Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah perairan yang
lebih besar dari wilayah daratannya. Sebagai negara maritim sebagian besar
penduduk pesisir di Indonesia menggantungkan hidupnya dari bidang perikanan.
Dam mempunyai sistem kepercayaan tersendiri.
Sistem kepercayan adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan,
pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku
manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Jadi sistem kepercayaan
bukan hanya menyangkut pengetahuan atau pemahaman masyarakat adat tentang
manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, melainkan juga
menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam
dan bagaimana relasi di antara semua penghuni komunitas ekologi. Seluruh sistem
kepercayaan ini dihayati, dipraktikan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke
generasi lain yang sekalgus membentuk pola perilaku manusia sehari -hari baik
terhadap sesame manusia maupun terhadap alam dan yang gaib.
Di setiap daerah memiliki adat dan kepercayaan sendiri terkait dengan proses
penangkapan ikan. Biasanya memang unik dan memiliki ciri khas sendiri. Keunikan
dan kekhasan tersebut yang menjadi identitas dari masing- masing daerah, terutama
karena perbedaannya. Perbedaan ciri khas tersebut muncul karena beberapa sebab
di antaranya latar belakang agama, adat istiadat, dan warisan turun-temurun dari
nenek moyang. Konsep system kepercayaan berakar dari sistem pengetahuan dan
pengelolaan lokal atau tradisional (Mitcheli, 1997).
Kepercayaan ini berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan
hubungan atau kesatuannya dengan tuhan yang maha kuasa, pencipta alam
semesta dan segala isinya. Karena itulah saya membuat makalah tentang “Sistem
Religi dan Kepercayaan Masyarakat Pesisir”.
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai memenuhi pembuatan
tugas. Selain itu juga dengan adanya tugas ini maka, dapat menambah wawasan
ilmu pengetahuan bagi mahasiswa khususnya kami dalam mengetahui sistem
kepercayaan nelayan di pesisir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal dan hidup di wilayah


pesisiran. Wilayah ini adalah wilayah transisi yang menandai tempat perpindahan
antara wilayah daratan dan laut atau sebaliknya (Dahuri dkk. 2001: 5). Di wilayah ini,
sebagian besar masyarakatnya hidup dari mengelola sumber daya pesisir dan laut,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh itu, dari perspektif
matapencariannya, masyarakat pesisir tersusun dari kelompok-kelompok
masyarakat yang beragam seperti nelayan, petambak, pedagang ikan, pemilik toko,
serta pelaku industri kecil dan menengah pengolahan hasil tangkap.

Di kawasan pesisiran yang sebahagian besar penduduknya bekerja


menangkap ikan, sekelompok masyarakat nelayan merupakan unsur terpenting bagi
eksistensi masyarakat pesisir. Mereka mempunyi peran yang besar dalam
mendorong kegiatan ekonomi wilayah dan pembentukan struktur sosial budaya
masyarakat pesisir. Sekalipun masyarakat nelayan memiliki peran sosial yang
penting, kelompok masyarakat yang lain juga mendukung aktivitas sosial ekonomi
masyarakat.

Masyarakat nelayan merupakan kelompok masyarakat yang pekerjaannya


adalah menangkap ikan. Sebahagian hasil tangkapan tersebut dikonsumsi untuk
keperluan rumah atau dijual seluruhnya. Biasanya isteri nelayan akan mengambil
peran dalam urusan jual beli ikan dan yang bertanggung jawab mengurus domestic
rumahtangga.

