Anda di halaman 1dari 19

SISTEM MATA PENCAHARIAN HIDUP

NELAYAN TRADISIONAL SUKUBANGSA KAMORO


DI DESA TIPUKA KECAMATAN MAPURUJAYA
KABUPATEN MIMIKA PROPINSI PAPUA

Bonefasius Kemong
NIM. 080817028

ABSTRACT
Geographically, the fishing community is the people who live, grow and
thrive in coastal areas, which is a transition area between land and sea.
As a system, the fishing community consists of social categories that make
up the social unity. They also have a system of values and symbols of
culture as a reference of their everyday behavior.
Like any other community who lived in the coastal and river side area,
the Kamoronese, predominantly worked as fishermen. In term to
fulfilling’s their livelihood needs, they are not only depends the
commodities to the river’s and sea’s species but to the brackish water
also.

Principal livelihood in the village of Tipuka is as fishermen. Since time


immemorial until now generally Kamoro and in particular Tipuka
village, their very lives depend on nature. Dependence and their survival
is not out of three elements, locally named sagu, sampan dan sungai (3S).

Knowledge of culture thus affect the fishing community awareness


Kamoro in improving the standard of living better is very less, to sell
fisheries aid package provided by the PTFI for various reasons . There
were selling outboard motors to entrepreneurs to buy basic needs.

Keywords : fisherman, Kamoro, coast

1
1. Pendahuluan hanya terbatas pada berbagai
spesies yang ada di air tawar atau
Manusia dalam kehidupan-
asin, tetapi juga spesies yang
nya tidak lepas dari budaya yang
mampu hidup di air payau/muara.
memberikan inspirasi untuk
Ide akan pengembangan peme-
mempertahankan hidupnya oleh
nuhan kebutuhan hidup ini
sebab itu dalam memenuhi
tampaknya selalu berproses dari
kebutuhan hidup, manusia
sejak masa prasejarah. Seperti
memberdaya-gunakan sumber
pada masyarakat Kamoro yang
alam di sekitarnya. Kegiatan
memiliki keterampilan dalam
yang dilakukan manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya
memenuhi kebutuhannya sehari-
baik di darat dengan meramu
hari menjadikan suatu pola kerja
sagu (ama mare), berburu (uwiri
rutin yang dinamakan mata
mare), berkebun (kahuti
pencaharian. Mata pencaharian
dimikamo), dan meramu hasil
yang dilakukan oleh masyarakat
hutan, di muara dan laut
pesisir pantai biasa disebut
menangkap ikan (eraka mare).
nelayan.
Pengembangan konsep-konsep
Faktor kebudayaan yang pemenuhan kebutuhan pangan
menjadi pembeda antara masya- sebagai aspek yang sangat vital
rakat nelayan dengan kelompok dimaksud tentunya merupakan
sosial lainnya. Sebagian besar hasil dari proses perubahan sosial
masyarakat pesisir, baik langsung budaya yang berlangsung secara
maupun tidak langsung, meng- terus menerus.
gantungkan kelangsungan hidup-
Keberadaan hubungan
nya dari mengelola potensi
holistik/ menyeluruh antara satu
sumber daya kelautan.
unsur budaya dengan unsur
Seperti suku bangsa Kamoro budaya lainnya, karena apabila
tidak lepas dari mata pencaharian kita bicara satu unsur pasti ber-
sebagai nelayan. Pemenuhan hubungan dengan unsur lainnya
kebutuhan hidup di air juga dan apabila salah satu unsur
seperti halnya di darat, tidak budaya hilang maka dimung-

2
kinkan unsur budaya dimaksud dengan belajar.” Clifford Geertz
disimbolkan dalam bentuk menga-takan bahwa kebudayaan
tertentu atau pola makna dapat meru-pakan sistem mengenai
ditemukan pada salah satu unsur konsepsi-konsepsi yang diwaris-
budaya yang masih hidup dalam kan dalam bentuk simbolik, yang
masyarakat. Oleh karena itu dengan cara ini manusia dapat
karakteristik sistem mata penca- berkomunikasi, melestarikan,
harian suku bangsa Kamoro yang dan mengembangkan penge-
sebagian besar sebagai nelayan tahuan dan sikapnya terhadap
berbeda dengan masyarakat kehidupan.
Papua lainnya. Lebih sepesifik lagi, E. B
2. Kebudayaan Taylor, dalam bukunya
Manusia dan kebudayaan “Primitive Cultures”, mengar-
sangat erat terkait satu sama lain. tikan kebudayaan sebagai
Manusia dan kebudayaan keseluruhan yang kompleks,
merupakan salah satu ikatan yang yang di dalamnya terkandung
tak bisa dipisahkan dalam ilmu pengetahuan, kepercayaan,
kehidupan. Kebudayaan selalu kesenian, moral, hukum, adat
dimiliki oleh setiap masya-rakat, istiadat, kemampuan yang lain
hanya saja ada suatu masyarakat serta kebiasaan yang didapat oleh
yang lebih baik perkembangan manusia sebagai anggota
kebudayaannya dari pada masyarakat.”
masyarakat lainnya untuk Dari berbagai definisi di atas,
memenuhi segala kebutuhan maka penulis menarik kesim-
masyarakatnya. pulan bahwa kebudayaan meru-
Kebudayaan menurut Koen- pakan suatu sistem, dimana
tjaraningrat merupakan “kese- sistem itu terbentuk dari perilaku,
luruhan sistem gagasan, tindakan baik itu perilaku badan maupun
dan hasil karya manusia dalam pikiran. Dan hal ini berkaitan erat
rangka kehidupan masyarakat dengan adanya gerak dari
yang dijadikan milik diri manusia masyarakat, dimana pergerakan

