Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM


“Upacara Adat di Kalangan Nelayan Yang Ada
di Sulawesi Selatan”
Kata pengantar
Puji syukur kepada Tuhan yang maha esa karena makalah ini dapat
diselesaikan sebelum deadline. Karena hanya berkatnya pula segala
sesuatu dapat terjadi dan terlaksana. Makalah yang di buat oleh
kelompok kami ini berisi tentang “upacara adat yang ada dikalangan
masayarakt nelayan yang ada di Sulawesi”.

Menyadari akan kekurangan kami dalam menyusun makalah ini


kami memohon maaf yang sebesar besarnya. Dan jikalau makalah ini
dapat membantu para pembac dalam mengenal macam-macam
upacara adat yang ada masyarakat nelayan yang ada di Sulawesi. Kami
mohon semoga makalah ini digunakan sebagai mana mestinya. Salam
dan hormat kami kelompok 4

Makasar, 5 oktober 2019

Nama kelompok 4 tanda tangan

1. Dominggo mepe ( G041191028)


2. Ferialdi (G041191026)
3. Firdayani (G041191025)
4. Putu laksamana (G041191029)
5. Imastirah (G041191030)
6. Cici
7. Sulhikmah Ramadhan

ii
Daftar isi

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan Negara agararis dengan luas
wilayah lauatan yang 70 % lebih luas dari wilayah lautan.
Tidak heran jika banyak masyarakat Indonesia bermata
pencahariannya adalahinta sebagai nelayan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari.Tidak hanya
sebagai Negara agararis, di Indonesia juga di yakini bahwa
nenek moyang bangsa ini adalah pelaut yang berkelana
sampai akhirnya mereka menemukan tanah yang subur
seperti Indonesia tercinta ini yang ditandai dengan berbagai
macam flora dan fauna yang dapat hidup dengan bebas di
bumi pertiwi ini. Karena nenek moyang kita adalah pelaut,
maka ada banyak pula cerita dan tradisi atau pun
kepercayaan yang diwariskan dari masa kemasa dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Segala warisan budaya
serta kepecayaan itu mestinya dijaga dan dilestarikan oleh
generasi penerus bangsa ini. Salah satu hal yang dapat
dilakuakan untuk melestarikan warisan budaya adalah
dengan cara mengenal budaya yang ada di bumi Nusantara
ini. Terlebih khususnya upacara adat yang ada di Sulawesi
selatan yang dibahas dalam materi kali ini

A. Rumusan masalah
1. Mengetahui defenisi dari upacara adat
2. Mengetahui jenis jenis upacara adat yang ada di
indonesia
3. Mengetahui macam upcara adat yang ada di Sulawesi
selatan khususnya masyarakat nelayan

ii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian upacara adat
Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan
secara turun-temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan
demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-
sendiri,
seperti upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara cam
as pusaka dan sebagainya.
Itu artinya upacara adat nelayan adalah upcara adat
yang ada di sekitaran wilayah pesisir upacara yang ada
sekitar wilayah ini bermacam macam Karen banyak migrasi
dan perdagangan yang masuk untuk menyebarkan upacara
yang ada dari daerah nya masing untulk di bawa ke daerah
pesisir.

B. Pengertian Upacara Adat Menurut Para AhlI


Berikut ini ada pengertian upacara adat menurut 5 ahli :

1. Koentjaraningat (1992)
Menurut ahli sosiologi dan antropologi di Indonesia ini,
mengatakan jika pengertian upacara adat adalah suatu bentuk
acara yang dilakukan dengan bersistem dengan dihadiiri secara
penuh masyarakat, sehingga dinilai dapat membuat masyarakat
merasa adanya kebangkitan dalam diri mereka.
2. Abdurrauf Tarimana, (1993)
Pengertian upacara adat adalah asas-asas yang
mengakibatkan adanya hubungan timbal-balik yang tampak nyata