Kegiatan melaut dilakukan setiap hari, kecuali pada musim barat, masa
terang bulan, atau malam jumat (libur kerja). Kapan waktu keberangkatan dan
kepulangan melaut umumnya ditentukan oleh jenis dan kualitas alat tangkap.
Biasanya nelayan akan berangkat kelaut pada sore hari setelah Ashar dan kembali
mendarat pada pagi hari.
Sistem Religi dan Keyakinan
Pada esensinya, unsur religi dari suatu kebudayaan berfungsi untuk
pemenuhan kebutuhan manusia akan hubungan atau kesatuannya dengan tuhan
yang maha kuasa, pencipta alam semesta dan segala isinya. Berikut, agama secara
ideal dipahami sebagai yang berfungsi regulasi berkehidupan bersama,
berhubungan dengan dan pengelolaan pemanfaatan sumber daya alam sebagai
berkah dari-Nya. Agama dengan demikian, dipahami sebagai pedoman kehidupan
masyarakat manusia untuk selamat dunia dan akhirat.
Sistem kepercayaan didasarkan atas beberapa karakter penggunaan sumber
daya (matowanyika, 1991), ialah:

1. Sepenuhnya pedesaan
2. Sepenuhnya didasarkan atas produksi lingkungan fisik setempat
3. Integrasi nilai ekonomi, sosial, budaya serta institusi dengan hubungan keluarga
sebagai kunci sistem distribusi dan keluarga sebagai dasar pembagian kerja
4. Sistim distribusi yang mendorong adanya kerjasama
5. Sistim pemilikan sumberdaya yang beragam, tetapi selalu terdapat system
pemilikan bersama
6. Sepenuhnya tergantung pada pengetahuan dan pengalaman lokal.

Agama pada masyarakat pesisir (nelayan) agama merupakan salah satu faktor
kuat yang menyetir suatu tatanan yang ada di dalam masyarakat karena
berhubungan langsung dengan Tuhan. Tuntunan agama meresap hingga ke setiap
sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Tuntunan agama merupakan nilai yang
menjadi landasan dari norma atau nilai-nilai yang di anut oleh manusia. hubungan
nilai ini dengan ciri khas suatu daerah dalam kaitannya dengan penangkapan ikan
memiliki peran yang besar dalam tata cara penangkapan ikan. Contohnya di dalam
agama islam, hari jumat merupakan hari suci. Dimana umat muslim terutama pria
melaksanakan ibadah sholat jumat.

Pada kebanyakan kelompok dan komunitas nelayan dan pelayar di dunia,


agama lebih difungsikan dalam urusan duniawi yang pragmatis dari pada
pemungsiannya secara ideal atau esensialnya, yakni sebagai mekanisme
pemecahan persoalan-persoalan lingkungan fisik dan sosial ekonomi yang
dihadapinya di laut sehari-hari. Sama halnya kepercayaan pada ilmu magic dan
praktik sihir yang digunakan oleh masyarakat nelayan atau pelayar (secara
individual atau kelompok) untuk memecahkan berbagai masalah seperti itu karena
tidak dapat diatasi dengan akal sehat dan praktik biasa. Contohnya :

 Nelayan Urk (Belanda) meyakini sumber daya dan hasil laut sebagai berkah dari
Tuhan yang harus diusahakan dengan kerja keras disertai doa. Bahkan, mesin
raksasa 3000 PK yang menggerakkan kapal berbobot ratusan ton diyakini
sebagai nakhoda yang digerakkan oleh penggerak utama, yaitu Tuhan.
Keyakinan religius terkait kehidupan ekonomi dan kecanggihan iptek ini terwujud
dalam pelaksanaan ibadah gereja setiap hari minggu (Heilig dag),
mengharamkan pembatasan kelahiran karena anak adalah berkah dari Tuhan
(Zegen Van God) yang kelak menjadi awak kapal yang terampil dan produktif.
Dan, tidak boleh menggunakan kendaraan bermotor/mesin pada hari minggu
sebagai penghargaan pada Tuhan penggera mekanik yang utama
(Lampe,1986).
 Nelayan Islandia hingga sekarang masih banyak yang percaya bahkan
mengandalkan kekuatan bisikan mahluk halus dan roh nenek moyang, petunjuk
mimpi dan firasat serta feeling dan intuisi yang dikombinasikan dengan sistem
manajemen formal ekonomi yang modern dan rasional sebagai model untuk
sikses dan selamat (model for success and model for safety) (Palsson, 2001).
 Kebanyakan nelayan suku bangsa Fanti-Ghana (Afrika Barat) dan komunitas-
komunitas nelayan dan pelayar di negara-negara kepulauan pasifik, termasuk
kepulauan Trobriand, percaya dan melakukan praktik magic untuk menjaga
keselamatan mereka dari gangguan hantu-hantu laut. Bahkan nelayan
melakukan persaingan memperebutkan sumber daya laut dengan menggunakan
kekuatan supranatural / jimat dan praktik sihir.