3
yang dinamis dan dalam kurun sama untuk melakukan
waktu tertentu akan meng- sesuatu ; urat saraf dalam
hasilkan sebuah tatanan ataupun tubuh pemerintahan,
sistem tersendiri dalam kumpulan b. Sekelompok dari pendapatan,
masyarakat. Atas dasar itulah peristiwa, kepercayaan,dsb.
para ahli mengemukakan adanya Yang disusun dan diatur baik-
unsur kebudayaan yang
baik filsafat,
umumnya dibagi menjadi tujuh
c. Cara (metode) yang teratur
(7) Unsur Kebudayaan yaitu:
Bahasa, Sistim Peralatan hidup untuk melakukan sesuatu;
pengajaran bahasa.
dan Teknologi, Sistim mata
pencaharian hidup, Sistim Sedangkan
kemasyarakatan dan Organisasi  Mata Pencaharian Hidup
Sosial, Sistim penge-tahuan,
Mata pencaharian merupakan
Kesenian, Sistim Kepercayaan
aktivitas manusia untuk mempe-
(Religi). Salah satu dari ke tujuh
roleh taraf hidup yang layak
usur di atas antara lain adalah
dimana antara daerah yang satu
sistim mata pencaharian hidup.
dengan daerah yang lainya
3. Sitem Mata Pencaharian berbeda sesuai dengan taraf
Hidup kemampuan penduduk dan
Arti Sistem mata pencaharian keadaan demografinya (Dal-
itu sendiri, berdasarkan Kamus djoeni,1987). Mata penca-harian
Umum Bahasa Indonesia edisi dibedakan menjadi dua yaitu
ketiga karangan Poerwa- mata pencaharian pokok dan
darminata, sistem mata penca- mata pencaharian sam-pingan.
harian terdiri dari dua unsur kata Mata pencaharian pokok adalah
yaitu: keseluruhan kegiatan untuk
memanfaatkan sumber- daya
 Sistem yang ada yang dilakukan sehari-
a. Sekelompok bagian (alat, hari dan merupakan mata
dsb) yang bekerja bersama- pencaharian utama untuk meme-

4
nuhi kebutuhan hidup. Sedang- 4. Nelayan
kan mata pencaharian sampingan Mata pencaharian hidup
adalah mata pencaharian diluar nelayan adalah orang yang hidup
mata pencaharian pokok dari mata pencaharian hasil laut.
(Susanto, 1993). Di Indonesia para nelayan
Mata pencaharian adalah biasanya bermukin di daerah
keseluruhan kegiatan untuk pinggir pantai atau pesisir laut.
mengeksploitasi dan meman- Komunitas nelayan adalah
faatkan sumber-sumber daya kelompok orang yang bermata
yang ada pada lingkungan fisik, pencaharian hasil laut dan tinggal
sosial dan budaya yang terwujud di desa-desa atau pesisir
sebagai kegiatan produksi, (Sastrawidjaya. 2002).
distribusi dan konsumsi Undang-undang 45 Tahun
(Mulyadi, 1993). 2009 mendefinisikan nelayan
Mata pencaharian hidup sebagai “orang yang mata penca-
selanjutnya adalah, pekerjaan hariannya melakukan penang-
yang menjadi pokok penghi- kapan ikan”. Sedangkan penang-
dupan (sumbu atau pokok), kapan ikan didefinisikan sebagai
pekerjaan atau pencaharian “kegiatan untuk memperoleh
utama yang dikerjakan untuk ikan di perairan yang tidak dalam
biaya sehari-hari. Misalnya; keadaan dibudidayakan dengan
pencaharian penduduk desa itu alat atau cara apa pun, termasuk
nelayan. “Dengan kata lain kegiatan yang menggunakan
sistem mata pencaharian adalah kapal untuk memuat, me-
cara yang dilakukan oleh ngangkut, menyimpan, men-
sekelompok orang sebagai dinginkan, menangani, mengo-
kegiatan sehari-hari guna usaha lah, dan/atau mengawetkannya”.
pemenuhan kehidupan, dan Secara sederhana, nelayan adalah
menjadi pokok penghidupan orang yang melakukan kegiatan
baginya”. penangkapan ikan.