ii
dalam masyarakat, meskipun ia menambahkan bahwa dalam
upacara dat ada istilah “tolak bala” antra manusia Dewa, Tuhan,
atapun mahluk halus lainnya.
3. Subur Budhisantoso, (1948)
Menurutnya, ada berbagai fungsi yang terdapat dalam upacara
adat diantarnya adanya penciptaan pengendalian sosial, norma
sosial, penanaman nilai sosial, dan dipergunakan sebagai media
sosial.
4. Clifford Geerts dalam Sitti Masnah Hambalai (2004)
Definisi upacara adat adalah sistem berupa simbul yng
dilakukan untuk pengintegrasian etos dan juga pandangan hidup.
5. Suwandi Notosudirjo, (1990)
Menurutnya, arti upacara adat adalah upacara yang dilakukan
secara bersistem yang mampu mendorong
kehidupan sosial masyarakat yang ada dilingkungannya.
Dari 5 pengertian upacara adat menurut para
ahli tersebut dapatlah dismpulkan jika upcara adat ialah bagian
adat istiadat yang dianggap budaya yang mampu dinilai sebagai
bentuk pengendalian secara sosial oleh masyarakat.

C. Macam macam upcara adat yang ada di kalangan


nelayan masayrakat Sulawesi selatan
Provinsi yang beribukota di Makassar ini sebagian
besar daerahnya di kelilingi oleh pantai. Daerah Mamuju,
Majene, Polmas, Pinrang, Pare-pare, Barru, Pangkep,
Maros, Ujung Pandang, Gowa, dan Takalar misalnya,
daerah-daerah tersebut berbatasan dengan pesisir selatan
Makassar. Kemudian, Jenepoponto, Bantaeng, Selayar, dan
Bulukumba berbatasan dengan pesisir laut Flores. Dan,
Luwu, Wajo, Bone dan Sinjai berbatasan dengan pesisir

ii
Teluk Bone. Hanya daerah Tana Toraja, Enrekang, Sidrap
dan Sopeng yang wilayahnya tidak berbatasan dengan laut
karena berada di pedalaman. Keadaan geografis yang
demikian pada gilirannya membuat sebagian besar
masyarakatnya hidup sebagai nelayan, terutama
masyarakat yang daerahnya berbatasan dengan laut.

1. Upacara appanung Ri Jeqneq

Upacara Appanaung Ri Jeqneq adalah upacara ritual yang


dilakukan oleh masyarakat Sulawesi Selatan yang bermukim di
daerah pantai Kecamatan Galesong Utara. Upacara ini masuk ke
dalam rangkaian acara Attamu Taung, atau upacara tahunan
masyarakat. Ritual ini dilakukan untuk memberikan persembahan
kepada leluhur dan dewa yang berada di lautan.

Upacara Appanaung Ri Jeqneq dilatarbelakangi oleh


perjuangan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-17 ketika
melawan penjajahan Belanda dilakukan oleh para tentara
kerajaan Gowa dan Galesong di lautan. Mereka berjuang
mempertahankan wilayah Gowa dan Galesong yang menyimpan
banyak hasil bumi, berupa rempah-rempah. Perjuangan yang
mereka lakukan ketika menghalau pasukan Belanda di lautan
terkadang harus dibayar dengan banyaknya pasukan yang gugur.
Sebagian dari mereka harus dimakamkan di lautan tanpa
upacara pemakaman yang layak. Sehingga masyarakat Gowa dan
Galesong beranggapan bahwa arwah-arwah leluhur mereka yang
gugur itu dapat memberikan perlindungan dan keberuntungan
untuk para nelayan ketika sedang mencari ikan di laut.
Masyarakat percaya bahwa pada waktu-waktu tertentu mereka
harus diberikan upacara pemakaman, berupa doa-doa dan
sejumlah sesajian. Upacara ini diawali dengan pemotongan
hewan-hewan kurban, yang kemudian dilanjutkan dengan
serangkaian upacara lainnya.

