Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN PESAN PADA TRADISI PERKAWINAN ADAT

(Study pada Acara Mandi Uap Pernikahan Adat di Wilayah Nunyai)

STUDY OF MESSAGES ON TRADITION OF TRADITIONAL MARRIAGE


(Study on Traditional Wedding Steam Bath in Nunyai Region)

SEPTIANI/ 1416031129
Jurusan Ilmu Komunikasi
Email: septianiani19@gmail.com

Abstrak
Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting karena menyangkut tata cara nilai
adat dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap daerah memiliki adat istiadat yang berbeda salah satunya
adat Palembang yaitu betangas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan ritual
betangas dan makna pesan dalam proses ritual pelaksanaan betangas pada pernikahan adat di Nunyai.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian kuantitatif dengan
menggunakan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara observasi, wawancara dan dokumentasi setelah data terkumpul kemudian di analisis secara
kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa proses pelaksanaan ritual betangas
pernikahan adat di Nunyai masih dijalankan sampai saat ini dan acara betangas akan dilaksanakan
sore hari sehari sebelum resepsi pernikahan berlangsung. Makna komunikasi non verbal tradisi
betangas adalah bentuk kepatuhan masyarakat setempat dalam melestarikan kebiasaan nenek moyang
agar tradisi ini terus berlanjut sampai ke generasi selanjutnya. Makna komunikasi verbal dalam tradisi
betangas pada prosesi pernikahan adat masyarakat di daerah Nunyai terdapat dalam doa-doa yang
dibacakan didalam proses pelaksanaan tradisi betangas. Makna Tradisi Betangas ini menyatakan
bahwa kebudayaan tidak hanya terdiri dari benda atau peristiwa yang dapat diukur, diamati, dan
dihitung, tetapi kebudayaan terdiri dari gagasan dan makna.

Kata kunci: pesan moral, tradisi, betangas

Abstract
Marriage is one of the most important events because it involves the procedures for customary values
in social life. Each region has different customs, one of which is the Palembang custom, namely
Betangas. This study aims to determine the process of implementing the betangas ritual and the
meaning of the message in the ritual process of implementing the betangas at a traditional wedding in
Nunyai. The type of research used in this study is a quantitative research type using descriptive
methods. Data collection techniques in this study were carried out by means of observation,
interviews and documentation after the data was collected and then analyzed qualitatively. Based on
the results of the study, it was found that the process of implementing the traditional wedding
betangas ritual in Nunyai is still being carried out today and the betangas event will be held in the
afternoon the day before the wedding reception takes place. The meaning of non-verbal
communication of the betangas tradition is a form of compliance with the local community in
preserving the habits of their ancestors so that this tradition will continue to the next generation. The
meaning of verbal communication in the betangas tradition in the traditional wedding procession of
the people in the Nunyai area is found in the prayers that are read in the process of implementing the
betangas tradition. The meaning of this Betangas Tradition states that culture does not only consist of
objects or events that can be measured, observed, and counted, but culture consists of ideas and
meanings.

Keywords: moral message, tradition, betangas


PENDAHULUAN

Ritual merupakan salah satu cara dalam berkomunikasi yang berbentuk komunikatif. Ritual
juga merupakan perilaku yang bersifat simbolik dalam situasi-situasi adat sosial. Ritual
termasuk cara untuk menyampaikan sesuatu yang ditampilkan dalam acara adat. Rangkaian
cara dalam berritual pun beraneka ragam jenisnya sesuai dengan ketentuan masing-masing
adat. Menurut Mulyana (2005:25) komunikasi ritual erat kaitannya dengan komunikasi
ekspresif. Komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual yang biasanya dilakukan secara
kolektif. Dalam hal ini ritual meliputi penggunaan model-model perilaku yang
mengekspresikan relasi sosial.

Bentuk-bentuk aksi ritual dapat berupa simbol-simbol, perintah-perintah, dan institusi sosial.
Banyak komunitas-komunitas sosial yang melakukan upacara adat yang beragam sepanjang
tahun dan sepanjang hidup. Upacara adat yang diikuti oleh para antropolog sebagai rites of
passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun (menyanyikan lagu Happy
Birthday dan pemotongan kue), pertunangan (melamar atau tukar cincin), siraman adat,
pernikahan (ijab-qabul, sungkem kepada orang-tua, sawer, dan sebagainya), serta ulang tahun
perkawinan, hingga upacara kematian. Menurut McQuail (2000:55), komunikasi dalam
pandangan ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perayaan (celebratory),
menikmati (consummatory), dan bersifat menghiasi (decorative). Karena itu untuk
mewujudkan terjadinya komunikasi, dibutuhkan beberapa elemen pertunjukan.

Media dan pesan biasanya agak sulit dipisahkan, penggunaan simbol-simbol dalam
komunikasi ritual ditujukan untuk mensimbolisasi ide-ide dan nilai-nilai yang berkaitan
dengan ramah-tamah, perayaan atau upacara penyembahan dan persekutuan. Simbol-simbol
tersebut dibagikan secara luas dan dipahami, walaupun bervariasi dan maknanya samar-
samar (McQuail dan Windahl, 1993:55). Komunikasi ini tidak akan pernah selesai/tidak
memiliki batas waktu (timeless) dan tidak akan berubah (unchanging). Dalam kehidupan
suatu komunitas atau masyarakat, komunikasi sangat memegang peranan penting, utamanya
dalam hubungan sosial kemasyarakatan.