5
Ikan memiliki beberapa  Dari segi mata pencaharian.
karakteristik yang unik diban- nelayan adalah mereka yang
dingkan dengan sumber daya lain segala aktivitasnya berkaitan
seperti pada tanaman pangan. dengan lingkungan laut dan
Karakteristik tersebut diantara- pesisir. Atau mereka yang
nya: untuk ikan tertentu bebas menjadikan perikanan sebagai
bermigrasi dari satu wilayah ke mata pencaharian mereka.
wilayah lain (Nikijuluw 2002) ;  Dari segi cara hidup.
ikan memiliki sifat bergerak Komunitas nelayan adalah
mengikuti suhu dan sumber komunitas gotong royong.
makanan; disamping itu arus laut Kebutuhan gotong royong dan
ikut mempengaruhi luas tolong menolong terasa sangat
penyebaran ikan. Ikan hasil penting pada saat untuk
tangkapan nelayan memiliki sifat mengatasi keadaan yang
cepat busuk sehingga harus menuntut pengeluaran biaya
mendapatkan penanganan yang besar dan pengerahan tenaga
tepat pada saat di tangkap, yang banyak.Seperti saat
disimpan di kapal, saat berlayar. Membangun rumah
didaratkan, maupun pada saat atau tanggul penahan gelom-
dilakukan pengolahan. Disisi lain bang di sekitar desa.
laut memiliki sifat open access  Dari segi ketrampilan.
(terbuka), yang membolehkan Meskipun pekerjaan nelayan
nelayan mana saja untuk adalah pekerjaan berat namun
mengambil sumber daya ikan. pada umumnya mereka hanya
Karakteristik tersebut di atas memiliki ketrampilan seder-
menyiratkan betapa banyak hana. Kebanyakan mereka
masalah yang dihadapi oleh bekerja sebagai nelayan
penangkap ikan (nelayan). adalah profesi yang di-
Ciri komunitas nelayan dapat turunkan oleh orang tua.
dilihat dari berbagai segi yaitu Bukan yang dipelajari secara
sebagai berikut : profesional.

6
Masyarakat nelayan merupa- pencaharian, sistem ekonomi,
kan unsur sosial yang sangat dan lingkungan. Hubungan-
penting dalam struktur hubungan demikian terpola
masyarakat pesisir, maka dalam kegiatan organisasi
kebudayaan yang mereka miliki produksi, aktivitas pemasaran,
mewarnai karakteristik kebu- dan kepemimpinan sosial. Pola-
dayaan atau perilaku sosial pola hubungan patron-klien dapat
budaya masyarakat pesisir secara menghambat atau mendukung
umum. Karakteristik yang perubahan sosial ekonomi.
menjadi ciri-ciri sosial budaya Namun demikian, dalam kegiatan
masyarakat nelayan adalah pemberdayaan sosial ekonomi,
sebagai berikut: memiliki pola-pola hubungan patron-klien
struktur relasi patron-klien yang harus diperlakukan sebagai
sangat kuat, etos kerja tinggi, modal sosial atau potensi
memanfaatkan kemampuan diri pemberdayaan masyarakat
dan adaptasi optimal, kompetitif (Kusnadi, 2009).
dan berorientasi prestasi,
5. Nelayan Tradisional
apresiatif terhadap keahlian,
kekayaan dan kesuksesan hidup, Mata pencaharian masyarakat
yang tinggal di pesisir pantai
terbuka dan ekspresif, solidaritas
sosial tinggi, sistem pembagian sebagian besar adalah Nelayan.
Secara umum kegiatan mata
kerja berbasis seks (laut menjadi
ranah laki-laki dan darat adalah pencaharian sebagai nelayan
masih bersifat tradisional.
ranah kaum perempuan), dan
berperilaku “konsumtif” Nelayan tradisional adalah
nelayan yang memanfaatkan
(Kusnadi, 2009).
sumber daya perikanan dengan
Patron-klien merupakan basis peralatan tangkap tradisional,
relasi sosial masyarakat nelayan modal usaha yang kecil, dan
atau masyarakat pesisir. Relasi organisasi penangkapan yang
sosial patron-klien sangat domi- relatif sederhana. Dalam
nan dan terbentuk karena kehidupan sehari-hari, nelayan
karakteristik kondisi mata