ii
Pertama, dilakukan acara Appalili Tedong, yakni acara
mengajak kerbau keliling kampung dengan iring-iringan orang
berpakaian adat dan seperangkat musik gendang.
Setelah selesai mengelilingi kampung, kerbau tersebut
dimantrai (apparuru) dan ditempatkan di antara orang-orang yang
menari tarian Salonreng. Selanjutnya kerbau akan disembelih dan
beberapa bagian tubuhnya dimasukkan ke dalam wadah persegi
yang terbuat dari anyaman bambu (walasuji) bersamaan dengan
sesajian lainnya.
Hal tersebut dilakukan oleh seorang Sanro dengan penuh
kesakralan. Setelah dimasukkan ke walasuji barulah masyarakat
berbondong-bondong mengantarkan bungkusan sesajian itu ke
pantai, lalu dibawa ke laut menggunakan perahu dan pada tempat
tertentu, yang sudah ditentukan di tengah laut.
Sumber : warisanbudaya.kemdikbud.go.id
2. Bagang ( alat penangkap ikan )
Proses Pembuatan Bagang
Bagang, sebagaimana telah disinggung di atas, adalah alat
penangkap ikan. Alat ini berupa bangunan yang didirikan di laut
dengan bahan bambu dan batangan kayu. Bentuknya menyerupai
rumah kecil. Bangunan ini dilengkapi dengan jaring dan lampu gas
(stromking). Oleh karena bangunannya menyerupai rumah, maka
biasanya dijadikan tempat istirahat (tidur) oleh pemiliknya pada
malam hari.

Ada dua macam bagang, yaitu: bagang tancap dan bagang


monang/bagang lopi (bagang terapung). Bagang tancap ialah
bagang yang tiangnya ditancapkan pada dasar laut, sehingga
tidak dapat dipindah-pindahkan. Sedangkan, bagang terapung
tidak menggunakan tiang, tetapi menggunakan perahu. Dengan
perkataan lain, bagang ini didirikan di atas perahu, sehingga dapat
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Pembuatan
bagang tancap maupun bagang terapung dilakukan secara
gotong-royong antarnelayan.

ii
Pembuatan Bagang Tancap
Untuk mendirikan bagang tancap paling tidak membutuhkan
5--10 orang. Pekerjaan ini diawali dengan pencarian atau
pengumpulan bambu yang tua dan panjang. Bambu-bambu itu
sebagian dibuat rakit yang pada saatnya akan ditarik dengan
perahu untuk membawa bambu yang diperlukan ke tengah laut
(lokasi yang diinginkan). Sementara itu, bambu-bambu yang lain
dipilih sebagai fondasi. Bambu-bambu ini pada salah satu
ujungnya (bagian pangkal) diruncingi dan setiap ruasnya dilubangi
agar air dapat masuk, sehingga tidak mengambang. Ketika
bambu-bambu itu sudah ada di lokasi yang telah ditentukan, maka
beberapa orang akan menyelam ke dasar laut untuk mengetahui
kedalaman dan sekaligus untuk mengetahui lunak dan kerasnya
tanah dasar laut. Ini penting karena ada kaitannya dengan sisa
bambu yang muncul di permukaan air (setelah ditanam). Biasanya
kedalaman yang diperlukan adalah sekitar 9--10 depa.
Sedangkan, sisa bambu yang muncul di permukaan air kurang
lebih 1 depa.

Setelah bambu yang berfungsi sebagai tiang tertanam


(membentuk segi empat dan setiap sisinya bertiang 6--7 buah),
maka bagian atasnya yang kurang lebih 1,5 meter dari permukaan
air laut disambung dengan bambu lainnya hingga mencapai
ketingginan 2--3 depa. Kemudian, tiang-tiang yang membentuk
sisi-sisi bagang dihubungkan dengan bambu yang arahnya
berlawanan (horisontal atau sejajar dengan permukaan air laut).
Bambu-bambu tersebut diikat dengan ijuk, pasak, dan kaso.
Dengan demikian, kedudukan tiang-tiangnya menjadi semakin
kuat dan kokoh. Selanjutnya, kurang lebih 2 depa dari salah satu
sisi bagang diberi deretan bambu yang dibuat rapat. Bambu-
bambu yang berfungsi sebagai lantai ini juga setiap ujungnya
diikat dengan tali ijuk. Di atas deretan bambu inilah didirikan bilik
(kamar) yang diberi dinding dan atap yang berupa daun rumbia.
Dengan demikian, si pemilik atau siapa saja yang ada di bagang
dapat terhindar dari dinginnya udara malam, terpaan angin laut,
dan derasnya air hujan. Sedangkan, di tengah-tengah sisi-sisi
bagang lainnya, masing-masing dipasangi bambu yang mencuat

ii
ke atas dan membentuk segi tiga. Pada puncak bambu yang
membentuk segi tiga itu masih ditambah dengan satu bambu lagi
yang dihubungkan dengan bagian depan lantai bilik.

