Anda di halaman 1dari 13

PENGEMBANGAN DESA PESISIR BERBASIS ICZM SEBAGAI UPAYA

PEMANFAATAN WILAYAH PESISIR YANG BERKELANJUTAN


( Studi Kasus : Nusa Penida-Bali )

Oleh :

Nama

Made Mustika Wijaya

NRP

4114205013

PROGRAM PASCA SARJANA


FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2015

Ringkasan
Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali merupakan
salah satu daerah yang memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi. Terdapat
sekitar 1.49,05 hektar terumbu karang dengan 286 jenis karang. Kecamatan ini
termasuk kedalam kawasan segitiga terumbu karang dunia (the global coral
triangle) yang saat ini menjadi prioritas dunia untuk dilestarikan. Konsep desa
pesisir nantinya diharapkan dapat menjaga dan melestarikan kekayaan tersebut
sehingga menjadi modal utama dalam pengelolaan wilayah pesisir daerah
tersebut.
Makalah ini bertujuan untuk membahas pengembangan kota pesisir
berbasis ICZM sebagai upaya pemanfaatan wilayah pesisir yang berkelanjutan di
Nusa penida- Bali. Pendekatan dengan konsep ICZM merupakan suatu usaha
untuk mengelola wilayah dan lingkungan pesisir secara bijaksana dan terorganisir.
Diharapkan melalui konsep ini wilayah pesisir Nusa penida dapat terpelihara
dengan baik untuk jangka waktu yang lama.
Penyusunan makalah ini dimulai dengan bagian pendahuluan yang
menguraikan latar belakang dan tujuan penulisan makalah serta manfaat
yang hendak

dicapai

diakhir penyusunan

makalah

ini. Dalam

bagian

pendahuluan ini, diuraikan sedikit gambaran mengenai kondisi wilayah pesisir


di Nusa Penida yang memiliki karakteristik sumberdaya yang khas. Lalu bagian
pembahasan yang menguraikan definisi, fungsi dan pemaparan mengenai cara
konservasi alam dapat menjadi langkah awal dalam pengelolaan wilayah pantai
yang berkelanjutan..Pada bagian akhir, penulis menyimpulkan bahwa sangat
penting untuk menjaga warisan Tuhan dalam hal ini sumber daya alam bahari di
wilayah Nusa Penida. Kita harus mulai berpikir mengenai masa depan wilayah
pantai yang menjadi keunggulan bangsa Indonesia dari Negara-negara lain.

Kata Pengantar
Segala puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
atas segala limpahan rahmat Beliau sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Pengembangan Desa Pesisir Berbasis ICZM Sebagai Upaya
Pemanfaatan Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan di Nusa Penida-Bali
Melalui makalah ini, penulis ingin membahas tentang betapa pentingnya
kita menjaga sumber daya alam yang kita miliki Terutamanya mengenai sumber
daya alam bahari yang dimiliki di wilayah Nusa Penida.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami
ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan
pada kami dalam pembuatan karya tulis ini.
Kami menyadari terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi,
contoh, dan sistematika penulisan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu,
saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat membangun sangat kami
harapkan.

Surabaya,

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kecamatan Nusa Penida merupakan sebuah kumpulan pulau kecil yang

yang memiliki tiga pulau utama yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa
Lembongan yang semuanya dikelilingi oleh terumbu karang tepi (fringing reef)
dengan luas 1600 hektar. Kondisi perairan Nusa Penida dipengaruhi oleh arus dari
Samudera Pacific ke Samudera Hindia yang menyebabkan sebaran plankton,
kelimpahan ikan, dan struktur komunitas terumbu karang. Perairan Nusa Penida
dikenal memiliki arus yang cukup kuat. Suhu perairan di Nusa Penida berkisar
antara 250C-280C. melihat kondisi geografis yang sangat mendukung tersebut
membuat potensi sumber daya bahari terutamanya terumbu karang di Nusa Penida
menjadi sangat tinggi.
Kekayaan alam yang melimpah tersebut apabila tidak didukung oleh
sumber daya manusia yang terampil dalam mengolah dan melestarikannya akan
menjadi sia-sia. Ditambah lagi kondisi masyarakat di Nusa penida tersebut
mayoritas menggunakan hasil bahari sebagai sarana melangsungkan hidup.
Kurangnya kemampuan dalam mengorganisir sumber daya alam tersebut akan
membuat kelangkaan akan sumber daya alam tertentu. Ditambah dengan
pembangunan hotel-hotel dan bangunan pertokoan akan berpengaruh terhadap
kondisi sosial wilayah pesisir tersebut.
Dinamika perubahan yang terjadi dalam suatu wilayah akan menyebabkan
lingkungan tidak mampu meresponnya dan membuat kerusakan pada lingkungan
tersebut..Pembangunan wilayah pesisir tidak hanya sekedar membangun daerah
pesisir tersebut menjadi daerah perkotaan yang penuh dengan gedung mewah.
Konsep perkotaan tersebut masih belum cocok untuk mewakili daerah pesisir
Indonesia,hal ini mengingat bahwa sebagian besar masyarakat pesisir masih
memilki status sosial yang rendah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
pengembangan desa pesisir yang tangguh untuk menjaga dan melestarikan sumber
daya tersebut