7
tradisional lebih berorientasi miskin dan seringkali dijadikan
pada pemenuhan kebutuhan obyek eksploitatif oleh para
sendiri. Dalam arti hasil alokasi pemilik modal (Bailey, 1982).
hasil tangkapan yang dijual lebih Harga ikan sebagai sumber
banyak dipergunakan untuk pendapatannya dikendalikan oleh
memenuhi kebutuhan pokok para pemilik modal atau para
sehari-hari, khususnya pangan, pedagang/tengkulak (Mubyarto
dan bukan diinvestasikan dan Dove, 1985), sehingga
kembali untuk pengembangan distribusi pendapatan menjadi
skala usaha.
tidak merata. Gejala modernisasi
Berbeda dengan nelayan perikanan tidak banyak
modern yang mampu merespon membantu bahkan membuat
perubahan dan lebih kenyal nelayan atau nelayan buruh
dalam menyiasati tekanan menjadi terpinggirkan (Satria,
perubahan dan kondisi over 2001). Kehadiran lembaga
fishing. Keterbatasan teknologi ekonomi, seperti koperasi, belum
yang dimiliki, ruang gerak sepenuhnya dapat membantu
nelayan tradisional umumnya upaya peningkatan taraf hidup
sangat terbatas, mereka hanya
nelayan.
mampu beroperasi di perairan
pantai (inshore). Kegiatan Ketergantungan para nelayan
penangkapan ikan dilakukan tradisional kepada para pemilik
dalam satu hari sekali melaut modal cukup besar karena
(one day a fishing trip) (Kusnadi, pendapatan mereka tidak
2002). menentu, baik untuk memenuhi
kebutuhan produksi ataupun
6. Jaringan Produksi dan
Distribusi Pemasaran Pada kebutuhan hidup rumah
Komunitas Nelayan tangganya. Dalam penyediaan
Kehidupan nelayan terutama alat produksi, nelayan seringkali
nelayan tradisional dianggap harus membina hubungan dengan
sebagai kelompok masyarakat pihak penyandang dana.

8
Nelayan pun membina 7. Mata Pencaharian Masya-
hubungan dengan nelayan buruh rakat Desa Tipuka
yang akan membantunya dalam Mata pencaharian pokok pada
kegiatan penangkapan ikan. masyarakat Desa Tipuka adalah
Dalam aktivitas distribusi sebagai nelayan. Semenjak
pemasaran, para nelayan juga dahulu kala hingga kini secara
berhubungan dengan pihak lain umum suku Kamoro dan pada
seperti para pedagang. khususnya Desa Tipuka, kehi-
dupan mereka sangat tergantung
Berbagai hubungan yang
pada alam. ketergantungan dan
dibina oleh para nelayan tersebut
kelangsungan hidup mereka ini
menunjukkan bahwa hubungan
tidak lepas dari ketiga unsur tadi
tersebut dapat seimbang atau
yaitu (3S) sagu, sampan dan
tidak seimbang. Hubungan tidak
sungai, dari 136 kepala keluarga
seimbang biasanya menjadi
yang ada di desa Tipuka 80
hubungan patron-klien, dimana
persen sebagai nelayan dan 20
patron mempunyai dan
persen ada yang bekerja di
memperoleh sumber daya yang
perusahaan, buruh lepas, dan ada
berlebih dibanding kliennya.
juga yang bekerja di kontraktor.
Sedangkan hubungan yang
seimbang memperlihatkan pola Oleh karena adanya bantuan
hubungan yang bersifat perte- pemerintah melalui Program
manan, seperti hubungan antar Rencana Strategis Pengem-
nelayan. Kedua pola hubungan bangan Kampung (Respek)
sosial tersebut terjadi pada mendorong peningkatan taraf
kelompok nelayan kecil hidup masyarakat nelayan suku
(tradisional) atau pun pada Kamoro secara umum. Namun
kelompok nelayan besar. Namun, pengetahuan untuk pengem-
pola hubungan dalam kelompok bangan skala usaha bagi
nelayan besar lebih kompleks masyarakat masih sangat minim
daripada dalam kelompok sehingga dana yang mereka
nelayan kecil, baik segi kuantitas peroleh hanya dapat digunakan
atau pun kualitasnya. untuk kebutuhan pokok saja. Ada