Sistim kepercayaan dalam memanfaatkan sumber daya laut masyarakat pesisir


selalu mengikuti kebiasaan yang sudah menjadi tradisi adat bahkan ada yang
melakukannya dengan suatu acara dalam bentuk ritual yang menurut sistem
kepercayaan dan pengetahuan masyarakat setempat ritual tersebut dapat
memberikan mereka hasil usaha sebagai nelayan maupun keselamatan selama
melaut.
Di lain pihak mereka juga percaya bahwa pada kondisi tertentu, ketika penghuni
alam ini, maksudnya manusia serakah dan bertindak dalam memanfaatkan
sumberdaya alam laut dan pesisir tidak sesuai dengan sistem nilai, hukum adat dan
tradisi budaya yang dianut, maka alam akan bertindak sebaliknya yakni memberi
sanksi dan hukuman kepada manusia. Menurut sistem kepercayaan masyarakat
setempat bentuk hukuman yang alam berikan kepada mereka dalam memanfaatkan
sumberdaya alam laut dan pesisir yang tidak sesuai dengan kesepakatan adat dan
tradisi masyarakat setempat, dapat berupa bencana alam, sakit yang tidak dapat
diobati secara medis, kecelakaan baik di laut dan di darat (tenggelam, digigit ikan
hiu, paus, ular atau jatuh dari pohon).

Resiko dan hukuman alam ini dapat dialami secara fatal yakni menimbulkan
kematian dan/atau hanya menimbulkan kecelakaan seperti luka, patah, hilang
beberapa organ tubuh dan dapat juga menimbulkan kelumpuhan serta
mempengaruhi gangguan kejiwaan (gila). Mereka sangat menyadari bahwa nilai-nilai
tersebut merupakan warisan leluhur yang perlu ditumbuh-kembangkan kembali agar
menjadi penuntun moral dan pranata untuk mengatur masyarakat dalam menfaatkan
sumberdaya pesisir dan laut secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Kesadaran masyarakat dalam melestarikan sistim kepercayaan yang berkaitan
dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, juga disebabkan oleh adanya
kekewatiran akan pudarnya atau hilangnya nilai-nilai sistim kepercayaan .
Fenomena lainnya adalah dewasa ini di mana-mana terjadi perilaku pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan laut cenderung bersifat destruktif dan tidak ramah
lingkungan.

Selain itu masyarakat pesisir umumnya merasa pesimis dan meragukan


implementasi hukum-hukum positif termasuk aparat penegak hukum. Respons
masyarakat terhadap hukum-hukum positif yang ada dan berlaku sangat rendah.
Hal ini disebabkan karena adanya kenyataan bahwa para pelaku pengursakan
lingkungan yang ditangkap, tidak jelas penyesaiannya dan tidak membuat jera
terhadap para pelaku pengrusak lingkungan.

Dari gambaran tersebut, aplikasi sistem religi dan ilmu gaib dalam kehidupan
masyarakat maritim, khususnya nelayan dan pelayar, dapat disimpulkan adanya
keterkaitan fungsional antara unsur agama dan ilmu gaib dan unsur ekonomi,
khususnya ekonomi perikanan laut dan pelayaran.

