Anda di halaman 1dari 2

OPENING: Pengeloaan bebasis masyarakat dalam hal pengelolaan sumber daya alam

sesungguhnya telah ada sejak jaman dahulu. Pada jaman dahulu nenek moyang kita
menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam. Maka mereka melakukan pengelolaan
sumber daya alam yang masih bersifat lokal dan masih sederhana

JUDUL : Community Based Management (CBM)


Konsep pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat (Community-Based
Management) mulai dikembangankan pada tahun 1996. Pengelolaan Berbasis Masyarakat
(Community Based Management) merupakan proses pengelolaan sumber daya alam dan
kekayaan yang terkandung didalamnya oleh masyarakat setempat (masyarakat lokal) secara
aktif. Secara khusus Community Based Management diterapkan dalam proses pengelolaan
wilayah pesisir. Carter 1996 mengemukankan bahwa konsep pengelolaan wilayah pesisir
berbasis masyarakat memiliki bebera aspek positif, yaitu:
1. Mampu mendorong timbulnya pemertaan dalam pengelolaan sumber daya alam.
2. Mampu merefleksikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik.
3. Mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang ada.
4. Mampu meningkatkan efesiensi secara ekonomis maupun teknis.
5. Responsif dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan lokal.
6. Mampu menumbuhkan stabilitas dan komitmen.
7. Masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola lingkungan secara berkelanjutan.
Indonesia sesungguhnya telah memiliki praktik pengelolaan sumber daya alam
berbasis masyarakat. Konsep ini bisa ditemukan diberbagai daerah di Indonesia. Pengelolaan
berbasis masyarakat ini lahir melalui keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang ada di
Indonesia. Setiap daerah memiliki konsep pengelolaan lingkungan masin-masing yang
disesuaikan dengan nilai-nilai dan kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat tersebut. Ada
beberapa konsep pengelolaan berbasis masyarakat yang ada di Indonesia, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Tradisi Sasi (Maluku)
Tradisi sasi disetiap daerah yang ada di Maluku tidaklah sama. Tradisi ini
disesuaikan dengan kondisi geografis dan adat istiadat setempat. Salah satu tradisi
sasi adalah Tradisi Sasi Lompa Haruku. Tradisi ini dilakukan setiap satu tahun
sekali. Tradisi ini dilakukan dengan menangkap ikan lompa (Trisina baelama).
yang berlangsung di Learisa Kayeli, Pulau Haruku. Tradisi ini menyimpan makna
tersendiri yakni mengajarkan generasi muda secara turun temurun untuk turut
serta menjaga kelestarian lingkungan serta sumber daya alam, yang dapat
dipastikan apabila kegiatan ini rutin dilaksanakan, lingkungan tersebut akan sehat
dan produktif sehingga meningkatkan produktifitas.
2. Hukum Adat Panglima Laot (Aceh)
Panglima Laot merupakan suatu institusi Adat yang mengatur tentang tata
cara menangkap tata cara penangkapan ikan di laut, bagi hasil dan tata cara
penyelesaian sengketa jika terjadi pelanggaran dilaut.. Panglima Laot selain
sebagai institusi juga sebagai seorang ketua lembaga sehingga orang menyebut
mereka sebagai Panglima Laot. Awalnya panglima laot masih berdiri secara
sendiri-sendiri sesuai dengan wilayah masing-masing (desa, mukim ataupun
kecamatan). Setelah Tahun 1982 melalui pertemuan antar panglima laot lhok se
Aceh, dibentuklah Panglima Laot Kabupaten. Kemudian disusul dengan
pembentukan Panglima Laot Provinsi pada tahun 2000.
3. Segara (Nusa Penida)
Nyepi Segara adalah tidak ada aktivitas, sunyi, sepi, hening, sipeng, di
pesisir pantai, laut, pasih. Pada hari nyepi segara lautan rehat sejenak dari
aktivitas keseariannya. Landasan Filosofi Nyepi Segara di Desa Ped, Nusa
Penida, Klungung, Bali merupakan bentuk penghormatan kepada Dewa Baruna
yang diyakini sebagai penguasa laut dan samudera. Ritual Nyepi Segara ini tidak
hanya berlaku untuk kegiatan penangkapan ikan saja, tetapi juga terjadi pada
kegiatan transportasi laut dari dan ke daerah Nusa Penida, Nusa Lembongan dan
Nusa Ceningan. Termasuk semua kegiatan pariwisata.1
Adanya tradisi di masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan, khususnya pesisir
dan lautan, meunjukkan bahwa masyarakat dan lingkungan tidaklah dapat dipisahkan dalam
proses pengelolaannya. Keterlibatan masyarakat berserta kearifan lokalnya dalam proses
pengelolaan pesisir dan lautan menjadi sebuah keharusan. Karena masyarakat dan kearifan
lokal yang ada telah sedemikian rupa disesuaikan dengan kondisi alam setempat sehingga
sangat menunjang tercapainnya pemeliharaan pesisir dan lautan yang bersifat berkelanjutan.

1
http://scuba-mania.com/2012/10/02/nyepi-laut-di-nusa-penida/, diakses 3 April 2016

Anda mungkin juga menyukai