9
pula bantuan dana dari pihak PT. dari sebuah kampung ke
Friport Indonesia berupa dana kampung lainnya. Bentuk
limbah namun oleh karena faktor sampan khusus bagi masyarakat
tersebut maka dana-dana tersebut Kamoro berbentuk runcing di
hanya dapat digunakan untuk depan dan belakang, dengan
kebutuhan pokok konsumtif saja. panjang paling pendek sekitar 2
Karena pengaruh kesediaan alam meter hingga 5 meter. Ada juga
bagi kelangsungan hidup mereka sampan yang sengaja dibuat
tersedia sangat luas, sehingga masyarakat Kamoro untuk
pengetahuan untuk menetap dan dipakai dalam kegiatan pesta-
menata hidup baru bagi mereka pesta adat maupun ritual agama
sanggat kurang. yang dilakukan di sungai maupun
di laut. Ku (perahu) dibuat dan
8. Perahu Merupakan
Tumpuan Hidup Suku diukir berdasarkan nama dan arti
Kamoro yang sanggat mendalam untuk
Perahu (Sampan) bagi digunakan dalam pesta adat
masyarakat Desa Tipuka sangat maupun jenis kepentingan lain.
berarti dan merupakan tulang Seperti suatu cerita yang diyakini
punggung untuk mengarungi mereka benar-benar terjadi maka
kehidupan sehari-hari. Sejak ukiran dan simbol yang mereka
turun temurun Suku Kamoro buat pasti ada maknanya.
sudah membuat perahu dari
9. Ritual Mencari Ikan
pohon yang cukup besar, dan Masyarakat Desa Tipuka
pembuatannya dilakukan secara Ritual ini disebut ereka-oto
tradisional dengan peralatan (guna-guna ikan). Sebelum ritual
seadanya. ini diadakan terlebih dulu diambil
Sampan bagi masyarakat bahan-bahan ritual terutama daun
Suku Kamoro dimanfaatkan dan rotan yang berkaitan dengan
sebagai sarana transportasi untuk otepe ikan. Lalu orang berkumpul
sebuah perjalanan baik untuk di dekat rumah pembuat acara
mencari hasil laut, maupun untuk ritual. Mikuku orang ikan pergi ke
mengangkut berbagai kebutuhan sungai. Semua orang melempar

10
kapur dan mikuku berteriak: “Hai Setelah itu menyiapkan
kamu soa-soa, udang, penuhilah peralatan melaut kemudian pergi
segala sungai dan tempat dengan mencari ikan, tidak boleh
ikan; kamu cicak, kamu soa-soa, meminta ijin kepada anak, istri
kamu biawak, kamu ikan.” dan seluruh penghuni rumah.
Secara harafiah udang, cicak, Karena jika pamit mereka
biawak dan ikan diperintahkan percaya bahwa sesuatu akan
untuk mengisi sungai-sungai menimpa mereka pada saat
dengan ikan. Setelah itu, mikuku mencari ikan bahkan sampai
menyebut nama semua sungai tidak akan pulang kembali ke
dan tempat yang biasa digunakan rumah.
untuk mencari ikan dan Sesampainya di laut atau
memerintahkan agar ikan-ikan tempat yang menjadi sasaran
berkumpul di sana dalam jumlah untuk menjaring/ memancing
besar. Sesudah itu orang mereka mengambil adonan yang
melempar otepe ikan ke dalam
telah disiapkan. Adonan tersebut
air, dan mikuku berkata kepada dibuat dari sagu mentah
matahari : “Perepoka ereka-oto, dicampur dengan daun mangi-
pea-oto, weke-oto, awakea mangi dan ditumbuk lalu diaduk
maramo.” Artinya, bapak tua, sampai hancur di dalam wadah
obat ikan, obat udang, obat kemudian ditambah air dan
biawak telah kami bawa. diaduk-aduk lagi sampai
Seterusnya pada malam hari para merekat. Adonan tersebut
orang ikan berkeliling kampung, dihambur di tempat sekitar
seperti babi. Di Tipuka mereka tempat untuk memasang jaring.
menjatuhkan perangkap ikan
yang bersandar pada rumah. Sambil mengucapkan “oto
erkata” artinya memanggil atau
Dalam acara ini mikuku juga
mengarahkan perkataan kepada mengundang ikan. Cara ini
dilakukan untuk mengundang
matahari, sama seperti pada ritual
babi. ikan supaya mendapat hasil yang
banyak.

11
Cara lain yang dilakukan Mantra yang dibaca “prapoka
yaitu membungkus rokok kau katna ikutu maha imaku
lampion dengan kertas rokok lalu ereka maka kemanu arie” artinya
dibuang di tempat menjaring tete’ nene’ lindungi kami dalam
/memancing dengan mengatakan perjalanan dan bawa ikan masuk
“prapeka enaro kapaki ke jaring kami. Selanjutnya cara-
makakeman e airu ta” artinya cara menangkap ikan
tete’ ini ada rokok tolong kasih
 Cara Penangkapan Ikan
kami ikan untuk anak-anak. Cara
ini dilakukan masyarakat dengan Metode yang digunakan
untuk menangkap ikan yang
anggapan bahwa pemilik wilayah
laut akan senang dan terdiri dari tangkap tangan
dalam hal ini menangkap
memberikan imbalan hasil
tangkapan yang cukup banyak. kepiting, siput, dan jenis lain
di hutan mangrove, tombak,
Kegiatan mencari ikan tidak jaring, kalawai (jubi-jubi),
terlepas dari halangan seperti rawai (alat penangkap ikan
hujan, mereka juga mempunyai dari tali atau rotan yang
cara sendiri untuk menjauhkan direntangkan dan diberikan
dari hujan tersebut yaitu beberapa kail), dan jebakan
“innulia” artinya mengusir hujan ikan. Istilah ini tidak hanya
dari tempat mereka mencari ikan ditujukan untuk ikan, namun
ke bagian laut yang jauh dari juga untuk penangkapan
tempat tersebut.
hewan air lainnya seperti
Sebagai masyarakat yang mollusca, cephalopoda, dan
masih mempercayai roh nenek invertebrata lainnya yang
moyang mereka juga tidak lupa bisa dimakan. Terdapat
menyertakan campur tangan hubungan antara efektivitas
mereka untuk keselamatan dalam berbagai metode penang-
perjalanan mencari ikan maupun kapan ikan dengan
urusan penangkapan ikan supaya pengetahuan mengenai ikan
mendapatkan hasil yang banyak. dan perilakunya, seperti