3. Maccera’tasi’

Ritual ini dinamakan maccera’ tasi’ yang merupakan upacara


adat tradisional nelayan yang ada di Luwu. Upacara Maccera’
Tasi’ adalah salah satu manifestasi budaya Luwu mengenai
hubungan antara umat manusia dengan Tuhan Yang Maha
Pencipta, maupun dengan seluruh makhluk hidup dan lingkungan
hidup yang ada di alam ini.

Maccera’ tasi’ berasal dari dua kata, yaitu cera’ yang berarti
darah dan tasi’ artinya laut.
Dalam mitologi I La Galigo disebut bahwa pada masa paling awal,
bumi ini dalam keadaan kosong dan mati. Tidak ada satupun
makhluk hidup yang berdiam dimuka bumi. Keadaan itu
digambarkan oleh naskah I La Galigo, bahwa tidak ada seekor
burungpun yang terbang di angkasa, dan tidak ada seekor semut
pun yang melata di atas muka bumi ini, serta tidak ada seekor
ikanpun yang berenang di dalam lautan dan samudra.

Melalui suatu musyawarah antara Dewa- Dewa Penguasa dari


seluruh lapisan alam ini, baik dari “Boting Langi” atau khayangan,
maupun dari “Toddang Toja” atau dasar samudra yang ketujuh,
maka To PalanroE atau Yang Maha Pencipta memutuskan akan
menciptakan kehidupan dimuka bumi atau atawareng ini, dengan
tujuan agar kelak mereka akan mengucapkan doa memohon
keselamatan bila mereka ditimpa bencana dan malapetaka dan
atau mengucapkan “Doa Syukur” bila mereka mendapat rahmat
dan rejeki dari Yang Maha Esa.

Demikianlah maka acara Pesta Laut atau Maccera’ Tasi’ ini


adalah salah satu acara mengucapkan doa syukur atas nikmat
dan rejeki dari hasil laut yang melimpah, sebagai karunia dari
Tuhan Yang Maha Pemberi Rezeki

ii
Upacara ini sudah berlangsung sejak lama dan terus dilakukan
secara turun-temurun, yang diadakan setiap setahun sekali. Di
dalam acara ini hubungan fungsional antara setiap mahluk hidup,
baik manusia maupun Flora dan Fauna, dengan seluruh isi alam
ini, akan di tata kembali dan akan ditempatkan pada proporsi yang
sebenarnya secara harmonis.

Ini semua mengikuti ketentuan-ketentuan adat yang sakral,


yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Pencipta sebagai suatu
hukum alam yang harus dipatuhi. Dengan demikian diharapkan
akan terhindar dari timbulnya chaos atau kekacauan, dan akan
tercipta keteraturan yang serasi, sehingga terwujudlah
keseimbangan yang merupakan manifestasi yang hakiki dari
eksistensi Tuhan.

Tanpa merubah esensi dari acara Maccera’ Tasi’, maka setelah


kedatangan Islam,
aqidah maupun ritualnya telah disesuaikan dengan akidah dan
syariat Islam, sesuai dengan kaidah adat Luwu yang mengatakan
“Pattuppui ri –Ade’E, Mupasanrei ri – Syara’E”, yang secara bebas
berarti bahwa setiap tindakan dan kegiatan harus selalu
didasarkan pada adat dan disandarkan pada syariat agama Islam.

ii
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Indonesia merupakan Negara agraris dengan berbagai
suku bangsa
2. Masyarakat nelayan di Sulawesi masih melestarikan
upcara adat yang ada
3. Upacara adat kebanyakan berisi mengenai
kepercayaan nenek moyang.
B. Saran
1. Kita harus mengenal kebudayaan yang ada di
Indonesia terlebih khusus kebudayaan daerah kita
sendiri.
2. Sebagai generasi mudah kita mesti melestarikan
kebudayaan yang sudah ada secara turun temurun
diwariskan kepada kita dari nenek moyang kita.
3. Dan kita harus memperkenalkan budaya daerah
kita kepada orang lain dan generasi mudah supaya
generasi muda dapat melestarikan budaya tersebut.

ii

Anda mungkin juga menyukai