Kelurahan Rajabasa Nunyai sebelumnya adalah pemekaran dari Rajabasa Induk. Pada
awalnya, tepatnya tahun 2012, Kelurahan Rajabasa Induk mengalami pemekaranmenjadi 2
kelurahan yaitu Kelurahan Rajabasa Nunyai dan Kelurahan Rajabasa Pemuka. Pada saat itu
kelurahan Rajabasa Nunyai Bandar Lampung menjadi kelurahan termuda di Kecamatan
Rajabasa. Sejak tahun 2012 sampai sekarang kelurahan Rajabasa Nunyai masih di pimpin
oleh bapak Endarsyah, SE. Kelurahan Rajabasa Nunyai memiliki dua lingkungan, lingkungan
yang pertama memiliki tiga belas RT dan lingkungan kedua memiliki tujuh RT.
Pembangunan di kelurahan Rajabasa Nunyai baik dari segi fisik maupun segi non fisik
mengalami kemajuan yang sangat singnifikan, dimana di dukung pula oleh masyarakat
sekitar di kelurahan Rajabasa Nunyai.

Ritual Betangas yang dijalankan masyarakat suku Palembang asli yang tinggal di wilayah
Nunyai adalah bentuk komunikasi tradisional yang mempunyai fungsi informasi, mendidik,
menghibur dan sekaligus mempengaruhi. Effendy (2000:55) menggaris bawahi fungsi-fungsi
utama dari komunikasi menjadi empat. Pertama, to inform (menginformasikan). Kedua, to
educate (mendidik). Ketiga, to entertain (menghibur). Keempat, to influence
(mempengaruhi). Ritual adat Betangas di Nunyai ini telah berlangsung berabad-abad
lamanya. Betangas adalah sebuah ritual adat tradisional yang istimewa bagi masyarakat
khususnya di Nunyai. Acara ini biasanya dilakukan sekali yaitu sehari menjelang hari
pernikahan atau resepsi. Ritual Betangas ini hanya dilakukan oleh pengantin perempuan
sebelum melakukan pernikahan.

Cara melakukan tradisi betangas yaitu dengan cara mandi menggunakan air yang di campur
bahan rempah- rempah yang dilakukan oleh masyarakat Nunyai. Bahan yang biasa digunakan
untuk betangas adalah daun serai wangi, dan pandan. Ritual adat betangas dikhususkan
untuk masyarakat daerah asal maupun masyarakat Nunyai. Proses dilaksanakan ritual
betangas yakni pada petang hari kemudian diikuti oleh masyarakat di Nunyai tersebut.
Pelaksanaannya pun dilakukan dengan perencanaan atau persiapan yang matang dalam proses
betangas. Waktu pelaksanaan ritual betangas ini sesuai dengan waktu yang telah disepakati
masyarakat Nunyai sebelumnya. Jika masyarakat Nunyai sudah siap untuk melakukan
betangas, maka proses ritual akan dimulai dengan tahap awal pelaksanaan. Setelah
melakukan beberapa tahap dalam melakukan ritual betangas, tahap terakhir yaitu acara
penutupan untuk menyelesaikan proses kegiatan betangas.

Betangas juga memiliki manfaat dari segi tumbuhan obat sebagai bahan ramuan. Menurut
Zuhud (2007), ada 10 kelompok manfaat tumbuhan obat dari berbagai sudut pandang
diantaranya : (1) manfaat medis (kesehatan); (2) manfaat estetis (keindahan); (3) manfaat
bisnis (usaha); (4) manfaat finansial (keuangan); (5) manfaat hobi (kesenangan); (6) manfaat
pendidikan (pembelajaran); (7) manfaat konservasi (pelestarian); (8) manfaat budaya; (9)
manfaat ekologis; (10) manfaat sosial (kemasyarakatan). Dalam kegiatan betangas tumbuhan
obat memiliki manfaat medis, bisnis, finansial, konservasi, budaya, ekologis serta sosial
(Dias,dkk. 2017).

Proses tahapan dalam ritual adat betangas di Nunyai melibatkan perilaku yang disengaja
dikarenakan pada setiap tahapan prosesnya sengaja mengirimkan sejumlah pesan baik pesan
verbal maupun pesan nonverbal dimana pesan tersebut memiliki makna bagi orang lain.
Pesan-pesan tertentu dapat dikirim dengan cara yang berbeda oleh budaya yang berbeda pula
(Zikri Fachrul dkk, 2018). Kegiatan ritual adat betangas itu sendiri ada banyak simbol-simbol
yang mengandung arti dalam ritual adat betangas tersebut. Simbol-simbol perayaan upacara
adat itu, setiap daerah dapat mengartikannya secara berbeda-beda, karena pengertian atau
makna dari simbol itu dapat diartikan menurut kesepakatan kelompok tertentu, maka tidak
menutup kemungkinan banyak pengertian dari simbol ritual adat betangas yang ada di daerah
Nunyai menjelaskan pengertiannya itu secara beragam, akan tetapi tetap pada intinya
merupakan persembahan rasa syukur kepada sangpencipta dan para leluhur yang telah pergi
mendahuluinya (Azshar, 2018).