1.2

Rumusan Masalah
1. Apakah peran desa pesisir dalam pengelolaan wilayah pesisir di daerah
Nusa Penida-Bali?
2. Bagaimana cara mewujudkan desa pesisir yang berbasis ICZM untuk
pemanfaatan wilayah pesisir yang berkelanjutan di daerah Nusa PenidaBali?

1.3

Tujuan Penulisan
Penulis mempunyai

tujuan untuk memberikan konsep mengenai

pengembangan kota pesisir yang berbasis ICZM (Integrated Coastal Management)


sehingga tercipta pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan di daerah Nusa
Penida- Bali
1.4

Manfaat Penulisan
Dari gagasan ini diharapkan pemerintah mulai memperhatikan kawasan di

daerah Nusa Penida sebagai kawasan desa pesisir yang terintegrasi sehingga tidak
hanya fokus pembangunan gedung-gedung yang kurang memperhatikan
karakteristik dari wilayah itu sendiri.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1

Wilayah Pesisir Nusa Penida


Kecamatan Nusa Penida termasuk ke dalam wilayah administrasi

Kabupaten Klungkung Provinsi Bali. Kecamatan ini memiliki luas sekitar 20.300
hektar yang terdiri dari 3 pulau utama yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan dan
Nusa Lembongan. Kecamatan Nusa Penida merupakan satu-satunya kecamatan di
kabupaten Klungkung, bahkan di propinsi Bali. Kecamatan Nusa Penida memiliki
garis pantai sekitar 70 km dari 90 km yang dimiliki oleh Kabupaten Klungkung.

Gambar 2.1 Daerah Pesisir Nusa Penida


(http://infopulaubali.wordpress.com)
Di perairan Nusa Penida terdapat 567 jenis ikan. 5 diantaranya jenis baru.
Kelompok ikan yang terdapat di perairan Nusa Penida adalah ikan karang, ikan
pelagis dan ikan dasar. Mamalia laut seperti paus dan lumba-lumba juga kadang
melintasi di perairan Nusa Penida, bahkan di sebelah barat Nusa lembongan
beberapa kali dijumpai dugong yang muncul ke permukaan. Di perairan Nusa
Penida, paling tidak dijumpai 2 jenis penyu yaitu penyu hijau (green turtle) dan
Penyu sisik (hawksbill turtle)
Mayoritas masyarakat Nusa Penida adalah suku Bali beragama Hindu.
Terdapat suku desa muslim dari 16 desa dinas yaitu desa Toyapakeh. Penduduk
Toyapakeh dulunya nenek moyang mereka berasal dari Jawa dan Lombok.
Populasi penduduk sekitar 50.000 jiwa yang mendiami 3 pulau di kecamatan Nusa

Penida. Mata pencaharian utama masyarakat Nusa Penida adalah pertanian


rumput laut, wisata bahari, perikanan dan peternakan. Mata pencaharian lainnya
seperti pertanian, berdagang, serta sektor swasta dan pemerintahan. Dilihat dari
status sosial tersebut terlihat jelas bahwa taraf ekonomi masyarakat Nusa Penida
masih rendah. Oleh karena itu pengembangan daerah pesisir yang tepat yaitu
dengan memaksimalkan potensi pedesaan dan mengurangi masuknya pengaruh
perkotaan. Hal ini sangat penting karena dengan masuknya budaya perkotaan
akan mengakibatkan masyarakat asli akan kalah bersaing dengan penduduk
pendatang dan untuk jangka panjangnya akan mendominasi daerah tersebut.
2.2