12
migrasi ikan, bagaimana ikan digunakan nelayan dan
mencari makan, dan pemancing untuk mendapat-
habitatnya, karena metode kan ikan dan hewan laut
amat ditentukan oleh jenis lainnya. Perempuan Kamoro
spesies dan habitatnya. dulu sering mencari ikan
dengan menggunakan alat
Masyarakat nelayan pada
penangkapan kepiting (gae-
umumnya berangkat mencari
gae) dan imii sejenis jala. Imii
ikan pada malam hari yang
terbuat dari kulit batang
gelap karena pada saat itu
ganemo atau melinjo yang
mereka percaya bahwa saat
dikeringkan kemudian dipilin
itu banyak hasil tangkapan
dan dianyam seperti jala.
ikan. Terutama pada bulan
Pinggirnya dibingkai dengan
September dan Oktober,
rotan yang dibuat melingkar.
karena mereka percaya
Sekarang alat seperti itu sulit
bahwa kedua bulan ini adalah
ditemukan karena bahan baku
bulan musim ikan. Kegiatan
untuk membuatnya kurang.
itu dilakukan sampai
Sebelum melaut terutama
menjelang siang hari baru
mereka harus mempersiapkan
pulang membawa hasil.
bahan atau alat-alat seperti;
Sebelum pulang mereka tak
lupa meminta permisi kepada a. Uta (korek api)
roh nenek moyang tadi untuk b. Imii (jaring)
pulang, cara yang dilakukan c. Ku dan poo (perahu dan
adalah secara simbolis yaitu dayung)
membungkus rokok lampion d. Maiti (nelon pancing)
atau tembakau lalu buang di e. Etae (keranjang ikan)
air tempat yang menjadi f. Apoko ( kalawai atau jubi-
sasaran mencari mereka. jubi)
g. Pokari dan para (kampak
 Alat Penangkapan Ikan
dan paranga)
Alat menangkap ikan (fishing h. Kapaki dan amata ( rokok
tackle) adalah peralatan yang dan sagu)

13
 Wilayah Penangkapan ikan penangkap ikan bahwa ikan-
ikan itu merupakan ikan yang
Secara umum aturan main
tak boleh ditangkap semba-
yang terdapat dalam masalah
rangan. Kalaupun akhirnya
penangkapan ikan ada
tertangkap, pihak luar yang
tambahan pada jenis-jenis
menangkapnya harus mem-
ikan hasil tangkapan. Dalam
beri hadiah kepada si pemilik.
masalah penangkapan ikan,
Pembagiannya, bagian ikan
ada beberapa jenis ikan yang
dari pinggang ke bawah
mempunyai arti tersendiri
menjadi hadiah si pemilik
bagi masyarakat. Ikan-ikan
lokasi.
jenis ini sangat dilindungi dan
dijaga karena bisa dikatakan Taparu secara sederhana
sebagai makanan pokok dapat dikatakan sebagai
masyarakat. Jenisnya antara media pemersatu antar
lain: keluarga atau fam yang hidup
secara berkelompok. Taparu
1. Buaya
juga bisa disebut penjelmaan
2. Kura-kura besar
dari sistem kekerabatan yang
3. Kakap besar
luas di dalam masyarakat
4. Kerapu
Kamoro. Kehidupan masa
5. Ikan ekor satu/lele
lalu yang kerap diwarnai
Ada aturan main untuk jenis peperangan dan pembunuhan
ikan-ikan tersebut bila membuat setiap keluarga
ditangkap oleh orang luar harus hidup secara bersama
(Pihak luar di sini berarti agar mampu menguasai lahan
orang-orang yang bukan satu
yang banyak dan sanggup
taparu atau keluarga, tapi mengusir musuh. Terben-
dibawa oleh anak mantu tuknya sebuah sub suku juga
/saudara ipar) yang bukan hasil sebuah pengelompokan
pemilik lokasi tangkapan beberapa taparu yang diikat
ikan. Pertama-tama si pemilik kata sepakat untuk bersama-
akan mengingatkan kepada si sama memerangi suku