Simbol merupakan bentuk dari komunikasi nonverbal, dimana dari simbol tersebut ada
makna yang mengandung pengertian-pengertian tertentu, atau dapat dikatakan secara tidak
langsung sebagai pesan yang akan disampaikan dengan komunikasi nonverbal. Komunikasi
nonverbal sangatlah berbeda dengan komunikasi verbal, dimana telah kita ketahui bahwa
komunikasi verbal selalu berkaitan dengan kata-kata dan bahasa sedangkan komunikasi
nonverbal berkaitan dengan gerakan tubuh, simbol, lambang atau logo dan masih banyak
lainya. Komunikasi nonverbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering
digunakan kita dalam presentasi, dimana penyampaiannya bukan hanya dengan kata-kata
ataupun suara tetapi melalui gerakan-gerakan anggota tubuh yang sering dikenal dengan
istilah bahasa isyarat atau body language. Selain itu juga, penggunaan komunikasi nonverbal
dapat melalui kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan
penggunaan simbol-simbol lainnya (Azshar,2018).

Komunikasi nonverbal sebenarnya jauh lebih dulu di gunakan oleh manusia daripada
komunikasi verbal. Mungkin kita bertanya-tanya bagai mana bisa di katakan komunikasi
nonverbal lebih dahulu di gunakan manusia dari pada komunikasi verbal, dan bagai mana
cara mengukur tua atau mudanya dalam komunikasi tersebut.

Menurut Deddy Mulyana (2007:343), “orang Indonesia terbiasa lebih mementingkan simbol
(kulit) dari pada apa yang disimbolkannya (subtansi)”. Berarti bisa jadi kita merasa kagum
dan berfikiran positif ketika kita melihat orang yang bertato dengan melihat warna kulit
pengguna tato tersebut putih dan bersih. Begitu juga sebaliknya, kita akan berpikir negatif
ketika pengguna. Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi dua konsep yang
tidak dapat dipisahkan, karena budaya merupakan bagian terpenting dari komunikasi, dengan
adanya latar belakang kebudayaan yang sama komunikasi nonverbal dapat berlangsung
secara efektif, kita dapat memahami suatu komunikasi secara nonverbal (Sangkut, 2020).

Penelitian ini dilakukan oleh penulis karena makna budaya adat tertentu yang menguraikan
komunikasi intrabudaya menarik untuk diteliti. Makna-makna tersebut antara lain ritual
betangas yang dilakukan masyarakat adat Nunyai atau komunikasi pada ritual betangas
Nunyai. Selain itu masyarakat yang ada di Nunyai tetap mengedepankan serta melestarikan
tradisi dan budaya sebagai bagian rasa cinta dan peduli akan warisan budaya yang sudah lama
merupakan identitas diri bagi masyarakat yang ada di Nunyai. Hal inilah yang mendasari
peneliti dalam melakukan penelitian yang berjudul “Kajian Pesan pada Tradisi
Perkawinan Adat (Study pada Acara Mandi Uap Pernikahan Adat di Nunyai)”.

Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah proses pelaksanaan ritual betangas pada pernikahan adat di Nunyai?
2. Bagaimanakah makna pesan dalam proses ritual pelaksanaan betangas pada pernikahan
adat di Nunyai?

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan ritual betangas pernikahan adat di Nunyai.
2. Untuk mengetahui makna pesan dalam proses ritual pelaksanaan betangas pada
pernikahan adat di Nunyai.
METODE PENELITIAN

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian kuantitatif dengan
menggunakan metode deskriptif. Peneitian ini difokuskan pada kajian pesan dalam tradisi
betangas sebelum melakukan prosesi pernikahan di lingkungan masyarakat Nunyai. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi kelapangan,
wawancara dengan informan dan dokumentasi hasil penelitian. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tampil cantik dan wangi di hari pernikahan selalu menjadi cita-cita setiap perempuan.
Persiapan menjelang hari bahagia pun dilakukan untuk memesona para undangan, terutama
calon pasangan hidup. Tak jarang rangkaian perawatan dilakukan intensif, bahkan jauh-jauh
hari, agar tampil cantik maksimal. Perawatan pranikah sudah menjadi ritual tersendiri bagi
calon mempelai Indonesia. Persiapan biasanya dilakukan sehari sebelum hari H. Maka tak
jarang persiapan tersebut dilakukan di sela rutinitas masing-masing. Diantara ragam
rangkaian perawatan, mandi uap dan luluran selalu menjadi pilihan calon mempelai.

Walau bukan dalam rencana menikah, luluran dan mandi uap memang ditujukan untuk
menjadikan kulit bersih dan wangi. Bila sebelum menikah, kedua perawatan ini memang
biasanya dilakukan lebih rutin agar tubuh bebas dari hawa keringat bau dan kulit yang kasar.
Sementara luluran dilakukan untuk mengangkat sel kulit mati sehingga kulit lebih mulus,
sehat dan lebih sedap dipandang mata. Walau dikenal sebagai steam, sesungguhnya
perawatan ini tak jauh dari ritual pranikah perempuan Melayu kebanyakan. Steam sendiri
sering disebut sebagai "betangas". Ritual betangas ini dianggap wajib setidaknya dilakukan
beberapa hari sebelum pernikahan.