Desa Pesisir dan Sumber Daya Pesisir


Sumber daya pesisir sebagai bagian tak terpisahkan dari aset desa harus

menjadi fokus utama dalam hal pengembangan wilayah pesisir. Dalam RUU
Desa, hal penting yang harus diperhatikan adalah bagian pemanfaatan sumber
daya desa di pesisir dan laut.Menurut RUU Desa Pasal 28 Butir c dan d,
kewenangan yang dilimpahkan ke desa dalam pembangunan meliputi: memiliki
dan mengelola kekayaan desa sesuai kewenangannya untuk kesejahteraan
masyarakat (Butir c); serta memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya milik desa sesuai peraturan perundang-undangan
(Butir d). Ada bagian Pasal 33 semestinya secara jelas juga dinyatakan bahwa
desa

adat

diberi

kewenangan

dalam

pembangunan

dengan

mengelola

(memanfaatkan dan melestarikan) sumber daya alam yang ada menurut hukum
adat setempat.
Sumber daya alam pesisir sesungguhnya tak hanya bermakna sumber daya
yang berpotensi dieksploitasi, tetapi juga memuat informasi tentang ancaman,
tekanan, dan kerusakan SDA yang terdapat di wilayah desa pesisir. Sebutlah
kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuari, laguna,
pencemaran perairan pesisir, eksploitasi lebih, dan tumpang tindih aktivitas di
wilayah desa pesisir. Jadi, sumber daya pesisir dalam RUU Desa harus dijabarkan
lebih jelas dalam konteks aktivitas pemanfaatan dan pelestarian sumber dayanya.

Isu yang berkembang bahwa dengan disahkannya Undang-Undang Desa


no 06 th 2014 maka tiap desa akan mendapatkan kucuran dana dari pemerintah
pusat melalui APBN lebih kurang 1 Milyar per tahun. Hal ini terdapat pada pasal
72 ayat (1) mengenai sumber pendapatan desa, dalam huruf d. disebutkan "alokasi
dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota". Selanjutnya dalam ayat (4) pasal yang sama disebutkan
"Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit
10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi
Khusus". Berdasarkan hal tersebut pemerintah seharusnya mulai beralih dalam
membangun wilayah pesisir, karena potensi dalam pengembangan desa pesisir
sangat besar apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh dan terorganisir.
2.3

Peran Desa Pesisir


Desa pesisir memiliki karakteristik yang berbeda dengan desa di wilayah

pedalaman. Perbedaan tersebut tidak semata pada aspek geografis-ekologis, tetapi


juga pada karakteristik ekonomi dan sosial-budaya. Secara geografis, desa pesisir
berada di perbatasan antara daratan dan lautan. Desa pesisir memiliki akses
langsung pada ekosistem pantai (pasir atau berbatu), mangrove, estuaria, padang
lamun, serta ekosistem terumbu karang. Kondisi geografis-ekologis desa pesisir
mempengaruhi aktivitas-aktivitas ekonomi di dalamnya. Kegiatan ekonomi di
desa pesisir dicirikan oleh aktivitas pemanfaatan sumberdaya dan jasa lingkungan
pesisir. Aktivitas ekonomi mencakup perikanan, perdagangan, wisata bahari, dan
transportasi.
Di daerah Nusa Penida dominan penduduknya bermata pencaharian di
sektor bahari oleh karena itu pengembangan desa pesisir sangat cocok untuk
daerah ini. Dengan fokusnya pengembangan wilayah pesisir di wilayah Nusa
Penida ini diharapkan dapat membentuk karakter masyarakatnya sebagai berikut :

mandiri

dalam

memenuhi

kebutuhan

pendidikan, air bersih dan energi

dasar:

pangan,

kesehatan,

mampu mengembangkan perencanaan desa (potensi, rencana strategis,


tataruang wilayah darat dan perairan, rencana pengelolaan, rencana aksi)

serta implementasinya secara dinamis dan partisipatif.


memiliki sistem produksi untuk mendaya-gunakan sumberdaya lokal

dengan produktivitas yang tinggi dan mampu menyediakan lapangan kerja


masyarakatnya mampu mengorganisasi diri baik untuk kepentingan

ekonomi, sosial, maupun pengelolaan sumberdaya pesisir,


mampu mengelola sumberdaya maupun lingkungan pesisir dan lautan
serta daerah aliran sungai terkait, dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip
pengelolaan yang berpusat pada kekuatan masyarakat dan bersumber dari

kombinasi pengetahuan lokal dan sains


masih terjaganya budaya dan nilai-nilai lokal yang positif yang menjadi

dasar pengembangan kehidupan masyarakat


kapabilitas pemerintahan desa memadai untuk menggerakkan roda

pembangunan desa dan mengendalikan pemanfaatan sumberdaya pesisir


berkembangnya aktivitas ekonomi berbasis kelautan yang mapu bersaing
dalam pasar lokal, regional dan global serta dapat diandalkan dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan

2.4 Desa Pesisir Berbasis ICZM Sebagai Upaya Pemanfaataan wilayah


Pesisir Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebgai perubahan positif social
ekonomi yang tidak mengabaikan system ekologi dan sosial dimana masyarakat
bergantung kepadanya (Sugandhy dan Hakim,2007). Dalam kaitannya dengan
pengelolaan sumber daya pesisir, diharapkan apabila mutu dan nilai dari sumber
daya alam tersebut tidak dapat ditingkatkan, hendaknya masih dapat
dipertahankan daya gunanya untuk memenuhi kebutuhan masa depan. Selain
peraturan desa dan aturan desa adat, kegiatan pemanfaatan sumber daya di desa
pesisir juga harus mengacu pada konsep Integrated Coastal Management (ICM;
manajemen terpadu kawasan pesisir) yang berbasis desa. Kenapa ICM penting?
Setidaknya ada dua alasan.

Pertama, implementasi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 dalam


pengelolaan wilayah pesisir dan laut menyisakan persoalan pemanfaatan sumber
daya tentang hak pengusahaan perairan pesisir. Juga soal interpretasi atas
pemahaman tentang yang menjadi hak pengelolaan dan pemanfaatan dengan hak
yuridis yang kemudian berujung pada konflik antar daerah bertetangga.
Kedua, ICM tingkat desa penting untuk mengantisipasi lima isu pokok
dalam pengelolaan sumber daya di desa pesisir. Pertama, isu-isu utama tentang
SDA dan lingkungan yang tidak berkeadilan. Kedua, isu-isu utama tentang sosialbudaya yang tidak seragam. Ketiga, isu-isu utama tentang ekonomi dan
kesejahteraan. Keempat, isu-isu utama tentang infrastruktur yang tidak
mendukung. Kelima, isu-isu utama tentang kelembagaan masyarakat yang tak
sepenuhnya baik.
Konsep ICZM merupakan suatu pendekatan yang komprehensif yang
dikenal dalam pengelolaan wilayah pesisir, berupa kebijakan yang terdiri dari
kerangka kelembagaan dan kewenangan hukum yang diperlukan dalam
pembangunan dan perencanaan pengelolaan untuk kawasan pesisir yang terpadu
dengan tujuan lingkungan hidup dan melibatkan seluruh sektor yang terkait.
Tujuan dari ICZM adalah untuk memaksimalkan potensi keuntungan yang
diperoleh dari kawasan pesisir dan meminimalkan dampak negatif dalam
pengelolaan kawasan pesisir, baik pada sumber daya alam maupun terhadap
lingkungan hidup.
Dilihat dari konsep dimensinya, ICZM dapat dipandang dari beberapa segi, seperti
yang terlihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.2 Konsep ICZM


1.

Dimensi ekologis
Mengelola segala kegiatan pembangunan yang terdapat pada suatu

wilayah yang berhubungan dengan wilayah pesisir agar total dampaknya tidak
melebihi kapasitas fungsional yang ada.Misalnya kegiatan masyarakat pesisir di
Nusa Penida tidak sampai mengganggu kualitas lingkungan pesisir daerah
tersebut
2.

Dimensi sosial- ekonomi

Pola dan laju pembangunan harus dikelola sedemikian rupa sehingga total demand
terhadap sumber daya alam dan jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan
suplay yang ada.
3.

Dimensi sosial politik

Adanya permasalahan lingkunan maka pembangunan berkelanjutan hanya dapat


dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratif dan trasparan.

BAB III
KESIMPULAN
1. Desa pesisir di wilayah Nusa Penida ini sangat berperan dalam
membentuk karakter dari masyarakat setempat sehingga mampu
mengorganisir daerah pesisir sesuai dengan nilai-nilai lokal dan budaya
yang ada.
2. Dalam mewujudkan pengembangan desa pesisir mengacu pada konsep
Integrated Coastal Management (ICM) yang terdiri dari dimensi
ekologis,sosial-ekonomi dan sosoal-politik. Melalui konsep ICZM ini
diharapkan pengembangan desa pesisir yang berkelanjutan di Pulau Nusa
Penida dapat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Boissiere, Manuel.Tanpa tahun. Pentingnya Sumber Daya Alam Bagi Masyar


akat Lokal di Papua. Journal of Tropical Ethnobiology.Vol I
(2 ) : 76 - 95
Sugandhy,Aca dan Hakim,Rustam.2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan
Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan.Cet. 1, Bumi Aksara:Jakarta
http://infopulaubali.wordpress.com
http://kkji.kp3k.kkp.go.id
http://www.belantaraindonesia.org/
http://www.baliprov.go.id

Anda mungkin juga menyukai