14
lainnya dan menjaga wilayah seadanya, terkadang membuat
yang disepakati. nelayan suku Kamoro merugi.
Jarak yang jauh dengan kota
10. Distribusi Hasil Tangkapan
Ikan Timika seringkali membuat hasil
Pemasaran atau distribusi tangkapan rusak, sebelum sampai
yaitu suatu sistem kegiatan di pasar.
ekonomi yang berfungsi Melihat kondisi ini, PT
membawa atau menyampaikan Freeport Indonesia (PTFI)
barang dari produsen ke melalui Social Local Develop-
konsumen. Pemarasan juga ment (SLD) sejak bulan Mei 2006
berarti bekerja sama dengan melakukan kerjasama dengan
pasar atau mencari manfaat Keuskupan Timika untuk
dengan cara kerjasama dengan memberdayakan nelayan suku
pasar. Sebagaimana diketahui Kamoro yang menetap di sekitar
bahwa hubungan kerjasama yang daerah endapan tailing.
baik, akan dapat berlangsung Kerjasama dilakukan dalam
selama jika keduanya merasa bentuk pemasaran ikan hasil
dapat diuntungkan atau dengan tangkapan nelayan, penyediaan
kata lain manfaat. Oleh sebab itu bahan bakar minyak, sembako, es
diperlukan komunikasi dua arah balok yang dikelola oleh
yang efektif, sehingga kemung- Koperasi Maria Bintang Laut
kinan merugikan satu sama lain Kamoro.
dapat diantisipasi.
Masyarakat nelayan Kamoro,
Kurangnya modal, membuat secara perlahan mulai merubah
mereka selalu kalah bersaing kebiasaan dari budaya meramu,
dengan para nelayan pendatang mengelola hasil laut dan sungai
yang melakukan penangkapan untuk keperluan konsumtif,
menggunakan kapal dan menuju usaha ekonomi produktif.
peralatan moderen. Pola Kini masyarakat Suku Kamoro
penangkapan ikan secara sudah memulai kehidupan baru
tradisional dengan peralatan mengola hasil laut. Walaupun

15
sebenarnya hubungan antara bisa dapat dikonsumsi
Suku Kamoro dengan Sungai, keluarga mereka.
Sagu dan Sampan tidak harus - laut/muara sunggai menjadi
terputus. Pasalnya sejak dulu ranah kaum laki-laki seperti
ketergantungan hidup mereka tak dengan cara menjaring ikan,
lepas dari ketiga unsur tadi yakni memancing dan berburu
sungai, sagu dan sampan. Luapan buaya pada malam hari.
tailing dan sedimentasi yang Bukan hanya dalam hal
terus menerus terjadi selama mencari ikan dan menangkap
empat puluhan tahun sudah pasti kepiting dan lain-lain di hutan
memutuskan mata rantai mangruve namun dalam hal
makanan. Kegiatan ekonomi mencari sagu di dusun, pekerjaan
rumah tangga bagi keluarga Suku ini dapat dilakukan dengan
Kamoro minimal tidak bersamaan seperti menebang
memberikan ketergantungan baru pohon sagu menjadi tanggung
setelah pasca tambang.
jawab kaum laki-laki dan untuk
11. Konsumsi pekerjaan selanjutnya menjadi
tanggung jawab kaum perem-
Selain mendistribusikan hasil
puan. Dan kesempatan itu si laki-
tangkapan ikan, para nelayan
laki berburu binatang di hutan
juga dapat mengkonsumsi ikan
sebagai lauk pauk dalam keluarga dengan mengunakan anjing,
dalam hal ini berburu babi, dan
mereka. Namun cara yang
jenis hewan hutan lainya.
dilakukan untuk mengkonsumsi
ikan dapat dibedakan menjadi 12. Penutup
dua yaitu: Masyarakat nelayan desa
- hutan mangruve menjadi Tipuka merupakan kelompok
ranah kaum permpuan seperti masyarakat yang relatif tertinggal
menangkap kepiting bakau, secara ekonomi, sosial, dan
soa-soa/biawak, udang, siput, kultural. Keadaan alam yang
dan jenis kerang lain yang sudah tercemar limbah tailing
dari PT Freeport Indonesia