Betangas dahulunya merupakan kegiatan mandi uap hasil rebusan bahan rempah. Agar
wewangian dari rempah dapat meresap sempurna dalam tubuh, calon pengantin akan duduk
mendekati air rebusan rempah, sementara itu sekelilingnya ditutupi tikar pandan dan handuk.
Walau zaman semakin maju, tradisi ini tak serta merta ditinggalkan oleh masyarakat. Tak
hanya penduduk desa, betangas juga cukup terkenal di perkotaan khususnya di kelurahan
Nunyai, kecamatan Rajabasa kota Bandar Lampung.

Dilihat dari hasil penelitian sebelumnya dapat diartikan bahwa tradisi betangas ini
merupakan tradisi istimewa di lingkungan masyarakat Nunyai yang berada di Rajabasah
,Bandar Lampung. Tradisi ini sudah ada sejak jaman dahulu kala, lebih tepatnya tradisi ini
merupakan kebiasaan nenek moyang. Diketahui bahwa hanya orang-orang tertentu seperti
seorang tokoh agama dan dukun ritual masyarakat Nunyai yang mengetahui sejarah asal mula
diselenggarakan tradisi betangas ini.

Betangas dalam masyarakat Palembang merupakan ritual mandi membersikan tubuh dengan
betangas, rempah-rempah yang memberikan aroma kesegaran dan keharuman alami lainnya.
Tujuan dari tradisi betangas adalah untuk membersihkan tubuh calon pengantin dalam rangka
mempersiapkan diri untuk melaksanakan resepsi pernikahan. Masyarakat Palembang yang
tinggal di Nunyai melaksanakan wujud dari kebersihan tubuh dan jiwa dengan cara
mengguyur seluruh anggota tubuh disertai dengan rempah yang memberikan keharuman pada
tubuh.

Betangas adalah ritual sebelum melakukan pernikahan yang bertujuan untuk membersihkan
tubuh agar pada saat resepsi pernikahan tubuh pengantin terlihat bersih dan berseri-seri.
Manfaat dari bertanggas itu sendiri adalah untuk mengeluarkan dan menghilangkan bau
keringat serta untuk mengharumkan dan menyegarkan badan baik calon pengantin
perempuan maupun calon pengantin laki-laki. Proses dilaksanakannya dengan perencanaan
atau persiapan yang di lakukan dalam proses betangas.

Proses yang mendasari pelaksanaan ritual betangas pada pernikahan adat di Nunyai
Proses pelaksanaan ritual betangas pada pernikahan adat di Nunyai merupakan acara turun
temurun yang telah dilakukan oleh nenek moyang. Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat
adat umumnya memiliki ikatan yang erat antara satu dengan yang lainnya, sehingga tradisi
yang ada pada mereka tetap melekat karena diwariskan dari generasi satu kegenerasi lainnya.
Meskipun tidak semua masyarakat mengetahui dari mana asal mula adanya tradisi tersebut,
namun mereka tetap patuh dalam melaksanakannya. Arti dari betangas sendiri merupakan
kegiatan mandi uap hasil rebusan bahan rempah. Agar wewangian dari rempah dapat meresap
sempurna dalam tubuh, calon pengantin akan duduk mendekati air rebusan rempah,
sementara itu sekelilingnya ditutupi tikar pandan atau handuk.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang saya lakukan diketahui bahwa hanya orang-
orang tertentu seperti seorang tokoh adat dan tokoh masyarakat yang mengetahui sejarah asal
mula diselenggarakan tradisi betangas ini. Sehingga wawancara ini dilakukan kepada
pengantin wanita, pengantin laki-laki, tokoh adat dan tokoh masyarakat. Menurut salah
seorang tokoh adat yaitu Bapak Suherman yang menyimpulkan pendapat mengenai
pandangan tentang masyarakat adat adalah sebagai berikut:
“Masyarakat adat adalah kesatuan manusia yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu,
mempunyai penguasa-penguasa kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud. Di mana
para masyarakat masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang
wajar menurut kodrat alam dan tidak seorangpun diantara para masyarakat itu mempunyai
pikiran atau kecenderungan untuk menghapus tradisi yang telah tumbuh itu atau
meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari tradisi itu untuk selamanya.”

Adat Betangas di kelurahan Nunyai, Rajabasa ini telah berlangsung bertahun-tahun lamanya.
Betangas adalah sebuah adat tradisional yang istimewa bagi masyarakat Nunyai. Acara ini
biasanya dilakukan sekali yaitu sehari menjelang hari pernikahan atau resepsi. Betangas
sendiri bermakna mandi dengan menggunakan air yang di campur bahan rempah- rempah
oleh masyarakat Nunyai sendiri yang disebut Betangas.

Masyarakat Nunyai memiliki hubungan yang erat antara satu dengan yang lainnya, sehingga
tradisi yang ada pada mereka tetap melekat karena diwariskan dari generasi satu kegenerasi
lainnya. Meskipun tidak semua masyarakat mengetahui dari mana asal mula adanya tradisi
tersebut, namun mereka tetap patuh dalam melaksanakannya. Tradisi ini bertujuan untuk
mendapatkan ridho dari Allah SWT yang sudah menjadi kebiasaan atau tradisi yang sudah
mendarah daging bagi masyarakat Nunyai.