Adat istiadat atau ritual pada masyarakat pesisir (nelayan) selain agama, faktor
yang juga mewarnai tata cara penangkapan ikan di indonesia adalah adat istiadat.
Salah satu adat istiadat yang kental di beberapa daerah adalah larung laut. Larung
laut ini merupakan kiriman persembahan kepada penguasa laut agar diberikan hasil
ikan yang melimpah dan perlindungan pada saat mereka menangkap ikan. Mereka
percaya bahwa jika diberikan persembahan dapat memberikan keuntungan bagi
mereka, dan apabilan persembahan tersebut tidak dilakukan penguasa laut tersebut
akan murka kepada mereka. Akibatnya sangat patal bagi mereka jika melanggal apa
yang menjadi kepercayaannya tersebut. Larung laut biasa dilaksanakan bertepatan
dengan momen-momen tertentu misalnya syawalan. Nelayan di daerah demak, jawa
tengah, biasanya melakukan ritual ini pada awal bulan syawal.

Proses ritual kepercayaan yang dianut oleh nelayan dari berbagai macam
daerah di indonesia

1. Suku Bajo
walaupun suku bajo beragama islam, namun mereka masih hidup dalam
dimensi leluhur. Mereka masih percaya dengan leluhurnya. Contohnya
Masyarakat suku Bajo percaya pantangan-pantangan larangan meminta sesuatu
kepada tetangga seperti minyak tanah, garam, air atau apapun setelah magrib.
Mereka juga percaya dengan upacara tebus jiwa. Melempar sesajen ayam ke
laut. Artinya kehidupan pasangan itu telah dipindahkan ke binatang sesaji. Ini
misalnya dilakukan oleh pemuda yang ingin menikahi perempuan yang lebih
tinggi status sosialnya. Dan hal itu akan terus berlangsung selama mereka
memengan teguh apa yang diyakininya tersebut.
2. Suku Bugis, Makassar, dan Madura
Nelayan Bugis ,Makassar dan madura memiliki ritual berupa doa dan
penyembahan sesaji untuk menghadapi dan melawan seperti : rintangan arus
dan ombak besar yang diarunginya, supaya diberikan kemudahan untuk
menghadapinya atau diberikan kelancaran untuk menangkap ikan dan
sebagainya. Dalamnya laut yang diselami untuk mencari teripang, berbahaya
dan angkernya tempat yang kaya sumber dayanya dan ancaman raksasa laut
(gurita, hiu, dan paus). semuanya dihadapi dan dilawan atau dihindari dengan
keyakinan religius dan praktik ritual (doa dan penyembahan sesaji). Keberanian
pelaut dari sulawesi selatan dan Tenggara menjelajahi perairan Nusantara ini
sebagian besar dilandasi keyakinan agama, bukan atas modal pengetahuan dan
keterampilan berlayar serta etos ekonomi yang tinggi semata. Oleh karena itu,
mereka memberikan sesaji agar terhindar dari bahaya yang kapan saja dapat
terjadi tanpa diduga-duga.
3. Suku mandar
Nelayan Mandar memiliki ritual laut, yang terkait dengan penghidupannya di laut,
kepercayaannya terhadap penguasa alam semesta (allah swt), alam gaib dan
hal-hal yang membahayakan di laut. Tuhan dan alam gaib menjadi pusat dari
pelaksanaan ritual. Mereka memiliki kepercayaan bahwa Nabi khidir
direpresentasikan sebagai penguasa laut. Tujuan utama dari ritual nelayan
mandar adalah untuk mendapatkan rezeki yang memadahi supaya bisa
menghidupi keluarganya, perlindungan dari tuhan agar terhindar dari bahaya
laut (kawao, badai, hantu laut dan sebaginya) sehingga dapat memperlancar
pekerjaan yang dilakukan tanpa adanya rasa takut akan bahaya yang kapan
saja dapat terjadi. Demikian juga untuk mendapatkan barokah dari Allah swt
agar selamat di dunia maupun di akhirat kelak . Ritual dibagi 3 yaitu : ritual
konstruksi (ritual pembuatan perahu hingga penurunan awal perahu ke laut).
Ritual produksi (ritual sebelum melaksanakan pekerjaan melaut). Ritual distribusi