16
menambah beban dalam mata ke pengusaha untuk membeli
pencaharian sebagai nelayan kebutuhan pokok.
dengan berkurangnya hasil Sangat diharapkan ada
tangkapan ditandai oleh adanya kerjasama antara lembaga Mitra
beberapa ciri, seperti kemiskinan, LPMAK, Keuskupan, Dinas
keterbelakangan sosial-budaya, Perikanan dan Kelautan dalam
rendahnya sumber daya manusia
mensosialisasikan cara-cara
(SDM) karena sebagian besar pemanfaatan hasil laut dan juga
penduduknya hanya lulus sekolah cara-cara mengelolah keuangan
dasar atau belum tamat sekolah dalam pemenuhan kebutuhan
dasar. ekonomi rumah tangga.
Untuk memenuhi kebutuhan Pendekatan yang dilakukan
hidup sehari-hari masyarakat oleh pihak Mitra LPMAK,
desa Tipuka sebagai nelayan melalui Biro Ekonomi dalam
tradisional mereka memiliki tiga pembinaan ibu rumah tangga
semboyan yaitu sagu, sampan sangat tepat, karena kaum
dan sungai. Maupun Pendapatan perempuan lebih menunjang
yang diperoleh dalam satu hari, ekonomi rumah tangga daripada
hanya digunakan dalam satu hari kaum laki-laki. Apalagi beberapa
itu saja dan untuk besok akan mama asal Kamoro juga telah
mencari lagi. menjadi nasabah dari salah satu
Pengetahuan akan budaya Bank Swasta di Timika. Mama-
demikian mempengaruhi kesa- mama Kamoro itu menjual hasil
daran masyarakat nelayan suku usaha meliputi; ikan, kepiting dan
Kamoro dalam meningkatkan sagu di Pasar Swadaya Timika.
taraf hidup yang lebih baik sangat Hasil jualan mereka disimpan di
kurang, hingga menjual paket Bank Swasta di Timika dan
bantuan perikanan yang sisanya digunakan untuk
diberikan oleh pihak PTFI kebutuhan keluarga di rumah dan
dengan berbagai alasan. Ada biaya sekolah anak anak.
yang menjual motor tempelnya

17
DAFTAR PUSTAKA

Bailey, C. 1982. Mengelola sumber daya yang terbuka: Kasus


penangkapan ikan di daerah pantai, dalam D.C.
Korten dan Syahrir (Eds). Pembangunan
berdimensi kerakyatan. Kerjasama Yayasan Obor
Indonesia dan USAID. YOI. Jakarta.
Elfindri. 2002. Ekonomi Patron-Client: Fenomena Mikro Rumah Tangga
Nelayan dan Kebijakan Makro. Padang: Andalas
University Press.
Hasanudin, Basri.1985. ”Beberapa Hal Mengenai Struktur Ekonomi
Masyarakat Pantai”, dalam A.S. Achmad dan
S.S. Acip (Peny.). Komunikasi dan
Pembangunan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan,
hal. 105-110.
Keesing, Roger M. 1989. Antropologi Budaya: Suatu Perspektif
Kontemporer. Jakarta: Erlangga.
Kluckhon, Clyde 1984. “Cermin bagi Manusia”, dalam Parsudi Suparlan
(Ed.). Manusia, Kebudayaan, dan
Lingkungannya. Jakarta: Rajawali Pers, hal. 69-
109.
Koentjaraningrat. 1981 Pengantar Ilmu Antropologi . Jakarta: Rineka
Cipta.
_____________. 1990. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT.
Dian Rakyat
____________. 1990. Sejarah Teori Antropologi, jilid 1, Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung:
Humaniora Utama Press.
________. 2001. Pangamba’ Kaum Perempuan Fenomenal: Pelopor dan
Penggerak Perekonomian Masyarakat Nelayan.
Bandung: Humaniora Utama Press.
________. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: LKiS.
________. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir.
Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
Mubyarto, dan Dove. 1985. Nelayan dan Kemiskinan: Studi Ekonomi-
Antropologi di Dua Desa Pantai. Penerbit
Rajawali. Jakarta.

18
Mulyadi, 2005. Ekonomi Kelautan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.
Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional
(P3R). Bogor. 254 hal.
Purnomo, Gatot Sugeng. 2005. Strategi Bertahan Hidup: Respons
Nelayan terhadap Perubahan Kondisi Daerah
Penangkapan Ikan di Selat Madura. Yogyakarta:
Program Pascasarjana UGM.
Satria, A. 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan Formasi Sosial dan
Mobilitas Nelayan. Bandung: Humaniora Utama
Press.
Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. CV Alfabeta
Wahyono, A., I.G.P. Antariksa, M. Imron, R. Indrawasih, dan Sudiyono.
2001. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan.
Penerbit Media Pressindo bekerjasama dengan
Yayasan Adikarya IKAPI dan Ford Foundation.
Jakarta.
Widodo, J dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumber daya Perikanan Laut,
Gadjah Mada University Press
Usaman, H, dkk. 2003. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta. PT. Bumi
Aksara.

19

Anda mungkin juga menyukai