Sebelum melakukan rangkaian acara yang akan dilaksanakan pada proses betangas, haruslah
mempersiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan pada saat proses betangas.
Peralatan dan perlengkapan juga mempunyai aturan-aturannya tersendiri yang telah ada sejak
dahulu. Dalam persiapan ini dapat terlihat rasa ke keluargaannya yang saling membantu dan
bergotong royong dalam mempersiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan.
betangas bagi masyarakat Palembang mempunyai makna yang mendalam yakni
membersikan tubuh sehari sebelum resepsi pernikahan berlangsung. Biasanya dilakukan
ketika petang sebelum melangsungkan resepsi pernikahan berlangsung.

Sebelum melakukan rangkaian acara yang akan dilaksanakan pada proses betangas, haruslah
mempersiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan pada saat proses betangas.
Peralatan dan perlengkapan juga mempunyai aturan-aturannya tersendiri yang telah ada sejak
dahulu. Dalam persiapan ini dapat terlihat rasa ke keluargaannya yang saling membantu dan
bergotong royong dalam mempersiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan.
betangas bagi masyarakat Palembang mempunyai makna yang mendalam yakni
membersikan tubuh sehari sebelum resepsi pernikahan berlangsung. Biasanya dilakukan
ketika petang sebelum melangsungkan resepsi pernikahan berlangsung.

Prosesi Pelaksanaan Tradisi Betangas Masyarakat Nunyai

Prosesi pelaksanaan tradisi Betangas pada masyarakat suku Palembang yang tinggal di
daerah Nunyai, terungkap bahwa tinggal di daerah Nunyai ini yang masih melaksanakan
tradisi betangas. Betangas adalah suatu kegiatan tradisi yang dilaksanakan sebelum
pelaksanaan perkawinan betangas adat istiadat yaitu membersihkan tubuh dengan air hangat
yang disertai dengan wewangian. Betangas artinya membersikan diri baik lahir dan batin,
sebelum melaksanakan resepsi pernikahan. Betangas ini biasanya dilakukan di belakang
rumah dengan perlengkapanperlengkapan yang telah disiapakan yang dianggap sebagai
penyucian fisik, ajang ini juga dijadikan sarana untuk membersikan tubuh.

Pada saat akan melaksanakan sebuah acara pastinya akan ada beberapa rangkaian kegiatan
yang akan dilaksanakan. Sama halnya dalam acara betangas, rangkaian acara yang akan
dilaksanakannya yakni kegiatan persiapan, pelaksanaan dan penutup. Sebelum dilaksanakan
Betangas maka ada beberapa hal yang harus dilaksanakan antara lain: Acara betangas akan
dilaksanakan sore hari sehari sebelum resepsi pernikahan berlangsung. Betangas, juga
merupakan simbol membersikan tubuh.

Betangas merupakan kegiatan mandi uap hasil rebusan bahan rempah. Tujuannya agar
wewangian dari rempah dapat meresap sempurna dalam tubuh. Calon pengantin akan duduk
mendekati air rebusan rempah, sementara itu sekelilingnya ditutupi tikar pandan atau handuk.
Adapun yang harus dipersiapkan antara lain:
1. Dukun ritual, yaitu orang yang memimpin jalannya ritual Betangas.
2. Baskom yang digunakan sebagai tempat bahan-bahan seperti cengkeh, kayu manis, temu
lawak, mahkota dewa, serai, dan daun pandan.
3. Tikar sebagai alat gulungan penutup tubuh beserta handuk untuk menutupi bagian atas
gulungan tikar.
4. Panci sebagai alat perebus bahan ramuan.

Betangas yang biasa digunakan adalah daun serai wangi, pandan dan dimandiin kepada calon
pengantin. Proses pelaksanaannya sama saja. yakni dilaksanakan pada waktu petang hari
yang diikuti oleh masyarakat Palembang di daerah tersebut. Proses dilaksanakannya dengan
perencanaan atau persiapan yang di lakukan dalam proses betangas. Setelah terpenuhi akan
persiapan maka dilakukan tahap pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan sesuai dengan waktu
yang ditentukan dan masyarakat Palembang di kelurahan Nunyai, Rajabasa acara Betangas
sudah siap maka dilaksanakan acara Betangas. Dan acara terahir ada penutupan, dengan
dilaksanakannya acara penutupan maka selesailah proses kegiatan acara betangas.

Persiapan yang dilakukan tidak susah melainkan kita hanya memerlukan serai wangi, daun
pandan, kayu cendana bunga melati dan lain-lain. Kemudian untuk peralatan yang diperlukan
adalah kompor, kain, dan tikar. Kegiatan Betangas harus dilaksanakan sore hari pada saat
sehari sebelum resepsi pernikahan berlangsung. Dukun ritual yang akan melaksanakan tradisi
tersebut harus mempersiapkan diri dalam menjalankan ritual betangas. Ritual betangas ini
biasanya dilakukan 2 atau 3 hari menjelang hari perniakahan atau resepsi, dengan cara yang
sangat sederhana, calon pengantin secara bergiliran dimasukkan dalam satu tempat yang telah
dipersiapkan biasanya terbuat yang sengaja dilingkarkan, nah didalam tikar ini sudah tersedia
peralatan betangas, antara panci dan kompor. Didalam panci terdapat rempah-rempah
betangas yaitu daun serai wangi, daun pandan dan rempah-rempah lainnya, sambil duduk
diatas bangku kecil yang sudah dipersiapkan, pekerjaan selanjutnya adalah mengaduk -
mengaduk air yang sudah mendidih, aroma uap air yang mendidih ini akan terserap oleh
tubuh melalui pernapasan, baunya tentu saja harum karena berasal dari rempah-rempah.

