sriwijaya.

Dengan semakin banyaknya pedagang Cina yang datang di


pelabuhan itu, ternyata telah mendorong perkembangan
pelabuhan tersebut.
Secara ekonomi akan sangat menguntungkannya yaitu semakin
banyak upeti yang diterima. Sedangkan secara politik, kondisi
yang demikian itu menguntungkan Cina karena negara yang besar
di Asia Tenggara telah terpecah-belah.

Burhanuddin dkk,
2003. .
B. TEKNOLOGI
1. Teknologi
Perkapalan
Kapal dan perahu yang ada di Indonesia sebelum kapal api ditemukan
01 terbagi dalam dua kelompok besar. Berdasarkan teknik pembuatan maka
ada yang disebut kapal lesung dan kapal papan.

Bagi kapal papan teknik pembuatannya tidak kurang


kompleks. Dalam pembuatannya tidak hanya tergantung dari
02 satu batang kayu saja yang dikeruk bagian dalamnya.

Meskipun kapal atau perahu lesung paling sederhana,


namun teknik pembuatannya memerlukan keahlian
03 dan pengalaman yang khusus.

Pada masa Sriwijaya, teknologi perkapalan


juga sudah dikembangkan untuk mengawasi
04 perdagangan dan daerah koloninya.

Burhanuddindkk,
2003.
Lanjutan

Kondisi perkapalan di Sriwijaya sebagai negara Maritim jelas


01 membuktikan suatu kemampuan mengagumkan yang dimiliki oleh pelaut
Indonesia.
Pusat pembuatan kapal di Nusantara yang terkenal adalah di
Jawa. Galangan kapal ini pada abad ke-16 sangat terkenal di
02 Asia Tenggara.

Menurut orang Belanda pusat galangan kapal di Jawa adalah


Lasem yang terletak antara pelabuhan terkenal, Tuban dan
03 Jepara dan yang dekat dengan hutan jati Remban.

Jadi diperkirakan puluhan pasokan kapal


yang digunakan oleh Adipati Unus untuk
04 menggempur Malaka adalah dari galangan
kapal Lasem ini.

Burhanuddindkk,
2003.
2. Teknologi Pelayaran

Teknologi pelayaran yang pertama bagi Dengan memanfaatkan perubahan


bangsa Indonesia adalah menggunakan angin ini maka dalam bulan Oktober
sistem angin musim. Pengetahuan kapal-kapal berangkat dari Maluku
tentang angin darat dan angin laut menuju pusat perdagangan di
adalah pengetahuan penting bagi para Ujungpandang, Gresik, Demak,
nelayan. Banten sampai Malaka dan kota lain
di sebelah barat.

Burhanuddin dkk,
2003.
Lanjutan

Pada masa Sriwijaya, kemampuan pelayaran sudah teruji


menggantikan jalan sutera yang penuh marabahaya. Pelaut
Sriwijaya menggunakan persiapan yang matang dan perhitungan
yang tepat untuk melewati rute Cina-Laut Cina Selatan- Selat
Malaka-Bandar dagang Sriwijaya- India- Oman- dan Arab.

Kemampuan Sriwijaya dalam mempertahankan hegemoni


sebagai negara maritim pada abad ke-7 hingga ke-11 tidak
lepas dari kemampuan navigasinya. Baik itu kualitas
kapal yang dipergunakan, pengenalan dengan baik kondisi
iklim, dan letaknya yang cukup strategis.

Burhanuddin dkk, 2003.


Lanjutan

Peta dan roteiros (petunjuk untuk berlayar) tidak


hanya didasarkan atas observasi sendiri oleh orang
Portugis, tetapi karena kemampuannya memperoleh
keterangan nautika dari pelaut setempat.

Bukti kemampuan pelayaran bangsa Indonesia adalah


dengan mendasarkan pada berita Diogo Lopes yang
berlayar dari Lisabon pada bulan april 1508. Dia
menyebutkan bahwa di Pantai Timur Madagaskar
terdapat kapal-kapal Jawa yang melakukan aktivitas
perdagangan.

Burhanuddin dkk,
2003.
Keadaan iklim dan geografi Indonesia memungkinkan
pelaut pribumi mencari baringannya pada pulau-pulau,
gunung-gunung dan tanjung-tanjung bila berlayar
menyusuri pantai.

Alat navigasi yang biasanya dipakai untuk pelayaran


melintasi samudera di daerah yang sering ditutupi kabut,
sudah tentu tidak banyak diperlukan di perairan Indonesia.

Burhanuddin dkk, 2003.


Lanjutan

Tidak semua kapal pada waktu itu


Dari gambaran itu jelas menunjukkan
membawa peta kalau berlayar, dan
bahwa taraf kemajuan dan
kalaupun dibawa, peta-peta ini
perkembangan navigasi tidak sama
jarang dipakai dan biasanya
diseluruh kepulauan Indonesia.
disimpan saja dalam pembuluh
bambu seperti pada banyak kapal
pribumi dalam abad ke-20 ini.

Burhanuddin dkk, 2003.

Anda mungkin juga menyukai