0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
54 tayangan3 halaman
Kompleksitas industri perikanan tangkap menyebabkan biaya pengelolaannya sangat mahal. Hanya sebagian kecil biaya berasal dari nelayan, sementara benefits terkonsentrasi pada nelayan. Pengelolaan perlu mengutamakan penilaian ilmiah stok perikanan, membatasi tekanan penangkapan, dan menegakkan peraturan. Aturan pengelolaan perlu diikuti dengan pengelolaan sosial ekonomi masyarakat nelayan. Pengembangan instrumen ekon
Kompleksitas industri perikanan tangkap menyebabkan biaya pengelolaannya sangat mahal. Hanya sebagian kecil biaya berasal dari nelayan, sementara benefits terkonsentrasi pada nelayan. Pengelolaan perlu mengutamakan penilaian ilmiah stok perikanan, membatasi tekanan penangkapan, dan menegakkan peraturan. Aturan pengelolaan perlu diikuti dengan pengelolaan sosial ekonomi masyarakat nelayan. Pengembangan instrumen ekon
Kompleksitas industri perikanan tangkap menyebabkan biaya pengelolaannya sangat mahal. Hanya sebagian kecil biaya berasal dari nelayan, sementara benefits terkonsentrasi pada nelayan. Pengelolaan perlu mengutamakan penilaian ilmiah stok perikanan, membatasi tekanan penangkapan, dan menegakkan peraturan. Aturan pengelolaan perlu diikuti dengan pengelolaan sosial ekonomi masyarakat nelayan. Pengembangan instrumen ekon
Prof. Dr. Zuzy Anna, M.Si Dosen FPIK, Director of SDGs Center UNIVERSITAS PADJADJARAN Ocean Wealth: Indonesian Marine and Coastal Potency 1. Capture Fisheries 2. Aqua/Brackish/Mari-Culture 3. Fisheries Product/Processing Industry 4. Biotechnology Industry/obat- wilayah. obatan, Industri kelautan baru berkelanjutan 5. Marine Tourism 6. Mineral and energy /pertambangan 7. Marine Transportation 8. Industry and Maritime 9. Small Islands 10. Coastal forestry 11. Non-conventional resources Laut menghasilkan barang jasa senilai US$ 2.5 Trilyun/th Berpotensi mengungguli pertumbuhan ekonomi global baik dari sisi nilai tambah Services/transportation maupun penyerapan tenaga kerja Potensi panjang pantai 95.181 km kedua terpanjang dunia, luas perairan laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi, yang merupakan 71% dari keseluruhan. Jumlah pulau 17.504, terdaftar di PBB (sudah bernama $ berkoordinat) 14.572 pulau Potensi kekayaan dari Indonesia yang sudah diketahui saja mencapai lebih dari Rp 1.700 Triliun atau setara dengan 93 persen dari total APBN Indonesia tahun 2018 (P2OLIPI, 2019). kekayaan wilayah pesisir menyumbang kekayaan terbesar laut Indonesia, yakni mencapai Rp 560 triliun. Lalu disusul potensi kekayaan bioteknologi sebesar Rp 400 triliun, kekayaan perikanan sebesar Rp 312 triliun, kekayaan minyak dan bumi sebesar Rp 210 triliun, dan transportasi laut Rp 200 triliun, Hampir 37% kekayaan biodiversity hayati laut ada di Indonesia Indonesia memiliki 17,95% Terumbu karang di dunia, 910 jenis karang (corals) atau 75% dari total spesies karang di dunia, dan 37% dari total ikan karang dunia (UNDP.2016). Indonesia memiliki 30% hutan mangrove dunia 13 spesies lamun (seagrass) dari 20 spesies lamun dunia, Indonesia memiliki berbagai potensi keragaman hayati laut lainnya seperti 35.000 spesies biota laut, 850 spesies sponges, 682 spesies rumput laut (seaweed), 2500 spesies moluska, 1502 spesies krustasea, 745 spesies ekinodermata, 6 spesies penyu, 29 spesies paus dan dolphin, 1 spesies dugong, dan lebih dari 2000 spesies ikan hidup,(Dahuri, 2003). Complexity of Marine and Coastal Uses • Preserve/ Conservation • Commercial Fishing • Marine recreation • Shipping Industries • Support local economy • Transportation Sad Story Pelaku Perikanan Tangkap • Kemiskinan Rp 82.000- Rp 225.000 per kapita per bulan (dibawah UMR). • Dari 2012-2015, Kemenlu memfasilitasi kasus 2,368 ABK Indonesia di Luar Negeri. Kasus employment (48.4% or 1,148 cases), people smuggling cases (35.1% or 833 cases) dan human trafficking cases (12.1% or 287 cases). • One of the most dangerous (safety and health), dirty and difficult job (FAO 2008), in US fatality rate that is 23 times higher than for all other workers. • Living with Uncertainty (Charles 1998). Issue Tata Kelola Perikanan ➢ Inadequate data ➢ Lack of transparency and traceability ➢ Inadequate Policy based research ➢ Too few no-go areas for fishing ➢ Failure to follow scientific advice ➢ Inadequate Fisheries Regulation ➢ Lack of implementation/enforcement Opsi Intervensi Pemerintah dan Pengelolaan Berbasis Masyarakat ➢ Educate Stakeholders (Users) (Moral Suasion) ➢ Common and control baku mutu larangan (moratorium) Quota Pengendalian ➢ Community Based Management For specific small area ➢ Market Based Economic Instrument Incentives to induce Behavior changes Ringkasan ➢ Kompleksitas Industri perikanan tangkap menyebabkan rezim tatakelola perikanan sangat mahal tergantung dari tipe pengelolaan yang diimplementasikan, biaya dari mulai riset, pengelolaan enforcement, monitoring, control dan surveillance mencapai 1 sampai 14 percent dari nilai landings (Schrank, Arnason, and Hannesson 2003; Kelleher 2002). ➢ Sunken Billions report (World Bank and FAO 2009), menyatakan hanya sebagian kecil dari biaya ini berasal dari nelayan, sebagain besar dari public sector, sementara benefits terkonsentrasi pada nelayan, yang relative lebih sedikit. ➢ Science based management tetap menjadi utama ➢ Mengelola sda lebih pada mengelola masyarakat yang memanfaatkan sda, karena ada masalah "equity" yang harus diselesaikan.Pengelolaan bersifat path depencence: menangani sumber daya (stock assessment; stock valuation) dan penanganan input ekstrasi sdi (capital, nelayan, kapal, dlsb) ➢ Fokus pada permasalahan yang ada (real problem): inefisiensi, irrasional use, area based, ➢ 3 rezim pengelolaan penting: scientific assessment of the stock, limiting fishing pressure, and enforcing regulations. ➢ Aturan-aturan pengelolaan perikanan kelautan diikuti dengan pengelolaan sisi sosial ekonomi masyarakat ➢ Pengembangan instrumen ekonomi dan sosial dalam pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan ➢ Remember Murphy's Law