Pelaksanaan merupakan acara yang dilakukan sesudah semua persiapan telah siap semua.
Tata cara pelaksanaan betangas yaitu dengan cara mencampurkan semua bahan bahan,
kemudian tuangkan dalam air panas suam-suam kuku. Bersihkan tubuh dengan air hangat
yang disertai daun serai itu, lalu daun tersebut di gosokan ke bagian tangan atau kulit tubuh
agar kotoran yang menempel hilang dari tubuh. Setelah selesai menyiramkan air hangat ke
seluruh tubuh, calon pengantin diminta untuk berjongkok yang kemudian ditutup dengan
tikar yang dibentuk menjadi gulungan. Tutup bagian atas dari tikar tersebut menggunakan
kain. Fungsinya adalah agar kulit calon pengantin menguapkan bau tubuh yang kurang sedap
sehingga tubuh calon pengantin menjadi harum. Adapun adat istiadat ini khasiatnya atau
manfaatnya yaitu untuk menjaga kulit calon pengantin agar tidak terlihat kusam, menambah
aura agar sehingga pada hari persandingan kulit dan wajah calon pengantin ini terlihat
berseri. Setelah semua persiapan cukup, acara betangas dimulai.

Peserta mengucapkan niat sebelum memulainya, kemudian pemimpin adat membaca doa dan
memantrai air ramuan yang ada dalam kendi. Acara pemandian dimulai dengan membasahi
telapak tangan kanan dan dilanjutkan dengan tangan kiri. Kemudian dilanjutkan dengan kaki
kanan lalu kaki kiri Setelah itu membasahi ubun-ubun kepala dilanjutkan dengan seluruh
badan.
Proses pelaksananya, calon pengantin duduk di atas kude-kude (kalau orang jawa bilang
dengklek). Kude-kude merupakan alas duduk yang terbuat dari papan yang dibagian
ujungnya diberi kayu. Dihadapannya diletakkan periuk rebusan rempah-rempah tadi.
Kemudian tikar pandan yang sudah digulung diarahkan ke calon pengantin sampai dia masuk
ke dalamnya. Bagian atasnya ditutup dengan beberapa lapis kain. Kain ini berperan penting
agar hasil betangas menjadi lebih maksimal. Tugas calon pengantin membuka sedikit saja
bagian daun pisang penutup rempah-rempah tadi. Uap dari dalam periuk pun keluar. Aroma
wangi pun menyeruak hingga keluar tikar pandan. Calon pengantin kemudian mengaduknya
menggunakan saji kayu (sendok yang dibuat dari kayu) secara perlahan sampai uap dalam
periuk habis. Kalau menggunakan sendok besi, pasti akan membuat tangan menjadi panas sat
memegangnya. Uap tersebut dipercaya baik untuk tubuh. Itulah kenapa harus menggunakan
kain berlapis-lapis untuk menutupi tikar yang digulung. Tujuannya agar uapnya lebih banyak
menempel di badan dan keringatpun menjadi lebih wangi.

Faktor Faktor Masyarakat Masih Mempertahankan Tradisi Betangas

Tradisi betangas ini merupakan tradisi yang dilakukan oleh anak perempuan yang akan
melangsungkan pernikahan. Adapun alasan masyarakat masih mempertahankan tradisi
Betangas ini yaitu sebagai ungkapan rasa syukur identitas budaya lokal serta penghormatan
terhadap leluhur. Betangas ini merupakan salah satu ritual serta wujud dari kebudayaan
bangsa, di mana kebudayaan ini merupakan salah satu hal yang keberadaannya dilindungi
oleh Negara. Melihat dari pernyataan tersebut jelas bahwa tradisi betangas beserta
masyarakat adat yang melakukan salah satu identitas budaya bangsa yang keberadaannya
dilindungi oleh hukum. Dengan keanekaragaman budaya bangsa yang ada di Negara ini,
maka bangsa kita menjadi bangsa yang kaya akan budaya. Kebanyakan orang kegiatan
betangas ini merupakan ritual wajib yang harus dilakukan.karena Betangas ini adalah acara
turun temurun yang telah dilaukan oleh nenek moyang masyarakat Palembang.

Nilai yang terkandung dalam tradisi Betangas adalah sebagai berikut:

a. Nilai pendidikan dalam hubungannya dengan Tuhan


b. Nilai pendidikan sosial kemasyarakatan
c. Nilai budaya

Di dalam perkembangan zaman seperti sekarang ini, masyarakat mengharapkan nilai-nilai


yang terkandung di dalam tradisi Betangas tetap terjaga dan di lestarikan sampai saat ini.
Tradisi Betangas ini masih dilakukan oleh masyarakat daerah Nunyai pada saat hendak
melangsungkan sebuah pernikahan. Masyarakat daerah Nunyai masih sangat menghormati
warisan dari para leluhur yang dianggap sebagai penerus cikal bakal anak cucu mereka.