(berupa upacara syukuran hasil tangkapan dan ritual syukuran awal bulan
ramadhan).
4. Suku Lamalera
Suku Lamalera adalah suku yang menetap di Kabupaten Lembata, Nusa
Tenggara Timur. Ritual yang biasa dilakukan oleh masyarakat nelayan setempat
yakni:
 Bito Berue merupakan suatu sistem kepercayaan ritual yang dilakukan oleh
nelayan setempat sebelum menggunakan sampan/juku baru. Agar
diberikan kelancara sampai seterusnya, Acara ini biasanya dilakukan di
pantai dengan menggunakan bahan-bahan seperti ayam jantan yang
jenggernya masih utuh. Jengger ayam dipotong oleh tua adat laut (aho
male) , lalu darahnya dioles disekeling sampan/juku baru. Supaya nanti
sampan/juku baru tersebut tahan lama dan memberikan perlindungan pada
sampan tersebut.
 Lepa Nua Dewe merupakan sistim kepercayaan ritual ini dilakukan untuk
melepas pukat yang ukurannya kecil yang dalam bahasa setempat disebut
noro. Jenis pukat ini merupakan alat tangkap tradisional masyarakat
setempat untuk menangkap ikan serdin dan tembang biasanya pada musim-
musim tertentu selalu muncul diperairan laut daerah setempat dalam jumlah
yang sangat banyak.
 Bruhu Brito merupakan suatu tradsi oleh masyarakat nelayan setempat
sebelum melepas pukat baru untuk menangkap jenis ikan selain tembang.
Agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan sehingga memenuhi
kebutuhan hidupnya.
 Tula Lou Wate, upacara ini merupakan tradisi dalam memberi makan
kepada ”leluhur di laut” dengan maksud memanggil ikan agar ikan dapat
berkumpul dan memberikan hasil tangkapan yang banyak kapada nelayan.
Tradisi tersebut diumpamakan jika memberikan makanan kepada leluhur di
laut, leluhur tersebut akan membalas perbuatan mereka dengan cara
memanggil ikan tersebut supaya berkumpul. Dengan begitu mereka dapat
dengan mudah menangkapnya dan mendapatkan penghasilan yang banyak.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Unsur religi dari suatu kebudayaan berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan
manusia akan hubungan atau kesatuannya dengan tuhan yang maha kuasa,
pencipta alam semesta dan segala isinya. Pada kebanyakan kelompok dan
komunitas nelayan dan pelayar di dunia, agama lebih difungsikan dalam urusan
duniawi yang pragmatis dari pada pemungsiannya secara ideal atau
esensialnya, yakni sebagai mekanisme pemecahan persoalan-persoalan
lingkungan fisik dan sosial ekonomi yang dihadapinya di laut sehari-hari. Sistem
kepercayaan dalam memanfaatkan sumber daya laut masyarakat pesisir selalu
mengikuti kebiasaan yang sudah menjadi tradisi adat bahkan ada yang
melakukannya dengan suatu acara dalam bentuk ritual yang menurut sistem
kepercayaan dan pengetahuan masyarakat setempat ritual tersebut dapat
memberikan mereka hasil usaha sebagai nelayan maupun keselamatan selama
melaut.
B. Saran
Untuk mengetahui sistim kepercayaan masyarakat di pesisir dalam
penegelolaan sumber daya laut maka harus dilakukan dengan benar- benar teliti
sehingga apa yang menjadi tujuan dan harapan kita dapat tercapai dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

https://riswahyuni.wordpress.com/2013/11/22/20/

http://de.slideshare.net/yakip14/sistem-religi-nelayan

http://sofyanida.blogspot.co.id/2015/03/makalah-wsbm-sistim-kepercayaan-nelayan.html

http://fadilahmadjid.blogspot.co.id/2013/03/religiusitas-dan-pemberdayaan.html

https://prezi.com/gnmfimvyhhw_/kelompok-8/

Kusnadi.2006. Filosofi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Bandung: Humaniora

Tim pengajar WSBM UH.2011. Wawasan Sosial Budaya Maritim. Makassar : Unhas

Anda mungkin juga menyukai