Adapun alasan masyarakat masih mempertahankan tradisi Betangas ini yaitu sebagai
ungkapan rasa syukur identitas budaya lokal serta penghormatan terhadap leluhur. Kondisi
lingkungan seperti ini memberikan peluang untuk berkembangnya peradaban (kebudayaan)
yang lebih maju. Perkembangan zaman modern mendorong terjadinya perubahan-perubahan
disegala bidang termasuk dalam hal kebudayaan. Maka kebudayaan yang dianut suatu
kelompok sosial bergeser. Cepat atau lambat akan bergeser ini akan menimbulkan konflik
antar kelompok-kelompok yang menghendaki perubahan dengan kelompok-kelompok yang
tidak menghendaki perubahan. Suatu komunitas dalam kelompok sosial bisa saja
menginginkan adanya perubahan dalam kebudayaan yang mereka anut, dengan alasan sudah
tidak sesuai lagi dengan zaman yang mereka hadapi saat ini. Dengan demikian kebudayaan
atau budaya menyangkut aspek kehidupan manusia baik dari segi material maupun non
material. Menurut beberapa pengertian kebudayaan, adat, budaya di atas, dapat disimpulkan
bahwa adat-istiadat dan tradisi merupakan bagian dari kebudayan yang berupa norma
kesusilaan dan kebiasan-kebiasaan masyarakat yang menjadi landasan dalam kehidupan
sosial yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi penerusnya.

Makna Verbal dan Non Verbal

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa kebudayaan tidak hanya terdiri
dari benda atau peristiwa yang dapat diukur, diamati, dan dihitung,tetapi kebudayaan terdiri
dari gagasan dan makna yang dimiliki bersama. Karena faktor-faktor yang telah disebutkan
sebelummya menjadikan tradisi Betangas ini menjadi hal yang tak dapat ditinggalkan
masyarakat di daerah Nunyai ini.

1. Makna Komunikasi Secara Verbal


Makna komunikasi verbal dalam tradisi betangas pada prosesi pernikahan adat masyarakat
di daerah Nunyai terdapat dalam doa-doa yang dibacakan didalam proses pelaksanaan
tradisi betangas tersebut. “Adapun do’a yang dibacakan yaitu sebagai berikut :
Pertama membaca surah Al-Ikhlas sebanyak 3 (tiga) kali, kedua membaca surah Al-alaq
sebanyak3 (tiga) kali, setelahnya membaca surah An-nass sebanyak 3 (tiga) kali. Hal ini
dimaksutkan untuk memanjatkan doa kepada yang kuasa, serta bentuk syukur kepada
Allah SWT atas apa yang telah ditakdirkan serta menjadi doa keluarga untuk mempelai
perempuan dalam menempuh kehidupan berumah tangga.” (Hasil Wawancara Mas Ilyas)
Tradisi ini bertujuan juga untuk membersihkan tubuh calon pengantin perempuan. Setelah
persiapan dan pelaksanaan ritual Betangas selesai selanjutnya penutup. Pada penutup ini
masyarakat Palembang yang tinggal di Nunyai, membaca surat yasin dan makan bersama.
Setelah mereka makan bersama mereka saling bermaaf-maafan dan silaturahmi antara satu
sama lainnya.
2. Makna Komunikasi Secara Non Verbal
Makna komunikasi non verbal dalam tradisi betangas terdapat dalam alat dan bahan yang
digunakannya.
a. Air : Melambangkan simbol anugerah dari Allah SWT.
b. Rempah-rempah untuk wewangian : merupakan simbol sebagai perumpamaan
wanginya surga dan mempunyai makna menjaga kehormatan orang tua dan keluarga
jangan sampai dikotori tetapi harus wangi atau baik di mata masyarakat.
c. Gayung : Diartikan mampu mengayomi keluarga
d. Tikar : merupakan simbol sebagai perumpamaan untuk mendapat berkah dan
menghindari hal-hal yang bersifat merugikan.
e. Panci/Baskom : merupakan simbol sebagai perumpamaan segala rezeki dimuka bumi
ini sesuai dengan porsinya. (Hasil wawancara Mas Ilyas)
Makna yang terkandung secara nonverbal dalam tradisi betangas ini menjadi suatu bentuk
kepatuhan dalam melestarikan kebiasaan nenek moyang agar tradisi ini terus berlanjut sampai
ke generasi selanjutnya. Tradisi ini masih dilakukan sampai sekarang ini, karena tradisi ini
dianggap masyarakat tradisi yang sakral, dan harus di lestarikan karena merupakan salah satu
tradisi peninggalan nenek moyang. Hal ini menjadikan tradisi ini menjadi penting bagi
masyarakat daerah Nunyai, dan akan terasa ada sesuatu yang kurang apabila tradisi Betangas
ini tidak dilakukan. Karena tradisi ini telah melekat pada masyarakat maka timbul tanda tanya
kepada pihak yang tidak menyelenggaran tradisi Betangas dan menjadi sorotan masyarakat
serta kecaman atas dasar tidak melalukan tradisi ini. Itulah mengapa tradisi Betangas di
daerah Nunyai mesti dan wajib dilakukan.

Tradisi ini masih dilakukan sampai sekarang ini, karena tradisi ini dianggap masyarakat
tradisi yang sakral, dan harus di lestarikan karena merupakan salah satu tradisi peninggalan
nenek moyang. Hal ini menjadikan tradisi ini menjadi penting bagi masyarakat Nunyai,
kecamatan Rajabasa dan akan terasa ada sesuatu yang kurang apabila tradisi Betangas ini
tidak dilakukan. Karena tradisi ini telah melekat pada masyarakat maka timbul tanda tanya
kepada pihak yang tidak menyelenggaran tradisi Betangas dan menjadi sorotan masyarakat
serta kecaman atas dasar tidak melalukan tradisi ini. Itulah mengapa tradisi Betangas di
kelurahan Nunyai, kecamatan Rajabasa mesti dan wajib dilakukan.

Selain membuat tubuh menjadi wangi. Tradisi ini juga berfungsi membuang sue (sial). Masih
dengan tujuan tersebut, pakaian yang kenakan selama bertangas sebaiknya satu baju dan satu
celana saja. Atau kalau perempuan biasanya cukup satu kain yang dikembankan. Pakaian itu
nantinya tidak boleh lagi dikenakan, bisa dibuang ke atap rumah, bisa pula dibuang begitu
saja. Usai bertangas calon pengantin di bedak dengan bedak tradisional. Bahan pembuatnya
menggunakan pucok ganti mesuik sama pucok daun pandan. “Bahan-bahan itu digiling sama
pulot (beras ketan). Sebelumnya pulot direndam sampai halus. Setelah tercampur dibulat
bulatkan lalu dijemor. Ketika ingin membedakannya di kasih air sedikit agar cair. Bedakkan
ke seluruh tubuh.

Tujuan Tradisi Betangas di Masyarakat Nunyai, Rajabasa

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa kebudayaan tidak hanya terdiri
dari benda atau peristiwa yang dapat diukur, diamati, dan dihitung,tetapi kebudayaan terdiri
dari gagasan dan makna yang dimiliki bersama. Karena faktor-faktor yang telah disebutkan
sebelummya menjadikan tradisi Betangas ini menjadi hal yang tak dapat ditinggalkan oleh
masyarakat Nunyai, Rajabasa.

Manfaat yang terkandung dalam tradisi betangas menurut masyarakat adalah suatu bentuk
kepatuhan dalam melestarikan kebiasaan nenek moyang agar tradisi ini terus berlanjut sampai
ke generasi selanjutnya. Sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas apa yang telah
ditakdirkan serta menjadi doa keluarga untuk mempelai perempuan dalam menempuh
kehidupan berumah tangga. Tradisi ini bertujuan juga untuk membersihkan diri calon
pengantin perempuan.
PENUTUP

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan dan berdasarkan fokus penelitian
sebelumnya sebagaimana telah diuraikan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan
bahwa:

1. Pada saat akan melaksanakan sebuah acara akan ada beberapa rangkaian kegiatan yang
akan dilaksanakan. Sama halnya dalam acara betangas, rangkaian acara yang akan
dilaksanakannya yakni kegiatan persiapan, pelaksanaan dan penutup. Acara betangas
akan dilaksanakan sore hari sehari sebelum resepsi pernikahan berlangsung
2. Makna komunikasi non verbal tradisi betangas adalah bentuk kepatuhan masyarakat
setempat dalam melestarikan kebiasaan nenek moyang agar tradisi ini terus berlanjut
sampai ke generasi selanjutnya. Tradisi ini masih dilakukan sampai saat ini, karena
tradisi ini dianggap sakral. Prosesi ini pun akan terus di lestarikan karena merupakan
salah satu peninggalan nenek moyang. Makna komunikasi verbal dalam tradisi betangas
pada prosesi pernikahan adat masyarakat di daerah Nunyai terdapat dalam doa-doa yang
dibacakan didalam proses pelaksanaan tradisi betangas. Makna Tradisi Betangas ini
menyatakan bahwa kebudayaan tidak hanya terdiri dari benda atau peristiwa yang dapat
diukur, diamati, dan dihitung,tetapi kebudayaan terdiri dari gagasan dan makna.

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Citra Aditya.

Gultom, Fransiska Wulandari. 2016 Analisis Makna Simbolik dan Nilai Budaya pada Sangjit
Upacara Adat Pernikahan Masyarakat Etnis Tionghoa (Sebuah Kajian Semiotik).
Skripsi: Universitas Negeri Medan
Mulyana, Deddy. 2004. Komunikasi Populer : Kajian Komunikasi Dan Budaya
Kontemporer. Bandung : Pustaka Bani Quraisy

Sholeh, Muhammad. 2008. Tradisi Perkawinan „Tumplek Ponjen‟ Ditinjau Dari Ajaran
Islam(Studi di Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon), Skripsi. Malang: UIN
Malang

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta

Umiarso dan Elbadiansyah. 2014. Interaksionisme Simbolik Dari Era Klasik Hingga Modern.
Jakarta: Rajawali Pers

Anda mungkin juga menyukai